Anda di halaman 1dari 13

Politik Luar Negeri Indonesia di Era Orde Baru Tugas

Politik Luar Negeri Indonesia Politik Luar Negeri Indonesia di Era Orde Baru
Oleh:

Ismul Jamal 2008230015

Institut Ilmu Sosial & Ilmu Politik (IISIP) Jakarta

Politik Luar Negeri Indonesia di Era Orde Baru

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Politik luar negeri adalah strategi dan taktik yang digunakan oleh suatu negara dalam hubungannya dengan negara-negara lain. Dalam arti luas, politik luar negeri adalah pola perilaku yang digunakan oleh suatu Negara dalam hubungannya dengan negara-negara lain. Politik luar negeri berhubungan dengan proses pembuatan keputusan untuk mengikuti pilihan jalan tertentu. Menurut buku Rencana Strategi Pelaksanaan Politik Luar Negeri Republik Indonesia (19841988), politik luar negeri diartikan sebagai suatu kebijaksanaan yang diambil oleh pemerintah dalam rangka hubungannya dengan dunia internasional dalam usaha untuk mencapai tujuan nasional.

Melalui politik luar negeri, pemerintah memproyeksikan kepentingan nasionalnya ke dalam masyarakat antar bangsa. Dari uraian di muka sesungguhnya dapat diketahui bahwa tujuan politik luar negeri adalah untuk mewujudkan kepentingan nasional. Tujuan tersebut memuat gambaran mengenai keadaan negara dimasa mendatang serta kondisi masa depan yang diinginkan. Pelaksanaan politik luar negeri diawali oleh penetapan kebijaksanaan dan keputusan dengan mempertimbangkan hal-hal yang didasarkan pada faktor-faktor nasional sebagai faktor internal serta faktor-faktor internasional sebagai faktor eksternal.

Dasar hukum pelaksanaan politik luar negeri Republik Indonesia tergambarkan secara jelas di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea I dan alinea IV. Alinea I menyatakan bahwa kemerdekaan ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan. Selanjutnya pada alinea IV dinyatakan bahwa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Dari dua kutipan di atas, jelaslah bahwa politik luar negeri RI mempunyai landasan atau dasar hukum yang sangat kuat, karena diatur di dalam Pembukaan UUD 1945. Selain dalam

Politik Luar Negeri Indonesia di Era Orde Baru pembukaan terdapat juga dalam beberapa pasal contohnya pasal 11 ayat 1, 2,3; pasal 13 ayat 1,2,3 dan lain-lain.

Pasal 11

1. Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain. 2. Presiden dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara, dan/atau mengharuskan perubahan atau pembentukan undang-undang harus dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. 3. Ketentuan lebih lanjut tentang perjanjian internasional diatur dengan undang-undang.

Pasal 13

1. Presiden mengangkat duta dan konsul. 2. Dalam mengangkat duta, Presiden memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat. 3. Presiden menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.

B. POLITIK BEBAS AKTIF REPUBLIK INDONESIA


Sebagaimana telah diuraikan terdahulu, rumusan yang ada pada alinea I dan alinea IV Pembukaan UUD 1945 merupakan dasar hukum yang sangat kuat bagi politik luar negeri RI. Namun dari rumusan tersebut, kita belum mendapatkan gambaran mengenai makna politik luar negeri yang bebas aktif. Karena itu dalam uraian ini akan dikutip beberapa pendapat mengenai pengertian bebas dan aktif. A.W Wijaya merumuskan : Bebas, berarti tidak terikat oleh suatu ideologi atau oleh suatu politik negara asing atau oleh blok negara-negara tertentu, atau negara-negara adikuasa (super power).

Politik Luar Negeri Indonesia di Era Orde Baru Aktif artinya dengan sumbangan realistis giat mengembangkan kebebasan persahabatan dan kerjasama internasional dengan menghormati kedaulatan negara lain.

Sementara itu Mochtar Kusumaatmaja merumuskan bebas aktif sebagai berikut : Bebas : dalam pengertian bahwa Indonesia tidak memihak pada kekuatan-kekuatan yang pada dasarnya tidak sesuai dengan kepribadian bangsa sebagaimana dicerminkan dalam Pancasila. Aktif : berarti bahwa di dalam menjalankan kebijaksanaan luar negerinya, Indonesia tidak bersifat pasif-reaktif atas kejadiankejadian internasionalnya, melainkan bersifat aktif.

B.A Urbani menguraikan pengertian bebas sebagai berikut : perkataan bebas dalam politik bebas aktif tersebut mengalir dari kalimat yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 sebagai berikut : supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas. Jadi menurut pengertian ini, dapat diberi definisi sebagai berkebebasan politik untuk menentukan dan menyatakan pendapat sendiri, terhadap tiap-tiap persoalan internasional sesuai dengan nilainya masing-masing tanpa apriori memihak kepada suatu blok. Dalam dokumen Rencana Strategi Pelaksanaan Politik Luar Negeri Republik Indonesia (1984-1989) yang telah ditetapkan oleh Menteri Luar Negeri RI tanggal 19 Mei 1983, dijelaskan bahwa sifat Politik Luar Negeri adalah: (1) Bebas Aktif (2) Anti kolonialisme (3) Mengabdi kepada Kepentingan Nasional dan (4) Demokratis Dalam risalah Politik Luar Negeri yang disusun oleh Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Masalah Luar Negeri Departemen Luar Negeri, Suli Sulaiman yang disebut sifat politik luar negeri hanya Bebas Aktif serta anti kolonialisme dan anti Imperialisme. Sementara M. Sabir lebih cenderung untuk menggunakan istilah ciri-ciri dan sifat secara terpisah. Menurut M Sabir, ciri atau ciri-ciri khas biasanya disebut untuk sifat yang lebih permanen, sedangkan kata sifat memberi arti sifat biasa yang dapat berubah-ubah.

Politik Luar Negeri Indonesia di Era Orde Baru

BAB II PEMBAHASAN

a. Masa jabatan presiden Soeharto Pada tahun 1968, MPR secara resmi melantik Soeharto untuk masa jabatan 5 tahun sebagai presiden, dan dia kemudian dilantik kembali secara berturut-turut pada tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998. Politik Presiden Soeharto memulai "Orde Baru" dalam dunia politik Indonesia dan secara dramatis mengubah kebijakan luar negeri dan dalam negeri dari jalan yang ditempuh Soekarno pada akhir masa jabatannya. Salah satu kebijakan pertama yang dilakukannya adalah mendaftarkan Indonesia menjadi anggota PBB lagi. Indonesia pada tanggal 19 September 1966 mengumumkan bahwa Indonesia "bermaksud untuk melanjutkan kerjasama dengan PBB dan melanjutkan partisipasi dalam kegiatan-kegiatan PBB", dan menjadi anggota PBB kembali pada tanggal 28 September 1966, tepat 16 tahun setelah Indonesia diterima pertama kalinya. Pada tahap awal, Soeharto menarik garis yang sangat tegas. Orde Lama atau Orde Baru. Pengucilan politik di Eropa Timur sering disebut ilustrasi yang dilakukan terhadap orang-orang yang terkait dengan Partai Komunis Indonesia. Sanksi kriminal dilakukan dengan menggelar Mahkamah Militer Luar Biasa untuk mengadili pihak yang dikonstruksikan Soeharto sebagai pemberontak. Pengadilan digelar dan sebagian dari mereka yang terlibat dibuang ke Pulau Buru. Sanksi non-kriminal diberlakukan dengan pengucilan politik melalui pembuatan aturan administratif. Instrumen penelitian khusus diterapkan untuk menyeleksi kekuatan lama ikut dalam gerbong Orde Baru. KTP ditandai ET (eks tapol). Orde Baru memilih perbaikan dan perkembangan ekonomi sebagai tujuan utamanya dan menempuh kebijakannya melalui struktur administratif yang didominasi militer. DPR dan MPR tidak berfungsi secara efektif. Anggotanya bahkan seringkali dipilih dari kalangan militer, khususnya mereka yang dekat dengan Cendana. Hal ini mengakibatkan aspirasi rakyat sering kurang didengar oleh pusat. Pembagian PAD juga kurang adil karena 70% dari PAD tiap

Politik Luar Negeri Indonesia di Era Orde Baru provinsi tiap tahunnya harus disetor kepada Jakarta, sehingga melebarkan jurang pembangunan antara pusat dan daerah. Soeharto siap dengan konsep pembangunan yang diadopsi dari seminar Seskoad II 1966 dan konsep akselerasi pembangunan II yang diusung Ali Moertopo. Soeharto merestrukturisasi politik dan ekonomi dengan dwi tujuan, bisa tercapainya stabilitas politik pada satu sisi dan pertumbuhan ekonomi di pihak lain. Dengan ditopang kekuatan Golkar, TNI, dan lembaga pemikir serta dukungan kapital internasional, Soeharto mampu menciptakan sistem politik dengan tingkat kestabilan politik yang tinggi. Eksploitasi sumber daya Selama masa pemerintahannya, kebijakan-kebijakan ini, dan pengeksploitasian sumber daya alam secara besar-besaran menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang besar namun tidak merata di Indonesia. Contohnya, jumlah orang yang kelaparan dikurangi dengan besar pada tahun 1970-an dan 1980-an. Warga Tionghoa Warga keturunan Tionghoa juga dilarang berekspresi. Sejak tahun 1967, warga keturunan dianggap sebagai warga negara asing di Indonesia dan kedudukannya berada di bawah warga pribumi, yang secara tidak langsung juga menghapus hak-hak asasi mereka. Kesenian barongsai secara terbuka, perayaan hari raya Imlek, dan pemakaian Bahasa Mandarin dilarang, meski kemudian hal ini diperjuangkan oleh komunitas Tionghoa Indonesia terutama dari komunitas pengobatan Tionghoa tradisional karena pelarangan sama sekali akan berdampak pada resep obat yang mereka buat yang hanya bisa ditulis dengan bahasa Mandarin. Mereka pergi hingga ke Mahkamah Agung dan akhirnya Jaksa Agung Indonesia waktu itu memberi izin dengan catatan bahwa Tionghoa Indonesia berjanji tidak menghimpun kekuatan untuk memberontak dan menggulingkan pemerintahan Indonesia. Satu-satunya surat kabar berbahasa Mandarin yang diizinkan terbit adalah Harian Indonesia yang sebagian artikelnya ditulis dalam bahasa Indonesia. Harian ini dikelola dan diawasi oleh militer Indonesia dalam hal ini adalah ABRI meski beberapa orang Tionghoa Indonesia bekerja juga di sana. Agama tradisional Tionghoa dilarang. Akibatnya agama Konghucu kehilangan pengakuan pemerintah. Pemerintah Orde Baru berdalih bahwa warga Tionghoa yang populasinya ketika itu mencapai kurang lebih 5 juta dari keseluruhan rakyat Indonesia dikhawatirkan akan menyebarkan pengaruh komunisme di Tanah Air. Padahal, kenyataan berkata bahwa kebanyakan dari mereka berprofesi sebagai pedagang, yang tentu bertolak belakang dengan apa yang diajarkan oleh komunisme, yang sangat mengharamkan perdagangan dilakukan. Orang Tionghoa

Politik Luar Negeri Indonesia di Era Orde Baru dijauhkan dari kehidupan politik praktis. Sebagian lagi memilih untuk menghindari dunia politik karena khawatir akan keselamatan dirinya. Konflik Perpecahan Pasca Orde Baru Di masa Orde Baru pemerintah sangat mengutamakan persatuan bangsa Indonesia. Setiap hari media massa seperti radio dan televisi mendengungkan slogan "persatuan dan kesatuan bangsa". Salah satu cara yang dilakukan oleh pemerintah adalah meningkatkan transmigrasi dari daerah yang padat penduduknya seperti Jawa, Bali dan Madura ke luar Jawa, terutama ke Kalimantan, Sulawesi, Timor Timur, dan Irian Jaya. Namun dampak negatif yang tidak diperhitungkan dari program ini adalah terjadinya marjinalisasi terhadap penduduk setempat dan kecemburuan terhadap penduduk pendatang yang banyak mendapatkan bantuan pemerintah. Muncul tuduhan bahwa program transmigrasi sama dengan jawanisasi yang sentimen anti-Jawa di berbagai daerah, meskipun tidak semua transmigran itu orang Jawa. b. Kelebihan sistem Pemerintahan Orde Baru y Perkembangan GDP per kapita Indonesia yang pada tahun 1968 hanya AS$70 dan pada 1996 telah mencapai lebih dari AS$1.565 y y y y y y y y y y y Sukses transmigrasi Sukses KB Sukses memerangi buta huruf Sukses swasembada pangan Pengangguran minimum Sukses REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun) Sukses Gerakan Wajib Belajar Sukses Gerakan Nasional Orang-Tua Asuh Sukses keamanan dalam negeri Investor asing mau menanamkan modal di Indonesia Sukses menumbuhkan rasa nasionalisme dan cinta produk dalam negeri

c. Kekurangan Sistem Pemerintahan Orde Baru y Semaraknya korupsi, kolusi, nepotisme

Politik Luar Negeri Indonesia di Era Orde Baru y Pembangunan Indonesia yang tidak merata dan timbulnya kesenjangan pembangunan antara pusat dan daerah, sebagian disebabkan karena kekayaan daerah sebagian besar disedot ke pusat y Munculnya rasa ketidakpuasan di sejumlah daerah karena kesenjangan pembangunan, terutama di Aceh dan Papua y Kecemburuan antara penduduk setempat dengan para transmigran yang memperoleh tunjangan pemerintah yang cukup besar pada tahun-tahun pertamanya y Bertambahnya kesenjangan sosial (perbedaan pendapatan yang tidak merata bagi si kaya dan si miskin) y y y Pelanggaran HAM kepada masyarakat non pribumi (terutama masyarakat Tionghoa) Kritik dibungkam dan oposisi diharamkan Kebebasan pers sangat terbatas, diwarnai oleh banyak koran dan majalah yang dibredel y Penggunaan kekerasan untuk menciptakan keamanan, antara lain dengan program "Penembakan Misterius" y y Tidak ada rencana suksesi (penurunan kekuasaan ke pemerintah/presiden selanjutnya) Menurunnya kualitas birokrasi Indonesia yang terjangkit penyakit Asal Bapak Senang, hal ini kesalahan paling fatal Orde Baru karena tanpa birokrasi yang efektif negara pasti hancur. y Menurunnya kualitas tentara karena level elit terlalu sibuk berpolitik sehingga kurang memperhatikan kesejahteraan anak buah. d. Politik Luar Negeri Indonesia era soeharto Pada masa Orba, landasan operasional PLNRI semakin dipertegas dengan beberapa peraturan formal, diantaranya: Ketetapan MPRS no.XII/MPRS/1966 tanggal 5 Juli 1966, Ketetapan MPR tanggal 22 Maret 1973, Petunjuk Presiden 11 April 1973, Petunjuk bulanan Presiden sebagai ketua Dewan Stabilitasi Politik dan Keamanan, serta Keputusan-Keputusan Menteri Luar Negeri. Jika dulu Soekarno mendengung-dengungkan anti-kolonialisme dan antiimperialisme, maka Soeharto memfokuskan pada upaya pembangunan bidang ekonomi dan

Politik Luar Negeri Indonesia di Era Orde Baru peningkatan kerja sama dengan dunia internasional. Perbedaan ini seiring dengan pergantian rezim dari Soekarno ke Soeharo. Dalam bidang ekonomi Soeharto mendapat julukan Bapak Pembangunan karena semasa pemerintahannya perekonomian Indonesia dapat dikatakan mengalami perkembangan yang cukup pesat. Bahkan Dirjen Food A. Organization (FAO) Mr.Edouard Saouma memberikan penghargaan atas keberhasilan Indonesia dalam berswasembada beras. Prestasi ini tidak lain dikarenakan kebijakan politik saat itu (Era Soeharto) memang diarahkan pada stabilitas politik keamanan dan pembangunan ekonomi. Bahkan Soeharto telah mencanangkan Trilogi Pembangunan yang bertujuan untuk membangun perekonomian Indonesia di segala bidang, yang terdiri atas : 1. Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya mengarah pada terciptanya keadilan sosial bagi seluruh masyarakat Indonesia, 2. Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan 3. Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis. Dan untuk memperbaiki kondisi ekonomi yang terlanjur terpuruk saat itu, Soeharto banyak mengambil kebijakan yang bersifat kooperatif dan tidak revolusioner serta radikal seperti pada era pemerintahan Soekarno. Di awal pemerintahannya Soeharto mulai membangun hubungan yang baik dengan pihak-pihak Barat dan good neighbourhood policy melalui pembentukan ASEAN serta mulai menghindari Negara-negara komunis (Cina-Uni Soviet). Semua hal itu dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, karena sektor ekonomi yang ditinggalkan pemerintahan Soekarno sangat membutuhkan perombakan, dimana tingkat inflasi mencapai 650%, dan harga beras naik 500 kali lipat. Politik luar negeri Era Soeharto dibagi menjadi dua masa, yaitu satu masa dimana kebijakan politik luar negeri yang diambil Soeharto sangat kental dengan kecenderungan dan ketergantungannya pada para elit politik dan ekonomi Negara, ini terjadi sebelum pemilu tahun 1982. Dikarenakan saat itu ia (Soeharto) tidak memiliki banyak pengalaman dalam masalah-masalah internasional sehingga ia tidak terlibat secara intens dalam politik luar negeri baik dalam hal perumusannya maupun pelaksanaanya. Dan kedua, masa setelah Pemilu 1982, dimana saat itu partai yang dipimpinnya, Golkar menjadi pemenang mutlak dalam pemilu. Alhasil, dia semakin percaya diri dan mulai berperan aktif dalam perumusan

Politik Luar Negeri Indonesia di Era Orde Baru politik luar negeri serta keputusannya tidak lagi bergantung dan sepakat pada para elit politik yang saat itu mendukungnya. Berikut akan dibahas peride kepemimpinan Soeharto pada paruh pertama kekuasaannya (sebelum pemilu 1982). Tahun 1966 merupakan masa awal konsolidasi bagi Soeharto dalam menata kekuasaan dan polik dalam negerinya. Hubungan Soeharto dan militer saat itu sangat erat dan menjadi modal utamanya dalam mengembangkan kebijakankebijakannya. Pada tahun ini juga mulai terlihat pergeseran pusat perhatian pemerintah yang biasanya (di era Soekarno) terfokus pada masalah pembangunan bangsa beralih ke masalah pembangunan ekonomi. Perubahan fokus perhatian ini tentunya tidak hanya merambah persoalan dalam negeri melainkan juga mencakup kebijakan luar negeri yang diajalankan saat itu. Pemerintah mulai membuka hubungan dengan pihak barat, dan investasi asing mulai ditingkatkan karena dinilai mereka akan dapat membantu memulihkan kondisi perekonomian Indonesia yang terpuruk. Karena hubungan yang buruk dengan Cina akibat Negara tirai bambu ini diduga terlibat dalam percobaan kudeta tahun 1965, dan hubungan yang dingin dengan Uni Soviet maka Indonesia tidak punya pilihan lain dalam mencari sumber bantuan selain Negaranegara Barat yang saat itu terlibat perang dingin dengan Uni soviet. Oleh karena itu dalam tahuntahun pertama era Orde Baru hubungan Indonesia dengan Amerika Serikat dan Jepang memang lebih menonjol daripada hubungan Indonesia dengan Cina dan Uni Soviet. Selanjutnya, Indonesia mulai memperbaiki citra dan hubungannya dengan Negara-negara lain, terbukti dengan masuknya kembali Indonesia kedalam forum PBB dan mengakhiri konfrontasi dengan Malaysia (1967) serta mulai menaruh perhatian pada regionalisme di kawasan Asia Tenggara, sehingga pada tanggal 8 Agustus 1967 terbentuklah ASEAN. Bagi Indonesia, tindakan-tindakan kooperatif diatas sangat penting dilakukan umtuk menciptakan stabilitas dan kedamaian lingkungan baik regional maupun internasional, yang mana keduanya merupakan prasyarat yang mutlak dibutuhkan untuk mengentaskan diri dari krisis yang melanda negeri. Stabilitas politik dan kebijakan anti-komunisme saat itu dijadikan senjata oleh Soeharto untuk menarik simpati Negara-negara barat agar memberikan bantuan dana maupun investasi ke Indonesia, selain itu kebijakan annti-komunisme juga dia gunakan untuk memberantas lawan politiknya. Setidaknya ada dua kelompok yang mempengaruhi atau menentukan perumusan politik luar negeri saat itu yakni, militer (meliputi dep. HANKAM, LEMHANAS, BAKIN, BAIS dan Setneg ) dan Departemen Luar Negeri. Adapula Bappenas dan

Politik Luar Negeri Indonesia di Era Orde Baru CSIS yang berasal dari kalangan sipil kadang juga ikut mempengaruhi politik luar negeri saat itu. Menurut teori, ada pembagian kerja diantara mereka yaitu, Deplu menangani politik luar negeri dalam bidang politik, militer berurusan dengan politik luar negeri yang bersentuhan dengan masalah-masalah keamanan, dan Bappenas berhubungan debgan masalah-masalah ekonomi yang berkaitan dengan soal-soal dalam negeri dan luar negeri. Namun pada kenyataannya, di awal-awal tahun Orde Baru militer seringkali mengintervensi di berbagai bidang dan menjadi sangat dominan. Adapun masa kepemimpinan Soharto di periode sesudah pemilu 1982 sangat dominan dengan kebijakan-kebijakan yang terfokus keluar dan semakin aktif dalam pentas perpolitikan dunia serta tidak hanya mementingkan faktor ekonomi saja dalam berhubungan dengan Negara lain karena pada tahun 80an ini perekonomian Indonesia mulai stabil. Agenda-agenda yang penting saat itu adalah, peringatan 30 tahun KAA (1985), JIM (Jakarta Informal Meeting) yang dilakukan untuk menyelesaikan konflik antara Vietnam dan Kamboja, peningkatan hubungan dengan pasifik selatan, normalisasi hubungan dengan Cina (1990), menjadi ketua GNB (1992), dan ikut serta dalam APEC (1994) dan tidak ketinggalan isu penting timor-timur yang menyeret nama Indonesia ke dalam kecaman dunia Internasional. Peristiwa-peristiwa diatas tidak lepas dari peran presiden yang semakin dominan dan mulai meninggalkan gaya kepemimpinan low profile menjadi high profile. Hal ini dikarenakan partai Golkar yang dipimpinnya memperoleh kemenangan mutlak dalam pemilu 1982 sehingga semakin memperkuat posisinya dan membuatnya semakin percaya diri dalam menangani urusan dalam maupun luar negeri. Di paruh kedua kepemimpinannya ini perhatian dunia banyak tertuju pada Soeharto secara personal daripada sebagai Presiden Republik Indonesia Ia pun mulai mengurangi peran militer dan tidak selalu sepakat dengan kalangan militer. Keadaan ini diperparah dengan isu kekerasan yang dilakukan militer di timor-timur dan membuat Soeharto mendapat tekanan internasional untuk mengusut tuntas peristiwa yang memakan korban sipil. Akhirnya tim khusus dibentuk dan melaporkan bahwa militer bereaksi terlalu keras terhadap masyarakat, akibatnya kondisi yang sama juga berlangsung di tubuh militer. Ada isu yang beredar bahwa militer akan menarik dukungannya terhadap Soeharto dan akan

menggulingkannya dari tampuk kepemimpinan. Selain itu Soeharto mulai melirik kelompokkelompok islam yang saat itu mulai naik daun dan berkembang pesat akibat tertular semangat revolusi yang terjadi di Iran. Soeharto segera menggandeng kelompok islam tersebut agar tidak menyusahkannya di kemudian hari.

Politik Luar Negeri Indonesia di Era Orde Baru

KESIMPULAN

Dapat dilihat dari uraian diatas bahwa politik luar negeri Indonesia pada era Soeharto memfokuskan pada pembangunan, ekonomi, stabilitas politik, keamanan, dan peningkatan kerja sama dengan dunia Internasional. Politik luar negeri Era Soeharto dibagi menjadi dua masa: 1) Masa dimana kebijakan politik luar negeri yang diambil Soeharto sangat kental dengan kecenderungan dan ketergantungannya pada para elit politik dan ekonomi Negara, ini terjadi sebelum pemilu tahun 1982. 2) Masa setelah Pemilu 1982, dimana saat itu partai yang dipimpinnya, Golkar menjadi pemenang mutlak dalam pemilu. Alhasil, dia semakin percaya diri dan mulai berperan aktif dalam perumusan politik luar negeri serta keputusannya tidak lagi bergantung dan sepakat pada para elit politik yang saat itu mendukungnya Dalam bidang ekonomi Soeharto mendapat julukan Bapak Pembangunan karena semasa pemerintahannya perekonomian Indonesia dapat dikatakan mengalami perkembangan yang cukup pesat. Bahkan Dirjen Food A. Organization (FAO) Mr.Edouard Saouma memberikan penghargaan atas keberhasilan Indonesia dalam berswasembada beras. Namun kita tidak bisa memungkiri bahwa banyak sekali kemajuan yang dicapai pada masa dia menjadi pemimpin dengan program-program yang dia canangkan (REPELITA). Dan beberapa kemajuan yang dicapai Indonesia saat itu antara lain adalah pembangunan kemandirian industri, ekspor non-migas melaju pesat dan menjadi sumber pendapatan utama Negara, terjadi penguatan, pendalaman serta keragaman sumber-sumber kapital yang merupakan sumber ekonomi Indonesia, pesatnya pertumbuhan lembaga perbankan dan non-perbankan.

Politik Luar Negeri Indonesia di Era Orde Baru DAFTAR PUSTAKA

http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Indonesia_%281966-1998%29 Alami, Athiqah. Landasan dan Prinsip Politik Luar Negeri Indonesia. Hlm. 27-54 Abdulgani, Ruslan.1988.Sejarah Asal Mula Rumusan Haluan Politik Luar Negeri Bebas Aktif. Departemen Luar Negeri & UGM. Mohammad Hatta, Mendayung Antara Dua Karang, Cet. Pertama, Jakarta, Bulan Bintang, 1976, hlm. 17. http://moze91.wordpress.com/2010/10/27/politik-luar-negeri-republik-indonesia-era-soeharto/

Anda mungkin juga menyukai