Anda di halaman 1dari 2

Pusat Peraturan Pajak Online

Tarik Menarik Pajak Mobil


Contributed by Administrator Saturday, 15 March 2008

Daerah akan diberi kewenangan untuk menghitung nilai jual kendaraan bermotor. Dikhawatirkan, harga mobil dan pajak tiap daerah berbeda. ENTAH apa jadinya bila daerah tanpa pajak dari kendaraan bermotor. Sebab, kontribusi pajak yang ditarik dari kendaraan bermotor terhadap total pendapatan pajak dan pendapatan asli daerah (PAD) sangat besar. Bahkan, kontribusi pajak dari kendaraan bermotor kepada PAD setiap pemda rata-rata di atas 75%. Nah, sebentar lagi, pajak yang di kumpulkan daerah dari kendaraan bermotor akan semakin membengkak. Penyebabnya, daerah akan diberi kewenangan untuk menentukan besaran berbagai pajak kendaraan bermotor, khususnya pajak kendaraan bermotor (PKB) dan bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB). Selama ini kewenangan menentukan dasar penetapan PKB dan BBNKB itu ada pada Menteri Dalam Negeri (Mendagri).

Awalnya, kewenangan terhadap pemungutan atas pajak berbagai kendaraan bermotor berada pada pemerintah provinsi. Pembagiannya, sebanyak 70% disetor ke pemerintah provinsi dan 30% menjadi bagian pemerintah daerah (pemda). Ini sesuai dengan UU Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah. Kemudian keluar PP Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah. Isinya menyatakan bahwa penetapan nilai jual kendaraan bermotor (NJKB) dijadikan dasar penghitungan pengenaan PKB, BBNKB, pajak kendaraan di atas air (PKAA), dan bea balik nama kendaraan di atas air (BBNKAA). NJKB ditetapkan oleh Mendagri setiap tahunnya. Tahun lalu, Mendagri menetapkan NJKB berdasarkan PP Nomor 9 tahun 1997. Penetapan NJKB ini berdasarkan masukan dari Departemen Keuangan (Depkeu). Nah, NJKB 2007 untuk pembuatan kendaraan bermotor tahun terbaru nilai jualnya ditetapkan di bawah 10% harga kosong (off the road) atau 21,5% di bawah perkiraan harga isi (on the road). Berdasarkan NJKB itu, daerah kemudian membuat aturan besaran PKB dan BBNKB. Jadi perhitungan PKB akan didasarkan pada NJKB dikali bobot X tarif. Misalnya, PKB jenis sedan. Bobotnya dihitung 1 dan tarifnya sebesar 1,5%. Lantas, untuk menentukan BBNKB, yang dihitung NJKB di kali tarif saja. Kalau sudah begitu, maka setiap penurunan atau kenaikan NJKB akan memengaruhi besaran PKB dan BBNKB atau pundi-pundi PAD. Pada 18 Februari lalu, Depkeu lalu mengundang industri otomotif ke Jakarta. Pertemuan itu membahas tentang penyiapan bahan pertimbangan Menteri Keuangan atas rancangan peraturan (Mendagri) tentang NJKB tahun 2008. Bisa jadi, pertemuan industri otomotif dengan Depkeu untuk memberi masukan NJKB kepada Mendagri itu adalah masukan yang terakhir. Sebab, ya itu tadi, Mendagri muungkin tak akan lagi punya kewenangan untuk menentukan berapa besar NJKB. Selama ini, NJKB didasarkan atas harga pasaran umum (HPU) yang diambil dari harga rata-rata pasar. Namun, HPU juga dianggap bias. Sebab, produk yang dijual di pasar kebanyakan sudah mengalami penambahan nilai, misalnya dengan tambahan modifikasi mesin. Aksesori mobil, ausransi, dan alarm mobil, yang bisa mendongkrak harga mobil. Akan lebih akurat bila HPU berdasarkan harga asli dari pemegang merek. Harga Jual Mobil Bisa Jomplang Bila rumusan yang didasarkan HPU ini kelak dipakai daerah dalam menghitung NJKB, maka NJKB di setiap daerah juga akan berbeda-beda. Maklum, HPU-nya juga lain-lain. Akibatnya, industri otomotif bakal kesulitan mengawasi harga, target penjualan, plus mengontrol dan memonitor harga di 33 provinsi di Indonesia. “Sangat susah dan tidak efisien karena harga jual menjadi tidak memiliki standar yang jelas,” Kata M. Leman Natakusumah, Manager Government Relation PT KIA Mobil Indonesia, Dia khawatir, pengalihan kewenangan itu akan berimbas pada produksi. Beda NJKB di setiap daerah itu juga bisa membuat harga mobil di tiap daerah juga berbeda-beda. PKB dan BBNKB yang hitungannya berdasarkan NJKB juga akan berbeda. Akibat beralihnya kewenangan ini, dikhawatirkan daerah akan menentukan pajak kendaraan pajak kendaraan seenaknya sendiri. Ini mengakibatkan harga jual mobil di setiap daerah akan jomplang. Kondisi ini membuat resah pengusaha otomotif. Kondisi ini mengakibatkan migrasi kepemilikan mobil. Misalnya, Jawa Barat menentukan NJKB lebih rendah dibanding DKI Jakarta. Akibatnya, mungkin akan banyak warga DKI Jakarta yang membeli mobil kepada dealer-dealer di Jawa Barat, karena harganya lebih miring dan pajaknya lebih rendah.
http://www.rumahpajak.com Powered by Joomla! Generated: 29 June, 2011, 09:10

Pusat Peraturan Pajak Online

Agar perbedaan tiap daerah itu tak terjadi, Johnny Darmawan, Presiden Direktur PT Toyota Astra Motor, berharap pemerintah membuat formula dasar terlebih dahulu agar tak ada perbedaan mencolok di setiap daerah. Formula dasar ini akan menjadi standar bagi daerah untuk mengambil keputusan “Apalagi, kemampuan daya beli masyarakat di berbagai daerah berbeda-beda. Bila tak ada formula dasar dari pemerintah pusat, maka daerah bisa semena-mena menetapkan biaya,” ujar Johnny. Ujung-ujungnya, di sejumlah daerah, masyarakat akan merasa keberatan sehingga bisnis atomotif bisa lesu darah. Kekhawatiran serupa juga dikatakan oleh syarif Hidayat, Direktur Industri Alat Transportasi Darat dan Kedirgantaraan Departemen Industri. Menurutnya, pengalihan kewenangan penetapan NJKB itu akan berakibat perbedaan harga kendaraan di setiap daerah. Kondisi ini akan berdampak pada penjualan otomotif secara nasional. “Ini perlu diomongin lagi,” kata dia. Lain halnya dengan Jonfis Fandy, GM Sales and Marketing Honda Prospect Motor. Dia menganggap tidak ada masalah dengan delegasi wewenang penetapan NJKB dari Mendagri ke pemda. Alasannya, kalau terjadi migrasi pendaftar dari satu daerah ke daerah lain, kerugian akan ditanggung oleh pemda yang bersangkutan. Jonfis yakin pemda tidak akan berbuat yang merugikan dirinya sendiri. Ia hanya meminta nantinya proses birokrasi seperti BBNKB tidak memakan waktu lama. Menariknya, Djalintar Sidjabat, Direktur Peraturan Perpajakan I Direktorat Jenderal Pajak, punya pendapat bahwa pengalihan kewenangan itu masih dalam wacana. Mardiasmo, Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Daerah Depkeu, juga menuturkan, tidak ada istilah mengalihkan kewenangan penetapan NJKB itu masih ada di tangan Mendagri. Hanya saja, lanjut Mardiasmo, Depkeu menganggap bahwa hal tersebut perlu dibahas di dalam revisi UU OTDA. Maksudnya semua daerah wajib menggunakan peraturan yang mengacu kepada peraturan perundangan yang berlaku, tetapi diselaraskan dengan jiwa otonomi daerah. Agak membingungkan, memang, pendapat Mardiasmo ini. Mardiasmo menambahkan, kewenangan Mendagri masih tetap sebagai pembina dan pengawas daerah. Akan tetapi, semua daerah dalam rangka otonomi daerah diberikan keleluasaan dalam penerapannya, sehingga akan terjadi perbedaan satu dengan daerah yang lain. “Artinya masih dalam rel yang sama, bukan mengalihkan atau memberikan kewenangan itu dari Depdagri ke pemda,” kata dia. Tambah membingungkan, ya? Dian Pitaloka Saraswati, Teddy Unggik, Wisnu Arto Subari

Trust, 15 Maret 2008

http://www.rumahpajak.com

Powered by Joomla!

Generated: 29 June, 2011, 09:10

Anda mungkin juga menyukai