Anda di halaman 1dari 21

Seminar Sehari Kerusakan Lantai Jembatan dan Metode Perbaikan

PEMBEBANAN SIKLIK PADA GIRDER BETON PRATEGANG PARSIAL


oleh:

Prof. Dr.Ir. Bambang Budiono, M.E. Guru Besar pada Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung

ABSTRAK Girder lantai jembatan mengalami pembebanan dinamis akibat beban lalu lintas. Beban dinamis dapat diidentifikasi dengan beban siklik quasi-statik. Respon struktur akibat beban siklik pada girder dengan struktur beton bertulang biasa dan beton prategang mempunyai sifat yang berbeda. Berhubung kuat retak beton bertulang biasa lebih rendah dari beton prategang maka beton bertulang biasa dengan beban siklik akan lebih mudah rusak. Hal ini diakibatkan oleh retak lebar yang menyebabkan air masuk sehingga terjadi korosi yang menyebabkan kerusakan yang progresif. Untuk menangulanginya diperlukan mutu beton yang lebih tinggi atau memperbanyak tulangan baja. Meskipun demikian, struktur tetap tidak ekonomis sebab struktur beton bertulang dapat menjadi struktur yang bersifat getas dan tetap mudah retak. Untuk alasan tersebut maka girder lantai jembatan terutama jembatan pra-fabrikasi baja dengan lantai struktur beton bertulang biasa sebaiknya diganti dengan sistem struktur beton prategang parsial pra-fabrikasi. Struktur beton prategang parsial pra fabrikasi adalah beton prategang dimana momen dan gaya geser nominal penampang dipikul bersama antara strand baja prategang pra tarik dan baja tulangan biasa dengan proporsi tertentu. Proporsi antara beban yang dipikul penampang beton dengan strand dibandingkan dengan penampang beton dengan tulangan biasa disebut Partial Pre-stressing Ratio (PPR). Riset yang dirangkum dalam tulisan ini, membuktikan bahwa PPR antara 40% sampai dengan 70% memberikan karakteristik siklik yang optimum, sehingga dapat bersifat daktail tanpa kehilangan kekuatan penampangnya. Retak akibat beban siklik yang terbentuk akan tertutup kembali oleh gaya prategang. Untuk jangka pendek struktur beton prategang parsial akan lebih mahal dibandingkan dengan struktur beton bertulang biasa tetapi untuk jangka panjang akan lebih awet dan mengurangi biaya pemeliharaan.

Prof.Dr.Ir.Bambang Budiono, M.E.

Seminar Sehari Kerusakan Lantai Jembatan dan Metode Perbaikan

KOMBINASI STRINGER DAN PELAT BAJA SEBAGAI ALTERNATIF PERBAIKAN LANTAI BETON JEMBATAN RANGKA
oleh:

Heri Yugiantoro, S.T, M.T Hendra Widhatra, ST Fachrurrozi, ST, MT


2)

1)

3)

Ir. Herry Vaza, M.Eng.Sc

4)

ABSTRAK Salah satu elemen jembatan rangka baja yang umum mengalami kerusakan adalah sistem lantai. Lantai beton merupakan sistem lantai yang paling umum diterapkan dalam jembatan rangka baja. Perencanaan lantai jembatan sesuai dengan peraturan memiliki umur 30 tahun. Kerusakan lantai beton bisa diakibatkan oleh perencanaan struktur beton yang tidak memenuhi kriteria desain, kontrol pelaksanaan pembetonan yang kurang ketat, faktor pengguna jembatan dan pengaruh lingkungan sekitar. Salah satu Suatu alternatif sistem lantai pada jembatan rangka baja adalah menggunakan pelat baja yang dikombinasikan dengan stringer. Kerangka pikiran utama dalam mendesain sistem lantai kombinasi stringer dan pelat baja adalah mereduksi beban lantai sehingga bisa meningkatkan kapasitas muat jembatan tanpa mengurangi persyaratan dasar desain jembatan yang meliputi kekuatan, kekakuan, durabilitas, stabilitas, kemudahan pelaksanaan pekerjaan dan faktor ekonomis. Dalam tulisan ini analisis sistem struktur lantai dilakukan dalam dua kategori terpisah yaitu analisis pelat-balok dengan tributary beban sendiri dan beban lalu lintas (beban terdistribusi serta beban truk) dan kategori kedua analisis metoda elemen hingga pada pelat baja untuk mengetahui perilaku struktur pada saat menerima beban. Analisis dikerjakan dengan metoda kekuatan batas dengan kontrol lendutan maksimum akibat beban lalu lintas sebesar L/800. Untuk mengurangi daerah lapangan, maka dalam arah melintang dipasang balok-balok rib dan dalam arah memanjang dipasang stringer tambahan.

1) 2) 3)

Staf Subdit Teknik Jembatan Direktorat Bina Teknik Staf Subdit Teknik Jembatan Direktorat Bina Teknik Senior Engineer PT. Bukaka Teknik Utama

Prof.Dr.Ir.Bambang Budiono, M.E.

Seminar Sehari Kerusakan Lantai Jembatan dan Metode Perbaikan


4) Kepala Subdit Teknik Jembatan Direktorat Bina Teknik

I.

PENDAHULUAN Jembatan rangka baja jumlahnya cukup banyak di Indonesia. Dimulai sejak tahun 1970an, jembatan rangka baja terus bertambah jumlahnya hingga saat ini. Jembatan rangka baja menjadi pilihan untuk jembatan dengan bentang 30-60 meter. Kondisi jembatan-jembatan rangka baja yang ada saat ini sangat bervariasi. Umumnya kondisi jembatan rangka baja di Indonesia berada pada nilai 0-3. Kondisi 4-5 seringkali ditemui pada jembatan rangka baja dengan usia lebih dari 40 tahun, salah satunya jembatan rangka baja tipe Callender Hamilton. Salah satu kerusakan yang paling sering ditemui pada jembatan rangka baja adalah kerusakan lantai jembatan. Lantai jembatan rangka baja pada umumnya menggunakan lantai beton. Pada lantai beton seringkali ditemui permasalahan diantaranya adalah tidak terjadinya peristiwa komposit antara lantai beton dengan rangka baja, lantai beton mengalami keretakan dan bahkan lantai beton mengalami kerontokan. Permasalahan retak pada lantai beton seakan menjadi hal yang lumrah ditemui. Hampir pada setiap jembatan rangka baja dengan lantai beton akan mengalami keretakan pada lantainya. Yang perlu diketahui adalah lantai jembatan didesain untuk umur 30 tahun. Tetapi yang terjadi adalah lantai sudah rusak pada beberapa jembatan ketika baru mencapai umur 5 tahun dan bahkan dibawah 5 tahun. Berbagai penanganan dan perbaikan telah dilakukan untuk mengatasi kerusakan lantai beton. Baik dengan perbaikan menggunakan grouting, bahkan dengan melakukan penggantian lantai beton baru. Namun yang selalu terjadi adalah sama, peristiwa retak hingga beton rontok kembali terulang. Untuk itu diperlukan suatu alternatif baru sebagai pengganti lantai beton yang selama ini digunakan. Salah satu alternatif yang dapat digunakan adalah dengan menggunakan pelat baja sebagai lantai jembatan. Perilaku baja yang mudah untuk diperhitungkan, mudah dalam produksi dan juga proses pemasangan serta kelebihan lainnya menjadikan pelat baja sebagai pengganti lantai beton yang menjanjikan. Salah satu yang mengganjal dalam penggunaan material baja adalah mahalnya harga baja dan mudah sekali mengalami tekuk lateral. Namun apabila dilihat lebih jauh dengan berbagai pertimbangan-pertimbangan yang lain, sistem lantai baja memiliki beberapa keunggulan dibandingkan sistem lantai beton. Analisa alternatif sistem lantai ini diterapkan pada jembatan rangka baja tipe Warren Transfield Australia dengan bentang A-60 m. Prof.Dr.Ir.Bambang Budiono, M.E. 3

Seminar Sehari Kerusakan Lantai Jembatan dan Metode Perbaikan

II.

SISTEM LANTAI BETON UMUM Sistem lantai beton yang sering ditemui pada rangka baja umumnya terdiri dari stringer yang berfungsi non struktural sebagai bekisting, penggunaan shear connector pada cross girder dan stringer untuk menjamin terjadinya efek komposit lantai beton dan sistem rangka. Penulangan sistem lantai dipasang baja deform diameter 16 mm jarak 100 mm untuk tulangan utama dan diamter 16 mm jarak 200 mm sebagai tulangan pembagi. Penggunaan steel deckplate didesain struktural sebagai adalah .tulangan tarik diharapkan dapat meningkatkan kapasitas lentur lantai beton bertulang. Kondisi yang biasa terjadi adalah terjadi keretakan hingga kerontokan pada beton. Gompal pada permukaan beton terjadi jika penanganan tidak segera dilakukan. Kerusakan berkembang jika tulangan sudah terekspose keluar dan menimbulkan karat. Absorpsivitas air permukaan menembus perkerasan sampai pada pelat baja gelombang memperburuk kondisi sistem lantai yang ada.

D 16 - 100

D 16 - 200

Stringer Cross Beam

DETAIL PENULANGAN
Gambar 2.1 Detail Penulangan Standar

Prof.Dr.Ir.Bambang Budiono, M.E.

Seminar Sehari Kerusakan Lantai Jembatan dan Metode Perbaikan

9600

1000

7000

1000

1650
Gambar 2.2

1650

1650

1650

Potongan Melintang Jembatan Rangka Standar

III.

PEMODELAN SISTEM LANTAI PELAT BAJA Sistem lantai pelat baja menggunakan checker plate dengan ketebalan 9 mm. Pelat baja dikombinasikan dengan penambahan stringer dan bracing melintang. Pemodelan dapat dilihat sebagai berikut:Stringer tambahan yang digunakan memiliki dimensi yang lebih kecil dibanding stringer eksisting. Sedangkan untuk bracing, digunakan profil yang lebih kecil dibanding stringer tambahan. Pemasangan bracing/rib dimaksudkan selain memberikan kekakuan pada stringer dan juga memperkecil luas pelat baja yang menahan beban di atasnya.

Prof.Dr.Ir.Bambang Budiono, M.E.

Seminar Sehari Kerusakan Lantai Jembatan dan Metode Perbaikan


9600

1000

7000

1000

(Stringger tambahan)

825 825 825 825 825 825 825 825

plate checker

Gambar 3.1

Potongan Melintang Jembatan Rangka dengan Sistem Lantai Baja

Analisa perhitungan struktur jembatan rangka dengan menggunakan lantai pelat baja menggunakan program analisis struktur standard. Bentuk pemodelan seluruh jembatan rangka baja dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 3.1

Pemodelan Rangka Jembatan dengan Pelat Baja sebagai Sistem Lantai

Prof.Dr.Ir.Bambang Budiono, M.E.

Seminar Sehari Kerusakan Lantai Jembatan dan Metode Perbaikan

Gambar 3.2

Pemodelan Lantai Baja dengan Kombinasi Stringer dan Bracing

Tampak pada pemodelan lantai, kombinasi antara stringer dan bracing membuat luas pelat baja yang menerima beban menjadi kecil. Sebagai perbandingan, berikut adalah pemodelan jembatan rangka baja standar.

Gambar 3.3 Lantai

Pemodelan Rangka Jembatan dengan Lantai Beton sebagai Sistem

Prof.Dr.Ir.Bambang Budiono, M.E.

Seminar Sehari Kerusakan Lantai Jembatan dan Metode Perbaikan


Gambar 3.4 Pemodelan Lantai Beton

Pemodelan pada jembatan rangka standar dengan lantai beton terlihat bahwa lantai yang menerima beban memiliki luas yang lebih besar. Berikut adalah keterangan profil stringer tambahan, bracing dan pelat baja yang digunakan: No . 1 2 3 Keterangan Stringer Tambahan Bracing Pelat Baja Profil 300x150x8x10 100x50x5x7 Checker Plate tebal 9 mm Properti Fy = 240 MPa Fy = 240 MPa Fy = 345 MPa

Analisa beban yang dilakukan dengan bantuan program tidak meliputi beban hidup. Beban yang dianalisa meliputi beban mati sendiri dan beban mati tambahan (beban aspal dan beban trotoar). analisa dilakukan terhadap kedua alternatif kemudian membandingkan berat total beban jembatan dan lendutan yang terjadi akibatnya. Lendutan diharapkan tidak melebihi L/300. Camber yang terbentuk tidak kurang dari 150% (lendutan beban mati + lendutan beban hidup). IV. PERBANDINGAN SISTEM LANTAI Material baja memiliki biaya lebih mahal dibandingkan dengan beton. Sehingga alternatif sistem lantai baja akan memiliki biaya yang lebih tinggi dibandingkan dengan sistem lantai beton. Namun sistem lantai baja memiliki kelebihan dibandingkan dengan sistem lantai beton. Berikut adalah perbandingan kedua sistem lantai tersebut: N o. 1 Pembanding Sistem Lantai Baja Lebih mahal. Membutuhkan biaya + 2 Miliar untuk penggantian. Lebih ringan. Berat total 396,4 ton. 49,6 mm Sistem Lantai Beton Lebih murah. Membutuhkan biaya + 800 juta untuk penggantian. Lebih berat. Berat total 717,2 ton. 82,5 mm

Harga Beban mati + aspal + trotoar Lendutan maksimum akibat Beban Mati + aspal + trotoar Penutupan lalu lintas Efek getaran lalu lintas pada saat penggantian

3 4 5.

1 lajur Tidak berpengaruh

1 lajur Berpengaruh

Prof.Dr.Ir.Bambang Budiono, M.E.

Seminar Sehari Kerusakan Lantai Jembatan dan Metode Perbaikan segmental Pelaksanaan pada 1 lajur Durabilitas berdasarkan pengalaman Kemudahan penggantian pada kerusakan lokal Tingkat kenyamanan

6 7

13 hari 10-15 tahun

20 hari 3-5 tahun

Sangat mudah

Sulit

8 9

kurang

nyaman (untuk kondisi mantap)

Berdasarkan perhitungan, biaya untuk sistem lantai baja berkisar 1,8 2 miliar rupiah untuk jembatan kelas A bentang 60 m. Biaya ini tergolong cukup tinggi dibandingkan sistem lantai beton. Biaya untuk sistem lantai beton pada jembatan rangka kelas dan bentang yang sama berkisar 700 800 juta rupiah. Berdasarkan hasil analisa dengan menggunakan program analisis struktur, sistem lantai baja lebih ringan dibandingkan sistem lantai beton. Berat total jembatan rangka baja dengan sistem lantai baja lengkap dengan stringer tambahan, bracing, aspal dan trotoar yaitu 396,4 ton. Berat total ini jauh lebih ringan dibandingkan rangka jembatan dengan sistem lantai beton yaitu 717,2 ton. Alternatif sistem lantai baja memberikan pengurangan beban mati sebesar 45 % dari sistem lantai beton. Dengan demikian kapasitas jembatan menjadi meningkat apabila menggunakan sistem lantai baja. Berkurangnya jumlah beban akan mengurangi lendutan yang terjadi pada jembatan. Terjadi pengurangan lendutan sebesar 32,9 mm dari semula 82,5 mm apabila menggunakan sistem lantai beton menjadi 49,6 mm dengan menggunakan sistem lantai baja. Sistem lantai beton dalam pemasangan sangat terpengaruh oleh getaran akibat lalu lintas yang melintasi jembatan. Namun hal tersebut tidak mempengaruhi proses pemasangan sistem lantai pelat baja. Sehingga kualitas sistem lantai pelat baja tetap terjaga sesuai dengan perencanaan. Kemudahan pemasangan menjadi salah satu kelebihan alternatif sistem lantai baja. Baik sistem lantai beton maupun lantai baja dapat diperbaiki dengan tetap membuka arus lalu lintas 1 lajur. Namun tingginya tingkat kepadatan lalu lintas seringkali penutupan satu lajur menjadi penyebab kemacetan. Untuk itu perlu adanya suatu sistem perbaikan/penggantian lantai yang tidak perlu berlamalama menutup lajur lalu lintas. Apabila perbaikan lantai jembatan menggunakan sistem lantai beton, diperkirakan penutupan 1 lajur lalu lintas akan membutuhkan 20 hari hingga dibuka kembali namun belum termasuk pengaspalan, karena pengaspalan dilakukan 28 hari setelah pengecoran. Prof.Dr.Ir.Bambang Budiono, M.E. 9

Seminar Sehari Kerusakan Lantai Jembatan dan Metode Perbaikan Sedangkan alternatif perbaikan dengan menggunakan sistem lantai baja diperkirakan akan membutuhkan 13 hari penutupan 1 lajur lalu lintas hingga dibuka kembali dan sudah termasuk pengaspalan. Apabila perbaikan dilakukan dengan menutup 1 lajur secara bergantian, maka total waktu yang dibutuhkan untuk penyelesaian perbaikan sistem lantai dengan menggunakan lantai baja akan membutuhkan waktu sekitar 26 hari.

Gambar 4.1

Pelaksanaan Penggantian Lantai Menggunakan Sistem Lantai Baja

Gambar 4.2

Pelaksanaan Penggantian Lantai Menggunakan Sistem Lantai Beton

Salah satu kelebihan sistem lantai baja lainnya adalah masa layan yang cukup teruji hingga saat ini. Menjadi pengetahuan umum bahwa musuh utama dari baja adalah karat. Namun hal tersebut dapat dicegah/diminimalisir apabila proses galvanize dilakukan dengan optimal. Berdasarkan pengalaman, lantai beton seringkali mengalami kerusakan berupa retak hingga rontok sebelum mencapai umur perencanaannya. Pada beberapa kasus ekstrem bahkan lantai beton sudah rusak pada usia 3-5 tahun. Lantai jembatan direncanakan untuk umur 30 tahun. Lebih lanjut mengenai kerusakan lantai, sistem lantai baja sangat mudah dalam penanganan terhadap kerusakan lokal. Proses penggantian kerusakan lantai seperti berlubang dapat ditangani dengan memotong bagian yang berlubang kemudian dilakukan penutupan dengan pelat baja dan dilas. Berbeda dengan kerusakan lokal pada lantai beton. Lantai beton tidak dapat dilakukan pergantian setempat. Sebagai contoh, terjadi kerontokan beton hingga lantai berlubang dengan diameter 20 cm. Untuk memperbaiki harus dilakukan pembongkaran sebesar satu segmen dan kemudian dicor kembali.

Prof.Dr.Ir.Bambang Budiono, M.E.

10

Seminar Sehari Kerusakan Lantai Jembatan dan Metode Perbaikan V. KESIMPULAN Sistem lantai pelat baja memerlukan biaya lebih tinggi dibandingkan sistem lantai beton. Sistem lantai pelat baja meningkatkan kapasitas muat jembatan secara signifikan. Termasuk mengurangi lendutan yang terjadi akibat beban mati dan beban mati tambahan. Pelaksanaan konstruksi di lapangan dapat dilakukan dengan cepat, tanpa menutup lalu lintas dan efek getar lalu lintas pada saat pemasangan pelat baja tidak mempengaruhi mutu konstruksi. VI. REFERENSI I. PENDAHULUAN

Balok girder lantai jembatan terutama jembatan pra-fabrikasi baja dengan lantai struktur beton bertulang biasanya mempunyai bentang per segmen 5,0 m dengan jumlah segmen 6 buah, sehingga membentuk lantai jembatan rangka baja pra-fabrikasi dengan bentang total 30,0 m. Akibat beban dinamis terutama beban lalu lintas maka lantai beton bertulang akan mengalami kerusakan prematur sebab sifat beton bertulang mudah retak sebab nilai momen retak beton bertulang rendah. Retak pada beton bertulang pada umumnya tidak menutup kembali setelah beban dinamis hilang sebab kekakuan beton bertulang sangat terdegradasi setelah retak. Retakan akan menyebabkan korosi yang meningkatkan derajat kerusakan. Dengan timbulnya beban dinamis yang menyebabkan beban siklik berikutnya maka kerusakan akan bersifat progresif sehingga memperpendek umur lantai lantai beton dan meningkatkan biaya pemeliharaan. Alternatif lain untuk sistem struktur balok girder jembatan pra-fabrikasi baja adalah dengan menggunakan sistem balok beton prategang pra tarik pra fabrikasi. Pemberian sistem prategang pada balok beton akan menyebabkan peningkatan nilai kuat momen retak. Pembebanan dinamis pada beban kerja pada balok prategang, akan menyebabkan retak yang terjadi menutup kembali setelah beban dinamis hilang. Retak menutup kembali akibat de-kompresi dari gaya prategang. Bila gaya prategang diberikan secara penuh (fully pre-stressed concrete) maka balok beton akan bersifat getas dan kehilangan daktilitas. Bila maksimum deformasi in-elastic dilampaui maka struktur akan mengalami keruntuhan tiba-tiba. Hal ini tidak diperbolehkan dalam desain struktur beton. Desain yang lebih baik yaitu dengan memberikan struktur lantai beton prategang parsial. Dalam sistem struktur ini gaya-gaya dalam dipikul bersama antara kabel atau strand prategang dan tulangan biasa dengan suatu proporsi tertentu. Proporsi atau rasio antara momen lentur yang dipikul oleh gaya prategang dan beton bertulang disebut dengan Prof.Dr.Ir.Bambang Budiono, M.E. 11

Seminar Sehari Kerusakan Lantai Jembatan dan Metode Perbaikan Partial Pre-stressing Ratio (PPR). PPR antara 40% sampai dengan 70% memberikan karakteristik siklik yang optimum, sehingga dapat bersifat daktail tanpa kehilangan kekuatan penampangnya. Untuk struktur portal yang menahan gempa kuat, nilai optimum PPR adalah 40%, sedangkan balok girder dapat menggunakan PPR 60%-70% sebab beban siklik relatif lebih kecil karena diakibatkan beban lalu lintas saja (Budiono, 1994, Harajli, 1998). Untuk jangka pendek, struktur beton prategang parsial akan lebih mahal dibandingkan dengan struktur beton bertulang biasa tetapi untuk jangka panjang akan lebih murah sebab lebih awet dan mengurangi biaya pemeliharaan.

II.

BALOK BETON PRATEGANG Balok beton prategang, walaupun memiliki kekuatan yang lebih besar dibandingkan dengan beton bertulang biasa, tetapi beton prategang pada umumnya lebih getas. Menurut Wakabayashi (1986), daktilitas beton prategang bervariasi sesuai jumlah dan letak strand prategang, seperti terlihat pada Gambar II.1. Momen lentur ultimate akan bertambah dengan bertambahnya wp (wp = pfps/fc), dimana wp prestressing index, p adalah prestressing area ratio, sedangkan fps/fc adalah perbandingan tegangan prategang ultimate terhadap tegangan beton karakteristik. Makin besar gaya pre-stress maka kemampuan penampang menahan momen bertambah besar tetapi disisi lain daktilitas berkurang sejalan dengan bertambahnya nilai wp. Gambar II.2. memperlihatkan hubungan antara wp dan faktor daktilitas kurvatur . Daktilitas kurvatur dapat mencapai nilai 15 pada nilai wp sekitar 0,17. Daktilitas kurvatur dengan nilai 15 banyak digunakan pada struktur beton tahan gempa. Apabila nilai momen nominal pada daktilitas ini tidak dapat menahan momen ulimate akibat beban maka penambahan kapasitas momen dapat dipikul oleh tulangan biasa. Dengan mengatur perbandingan momen yang dipikul oleh baja prategang dan baja tulangan biasa yang disebut dengan PPR maka dapat direncanakan beton prategang partial yang memenuhi syarat baik kekuatan maupun daktilitas(Harajli, 1988; Wakabayashi, 1986). PPR sama dengan 60%-70% akan memberikan solusi optimum untuk balok girder jembatan pra-fabrikasi.

Prof.Dr.Ir.Bambang Budiono, M.E.

12

Seminar Sehari Kerusakan Lantai Jembatan dan Metode Perbaikan

Gambar II.1. Hubungan Momen vs. Kurvatur Balok Beton Prategang dengan variasi Indek Tulangan Prategang (wp)-Wakabayashi, 1986

Gambar II.2. Hubungan wp (Index Tulangan Prategang) vs daktilitas (Wakabayashi, 1986) Balok prategang parsial adalah balok beton dengan tulangan prategang (tulangan aktif) dan tulangan biasa (non-prategang sebagai tulangan pasif) yang bersama-sama menahan tegangan tarik. Tulangan tekan dengan menggunakan baja biasa dapat juga digunakan tapi lebih bersifat untuk penambahan daktilitas penampang daripada kuat

Prof.Dr.Ir.Bambang Budiono, M.E.

13

Seminar Sehari Kerusakan Lantai Jembatan dan Metode Perbaikan lentur penampang. Sifat lentur balok beton prategang parsial sangat tergantung besarnya rasio PPR. Menurut Budiono (1994):

PPR =

M np Mn

x100 %

(1)

dimana Mn adalah jumlah momen nominal kontribusi dari tulangan non prategang (Mns) dan tulangan prategang (Mnp). Menurut Ziad, et.al. (1986) dan Naaman (1985) PPR adalah:
PPR = Aps f ps Aps f ps + As f y x100 %

(2)

dimana Aps dan fps adalah luas penampang dan tegangan ultimate tulangan prategang, sedangkan As dan fy adalah luas penampang dan tegangan leleh tulangan non prategang. Bila PPR terlalu kecil akan menyebabkan balok berperilaku seperti balok beton bertulang, yaitu mempunyai kekuatan yang rendah tetapi bersifat daktail, sebaliknya bila PPR terlalu besar maka balok berperilaku seperti balok beton prategang penuh, yaitu kekuatan tinggi tetapi bersifat getas dan disipasi energi rendah. Hasil penelitian Naaman (1985) membatasi PPR yang baik adalah antara 40% - 70%. Untuk jelasnya dapat dilihat pada Gambar II.3.

Gambar II.3. Kurva Beban vs. Deformasi untuk berbagai tingkat PPR (Naaman, 1985) Prof.Dr.Ir.Bambang Budiono, M.E. 14

Seminar Sehari Kerusakan Lantai Jembatan dan Metode Perbaikan

III.

PERILAKU SIKLIK BETON PRA TEGANG PARSIAL Menurut Wakabayashi (1986), serta Fang et. al. (1991), pada balok beton bertulang dengan pembebanan siklik (Gambar II.4.a), loop histeresis akibat pembebanan siklik menunjukkan bahwa daktilitas dan disipasi energi cukup besar, dan degradasi kekuatan akibat beban berulang kecil bila di detail dengan baik (Gambar II.4.b) Perilaku loop histeresis balok beton prategang penuh, menurut Mugurima, Watanabe dan Nagai (1978) dalam Wakabayashi (1986), menunjukkan bahwa setelah regangan in-elastic tercapai pada proses pembebanan (loading), retak yang terjadi akan tertutup kembali pada saat unloading, sehingga deformasi hampir kembali ke nol. Kurva histeresis beban vs. deformasi membentuk huruf S (Gambar II.4.c). Oleh sebab itu energi disipasi yang dihitung sebagai luas dalam kurva histeretik kecil yang tidak direkomendasikan dalam desain dengan beban siklik. Bila tingkat pra-tegang tinggi maka keruntuhan struktur akan bersifat getas. Desain untuk struktur seperti ini membutuhkan faktor beban dinamis minimum 1,3 kali lebih besar dibandingkan dengan desain struktur beton bertulang (Wakabayashi, 1986) sehingga tidak ekonomis.

(a) Pembebanan Balok dengan Beban Siklik

(b) Beton Bertulang

(c) beton prategang

Gambar III.1. Perbandingan hubungan momen kurvatur (Wakabayashi, 1986)

Prof.Dr.Ir.Bambang Budiono, M.E.

15

Seminar Sehari Kerusakan Lantai Jembatan dan Metode Perbaikan Perilaku struktur balok beton bertulang dengan beban siklik berbeda dengan struktur beton prategang penuh, seperti yang terlihat pada Gambar II.4.b. Struktur beton bertulang mempunyai energi disipasi terhadap beban siklik jauh lebih besar atau disebut struktur daktail. Hal ini menguntungkan untuk struktur gedung (portal) penahan gempa kuat, tetapi tidak begitu baik untuk lantai jembatan. Karakteristik kurva histeretik struktur beton bertulang akan mengakibatkan retak yang lebar menyebabkan degradasi kekuatan dan kekakuan. Retak lebar dimulai dari retak lentur, dimana retak pada struktur beton bertulang biasa tidak akan menutup kembali pada akhir pembebanan siklik. Retak ini akan terisi air dan udara sehingga menyebabkan korosi. Retak yang tidak menutup kembali dan korosi menyebabkan kerusakan progresif pada lantai dan balok jembatan akibat beban dinamis lalu lintas yang intensif. Kombinasi tulangan baja bersama strand prategang membuat perilaku struktur mirip dengan struktur beton bertulang tetapi kapasitas ketahanan terhadap beban siklik serta lebar retak diperbaiki. Dapat disimpulkan bahwa pada pembebanan siklik, beton prategang mempunyai disipasi energi yang kecil karena getas, sedangkan beton bertulang memberikan disipasi energi yang besar karena daktail tetapi meninggalkan retak lebar serta kapasitas beban yang mampu dipikul lebih kecil, seperti terlihat pada Gambar II.4. Untuk pembebanan siklik, respon struktur dengan disipasi energi yang optimum untuk lantai jembatan yang memiliki kuat lentur tinggi, maka pilihan pada struktur beton pra-tegang parsial merupakan alternatif yang baik. IV. PENELITIAN EKSPERIMENTAL BALOK BETON PRA TEGANG PARSIAL Pengujian meliputi 2(dua) spesimen skala penuh balok beton prategang parsial dari total 6(enam) specimen. Pengujian pada makalah ini diambil dari hasil riset program S3 FTSL-ITB oleh Dr.Ir.Titi Penta Artiningsih, 2006 dibawah bimbingan penulis sebagai Promotor. Spesimen berupa balok-T, dimensi penampang balok yaitu tinggi balok 250,0 mm dengan tinggi sayap 60,0 mm, lebar badan balok 150,0 mm dan lebar sayap 375,0 mm. Panjang total spesimen adalah 5700 mm, terdiri atas bentang bersih antar tumpuan 5100,0 mm dan panjang end-block masing-masing 300,0 mm di tiap-tiap ujung balok. Balok diletakkan di atas tumpuan sederhana, yaitu tumpuan sendi dan rol. Balok dirancang dengan sistem penulangan under-reinforced dikombinasi dengan strand prategang. Strand prategang diletakkan eksentris pada badan balok. Gaya prategang sebesar 140 kN diberikan dengan sistem penegangan pratarik, dan lintasan strand lurus. Besar PPR (parsial prestressed ratio, rasio prategang parsial) rencana adalah 60%. Sistem pembebanan terdiri dari sistem pembebanan lentur murni, dengan cara three point loading dan centre point loading seperti pada Gambar IV.1 dibawah ini.
375

4D16
60

Prof.Dr.Ir.Bambang Budiono, M.E.

16

150

Seminar Sehari Kerusakan Lantai Jembatan dan Metode Perbaikan

2D10 (a) 3 Point Loading

Tulangan Biasa Strand Prategang D12,50

(a) Centre Point Loading Gambar IV.1 Sistem Pembebanan Siklik (Penta, 2006)

Material Properties adalah sebagai berikut: Tabel 1. Material Properties Beton Mutu Tinggi (Silinder)

Kode Balok 3 Point Loading

Properties
fc [MPa] E [MPa] [kg/m3] fc [MPa]

Nilai
54.00 29400,00 2400,00 53,00 29400,00 2300,0

Centre Point Loading

E [MPa] [ kg/m3]

Tabel 2. Hasil pengujian tarik baja tulangan dan strand Tulangan Diameter [mm] 7.50 7.50 Luas [mm2] 44.20 44.20 Beban Leleh [kg] 1100 1150 Beban Batas [kg] 1600 1600 fy [MPa] 249,00 260,00 fu [MPa] 362,00 362,00

polos P8

Prof.Dr.Ir.Bambang Budiono, M.E.

17

Seminar Sehari Kerusakan Lantai Jembatan dan Metode Perbaikan 7.50 ulir D10 9.37 9.39 9.38 ulir D16 15,67 15,69 Strand Prategang 12,54 12,54 44.20 68.98 69.28 69.13 192,93 193,42 98,71 98,71 1100 2750 2675 2750 8000 7500 7125 8500 1500 3875 3825 3850 12500 12500 14750 15625 249,00 398,00 386,00 397,80 414,00 387,00 708,00 844,00 339,00 561,00 552,00 557,00 648,00 646,00 1465,00 1552,00

Diagram pembebanan siklis adalah sebagai berikut:


200

1 50

160

160

120
1 00

120

lendutan [mm]

80
50

80

40

40

0 -20 -20 -40 -40 -60 -60 -80

-50

-80

-1 00

siklus

Gambar IV.2 Diagram Pembebanan Siklis (Penta, 2006) Hasil dari percobaan eksperimental untuk balok dengan beban lentur murni
1 00

siklik (3 point loading) seperti pada Gambar IV.3. Dari gambar dapat
80

dilihat bahwa respon histeretik (siklik) dari benda uji sangat stabil dengan
60

disipasi energi yang baik. Lebar retak pada kondisi beban kerja (elastik)
40

beban [kN]

20

0 -1 00 -50 -20 0 50 1 00 1 50 200 250

Prof.Dr.Ir.Bambang Budiono, M.E.


-40

18
BLMS

-60

lendutan [m m ]

Seminar Sehari Kerusakan Lantai Jembatan dan Metode Perbaikan relatif kecil dan akan menutup pada beban berikutnya pada arah yang berlawanan.

Gambar IV. 3 Kurva Histeretik untuk 3 Point Cyclic Loading Perbedaan beban ultimate atas dan bawah disebabkan oleh tulangan balok T dimana di bagian serat atas hanya diberi tulangan biasa sehingga mempunyai momen negatif yang lebih kecil (siklis di grafik bawah) sebab gaya tarik dipikul tulangan biasa. Momen positif balok lebih besar dibanding momen negatifnya (siklis digrafik atas) sebab gaya tarik dipikul bersama antara tulangan biasa dan strand pra tegang. Hasil penelitian untuk centre point loading yang mengakibatkan kombinasi beban lentur dan geser, tidak berbeda jauh dengan 3 point loading, seperti pada Gambar IV.4.
1 00

80

60

40

beban [kN]

20

0 -1 00 -50 -20 0 50 1 00 1 50 200 250

-40

BLMC

-60

lendutan [mm]

Prof.Dr.Ir.Bambang Budiono, M.E.

19

Seminar Sehari Kerusakan Lantai Jembatan dan Metode Perbaikan Gambar IV. 4 Kurva Histeretik untuk Centre Cyclic Loading

V.

KESIMPULAN

1. Beton bertulang biasa sebagai lantai dan girder jembatan rangka baja pra fabrikasi kurang memenuhi syarat kekuatan, kekakuan dan durabilitas sebab mudah retak yang menyebabkan korosi sehingga terjadi kerusakan progresif akibat beban siklis (dinamis) lalu lintas 2. Struktur beton prategang penuh dengan indeks wp tinggi diatas 0,2 akan tidak ekonomis sebab disamping strand baja prategang mahal juga struktur akan bersifat getas meskipun struktur ini mempunyai nilai momen ultimate yang tinggi. 3. Penggunaan sistem beton mutu tinggi prategang parsial dengan PPR antara 60% sampai dengan 70% direkomendasikan diaplikasikan pada lantai beton jembatan rangka baja pra fabrikasi sebab akan meningkatkan kinerja lantai beton dan menutup kekurangan pada sistem beton bertulang biasa. Sistem ini dalam jangka pendek lebih mahal tetapi dalam jangka panjang akan lebih ekonomis karena berkurangnya biaya pemeliharaan

VI.

REFERENSI

1. Al-Ziad, R. Z. dan Naaman, A. E. (1986), Analysis of partially prestressed composite Beams, ASCE Journal of Structural Engineering, vol. 112, no. 4 2. Artiningsih, T. P. (2006), Studi Perilaku Histeresis Balok T Hibrida Beton Normal-Ringan Prategang Parsial Dengan Bukaan di Badan Balok, Disertasi S3- Institut Teknologi Bandung, 2006 3. Budiono, B., Gilbert, R. I., dan Foster, S. J. (1994), Hysteretic behaviour of partially prestressed concrete beam column connections, Australian Structural Engineering Conference, Sydney

Prof.Dr.Ir.Bambang Budiono, M.E.

20

Seminar Sehari Kerusakan Lantai Jembatan dan Metode Perbaikan 4. Fang, I. K., Wang, C. S., dan Hong, K. L. (1994), Cyclic behavior of highstrengh concrete short beams with lower amount of flexural reinforcement, ACI Structural Journal, vol. 91, no. 1 5. Harajli, M. H., Behaviour of Partially Prestressed Concrete Joints Under Cyclic Loading, Journal of Structural Engineering , ASCE , Vol.114, No 11, November 1988.HAMBLY, E.C., Bridge Deck Behaviour, 2nd Edition, Mc Graw-Hill Book Co.,(2000). 6. Johnson, R., P., Composite Structures of Steel and Concrete , Blackwell Scientific Publications,1994. 7. Naaman, A.E.,partially Prestressed Concrete: Review and Recomendations, PCI JOURNAL, Vol.30, No.6, November-December, 1985. 8. Park, R. dan Paulay, T. (1975), Reinforced concrete structures, John Wiley & Sons. 9. SNI 7393-2008 Tata Cara Perhitungan Harga Satuan Pekerjaan Besi dan Aluminimum Untuk Konstruksi Bangunan Gedung Dan Perumahan. 10. SNI 7394-2008 Tata Cara Perhitungan Harga Satuan Pekerjaan Beton Untuk Konstruksi Bangunan Gedung Dan Perumahan. 11.Wakabayashi, M. (1986), Design earthquake resistant buildings, McGraw-Hill Book Co., USA 12.Weaver, W., Gere, J. M. (1980), Matrix analysis of framed structures, 2nd ed., Van Nostrand Reinhold Co., New York

Prof.Dr.Ir.Bambang Budiono, M.E.

21

Anda mungkin juga menyukai