Suatu Siang di Cieunteung Sudah Terjadi Sejak Dulu Catatan Singkat Masyarakat Cieunteung
(Oleh Baraya Bandung)
Foto: Veronica Wijaya, Agung Widjanarko, Diella Dachlan Dok Cita-Citarum Teks & Layout: Diella Dachlan
xx
Di gang-gang di dalam sana, lumpurnya masih banyak kata Pak Wadri (43 tahun) warga desa Cieunteung. Sudah berharihari lumpur diangkut pakai gerobak, belum habis juga. Kalau hujan datang, lumpurnya datang lagi. Ekskavator dan sebuah truk di jalan desa terlihat mengeruk dan mengangkut tumpukan lumpur-lumpur itu.
Ketika banjir akhir Desember 2009 lalu, ketinggian air mencapai 2 meter lebih mengakibatkan rumah-rumah nyaris terendam sepenuhnya. Bahkan beberapa rumah bertingkat dua pun tidak luput dari rendaman air. Selama banjir besar, akses jalan ke kampung Babakan hanya dapat dilalui oleh perahu. Aktivitas sehari-hari warga berhenti, tersela oleh banjir. Sekolah terendam membuat kegiatan belajar belajar di sekolah terhenti. Para pelajar belajar di pengungsian. Hampir seluruh warga memilih mengungsi di gedung-gedung sekolah dan pemerintahan terdekat yang tidak terkena banjir. Pada akhir Januari 2010, sekitar 870-an warga Cieunteung kembali harus mengungsi karena banjir besar kembali merendam rumah mereka (Kompas, 1/2/2010). Air yang datang tiba-tiba tidak lagi menyisakan waktu untuk menyelamatkan harta benda. Perabot rumah tangga rusak atau hilang dalam sekejap. Beberapa rumah jebol dindingnya dan ada rumah yang rubuh karena terjangan air.
Bagi Ibu Euis (46 tahun) yang telah tinggal di Cieunteung sejak tahun 1981, banjir merupakan hal biasa yang dialami warga setiap tahunnya. Namun menurut beliau, banjir kali ini terburuk dari banjir-banjir sebelumnya. Menurut Ibu Euis, dulu air banjir datang lebih pelan sehingga warga sempat menyelamatkan barang. Banjir kali ini, air datang lebih cepat, deras dan ketinggian air naik lebih cepat. Seluruh perabotan kami habis diterjang air, rumah saya dan rumah dua anak saya yang juga di kampung ini rusak, nyaris tidak ada lagi yang tersisa. Menurut Ibu Euis, selama empat bulan ini beliau beserta 70 keluarga lainnya masih tinggal di pengungsian di Bale Endah. Meskipun banjir sudah surut, namun lumpur setebal hingga 1 meter yang terperangkap dalam rumahnya masih belum dapat sepenuhnya dibersihkan. Setiap hari saya pulang ke rumah untuk membersihkan lumpur. Tapi sepertinya kok lumpur ini tidak habis-habis ya. Setiap hujan nambah lagi lumpurnya Keluhnya sambil membersihkan lumpur di bagian luar rumahnya yang ketinggiannya mencapai lutut. Suaminya sudah lama meninggal. Kedua anaknya yang sudah berumah tangga bekerja di pabrik hingga tidak dapat membantu membersihkan lumpur. Tetangganya kadang membantu, tapi sama seperti Ibu Euis, warga di kampung itu pun sibuk membersihkan rumahnya masing-masing.
Bantuan untuk korban banjir datang dari berbagai pihak, baik dari pihak pemerintah, swasta, organisasi masyarakat hingga penyumbang perorangan dan sukarelawan. Bantuan di masa banjir itu diberikan ke lokasi-lokasi pengungsian. Namun, setelah banjir surut, permasalahan lumpur yang mencapai ketebalan 1 - 1.5 meter menjadi permasalahan bagi warga untuk kembali ke rumahnya masing-masing. Belum lagi jika hujan kembali datang, air kembali menggenang dan meninggalkan tambahan lumpur. Balai Besar Wilayah Sungai Citarum (BBWSC) yang juga memberikan bantuan pada masa tanggap darurat seperti pompa, perahu karet dan lain sebagainya. Menurut Bapak Dedi Suryadi, Kepala Seksi Operasional dan Pemeliharaan Sumber Daya Air BBWS Citarum, sudah ada tanggul setinggi 1.5 meter yang dibangun di dekat Cieunteung pada tahun 2009. Ketinggian tanggul itu dibangun berdasarkan ketinggian air tertinggi dari pengalaman banjir tahun-tahun sebelumnya, namun pada banjir besar kali ini, air masih lebih tinggi dari batas air tertinggi yang sudah diantisipasi Jelas Pak Dedi. Menurut Pak Dedi, letak Cieunteung yang diapit oleh tiga sungai yaitu Sungai Cisangkuy, Cikapundung dan Citarum, menyebabkan tingginya luapan air ke Cieunteung.
Setelah banjir surut masih terus mengoperasikan alat eksvakasi dan truk bantuan pengangkut lumpur. Sudah tiga bulan lebih kami bertugas disini Kata Pak Adang dari Bagian Operasional BBWSC. Lumpur seperti tidak ada habisnya. Warga terus mengeluarkan lumpur dari dalam rumah mereka di gang-gang kecil yang tidak dapat dimasuki mobil pengangkut, apalagi alat berat seperti ini Meskipun sudah beberapa kali diadakan kerja bakti masyarakat untuk membersihkan lumpur, namun tidak ada yang dapat menjamin kalau lumpur tidak akan datang kembali bersama dengan hujan.
Kami ingin pindah kata Pak Endang (66 tahun) dan Pak Wadri (43 tahun). Lingkungan ini sudah tidak sehat lagi. Kasihan anak-anak. Mereka sudah tidak betah di pengungsian. Kami baru dua hari ini kembali ke rumah. Tapi ya bisa dilihat sendiri, air bersih tidak ada, jadi kami harus beli air dari luar, air masih tergenang, lumpur masih banyak. Kata Pak Wadri yang memiliki tiga orang anak. Sekarang setiap hujan datang, kami jadi kuatir takut banjir tambah Pak Wadri. Baik Pak Wadri dan Pak Endang sudah mendengar adanya kabar mengenai rencana relokasi warga Cieunteung ke Manggahang, yang masih di Kecamatan Baleendah, Kabupaten Bandung. Menurut Pak Wardi dan Pak Endang, keberatan warga jika direlokasi adalah lokasi baru yang cukup jauh dari tempat kerja mereka. Rata-rata warga bekerja di pabrik-pabrik yang relatif dekat dengan tempat tinggal mereka saat ini. Jika tempat baru jauh, berarti akan menambah ongkos transport yang membebani biaya pengeluaran keluarga. Kata orang, kampung ini lebih rendah dari Sungai Citarum, jadi semakin sering banjir sekarang. kalau Sungai Citarum dikeruk dan diperlebar, apakah bisa mengurangi banjir ya? Pak Endang seakan-akan bertanya pada diri sendiri.
Siang hari di Cieunteung, jalan-jalan di gang-gang dalam kampung ini masih banyak yang terendam air. Lumpur tebal masih menumpuk menguarkan bau menyengat. Suasana tampak lengang karena sebagian besar warga belum kembali. Banjir tidak lagi datang ke kampung ini merupakan harapan terbesar warga. Mungkin juga harapan warga di daerah-daerah lain yang terkena banjir luapan Citarum. Jika CItarum kembali pulih dari hulu hingga hilir, semoga harapan ini bisa menjadi kenyataan.
10
Catatan sejarah menunjukkan bahwa banjir sungai Citarum telah melanda daerah selatan Bandung sejak abad ke-15 lalu, yang mengakibatkan Bupati Bandung Bandung R.A. Wiranatakusumah II memindahkan pusat Kota Bandung ke daerah Bandung Tengah pada awal abad ke-19. (Citarum Dalam Perspektif Sejarah : A. Sobana Hardjasaputra) 11
Bandung
Namun, berbeda dengan beberapa abad yang lalu, banjir Citarum saat ini menimbulkan jauh lebih banyak kerugian karena jumlah penduduk saat ini berlipat-lipat kali lebih banyak daripada masa lalu. Dayeuh Kolot di daerah selatan Bandung merupakan salah satu daerah yang setiap tahunnya menjadi daerah langganan banjir Sungai Citarum. Tahun ini, luapan banjir Citarum juga berdampak hingga ke daerah hilir sungai di Karawang, yang mengakibatkan ribuan bangunan dan sawah terendam banjir dan menimbulkan kerugian yang sangat besar baik dari segi materi, moril dan sosial.
Elevasi Banjir Rencana : + 659,3 m Elevasi Banjir 9 Feb 2010 : + 660,3 m Elevasi Lahan : + 658,0 m Tinggi Genangan : 2,3 m (Andir, Cieunteung, Citepus, Parunghalang)
xx
Berbagai upaya perbaikan telah dilakukan, termasuk membuat perencanaan penanggulangan banjir. Upaya perbaikan dan perencanaan penanggulangan banjir ini meliputi intervensi pembangunan fisik seperti pembangunan tanggul, pelebaran dan pengerukan dasar sungai, pembuatan kolam tampungan air dan lain sebagainya. Demikian juga dengan upaya-upaya nonstruktural seperti perbaikan di daerah hulu Citarum seperti penghijauan, konservasi lahan, dan lain sebagainya. Namun jika dilakukan secara terpisah-pisah dan tanpa kordinasi atau arah dan visi yang sama, upaya ini tetap belum maksimal. Sungai Citarum saat ini kondisinya dapat dianalogikan seperti orang yang sedang sakit. Berbagai faktor penyebab mulai dari kerusakan hutan di wilayah hulu, meningkatnya jumlah penduduk dan permukiman di daerah aliran sungai, pencemaran baik limbah rumah tangga dan industri, hingga sedimentasi yang menyebabkan pendangkalan sungai Citarum adalah beberapa faktor penyebab yang memperburuk kondisi Sungai Citarum. Karenanya, perlu upaya bersama, terpadu dan terukur, yang harus dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat untuk memperbaiki, membenahi dan menyembuhkan Sungai Citarum ini, dari hulu hingga hilir.
13
14
Bencana banjir di Kampung Cieuntung Kelurahan Baleendah Kecamatan Baleendah sudah terjadi sejak lama. Pada tahun 1987 sempat dilakukan penyedotan lumpur sungai Citarum oleh pemerintah provinsi, dan selama 16 tahun dari tahun 1987-2004 banjir di kampung Cieunteung dapat terminimalisir. Pada tahun 2005, bencana banjir di kampung Cieunteung mulai terjadi dan lebih besar dari tahun 1987. Menurunnya kualitas konservasi lahan dan hutan sebagai resapan air di kawasan hulu sungai Citarum, perilaku masyarakat DAS Citarum hulu yang membuang sampah ke sungai, serta penyodetan/ pelurusan dan pengerukan sub DAS Citarum di kawasan hulu (kecamatan Solokan Jeruk dan Majalaya), adalah beberapa faktor penyebab terjadinya kembali bencana banjir pada tahun 2005-2010 di Kecamatan Baleendah, Dayeuhkolot dan sekitarnya. Kawasan banjir di kecamatan Baleendah, Dayeuhkolot dan sekitarnya, menggugah perhatian para pihak. Penggalangan bantuan logistik, relawan evakuasi dan partisipasi lainya sangat terasa membantu bagi warga korban banjir, tapi tidak sampai disitu, warga korban memiliki keinginan agar bencana banjir ini bisa diminimalisir bahkan tidak terjadi lagi ditahun mendatang. Pada tahun 2009, warga Kampung Cieunteung bergotongroyong ikut membangun tanggul sepanjang 150 m dengan ketinggian 1,5m, dengan upaya itu kapasitas banjir dapat terminimalisir, tapi di tahun 2010 ini bencana banjir kembali melanda pemukiman warga dengan tingkat keparahan yang luar biasa dan memakan waktu hampir 5 (lima) bulan warga harus tinggal di tenda pengungsian. Permintaan warga : 1. Pemerintah secepatnya melakukan pemulihan, rehabilitasi dan rekontruksi. 2. Pemerintah segera melakukan pengerukan sungai Citarum. Karena, dari tahun 1987 sampai sekarang belum ada pengerukan lagi, padahal pakta yang di rasakan oleh masyarakat pengerukan merupakan upaya yang paling efektif dalam mengurangi genangan air di Kampung Cieunteung. 3. Penataan sungai Cigado. Ini pun mutlak harus dilakukan. Karena memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap banjir yang terjadi di Cieunteung 4. Melakukan kajian-kajian partisipatif sebagai salah satu upaya mitigasi bencana. Rekomendasi 1. Pemerintah secepatnya membentuk Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kab. Bandung 2. Perencanaan partisipatif dalam penataan Citarum
(Berdasarkan Diskusi Kelompok Masyarakat Cieunteung dan Baraya Bandung) Saat Terjadi Banjir Pasca Banjir
Melakukan Sosialisasi yang tidak hanya dilakukan melalui media, tapi juga dengan membentuk tim fasilitator yang melakukan sosialisasi dan pelatihanpelatihan survival.
1 2
Pemerintah membangun rumah tumbuh yang bisa menampung pengungsi skala Kabupaten Mendorong Pemerintah menetapkan Status Bencana.
1 2
Pemerintah menyusun program penanganan bencana kekeringan. Assesment di kawasan banjir Kab. Bandung
2 3
Membuat sumur resapan di Kab. Bandung Membuat Pos Pengawas di DAS Citarum
Baraya Bandung Kompleks KTSM no 41B Baleendah Bandung Tel: 022 91751282 Kontak: Cecep Yusuf (022-93641899)
**Baraya Bandung merupakan kelompok komunitas masyarakat yang tergabung dalam kelompok PKK DAS Citarum, yang bekerja di Cieunteung.
16