Anda di halaman 1dari 8

SURVEILANS DIPTHERIA :

Terjemahan oleh Subdit Surveilans. PATOFISIOLOGY PENYAKIT : Diphtheria adalah penyakit dalam kelompok infeksi Saluran Nafas bagian atas yang disebabkan oleh infeksi bakterial Corynebackterium diphtheria ( C. Diphtheria ). Penyakit ini bersifat akute dan umumnya terdapat pada jaringan mukosa/selaput lendir tonsil, pharynk, larynx dan hidung, adakalanya ditemukan pada jaringan mukosa dan kulit lainnya atau konyungtiva atau kelamin. Penularannya terjadi melalui kontak phisik tertutup dari orang ke orang dan melalui saluran pernafasan. Dalam perkembangannya dapat menjadi infeksi pada saluran kerongkongan yang selanjutnya dapat menyebabkan obtruksi pernafasan yang berakhir dengan kematian. EPIDEMIOLOGI PENYAKIT : Seperti halnya infeksi saluran pernafasan lainnya, penularan akan meningkat pada daerah populasi padat dan pada kondisi sosial ekonomi yang jelek. Pada daerah iklim sedang prioritas vaksinasi umumnya efektif dilakukan pada anak usia pra sekolah dan usia sekolah. Kematian umumnya disebabkan karena kerusakan jaringan organ oleh induksi exotoxin misalnya kerusakan otot jantung. Epidemi luas pernah terjadi di daratan Eropa selama dan sesudah perang Dunia II dengan jumlah kurang lebih satu juta kasus dengan 50.000 kematian pada tahun 1943 ( 1, 2 ). Nasal diphteriae umumnya menunjukkan gejala ringan/pada umumnya asymptomatis dan secara chronis sering ditemukan kuman. Bentuk dipterie kulit sering dijumpai didaerah Tropis dan kemungkinan juga penting dalam terjadinya penularan. Pada era sebelumnya penyakit Diphteria telah menjadi pembunuh utama pada usia anak2. Di Negara2 berkembang kecenderungan penurunan terjadi secara dramatis dengan semakin jarang timbul kejadian luar biasa dalam bentuk dipteria kerongkongan sesudah penggunaan vaksin sebagai upaya program pencegahan. Namun pada Era luasnya penggunaan Vaksin ini juga telah terjadi Epidemik dalam skala yang cukup luas di daerah Rusia dan Ukraina baik didaerah Industri maupun di daerah berkembang akibat penurunan kinerja Imunisasi( 3, 4 ). Penyakit Diphtheria merupakan penyakit dengan tingkat infeksious berat, cenderung menyebar secara luas, berpotensi epidemi. STRATEGY UPAYA KESEHATAN MASYARAKAT : Pada saat ini telah terjadi perubahan siklus epidemi penyakit yang diakibatkan dengan peningkatan kekebalan ( immunization level ) pada semua Negara di Dunia. Epidemi berubah arah pada keadaan yang bersifat sporadis dan angka kejadian luar biasa yang bersifat intermetent dengan intensitas yang rendah, yang terjadi terutama di sebahagian besar negara2 Industri sejalan dengan peningkatan penggunaan vaksin DPT.

Namun akhir2 ini telah terjadi Epidemi Penyakit Diphtheria yang cukup luas di beberapa Negara Eropa bagian Timur yang mengingatkan kembali kita terhadap penyakit yang telah terlupakan sebelumnya. Laporan dari beberapa Negara berkembang telah menunjukkan adanya perubahan dalam gambaran atau pola Epidemiologi penyakit ini yang sejak awal munculnya KLB telah menunjukkan CFR yang tinggi dan dengan proporsi timbulnya komplikasi yang cukup tinggi ( 2, 3 ). Dan hanya dengan menggunaan Vaksin secara effektif merupa-kan cara dalam upaya pencegahan timbulnya kasus baru dan terjadinya KLB. Pemberian dosis boster merupakan cara yang di-anjurkan sebelum munculnya kejadian luar biasa ( out break ). Pada beberapa penyelidikan kasus KLB ( OUTBREAK INVESTIGATION ) menunjukkan adanya tingkat effikasi sebesar lebih dari 87 % ( 5 ). PROGRAM VAKSINASI : Dalam pelaksanaan program Toxoid Diphtheria hampir selalu diberikan bersama-sama dengan toxoid Tetanus dan vaksin Pertusis dalam bentuk DPT vaksin pada pelaksanaan serial vaksinasi Primair (utama). Namun juga tersedia dalam komponen lain dari serial kombinasi lain atau sebagai vaksin monovalent. Vaksin DPT berisi 1020 Lf untuk setiap dosis toxoid vaksin dengan potensi dipteria toxoid sebesar 30 IU setiap dosis. Kombinasi vaksin Diptheria-tetanus ada dalam dua bentuk yaitu : DT dengan 10 - 30 Lf untuk setiap dosis diperuntukkan bagi anak umur 7 tahun atau lebih muda. Dan Td dengan kandungan Diphtheria toxoid yang diperkecil/ dikurangi ( 2 - 5 Lf untuk setiap dosis ) untuk anak yang lebih dewasa dan remaja dengan alasan adanya reaktifitas dari toxoid Diphtheria yang lebih tinggi pada orang yang sebelumnya sudah di sensitisasi dengan antigen. DT digunakan pada anak2 yang memiliki kontra indikasi terhadap vaksin Pertusis sedangkan Td digunakan di Negara yang memerlukan dosis boster pada toxoid tersebut selama hidupnya. Td malahan dianjurkan sebagai pengganti DT pada anak usia diatas 7 tahun. Dalam polisi WHO, vaksin DPT adalah merupakan vaksin utama dalam pelaksanaan Program Immunisasi pada Anak2. Sejak tahun 1990 cakupan Global vaksin DPT telah mencapai sekitar 80 %. Pada umumnya vaksin ini digunakan pada immuniasi primair (utama) dan imunisasi pemantapan (Reinforcing Immunization) pada anak sebelum usia sekolah (prescholl Age). Sedangkan vaksin bivalens Diphtheria-Tetanus digunakan sebagai dosis boster pada anak usia pra sekolah dalam bentuk Dosis Pediatrik ( DT ) atau pada anak sejak usia 7 tahun, sedangkan untuk remaja dan dewasa muda dalam bentuk dosis Dewasa ( Adults Form ) ( Td ). Penetapan pemberian DPT dalam tiga jadwal yang digunakan secara luas : 3 dosis : tiga dosis primair vaksin DPT123 yang diberikan secara lengkap sebelum bayi genap berusia satu tahun. (Jadwal pemberian ini yang disepakati digunakan di Indonesia). 4 dosis : serial primair diberikan dalam tiga dosis (DPT123) pada usia tahun pertama kelahiran, dan dosis keempat diberikan dalam bentuk boster satu kali (DPT4) yang diberikan pada periode usia tahun ke 2 sampai ke 3. Dan. 5 dosis : serial Primair diberikan dalam tiga dosis (DPT123) (diberikan pada usia tahun pertama kelahiran) dan lebih

dimantapkan dengan dosis boster pertama (DPT4) pada usia tahun ke dua dan boster kedua (DPT5) diberikan sebelum usia masuk sekolah pada usia antara 4 sampai 6 tahun. Pemberian dengan jadwal 3 dosis pada umumnya digunakan pada sebahagian besar Negara2 Berkembang di regional Afrika, Asia Tenggara dan Pasifik Barat dalam hal ini termasuk di Indonesia. Pemberian dengan jadwal 4 dosis pada khususnya dilgunakan di sebahagian besar Negara Eropa, sedangkan untuk pemberian dengan penjadwalan 5 Dosis digunakan terutama di regional Amerika. ( 8 ). PEMBAHASAN KHUSUS : Walaupun beban masalah Kesehatan Masyarakat dari penyakit Diphtheria telah semakin kecil di sebahagian besar Negara2 Berkembang, sebagai dampak diperolehnya kekebalan melalui imunisasi, infeksi sub klinis atau infeksi melalui kulit pada sebahagian besar anak. Munculnya kejadian luar biasa ( out break ) Diphtheria baru2 ini di Algeria, China, Jordan, Leotho, Sudan, dan Republik Yaman Arab, menunjukkan betapa pentingnya pemberian imunisasi pada anak2 di semua Negara2. Pengalaman Kejadian Luar biasa Penyakit Dipteria pada orang Dewa-sa di Benua Eropa menunjukkan pula betapa pentingnya untuk tetap mempertahankan imunisasi dalam melawan atau memerangi penyakit tersebut sepanjang kehidupan - sebagai kebutuhan akibat ketidak sempurnaan yang sering dijumpai di banyak Negara. ( 9, 10 ). STRATEGI PELAKSANAAN SURVEILANS : Pemberantasan dan penanggulangan penyakit Diphtheria didasarkan pada 3 cara yaitu :
1. Upaya pencegahan primeir : melalui jaminan tingkat kekebalan yang tinggi

pada masyarakat kelompok sasaran melalui program imunisasi DPT123 pada kelompok sasaran anak sebelum usia satu tahun dengan tingkat cakupan minimal 90 % . 2. Upaya pencegahan sekunder : melakukan penyelidikan segera terhadap kontak tertutup pada penyebaran penyakit diphteria, dalam kaitannya dengan upaya pengobatan secara tepat dan akurat yang artinya memastikan setiap tersangka kasus Diphteria dan memastikan setiap kontak kasus dan identifikasi penyebaran serta melakukan segera upaya pencegahan terhadap kelompok rentan dengan melakukan peningkatan kasus cakupan ( kelompok usia kurang dari satu tahun dan atau melakukan boster terhadap kelompok rentan lainnya ( terutama pada kelompok usia 1 - 15 tahun ). 3. Upaya pencegahan tertier : melakukan diagnosa dini dan penatalaksanaan tepat dan akurat untuk upaya mencegah penyebaran dan penanganan komplikasi untuk mencegah kematian yang artinya mengupayakan agar setiap kasus tersangka (sesuai definisi kasus tersangka) dipastikan dan diobati segera untuk mencegah penyebaran dan meminimalkan komplikasi melalui prosedur rujukan dan tatalaksana pengobatan terutama di unit2 pelayanan Kesehatan. Keberhasilan upaya pemberantasan dan penanggulangan penyakit Diphtheria melalui ketiga cara tersebut agar lebih dipastikan dengan pelaksanaan Surveilans yang baik dan terencana untuk mendapatkan gambaran karakteristik Epidemiologi yang dapat diyakini untuk memastikan keberhasilan upaya pemantapan program pemberantasan dan penanggulangan.

Data Surveilans yang diperoleh sepenuhnya dimanfaatkan untuk memonitor tingkat keberhasilan melalui cakupan Imunisasi (target > 90 % ) dan kejadian penyakit sebagai ukuran dari dampak keberhasilan program pemberantasan dan penanggulangan penyakit. Gambaran Epidemi yang diperoleh merupakan cermin tingkat keberhasilan surveilans dan kesiapan/kesamaptaan penanggulangan Epidemi. REKOMENDASI DEFINISI KASUS pelaksanaan Surveilans Gambaran umum gejala klinis penyakit diphteria sama dengan infeksi saluran nafas lainnya. Yang membedakan dan merupakan ciri khusus adalah terbentuknya selaput mebran ke abu2 an pada jaringan mukosa tersebut sebagai hasil dari bekuan exudate ( coagulate coagualtes ), kerusakan sel, jaringan fibrin, leukoscit dan kuman Diphteri. Definisi kasus yang digunakan dalam pelaksanaan Surveilans adalah sbb : DEFINISI KLINIS KASUS TERSANGKA DIPHTERIA : Semua kasus infeksi saluran Nafas bagian Atas, baik laryngitis atau pharyngitis atau tonsilitis yang disertai dengan pembentukan pseudo membran yang melekat dan mudah berdarah pada daerah tonsil, pharynk dan atau hdung. KRITERIA LABORATORIUM DALAM DIAGNOSA. Untuk memastikan kasus Diphteria diperlukan dukungan pemeriksaan serologis atau bakteriologis dari setiap spesimen yang diambil dari pseudo membran tersangka kasus yang telah diidentifikasi terlebih dahulu. Hasil biakan/isolasi dari kuman Corynebacterium diptheria dari spesimen hapusan lebih menentukan untuk memastikan suatu kasus.
CATATAN Peningkatan titer serum antibody ( empat kali atau lebih ) memiliki makna bilamana kedua spesimen serum yang diambil dilakukan sebelum diberikan toxoid diphteria atau antitoxin. Hal demikian tidak selalu dapat dilaksanakan dalam pelaksanaan Surveilans dilapangan, terutama dimana dianosa serologis Diphtheria tidak memungkinkan untuk dilakukan disebabkab oleh hal2 atau kondisi yang tidak memungkinkan untuk dilaksanakan.

KLASIFIKASI KASUS :

PERKIRAAN /SUSPECTED KASUS : tidak digunakan. TERSANGKA / PROBABLE KASUS : adalah setiap kasus yang ditemukan dengan disertai gejala klinis yang memenuhi kriteria definisi klinis kasus. (Semua kasus infeksi saluran Nafas bagian Atas, baik laryngitis atau pharyngitis atau tonsilitis disertai dengan pembentukan pseudomembran yang melekat dan mudah berdarah pada daerah tonsil, pharynk dan atau hidung. ) PASTI / CONFIRMED KASUS : adalah setiap tersangka kasus yang dipastikan dengan pemeriksaan Laboratoroum atau secara Epidemiologi berkaitan erat dengan kasus dengan konfirmasi Laboratorium positip.
CATATAN Setiap orang dengan kulture positip C. Diphtheria namun tidak menunjukkan gejala klinis sesuai dengan uraian definisi kasus (misal : karier yang asymtomatik) tidak dilaporkan/dimasukkan sebagai tersangka kasus atau kasus pasti/confirmed penyakit Diphtheria.

REKOMENDASI JENIS SURVEILANS YANG DIPERLUKAN Dalam pelaksanaan Surveilans penyakit Diphteria data rutine cakupan Imunisasi dan data laporan kasus baik tersangka kasus maupun kasus pasti tetap diperlukan, demikian juga dengan laporan hasil kajian setiap pelaksanaan penyelidikan Kejadian Luar biasa. Secara keseluruhan hasil kajian tersebut dapat digunakan untuk menjamin agar kwalitas pelaksanaan program pemberantasan tetap berjalan pada jalur pelaksanaan sebagai mana yang diharapkan. Informasi Surveilans tersebut sangat diperlukan baik ditingkat pelaksana program dilapangan maupun ditingkat administrasi Kesehatan diatasnya, seperti; ditingkat Kabupaten, Propinsi dan Pusat maupun ditingkat regional agar setiap kelemahan dimasing masing tingkat dapat melakukan koreksi secara tepat dan akurat. Jenis Surveilans yang diperlukan adalah : LAPORAN BULANAN RUTINE DATA KELOMPOK/KOMPILASI, baik dari data tersangka kasus atau kasus pasti/confirmed direkomendasikan / dilaporkan dari tingkat lapangan /Puskesmas ke tingkat lebih tinggi selanjutkan diteruskan ke tingkat Pusat untuk ditindak lanjuti/ konfirmasi situasional. Disemua tingkatan perlu dilaksanakan zero reporting untuk digunakan dalam penilaian Kinerja (analysis kelengkapan & ketepatan) yang erat kaitannya dengan karakteristik Epidemiologi penyakit yang akan diperoleh.

SEMUA KEJADIAN LUAR BIASA HARUS DILAKUKAN INVESTIGASI/ PENYELIDIKAN SEGERA DAN DILAKUKAN PENGUMPULAN DATA KASUS DITEMPAT KEJADIAN. Rencana pelaksanaan penyelidikan lapangan Kejadian Luar Biasa agar direncanakan secara cermat agar karakteristik kejadian dapat tergambarkan secara jelas. Sistem Surveilans mutlak diperlukan keberadaannya disetiap tingkatan administrasi Kesehatan untuk menjamin agar upaya pemberantasan dan penanggulangan penyakit Diphteria dapat berjalan sesuai dengan perencanaan dan target Global WHO. Di Negara yang sudah pada tingkat Insiden kasus Diphtheria rendah (pada umumnya didaerah Cakupan imunisasi effektifnyanya telah mencapai diatas dari 85 % dan sampai 90 %) agar melaporkan segera setiap tersangka kasus atau kasus pasti/Confirmed sejak tingkat Lapangan /Puskesmas ke tingkat Kabupaten/Kota selanjutkan diteruskan ke tingkat Pusat untuk ditindak lanjuti/ dilakukan konfirmasi situasional. Sistem pelaporan tersangka kasus atau kasus Diphteria agar dibangun baik ditingkat Puskesmas, Rumah Sakit, Laboratorium dan Praktek Swasta sehingga tercipta jaringan yang dapat menjamin mekanisme pelaporan berjalan secara cepat. Data kelompok /Kompilasi baik tersangka kasus maupun kasus pasti/Confirmed serta cakupan Imunisasi harus dilaporkan dari tingkat Nasional ke kantor Regional WHO sesuai dengan kelompok regionalnya.

REKOMENDASI ELEMEN DATA MINIMUM DATA KELOMPOK/KOMPILASI ( Aggregated Data ) : Jumlah kasus (dengan rincian karakteristik Epidemiologi yg diperlukan). Jumlah pemberian dosis ketiga vaksin diphteria-tetanus-pertusis (DPT3) pada bayi ( kelompok sasaran < 1 tahun ). DATA DASAR KASUS ( Individual Data ) : Identitas khusus/spesifik, Nama area geografik ( misalnya; Desa / Kelurahan. ) Tanggal lahir ( kepastian umur ), Tanggal mulai sakit, Tanggal pemberian pengobatan pertama, Jenis/Macam pengobatan : Variabel : 1. anti-biotik dan anti-toxin, 2. hanya antibiotik, 3. hanya anti-toxin, 4. tidak diberi pengobatan atau pengobatan alternatif/tradisional. 9. tidak diketahui. Hasil Laboratorium : Variabel : 1. Isolasi positip C. Diphtheria toxigenic. 2. Isolasi positip C. Diphtheria non toxigenic. 3. Isolasi positip C. Diphtheria dengan sifat toxigensity tak diketahui 4. Isolasi negatip C. Diphtheria, 6. Tidak ada pengambilan spesimen, 9. Tak diketahui. Total dosis vaksin Diphteri yang diterima (DPT, Dt atau Td) Tanggal terakhir pemberian vaksin. Klasifikasi akhir kasus Dipheria ; Variabel : 1. Kasus Pasti (Confirmed Case) 2. Tersangka kasus, (Probale Case) 3. Dikeluarkan sbg kasus / bukan Kasus, Hasil akhir : Variabel : 1. Hidup, 2. Mati, 3. Tak diketahui. REKOMENDASI ANALISIS DATA , PRESENTASI & PENYUSUNAN PELAPORAN DATA KELOMPOK/KOMPILASI (Agregated Data) Dihitung Insidens Rate setiap bulan/ perbulan, pertahun, dan menurut area geografik kejadian. Cakupan DPT3 pertahun dan menurut area geografik cakupan. Kelengkapan dan ketepatan waktu pelaporan perbulan. Proporsi angka kesakitan penyakit Diphtheria ( dibandingkan dengan angka kejadian penyakit tergolong penting lainnya dari aspek Kesehatan masyarakat. )

BERDASARKAN DATA KASUS/INDIVIDUAL : (serupa dengan data kelompok diatas) ditambah dengan : Insidens Rate yang dirinci menurut kelompok umur tertentu (Age spesifik Incidence Rate) Data kasus menurut status Imunisasi, hasil pemeriksaan Laboratorium, jenis pengobatan yang diberikan. Data kasus dengan ketepatan waktu pengobatan; (< dari 7 hari sejak tanggal sakit). Case Fatality rate (Prosentase kematian dibandingkan jumlah kasus yang ada). Proporsi angka kematian (dibandingkan dengan angka kematian penyakit penting lainnya dari aspek Kesehatan Masyarakat). PRINSIP PEMANFAATAN DATA DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN : Memantau kecenderungan Case Fatality rate (CFR) dan bilamana menunjukkan kenderungan tinggi segera mencari dan menentukan faktor penyebabnya (misalnya lemahnya penatalaksanaan kasus Diphtheria, keterbatasan persediaan /pemanfatan antibiotik atau anti toxin, atau penderita tidak segera mengupayakan pengobatan secara tepat waktu ( > 7 hari sejak tanggal sakit) yang selanjutnya dicari upaya alternatif pemecahan masalah/ tindakan yang terbaik untuk perbaikan. Menetapkan Insidens Rate yang dirinci menurut kelompok umur tertentu (Age spesifik Incidence Rate), area geografik, serta pola musiman kasus penyakit Diphtheria untuk mengetahui kelompok populasi yang berisiko, serta periode waktu yang berisiko untuk menetapkan strategy pemberantasan dan penanggulangannya. Memantau angka kejadian penyakit / Insidens Rate Diphtheria untuk mendapatkan gambaran dampak penanggulangan dari upaya2 pemberantasan dan penanggulangan yang sudah dikerjakan. Memantau pencapaian cakupan Imunisasi menurut area geografik/ (Desa ) untuk menetapkan daerah yang performans kinerja Programnya lemah atau kurang baik. Melakukan Deteksi Dini kejadian luar biasa dan melaksanaaakan upaya penanggulangan. Melakukan penyelidikan kejadian Luar Biasa (KLB) untuk mengenal atau mendapatkan gambaran Epidemiologi serta menetapkan penyebab terjadinya KLB tsb (Misalnya kegagalan pelaksanaan vaksinasi, kegagalan dalam proses timbulnya kekebalan, terjadinya akumulasi kasus rentan sesudah beberapa tahun, melemahnya/kelesuan kinerja imunisasi, adanya strain baru penyakit Diphtheria, dll.) dan selanjutnya merencanakan dan melaksanakan penatalaksanaan kasus secara tepat.
CATATAN Sebagai tambahan dalam pelaksanaan Surveilans; agar lebih cermat dalam merencanakan design study serologis yang akan digunakan dalam memantau status imunisasi/ kekebalan pada kelompok umur yang lainnya.

PESAN KHUSUS : Informasi lebih rinci pada : Expanded Programme On Immunization. SAFETY VACCINE :
Statistics, Maps and Charts. WHO documents on the subject.

Selected references : ( 1 ) Stowman K. Diptheria rebounds. Epidemiol Inform Bull ( United Nations Refugee and relief Agency, Health Division ) 111945, 1 : 157 - 68. ( 2 ) Prospero E, Raffo M, Bagnoll M, Appignanesi R, DErrico MM, Diphtheria: Epidemiol ogical Update and Review of Prevencion strategies, Eur J. Epidemiol 1997;13: 527- 34. ( 3 ) Galazka AM, Robertson SE. Diphtheria: Changing pattern in the developing world and the industrialized world. Eur J Epidemiol 1995; 11: 107 - 17. Galazka AM. The Changing Epidemiology of Diphtheria in the Vaccine Era, J Infect Dis 2000; 181-( Suppl 1 ) 1 : S2 - 9. ( 4 ) Galazka AM, Robertson SE. Oblapenko P Resurgence of Diphtheria. Eur J Epidemiol 1995; 11: 95 - 105. ( 5 ) Jones E.E., Kim Farley R.J., Algunaid M et al.: Diphtheria: a possible foodborne outbreak in Hodeida, Yemen Arab Republic, Bull WHO 1985, 63:287 - 93. ( 6 ) Mortimer Jr EA. Wharton M. Diphtheria Toxoid. In Plotkin SA, Orenstein WA. Eds. (1999) . Vaccines ( 3 rd). Philadelphia, PA; WB Saunders Company, pp 183 - 221 . ( 7 ) Centers for Disease Control and Prevention. Update : Vaccine Side Effects, Adverse Reactions, Contraindications and Precoutions. Recomendation of the Advicory Committee on Immunization Practices (ACIP. Morb Mrt Wkly Rep 1996; 45 (RR-12) : 1 25. ( 8 ) Expanded on Immunization: The Immunological Basis for Immunization. Module 2: Diphtheria (A.Galazka); WHO Document WHO/EPI/GEN/93.12. ( 9 ) Expanded programme on Immunization in European Region of WHO. Diphtheria. Manual for the Management and Control of Diphtheria in European Region, 1994 ICP/EPI 038 (B) ( 10 ) Expanded Programme on Immunization, Update: Diphtheria epidemic in Newly Independent State for the former. USSR, january 1995-March 1996, Wkly Epidemiol Rec 1996; 71:245-50.

KONTAK :: Regional OFFICE : HEADQUARTERS : 20 AVENUE APPIA, CH 1211, Geneve 27, Switzerland.

Anda mungkin juga menyukai