Anda di halaman 1dari 17

EKONOMI dan BISNIS

IMPLIKASI LIBERALISASI PERDAGANGAN TERHADAP DAYA SAING EKSPOR PRODUK PERTAMAN INDONESIA KE AMERIKA SERIKAT
Yenny Patnasari

ABSTRACT
This research is designed to explore and to analyse the impact of international trade liberalisation on export competition power of Indonesia agriculture product on its competition with China and A S E A N 4 i n thr US market. T h e ,questiongiven in this research will be answered by application of Computable General Equilibrium (CGE). The model of the C G E application used is Global Trade Analising Project ( G T A B ) . From the sirnubtion result, we can conclude (I) the nations of A S E A N 5 generally cann't benefit from the agriculture product liberalisation, (2) Philipina, Thailand, and Indonesia will have defense on the export competition power to United States compared with another nations, (3) The bad work of A S E A N 5 and Chinese agricultural export to United States shows that the agriculturalproducts cann't be export main commodity to United States.
Kata-kata kunci: Liberalisasi Perdagangan dan Keseimbangan Ekonomi

Yenny Patnasari FakultasEkono~ni UniversitasAmlajaya,Yogyakarta

Ekonomi d m Bisnis Vof.7.No. 2, ] i2005 m

ertumbuhan ekonomi di Cina dan ASEAN (Indoneisa, Filipina, Malaysia, Thailand dan Singapore, selanjutnya disebut ASEAN-5) yang tinggi dalanl dua dekade terakhir ini tidak terlepas dari resaukturisasi industri dan industrialisasi yang berorientasi ekspor (Jan P Voon, 1998). . Di samping pertunlbuhan yang tinggi (yang didukung oleh ekspor), terdapat beberapa persamaan antara Cina dan ASEAN-5. Sebagai contoh, pada nlasa-nlasa awal pertunlbuhannya, Cina dan ASEAN-5 berspesialisasi pada produksi konloditi padatkarya dan konloditi primer (sebagai contoh mineral-mineral mentah, tekstil dan garmen). Hal ini berlawanan dengan Jepang dan negara-negara NIE (newly-industrialized economies) seperti Taiwan, Hong Kong dan Korea Selatan, yang menghasilkan produk-produk yang padat-modal dan padat-teknologi (DeRosa, 1993; Low dan Toll, 1993, Wong, 1995; Maulle, 1996; Tam, 1997; Mallot, 1998). Satu persanlaan lagi antara Cina dan ASEAN-5 adalalz ketergantungan yang tinggi kepada Anlerika Serikat d m Jepangsebagaitujuan ekspor yang terpenting. Dengan nlengekspor produk-produk yang hampir sanla (sebagai contoh produk padat-karya) ke pasar yang sama, maka Cina dan negara-negaraASEAN-5 sebenamya menglzadapi derajat persaingan ekspor yang tinggi di antara nlereka .Oleh karena itu menjadi relevan untuk men~bandin~kan Indonesia dengan Cina dan negara-negara ASEAN lainnya dalam persaingannya dalanl men~perebutkan pasar ekspor di Anlerika Serikat. Amerika Serikat dan Jepang adalah importir terbesar untuk ekspor Cina dan ASEAN-5. Pada awal tahun 1980an, inlpor Jepang dari Cina dan ASEAN-5 kecuali Singapore lebih besar dari impor Anlerika Serikat. Namun dalanl perkembangannya, impor An~erika Serikat melebihi inlpor Jepang dari Cina, Malaysia, Filipina dan Thailand. A~nerikaSerikat selalu nlenjadi inlportir terbesar untuk ekspor Singapore senlentara Jepang selalu menjadi inportir terbesar untuk ekspor Indonesia (Arsyad dan Detajana, 1999; Jamli dan Rizaldy, 1998). Secara dinamis Amerika Serikat berkembang menjadi tujuan ekspor yang lebih penting dari Jepang untuk produkproduk ekspor Cina dan ASEAN-5 (Sam, 1997 d m Fredidl~anusetiawan, 1998). Dalarn tulisan ini Amerika Serikat dipilih sebagai base country dimana ASEAN-5 dan Cina bersaing di antara mereka untuk memperoleh pangsa ekspor. Perkembangan perekonomian dunia nlerupakan tantangan dan masalah baru bagi pertunlbuhan perdagangan internasional dan ekononli nasional secara keselumhan. Disepakatinya pe~ubetukan WTO, dan lahimya regionalisasi ekononli seperti APEC

dan AFTA merupakan tantangan dalam persaingan perdagangan internasional. Globalisasi pasar merupakan fenomena yang tidak dapat dihindari. Tingkat penetrasi pasar produksi dalam menembus batas-batas pasar suatu negara se~nakin tinggi (lihat j u g Chacholiades, 1981; Bell, 1984; Devarajan, 1989; Appleyard dan Field, 1995; Athukorala, 1998; Crovers, 1997; Edwards, 1997; Feenstra, 1998). Dimensi ruang dan waktu yang senlula menjadi kendala besar dalam nlenenlbus pasar intemasional, kini semakin mudah dipecahkan dengan adanya kenlajuan ilmu dan teknologi (Karseno dan Widodo, 1997). Inti dari semua ini adalah keman~puan daya saing dan keunggulan komparatif suatu produk akan menentukan dapat bertahan atau tidaknya dalam persaingan - global. Liberalisasi perdagangan intemasional membuat alokasi dan penggunaan sumber daya nlenjadi lebih efisien, kesejahteraan meningkat, dan pertumbuhan ekononli menjadi lebih cepat World Bank, 1987; Westplzal, 1991; Schweinberger, 1996; Sam, 1997; Seunghee dan Cheong, 1998; Rodrik, 1998). Lingkungan ekonomi yang kompetitif akan meningkatkan permintaan terhadap tenaga kerja dan modal, sehingga sunlber daya akan berpindah ke sektor yang lebih produktif sebagai respons terhadap permintaan tersebut. Dalam jangka pendek, ketika tenaga kerja dan modal tidak dapat bergerak dengan bebas, tenaga kerja di sektor yang berkenlbang akan nlenerima upah yang lebih tinggi (Rattso, 1998; UNDP, 1999). Konsekuensi dari perdagangan bebas adalah perlunya senlacam penyesuaian dalam perekonomian. Masalah akan timbul bila penyesuaian tersebut tidak berjalan dengan baik. Oleh karena itu prediksi yang akurat mengenai dampak liberalisasi perdagangan terhadap alokasi sun~berdaagerlu ., dilakukan untuk menyusun kebijakan yang diperlukan. :? ri. Semakin terbukanya perekonomian dunia nzaka peran pdagangan intemasional semakin strategis dalam kegiatan perekonotnian suatu qegara. Negara-negara melakukan perdagangan intemasional karena dua alasan (k&ugman, 1994): 1. Setiap negara mempunyai keunggulan komparatif yanz, berbeda-beda, sehingga dengan melakukan perdagangan nlaka keuntungan pe$egangan (gains from made) akan diterima kedua belah pihak. .A- r 2. Negara nlelakukan perdagangan dengan tujuan mencapai skala ekononli (economies of scale) dalanl produksi. Maksudnya adalah apabila setiap negara hanya mengl~asilkan barang tertentu (spesialisasi), rnaka mereka dapat menghasilkan

.'

Ekonomi dan Bisnis Vol. 7. No. 2, Iuni 2005

barang tersebut dengan skala yang lebih besar dan karenanya lebih efisien dibandingkan jika negara tersebut nle~nproduksi seluruh jenis barang. Pertunlbuhan akan melnpengamhi tingkat perdagangan suatu negara. Sumber dari pertumbuhan ekonon~i adalah pertumbulmn tenaga kerja, akunlulasi modal dan perkenlbangan teknologi. Pertunlbuhan ekonomi akan menyebabkan kurva kernungkinan produksi (prcdvction possibility frontier) bergeser keluar. Kineja ekspor suatu negara tergantung pada daya saing produk ekspor di pasar dunia. Daya saing disini diartikan sebagai kemampuan suatu negara untuk menlperoleh pangsa pasar di suatu tujuan ekspor. Terdapat beberapa faktor yang dapat nlenentukan tingkat daya saing perdagangan ekspor suatu negara yaitu perubahan relatif tingkat nilai tukar, koinposisi produk, struktur industri dan tingkat pertunibul~an (Voon, 1998). Dengan rnen~prediksi pengaruh liberalisasi terhadap daya saing ekspor, dapat diketahui posisi suatu negara dalam persaingan perdagangan intemasional. Dari pemahaman tersebut dapat disusun berbagai kebijakan yang diperlukan agar dapat bertahan dalanl globaliiasipasar. Salah satu inlplikasi penting dari skenla liberalisasi perdagangan dunia adalah inlplikasinyapada perdagangan produk pertanian. Hal tersebut menjadi penting karena besamya ketergantungan negara-negara sedang berkembang pada sektor pertanian di satu pihak, sementara di pihak lain liberalisasi perdagangan menlungkinkan persaingan yang lebih kens antara negara-negara nlaju dan negara-negara sedang berkembang dalanl perdagangan produk pertanian. Daiam sisten perdagangan bebas nlaupun dalanl sistenl integrasi ekonomi, keinampuan daya saing dan keunggulan komparatif produk ekspor suatu negara memegang peranan penting sebagai faktor penentu kesuksesan produk dalam menghadapi kedua alternatif tersebut. Beberapa pertanyaan mendasar yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah bagaimana pola dan posisi keunggulan komparatif ekspor produk pertanian Indonesia dalanl peaaingannya dengan Cina dan ASEAN4 dalanl pasar Amerika Serikat produk, struktur industri dengan adanya libenliasi perdagangan !Bagainlana kon~posisi dan tingkat pertumbuhan dapat n~empengamhi daya saing ekspor produk pertanian Cina dan ASEAN-5 di pasar Amerika Serikat ?

Ekonomi dun Bisnis Vol. 7.No. 2, luni 2005

skenario ini dibedakan antara negara berkenlbang dan negara maju. Setiap wilayah yang masuk dalam salah satu kategori tersebut akan nlengurangi tarif dan subsidinya sesuai denganskenlauntukkategoriyang bersangkutan. Wilayah AsiaTimur (termasuk didalanlnya Cina) merupakan campuran antara negara nlaju dan berkembang sehinga diperlakukan di antara keduanya. Dalanl Skenario kedua (skenario APEC), diketalui balxwa liberalisasi nlenurut skema APEC tidak menyentuh bidang pertanian. Untuk itu, Skenario kedua tidak nlenxasuMcan bidang pertanian ke dalam liberalisasi. Tetapi dalam penurunan tarif di bidang manufaktur, APEC memberikan skenla yang lebih maju melalui IAP (Individual Action Plan). Skenario ketiga W T O dan APEC) diterapkan dengan mengubah penurunan' tarif pada sektor manufaktur dengan penurunan tarif yang sesuai di dalanl APEC. Dalam ha1 ini, skema WTO digunakan dalam liberalisasi di sektor pertanian atau kebijakan perdagangan lain yang tidak dijelaskan dalanl APEC. ANALISIS HASIL SIMULASI Sebagaimana telah dijelaskan di depan penelitian ini menggunakan model GTAP. Closure model yang digunakan dalanl penelitian ini adalalz closure standar GTAP, di mana fungsi-fungsi permintaan dan produksi ditentukan untuk setiap negara. Negaranegara dihubungkan melalui perdagangan barang dan jasa, yang selanjutnya dipengaruhi oleh proteksi berupa tarif dan non-tarif. Database GTAP yang dipergunakan di sini adalah GTAP Versi 5. (selanjutnya disebut ekuilibrium awal). Dengan model GTAP ini akan dilakukan simulasi penerapan kebijakan liberalisasi perdagangan dengan skenario WTO dan APEC. Keseinlbangan baru yang terjadi selanjutnya disebut counterfactural equilibrium. Dengan menlbandingkan keadaan ekuilibrium awal dengan counterfactural equilibrium dapat dianalisis pengaruh kebijakan liberalisasi perdagangan. Perubahan Ekspor Produk-Produk Pertanian ke Amerika Serikat Kinerja ekspor ASEAN-5 dan Cina ke Amerika Serikat dapat dilillat pada Tabel 1. Secara unlum pada senma skenario simulasi liberalisasi terjadi penurunan ekspor produk pertanian ke Amerika Serikat dari sernua negara pengamatan. Penurunan ekspor terbesar terjadi pada ekspor komoditi pertanian (AGR). Skenario WTO yang

I
1

Ekonomi dan Bisnis Vol. 7. No. 2, Juni 2005

banyak menyentuh pengurangan tarif produk-produk pertanian temyata berpengaruh terhadap pengurangan ekspor produk pertanian ke Anlerika Serikat. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dalam menjalankan skema liberalisasiWTO, sektor pertanian tidak dapat menjadi produk unggulan ekspor. Skenario APEC yang tidak menyentuh bidang pertanian, melainkan menerapkan temyata berimbas pada ekspor produk pertanian. penurunan tarif di bidang n~anufaktur, Sebagaimana kita ketahui bahwa dalam teori general equilibium, perilaku di satu sektor akan berpengaruh terhadap sektor lainnya. Hal ini dapat dijelaskan dengan kenyataaan bahwa produk-produk sektor pertanian merupakan bahan baku bagi sektor manufaktur, sehingga perilaku di selctor manufaktur akan berpengaruh pada sektor pertanian. Tabel 1. menunjukkan bahwa secara umum ha~npirsemua negara pengamatan juga akan mengalami penurunan ekspor produk pertanian ke Amerika Serikat. Namun demikian dalam skema APEC ini, hanya Filipina yang diperkirakan akan menikmati peningkatan ekspor produk pertanian ke Amerika Serikat. Apabila skenario WTO digabungkan dengan skenario APEC, e,kspor produk pertanian ke Amerika Serikat dari ASEAN-5 dan Cina akan mengalami penurunan yang lebih besar lagi dibandingkan jika hanya menjalankan skenario WTO saja.

Analisis "Shift Share"


Analisis daya saing dengan metode shift share dapat dirangkum dalam Tabel 2 (skema WTO), Tabel 3 (skema APEC) dan Tabel 4 (skenla WTO+APEC). Berkaitan dengan selisih antara AC (perubahan aktual) dan SE (Share Effect) dalam skenario WTO, selcilas terlihat bahwa semua negara kecuali Malaysia menlpunyai kinej a ekspor produk pertanian ke Amerika Serikat yang baik (ditunjukkan ole11 selisih AC dan SE yang posititl. Tetapi kalau kita cermati lagi komponen-komponen dalam analisis shift-share maka akan terlihat bahwa sebenamya produk-produk pertanian dari ASEANd dan Cina tidak dapat lagi menjadi produk andalan ekspor ke Amerika Serikat. Dengan demikian selisih antara AC dan SE disini diartikan sebagai keadaan terbaik diantara yang buruk. Industry Structure Effect (ISE) yang mengukur perbedaan dalanl struktur industri suatu negara dengan reference economy nmnunjukkan bahwa secara rata-rata Cina, Filipina dan Thailand nlenlpunyai struktur industri yang menguntungkan. Dari senlua negara pengamatan, Indonesia akan mengalami kerugian struktural (strttctural disad-

Ekonomi dan Bisnis Vol. 7.No.2,Juni2005

vantage) yang paling besar, diikuti dengan Malaysia. Cina, Filipina dan Thailand menliliki keunggulan struktural yang lebih tinggi untuk produk AGR d~bandingkan negara-negara lain. Competitive Effect (CE) yang nlengukur seberapa besar perturnbullan industri di suatu negara lebih cepat atau lambat dari reference country ~nenunjukkanbahwa Indonesia, Thailand dan Cina nlempunyai keunggulan komeptitif dibandingkan negara-negara lain. Artinya penurunan ekspor produk-produk pertanian di negaranegara tersebut tidak separah penurunan ekspor dari negara-negara la~nnya. Interaction Effect (IE) yang mengulcur efek interaksi antara efek stmlctur industri (ISE) dan efek konlpetisi (CE) nlenunjukkan apakah suatu negara sudah tepat dalanl melakukan spesialisasi. Nilai IE yang positif akan terjadi apabila nilai ISE dan CE sanlasama positif atau sanla-sama negatif. Tetapi nilai IE yang negatif akan terjadi apabila salah satu diantara nilai ISE dan CE negatif. Hal tersebut tidalc dijumpai pada ekspor produk-produk pertanian, karena secara keseluruhan pada reference economy terjadi penurunan ekspor produk pertanian ke Anlerika Serikat. Dengan kata lain, produk pertanian tidak dapat menjadi andalan ekspor ke Amerika Serilcat dari negaranegara ASEAN-5 dan Cina. Analisis daya saing dengan analisis shift share dalanl skenla liberalisasi perdagangan APEC menunjukkan ganbaran yang sedikit berbeda dengan skema WTO diatas. Hanya Filipina saja yang menunjukkan kinerja ekspor yang baik (selisih AC dan SE yang positif), senlentara negara-negara yang lain mendapatkan kerugian dalanl skema APEC ini. Yang menarik untuk dicermati adalah nleskipun Filipina me~npunyai keunggulan konlpetitif yang tinggi untuk ekspor senlua produk-produk pertanian, temyata memiliki efek interaksi (IE) yang negatif, karena sebenamya Filipina tidak nlenliliki keunggulan struktur industri (nilai ISE yang kecil). Dengan demikian tidak dapat dikatakan sepenuhnya bahwa Filipina nlemiliki saya saing ekspor produk pertanian ke Anlerika Serikat. Pola daya saing ekspor dalam skenario WTO + APEC hampir sanla dengan pola daya saing ekspor bila menjalankan skenario WTO saja. Analisis shift share untuk skenario WTO + APEC dapat dilihat pada Tabel 4. Secara unlum Fdipina menliliki keunggulan gang lebih tinggi daripada negara-negara lain, kemudian di~kuti oleh 111donesia dan kemudian Cina dan Thailand. Hanya saja penurunan kinerja ekspor produk pertanian ke Anlerika Serikat yang akan dialami akan lebih besar dalanl

%be1 3 Analisis "Shift Share" Skenario APEC

Tabel 4 "Shift Share Skenario" WTO

+ APEC

Ekonomi d m Bisnis Vol. 7.No. 2, Tuni 2005

pengamatan. (3) Buruknya kineja ekspor produk-produk pertanian dari ASEAN-5 dan Cina ke Anlerika Serikat nlenunjukkan bahwa produk-produk pertanian tidak dapat nlenjadi andalan ekspor ke Anlerika Serikat. Di satu sisi liberalisasi perdagangan arus barang akan lebih lancar, intemasional dapat meningkatkan pertun~buhan, sehingga harganya murah dan kesejahteraan konsunlen dapat meningkat. Akan tetapi paradigma ini berlaku apabila senlua negara di dunia diasumsikan berada pada kesetaraan. Tetapi kenyataannya, tidak senlua negara menlpunyai kesiapan yang sanla untuk menghadapi perdagangan intemasional. Berikut disusun beberapa implikasi kebijakan berdasarkan lmil analisis sinlulasi (1) mengupayakan penurunan proteksi sektor pertanian secara tahap denli setahap. Artinya penurunan proteksi tersebut tidak secara langsung dan tiba-tiba, mengingat kerugian yang cukup besar dari liberalisasi perdagangan sektor pertanian bagi daya saing ekspor produk pertanian dari negara-negara ASEAN-5 dan Cina. (2) Meningkatkan partisipasi dalam negosiasi kesepakatan nlultilateral dalam penurunan tarif dan subsidi ekspor di sektor pertanian, mengingat masih besamya ketergantungan Indonesia, Filipina dan Thailand dalanl ekspor produk-produk pertanian. (3) Meningkatkan fleksibilitas pasar tenaga keja melalui peningkatan investasi yang meningkatkan kualitas sunlber daya manusia, sebagai upaya untuk meningkatkan adaptasi pekeja terhadap realitasarealitas baru dalam perekonomian global. (5) Aliran perdagangan intenmsional tidak hanya dibatasi oleh kebijakan tarif impor, subsidi ekspor dan pajak domestik (seperti yang diasumsikan dalaw penelitian ini). Oleh karena itu, ada banyak ha1 yang perlu diperhatikan dalam perdagangan internasional, antara lain adanya persyaratanpersyaratan yang bersifat teknis seperti pemenuhan standarisasi internasional produk ekspor, adanya bantuan donlestik dalanl AMS (Aggregate Measure o Support), serta f adanya reciprocity dalam perdagangan bilateral.

DAFTAR RUJUKAN
Appleyard, Dennis R. and Alfred J. Field, 1995, international Economics,Second Edition, IRWIN, Chicago. Arsyad, Lincolin dan Arya Detayana, 1997, "Pola Pengembangan Industri Manufaktur di Indonesia, 1976 1993",Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol. 12, No.1. Athukorala, Premachandra, 1998, Intemationalization o i the Australian Econonly" dalam Satya Paul, Trade and Growth: New Theory and the Australian Expelience, Allen & Unwin

Ekonomi dan Bisnis Vol. 7.No. 2, Juni 2005


.

series, GSID, Nagoya University, March Jamli, Ahmad dan Ryan Rizaldy, 1998," Kinerja Konloditas Elektronika Indonesia 1981-1995: Pendekatan Keunggulan Komperatif," Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vo1.13, No. 3. Karseno, Arief Ramelan dan Tri Widodo, 1997, "Efisiensi Teknis, Alokasi dan Skala pada Golongan Produk Unggulan Industri", Kelola, No. 16/VI/1997 Krugman, Paul R. and Obstfeld, 1994, Ekonomi International : Temi dan Kebijakan, Edisi Kedua, diterjemahkan oleh faisal H. Basri, PAU FEUI, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Low, Linda and To11 Mun Heng, 1993, "Is the ASEAN Free Trade Area a Second Best Option?",Asian Economic Journal, 1993 Vol. 7, No. 3. Mallot, John R., 1998, "Globalization, Competitiveness and Asia' Future" dalam CSIS, PacNet Newsletter, No.11, March 13. Maule, Andrew, 1996, "Some Inqdications of AFTA for Thailand :A Revealed Conlparative Advantage Approach", ASEAN Economic Bulletin, July 1996, Singapore McDougall, R.A., 1993, Uses and Abuses of AGE Models, Presentation to che Short Course in Global Trade Analysis, Purdue University, West Lafayette, Indiana, 2531 July. McDougall, Robert A., Aziz Elbehi and Troung P., 1998, Global Trade, Assistance, and Protection: T e GTAB 4 Data Base, Center for Global Trade Analysis, Purdue h University, December. Meier, Gerald M., 1987, "Infant Industry" dalanl John Eatwell, Murray Milgate and Peter Newman, The New Palgrave : A Dictionary of Economics, Vol. 1, Macmillian, London. Meier, Gerald, 1995, Leading Issues in Economics Development, Sixth Edition, Oxford University Press, New York. Mennon, Jayant, "Expansion of AFTA : Widdening and ~eepenikg?", Asian - Pacific Economic Literature Plummer, Micheal, 1990, Keunggulan Bersaing, Edisi Kedua, diterjemahkan oleh Tin1 Penerjemah Bina Rupa Aksara, PT Bina Rupa Aksara, Jakarta. Rodrik, Dani, 1998, "Symposium on Globalization in Perspective: An Introduction", Journal of Economic Perspectives, Vo1.12 No. 4, Fall. Sam Laird, 1997, WTO Rules and Good Practice on Export Policy, Staff Working Paper

Anda mungkin juga menyukai