Anda di halaman 1dari 56

Skenario E Halim is a 25 year old boy, went to see a doctor about two weeks after returning from a job

in Bangka. According to his family, several days ago, he suffered from an abrupt onset of fever, chills, rigors, and profuse sweating accompanied by headache and nausea. Physical examination : Somnolence, BP : 100/60 mmHg, temperature : 39,50C, liver : normal. Laboratory finding : Hb : 9,5 g/dl, WBC : 10.500 mm3, diff count : 0/2/10/55/25/8. Urine : Black in colour. Klarifikasi Istilah
1. Rigor : dingin/kekakuan atau ketidakfleksibelan.

PR :

110x/min, piliformis. Icterus : + ; RR : 28x/min. COr/pulmonal norml, Spleen : just palpable,

2. Chills : Perasaan dingin disertai menggigilnya tubuh 3. Nausea : Sensasi tidak menyenangkan yang secara samar mengacu pada epigastrium dan abdomen dengan kecenderungan untuk muntah 4. Somnolence : Perasaan mengantuk yang tidak normal
5. Icterus : Warna kekuningan pada kulit, sclera, membrane mukosa, dan ekskresi akibat

hiperbilirubinemia dan pengendapan pigmen empedu.


6. Piliformis : Denyut nadi cepat dan lemah

7. Headache : Nyeri di kepala


8. Abrupt onset of fever : Munculnya demam yang tiba-tiba

9. Profuse Sweating : Pengeluaran keringat yang berlebih Identifikasi Masalah 1. Halim, 25 tahun beberapa hari yang lalu mengalami demam hilang timbul, menggigil, dingin dan kaku, banyak berkeringat disertai sakit kepala dan mual setelah pulang dari Bangka 2 minggu yang lalu.

2. Pemeriksaan fisik : Somnolence, BP : 100/60 mmHg, temperature : 39,50C, PR :

110x/min, piliformis. Icterus : + ; RR : 28x/min. Ja norml, Limpa : teraba, liver : normal.


3. Pemeriksaan Laboratorium : Hb : 9,5 g/dl, WBC : 10.500 mm3, diff count :

0/2/10/55/25/8. Urine : Black in colour. Analisis Masalah


1. A. Apakah ada hubungan jenis kelamin dan umur dengan gejala yang dialami Halim?

Jawab: Usia paling rentan adalah balita dan lansia. Pada orang dewasa, keluhan malaria terjadi pada tubuh dengan daya tahan tubuh rendah dan umumnya dialami pada orang yang baru pertama kali dating ke daerah endemic malaria

B. Apakah hubungan kepulangan dari Bangka 2 minggu yang lalu dengan gejala yang dialami Halim? Jawab: Bangka merupakan salah satu daerah endemik malaria, gejala yang dialami Halim merupakan gejala malaria. Mungkin Halim mengalami gigitan nyamuk Anopheles betina saat berada di lingkungan pedalaman Pulau Bangka tersebut. C. Kenapa gejala baru muncul setelah 2 minggu kepulangan Halim dari Bangka? Jawab: Halim menderita Malaria Tropica yang disebabkan parasit Plasmodium Falciparum. Masa inkubasi Plasmodium Falciparum dalam tubuh manusia adalah 914 hari. Masa inkubasi adalah rentang waktu dimulai dari suatu penyakit masuk kedalam tubuh sampai saat timbulnya penyakit,itulah sebabnya mengapa gejala baru muncul setelah 2 minggu kepulangan Halim dari Bangka.

D. Apa jenis demam dan mengapa demam yang dialami Halim ? Jawab : Pada infeksi malaria, demam secara periodik berhubungan dengan waktu pecahnya sejumlah skizon matang dan keluarnya merozoit yang masuk dalam aliran darah (sporulasi). Timbulnya demam juga bergantung pada jumlah parasit (cryogenic level, fever treshold). Berat infeksi pada seseorang ditentukan dengan hitung parasit (parasite count) pada sediaan darah. Pada infeksi Plasmodium Falciparum masa
2

sporulasi adalah 24 jam jadi demam yang dirasakan akan hilang timbul setiap 2 hari sekali.

Demam yang dialami Halim adalah tipe : Intermittent (periodic) fevers: suhu tubuh naik setiap 2 atau tiga hari yang hamper terjadi pada waktu yang sama. Suhu tubuh naik sampai 40o C selama beberapa jam dan selanjutnya kembali ke suhu normal.

E. Apa kemungkinan dan bagaimana mekanisme gejala-gejala yang dialami Halim? Jawab : Mekanisme Demam:

Infeksi parasit Reaksi imun (antigen-antibodi) Pirogen eksogen Merangsang pirogen endogen (leukosit) Produksi sitokin (IL 1, IL-6,TNF) Memacu pelepasan asam arakidonat sintesis prostaglandin E2 Mencapai hipotamalus set point pada termostat hipotalamus Penyimpanan panas tubuh dan pembentukan panas Suhu meningkat - Demam.

Mekanisme mengigil :

Jika terjadi perubahan Set-point pusat pengatur suhu hipotalamus yang tiba-tiba dari nilai normal menjadi lebih tinggi dari normal ( akibat penghancuran jaringan, zat pirogen, atau dehidrasi ), biasanya dibutuhkan waktu beberapa jam agar suhu tubuh dapat mencapai set-point suhu yang baru. Pada saat ini suhu darah masih jauh lebih rendah dari Set-point pengatur suhu hipotalamus, oleh karena itu akan terjadi reaksi umum yang menyebabkan kenaikan suhu tubuh. Selama periode ini, orang tersebut akan mengigil dan merasa sangat kedinginan, walaupun suhu tubuhnya mungkin telah diatas normal. Mengigil dapat berlanjut sampai akhirnya suhu tubuh mncapai setpoint hipotalamus. *pengeluaran panas lebih besar daripada pemasukan termostat menyeimbangkan suhu tersebut dengan cara memerintahkan otot-otot rangka untuk berkontraksi (bergerak) guna menghasilkan panas tubuh menggigil Mekanisme dingin dan kaku:
3

Pada saat awal demam terjadi peningkatan set point pada hipotalamus sedangkan suhu tubuh pada daerah lain masih lebih rendah sehingga tubuh akan merasa kedinginan dan kaku.

Mekanisme berkeringat :

Berkeringat pada dasarnya merupakan suatu proses untuk menurunkan suhu tubuh. Ketika tersmostat hipotalamus merasa telah cukup penaikan suhu tubuh, maka suhu inti akan dikembalikan pada sushu normal yaitu 370C, akan tetapi baru suhu pada hipotalamus yang kembali normal, belum pada anggota tubuh yang lain. Oleh karena itu, tubuh akan melakukan vasodilatasi pembuluh darah perifer, sehingga panas dapat dikeluarkan dan suhu tubuh kembali normal. Sakit Kepala

Sakit kepala dalam kasus ini disebabkan oleh sekresi mediator inflamasi seperti TNF yang berlebih akibat dari pengaktifan makrofag oleh pirogen eksogen - selanjutnya akan membentuk prostaglandin - mempengaruhi pusat simpatis pada hipotalamus posterior vasokontriksi pembuluh darah pada lapisan otak sakit kepala. Selain itu juga karena anemia yang menyebabkan anoksia jaringan sehingga transport oksigen ke otak menurun. Mual

Infeksi plasmodium kompleks parasit-antibodi

difagisitosis o/ makrofag dg opsonisasi Ab maktivasi Th produksi limfokin & IFN maktivasi monosit sekresi vasoaktifamin Histamin 2 ( H2) sekresi asam lambung >> nausea
Splenomegalimenekan lambungrasa mualrasa tidak nyaman pada perut

2. A. Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan fisik?

Jawab : Pemeriksaan Hasil Nilai/Kondisi Interpretasi


4

Normal Tingkat Kesadaran Tek.Darah 10/80 mmHg Suhu Denyut nadi 39,5 0C 110x/min 36,5 37,2 0 C 60 100 x/min piliformis Frek.Nafas 28x/min 16-24 x/min Normal Tidak teraba normal Meningkat Normal Splenomegali Normal Meningkat, febris Meningkat, 120/80 mmHg Somnolen Compos Mentis Terjadi penderita.. penurunan kesadaran,

Cor/pulmonal Normal Lien Liver teraba normal

B. Apabila terdapat ketidaknormalan, apa penyebab dan mekanismenya? Jawab : (nela)

Limpa : teraba Splenomegali :

Limpa (organ RES) plasmodium

dihancurkan oleh sel-sel makrofag dan limfosit penambahan sel-sel radang limpa membesar.

Ikterus : eritrosit yang dirombak oleh hepar dan limpa semakin banyak Hb difagositosis oleh makrofag limpa diredukasi menjadi globin dan heme globin masuk ke dalam kumpulan asam amino Fe dibebaskan dari heme
5

diangkut oleh protein transferin ke sumsum tulang untuk produksi SDM selanjutnya sisa bagian heme yaitu CO dan protoporfirin CO diangkut dalam bentuk oksihemoglobin utnuk dikeluarkan protoporfirin diubah menjadi pirol pirol diubah menjadi biliverdin biliverdin direduksi menjadi bilirubin bebas ikterus *normalnya, hati bisa mengekskresi bilirubin, namun karena terjadi peningkatan dekstruksi sel darah merah yang menyebabkan pengaliran bilirubin yang sangat cepat ke dalam darah menyebabkan hati yang sekalipun fungsinya masih normal tidak mampu lagi mengekskresikan bilirubin secepat proses pembentukannya. Sehingga biliriubin akan berada dalam sirkulasi dan mengendap pada jaringan. Ketika biliriubin mengendap pada sclera

Hipotensi : Infeksi parasit respon imun

memicu pelepasan amino

vasokatif : histamin vasodilatasi pembuluh darah tekanan darah menurun

Demam : Infeksi parasit Reaksi imun (antigen-antibodi) Pirogen eksogen


Merangsang pirogen endogen (leukosit) Produksi sitokin (IL 1, IL-

6,TNF) Memacu pelepasan asam arakidonat sintesis prostaglandin E2


Mencapai hipotamalus set point pada termostat hipotalamus

Penyimpanan panas tubuh dan pembentukan panas Suhu meningkat Demam Tachikardi :Tiap kenaikan suhu 1 derajat celcius disertai kenaikan frekuensi nadi 8-12x . Kompensasi tubuh untuk meningkatkan tekanan darah.

Takipnea : Infeksi parasit respon imun memicu pelepasan amino vasokatif : histamine kontraksi otot polos bronkospame (penyempitan saluran napas) menurunkan ventilasi - kompensasi tubuh meningkatkan laju pernapasan

3. A. Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan laboratorium?

Jawab : Nilai Normal 13-16 g/dl Hasan 9,5 g/dl


6

Hemoglobin

Diff. Count Basofil Eosinofil Neutrofil Batang Neutrofil segmen Limfosit Monosit Leukosit

0-1 1-3 2-6 50-70 20-40 2-8 5000-10000/ uL

0 2 10 55 25 8 10500 /uL

B. Apabila terdapat ketidaknormalan, apa penyebab dan mekanismenya? (aulia, lia) Jawab :

Hemoglobin/Anemia : parasit malaria menginfeksi RBC eritrosit mudah lisis selain itu terjadi juga fagositosis eritrosit yang mengandung parasit dan yang tidak mengandung parasit, sehingga menyebabkan anemia dan anoksia jaringan.

Neutrofil Batang : menunjukkan adanya infeksi akut (shift to the left) Leukosit : menunjukkan adanya infeksi. Urine black in colour : terjadi karena proses hemolisis intravaskuler (pemecahan eritrosit di dalam pembuluh darah). Pemecahan eritrosit yang berlebihan akan membuat jumlah hemoglobin yang tidak dapat diakomodasi seluruhnya oleh sistem keseimbangan darah akan menyebabkan pembebasan Hb kedalam plasma, menyebabkan hemoglobinuria dan membuat warna yang abnormal pada urine dari merah, coklat sampai kehitaman

4. A. Bagaimana DD penyakit Halim?

Jawab : 1. Malaria ringan (malaria tanpa komplikasi) Demam tifoid Demam dengue ISPA Laeptospirosis/anikterik Radang otak
7

2. Malaria berat (malaria dengan komplikasi)

Stroke Tifoid ensefelopati Hepatitis Leptospirosis berat Glomerulonefritis Sepsis Demam berdarah dengue Abdominal Discomfort + + + + _ + Splenomegali Anemia + + + + _ + + + _ _ + Leukositosis _ + + + _ +

demam Sakit DHF Demam Tifoid Leptospirosis Brucellosis Common Cold Malaria + + + + + + Kepala + + + + + +

B. Bagaimana pemeriksaan penunjangnya? Jawab : 1.Pemeriksaan darah tepi -Hapusan darah tebal untuk menemukan adanya parasit malaria -Hapusan darah tipis untuk menentukan jenis parasit yang menginfeksi 2. Tes Antigen -HRP 2 (Histidin Rich Protein) yang diproduksi oleh trofozoit, skizon,dan gametosit muda P.Falciparum. -Enzym parasit lactate dehydrogenase (p-LDH) yang diproduksi oleh parasit bentuk aseksual atau seksual ( gametocyt). 3.Tes Serologi Mendeteksi adanya antibody spesifik terhadap parasit malaria dalam tubuh

4.PCR (Polymerase Chain Reaction) C. Bagaimana diagnosis kerja penyakit Halim? Jawab : Diagnosis malaria falsiparum dapat dibuat dengan menemukan parasit stadium trofozoit muda (bentuk cincin) tanpa atau dengan stadium gametosit dalam sediaan darah tepi. Sediaan darah tebal jauh lebih sensitif daripada sediaan darah tipis pada infeksi dengan jumlah parasitemia rendah. Secara umum, semakin tinggi jumlah parasit dalam darah tipis, semakin tinggi pula kemungkinan terjadinya malaria berat. Hal ini terutama ditemukan pada penderita non-imun. Malaria berat dapat juga terjadi dengan parasit yang rendah dalam darah tepi. Walaupun sangat jarang, dapat juga ditemukan penderita tanpa parasitemia dalam darah tepi, tetapi pada autopsi terbukti adanya parasit dalam berbagai kapiler alat dalam. D. Bagaimana etiologi, pathogenesis, daur hidup pada penyakit Halim?

Jawab : Etiologi Plasmodium adalah parasit yang termasuk vilum Protozoa, kelas sporozoa. Terdapat empat spesies Plasmodium pada manusia yaitu : Plasmodium vivax menimbulkan malaria vivax (malaria tertiana ringan). Plasmodium falcifarum menimbulkan malaria falsifarum (malaria tertiana berat), malaria pernisiosa dan Blackwater faver. Plasmodium malariae menimbulkan malaria kuartana, dan Plasmodium ovale menimbulkan malaria ovale. Keempat spesies plasmodium tersebut dapat dibedakan morfologinya dengan membandingkan bentuk skizon, bentuk trofozoit, bentuk gametosit yang terdapat di dalam darah perifer maupun bentuk pre-eritrositik dari skizon yang terdapat di dalam sel parenkim hati. Daur hidup Parasit malaria memerlukan dua hospes untuk siklus hidupnya, yaitu manusia dan nyamuk anopheles betina. o Siklus Pada Manusia
9

Pada waktu nyamuk anopheles infektif mengisap darah manusia, sporozoit yang berada dalam kelenjar liur nyamuk akan masuk ke dsalam peredaran darah selama kurang lebih 30 menit. Setelah itu sporozoit akan masuk ke dalam sel hati dan menjadi tropozoit hati. Kemudian berkembang menjadi skizon hati yang terdiri dari 10.000 sampai 30.000 merozoit hati. Siklus ini disebut siklus eksoeritrositer yang berlangsung selama kurang lebih 2 minggu. Pada P. vivak dan P. ovale, sebagian tropozoit hati tidak langsung berkembang menjadi skizon, tetapi ada yang memjadi bentuk dorman yang disebut hipnozoit. Hipnozoit tersebut dapat tinggal di dalam sel hati selama berbulanbulan sampai bertahun-tahun. Pada suatu saat bila imunitas tubuh menurun, akan menjadi aktif sehingga dapat menimbulkan relaps (kambuh). Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah akan masuk ke dalam peredaran darah dan menginfeksi sel darah merah. Di dalam sel darah merah, parasit tersebut berkembang dari stadium tropozoit sampai skizon (8-30 merozoit). Proses perkembangan aseksual ini disebut skizogoni. Selanjutnya eritrosit yang terinfeksi skizon) pecah dan merozoit yang keluar akan menginfeksi sel darah merah lainnya. Siklus inilah yang disebut dengan siklus eritrositer. Setelah 2-3 siklus skizogoni darah, sebagian merozoit yang meninfeksi sel darah merah dan membentuk stadium seksual yaitu gametosit jantan dan betina.
o

Siklus Pada Nyamuk Anopheles Betina

Apabila nyamuk Anopheles betina menghisap darah yang mengandung gametosit, di dalam tubuh nyamuk, gamet jantan dan gamet betina melakukan pembuahan menjadi zigot. Zigot ini akan berkembang menjadi ookinet kemudian menembus dinding lambung nyamuk. Di luar dinding lambung nyamuk ookinet akan menjadi ookista dan selanjutnya menjadi sporozoit yang nantinya akan bersifat infektif dan siap ditularkan ke manusia. Patogenesis Patogenesis malaria akibat dari interaksi kompleks antara parasit, inang dan lingkungan. Patogenesis lebih ditekankan pada terjadinya peningkatan permeabilitas pembuluh darah daripada koagulasi intravaskuler. Oleh karena skizogoni menyebabkan kerusakan eritrosit maka akan terjadi anemia. Beratnya anemi tidak sebanding dengan parasitemia menunjukkan adanya
10

kelainan eritrosit selain yang mengandung parasit. Hal ini diduga akibat adanya toksin malaria yang menyebabkan gangguan fungsi eritrosit dan sebagian eritrosit pecah melalui limpa sehingga parasit keluar. Faktor lain yang menyebabkan terjadinya anemia mungkin karena terbentuknya antibodi terhadap eritrosit. Limpa mengalami pembesaran dan pembendungan serta pigmentasi sehingga mudah pecah. Dalam limpa dijumpai banyak parasit dalam makrofag dan sering terjadi fagositosis dari eritrosit yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi. Pada malaria kronis terjadi hyperplasia dari retikulosit diserta peningkatan makrofag. Pada malaria berat mekanisme patogenesisnya berkaitan dengan invasi merozoit ke dalam eritrosit sehingga menyebabkan eritrosit yang mengandung parasit mengalami perubahan struktur danmbiomolekular sel untuk mempertahankan kehidupan parasit. Perubahan tersebut meliputi mekanisme, diantaranya transport membran sel, sitoadherensi, sekuestrasi dan resetting.
o

Sitoadherensi merupakan peristiwa perlekatan eritrosit yang telah terinfeksi P. falciparum pada reseptor di bagian endotelium venule dan kapiler. Selain itu eritrosit juga dapat melekat pada eritrosit yang tidak terinfeksi sehingga terbentuk roset.

Rosetting adalah suatu fenomena perlekatan antara sebuah eritrosit yang mengandung merozoit matang yang diselubungi oleh sekitar 10 atau lebih eritrosit non parasit, sehingga berbentu seperti bunga. Salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya rosetting adalah golongan darah dimana terdapatnya antigen golongan darah A dan B yang bertindak sebagai reseptor pada permukaan eritrosit yang tidak terinfeksi.

Menurut pendapat ahli lain, patogenesis malaria adalah multifaktorial dan berhubungan dengan hal-hal sebagai berikut: 1. Penghancuran eritrosit Fagositosis tidak hanya pada eritrosit yang mengandung parasit tetapi juga terhadap eritrosit yang tidak mengandung parasit sehingga menimbulkan anemia dan hipoksemia jaringan. Pada hemolisis intravascular yang berat dapat terjadi hemoglobinuria (black white fever) dan dapat menyebabkan gagal ginjal.

11

2. Mediator endotoksin-makrofag Pada saat skizogoni, eritrosit yang mengandung parasit memicu makrofag yang sensitive endotoksin untuk melepaskan berbagai mediator. Endotoksin mungkin berasal dari saluran cerna dan parasit malaria sendiri dapat melepaskan faktor nekrosis tumor (TNF) yang merupakan suatu monokin, ditemukan dalam peredaran darah manusia dan hewan yang terinfeksi parasit malaria. TNF dan sitokin dapat menimbulkan demam, hipoglikemia, dan sndrom penyakit pernapasan pada orang dewasa. 3. Sekuestrasi eritrosit yang terluka Eritrosit yang terinfeksi oleh Plasmodium dapat membentuk tonjolan-tonjolan (knobs) pada permukaannya. Tonjolan tersebut mengandung antigen dan bereaksi dengan antibodi malaria dan berhubungan dengan afinitas eritrosit yang mengandung parasit terhadap endothelium kapiler alat dalam, sehingga skizogoni berlangsung di sirkulasi alat dalam. Eritrosit yang terinfeksi menempel pada endothelium dan membentuk gumpalan yang mengandung kapiler yang bocor dan menimbulkan anoksia dan edema jaringan E. Jawab : 1. Tindakan suportif Pemberian cairan yang adekuat pada kasus malaria berat,mempertahankan fungsi organ vital dan monitoring pasien 2. Pengobatan simptomatik Memberikan antipiretik untuk mencegah hipertermia : Parasetamol 15mg/kg bb setiap 4 jam dan dilakukan kompres Bila pasien kejang berikan antikonvulsan : Diazepam 5-10mg IV 3. Pemberian obat antimalaria Berdasarkan suseptibilitas berbagai stadium parasit malaria,maka obat malaria di bedakan menjadi: Bagaimana tatalaksana penyakit Halim?

12

skizontosida jaringan primer: proguanil,pirimetamin dapat membasmi parasit praeritrosit

skizontosida jaringan skunder : primakuin, dapat membasmi parasit daur eksoeritrosit

skizontosida darah: kina, klorokuin,amodiakuin, untuk membasmi parasit stadium eritrosit

gametositosida:primakuin, menghancurkan semua bnetuk seksual termasuk stadium gametosit p.falcifarum

sporontosida : primakuin, proguanil, mencegah atau menghambat gametosit dalam darah untuk membentuk ookista dan sporozit dalam nyamuk anopheles

F.

Bagaimana tindakan preventif penyakit Halim?

Jawab : Pencegahan infeksi malaria: 1. Tidur dengan kelambu, sebaiknya kelambu sudah dicelup dalam peptisida 2. Menggunakan obat pembunuh nyamuk 3. Memproteksi tempat tinggal dengan kawat anti nyamuk. 4. Gunakan proteksi ( mis, baju lengan panjang atau lotion antinyamuk) bila berada di alam bebas yang rentan akan gigitan nyamuk. 5. Kemoprofilaksis bila hendak mengunjungi daerah endemis malaria, dapat juga digunakan untuk wanita hamil di daerah endemis atau orang dengan imunitas rendah 6. Vaksin malaria sekarang masih dalam tahap pengembangan. G. Bagaimana komplikasi penyakit Halim? Jawab : P. falciparum dapat menimbulkan malaria berat dengan komplikasi umumnya digolongkan sebagai malaria berat yang menurut WHO didefinisikan sebagai infeksi P. falciparum stadium aseksual dengan satu atau lebih komplikasi sebagai berikut:
13

o Malaria serebral, derajat kesadaran berdasarkan GCS kurang dari 11. o Anemia berat (Hb<5 gr% atau hematokrit <15%) pada keadaan hitung parasit >10.000/l. o Gagal ginjal akut (urin kurang dari 400ml/24jam pada orang dewasa atau <12 ml/kgBB pada anak-anak setelah dilakukan rehidrasi, diserta kelainan kreatinin >3mg %. o Edema paru. o Hipoglikemia: gula darah <40 mg%.
o

Gagal sirkulasi/syok: tekanan sistolik <70 mmHg diserta keringat dingin atau perbedaan temperature kulit-mukosa >1oC.

o Perdarahan spontan dari hidung, gusi, saluran cerna dan atau disertai kelainan laboratorik adanya gangguan koagulasi intravaskuler. o Kejang berulang lebih dari 2 kali/24jam setelah pendinginan pada hipertermis. o Asidemia (Ph<7,25) atau asidosis (plasma bikarbonat <15mmol/L). o Makroskopik hemaglobinuri oleh karena infeksi malaria akut bukan karena obat antimalaria pada kekurangan Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase.

H. Bagaimana prognosis penyakit Halim? Jawab : 1. 2. 3. Prognosis malaria berat tergantung pada kecepatan dan ketepatan diagnosis serta pengobatan. Pada malaria berat yang tidak ditanggulangi, maka mortalitas yang dilaporkan pada anak-anak 15%, dewasa 20% dan pada kehamilan meningkat sampai 50%. Prognosis malaria berat dengan gangguan satu fungsi organ lebih baik daripada gangguan 2 atau lebih fungsi organ. Mortalitas dengan gangguan 3 fungsi organ adalah 50%. Mortalitas dengan gangguan 4 atau lebih fungsi organ adalah 75%. Adanya korelasi antara kepadatan parasit dengan mortalitas yaitu:

Kepadatan parasit <100.000/L, maka mortalitas <1%. Kepadatan parasit >100.000/L, maka mortalitas >1%. Kepadatan parasit >500.000/L, maka mortalitas >5%.

14

Pada kasus ini prognosisnya baik apabila diagnosis, pengobatan, dan penanganan cepat dan tepat. Hipotesis Halim, 25 tahun menderita malaria berat akibat terinfeksi Plasmodium falciparum.

15

Kerangka Konsep
Halim, 25 tahun Sakit kepala Pergi ke Bangka

Demam, menggigil, berkeringat

Mual

Splenome gali

Malaria

Pemeriksaan penunjang Ikter us

Penurunan kesadaran

Black water fever

Malaria berat

Learning Issue What Know Definisi, macammacam I What I don`t What I have to Know Patogenesis, tatalaksana, diagnosis banding, komplikasi b. Plasmodium Macammacam c. Obat-obat malaria Daur morfologi Macam-macam, mekanisme kerja hidup, prove How I will Learn

Pokok Bahasan

a. Malaria

Halim menderita Text malaria berat book dan jurnal

16

SINTESIS 1. Malaria

DEFENISI Malaria adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh parasit dari genus Plasmodium, yang ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles dengan gambaran penyakit berupa demam yang sering periodik, anemia, pembesaran limpa dan berbagai kumpulan gejala oleh karena pengaruhnya pada beberapa organ misalnya otak, hati dan ginjal. ETIOLOGI Plasmodium adalah parasit yang termasuk vilum Protozoa, kelas sporozoa. Terdapat empat spesies Plasmodium pada manusia yaitu : Plasmodium vivax menimbulkan malaria vivax (malaria tertiana ringan). Plasmodium falcifarum menimbulkan malaria falsifarum (malaria tertiana berat), malaria pernisiosa dan Blackwater faver. Plasmodium malariae menimbulkan malaria kuartana, dan Plasmodium ovale menimbulkan malaria ovale.

17

Keempat spesies plasmodium tersebut dapat dibedakan morfologinya dengan membandingkan bentuk skizon, bentuk trofozoit, bentuk gametosit yang terdapat di dalam darah perifer maupun bentuk pre-eritrositik dari skizon yang terdapat di dalam sel parenkim hati. EPIDEMOLOGI Spesies yagn terbanyak dijumpai adalah plasmodium falsiparum dan vivax. Plasmodium malariae dijumpai di Indonesia bagian timur, plasmodium ovale pernah ditemukan di irian jaya dan NTT. MANIFESTASI KLINIK Manifestasi klinis penyakit malaria sangat khas dengan adanya serangan demam yang yang intermiten, anemia sekunder dan spenomegali. Penyakit ini cenderung untuk beralih dari keadaan akut ke keadaan menahun. Selama stadium akut terdapat masa demam yang intermiten. Selama stadium menahun berikutnya, terdapat masa laten yang diselingi oleh relaps beberapa kali. Relaps ini sangat mirip dengan serangan pertama. Masa tunas dapat berbeda beda, antara 9 sampai 40 hari, dan ini menggambarkan waktu antara gigitan nyamuk yang mengandung sporozoit dan permulaan gejala klinis. Selain itu, masa tunas infeksi P. vivax dapat lebih panjang dari 6 sampai 12 bulan atau lebih. Infeksi P. malariae dan P. ovale sampai bertahun tahun. Karena itu di daerah beriklim dingin infeksi P. vivax yang didapati pada musim panas atau musim gugur, mungkin tidak menimbulkan penyakit akut sampai musim semi berikutnya. Malaria klinis dapat terjadi berbulan bulan setelah obat obatan supresif dihentikan. Serangan pertama pada malaria akut terdiri atas beberapa serangan dalam waktu 2 minggu atau lebih yang diikuti oleh masa laten yang panjang, dan diselingi oleh relaps pada malaria menahun. Serangan demam ini berhubungan dengan penghancuran sel darah merah yang progresif, badan menjadi lemah , dan limpa membesar. Tipe jinak biasanya disebabkan oleh P. vivax, P. malariae atau P. ovale. Tipe ganas terutama disebabkan oleh P. falcifarum. Dalam periode prodromal yang berlangsung satu minggu atau lebih, yaitu bila jumlah parasit di dalam darah sedang bertambah selama permulaan siklus aseksual, tidak tampak manifestasi klinis yang dapat menentukan diagnosis. Gejala dapat berupa perasaan lemas, tidak nafsu makan, sakit pada tulang dan sendi. Demam tiap hari atau tidak teratur, mungkin sudah ada. Di daerah non-endemi diagnosis pertama seringkali ialah influenza. Serangan
18

permulaan atau pertama sangat khas oleh karena adanya serangan demam intermiten yang berulang ulang pada waktu berlainan : 48 jam untuk P. vivax, P. ovale, P falcifarum dan 72 jam untuk P. malariae. Waktu yang sebenarnya pada berbagai strain P. vivax berbeda beda dari 43,6 jam sampai 45,1 jam. Serangan mulai dengan stadium dingin atau rigor yang berlangsung selama kurang lebih satu jam. Pada waktu itu penderita menggigil, walaupun suhu badannya lebih tinggi dari normal. Kemudian menyusul stadium panas yang berlangsung lebih lama dan kulit penderita manjadi kering serta panas, muka menjadi merah, suhu mencapai 39o 41oC, nadi cepat dan penuh, kepala pusing, mual, kadang kadang muntah, dan pada anak kecil timbul kejang kejang. Kemudian penderita berkeringat banyak, suhu badan turun, sakit kepala hilang, dan dalam waktu beberapa jam penderita menjadi lelah. Serangan demam biasanya berlangsung 8 sampai 12 jam, dan pada infeksi P. falcifarum berlangsung lebih lama. Serangan ini sering dianggap disebabkan oleh hemolisis sel darah merah atau disebabkan oleh syok karena adanya hemoglobin bebas atau adanya hasil metabolisme. Virulensi sering berhubungan dengan intensitas parasitemia. Periodisitas serangan berhubungan dengan berakhirnya skizogoni, bilamana skizon matang kemudian pecah, merozoit bersama dengan pigmen dan benda residu keluar dari sel darah merah memasuki aliran darah. Ini sebenarnya merupakan suatu infeksi protein asing. Pada infeksi akut terdapat leukositosis sedang dangan granulositosis, tetapi dengan turunnya suhu badan maka timbul leukopenia dengan monositosis relatif dan limfositosis. Jumlah sel darah putih sebesar 3000 sampai 45.000 pernah dilaporkan. Pada permulaan infeksi dapat terjadi trombositopenia jelas, tetapi hal ini bersifat sementara. Hanya pada beberapa penderita malaria tampak ada ikterus; hemoglobinuria hanya tampak bila kadar hemoglobin dalam plasma melampaui ambang ginjal. Pembesaran limpa akut terdapat pada kurang lebih seperempat jumlah penderita dengan malaria akut. Nyeri di kuadran kiri atas dan epigastrium mungkin disebabkan oleh meregangnya simpai limpa, atau infark kecil yang pecah, atau perdarahan dibawah simpai. Fungsi ginjal biasanya tidak terganggu pada penderita malaria biasa. Sebaliknya nefritis dengan oliguria, albuminuria hebat, torak noktah, sembab pada seluruh tubuh, protein darah berkurang, hipertensi sedang, hematuria yang dapat dilihat dengan mata biasa atau dengan mikroskop dapat terjadi dan dapat menyulitkan diagnosis malaria. Albumin terdapat pada dalam urin pada kurang lebih 2 persen penderita malaria akut. Kelainan pada mata yang hebat jarang ditemukan pada infeksi
19

malaria, tetapi pada serangan akut komplikasi yang sering terjadi ialah sakit kepala dan sakit di sekitar mata, keratitis dendritika atau herpetika dengan gangguan berupa fotofobia dan lakrimasi. Pada infeksi P. falcifarum terdapat perdarahan, uveitis alergik dan sering terjadi herpes labialis. PATOGENESIS Terjadinya infeksi oleh parasit Plasmodium ke dalam tubuh manusia dapat terjadi melalui dua cara yaitu : 1. Secara alami melalui gigitan nyamuk anopheles betina yang mengandung parasit malaria 2. Induksi yaitu jika stadium aseksual dalam eritrosit masuk ke dalam darah manusia, misalnya melalui transfuse darah, suntikan, atau pada bayi yang baru lahir melalui plasenta ibu yang terinfeksi (congenital).

Patofisiologi malaria sangat kompleks dan mungkin berhubungan dengan hal-hal sebagai berikut : 1. Penghancuran eritrosit yang terjadi oleh karena : -Pecahnya eritrosit yang mengandung parasit -Fagositosis eritrosit yang mengandung dan tidak mengandung parasit Akibatnya terjadi anemia dan anoksia jaringan dan hemolisis intravaskuler 2. Pelepasan mediator Endotoksin-makrofag Pada proses skizoni yang melepaskan endotoksin, makrofag melepaskan berbagai mediator endotoksin. 3. Pelepasan TNF Merupakan suatu monokin yang dilepas oleh adanya parasit malaria. TNF ini bertanggung jawab terhadap demam, hipoglikemia, ARDS. 4. Sekuetrasi eritrosit

20

Eritrosit yang terinfeksi dapat membentuk knob di permukaannya. Knob ini mengandung antigen malaria yang kemudian akan bereaksi dengan antibody. Eritrosit yang terinfeksi akan menempel pada endotel kapiler alat dalam dan membentuk gumpalan sehingga terjadi bendungan. 1. Siklus Sporogoni (Di Dalam Tubuh Nyamuk) Siklus pertama adalah siklus seksual atau yang disebut juga dengan sporogoniterjadi dalam tubuh nyamuk.Siklus seksual dimulai dengan bersatunya gamet jantan dan betina untuk membentuk ookinet dalam perut nyamuk.Ookinetakan menembus dinding lambung nyamuk untuk membentuk kista (semacam gumpalan) di selaput luar lambung nyamuk. Waktu yang diperlukan sampai pada proses ini adalah 8-35 hari, tergantung dari situasi lingkungan dan jenis parasitnya. Pada tempat inilah kista akan membentuk ribuan sporozoit yang terlepas dan kemudian tersebar ke seluruh organ nyamuk termasuk kelenjar ludah nyamuk. Pada kelenjar ludah nyamuk inilah sporozoit menjadi matang dan siap ditularkan nyamuk menggigit manusia. 2. Siklus Skizogoni (Di Dalam Tubuh Manusia) Siklus aseksual atau yang disebut juga dengan skizogoni terjadi pada tubuh manusia. Manusia yang tergigit nyamuk yang telah berlangsung siklus pertama atau siklus sporogoniakan mengalami gejala sesuai dengan jumlah sporozoit, kualitas Plasmodium, dan daya tahan tubuhnya. Selanjutnya Sporozoitakanmasuk ke sel hati, di hati sporozoit yang telah matang menjadi skizon yang akan pecah dan melepaskan jaringanmerozoit. Merozoitakan memasuki aliran darah dan menginfeksi eritrosit (sel darah merah) untuk memulai siklus eritrositer(siklus melalui aliran sel darah merah). Merozoit dalam sel darah merahakan mengalami perubahan morfologi (bentuk fisik) yaitu merozoit berubah ke dalam bentuk cincin menjadi trofozoit. Proses perubahan ini memerlukan waktu 2-3 hari. Di antara merozoit-merozoit tersebut akan ada yang berkembang membentuk gametosit untuk kembali memulai siklus seksual (perkembangbiakan kawin) menjadi mikrogamet jantan dan mikrogamet betina. Eritrosit yang terinfeksi biasanya pecah dan menimbulkan pada gejala pada tubuh. Jika ada nyamuk yang menggigit manusia yang terinfeksi ini, maka gametosit yang ada pada darah manusia akan terhisap oleh nyamuk. Dengan demikian, siklus seksual pada nyamuk dimulai, demikian seterusnya penularan malaria.
21

Masa inkubasi (fase berkembangnya parasit dalam tubuh manusia) malaria berkisar antara 730 hari tergantung spesiesnya.P. falciparum memerlukan waktu 7-14 hari, P. vivax dan P. ovale 8-14 hari, sedangkan P. malariae memerlukan waktu 7-30 hari. Masa inkubasi ini dapat memanjang karena berbagai faktor seperti pengobatan yang diberikan. Selain ditularkan melalui gigitan nyamuk, malaria dapat menjangkiti orang lain melalui berbagai hal berikut diantaranya : 1. Bawaan lahir dari ibu ke anak karena infeksi pada sawar plasenta. 2. Melalui jarum suntik, yang banyak terjadi pada pengguna narkoba suntik yang sering bertukar jarum secara tidak steril. Melalui transfusi darah. Dari berbagai sumber disebutkan bahwa melalui metode ini, hanya akan terjadi siklus eritrositer. Siklus hati tidak terjadi karena tidak melalui sporozoit yang memerlukan siklus hati. LABORATORIUM Anemia pada malaria dapat terjadi akut maupun kronik, pada keadan akut terjadi penurunan yang cepat dari Hb. Penyebab anemia pada malaria adalah pengrusakan eritrosit oleh parasit, penekanan eritropoesis dan mungkin sangat penting adalah hemolisis oleh proses imunologis. Pada malaria akut juga terjadi penghambatan eritropoesis pada sumsum tulang, tetapi bila parasitemia menghilang, sumsum tulang menjadi hiperemik, pigmentasi aktif dengan hyperplasia dari normoblast. Pada darah tepi dapat dijumpai poikilositosis, anisositosis, polikromasia dan bintik-bintik basofilik yang menyerupai anemia pernisioasa. Juga dapat dijumpai trombositopenia yang dapat mengganggu proses koagulasi. Pada malaria tropika yang berat maka plasma fibrinogen dapat menurun yang disebabkan peningkatan konsumsi fibrinogen karena terjadinya koagulasi intravskuler. Terjadi ikterus ringan dengan peningkatan bilirubin indirek yang lebih banyak dan tes fungsi hati yang abnormal seperti meningkatnya transaminase, tes flokulasi sefalin positif, kadar glukosa dan fosfatase alkali menurun. Plasma protein menurun terutama albumin, walupun globulin meningkat. Perubahan ini tidak hanya disebabkan oleh demam semata melainkan juga karena meningkatkan fungsi hati. Hipokolesterolemia juga dapat terjadi pada malaria. Glukosa penting untuk respirasi dari plasmodia dan peningkatan glukosa darah dijumpai pada
22

malaria tropika dan tertiana, mungkin berhubungan dengan kelenjar suprarenalis. Kalium dalam plasma meningkat pada waktu demam, mungkin karena destruksi dari sel-sel darah merah. LED meningkat pada malaria namun kembali normal setelah diberi pengobatan. Diagnosis Banding Penyakit dengan Gejala Demam Bila tubuh mengalami gangguan fisik atau psikis, seringkali dikeluhkan gejala demam yang di identikkan dengan istilah panas badan. Dalam dunia medis demam disebut juga fever atau febris. Demam merupakan reaksi awal tubuh terhadap rangsangan mikroorganisme penyakit yang masuk kedalam tubuh, sehingga suhu badan akan meningkat diatas 37,5 derajat Celsius. Kondisi ini bisa diukur dengan termometer di daerah oral ( mulut ), axilla ( ketiak ) atau dubur ( rectal ). Setiap penyakit yang disebabkan oleh invasi bakteri atau virus pada umumnya menimbulkan gejala demam pada tubuh kita. Dalam kondisi iklim pancaroba dan perubahan kualitas lingkungan pemukiman ada beberapa jenis penyakit yang mempunyai gejala demam yang hampir mirip sehingga perlu ditegakkan diagnosis pasti dengan bantuan pemeriksaan penujang laboratorium. Berikut ini 5 diagnosis banding penyakit dengan gejala demam :
1. Demam Berdarah. Demam terus menerus 2-7 hari, disertai tanda perdarahan seperti:

petekie (bintik merah pada kulit), epistaksis (mimisan), atau berak darah (melena). Hasil pemeriksaan laboratorium: jumlah trombosit menurun (trombositopenia), kadar hematokrit meningkat (hemokonsentrasi), hasil tes serologis positif antigen virus dengue.
2. Demam Chikungunya. Demam dirasakan 3-5 hari, dengan keluhan nyeri otot, sakit

kepala seperti rasa tegang, Dengan pemeriksaan serologis (tes darah) akan diketahui antigen penyebabnya dari strain golongan virus chikungunya
3. Demam Influenza. Biasanya diawali keluhan pilek, batuk, demam 1-2 hari, sakit

kepala,dan gangguan saluran pernafasan lainnya seperti sesak nafas, hidung tersumbat, sakit menelan. Dari hasil pemeriksaan darah hanya ada sedikit peningkatan jumlah leukosit (sel darah putih), kriteris darah lengkap lainnya umumnya dalam batas normal.

23

4. Demam Malaria. Perasaan demam dialami 2-7 hari berturut-turut, disertai keluhan

nyeri kepala, otot-otot, seluruh badan, menggigil dan berkeringat dingin. Pemeriksaan darah lengkap khususnya tes darah tepi menunjukkan hasil positif terhadap salah satu parasit plasmodium yang menginfeksi.
5. Demam Tifoid. Panas badan bisa lebih dari 7 hari, mual, muntah, diare, dan

gangguan pencernaan lainnya. Melalui tes darah Widal, diketahui titer antigen penyebab yakni Salmonella typhosa atau paratyphosa akan menunjukkan tanda peningkatan postitif. DIAGNOSIS Diagnosis malaria sering memerlukan anamnesa yang tepat dari penderita tentang asal penderita apakah dari daerah endemic malaria, riwayat bepergian ke daerah malaria, riawayat pengobatan kuratip maupun preventip. a. Pemeriksaan tetes darah untuk malaria Pemeriksaan mikroskopik darah tepi untuk menemukan adanya parasit malaria sangat penting untuk menegakkan diagnosa. Pemeriksaan satu kali dengan hasil negative tidak mengenyampingkan diagnosa malaria. Pemeriksaan darah tepi tiga kali dan hasil negative maka diagnosa malaria dapat dikesampingkan. Adapun pemeriksaan darah tepi dapat dilakukan melalui : a. Tetesan preparat darah tebal. Merupakan cara terbaik untuk menemukan parasit malaria karena tetesan darah cukup banyak dibandingkan preparat darah tipis. Sediaan mudah dibuat khususnya untuk studi di lapangan. Ketebalan dalam membuat sediaan perlu untuk memudahkan identifikasi parasit. Pemeriksaan parasit dilakukan selama 5 menit (diperkirakan 100 lapang pandangan dengan pembesaran kuat). Preparat dinyatakan negative bila setelah diperiksa 200 lapang pandangan dengan pembesaran 700-1000 kali tidak ditemukan parasit. Hitung parasit dapat dilakukan pada tetes tebal dengan menghitung jumlah parasit per 200 leukosit. Bila leukosit 10.000/ul maka hitung parasitnya ialah jumlah parasit dikalikan 50 merupakan jumlah parasit per mikro-liter darah. b. Tetesan preparat darah tipis. Digunakan untuk identifikasi jenis plasmodium, bila dengan preparat darah tebal sulit ditentukan. Kepadatan parasit dinyatakan sebagai hitung

24

parasit (parasite count), dapat dilakukan berdasar jumlah eritrosit yang mengandung parasit per 1000 sel darah merah. Bila jumlah parasit > 100.000/ul darah menandakan infeksi yang berat. Hitung parasit penting untuk menentukan prognosa penderita malaria. Pengecatan dilakukan dengan pewarnaan Giemsa, atau Leishmans, atau Fields dan juga Romanowsky. Pengecatan Giemsa yang umum dipakai pada beberapa laboratorium dan merupakan pengecatan yang mudah dengan hasil yang cukup baik. b. Tes Antigen : p-f test Yaitu mendeteksi antigen dari P.falciparum (Histidine Rich Protein II). Deteksi sangat cepat hanya 3-5 menit, tidak memerlukan latihan khusus, sensitivitasnya baik, tidak memerlukan alat khusus. Deteksi untuk antigen vivaks sudah beredar dipasaran yaitu dengan metode ICT. Tes sejenis dengan mendeteksi laktat dehidrogenase dari plasmodium (pLDH) dengan cara immunochromatographic telah dipasarkan dengan nama tes OPTIMAL. Optimal dapat mendeteksi dari 0-200 parasit/ul darah dan dapat membedakan apakah infeksi P.falciparum atau P.vivax. Sensitivitas sampai 95 % dan hasil positif salah lebih rendah dari tes deteksi HRP-2. Tes ini sekarang dikenal sebagai tes cepat (Rapid test). c. Tes Serologi Tes serologi mulai diperkenalkan sejak tahun 1962 dengan memakai tekhnik indirect fluorescent antibody test. Tes ini berguna mendeteksi adanya antibody specific terhadap malaria atau pada keadaan dimana parasit sangat minimal. Tes ini kurang bermanfaat sebagai alat diagnostic sebab antibody baru terjadi setelah beberapa hari parasitemia. Manfaat tes serologi terutama untuk penelitian epidemiologi atau alat uji saring donor darah. Titer > 1:200 dianggap sebagai infeksi baru ; dan test > 1:20 dinyatakan positif . Metode-metode tes serologi antara lain indirect haemagglutination test, immunoprecipitation techniques, ELISA test, radio-immunoassay. d. Pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction) Pemeriksaan ini dianggap sangat peka dengan tekhnologi amplifikasi DNA, waktu dipakai cukup cepat dan sensitivitas maupun spesifitasnya tinggi. Keunggulan tes ini walaupun jumlah parasit sangat sedikit dapat memberikan hasil positif. Tes ini baru dipakai sebagai sarana penelitian dan belum untuk pemeriksaan rutin. KOMPLIKASI
25

Komplikasi malaria umumnya disebabkan karena P.falciparum dan sering disebut pernicious manifestasions. Sering terjadi mendadak tanpa gejala-gejala sebeumnya, dan sering terjadi pada penderita yang tidak imun seperti pada orang pendatang dan kehamilan. Komplikasi terjadi 5-10 % pada seluruh penderita yang dirawat di RS dan 20 % diantaranya merupakan kasus yang fatal. Penderita malaria dengan kompikasi umumnya digolongkan sebagai malaria berat yang menurut WHO didefinisikan sebagai infeksi P.falciparum dengan satu atau lebih komplikasi sebagai berikut : 1. Malaria serebral (coma) yang tidak disebabkan oleh penyakit lain atau lebih dari 30 menit setelah serangan kejang ; derajat penurunan kesadaran harus dilakukan penilaian berdasar GCS (Glasgow Coma Scale) ialah dibawah 7 atau equal dengan keadaan klinis soporous. 2. Acidemia/acidosis ; PH darah <>respiratory distress. 3. Anemia berat (Hb <> 10.000/ul; bila anemianya hipokromik atau miktositik harus dikesampingkan adanya anemia defisiensi besi, talasemia/hemoglobinopati lainnya.
4. Gagal ginjal akut (urine kurang dari 400 ml/24 jam pada orang dewasa atau 12 ml/kg

BB pada anak-anak) setelah dilakukan rehidrasi, disertai kreatinin > 3 mg/dl.


5. Edema paru non-kardiogenik/ARDS (adult respiratory distress syndrome).

6. Hipoglikemi : gula darah <> 7. Gagal sirkulasi atau syok : tekanan sistolik <> 10 C:8).
8. Perdarahan spontan dari hidung atau gusi, saluran cerna dan disertai kelainan

laboratorik adanya gangguan koagulasi intravaskuler 9. Kejang berulang lebih dari 2 kali/24 jam 10. Makroskopik hemoglobinuri oleh karena infeksi malaria akut (bukan karena obat anti malaria/kelainan eritrosit (kekurangan G-6-PD)
11. Diagnosa post-mortem dengan ditemukannya parasit yang padat pada pembuluh

kapiler pada jaringan otak. PENGOBATAN Obat antimalaria dapat dibagi dalam 9 golongan yaitu : 1.kuinin (kina) 2.mepakrin
26

3.klorokuin, amodiakuin 4.proguanil, klorproguanil 5.Primakuin 6.pirimetamin 7.sulfon dan sulfonamide 8.kuinolin methanol 9.antibiotic Berdasarkan suseptibilitas berbagai macam stadium parasit malaria terhadap obat antimalaria, maka obat antimalaria dapat juga dibagi dalam 5 golongan yaitu : o Skizontisida jaringan primer yang dapat membunuh parasit stadium praeritrositik dalam hati sehingga mencegah parasit masuk dalam eritrosit, jadi digunakan sebagai obat profilaksis kausal. Obatnya adalah proguanil, pirimetamin.
o

Skizontisida jaringan sekunder dapat membunuh parasit siklus eksoeritrositik P. vivax dan P. ovale dan digunakan untuk pengobatan radikal sebagai obat anti relaps, obatnya adala primakuin.

Skizontisida darah yang membunuh parasit stadium eritrositik, yang berhubungan dengan penyakit akut disertai gejala klinik. Obat ini digunakan untuk pengobatan supresif bagi keempat spesies Plasmodium dan juga dapat membunuh stadium gametosit P. vivax, P. malariae dan P. ovale, tetapi tidak efektif untuk gametosit P. falcifarum. Obatnya adalah kuinin, klorokuin atau amodiakuin; atau proguanil dan pirimetamin yang mempunyai efek terbatas.

Gametositosida yang menghancurkan semua bentuk seksual termasuk gametosit P. falcifarum. Obatnya adalah primakuin sebagai gametositosida untuk keempat spesies dan kuinin, klorokuin atau amodiakuin sebagai gametositosida untuk P. vivax, P. malariae dan P. ovale.

Sporontosida yang dapat mencegah atau menghambat gametosit dalam darah untuk membentuk ookista dan sporozoit dalam nyamuk Anopheles. Obat obat yang termasuk golongan ini adalah primakuin dan proguanil.
27

Tindakan Umum pada penderita malaria berat (tindakan perawatan di ICU). 1. Pertahankan fungsi vital : sirkulasi, respirasi, kebutuhan cairan dan nutrisi. 2. Hindarkan trauma : dekubitus, jatuh dari tempat tidur. 3. Hati-hati kompikasi : kateterisasi, defekasi, edema paru karena over hidrasi. 4. Monitoring : temperatur, nadi, tensi, dan respirasi tiap jam. Perhatikan timbulnya ikterus dan perdarahan. 5. Monitoring : ukuran dan reaksi pupil, kejang, tonus otot. 6. Baringkan/posisi tidur sesuai dengan kebutuhan. 7. Sirkulasi : hipotensi posisi Trendenlenburgs, perhatikan warna dan temperatur kulit. 8. Cegah hiperpireksi : o Tidak pernah memakai botol panas/selimut listrik o Kompres air/air es/akohol o Kipas dengan kipas angin/kertas o Baju yang tipis/terbuka o Cairan cukup 9. Pemberian cairan : oral, sonde, infus, maksimal 1500 ml. Cairan masuk diukur jumlah per 24 jam Cairan keluar diukur per 24 jam Kurang cairan akan memperberat fungsi ginjal Kelebihan cairan menyebabkan edema paru

10. Diet : porsi kecil dan sering, cukup kalori, karbohidrat, dan garam. 11. Perhatikan kebersihan mulut 12. Perhatikan diuresis dan defekasi, aseptik kateterisasi
28

13. Kebersihan kulit : mandikan tiap hari dan keringkan 14. Perawatan mata : hindarkan trauma, tutup dengan kain/gas lembab. 15. Perawatan anak : Hati-hati aspirasi, hisap lendir sesering mungkin Letakkan posisi kepala sedikit rendah Posisi dirubah cukup sering Pemberian cairan dan obat harus hati-hati

2. Plasmodium Plasmodium merupakan genus protozoa parasit. Penyakit yang disebabkan oleh genus ini dikenal sebagai malaria. Parasit ini senantiasa mempunyai dua inang dalam siklus hidupnya: vektor nyamuk dan inang vertebra. Sekurang-kurangnya sepuluh spesies menjangkiti manusia. Spesies lain menjangkiti hewan lain, termasuk burung, reptilia dan hewan pengerat. TAKSONOMI Kerajaan Filum Kelas Ordo Famili Genus SPESIES 1. Plasmodium vivax 2. Plasmodium malariae
3. Plasmodium ovale 29

: Protista : Apicomplexa : Aconoidasida : Haemosporida : Plasmodidae : Plasmodium

4. Plasmodium falciparum SIKLUS HIDUP PARASIT

Daur Hidup Parasit Malaria Hospes Vertebrata (Hospes Perantara)

Fase jaringan. Bila nyamuk Anopheles betina yang mengandung parasit malaria dalam kelenjar liurnya menusuk hospes, sporozoit yang berada dalam air liurnya masuk melalui mulut penusuk yang ditusukkan ke dalam kulit. Sporozoit segera masuk dalam peredaran darah dan setelah jam sampai 1 jam masuk dalam sel hati. Banyak
30

yang dihancurkan oleh fagosit, tetapi sebagian masuk dalam sel hati dan berkembangbiak. Proses ini disebut skizogoni praeritrosit. Inti parasit membelah diri berulang-ulang dan skizon jaringan (skizon hati) berbentuk bulat atau lonjong, menjadi besar sampai berukuran 45 mikron. Pembelahan inti disertai oleh pembelahan sitoplasma yang mengelilingi setiap inti sehingga terbentuk beribu-ribu merozoit berinti satu dengan ukuran 1,0 sampai 1,8 mikron. Inti sel hati terdorong ke tepi tetapi tidak ada reaksi di sekitar jaringan hati. Fase ini berlangsung beberapa waktu, tergantung dari spesies parasit malaria. Pada akhir fase praeritrosit, skizon pecah, merozoit keluar dan masuk di peredaran darah. Sebagian besar menyerang eritrosit yang berada di aliran darah hati tetapi beberapa difagositosis. Pada P. vivax dan P. ovale sebagian sporozoit menjadi hipnozozit setelah beberapa waktu (beberapa bulan sampai 5 tahun) menjadi aktif kembali dan mulai dengan skizogoni eksoeritrosit sekunder. Proses ini dianggap sebagai penyebab timbulnya relaps jangka panjang (long term relapse) atau rekurens (recurrence). P. falciparum dan P. malariae tidak mempunyai fase eritrositik; relapsnya disebabkan oleh poliferasi stadium eritrositik dan dikenal sebagai rekrudensi (short term relapse). Rekrudensi yang panjang kadang-kadang dijumpai pada P. malariae yang disebabkan oleh stadium eritrositik yang menetap dalam sirkulasi mikrokapiler jaringan. Kenyataan berikut ini menunjang bahwa rekurens (long term relapse) tidak ada pada infeksi P. malariae: 1) infeksi P.malariae dapat disembuhkan dengan obat skizontosida darah saja; 2) tidak pernah ditemukan skizon eksoeritrosit dalam hati manusia atau simpanse setelah siklus praeritrositik; dan 3) parasit menetap dalam darah untuk jangka waktu panjang yang dapat dibuktikan pada beberapa kasus malaria transfusi. TABEL SKIZOGONI JARINGAN PADA MALARIA Spesies P. vivax P. falciparum P.malariae P. ovale Fase praeritrosit 6-8 hari 5 - 7 hari 12- 16 hari 9 hari Besar skizon 45 mikron 60 mikron 45 mikron 70 mikron Jumlah merozoit 10.000 40.000 2.000 15.000

31

Fase aseksual dalam darah Waktu antara permulaan infeksi sampai parasit malaria ditemukan dalam darah tepi disebut masa pra-paten. Masa ini dapat dibedakan dengan masa tunas/inkubasi yang berhubungan dengan timbulnya gejala klinis penyakit malaria. Merozoit yang dilepaskan oleh skizon jaringan mulai menyerang eritrosit. Invasi merozoit tergantung pada interaksi reseptor pada eritrosit, glikoforin (suatu antigen glikoprotein) dan merozoit sendiri. Sisi anterior merozoit melekat pada membran eritrosit, kemudian membran merozoit menebal dan bergabung dengan membran plasma eritrosit, lalu melakukan invaginasi (penyerangan ke dalam suatu sel), membentuk vakuol dengan parasit berada di dalamnya. Pada saat merozoit masuk, selaput permukaan dijepit sehingga lepas. Seluruh proses ini berlangsung selama kurang lebih 30 detik. Stadium termuda dalam darah berbentuk bulat, kecil; beberapa diantaranya mengandung vakuol sehingga sitoplasma terdorong ke tepi dan inti berada di kutubnya. Oleh karena sitoplasma mempunyai bentuk lingkaran, maka parasit muda disebut bentuk cincin. Selama pertumbuhan, bentuknya berubah menjadi tidak teratur. Stadium muda ini disebut trofozoit. Parasit mencerna hemoglobin dalam eritrosit dan sisa metabolismenya berupa pigmen malaria (hemozoin dan hematin). Pigmen yang mengandung zat besi dapat dilihat dalam parasit sebagai butir-butir berwarna kuning tengguli hingga tengguli hitam yang makin jelas pada stadium lanjut. Setelah masa pertumbuhan, parasit berkembangbiak secara aseksual melalui proses pembelahan yang disebut skizogoni. Inti parasit membelah diri menjadi sejumlah inti yang lebih kecil. Kemudian dilanjutkan dengan pembelahan sitoplasma untuk membentuk skizon. Skizon matang mengandung bentuk-bentuk bulat kecil, terdiri dari inti dan sitoplasma yang disebut merozoit. Setelah proses skizogoni selesai, eritrosit pecah dan merozoit dilepaskan dalam aliran darah (sporulasi). Kemudian merozoit memasuki eritrosit baru dan generasi lain dibentuk dengan cara yang sama. Pada daur eritrosit, skizogoni berlangsung secara berulang-ulang selama infeksi dan menimbulkan parasitemia (parasit yang dapat dideteksi di dalam darah) yang meningkat dengan cepat sampai proses dihambat oleh respon imun hospes. Perkembangan parasit dalam eritrosit menyebabkan perubahan pada eritrosit, yaitu menjadi lebih besar, pucat dan bertitik-titik pada P. vivax. Perubahan ini khas
32

untuk spesies parasit. Periodisitas skizogoni berbeda-beda, tergantung dari spesiesnya. Daur skizogoni (fase eritrosit) berlangsung 48 jam pada P. vivax dan P. ovale, kurang dari 48 jam pada P. falciparum dan 72 jam pada P. malariae. Pada stadium permulaan infeksi dapat ditemukan beberapa kelompok (broods) parasit yang tumbuh pada saat yang berbeda-beda sehingga gejala demam tidak menunjukkan periodisitas yang khas. Kemudian periodisitasnya menjadi lebih sinkron dan gejala demam memberi gambaran tersian atau kuartan.

Fase seksual dalam darah. Setelah 2 atau 3 generasi (3 15 hari) merozoit dibentuk, sebagian merozoit tumbuh menjadi bentuk seksual. Proses ini disebut gametogoni (gametositogenesis). Bentuk seksual tumbuh tetapi intinya tidak membelah. Gametosit mempunyai bentuk yang berbeda pada berbagai spesies: pada P. falciparum bentuknya seperti sabit/pisang bila sudah matang; pada spesies lain bentuknya bulat. Pada semua spesies Plasmodium dengan pulasan khusus, gametosit betina (makrogametosit) mempunyai sitoplasma berwarna biru dengan inti kecil padat dan pada gametosit jantan (mikrogametosit) sitoplasma berwarna biru pucat atau merah muda dengan inti besar dan difus. Kedua macam gametosit mengandung banyak butir-butir pigmen.

Parasit dalam Hospes Invertebrata (Hospes Definitif) a. Eksflagelasi. Bila nyamuk Anopheles betina mengisap darah hospes manusia yang mengandung parasit malaria, parasitaseksual dicernakan bersama dengan eritrosit, tetapi gametosit dapat tumbuh terus. Inti pada mikrogametosit membelah menjadi 4 sampai 8 yang masing-masing menjadi bentuk panjang seperti benang (flagel) dengan ukuran 20-25 mikron, menonjol keluar dari sel induk, bergerak-gerak sebentar dan kemudian melepaskan diri. Proses ini (eksflagelasi) hanya berlangsung beberapa menit pada suhu yang sesuai dan dapat dilihat dengan mikroskop pada sediaan darah basah yang masih segar tanpa diwarnai. Flagel atau gamet jantan disebut mikrogamet; makrogametosit mengalami proses pematangan (maturasi) dan menjadi gamet betina
33

atau makrogamet. Dalam lambung nyamuk mikrogamet tertarik oleh makrogamet yang membentuk tonjolan kecil tempat masuk mikrogamet sehingga pembuahan dapat berlangsung. Hasil pembuahan disebut zigot. b. Sporogoni. Pada permulaan, zigot merupakan bentuk bulat yang tidak bergerak, tetapi dalam waktu 18-24 jam menjadi bentuk panjang dan dapat bergerak; stadium seperti cacing ini berukuran 8-24 mikron dan disebut ookinet. Ookinet kemudian menembus dinding lambung sel epitel ke permukaan lambung Anopheles berkisar antara beberapa buah sampai beberapa ratus buah. Ookista makin lama makin besar sehingga merupakan bulatan-bulatan semitransparan, berukuran 40-80 mikron dan mengandung butir-butir pigmen. Letak dan besar butir pigmen dan warnanya adalah khas untuk tiap spesies Plasmodium. Bila ookista makin membesar sehingga berdiameter 500 mikron dan intinya membelah-belah, pigmen tidak tampak lagi. Inti yang sudah membelah dikelilingi oleh protoplasma yang merupakan bentuk-bentuk memanjang pada bagian tepi sehingga tampak sejumlah besar bentuk-bentuk yang kedua ujungnya runcing dengan inti ditengahnya (sporozoit) dan panjangnya 10-15 mikron. Kemudian ookista pecah, ribuan sporozoit dilepaskan dan bergerak dalam rongga badan nyamuk untuk mencapai kelenjar liur. Nyamuk betina sekarang menjadi infektif. Bila nyamuk ini menghisap darah setelah menusuk kulit manusia, sporozoit dimasukkan ke dalam luka tusuk dan mencapai aliran darah hospes perantara. Sporogoni yang dimulai dari pematangan gametosit sampai menjadi sporozoit infektif, berlangsung selama 8 sampai 2,5 hari, bergantung pada suhu luar dan spesies parasit.

Tabel Beberapa Sifat Perbandingan dan Diagnosis pada Empat Spesies Plasmodium pada Manusia P. falciparum 5 1/2 hari 40.000 60 mikron 48 jam P. vivax 8 hari + 10.000 45 mikron 48 jam P. ovale 9 hari + 15.000 70 mikron 50 jam P. malariae 10-15 hari 15.000 55 mikron 72 jam
34

Daur praeritrosit Hipnozoit Jumlah merozoit hati Skizon hati Daur eritrosit

Eritrosit yang dihinggapi Titik-titik eritrosit Pigmen

Muda & normosit Maurer Hitam

Retikulosit & Retikulosit & Normosit Schuffner Kuning tengguli 12-18 8-9 hari ++ Normosit muda Schuffner (James) Tengguli 8-10 12-14 hari +

Normosit Ziemann Tengguli hitam 8 20-28 hari -

Jumlah merozoit eritrosit 8024 Daur dalam nyamuk pada 10 hari 27 C Pembesaran eritrosit -

1. Plasmodium vivax

Hospes dan Nama Penyakit

35

Manusia merupakan hospes perantara parasit ini, sedangkan hospes definitifnya adalah nyamuk Anopheles betina. Plasmodium vivax menyebabkan penyakit malaria vivax yang juga disebut malaria tersiana. Distribusi Geografik P.vivax ditemukan di daerah subtropik, seperti Korea Selatan, Cina, Mediterania Timur, Turki, beberapa Negara Eropa pada waktu musim panas, Amerika Selatan dan Utara. Didaerah tropik dapat ditemukan di Asia Timur (Cina, daerah Mekong) dan Selatan (Srilanka dan India), Indonesia, Filipina serta di wilayah Pasifik seperti Papua Nuigini, kepulauan Solomon dan Vanuatu. Di Afrika terutama Afrika Barat dan Utara, spesies ini jarang ditemukan. Di Indonesia P.vivax diseluruh kepulauan dan pada musim kering umumnya di daerah endemi mempunyai frekuensi tertinggi di antara spesies yang lain. Morfologi dan Daur Hidup Dengan tusukan nyamuk Anopheles betina sporozoit masuk melalui kulit ke peredaran darah perifer manusia, setelah kurang lebih jam sporozoit masuk dalam sel hati dan tumbuh menjadi skizon hati dan sebagian menjadi hipnozoit. Skizon hati berukuran 45 mikron dan membentuk 10.000 merozoit. Skizon hati ini masih dalam daur praeritrosit atau daur eksoeritrosit primer yang berkembang secara aseksual dan prosesnya disebut skizogoni hati. Hipnozoit tetap beristirahat dalam sel hati selama beberapa waktu sampai aktif kembali dan mulai dengan daur eksoeritrosit sekunder. Merozoit dari skizon hati masuk ke peredaran dan menginfeksi eritrosit untuk mulai dengan daur eritrosit (skizogoni darah). Merozoit hati pada eritrosit tumbuh menjadi trozoit muda yang berbentuk cincin, besarnya 1/3 eritrosit. Sitoplasmanya berwarna biru, inti merah, mempunyai vakuola yang besar. Eritrosit muda atau retikulosit yang dihinggapi parasit P.vivax ukurannya lebih besar dari eritrosit lainnya, berwarna pucat, tampak titik halus berwarna merah, yang bentuk dan besarnya sama disebut titik Schuffner. Kemudian trofozoit muda menjadi trofozoit stadium lanjut (trofozoit tua) yang sangat aktif sehingga sitoplasmanya tampak berbentuk ameboid. Pigmen parasit menjadi makin nyata dan berwarna kuning tengguli. Skizon matang dari daur eritrosit mengandung 12-16 buah merozoit dan mengisi seluruh eritrosit dengan pigmen berkumpul di bagian tengah atau pinggir. Daur eritrosit pada P.vivax berlangsung 48 jam dan terjadi secara sinkron. Walaupun demikian, dalam darah tepi dapat ditemukan semua stadium parasit, sehingga gambaran dalam sediaan darah tidak uniform.

36

Sebagian merozoit tumbuh menjadi trofozoit yang dapat membentuk sel kelamin, yaitu makrogametosit dan mikrogametosit (gametogoni) yang bentuknya bulat atau lonjong, mengisi hampir seluruh eritrosit dan masih tampak titik Schuffner disekitarnya. Makrogametosit (betina) mempunyai sitoplasma yang berwarna biru dengan inti kecil, padat dan berwarna merah. Mikrogametosit (jantan) biasanya bulat, sitoplasma berwarna pucat, biru kelabu dengan inti yang besar, pucat dan difus. Inti biasanya terletak ditengah. Butirbutir pigmen, baik pada makrogametosit maupun mikrogametosit, jelas dan tersebar pada sitoplasma. Dalam nyamuk terjadi daur seksual (sporogoni) yang berlangsung selama 16 hari pada suhu 200C dan 8-9 hari pada suhu 270C. Dibawah ini 150 perkembangbiakan secara seksual tidak mungkin berlangsung. Ookista muda dalam nyamuk mempunyai 30-40 butir pigmen berwarna kuning tengguli dalam bentuk granula halus tanpa susunan khas. Patologi dan Gejala Klinis Masa tunas intrinsik biasanya berlangsung 12-17 hari, tetapi pada beberapa strain P.vivax dapat sampai 6-9 bulan atau mungkin lebih lama. Serangan pertama dimulai dengan sindrom prodromal: sakit kepala, nyeri punggung, mual dan malaise umum. Pada relaps sindrom prodomal ringan atau tidak ada. Demam tidak teratur pada 2-4 hari pertama, kemudian menjadi intermiten dengan perbedaan yang nyata pada pagi dan sore hari, suhu meninggi kemudian turun menjadi normal. Kurva demam pada permulaan penyakit tidak teratur, disebabkan beberapa kelompok parasit yang masing-masing mempunyai sporulasi tersendiri, hingga demam tidak teratur. Kemudian kurva demam menjadi teratur, yaitu dengan periodisitas 48 jam. Serangan demam terjadi pada siang atau sore hari dan mulai jelas dengan stadium menggigil, panas dan berkeringat yang klasik. Suhu badan dapat mencapai 40,60 (1050) atau lebih. Mual dan muntah ,pusing, mengantuk atau gejala lain akibat iritasi serebral dapat terjadi tetapi hanya berlangsung sementara. Anemia pada serangan pertama biasanya belum jelas atau tidak berat, tetapi pada malaria menahun menjadi lebih jelas . Trombositopenia sering ditemukan dan jumlah trombosit meningkat setelah pemberian obat antimalaria. Malaria vivax yang berat pernah dilaporkan di Uni Soviet, India, Pakistan, Turki, Afganistan dan Irak. Komplikasi dapat berupa gangguan pernafasan sampai acute respiratory distress syndrome, gagal ginjal, ikterus, anemia berat, rupture limpa, kejang yang disertai gangguan kesadaran. Pada penderita ini, P.vivax sebagai penyebab dibuktikan dengan teknik
37

PCR. P. falciparum tidak ditemukan baik dengan pemeriksaan konvensional, rapid test ataupun PCR. Walaupun jarang terjadi, komplikasi umumnya ditemukan pada orang nonimun, sehingga pada kelompok tertentu malaria vivax dapat membahayakan jiwa penderitanya, selain kelemahan yang disebabkan oleh relapsnya. Limpa pada serangan pertama mulai membesar, dengan konsistensi lembek dan mulai teraba pada minggu kedua. Pada malaria menahun limpa menjadi sangat besar, keras dan kenyal. kecil (misalnya pada suatu kecelakaan) dapat menyebabkan rupture limpa, tetapi hal ini jarang terjadi. Pada permulaan serangan pertama, jumlah parasit P. vivax sedikit dalam peredaran darah tepi, tetapi bila demam tersian telah berlangsung, jumlahnya bertambah banyak. Suatu serangan tunggal yang tidak diberi pengobatan, dapat berlangsung beberapa minggu dengan serangan demam yang berulang. Demam lama kelamaan berkurang dan dapat menghilang sendiri tanpa pengobatan karena sistem imun penderita. Selanjutnya, setelah periode tertentu (beberapa minggu-beberapa bulan), dapat terjadi relaps yang disebabkan oleh hipnozoit yang menjadi aktif kembali. Berdasarkan periode terjadinya relaps, P.vivax dibagi atas tropical strain dan temperate strain. Plasmodium vivax tropical strain akan relaps dalam jangka waktu yang pendek (setelah 35 hari) dan frekuensi terjadinya relaps lebih sering dibandingkan temperate strain. Hal ini dapat ditemukan pada infeksi P vivax di Indonesia yang tidak diobati secara radikal. Sebaliknya pada temperate strain yang ditemukan di Korea Selatan, Madagaskar, Eropa dan Rusia, relaps terjadi 6-10 bulan setelah permulaan infeksi. Diagnosis Diagnosis malaria vivax ditetapkan dengan menemukan parasit P.vivax pada sediaan darah yang dipulas dengan Giemsa. Dengan rapid test dapat terlihat garis positif baik sebagai pan-LDH dan atau Pv-LDH. Rapid test sebaiknya dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan mikroskopik untuk menghindari false negative.
Prognosis.

Prognosis malaria vivax biasanya baik, tidak menyebabkan kematian. Bila tidak diberi pengobatan, serangan pertama dapat berlangsung 2 bulan atau lebih. Rata-rata infeksi malaria vivax tanpa pengobatan berlangsung 3 tahun, tetapi pada beberapa kasus dapat berlangsung lebih lama, terutama karena relapsnya.

38

2. Plasmodium malariae

Nama Penyakit P.malariae adalah penyebab malaria malariae atau malaria kuartana, karena serangan demam berulang pada tiap hari keempat. Distribusi Geografik Penyakit malaria kuartana dapat ditemukan di daerah tropik, tetapi frekuensinya cenderung rendah. Di Afrika terutama ditemukan di bagian barat dan utara, sedangkan di Indonesia dilaporkan di Papua Barat, Nusa Tenggara Timur (termasuk Timor Leste) dan Sumatra Selatan. Morfologi dan Daur Hidup Daur praeritrosit pada manusia belum pernah ditemukan. Inokulasi sporozoit P.malariae manusia pada simpanse dengan tusukan nyamuk Anopheles membuktikan stadium praeritrosit P. malariae. Parasit ini dapat hidup pada simpanse yang merupakan hospes reservoar yang potensial.
39

Skizon praeritrosit menjadi matang 13 hari setelah infeksi. Bila skizon matang, merozoit dilepaskan ke aliran darah tepi. Plasmodium malariae hanya akan menginfeksi sel darah merah tua dan siklus eritrosit aseksual dimulai dengan periodisitas 72 jam. Stadium trofozoit muda dalam darah tepi tidak berbeda banyak dengan P.vivax, meskipun sitoplasmanya lebih tebal dan pada pulasan Giemsa tampak lebih gelap. Sel darah merah yang dihinggapi P.malariae tidak membesar. Dengan pulasan khusus, pada sel darah merah dapat tampak titik-titik yang disebut titik Ziemann. Trofozoit yang lebih tua bila membulat besarnya kira-kira setengah eritrosit. Pada sediaan darah tipis, stadium trofozoit dapat melintang sepanjang sel darah merah, merupakan bentuk pita, yaitu bentuk yang khas pada P.malariae. Butir-butir pigmen jumlahnya besar,kasar dan berwarna gelap. Skizon muda membagi intinya dan akhirnya terbentuk skizon matang yang mengandung raat-rata 6 buah merozoit. Skizon matang mengisi hampir seluruh eritrosit dan merozoit biasanya mempunyai susunan yang teratur sehingga merupakan bentuk bunga daisy atau disebut juga rosette. Derajat parasitemia pada malaria kurtan lebih rendah daripada malaria yang disebabkan oleh spesies lain dan hitung parasitnya (parasite count) jarang melampaui 10.000 parasit per l darah. Siklus aseksual dengan periodisitas 72 jam biasanya berlangsung sinkron dengan stadium parasit di dalam darah. Gametosit P.malariae dibentuk di darah perifer. Mikrogameosit mempunyai sitoplasma yang berwarna biru tua berinti kecil dan padat, mikrogametosit, sitoplasmanya berwarna biru pucat, berinti difus dan lebih besar. Pigmen tersebar pada sitoplasma. Daur sporogoni dalam nyamuk Anopheles memerlukan waktu 26-28 hari. Pigmen di dalam ookista berbentuk granula kasar, berwarna tengguli tua dan tersebar di tepi.
Patologi dan Gejala Klinis

Masa inkubasi pada infeksi P malariae berlangsung 18 hari dan kadang-kadang sampai 30-40 hari. Gambaran klinis pada serangan pertama mirip malaria vivax. Serangan demam lebih teratur dan terjadi pada sore hari. Parasit P.malariae cenderung menghinggapi eritrosit yang lebih tua yang jumlahnya hanya 1% dari total eritrosit. Akibatnya, anemia kurang jelas di bandingkan malaria vivax dan penyulit lain agak jarang. Splenomegali dapat mencapai ukuran yang besar. Parasitemia asimtomatik tidak jarang dan nenjadi masalah pada donor darah untuk tranfusi. P.malariae merupakan salah satu P. plasmodium yang dapat menyebabkan kelainan ginjal, selain P. falciparum. Kelainan ginjal yang disebabkan oleh P. malariae biasanya bersifat menahun dan progresif dengan gejala lebih berat dan prognosisnya buruk. Nefrosis
40

pada malaria kuartana sering terdapat pada anak di Afrika dan sangat jarang terjadi pada orang non-imun yang terinfeksi P. malariae. Gejala klinis bersifat non spesifik, biasanya ditemukan pada anak berumur 5 tahun. Proteinuria dapat ditemukan pada 46% penderita. Mikrohematuria hanya kadang-kadang ditemukan pada kelompok anak dengan usia yang lebih tua. Sindrom nefrotik dapat berkembang menjadi berat dengan hipertensi sebagai gejala akhir. Kadar kolesterol tidak meningkat karena penderita biasanya kurang gizi. Penyakit ini bersifat progresif, walaupun infeksi malarianya dapat diatasi. Sindrom nefrotik ini setelah 3-5 tahun akan berakhir menjadi gagal ginjal kronik. Pemberian steroid tidak dianjurkan pada penderita sindroma nefrotik yang disebabkan P. malariae. Pada uji imunofluoresensi dapat ditemukan IgG (terutama IgC3), IgM,C3 dan antigen malaria pada 25%-35% penderita di endotel kapiler glomerulus. Pemeriksaan biopsy terlihat lesi mula-mula bersifat fokal yang dapat berakhir dengan sklerosis glomerulus yang fokal atau segmental. Pada sebagian besar kasus, kelainan ini dalam waktu singkat menjadi difus dan progresif sehingga menyebabkan sklerosis yang menyeluruh pada glomerulus ginjal. Semua stadium parasit aseksual terdapat dalam peredaran darah tepi pada waktu yang bersamaan, tetapi parasitemia tidak tinggi, kira-kira 1% sel darah merah yang diinfeksi. Mekanisme rekurens pada malaria malariae oleh parasit dari daur eritrosit yang menjadi banyak, stadium aseksual daur eritrosit dapat bertahan di dalam badan. Parasit ini dilindungi oleh sistem pertahanan kekebalan selular dan humoral manusia. Faktor evasi yaitu parasit dapat menghindarkan diri dari pengaruh zat anti dan fagositosis, di samping itu bertahannya parasit ini tergantung pada variasi antigen yang terus menerus berubah dan menyebabkan rekurens. Diagnosis Diagnosis P .malariae dapat dilakukan dengan menemukan parasit dalam darah yang dipulas dengan Giemsa. Hitung parasit pada P. malariae rendah, hingga memerlukan ketelitian untuk menemukan parasit ini. Seringkali parasit P.malariae ditemukan dalam sediaan darah tipis secara tidak sengaja,pada penderita tanpa gejala. Pemeriksaan dengan rapid test tidak selalu memperlihatkan hubungan antara pemeriksaan mikroskopik dengan enzim pan-LDH, mungkin disebabkan rendahnya P .malariae dalam darah.

41

Prognosis Tanpa pengobatan, malaria malariae dapat berlangsung sangat lama dan rekurens pernah tercatat 30-50 tahun sesudah infeksi. Epidemiologi Frekuensi malaria malariae di Indonesia sangat rendah hingga tidak merupakan masalah kesehatan masyarakat.

3. Plasmodium ovale

Nama Penyakit Penyakit yang disebabkan oleh parasit ini disebut malaria ovale. Distribusi Geografik P. ovale terutama terdapat di daerah tropik Afrika bagian Barat, Pasifik Barat dan di beberapa bagian lain di dunia. Di Indonesia parasit ini terdapat di Pulau Owi sebelah Selatan Biak di Irian Jaya dan di Pulau Timor.

42

Morfologi dan Daur Hidup Morfologi P. ovale mempunyai persamaan dengan P.malariae tetapi perubahan pada eritrosit yang dihinggapi parasit mirip P. vivax . Trofozoit muda berukuran kira-kira 2 mikron (1/3 eritrosit). Titik Schuffner (disebut juga titik James) terbentuk sangat dini dan tampak jelas. Stadium trofozoit berbentuk bulat dan kompak dengan granula pigmen yang lebih kasar tetapi tidak sekasar pigmen P. malariae . Pada stadium ini eritrosit agak membesar dan sebagian besar berbentuk lonjong (oval) dan pinggir eritrosit bergerigi pada salah satu ujungnya dengan titik Schuffner yang menjadi lebih banyak. Stadium Praeritrosit mempunyai periode prapaten 9 hari, skizon hati besarnya 70 mikron dan mengandung 15. 000 merozoit. Perkembangan siklus eritrosit aseksual pada P. ovale hampir sama dengan P. vivax dan berlangsung 50 jam. Stadium skizon berbentuk bulat dan bila matang, mengandung 8-10 merozoit yang letaknya teratur di tepi mengelilingi granula pigmen yang berkelompok di tengah. Stadium gametosit betina (makrogametosit) bentuknya bulat mempunyai inti kecil, kompak dan sitoplasma berwarna biru. Gametosit jantan (mikrogametosi) mempunyai inti difus, sitoplasma berwarna pucat kemerah-merahan, berbentuk bulat. Pigmen dalam ookista berwarna coklat/tengguli tua dan granulanya mirip dengan yang tampak pada P.malariae. Siklus sporogoni dalam nyamuk Anopheles memerlukan waktu 12-14 hari pada suhu 27 C Patologi dan Gejala Klinis Gejala klinis malaria ovale mirip malaria vivax. Serangannya sama hebat tetapi penyembuhannya sering secara spontan dan relapnya jarang. Parasit sering tetap berada dalam darah (periode laten) dan mudah ditekan oleh spesies lain yang lebih virulen. P.ovale baru tampak lagi setelah spesies yang lain lenyap. Infeksi campur P. ovale sering terdapat pada orang yang tinggal di daerah tropik Afrika yang endemic malaria. Diagnosis Diagnosis malaria ovale dilakukan dengan menemukan parasit P.ovale dalam sediaan darah yang dipulas dengan Giemsa. Prognosis Malaria ovale penyakitnya ringan dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan. Epidemiologi

43

Malaria ovale di Indonesia tidak merupakan masalah kesehatan masyarakat, karena frekuensinya sangat rendah dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan. Di Pulau Owi, Irian Jaya, Flores dan Timor, parasit ini secara kebetulan ditemukan pada waktu di daerah tersebut dilakukan survei malaria.

4. Plasmodium falciparum

Nama penyakit P. falciparum menyebabkan malaria falciparum atau malaria tropika. Distribusi geografik P.falciparum ditemukan di daerah tropik, terutama di Afrika dan Asia Tenggara. Di Indonesia parasit ini tersebar di seluruh kepulauan. Morfologi dan daur hidup P. falciparum merupakan spesies yang paling berbahaya karena penyakit yang ditimbulkannya dapat menjadi berat. Perkembangan aseksual dalam hati hanya menyangkut fase praeritrosit saja; tidak ada fase eksoeritrosit yang dapat menimbulkan relaps seperti pada infeksi P.vivax dan P.ovale yang mempunyai hipnozoit dalam sel hati.
44

Stadium dini yang dapat dilihat dalam hati adalah skizon yang berukuran + 30 mikron pada hari keempat setelah infeksi. Jumlah merozoit pada skizon matang (matur) kirakira 40.000 buah. Dalam darah bentuk cincin stadium trofozoit muda P.falciparum sangat kecil dan halus dengan ukuran kira-kira seperenam diameter eritrosit. Pada bentuk cincin dapat dilihat dua butir kromatin; bentuk pinggir (marginal) dan bentuk accole sering ditemukan. Beberapa bentuk cincin dapat ditemukan dalam satu eritrosit (infeksi multiple). Walaupun bentuk marginal, accole, cincin dengan kromatin ganda dan infeksi multiple dapat juga ditemukan dalam eritrosit yang terinfeksi spesies Plasmodium lain tetapi sifat ini lebih sering ditemukan pada P.falciparum. Hal ini penting untuk membantu diagnosis spesies. Bentuk cincin P.falciparum kemudian menjadi lebih besar, berukuran seperempat dan kadang-kadang hampir setengah diameter eritrosit dan mungkin dapat disangka P.malariae. Sitoplasmanya dapat mengandung satu atau dua butir pigmen. Stadium perkembangan dasar aseksual berikut pada umumnya tidak berlangsung dalam darah tepi, kecuali pada kasus berat (pernisiosa). Adanya skizon muda dan skizon matang P.falciparum dalam sediaan darah tepi berarti keadaan infeksi berat, sehingga merupakan indikasi untuk tindakan pengobatan cepat. Stadium skizon muda P.falciparum dapat dikenal dengan mudah oleh adanya satu atau dua butir pigmen yang menggumpal. Pada spesies parasit lain terdapat 20 atau lebih butir pigmen pada stadium skizon yang lebih tua. Bentuk cincin dan trofozoit tua menghilang dari darah tepi setelah 24 jam dan tertahan di kapiler alat dalam, seperti otak, jantung, plasenta, usus atau sumsum tulang, di tempat ini parasit berkembang lebih lanjut. Dalam waktu 24 jam parasit di dalam kapiler berkembang biak secara skizogoni. Bila skizon sudah matang, akan mengisi kira-kira dua pertiga eritrosit dan membentuk 8-24 buah merozoit, dengan jumlah rata-rata 16 buah merozoit. Skizon matang P.falciparum lebih kecil daripada skizon matang parasit matang yang lain. Derajat infeksi pada jenis malaria ini lebih tinggi dari spesies lainnya, kadangkadang melebihi 500.000/L darah. Dalam badan manusia parasit tidak tersebar merata di kapiler alat dalam sehingga gejala klinis malaria falciparum dapat berbeda-beda. Sebagian besar kasus berat dan fatal disebabkan eritrosit yang dihinggapi parasit menggumpal dan menyumbat kapiler. Eritrosit yang mengandung trofosoit tua dan skizon mempunyai titik-titik kasar yang tampak jelas (titik Maurer) tersebar pada dua pertiga bagian eritrosit. Pembentukan gametosit juga berlangsung di kapiler alat-alat dalam, tetapi kadangkadang stadium muda dapat ditemukan di daerah tepi. Gametosit muda mempunyai bentuk
45

agak lonjong, kemudian menjadi lebih panjang atau berbentuk elips; akhirnya mencapai bentuk khas seperti sabit atau pisang sebagi gametosit matang. Gametosit untuk pertama kali tampak di daerah tepi setelah beberapa generasi mengalami skizogoni; biasanya 10 hari setelah parasit pertama kali tampak dalam darah. Gametosit betina atau makrogametosit biasanya lebih langsing dan lebih panjang dari gametosit jantan atau mikrogametosit dan sitoplasmanya lebih biru dengan pulasan Romanowsky/Giemsa. Intinya lebih kecil dan padat, berwarna merah tua dan butir-butir pigmen tersebar disekitar inti. Mikrogametosit berbentuk lebih lebar seperti sosis. Sitoplasmanya biru pucat atau agak kemerah-merahan dan intinya berwarna merah muda, besar dan tidak padat; butir-butir pigmen tersebar di sitoplasma sekitar inti. Jumlah gametosit pada infeksi P.falciparum berbeda-beda, kadang-kadang sampai 50.000-150.000 / L darah; jumlah ini tidak pernah dicapai oleh spesies Plasmodium lain pada manusia. Walaupun skizogoni eritrosit pada P.falciparum selesai dalam kurun waktu 48 jam dan periodisitasnya khas tersiana, sering kali terdapat dua atau lebih kelompok parasit, dengan sporulasi yang tidak sinkron, sehingga periodisitas gejala menjadi tidak teratur, terutama pada permulaan serangan malaria. Siklus seksual P.falciparum dalam nyamuk umumya sama seperti Plasmodium yang lain. Siklus berlangsung 22 hari pada suhu 200 C; 15 sampai 17 hari pada suhu 250C dan 10 sampai 11 hari pada suhu 250-28 0C. Pigmen pada ookista berwarna agak hitam dan butir-butirnya relatif besar, membentuk pola pada kista sebagai lingkaran ganda sekitar tepinya, tetapi dapat tersusun sebagai lingkaran kecil di pusat atau sebagai garis lurus ganda. Pada hari kedelapan pigmen tidak tampak, kecuali beberapa butir masih dapat dilihat. Patologi dan Gejala Klinis Masa tunas intrinsik malaria falsiparum berlangsung 9-14 hari. Penyakitnya mulai dengan nyeri kepala, punggung, perasaan dingin, mual, muntah atau diare ringan. Demam mungkin tidak ada atau ringan dan penderita tidak tampak sakit; diagnosis pada stadium ini tergantung dari anamnesis riwayat bepergian ke daerah endemic malaria. Penyakit berlangsung terus, nyeri kepala, punggung lebih hebat dan keadaan umum memburuk. Pada stadium ini penderita tampak gelisah, pikau mental (mental confusion). Demam tidak teratur dan tidak menunjukkan periodisitas yang jelas. Keringat keluar banyak walaupun demamnya tidak tinggi. Nadi dan napas menjadi cepat. Mual, muntah dan diare

46

menjadi lebih hebat, kadang-kadang batuk oleh karena kelainan paru. Limpa membesar dan lembek pada perabaan. Hati membesar dan tampak ikterus ringan. Kadang-kadang dalam urin ditemukan albumin dan torak hialin atau torak granular. Ada anemia ringan dan leukopenia dengan monositosis serta trombositopenia. Bila stadium dini penyakit dapat didiagnosis dan diobati dengan baik, maka infeksi dapat segera diatasi. Sebaliknya bila tidak segera ditangani, penderita dapat jatuh ke malaria berat. Penderita malaria falciparum berat biasanya datang dalam keadaan kebingungan atau mengantuk dalam keadaannya sangat lemah (tidak dapat duduk atau berdiri). Pada pemeriksaan darah ditemukan P.falciparum stadium aseksual (trofozoit dan/atau skizon)dan penyebab yang lain (infeksi bakteri atau virus) disingkirkan. Selain itu, dapat ditemukan satu atau lebih keadaan di bawah ini: Malaria otak dengan koma Anemia normositik berat Gagal ginjal akut Asidosis metabolic dengan gangguan pernapasan Hipoglikemia Edema paru akut Syok dan sepsis Perdarahan abnormal Kejang umum yang berulang Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit Haemoglobinuria Demam tinggi Hiperparasitemia

47

Mortalitas malaria berat masih cukup tinggi, yaitu 20-50% dan hal ini tergantung umur penderita, status imun, asal infeksi, fasilitas kesehatan serta kecepatan menegakkan diagnosis dan pengobatan. Prognosis penderita malaria falsiparum berat akan jauh lebih baik bila penderita sudah ditangani dalam 48 jam sejak masuk ke stadium malaria berat. Diagnosis Diagnosis malaria falsiparum dapat dibuat dengan menemukan parasit stadium trofozoit muda (bentuk cincin) tanpa atau dengan stadium gametosit dalam sediaan darah tepi. Sediaan darah tebal jauh lebih sensitif daripada sediaan darah tipis pada infeksi dengan jumlah parasitemia rendah. Secara umum, semakin tinggi jumlah parasit dalam darah tipis, semakin tinggi pula kemungkinan terjadinya malaria berat. Hal ini terutama ditemukan pada penderita non-imun. Malaria berat dapat juga terjadi dengan parasit yang rendah dalam darah tepi. Walaupun sangat jarang, dapat juga ditemukan penderita tanpa parasitemia dalam darah tepi, tetapi pada autopsi terbukti adanya parasit dalam berbagai kapiler alat dalam. Data Epidemiologi Sekitar 49,7 % populasi atau 107.785.000 dari 217.328.000 penduduk Indonesia hidup di daerah yang beresiko menjadi tempat penyebaran penyakit malaria. Malaria masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, semua provinsi di Indonesia punya area yang beresiko tinggi menjadi daerah jangkitan penyakit malaria. Usai menerima bantuan obat antimalaria dari pemerintah Republik Rakyat China (RRC), hampir 70 % atau 309 dari 441 kabupaten/kota di Indonesia punya area yang beresiko menjadi daerah penularan malaria. Masih ditemukan 300 ribu hingga 400 ribu kasus positif malaria setiap tahun. Data Departemen Kesehatan menunjukkan tahun 2007 jumlah populasi beresiko terjangkit malaria diperkirakan sebanyak 116 juta orang sementara jumlah kasus malaria klinis yang dilaporkan 1.775.845 kasus (Annual Malaria Incidence/AMI=15,3/1000 penduduk). Dari jumlah kasus malaria klinis yang dilaporkan sebanyak 930 ribu diantaranya terjangkau pemeriksaan darah (cakupan pemeriksaan darah 52,4 %) dan jumlah kasus positif malaria sebanyak 311.790 kasus (Annual Parasite Incidence/API=2,6 per mil). Sementara angka temuan kasus positif malaria selama 2006 dilaporkan sebanyak 340.400 kasus.

48

Untuk mengendalikan vektor penular penyakit malaria, pemerintah melakukan manajemen vektor terpadu yang meliputi upaya pemberantasan nyamuk penular dengan berbagai metode dan memberikan bantuan kelambu berpestisida kepada masyarakat yang tinggal di daerah endemis malaria. Penyuluhan mengenai cara penularan malaria serta upaya pencegahan dan penanggulangannya, juga dilakukan secara berlanjut untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam upaya penanggulangan penyakit malaria. Penanggulangan malaria selanjutnya juga dilakukan dengan menyediakan obat anti-malaria, kelambu dan obat penyucihama di fasilitas kesehatan yang berada di daerah endemis malaria. Berbagai upaya juga dilakukan untuk meningkatkan akses masyarakat di daerah endemis terhadap sarana kesehatan dan tenaga kesehatan. Salah satu daerah epidemis yang diperoleh adalah Provinsi Jambi. 11 Kabupaten/Kota di Provinsi Jambi daerah endemisitas malaria dari 424 Kabupaten/Kota indemik malaria di Indonesia. Daerah ini terbagi dalam tiga kategori, yaitu endemis tinggi (Kabupaten Batanghari), edemisitas menengah (Kabupaten Muaro Jambi, Tebo, Bungo, Merangin dan Kabupaten Sarolangun), sedangkan yang endemisitasnya rendah (Kabupaten Tanjungjabung Barat, Tanjungjabung Timur, Kerinci, Kota Sungai Penuh dan Kota Jambi). Kasus malaria di Jambi dalam kurun waktu tahun 2002-2008 jumlah penderita malaria di Jambi selalu berpluktuasi, dan dalam tiga terakhir dimana pada tahun 2006 ada 56.137 penderita atau (21,07 %), tahun 2007 menurun menjadi 47.510 penderita atau (17,02%, kemudian pada tahun 2008 kembali naik menjadi 52.927 penderita atau (18,63 %), dari data ini kemungkinan besar di lapangan bisa lebih tinggi lagi, karena yang terdata ini adalah yang mendapatkan pelayanan kesehatan di sarana-sarana kesehatan pemerintah. Kemudian pemerintah Provinsi Jambi juga berupaya untuk menemukan aktif penderita di daerah-daerah yang sulit dijangkau pelayanan kesehatan, mensurvei masyarakat di desa daerah indemis tinggi untuk melihat dan mengobati pada penderita yang dinyakan positif, pemenegakkan diagnosis malaria melalui pemeriksaan mikroskopis yang bertujuan untuk memastikan penderita benar-benar menderita malaria, sehingga pengobatannya bisa cepat dan tepat, karena selama ini setiap orang yang mengalami demam tinggi, menggigil, yang berulang lantas diberikan obat malaria dan diberikan obat malaria, ternyata yang bersangkutan tidak menderita malaria tetapi menderita demam berdarah atau yang lainnya. 3. Obat-obat Malaria OBAT-OBAT MALARIA
49

SEJARAH Obat tertua untuk mengobati demam malaria adalah kulit pohon kina dan alkaloida yang dikandungnya. Baru pada tahun 1932 ditemukan obat yang sama khasiatnya, yaitu mepakrin, yang terutama banyak digunakan selama Perang Dunia ke-II sewaktu tentara Sekutu tidak menerima kinin lagi dari Indonesia. Pada tahun 1944, klorokuin yang leih ringan efek sampingnya, menggantikan mepakrin yang agak toksis, juga lebih cepat efek kuratifnya. Pada tahun 1946 diintroduksi proguanil sebagai obat yang tidak hanya aktif terhadap bentuk darah (trofozoit) sebagaimana ketiga obat yang terdahulu, melainkan juga terhadap bentuk hati, khusunya untuk bentuk EE primer dari Plasmodium falciparum. Primakuin yang ditemukan pada tahun 1948 terutama berkhasiat kuat terhadap bentuk EE dari Plasmodium vivax atau ovale. Dengan demikian proguanil dan primakuin sangat ampuh sebagai obat pencegah malaria. Kemudian dipasarkan pula derivat klorokuin yaitu amodiakuin (1950), pirimetamin (1952), meflokuin (1981) dan halofantrin (1985). Pada tahun 1990, WHO telah mengeluarkan amodiakuin dari obat-obatan terapi malaria, karena dilaporkan timbulnya efek samping serius pada penggunaan profilaksis. Artemeter (1991) adalah suatu derivat semisintesis dari artemisin yang terdapat dalam tumbuhan Cina qinghaosu (nama Latin Artemisia annua). Obat tradisional ini sudah sejak tahun 1970-an banyak digunakan dengan sukses di Cina Selatan (Hainan) dan Thailand terhadap Plasmodium falciparum (malaria otak) yang multiresisten. Efeknya lebih cepat daripada kinin dan obat-obatan lain dengan efek samping ringan. Pyronaridin adalah obat eksperimentil terbaru yang sangat efektif terhadap Plasmodium falciparum multiresisten. Derivat akridin ini berasal dari Cina dan telah dibuktikan efektivitasnya pada malaria, begitu pula di Kamerun. Harganya juga lebih murah daripada halofantrin hingga layak digunakan di negara-negara miskin, walaupun sering menimbulkan gangguan lambung. MEKANISME KERJA Klorokuin mencegah dimakannya hemoglobin (zat warna darah merah) oleh parasit, sehingga timbul kekurangan asam amino esensial untuk sintesa DNA dari parasit. Meflokuin diperkirakan sama mekanisme kerjanya dengan klorokuin.

50

Kinin dan artemeter menghambat sintesa protein dengan jalam membentuk kompleks dengan DNA parasit, disamping merintangi banyak system enzimnya. Proguanil dan Pirimethamin adalah antagonis folat yang merintangi enzim yang mengubah asam folat menjadi asam folinat sehingga sintesis DNA/RNA terganggu. Trimetropim adalah derivat pirimethamin yang berkhasiat lebih kuat terhadap enzim bakteri daripada enzim Plasmodium. Oleh karenanya senyawa ini tidak digunakan pada malaria, tetapi sebagai obat antibakteri. Contohnya: Kotrimoksazol. Primakuin juga dapat mengikat DNA dan diperkirakan dalam tubuh nyamuk dirombak menjadi metabolit yang bersifat oksidan dan lebih aktif terhadap parasit. PENGGOLONGAN Berdasarkan titik kerjanya dalam tubuh dikelompokkan sebagai berikut: a. Obat Schizontizid Darah. Kinin, klorokuin, halofantrin, meflokuin, pirimetamin+sulfadoxin, atovaquon+proguanil, dan artemeter. Obat-obat diatas berkhasiat mematikan bentuk darah (schizont) dan digunakan pada serangan demam, juga untuk pencegahan (kecuali halofantrin). Senyawa ini tidak menghalangi infeksi eritrosit, namun menekan timbulnya gejala klinis (profilaksis supresif). b. Obat Schizontizid Hati. Proguanil, primakuin, dan doksisiklin. Obat-obat diatas khusus digunakan sebagai profilaksis kausal karena memusnahkan bentuk EE (merozoit dan hipnozoit) dalam sel parenkim hati. Obat ini menghindari penetrasi ke dalam eritrosit dan demikian menghalangi serangan. Penggolongan lain bertolak dari titik kerja obat pada siklus hidup parasit serta tujuan terapi yang dikehendaki, terdiri dari empat kelompok berikut: a. Obat Pencegah (profilaktika kausal). Proguanil dan pirimetamin. (eritrosit atau hati), obat malaria dapat

51

Berkhasiat terhadap bentuk EE primer dalam hati dari Plasmodium falciparum dan Plasmodium vivax sedangkan Plasmodium malariae hanya peka untuk sebagian. Primakuin juga aktif terhadap bentuk ini, tetapi terlalu toksis untu digunakan dalam jangka waktu lama sebagai obat pencegah. b. Obat Penyembuh atau Pencegah Demam (Kurativa atau Supressiva). Berkhasiat terhadap siklus darah, mematikan tropozoit serta schizont (schizontisid) dan dengan demikian menghentikan atau pencegah gejala klinis. Kinin bekerja lambat, artemeter dan klorokuin cepat dan kuat, maka banyak digunakan sebagai obat pencegah. Tetapi, berhubung meningkatnya resistensi terhadap klorokuin, obat ini telah terdesak oleh meflokuin yang di Amerika Serikat dianggap sebagai obat malaria paling unggul dan aman. Lagipula meflokuin ampuh terhadap malaria tropika tanpa komplikasi. Namun pada tahun-tahun terakhir dilaporkan efek samping seperti depresi, sukar tidur, mimpi buruk, dan hilangnya konsentrasi. Selain itu wanita hamil tidak boleh meminumnya selama trimester pertama. Inilah sebabnya mengapa meflokuin mulai terdesak oleh dominasi dari obat baru atovakuon dengan proguanil yang di negeri Belanda merupakan obat profilaksis yang paling banyak digunakan. Proguanil dan pirimetamin juga sangat aktif, tetapi jauh lebih lambat kerjanya dan lebih sering menimbulkan resistensi. Obat-obat ini tidak menyembuhkan secara radikal berhubung masih adanya bentuk EE sekunder (hipnozoit) yang tidak peka untuknya. Pada malaria tropika tidak terdapat bentuk ini, maka penyembuhan radikal dapat dicapai dengan obat tersebut bila digunakan terus-menerus selama 4-6 minggu setelah meninggalkan daerah malaria. Dengan demikian bentuk hati yang masa hidupnya singkat, tidak dapat berkembang lagi dan akan mati dengan sendirinya. c. Obat Pencegah Kambuh atau Penyembuh Radikal. Primakuin Obat ini mematikan bentuk EE sekunder dari malaria tertian dan kuartana. Primakuin adalah satu-satunya obat yang sangat efektif untuk terapi jangka singkat. Tetapi untuk rakyat setempat tidak cocok karena kemungkinan besar akan reinfeksi.

d. Obat Gametosit atau Pencegah Tersebarnya Peyakit.

52

Mematikan gametosit dalam darah penderita yang mengakibatkan penularan dari manusia ke nyamuk. Maka obat-obat ini meghindarkan disebarluaskannya parasit setelah semua bentuk lainnya dimusnahkan. Primakuin dalam dosis kecil efektif dalam 3 hari, proguanil dan pirimetamin tidak mematikan gametosit tetapi merintangi perkembangannya di dalam tubuh nyamuk. Klorokuin bekerja gametosit terhadap Plasmodium vivax, ovale, dan malariae tetapi tidak terhadap Plasmodium falciparum. Kinin aktif terhadap gametosit Plasmodium vivax dan malariae. KEMOPROFILAKSIS Dengan semakin meningkatnya kepariwisataan internasional, semakin bertambah pula pentingnya profilaksis malaria, terutama bagi mereka yang belum pernah menderita infeksi Plasmodium. Untuk menentukan pilihan obat mana yang harus digunakan, masalah resistensi merupakan faktor penting. Juga perlu diketahui bahwa pola resistensi dari suatu daerah dapat berubah. Profilaktika seperti meflokuin, doksisiklin dan klorokuin bekerja terhadap siklus darah dan tidak dapat menghindari serangan kambuhan, sedangkan atovaquone-proguanil dan primakuin bekerja terhadap siklus hati dan dapat menghindari kambuhnya penyakit. Profilaksis dapat dilakukan dengan empat jenis obat, tergantung dari tujuan perjalanan, yakni: a. Proguanil Dosisnya 2 dd 100 mg p.c untuk daerah dengan hanya Plasmodium vivax dan atau tanpa resistensi terhadap Plasmodium falciparum, berhubung terdapatnya lebih sedikit laporan mengenai resistensi dibandingkan pirimetamin. b. Klorokuin 1x seminggu 250 mg p.c untuk daerah dengan terutama resistensi dengan proguanil. Klorokuin dimulai dengan dosis 300 mg/hari pada 2 hari pertama atau juga kombinasi antara klorokuin dengan proguanil. c. Meflokuin 1x seminggu 250 mg p.c untuk daerah dengan terutama resistensi Plasmodium falciparum terhadap proguanil dan klorokuin (misalnya Irian Jaya, Afrika di selatan Sahara dan daerah Amazone). Meflokuin sebagai obat pencegah sebaiknya sudah harus mulai diminum 3 minggu sebelum tiba didaerah yang sangat rawan malaria. d. Pirimetamin

53

Obat ini juga efektif sebagai obat pencegah, tetapi karena meluasnya resistensi dan kurang aktif terhadap Plasmodium vivax, maka sekarang tidak dianjurkan lagi sebagai obat pencegahan, begitu pula dengan kombinasinya dengan sulfadoksin (Fansidar) yang digunakan sebagai obat penyembuh. Di Australia masih dianjurkan sediaan kombinasi yaitu Maloprim (Pirimetamin 12,5 mg + dapson 100 mg) 1x seminggu dan dimulai sebelum berangkat ke pulau-pulau Pasifik Barat dan Papua New Guinea. Minum obat pencegahan harus dimulai sehari sebelum atau selambat-lambatnya pada hari keberangkatan ke daerah yang rawan malaria dan dilanjutkan selama minimal 4 minggu setelah meninggalkan daerah tersebut. Malaria tropika dapat timbul sampai beberapa bulan setelah kembali, malaria tersiana bahkan sampai beberapa tahun kemudian. Perkembangan Vaksin Malaria Pembiakan P. falciparum secara in vitro sebagai pembuka jalam dan kemajuan dalam bidang rekayasa genetik serta teknologi antibodi monoklonal, dapat meningkatkan kemampuan para peneliti untuk mengembangkan vaksin malaria. Penelitian vaksin sekarang ditujukan kepada 4 stadium perkembangan parasit, yaitu sporozoit, stadium di hati, stadium aseksual dan stadium seksual darah. Vaksin malaria pertama yang diuji di Kolombia, Venezuela, Gambia dan Thailand adalah vaksin merozoit sintetik yang diberi nama SPf 66. Hasilnya sedang dalam tahap evaluasi. Akhir-akhir ini sedang dilakukan penelitian untuk membuat suatu polivaksin yang terdiri dari empat stadium perkembangan parasit malaria.

PENGOBATAN Pada umumnya penderita diberi analgetik dan antipiretika seperti asetosal dan parasetamol. Untuk menanggulangi dehidrasi dan shock dapat diberikan cairan dalam bentuk infus atau per oral. Terapi tergantung pada keadaan, yakni pada serangan akut dari berbagai bentuk malaria, sebagai berikut: a. Malaria tersiana/kuartana Biasanya ditanggulangi dengan klorokuin yang kerjanya cepat selama 2-4 hari. Plasmodium vivax yang resisten terhadap klorokuin perlu ditangani dengan meflokuin single dose 500 mg p.c atau kinin maksimal 3 dd 600 mg selama 4-7 hari.Terapi harus selalu disusul oleh primakuin (15 mg/hari selama 14 hari) untuk mematikan bentuk EE

54

(hipnozoit dalam hati) dan menghindari kambuhnya penyakit. Bila terdapat mual dan muntah perlu diberikan kinin secara intravena. b. Malaria ovale Ditangani dengan klorokuin, bila infeksi terjadi di Amerika Tengah, Afrika Utara dan Asia kecil (Asia minor). Di negara-negara lain dimana terdapat multiresistensi antara lain untuk bentuk klorokuin perlu diberikan obat lain, yakni kinin + doksisiklin (hari pertama 200 mg, lalu 1 dd 100 mg selama 6 hari) atau meflokuin (2 dosis dari masingmasing 15 dan 10 mg/kg dengan interval 4-6 jam). Kemungkinan lain adalah halofantrin (hanya bila ECG normal) 3 dd 500 mg a.c/ hari, diulang setelah 1 minggu. Begitu pula pirimethamin-sulfadoksin (dosis tunggal dari 3 tablet) yang biasanya dikombinasikan dengan kinin (3 dd 600 mg selama 3 hari). c. Malaria tropika parah atau berkomplikasi Harus dimulai dengan kinin parenteral kemudian disusul dengan pemberian oral seperti di atas. Pada malaria tropika terapi akan menghasilkan penyembuhan tuntas karena tidak terdapat stadium EE (Eksoeritrositer) maka terapi tidak perlu disusul dengan primakuin. KEHAMILAN Klorokuin dan proguanil boleh digunakan. Klorokuin merupakan pilihan pertama terhadap serangan dan profilaksis. Pada malaria tropika yang resisten terhadap klorokuin dapat digunakan kinin (hanya pada dosis tinggi sekali kinin bekerja teratogen dan abortif). Meflokuin dan sediaan kombinasi pirimethamine + sulfadoksin tidak dapat diberikan selama triwulan pertama, pada triwulan kedua dan ketiga (sampai minggu ke-34) umumnya dianggap aman. Halofantrin, primakuin dan doksisiklin tidak dianjurkan untuk wanita hamil. Mengenai artemeter belum terdapat cukup data, tetapi pada kasus darurat (multiresistensi) mungkin aman pada triwulan ke-2 dan ke-3. Untuk triwulan pertama lebih disukai kinin.

55

DAFTAR PUSTAKA

1. http://referensiartikelkedokteran.blogspot.com/2010/10/malariadefinisietiologipatofisi

ologiman.html 2. Staf Pengajar Departemen Parasitologi FKUI. 2006. Parasitologi Kedokteran Edisi Ketiga. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 3. Staf Pengajar Departemen Parasitologi FKUI. 2008. Parasitologi Kedokteran Edisi Keempat. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 4. Tjay, Tan Hoan, Kirana Rahardja. 2008. Obat-Obat Penting. Elex Media Komputindo. Jakarta. 5. Farmakologi Dasar Dan Klinik.Bertram G. Katzung.FK Universitas

Airlangga.Salemba Medika Edisi 2004. 6. Farmakologi Dan Terapi. FK UI. Edisi 4. tahun 2004. 7. www.medicastore.com 8. Adam, Sry Amsunir, 1992, mikrobiologi dan parasitologi untuk perawat, Jakarta; EGC. 9. Indan Entjan, 2001, mikrobiologi dan parasit untuk perawat, Bandung; Citra Aditya Bakri. 10. Margono, Sri, 1998, parasitologi kodekteran, Jakarta; FKUI 11. J.M.Gibson,MD, 1996. Mikrobiologi dan patologi modern untuk perawat, Jakarta, EGC 12. Harold W Brown, 1983, Dasar-dasar parasitologi klinik, Jakarta, PT. Gramedia.

56

Anda mungkin juga menyukai