Anda di halaman 1dari 23

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah Masalah perbatasan merupakan bagian penting dari ketahanan dan kedaulatan negara. Untuk itu setiap negara mempunyai kewenangan menentukan garis batas wilayahnya masing-masing. Namun karena batas terluar wilayah negara senantiasa berbatasan dengan wilayah kedaulatan negara lain maka penetapan tersebut harus juga memperhatikan kewenangan otoritas negara lain melalui suatu kerjasama dan perjanjian. Dalam UUD 1945 Pasal 25A dinyatakan bahwa, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan negara kepulauan yang terdiri dari pulaupulau besar dan kecil dengan jumlah 17.508 pulau. Mengingat akan keterbatasan pendataan, tanda-tanda batas, upaya pemeliharaan, pemberian namanama pulau, dan pembangunan/pengelolaan di wilayah perbatasan hingga kini di Indonesia masih terdapat berbagai masalah baik yang ada di dalam negeri maupun dalam hubungan dengan negara lain.1 Barangkali masalah perbatasan antara Indonesia-Malaysia tak mengemuka kalau saja tak terjadi sengketa pulau Sipadan dan Ligitan (yang akhirnya dimenangkan oleh Malaysia melalui keputusan Mahkamah Internasional pada tahun 2002) dan blok Ambalat di Laut Sulawesi. Forum General Border Committee (GBC) dan Joint Indonesia Malaysia Boundary Committee (JIMBC),
1

Tertuang dalam UUD 1945 pasal 25A.Undang-undang Republik Indonesia nomor 43 tahun 2008 tentang wilayah Negara.

merupakan badan formal bilateral dalam menyelesaikan masalah perbatasan kedua negara yang dapat dioptimalkan.2 Meskipun sebagian besar masalah perbatasan terletak pada batas darat, namun bukan berarti batas laut tidak menjadi masalah. Sengketa kepemilikan blok Ambalat pada tahun 2005-2006 membuktikan bahwa kejelasan batas laut menjadi amat signifikan. Permasalahan perbatasan di darat, yaitu di pulau Kalimantan dan pulau-pulau kecil di lepas pantai Kalimantan. Di sepanjang perbatasan darat, kebutuhan yang lebih mengemuka adalah pendekatan keamanan non tradisional yang bertumpu pada human security, tak semata-mata military security. Aspek human security yang paling dominan dalam hal ini adalah economic security (keamanan ekonomi) dan food security (keamanan pangan). Beberapa aspek yang terkait dengan masalah di perbatasan adalah dari aspek ekonomi terdapat kecenderungan bahwa kurangnya perhatian dari pemerintah dalam usaha membangun dan mengembangkan perbatasan, wilayah tersebut menjadi miskin dan terbelakang jika dibandingkan dengan wilayah lain. Kemudian beberapa kasus yang mengemuka terkait dengan kesejahteraan ekonomi yang menimbulkan masalah di perbatasan antara lain seperti banyaknya warga perbatasan yang memiliki kartu kewarganegaraan Malaysia (identity card/IC).3 Eksploitasi sumberdaya alam secara ilegal, terutama hasil kehutanan dan kekayaan laut.Kemudian kasusdipulau Sebatik, dengan ketidakjelasannya garis batas laut dan darat, akibatnya sering menimbulkan konflik. Dan juga
2

I Ketut Ardhana, et.al. Dinamika Etnisitas dan Hubungan Ekonomi pada Wilayah Perbatasan di Kalimantan Timur-Sabah, Studi Kasus di Wilaya Krayan dan Long Pasia (Jakarta : Pusat Penelitian Sumber Daya Regional Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, 2007), hal. 1. 3 "WNI Miliki IC Malaysia", artikel di harian Seputar Indonesia, Sabtu 22 Maret 2008, diakses tgl 10 April 2009.

masalah ketersedian air bersih, dimana saat musim kemarau tiba harus mencari air hingga ke Malaysia.4 Studi yang dilakukan LIPI pada tahun 2007 di Kalimantan Timur, menunjukkan bahwa ikatan antara masyarakat yang berbeda

kewarganegaraan di perbatasan tersebut telah terjadi begitu lama melalui interaksi perdagangan. Apalagi mereka mempunyai ikatan etnis yang sama.5 Berdasarkan gambaran dari kasus-kasus di atas, bahwa masalah perbatasan tidak semata-mata masalah keamanan militer (hankam) saja, namun juga masalah kesejahteraan ekonomi. Berapa banyakpun jumlah tentara ditugaskan menjaga perbatasan, apabila masalah kesejahteraan ekonomi dan keadilan sosial tak tuntas ditangani, maka pelanggaran-pelanggaran terhadap perbatasan fisik akan selalu ada. Maka pendekatan keamanan tradisional yang bertumpu pada aspek kemiliteran saja tidaklah cukup. Namun harus juga mengakomodasi pendekatan keamanan non tradisional dengan perspektif human security. Dengan adanya gambaran terhadap keamanan ekonomi (economic security), dimana diperlukan pendapatan dasar dari pekerjaan produktif bagi individu, dan juga ketersediaan lapangan pekerjaan (khususnya wilayah perbatasan). Kemudian gambaran keamanan pangan (food security) dimana bagi semua orang memiliki akses yang sama baik ekonomi maupun kebutuhan fisik lain terhadap bahan/makanan pokok. Hal ini terkait dengan kurang meratanya distribusi bahan makanan dan daya beli masyarakat. Gambaran dua faktor tersebut saling berkaitan, dimana dengan ketersedian lapangan pekerjaan dapat
4

Sulitnya Mencari Batas Tegas di Pulau Sebatik (1) Ruang Tamu Indonesia, Dapur Malaysia, artikel pada Harian Suara Merdeka, Semarang(dapat diakses dihttp://www.suaramerdeka.com/harian/0503/17/nas04.htm), diakses tgl 10 April 2009. 5 Syamsumar Dam, et.al. 2007. Politik Perbatasan : Masalah Pengamanan Lalu Lintas Pelayaran di Selat Malaka-Singapura. Jakarta, Pusat Penelitian Politik LIPI.

meningkatkan pendapatan dasar dan daya beli masyarakat diperbatasan dan berpengaruh pada tingkat kesejahteraannya. Dimana keamanan ekonomi dan keamanan pangan tersebut sesuai dengan definisitujuh dimensi keamanan (human security) menurut United Nations Development Program (UNDP) dalam Human Develpment Report (HDR) tahun 1994.6 Hal ini juga mengacu pada Undang-undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas) dan Berdasarkan Rencana

Pembangunan Jangka Menengnah Nasional (RPJMN) 2004-2009 dalam bentuk program prioritas pengembangan daerah perbatasan yang bertujuan meningkatkan taraf hidup, kesejahteraan masyarakat, serta memantapkan ketertiban dan keamanan daerah yang berbatasan dengan negara lain.7 Dengan studi kasus perbatasan pulau Kalimantan (Kalbar dan Kaltim) yang meliputi perbatasan darat dan laut.

1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan gambaran latar belakang diatas maka rumusan

permasalahan yang diangkat oleh penulis adalah Bagaimana pengelolaan masalah perbatasan Indonesia-Malaysia dengan pendekatan keamanan non tradisional perspektif human security (studi kasus Pulau Kalimantan)?

United Nations Development Programme (1994) : Laporan Pembangunan Manusia. New Dimension of Human Development (UNDP Report, 1994) [http://www.undp.org/hdro/ 94.htm] diakses pada 7 agustus 2009. 7 Adri Patton. Pembangunan Kawasan Perbatasan Kalimantan Timur. Sekretariat Negara Republik Indonesia. http://www.setneg.go.id, diakses pada 8 Juli 2009.

1.3 Tujuan Penelitian Dalam kajiannya, Pengelolaan masalah perbatasan Indonesia-Malaysia dengan pendekatan keamanan non tradisional perspektif human security (studi kasus Pulau Kalimantan) bertujuan untuk mengetahui cara pengelolaan perbatasan Indonesia dengan Malaysia dari segi keamanan non tradisional serta pengaruh human security (keamanan manusia) terhadap kehidupan masyarakat di wilayah perbatasan (Pulau Kalimantan).

1.4 Penelitian Terdahulu Telah ada beberapa penelitian yang membahas masalah pengelolaan perbatasan Indonesia-Malaysia, tetapi sampai saat ini belum ada penelitian spesifik yang menggunakan konsep atau pendekatan keamanan non tradisional dengan memfokuskan perspektif keamanan manusia (human security) dalam pengelolaan masalah perbatasan Indonesia dengan Malaysia. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Rusnawir Hamid, pada tahun 2003 dengan judul penelitian Carut Marut Pembangunan Kawasan Perbatasan (Kalimantan Barat-Serawak).8 Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa wilayah perbatasan Kalbar-Serawak memiliki potensi sumber daya alam dan letak strategis yang sangat menguntungkan. Ketiadaan konsep dan lembaga pengelolaan (yang tumpang tindih) menjadikan upaya pembangunan di daerah ini menjadi sangat tidak efisien. Gambaran kawasan perbatasan saat ini adalah, kesejahteraan penduduk rendah, kegiatan ekonomi tradisional, dampak positif

Rusnawir Hamid. 2003. Mahasiswa Program Pasca Sarjana / S3, Institut Pertanian Bogor.

terhadap pembangunan daerah yang lebih luas (misalnya dalam memberi kontribusi) dapat dikatakan tidak ada, sedang dilain sisi kualitas dan kuantitas sumber daya alam, lingkungan, dan sumber daya manusia mengalami penurunan. Solusi dari permasalahan ini, adalah perlunya disusun segera rancang bangun pembangunan kawasan perbatasan dengan pendekatan komprehensif, integratif, dan partisipatif yang mengedepankan asas keadilan, demokrasi, dan kelestarian berdasarkan rencana tata ruang yang disusun dengan pendekatan kombinasi regional dan sektoral, yang disusun dari tingkat paling rendah (desa). Penelitian selanjutnya yakni oleh Heru Susetyo, pada tahun 2008 dengan judul penelitian Mengelola Perbatasan Indonesia-Malaysia dengan

Pendekatan Keamanan Non Tradisional.9 Menyatakan bahwa Mengelola perbatasan Indonesia-Malaysia bagi pemerintah Indonesia tak cukup hanya dengan mengandalkan pendekatan keamanan tradisional yang bertumpu pada pendekatan kemiliteran (hankam) saja. Pendekatan kemiliteran tetap penting, utamanya dalam menangani masalah di perbatasan laut ataupun tindak pidana di perbatasan darat. Kasus-kasus yang terjadi di sepanjang perbatasan Indonesia-Malaysia di Kalimantan seperti bergantinya kewarganegaraan sejumlah besar WNI menjadi warga negara Malaysia, ataupun lintas batas secara illegal tanpa melalui pintu yang resmi. Perhatian penuh mesti dicurahkan dan pembangunan mesti dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk dan keamanan di pulau-pulau terluar

Heru Susetyo. 2008. Staf Pengajar Tetap Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI).

tersebut.Sehingga, dengan demikian klaim Indonesia terhadap pulau-pulau tersebut tidak hanya kuat secara yuridis namun juga secara sosiologis. Penelitian yang peneliti bahas dengan judul Pengelolaan masalah perbatasan Indonesia-Malaysia dengan pendekatan keamanan non tradisional perspektif human security (studi kasus Pulau Kalimantan) berbeda dengan penelitian awal di atas tetapi memiliki kesamaan dan perbedaan dengan penelitian tentang Mengelola Perbatasan Indonesia-Malaysia dengan Pendekatan

Keamanan Non Tradisional, dengan menggunakan tingkat analisa State-State (Indonesia-Malaysia) sedangkan dalam penelitian ini peneliti tidak menggunakan tingkat analisa, namun adanya suatu kebijakan dari pusat kedaerah (kebijakan pusat-daerah/Policy Study). Dalam hal ini penulis lebih menekankan pada perspektif human security, yaitu dengan adanya gambaran terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat perbatasan, baik dari keamanan ekonomi (economic security) dan keamanan pangan (food security). Dengan indikator-indikator yang telah diuraikan dalam latar belakang masalah diatas. Dengan studi kasus perbatasan pulau Kalimantan (Kalbar dan Kaltim) yang meliputi perbatasan darat dan laut.

1.5 Kajian Pendekatan dan Konsep 1.5.1 Pengertian Perbatasan Pengertian perbatasan secara umum adalah sebuah garis demarkasi (garis batas) antara dua negara yang berdaulat. Pada awalnya perbatasan sebuah Negara atau states border dibentuk dengan lahirnya negara. Sebelumnya penduduk yang

tinggal di wilayah tertentu tidak merasakan perbedaan itu, bahkan tidak jarang mereka berasal dari etnis yang sama. Namun dengan munculnya Negara, mereka terpisahkan dan dengan adanya tuntutan negara itu mereka mempunyai kewarganegaraan yang berbeda.10 Menurut Riwanto Tirtosudarmo, mengutip Ricklefs (1981), menyebutkan bahwa perbatasan dari negara yang kini bernama Indonesia adalah dibangun oleh kekuatan militer kolonial (Belanda) dengan mengorbankan nyawa manusia, uang, perusakan lingkungan, perenggangan ikatan sosial dan perendahan harkat dan kebebasan manusia.11 O.J. Martinez sebagaimana dikutip Riwanto Tirtosudarmo

mengkategorikan ada empat tipe perbatasan : (1) Tipe pertama Alienated borderland : suatu wilayah perbatasan yang tidak terjadi aktifitas lintas batas, sebagai akibat berkecamuknya perang, konflik, dominasi nasionalisme, kebencian ideologis, permusuhan agama, perbedaan kebudayaan dan persaingan etnik; (2) Tipe kedua Coexistent borderland : suatu wilayah perbatasan dimana konflik lintas batas bisa ditekan sampai ke tingkat yang bisa dikendalikan meskipun masih muncul persoalan yang terselesaikan misalnya yang berkaitan dengan masalah kepemilikan sumberdaya strategis di perbatasan; (3) Tipe ketiga Interdependent borderland : suatu wilayah perbatasan yang di kedua sisinya secara simbolik dihubungkan oleh hubungan internasional yang relatif stabil. Penduduk di kedua bagian daerah perbatasan, juga di kedua negara terlibat dalam

10 11

http://www.perbatasan.bappenas.go.id, diakses tgl 30 Oktober 2009. I Ketut Ardhana, et.al. Dinamika Etnisitas dan Hubungan Ekonomi pada Wilayah Perbatasan di Kalimantan Timur-Sabah, Studi Kasus di Wilaya Krayan dan Long Pasia (Jakarta : Pusat Penelitian Sumber Daya Regional Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, 2007), hal. 4

berbagai kegiatan perekonomian yang saling menguntungkan dan kurang lebih dalam tingkat yang setara, misalnya salah satu pihak mempunyai fasilitas produksi sementara yang lain memiliki tenaga kerja yang murah; (4) Tipe keempat Integrated borderland : suatu wilayah perbatasan yang kegiatan ekonominya merupakan sebuah kesatuan, nasionalisme jauh menyurut pada kedua Negara dan keduanya tergabung dalam sebuah pesekutuan yang erat.12 Mengacu pada uraian Martinez di atas, Riwanto Tirtosudarmo

mengkategorikan wilayah perbatasan Indonesia dan Malaysia termasuk diantara tipe kedua dan ketiga yaitu Coexistent dan Interdependent borderland. Panjang garis perbatasan yang dimiliki Indonesia seperti yang terbentang dari Kalimantan Utara-Malaysia adalah sejauh 2004 km, kemudian di Nusa Tenggara Timur-Timor Leste sejauh 240 km, dan di Papua-Papua New Guinea sepanjang 760 km,dengan panjang secara keseluruhan adalah 2914,1 km.Sedangkan untuk perbatasan laut, Indonesia masih menyisakan masalah dengan 10 negara, yaitu India, Thailand, Malaysia, Singapura, Vietnam, Filipina, Palau, Papua Nugini (PNG), Australia, dan Timor Leste.13

1.5.2 Pengertian Pengelolaan (Pembangunan) Perbatasan Masalah pengelolaan/pembangunan di wilayah perbatasan sangat terkait erat dengan konsepsi dasar tentang negara sebagai entitas yang memiliki kedaulatan, penduduk, dan wilayah serta tafsir atau persepsi atas ancaman yang

12 13

Ibid. Aditya Batara G. Manajemen Garis Perbatasan Indonesia : Sebuah Usaha Menjamin Keamanan Warganegara. Dalam Aditya Batara G & Beni Sukadis (ed). Reformasi Manajemen Perbatasan di Negara-Negara Transisi Demokrasi, DCAF & Lesperssi, 2007. hal. 50-51.

dihadapi. Dengan demikian, pengelolaan/pembangunan wilayah perbatasan dapat disimpulkan sebagai segala upaya untuk mewujudkan eksistensi suatu Negara yang ditandai dengan terlindunginya kedaulatan, penduduk dan wilayah dari pelbagai jenis ancaman. Konsepsi ini merupakan bagian dari satu pema haman totalitas mengenai konsep keamanan nasional yang intinya adalah kemampuan negara melindungi apa yang ditetapkan sebagai nilai-nilai inti (core values), dimana pencapaiannya merupakan sebuah proses terus-menerus, dengan menggunakan segala elemen power dan resources yang ada serta melingkupi semua aspek kehidupan".14 Wilayah perbatasan, memiliki potensi sumber daya alam yang cukup besar, serta merupakan wilayah yang sangat strategis bagi pertahanan dan keamanan negara. Namun demikian, pengelolan/pembangunan di beberapa wilayah perbatasan masih sangat jauh tertinggal dibandingkan dengan pembangunan di wilayah negara tetangga. Kondisi sosial ekonomi masyarakat yang tinggal di daerah ini umumnya jauh lebih rendah dibandingkan dengan kondisi sosial ekonomi warga negara tetangga. Hal ini telah mengakibatkan timbulnya berbagai kegiatan ilegal di daerah perbatasan yang dikhawatirkan dalam jangka panjang dapat menimbulkan berbagai kerawanan sosial.15 Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJM Nasional 2004-2009) telah menetapkan arah

14

Rizal Sukma, Keamanan Nasional : Ancaman dan Eskalasi, FGD Pro Patria, 23 September 2003. 15 Bappenas, Direktorat Kewilayahan II. 2007. Evaluasi Pembangunan Wilayah Perbatasan 2005-2007, Jakarta : Bappenas.

10

dan pengembangan wilayah perbatasan negara sebagai salah satu program prioritas pembangunan nasional.Pembangunan wilayah perbatasan memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan misi pembangunan nasional, terutama untuk menjamin keutuhan dan kedaulatan wilayah, pertahanan keamanan nasional, serta meningkatkan kesejahteraan rakyat di wilayah perbatasan. Sedangkan program pengembangan wilayah perbatasan (RPJM Nasional 2004-2009), bertujuan untuk : (a) Menjaga keutuhan wilayah NKRI melalui penetapan hak kedaulatan NKRI yang dijamin oleh Hukum Internasional; (b) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat dengan menggali potensi ekonomi, sosial dan budaya serta keuntungan lokasi geografis yang sangat strategis untuk berhubungan dengan Negara tetangga.16 Potensi sumber daya alam wilayah perbatasan di Kalimantan cukup besar dan bernilai ekonomi tinggi. Tetapi, lemahnya pengawasan dan penegakan hukum serta rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat berdampak terhadap munculnya permasalahan-permasalahan diwilayah perbatasan. Dalam penelitian ini penulis mengambarkan pengelolaan wilayah perbatasan dengan menggunakan pendekatan kemanan non tradisional dalam perspektif human security dengan adanya gambaran terhadap tingkat

kesejahteraan masyarakat perbatasan, dari keamanan ekonomi (economic security) dan keamanan pangan (food security). Adapun indikator-indikator dari keamanan ekonomi dan keamanan pangan telah diuraikan dalam latar belakang masalah

16

Ibid.

11

diatas. Dengan studi kasus Pulau Kalimantan (Kalbardan Kaltim) yang meliputi perbatasan darat dan laut. 1.5.3 Pendekatan Keamanan Non Tradisional Pada awalnya pengertian keamanan identik dengan dunia militer. Fenomena ini tampaknya sejalan dengan dominasi pendekatan realis di dalam sistem internasional. Kondisi ini terus berlangsung hingga puluhan tahun dan mencapai puncaknya pada masa perang dingin dimana dunia terbagi ke dalam dua kutub berbeda yang saling beroposisi di bawah dua negara adidaya, Amerika Serikat (AS) dan Uni Sovyet. Dengan berakhirnya Perang Dingin (cold war) dan menguatnya berbagai isu non-militer, pengertian keamanan mengalami

perubahan. Keamanan tidak lagi identik dengan isu-isu militer namun juga isu-isu non-militer, seperti kemiskinan, HAM, ketersediaan pangan dan lain -lain. Keamanan tidak lagi diartikan secara sempit sebagai hubungan konflik atau kerjasama antar Negara (Inter-State Relations), tetapi juga berpusat pada keamanan untuk masyarakat.17 Sekelompok pakar yang dikenal dengan sebutan The Copenhagen School seperti Barry Buzan, Ole Waever dan Jaap de Wilde pada akhir 1990-an mencoba memasukkan aspek-aspek di luar hirauan tradisional kajian keamanan. Dengan memasukkan isu keamanan non tradisional seperti halnya masalah kerawanan pangan, epidemi penyakit menular, kemiskinan, lingkungan hidup, dan sebagainya kedalam lingkup kajian keamanan, maka the Copenhagen School

Simon Dalby. Security, Modernity, Ecology : The Dilemmas Post Cold War Security Discourse, Alternatives, vol. 17, 1992, hal.102-103. Dalam Pengantar Ilmu Hubungan Internasional. Dr. Anak Agung Banyu Perwita dan Dr. Yanyan Mochamad Yani. 2005. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. hal. 119.

17

12

mencoba memperluas obyek rujukan (referent object) isu keamanan dengan tidak lagi bebicara hanya keamanan Negara, tetapi juga menyangkut keamanan manusia.18 Menurut Mely Caballero-Anthony menyebutkan minimal ada tiga pandangan tentang keamanan. Pandangan pertama adalah yang beranggapan bahwa ruang lingkup keamanan adalah lebih luas dari pada semata-mata keamanan militer (military security). Pandangan kedua adalah menentang perluasan ruang lingkup daripada keamanan dan lebih cenderung konsisten dengan status quo. Pandangan ketiga tidak saja memperluas cakupan bahwa keamanan adalah lebih luas dari semata-mata ancaman militer dan ancaman negara, namun juga berusaha untuk memperlancar proses pencapaian emansipasi manusia (human emancipation).19 Sumber ancaman tidak lagi hanya bersifat militer. Lebih lanjut, keamanan pun bukan hanya ditujukan bagi kelangsungan negara saja tetapi juga menjadi kebutuhan bagi semua sektor termasuk individu. Ancaman keamanan semakin menunjukkan perluasannya dari perspektif tradisional menjadi non-tradisional. Dalam konsepsi klasik ataupun tradisional, keamanan lebih diartikan sebagai usaha untuk menjaga keutuhan teritorial Negara dari ancaman yang muncul dari luar. Konflik antar Negara khususnya dalam upaya memperluas imperium daerah jajahan membawa definisi security hanya ditujukan kepada

Barry Buzan, Ole Waever dan Jaap de Wilde. 1998. Security a New Framework for Analysis. Boulder. Colorado: Lynne Rienner. Dalam Pengantar Ilmu Hubungan Internasional. 2005. Dr. Anak Agung Banyu Perwita dan Dr. Yanyan Mochamad Yani. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya. hal. 122-123. 19 Mely Caballero-Anthony. 2004. Revisioning Human Security in Southeast Asia. Asian Perspective Vol. 28. No. 3

18

13

bagaimana Negara memperkuat diri dalam upaya menghadapi ancaman militer. Disini Negara (state) menjadi subyek dan obyek dari upaya mengejar kepentingan keamanan. Pandangan kelompok ini menilai bahwa semua fenomena politik dan hubungan internasional adalah fenomena tentang negara. Dalam alam pemikiran tradisional ini Negara menjadi inti dalam upaya menjaga keamanan Negara.20 Sedangkan pendapat Barry Buzan, keamanan berkaitan dengan masalah kelangsungan hidup (survival). Isu-isu yang mengancam kelangsungan hidup suatu unit kolektif tertentu akan dipandang sebagai ancaman yang eksistensial. Dalam bukunya The Southeast Asian Community Complex, Buzan menyebutkan bahwa persoalan keamanan tidaklah mungkin hanya menjadi urusan satu Negara saja tetapi membutuhkan sebuah koordinasi regional maupun internasional.21 Perkembangan isu-isu strategis seperti globalisasi, demokratisasi,

penegakan HAM dan fenomena terorisme telah memperluas cara pandang dalam melihat kompleksitas ancaman yang ada dan mempengaruhi perkembangan konsepsi keamanan. Ancaman tidak lagi hanya berupa ancaman militer tetapi juga meliputi ancaman politik, ancaman sosial, ancaman ekonomi, maupun ancaman ekologis. Permasalahan dan ancaman tersebut kemudian digolongkan menjadi bagian dari isu-isu keamanan non tradisional.22

20

David Held. 1995. Democracy and Global Order, From The Modern State to the Cosmopolite Goverance, Polity Press. Dalam Rizal Darmaputra. 2009. Manajemen Perbatasan dan Reformasi Sektor Keamanan. Jakarta: IDSPS Press. hal. 4 21 Bary Buzan, 1991. People, States, and Fear: An Agenda for International Security Studies in The Post-Cold War Era. Hempstead: Harvester Wheatsheaf, hal. 21-23. Dalam Dr. Anak Agung Banyu Perwita dan Dr. Yanyan Mochamad Yani. 2005. Pengantar Ilmu Hubungan Internasional. Bandung. PT Remaja Rosdakarya. hal. 122 22 Ibid.

14

Berkaitan dengan judul penelitian diatas, peneliti akan memfokuskan pada Perspektif human security (keamanan manusia) yang merupakan cabang dari pendekatan keamanan non tardisional. 1.5.4 Konsep Human security Keamanan manusia (human security) merupakan suatu istilah atau konsep atau paradigma yang dipakai dalam memahami permasalahan global yang menyangkut keamanan manusia secara individu dalam sebuah populasi dunia yang bertujuan untuk menciptakan stabilitas baik nasional, regional, maupun global.23 Pemahaman mengenai human security ini memiliki perspektif yang lebih luas dari pada sekedar national security yang cenderung bersifat nasionalistik, parsial, dan tersekat-sekat oleh batas-batas wilayah. Konsep ini muncul pasca perang dingin (cold war) dimana pertarungan antara dua blok kapitalis dan komunis telah membuat ketidakamanan global. Dengan berakhirnya perang tersebut maka timbul interdependensi global mengenai keamanan manusia yang tidak lagi diartikan secara tradisional, seperti invasi suatu negara, tapi hal-hal yang dapat menimbulkan ketidakamanan pada diri dan jiwa manusia, seperti kemiskinan, ketimpangan ekonomi, tidak terpenuhinya basic-need (kebutuhan dasar), penyakit, pelanggaran HAM, polusi lingkungan, dan bencana alam dapat

Pusat Keamanan Manusia. What is Human Security. http://www.humansecurityreport.info/index.php option=content&task=view&id=24&itemid=59 "Apakah Manusia Keamanan." Http://www.humansecurityreport.info/index.php opsi = isi & task = view & id = 24 & itemid = 59. diakses tgl 10 April 2009.

23

15

digolongkan kedalam isu-isu human security ini. 24 Dengan melindungi manusia dari hal-hal tersebut diatas maka akan tercipta keamanan bagi hidup manusia. Dalam konteks ini berkembang konsep keamanan manusia secara individual sebagai obyek acuannya. United Nations Develompment Programme (UNDP) merupakan salah satu organisasi internasional yang secara gencar menyebarluaskan pentingnya konsep human security (keamanan manusia) untuk mengimbangi konsep national security yang terlalu menekankan perlindungan terhadap negara berdaulat. Sebagai contoh dalam laporannya yang dikeluarkan pada tahun 1994 UNDP memberikan informasi tentang pembangunan yang dikaitkan dengan konsep human security.25 Sejalan dengan praktik hubungan internasional kontemporer yang mengalami perkembangan signifikan dengan berlangsungnya perluasan aktor dan isu, maka perhatian terhadap keamanan manusia (human security) semakin menguat. Konsep human security memahami keamanan dalam keseluruhan dimensinya baik Negara maupun individu warga Negara. Menurut definisi UNDP tahun 1994, cakupan human security ada tujuh bidang, yaitu : (1) Economic Security (keamanan Ekonomi) : adanya jaminan basic income bagi individu, biasanya dari lahan produktif atau remuneratif, yang berasal dari anggaran keuangan public; (2) Food Security (Keamanan pangan) : adanya jaminan bagi semua orang memiliki akses yang sama baik ekonomi maupun kebutuhan fisik lain terhadap bahan/makanan pokok. Hal ini terkait

24

Untuk berbagai contoh ini, lihat Human Security Gateway, http://www.humansecuritygateway.com, diakses tgl 10 April 2009. 25 Aleksius Jemadu. 2008. Politik Global dalam Teori dan Praktek. Yogyakata. Graha Ilmu. Hal.142.

16

dengan kurang meratanya distribusi makanan dan daya beli masyarakat; (3) Health Security (keamanan Kesehatan) : bertujuan untuk memberikan jaminan perlindungan bagi semua orang dari penyakit dan pola hidup yang tak sehat, karena malnutrisi, kurangnya persediaan obat-obatan, pasokan air bersih yang kurang, dan kebutuhan perawatan kesehatan lainnya; (4) Environmental Security (Keamanan lingkungan) : bertujuan untuk melindungi manusia dari kerusakan alam baik jangka panjang maupun jangka pendek, kerusakan lingkungan oleh perbuatan manusia, deteriorasi lingkungan alam, seperti global warming, polusi udara, pencemaran hutan, dan lain-lain; (5) Personal Security (keamanan individu) : bertujuan untuk melindungi manusia dari kekerasan fisik baik dari dalam maupun luar negeri, dari aktor individu maupun sub-negara, dari penguasa, ataupun dari preman (predatory adults); (6) Comunity Security (Keamanan komunitas) : bertujuan untuk melindungi manusia dari kekerasan etnik dan sektarian dan dari kerugian nilai dan hubungan tradisional; (7) Political Security (Keamanan politik) : keamanan ini difokuskan pada apakah seseorang telah hidup dalam masyarakat yang menghargai dan menghormati hak asai manusia.26 Human security mencoba menggeser pemikiran keamanan dari dominasi kedaulatan negara ke arah keamanan manusia yang mencakup masalah kesejahteraan sosial, perlindungan hak-hak kelompok masyarakat, kelompok minoritas, anak-anak, wanita dari kekerasan fisik, dan masalah -masalah sosial,

United Nations Development Programme (1994) : Laporan Pembangunan Manusia. New Dimension of Human Development (UNDP Report, 1994) [http://www.undp.org/hdro/ 94.htm] diakses pada 7 agustus 2009.

26

17

ekonomi dan politik.27 Salah satu konsep yang juga peduli terhadap nilai-nilai kemanusiaan atau hak-hak individu adalah Human Development. Sejak 1990, seiring dengan dikeluarkannya Human Development Report yang pertama dari United Nation Development Programme, konsep Human Development semakin memperkuat kepedulian terhadap objek-objek perkembangan.28 Dengan

dikeluarkannya laporan oleh UNDP memberikan suatu paradigma perkembangan tertentu, dengan menggunakan pendekatan Human Development, yang

memberikan pilihan kebijakan pada berbagai area, seperti Poverty reduction, sustainable development, gender inequalities, governance, dan globalisasi. Human security dalam hal ini berusaha menjembatani jurang perbedaan antara keamanan dan pembangunan dengan lebih menekankan pada aspek -aspek individual dengan mencari sebab-sebab dari keterbelakangan individu. Human Security dan Human Development, keduanya lebih menekankan pada aspek individu dan tidak lagi memandang Negara sebagai aktor dominan dalam hubungan internasional. Keduanya beranggapan bahwa kemiskinan dan

ketimpangan merupakan akar dari adanya kesenjangan individual (masyarakat perbatasan).

1.6 Metode dan Batasan Penelitian 1.6.1 Metode Penelitian

27

Dr. Anak Agung Banyu Perwita dan Dr. Yanyan Mochamad Yani. 2005. Pengantar Ilmu Hubungan Internasional. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya. hal. 131. 28 UNDPs Human Development Report dalam Gustav Ranis & Frances Stewart, The Priority of Human Development, http://www.econ.yale.edu/~granis/papers/priority-of-human-develop2005.pdf (akses 21 Agustus 2009).

18

Metode penelitian adalah semua asas, peraturan dan teknik-teknik tertentu yang perlu diperhatikan dan diterapkan dalam usaha pengumpulan data dan analisis untuk memecahkan masalah dibidang ilmu pengetahuan.29 Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif dengan teknik analisis deskriptif, yaitu usaha untuk mengumpulkan data, menggambarakan hubungan antara variabel yang satu dengan variabel lain yang diteliti dan menganalisa data tersebut secara rasional, obyektif berdasarkan datadata yang ada dan tanpa ada pengaruh subyektifitas penulis. Agar dapat menggambarkan fenomena tertentu secara konkret dan terperinci. Sehingga diperoleh hubungan satu sama lainnya untuk sampai pada suatu kesimpulan. Penulisan ini menggunakan teknik pengumpulan data secara studi kepustakaan (library research), sehingga sumber data yang diperoleh adalah sumber data sekunder, yaitu didapat dari buku-buku, jurnal, situs internet, koran, majalah dan bahan-bahan lain yang relevan dengan penelitian yang dibahas untuk menganalisis permasalahannya.

1.6.2 Batasan Penelitian Adapun batasan penelitian dalam hal ini menggunakan waktu yakni dengan perhitungan dari tahun 2003-2009. Pasca lepasnya pulau Sipadan dan Ligitan ketangan Malaysia pada akhir tahun 2002 (17 Desember) menurut keputusan International Court of Justice (ICJ). Kemudian timbul masalahmasalah lain yang menyebabkan hubungan Indonesia-Malaysia memanas.

29

Dolet Unaradjan. 2000. Pengantar Metode Penelitian Sosial. Jakarta: PT Grasindo. hal. 4.

19

Ruang lingkup permasalahan penelitian ini yakni dibatasi pada pembahasan mengenai cara pengelolaan perbatasan Indonesia-Malaysia dengan pendekatan keamanan non tradisional perspektif human security dengan studi kasus pulau Kalimantan (Kalbar dan Kaltim) dengan ruang lingkup daerah perbatasan di Kalimantan meliputi batas darat dan laut. Adapun pendekatan keamanan yang dimaksud dalam hal ini ialah keamanan non tradisional, dimana mengedepankan permasalahan human security yang juga berhubungan dengan proses pengelolaan/pembangunan wilayah perbatasan dengan adanya gambaran terhadap tingkat kesejahteraan masyarakatnya, meliputi keamanan ekonomi (economic security) dan keamanan pangan (food security).

20

1.7 STRUKTUR PENULISAN TABEL 1 SISTEMATIKA PENULISAN BAB I JUDUL PENDAHULUAN PEMBAHASAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan Penelitian 1.4 Penelitian Terdahulu 1.5 Kajian Pendekatan dan Konsep 1.5.1 Pengertian Perbatasan 1.5.2 Pengertian Pengelolaan Perbatasan 1.5.3 Pendekatan Kemanan Non Tradisional 1.5.4 Konsep Human security 1.6 Metode dan Batasan Penelitian 1.6.1 Metode Penelitian 1.6.2 Batasan Penelitian 1.7 Struktur Penulisan 2.1 Kondisi Geografis Perbatasan Pulau Kalimantan (Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur) 2.1.1 Kondisi Geografis Kalimantan Barat 2.1.1.1 Kabupaten Sambas 2.1.1.2 Kabupaten Bengkayang 2.1.1.3 Kabupaten sanggau 2.1.1.4 Kabupaten sintang 2.1.1.5 Kabupaten Kapuas Hulu 2.1.2 Kondisi Geogarfis Kalimantan Timur 2.1.2.1 Kabupaten Nunukan 2.1.2.2 Kabupaten Kutai Barat 2.1.3 Kondisi Geografis Perbatasan Laut Kalimantan 2.2 Dinamikan Permasalahan Wilayah Perbatasan IndonesiaMalaysia 2.2.1 Isu dan Permasalahan Perbatasan Darat Kalimantan

II

KONDISI GEOGRAFIS DAN DINAMIKAN PERMASALAHAN PERBATASAN PULAU KALIMANTAN

21

2.2.2 Isu dan Permasalahan Perbatasan Laut Kalimantan III PERKEMBANGAN WILAYAH PERBATASAN INDONESIA DI KALIMANTAN (KALIMANTAN BARAT DAN KALIMANTAN TIMUR 3.1 Perkembangan Wilayah Perbatasan Kalimantan Barat 3.1.1 Kabupaten Sambas 3.1.2 Kabupaten Bengkayang 3.1.3 Kabupaten Sanggau 3.1.4 Kabupaten Kapuas Hulu 3.1.5 Kabupaten Sintang 3.2 Perkembangan Wilayah Perbatasan Kalimantan Timur 3.2.1 Kabupaten Nunukan 3.2.2 Kabupaten Kutai Barat 4.1 Keamanan Nasional Indonesia 4.2 Wilayah Perbatasan ditinjau dari Pendekatan Keamanan Non Tradisional 4.3 Persepsi Indonesia terhadap wilayah Perbatasan Kalimantan 4.3.1 Definisi yang Berhubungan denang Perbatasan 4.3.2 Peran Pemerintah Pusat 4.3.3 Peran Pemerintah Provinsi 4.3.4 Peran Pemerintah Kabupaten/Kota

IV

PERSEPSI INDONESIA TERHADAP WILAYAH PERBATASAN KALIMANTAN DENGAN PENDEKATAN KEAMANAN NON TRADISIONAL

PENGELOLAAN WILAYAH PERBATASAN KALIMANTAN DALAM PERSPEKTIF HUMAN SECURITY

5.1 Kebijakan Pengelolaan Perbatasan 5.1.1 Kebijakan RPJM Nasional 2004-2009 5.1.2 Kebijakan Pengelolaan Perbatasan (BAPPENAS) 5.1.3 Pengelolaan Perbatasan 5.1.3.1 Wilayah Kalimantan Barat 5.1.3.2 Wilayah Kalimantan Timur 5.1.4 Strategi Pengelolaan Perbatasan (BAPPENAS) 5.2 Dana Alokasi Umum dalam RPJM Nasional 2004-2009 5.3 Pengelolaan dan Hasil Pencapaian RPJM Nasional 20042009 5.3.1 Upaya yang telah dilakukan

22

dari Tahun 2005 sampai 2007 5.3.2 Upaya Yang telah dilakukan dari Tahun 2008 sampai Juni 2009 5.4 Pengelolaan Kelembagaan wilayah Perbatasan IndonesiaMalaysia 5.5 Perspektif Human Security di Wilayah Perbatasan Kalimantan 5.5.1 Keamanan ekonomi (Economic Security) 5.5.2 Keamanan Pangan (Food Security) 5.5.3 Pengelolaan Wilayah Perbatasan Kalimantan dalam Perspektif Human Security VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan 6.2 Rekomendasi (Saran) 6.2.1 Saran Untuk pemerintah 6.2.2 Saran Untuk Peneliti Lanjutan

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

23

Anda mungkin juga menyukai