Anda di halaman 1dari 8

MEMAHAMI CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY SEBAGAI WUJUD INVESTASI PERUSAHAAN

Pada tahun 1990-an muncul isu internasional yang membuat perusahaan Shell dipaksa untuk menutup pabriknya dan keluar dari Nigeria. Hal ini terjadi karena perusahaan Shell mengeksploitasi ladang minyak di negara tersebut dengan keuntungan yang sangat berlimpah, keadaan ini sangat berbanding dengan keadaaan masyarakat sekitar yang menanggung kerusakan lingkungan yang sangat parah.

I. Pendahuluan Apa yang terjadi pada perusahaan Shell bisa saja terjadi pada perusahaan lain. Setelah peristiwa tersebut, perhatian perusahaan terhadap masyarakat sekitar mulai meningkat. Isuisu tentang kurangnya kesejahteraan masyarakat sekitar, kerusakan lingkungan, perlakuan tidak adil bagi pekerja dan lain sebagainya menjadi hal yang hangat dibicarakan. Memang perlu untuk di akui bahwa industri atau perusahaan skala besar telah mampu memberikan kontribusi pada perekonomian nasional. Namun tidak dipungkiri eksploitasi sumber daya alam yang dilakukan oleh sektor industri seringkali menciptakan degradasi lingkungan yang cukup parah yang berdampak pada keberlangsungan hidup masyarakat sekitar. Terkait dengan hal tersebut muncullah konsep bahwa perusahaan harus turut serta menjaga dan peduli terhadap lingkungan sekitar baik itu masyarakat maupun lingkungan alam dimana perusahan tersebut beroperasi. Konsep ini kemudian berkembang dengan istilah Corporate Social Responsibility atau yang biasa di singkat dengan CSR.

II. Definisi Corporate Social Responsibility (CSR) Corporate social responsibility merupakan suatu elemen penting dalam kerangka

keberlanjutan usaha suatu industri yang mencakup aspek ekonomi, lingkungan dan sosial budaya. Definisi secara luas yang di tulis sebuah organiasi dunia World Bisnis Council for Sustainable Development (WBCD) menyatakan bahwa CSR merupakan suatu komitmen berkelanjutan oleh dunia usaha untuk bertindak etis dan memberikan kontribusi kepada pengembangan ekonomi dari komunitas setempat ataupun masyarakat luas, bersamaan dengan peningkatan taraf hidup pekerjanya beserta seluruh keluarga. Sedangkan menurut Nuryana, 2005 CSR adalah sebuah pendekatan dimana perusahaan mengintegrasikan kepedulian sosial dalam operasi bisnis mereka dan dalam interaksi mereka dengan para pemangku kepentingan (stakeholders) berdasarkan prisip kesukarelaan dan kemitraan.

Bila kita telaah lebih dalam, CSR dapat dikatakan sebagai tabungan masa depan bagi perusahaan untuk mendapatkan keuntungan. Keuntungan yang diperoleh bukan sekedar bentuk finansial melainkan rasa kepercayaan dari masyarakat sekitar dan stakeholders lainnya terhadap perusahaan. Kepercayaan inilah yang sebenarnya menjadi modal dasar agar perusahaan dapat terus melakukan aktivitasnya. Penelitian dari Sandra Waddock dan Samuel

Graves (Ann, 1998) menemukan bahwa perusahaan yang memperlakukan stakeholders mereka dengan baik akan meningkatkan kelompok mereka sebagai suatu bentuk manajemen yang berkualitas.

Stakeholders bukan hanya masyarakat dalam arti sempit yaitu masyarakat yang tinggal disekitar lokasi perusahaan melainkan masyarakat dalam arti luas, misalnya pemerintah, investor, elit politik dan lain sebagainya. Bentuk kerjasama yang dibentuk antara perusahaan dan stakeholders hendaknya juga merupakan kerjasama yang dapat saling memberikan kesempatan untuk sama-sama maju dan berkembang. Program-program CSR yang dibuat untuk kesejahteraan masyarakat pada akhirnya akan berbalik arah yaitu memberikan keuntungan kembali bagi perusahaan tersebut. Sebagai contoh hubungan dengan pekerja misalnya, dengan tidak menggunakan pekerja di bawah umur, memperhatikan kesejahteraan pekerja beserta keluarganya, mendukung serikat pekerja dan menghindari hal-hal yang dapat menimbulkan ketidakadilan pada pekerja dapat meningkatkan hubungan antara pekerja dan perusahaan. Dalam hal ini pekerja akan merasa lebih di hargai, nyaman dan hubungannya tidak sekedar dia bekerja menerima upah tetapi dapat menimbulkan loyalitas terhadap perusahaan. Hal ini akan meningkatkan kinerja dan produktivitas pekerja yang tentu saja akan meningkatkan produktivitas perusahaan. Model kerjasama antara perusahaan dan stakeholder dapat digambarkan sebagai berikut:

PEMERINTAH

INVESTOR

KELOMPOK POLITIK

SUPPLIER

PERUSAHAAN

CUSTOMER

ASOSIASI PERDAGANGAN

PARA PEKERJA

MASYARAKAT

Gambar 1. Hubungan Perusahaan dan Stakeholders

Diharapkan bagi seluruh stakeholders dapat bersama-sama bekerjasama mengembangkan CSR, sehingga sustainability atau keberlanjutan perusahaan baik itu keuntungan ekonomi (keuntungan financial), keuntungan sosial maupun lingkungan dapat terwujud.

III. Perkembangan Implementasi CSR Corporate Social Responsibility (CSR) sebetulnya sudah muncul sejak lama. Pada tahun 1933, A Berle dan G Means, meluncurkan bukunya berjudul The Modern Corporation and Private Property, yang mengemukakan bahwa korporasi modern seharusnya mentransformasi diri menjadi institusi sosial, ketimbang institusi ekonomi yang semata memaksimalkan laba. Pemikiran ini dipertajam oleh Peter F Drucker pada tahun 1946, lewat bukunya, The Concept of Corporation. Di sini, Drucker menegaskan tentang peran manajemen:

"Management has become a major leadership group in industrial society and as such have great responsibilities to their own profession, to the enterprise and to the people they manage, and to their economy and society."

Hingga tahun 1980-1990 an, wacana CSR terus berkembang. Munculnya KTT Bumi di Rio pada 1992 menegaskan konsep sustainibility development (pembangunan berkelanjutan) sebagai hal yang harus diperhatikan, tak hanya oleh negara, tapi terlebih oleh kalangan korporasi yang kekuatan kapitalnya semakin menggila. Tekanan KTT Rio, terasa bermakna sewaktu James Collins dan Jerry Porras meluncurkan Built To Last; Succesful Habits of Visionary Companies di tahun 1994. Lewat riset yang dilakukan, mereka menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan yang terus hidup bukanlah perusahaan yang hanya mencetak uang semata.

Terobosan besar dalam konteks CSR, dilakukan John Elkington pada tahun 1997 dalam bukunya: Cannibals with Forks, the Tripple Bottom Line of Twentieth Century Bussiness. Elkington mengembangkan konsep triple bottom line dalam istilah economic prosperity, environmental quality, dan social justice. Melalui konsep ini Elkington mengemukakan bahwa perusahaan yang ingin terus menjalankan usahanya harus memperhatikan 3P yaitu profit, people dan plannet. Perusahaan yang menjalankan usahanya tidak dibenarkan hanya mengejar keuntungan semata (profit), tetapi mereka juga harus terlibat pada pemenuhan kesejahteraan masyarakat (people), dan berpartisipasi aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan (planet). Ketiga prinsip tersebut saling mendukung dalam pelaksanaan program CSR (Gambar 1).

Sejak cetusan Elkington ini, bisa dikatakan CSR kian bergulir kencang, dan makin kencang setelah World Summit di Johanesburg pada tahun 2002, yang menekankan pentingnya tanggung jawab sosial perusahaan.

Di wilayah Asia, konsep CSR berkembang sejak tahun 1998, tetapi pada waktu tersebut belum terdapat suatu pengertian maupun pemahaman yang baik tentang konsep CSR. Sementara itu, di Indonesia konsep CSR mulai menjadi isu yang hangat sejak tahun 2001.

IV. Perkembangan Implementasi CSR di Indonesia Sebagaimana yang telah dikemukakan, bahwa konsep mengenai CSR mulai hangat dibicarakan di Indonesia sejak tahun 2001 dimana banyak perusahaan maupun instansi-instansi sudah mulai melirik CSR sebagai suatu konsep pemberdayaan masyarakat. Sampai saat ini, perkembangan tentang konsep dan implementasi CSR pun semakin meningkat, baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Hal ini terbukti dari banyaknya perusahaan yang berlomba-lomba untuk melakukan CSR. Pelaksanaannya pun semakin beranekaragam mulai dari bentuk program yang dilaksanakan, maupun dari sisi dana yang digulirkan untuk program tersebut. Contoh kegiatan untuk program CSR yang dilakukan oleh perusahaan antara lain pemberian beasiswa, bantuan langsung bagi korban bencana, pemberian modal usaha, sampai pada pembangunan infrastruktur seperti pembangunan sarana olah raga, sarana ibadah maupun sarana umum lainnya yang dapat dimafaatkan oleh masyarakat.

Model pelaksaan CSR juga bemacam-macam. Setidaknya terdapat empat model pelaksanaan CSR yang umum digunakan di Indonesia. Keempat model tersebut antara lain: 1. Terlibat langsung. Dalam melaksanakan program CSR, perusahaan melakukannya sendiri tanpa melalu perantara atau pihak lain. Pada model ini perusahaan memiliki satu bagian tersediri atau bisa juga digabung dengan yang lain yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan kegiatan sosial perusahaan termasuk CSR. 2. Melalui Yayasan atau organisasi sosial perusahaan. Perusahaan mendirikan yayasan sendiri dibawah perusahaan atau groupnya. Pada model ini biasanya perusahaan sudah menyediakan dana khusus untuk digunakan secara teratur dalam kegiatan yayasan. Contoh yayasan yang didirikan oleh perusahaan sebagai perantara dalam melakukan CSR antara lain; Danamon peduli, Samporna Foundation, kemudian PT. Astra International yang mendirikan Politeknik Manufaktur Astra dan Unilever peduli Foundation (UPF). 3. Bermitra dengan pihak lain. Dalam menjalankan CSR perusahaan menjalin kerjasama dengan pihak lain seperti lembaga sosial non pemerintah, lembaga pemerintah, media massa dan organisasi lainnya. Seperti misalnya Bank Rakyat Indonesia yang memiliki program CSR yang terintegrasi dengan strategi perusahaan dan bekerjasama dengan pemerintah mengeluarkan produk pemberian kredit untuk rakyat atau yang di kenal dengan Kredit Usaha Rakyat (KUR). Contoh lain adalah kerjasama perusahan dengan

lembaga-lembaga sosial seperti Dompet Dhuafa, Palang Merah Indonesia dan lain sebagainya. 4. Mendukung atau bergabung dengan suatu konsorsium. Perusahaan turut mendirikan, menjadi anggota atau mendukung lembaga sosial yang didirikan untuk tujuan sosial tertentu.

Dalam melakukan CSR, tentunya perusahaan memiliki alasan diantaranya adalah: 1. Alasan Sosial. Perusahaan melakukan program CSR untuk memenuhi tanggung jawab sosial kepada masyarakat. Sebagai pihak luar yang beroperasi pada wilayah orang lain perusahaan harus memperhatikan masyarakat sekitarnya. Perusahaan harus ikut serta menjaga kesejahteraan ekonomi masyarakat dan juga menjaga lingkungan dari kerusakan yang ditimbulkan. 2. Alasan Ekonomi. Motif perusahaan dalam melakukan CSR tetap berujung pada keuntungan. Perusahaan melakukan program CSR untuk menarik simpati masyarakat dengan membangun image positif bagi perusahaan yang tujaan akhirnya tetap pada peningkatan profit.

Asumsi ini nampaknya di dukung oleh hasil survey yang dilakukan oleh Environic International (Toronto), Conference Board (New York) dan Princes of Wales Busines Leader Forum (London) dimana dari 25.000 responden di 23 negara menunjukkan bahwa dalam membentuk opini perusahaan, 60 % mengatakan bahwa etika bisnis, praktek terhadap karyawan, dampak terhadap lingkungan, tanggung jawab perusahaan akan paling berperan, sedangkan 40 % menyatakan citra perusahaan dan brand image yang paling mempengaruhi kesan mereka. Lebih lanjut, sikap konsumen terhadap perusahaan yang dinilai tidak melakukan CSR adalah mereka ingin menghukum dan 50 % tidak akan membeli produk dari perusahaan yang tidak melakukan program CSR dan/atau bicara pada orang lain tentang kekurangan perusahaan tersebut.1

Sedangkan di Indonesia, data riset dari majalah SWA terhadap 45 perusahaan menunjukkan bahwa CSR bermanfaat dalam memelihara dan meningkatkan citra perusahaan (37,38 persen), hubungan baik dengan masyarakat (16,82 persen), dan mendukung operasional perusahaan (10,28 persen). Hal ini nampaknya mempengaruhi perusahaan untuk melakukan program CSR dan tidak heran jika saat ini kita melihat di media-media baik media cetak maupun elektronik banyak sekali berseliweran tayangan iklan-iklan program CSR dari beberapa perusahaan yang tujuannya adalah membangun image positif perusahaan.

http. Wikipedia. org

3.

Alasan Hukum. Alasan hukum membuat perusahaan melakukan program CSR hanya karena adanya peraturan pemerintah. CSR dilakukan perusahaan karena ada tuntutan yang jika tidak dilakukan akan dikenai sanksi atau denda dan bukan karena kesadaraan perusahan untuk ikut serta menjaga lingkungan. Akibatnya banyak perusahaan yang melakukan CSR sekedar ikut-ikutan atau untuk menghindari sanksi dari pemerintah. Hal ini diperkuat dengan dikeluarkannya Undang-undang PT No. 40 pasal 74 yang isinya mewajibkan pelaksanaan CSR bagi perusahaan-perusahaan yang terkait terhadap SDA dan yang menghasilkan limbah. Adapun isi dari pasal tersebut adalah : Ayat 1, dijelaskan bahwa perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Ayat 2 dijelaskan bahwa tanggung jawab sosial dan lingkungan itu merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memerhatikan kepatutan dan kewajaran. Ayat 3 menggariskan perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana Pasal 1 dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dengan adanya undang-undang ini nampaknya semakin membuat konsep CSR di Indonesia bias makna. CSR bukan lagi sebagai tanggungjawab sosial yang bersifat sukarela dari perusahaan untuk masyarakat sekitar tapi berubah menjadi suatu keterpaksaan bagi perusahaan. Apapun alasan dalam pelaksanaan CSR, hendaknya perusahaan tetap berpijak pada prinsip dasar dari CSR itu sendiri.

IV. Manfaat Melakukan CSR Apapun alasan atau motif perusahaan melakukan CSR, yang pasti CSR penting dilakukan. Sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa CSR merupakan tabungan masa depan bagi perusahaan untuk mendapatkan keuntungan. Keuntungan yang diperoleh bukan sekedar keuntungan ekonomi tapi, tetapi lebih dari itu yaitu keuntungan secara sosial dan lingkungan alam bagi keberlanjutan perusahaan.

Perusahaan-perusahaan yang belum melakukan program CSR mungkin dapat mencontoh perusahaan lain yang telah lebih dulu melakukan program CSR dan menikmati manfaat yang ditimbulkan. Misalnya PT Unilever Indonesia telah melakukan program CSR melalui pendampingan petani kedelai. PT Unilever telah berhasil membina petani yang menggarap lebih dari 600 hektar kedelai hitam hingga mengkontribusikan sekitar 30 persen kebutuhan produksi Kecap Bango. Program semacam ini tentu saja bermanfaat bagi petani dan

perusahaan. Bagi petani misalnya program ini bermanfaat untuk meningkatkan kualitas produksi dan juga menjamin kelancaran distribusi, sedangkan bagi perusahaan dapat menjamin kelancaran pasokan bahan baku untuk produk-produk yang menggunakan bahan dasar kedelai.

Contoh lain perusahaan yang telah melakukan kegiatan CSR adalah Sinar Mas Group melalui Eka Tjipta Fondation. Organisasi ini merupakan organissi nirlaba yang didirikan untuk Meningkatkan kualitas kehidupan, kesejahteraan dan kemandirian masyarakat dalam aspek sosial, ekonomi dan lingkungan hidup. Kegiatan yang dilakukan meliputi Bidang Sosial Kemasyarakatan dan Budaya (melalui kegiatan pendidikan, seni budaya, olah raga, kesejahteraan sosial, keagamaan dan kesehatan), bidang Pemberdayaan dan Pembinaan Ekonomi Masyarakat (melalui kegiatan sosial kemitraan usaha kecil menengah serta pertanian terpadu), dan Bidang Pelestarian Lingkungan Hidup (melalui kegiatan sosial pemberdayaan lingkungan hidup dan konservasi).

Kegiatan-kegiatan yang dilakukan CSR yang dilakukan oleh Eka Tjipta Foundation telah memberikan manfaat bagi perusahaan yaitu Sinar Mas sebagai berikut: Meningkatkan citra perusahaan dimata stakeholder Membina hubungan/interaksi yang positif dengan komunitas lokal, pemerintah, dan kelompok-kelompok lainnya Mendorong peningkatan reputasi dalam pengoperasian perusahaan dengan etika yang baik Menunjukkan komitmen perusahaan, sehingga tercipta kepercayaan dan respek dari pihak terkait Membangun pengertian bersama dan kesetiakawanan antara dunia usaha dengan masyarakat Mempermudah akses masuk ke pasar atau pelanggan Meningkatkan motivasi karyawan dalam bekerja, sehingga semangat loyalitas terhadap perusahaan akan berkembang Mengurangi resiko perusahaan yang mungkin dapat terjadi Meningkatkan keberlanjutan usaha secara konsisten

Manfaat-manfaat tersebut hendaknya dapat juga dirasakan oleh perusahaan lain yang telah melakukan program CSR. Melihat contoh diatas, dapat memberikan gambaran pada kita bahwa implementasi program CSR bukan hanya untuk mengejar keuntungan ekonomi tapi juga dapat menghindari terjadinya konflik dan menjaga keberlanjutan usaha secara konsisten. Apa yang telah dilakukan oleh PT Unilever dan Sinar Mas juga membuktikan bahwa sudah saatnya bagi setiap perusahaan maupun instansi untuk memperhatikan CSR karena banyak manfaat positif yang dapat diperoleh dalam pengaplikasiannya.

V. Tantangan Kedepan Banyak persepsi dan pendapat terkait terhadap konsep dan pelaksanaan CSR. Hal ini terkait dengan sebuah asumsi apakah CSR menjadi sebuah kewajiban atau berlandaskan pada tanggungjawab. Dilihat dari perkembangannya, CSR muncul dari tekanan masyarakat yang menanggung dampak dari adanya perusahaan (industri) baik itu dampak sosial maupun lingkungan. Faktor itu pula yang mendorong pemerintah mengeluarkan peraturan/undangundang mengenai pelaksanakan CSR. Persepsi-persepsi tentang CSR yang berbeda tersebut terkait dengan konsep CSR yang sebenarnya merupakan konsep yang akan terus berkembang. Perkembangan baik pendekatan, elemen, maupun penerapan CSR tentu saja disesuaikan dengan kondisi politik, sosial maupun kultural dari negara yang bersangkutan.

Oleh karena itu, tantangan kedepan dalam pelaksanaan CSR adalah mengenai persaman pandangan dan pemahaman tentang konsep dan bentuk CSR yang akan dijalankan. Karena tanpa suatu pemahaman yang jelas, pelaksanaan CSR hanya akan menjadi suatu program yang hilang makna. Bagian yang harus dingat adalah bahwa pelaksanaan CSR harus mengedepankan prinsip partisipatif, sustainabilitas serta akuntabilitas sehingga dapat terjamin efektivitas dan optimalisasi program CSR dan keberlanjutannya. [-dian]

VI. Referensi Anonim. 2007. Unilever: CSR, adalah Cara Kami Menjalankan Bisnis. http://kecapbango.blogspot.com Budimanta, Arif dkk. 2004, Corporate Social Responsibility: Jawaban Bagi Model

Pembangunan Indonesia Masa Kini, Jakarta : ICSD Hartadi, Kristanto. 2006. CSR Perlu untuk Pengentasan kemiskinan. www. Sinarharapan.co.id Suharto, Edi. 2006. Pekerjaan Sosial Industri, CSR dan Comdev. Makalah workshop tentang Corporate Social Responsibility Sulistiyanto, G. Kontribusi Sinar Mas Pada Masyarakat melalui Program CSR. www. Menlh.go.id

Anda mungkin juga menyukai