Anda di halaman 1dari 4

GARA-GARA SUARA IMAM KURANG KERAS Oleh: Riris Jati Pratiwi IX D Di tengah rasa haus yang mendera, aku

tetap diam di depan televisi hingga pukul 04.30 WIB, lalu aku langkahkan kakiku menuju Masjid Al-Qodar yang ruangannya cukup sempit, bercat hijau muda serasa sejuknya iman dan halaman yang sudah berconblok. Kebetulan juga aku piket rutin hari Jumat. Jadi, mau nggak mau itu sudah menjadi kewajibanku. Angin yang kian dingin pun ikut memberi semangatku pada bulan Ramadhan dan puasa yang seperti ini. Aku segera membersihkan gelas di rak itu. Hai, udah lama ya nunggunya? sapa sesosok gadis cantik yang mengagetiku. Ternyata itu adalah Leni sahabatku yang tinggal di dekat Masjid. Lagi barusan kok, bantuin dong! balasku sambil memberikan kain lap yang untuk membersihkan gelas-gelas itu. 5 menit lamanya datanglah Kak Tyas, orangnya sedikit gemuk, manis, dan penyayang. Dia adalah cewek yang rajin piket diantara kami berempat. Unik kan?, kalu aku sih... yach cuman bantuin mencuci piring aja. Dari situ, akhirnya banyak ibu-ibu dan adik-adik yang datang berduyun-duyun yang meramaikan suasana buka puasa yang begitu bermakna. Pukul 17.30 WIB terdengar tanda suara buka puasa. Alhamdulillah, kata itu selalu aku ucapkan setiap buka puasa tiba. Dilanjutkan adzan magrib yang menggema merdu ditelingaku, aku wudhlu dan sholat magrib berjamaah kemudian piket seperti biasa. Ris, kamu tadi malam tarawih nggak? Busyet, suara imamnya pelan banget! ucap Leni. Iya, tapi kan aku di depan, jadi masih kedengaran, emangnya kamu di belakang ya? tanyaku pada Leni. Dari belakang sih, samar-samar gitu, nanti imamnya siapa ya? ucap Leni sambil membaca jadwal penceramah tarawih di mading dekat masjid. Hari Jumat malam Sabtu itu... Bapak Maruta, mudah-mudahan kedengaran! sahutku. Aku berangkat tarawih bersama Ayah, Ibu, dan adikku. Aku sering datang ke Masjid karena jaraknya cukup dekat dengan rumahku. Juga, kalau aku tidak berangkat, toh di rumah sendirian. Apalagi belakang rumahku ada kebun yang rungkut. Iiih... serem deh!. Makanya aku sempatkan berangkat bersama-sama, seperti

biasanya aku dan Ibuku duduk di shaf nomor 2 setelah shaf laki-laki habis, biar dapetin pahala. Qomat dimulai, kita sholat isya dilanjutkan sholat tarawih. Biasanya sih Imam tidak dikasih mix, jadi menggunakan suara aslinya. Allahu Akbar! ucap Bapak Mauta lalu semua mengikutinya hingga sujud. Aku merasa sujudku lama sekali, lalu aku lirik Ibuku dan sebelahku, ternyata masih sujud juga. Tiba-tiba suara Imamnya bilang asalamualaikum warrohmatullah 2 kali!, aku kaget dan akhirnya aku cepat mengikutinya. Soalnya aku dan mereka merasa nggak dengar. Hari Sabtu malam minggu, kejadian itu terulang lagi, Imamnya Bapak Prawiro. Ia, adalah Kaum ditempatku. Dia juga tinggal di Demangan dan dia datang ke Masjid Al-Qodar menggunakan sepeda. Tak heran dia selalu ngelucu tiap kali mengisi ceramah. Seperti biasanya aku dan keluargaku pergi ke Masjid bersama. Aku dan Ibuku duduk di shaf nomor 2. Aku mendengar suara anak-anak berkat: Wah kemarin tuh nggak dengar suara Imamnya, pelan banget! ucap Husen, tetangga yang tinggal di depan masjid. Iya sih, habis suaranya nggak bisa keras! jawab Tata, teman Husen. Waktu itu juga suara adik-adik berisik sekali, ada yang menyanyi, berlari-lari di masjid, bermain kejar-kejaran, ada juga yang ngelucu, jadi pas waktu sholat tuch kengganggu plus suara imamnya kurang kenceng. Tiba-tiba sebelum sholat tarawih dimulai tiba-tiba ada yang protes. Mbah, suaranya dikeraskan, soalnya nggak dengar! ucap Mbah Prapto Iya mbah, lagian dibelakang juga makin tidak kedengaran! sahut Leni Gini aja, mix nya dihidupkan aja biar dengar! saran Pak Sihyono. Habis itu suaranya dikasih mix hingga seterusnya dan tak ada lagi yang ngambek dan protes gara-gara suara imamnya kurang keras semoga dibulan Rmadhan kali ini dapat menjadi pelajaran yang berharga bagi para Imam agar tidak egois, kasihan sama jamahnya, mereka juga ingin dapat pahala.

Memancing Ikan Di Sungai


Oleh: Sintia Damastuti IX D

Siang itu panas bukan main dan udaranya tampak terasa aneh sekali. Ah, lebih baik aku di luar saja, kataku,memang keterlaluan udara siang itu. Hembusan anginpun tidak membuat kegerahan hilang, biarpun aku di luar rumah. Hai! tiba-tiba ada seseorang menyapa. Ternyata, Nita sahabatku yang berjalan melenggok ke arahku. Lagi melamun ya? kata Nita.Apa? aku melamun? kataku Kalau tak melamun, apa namanya duduk seperti itu? ucap Nita Entahlah, yang jelas aku tidak tahan dengan udara di dalam rumah, panas bukan main! kataku. Ya, memang udara siang ini bikin aku nggak betah juga di rumah,kata Nita Tolong aku minta minum! kata Nita. Minum apa?ucapku Ya... minum apa saja boleh, asal jangan air comberan! kata Nita dengan bercandanya. Minggu lalu kau sibuk memikirkan kegiatanmu selama liburan ini. Padahal hari libur sudah bisa kita nikmati mulai besok! kata Nita Ya, betul, lalu apa menurutmu yang sebaiknya kita lakukan?tanyaku Aku punya ide! Ya.... mudah-mudahan kamu setuju dengan ideku! kata Nita Lalu apa idemu itu Nit? ya.... gimana kalau kita mancing ikan di sungai aja!ajak Nita Sambil berfikir sejenak aku menyetujui ajakan Nita . Ya... udah yuk! ajak Nita Eh.. tunggu bentar aku, pamitan dulu sama Ibuku entar aku dicariin lagi! kataku. Ya ... udah yuk kita berangkat! kataku. Samapi di tengah jalan tiba-tiba aku ingat bahwa kita tidak bawa alat pancing. Oh.. iya Nit, kitakan nggak bawa alat umtuk memancing masa nangkapnya pakai tangan, kan susah! kataku Ya..ilah bodoh banget sih kita! Masa mau mancing nggak bawa pancing! Lagian kamu lagi ingat sekarang sih! ucap Nita Ya... udah aku aja yang ambil pancingnya! jawab Nita. Cepat.. ya... jangan pakai lama! sahutku Iya... iya! jaawab Nita

Setelah Nita mengambil pancing kitapun berangkat. Sesampainya di sungai, aku dan Nita dengan semangat terjun sambil basah-basahan. Byuur... suara percikan air di sungai itu Eh Nit kamu cari di sebelah sana saja! ajak ku. Iya...iya jawab Nita Percikan matahari tak membuatku dan Nita berputus asa. Kita semua selalu berusaha walaupun, sebenarnya kita juga nggak pintar nyari ikan. Eh.. Nit kamu udah dapat belum tanyaku. Belum ternyata menangkap ikan itu nggak gampang yach.. kata Nita Ya... iyalah selain membutuhkan kesabaran, juga membutuhkan ketelitian ucapku Setelah beberapa jam Nita dapat satu ikan yang agak besar. Hore!!! Aku dapat ikan besar kata Nita Mana-mana katak. Eh... nih masukin ke ember ini saja suruhku Aku punn tak mau kalah sama Nita aku terus berusaha untuk mendapatkan ikan Akhirnya aku dapat juga, nit teriakku. Ya..udah masukin ke ember juga kata Nita Ayo Nit kita cari lagi! kataku Ayo..!!! jawab Nita. Akhirnya kita dapat banyak juga, setelah kita sudah nunggu lama kataku. Ya... nggak papa!sahut Nita Ya... udah kita kan udah dapat ikan banyak sekarang pulang aja yuk! ajak Nita Sambil membawa ikan pulang kita bercakap-cakap di jalan. Eh... Nit gimana kalau kita masaknya di rumah kamu saja! kataku Ya... udah yuk kita bawa ikan itu dicuci bersih dan langsung dimasak!kata Nita Ya... udah yuk kita makan bersama-sama yuk! Yuuk. Ikan ini enak sekali ya ternyata! kata Nita. Ya ... enaklah ini kan hasil tangkapan kita sendiri! ucapku Setelah perut terasa kenyang akupun membereskan peralatan yang sudah dipakai tadi. Dan pulang. Eh.. Nit udah sore aku pulang dulu yach! kataku Ya... sampai besok lagi yach! Akhirnya akupun pulang setelah seharian bermain yang sangat melelahkan meskipun melelahkan, aku dan Nita sangat menikmati.

Anda mungkin juga menyukai