Anda di halaman 1dari 10

http://dedenbinlaode.blogspot.com/2010/11/metode-talking-stick-dan-hasilbelajar.

html Metode Talking Stick dan Hasil Belajar IPA Kelas IV SD


I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Meningkatkan mutu pendidikan adalah menjadi tanggungjawab semua pihak yang terlibat dalam pendidikan terutama bagi guru SD, yang merupakan ujung tombak dalam pendidikan dasar. Guru SD adalah orang yang paling berperan dalam menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas yang dapat bersaing di jaman pesatnya perkembangan teknologi. Guru SD dalam setiap pembelajaran selalu menggunakan pendekatan, strategi dan metode pembelajaran yang dapat memudahkan siswa memahami materi yang diajarkannya, namun masih sering terdengar keluhan dari para guru di lapangan tentang materi pelajaran yang terlalu banyak dan keluhan kekurangan waktu untuk mengajarkannya semua. Menurut pengamatan penulis, dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas penggunaan model pembelajaran yang bervariatif masih sangat rendah dan guru cenderung menggunakan model konvesional pada setiap pembelajaran yang dilakukannya. Hal ini mungkin disebabkan kurangnya penguasaan guru terhadap modelmodel pembelajaran yang ada, padahal penguasaan terhadap model-model pembelajaran sangat diperlukan untuk meningkatkan kemampuan profesional guru, dan sangat sesuai dengan kurikulum KTSP. Kurikulum KTSP yang mulai diberlakukan di sekolah dasar bertujuan untuk menghasilkan lulusan yang kompeten dan cerdas sehingga dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Hal ini hanya dapat tercapai apabila proses pembelajaran yang berlangsung mampu mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki siswa, dan siswa terlibat langsung dalam pembelajaran IPA. Disamping itu kurikulum berbasis kompetensi memberi kemudahan kepada guru dalam menyajikan pengalaman belajar, sesuai dengan prinsip belajar sepanjang hidup yang mengacu pada empat pilar pendidikan universal, yaitu belajar untuk mengetahui (learning to know), belajar dengan melakukan (learning to do), belajar untuk hidup dalam kebersamaan (learning to live together), dan belajar menjadi diri sendiri (learning to be). Untuk itu guru perlu meningkatkan mutu pembelajarannya, dimulai dengan rancangan pembelajaran yang baik dengan memperhatikan tujuan, karakteristik siswa, materi yang diajarkan, dan sumber belajar yang tersedia. Kenyataannya masih banyak ditemui proses pembelajaran yang kurang berkualitas, tidak efisien dan kurang mempunyai daya tarik, bahkan cenderung membosankan, sehingga hasil belajar yang dicapai tidak optimal. Hal ini dapat dilihat dari rendahnya perolehan hasil belajar mata pelajaran IPA siswa kelas IV SDN 256 Timampu Kabupaten Luwu Timur, yang menunjukkan adanya indikasi terhadap rendahnya kinerja belajar siswa dan kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran yang berkualitas. Untuk mengetahui mengapa prestasi siswa tidak seperti yang diharapkan, tentu guru perlu merefleksi diri untuk dapat mengetahui faktor-faktor penyebab ketidakberhasilan siswa dalam pelajaran IPA. Tantangan guru dalam mengajar akan semakin kompleks. Siswa saat ini cenderung mengharapkan gurunya mengajar dengan lebih santai dan menggairahkan. Persoalannya adalah guru sering kali kurang memahami bentuk-bentuk metode pembelajaran yang dapat digunakan dalam proses mengajar. Ketidakpahaman itulah membuat banyak guru secara praktis hanya menggunakan metode konvensional, sehingga banyak siswa merasa jenuh, bosan atau malas mengikuti pelajaran. Masih cukup banyak guru yang memakai metode konvensional dalam melaksanakan pembelajaran. Tentu metode konvensional tersebut bukan satu kesalahan, tetapi kalau terus-menerus dipakai maka dapat dipastikan suasana pembelajaran berjalan secara monoton tanpa ada variasi. Oleh karena itu, sudah sepantasnya guru mengembangkan metode pembelajaran yang digunakan dalam proses pembelajaran, terlebih lagi jika dikaitkan dengan upaya meningkatkan aktivitas belajar siswa pada mata pelajaran IPA. Hal tersebut ditegaskan Lik dalam Yasa (2008:2) menyatakan bahwa: Metode konvensional sudah tidak sesuai dengan tuntutan jaman, karena pembelajaran yang dilakukan dalam metode konvensional, siswa tidak diberi kesempatan seluasluasnya untuk aktif mengkonstruksi pengetahuannya. Siswa dituntut untuk lebih aktif

1. a. b. 2. a.

dibanding guru, sedangkan peran guru sebagai fasilitator dan evaluator maka guru dituntut untuk dapat mengubah pola pengajaran. Mata pelajaran IPA pada tingkat satuan sekolah dasar pada dasarnya diarahkan agar siswa memiliki penguasaan konsep kehidupan alam dan lingkungan. Pemelajaran IPA seyogyanya mampu membuat siswa secara aktif mengikuti proses belajar mengajar di kelas, karena siswa diberikan peluang sebesar-besarnya untuk menemukan konsepkonsep materi pelajaran di lingkungan sekitar mereka. Melihat kondisi tersebut, maka, penggunaan metode pembelajaran yang tepat menjadi daya dukung utama bagi guru sebagai upaya untuk menciptakan suasana belajar siswa secara aktif. Berdasarkan pengamatan dan pengalaman mengajar guru, kondisi pembelajaran IPA pada siswa kelas IV SDN 256 Timampu, diketahui bahwa guru kelas melaksanakan pembelajaran konvensional/klasikal tanpa mengembangkannya. Dari metode tersebut, menurut beberapa siswa mereka merasa jenuh, tidak bergairah dan bosan mengikuti pelajaran, terlebih lagi terlalu banyak tugas yang diberikan guru. Penyebabnya adalah guru hanya melakukan ceramah dan siswa sering kali disuruh membaca sendiri materi pelajaran, kemudian diberi tugas. Kondisi pembelajaran tersebut tentu saja tidak bisa dibiarkan berlangsung terus menerus. Dengan kondisi tersebut seharusnya guru mencari alternatif-alternatif metode pembelajaran yang memungkinkan dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran di kelas, dan salah satu yang dimaksud dalam hal ini adalah metode pembelajaran talking stick. Pada prinsipnya, metode talking stick merupakan metode pembelajaran interaktif karena menekankan pada keterlibatan aktif siswa selama proses pembelajaran. Pembelajaran dapat dilaksanakan guru dengan berbagai pendekatan. Untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa, guru menggunakan media tongkat sebagai alat bantu dalam pelaksanaan talking stick. Talking stick dapat dilakukan di sela-sela atau akhir pembelajaran. Setelah guru menjelaskan materi pelajaran, guru meminta siswa untuk melakukan penghafalan materi dengan terlebih dahulu menetapkan lamanya waktu yang dibutuhkan sampai talking stick akan dilaksanakan. Setelah hal tersebut dilakukan, maka guru dan siswa memulai talking stick. Guru terlebih dahulu memberikan tongkat kepada salah satu siswa secara acak, setelah itu guru dan siswa secara bersama menyanyikan lagu tertentu sambil menyerahkan tongkat dari siswa pertama ke siswa lainnya, begitu hingga lagu dinyatakan berhenti oleh guru dengan tanda-tanda tertentu yang telah disepakati. Berdasarkan penjelasan di atas, maka alasan utama pemilihan metode talking stick karena selama proses pembelajaran berlangsung sesudah guru menyajikan materi pelajaran, siswa diberikan waktu beberapa saat untuk menghafal materi pelajaran yang telah diberikan, agar dapat menjawab pertanyaan yang diajukan guru pada saat talking stick berlangsung. Mengingat dalam talking stick, hukuman (punishmen) dapat diberlakukan, misalnya siswa disuruh menyanyi, berpuisi, atau hukuman-hukuman yang sifatnya positif dan menumbuhkan motivasi belajar siswa. Dengan demikian, pembelajaran dengan metode talking stick murni berorientasi pada aktivitas individu siswa yang dilakukan dalam bentuk permainan. B. Rumusan Masalah Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan pada latar belakang, maka rumusan permasalahan penelitian ini adalah bagaimanakah prosedur penerapan metode talking stick untuk meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas IV SDN 256 Timampu Kabupaten Luwu Timur? C. Tujuan Penelitian Sejalan dengan permasalahan yang diajukan dalam penelitian di atas, maka yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengungkapkan prosedur peningkatan hasil belajar IPA siswa kelas IV SDN 256 Timampu Kabupaten Luwu melalui penggunaan metode Talking Stick. D. Manfaat Penelitian Melalui kegiatan penelitian yang dilakukan, manfaat yang ingin diperoleh adalah: Manfaat teoretis Sebagai bahan dan sumber rujukan pihak-pihak terkait (Dinas Pendidikan, sekolah, guru dan institusi pendidikan lainnya) dalam pengambilan kebijakan mutu pendidikan. Sebagai upaya optimalisasi pelaksanaan pembelajaran aktif dan peningkatan profesionalisme guru dan praktek pembelajaran di kelas. Manfaat praktis Siswa, yaitu meningkatnya aktivitas belajar IPA karena adanya unsur bermain dan suasana menyenangkan dalam proses pembelajaran IPA.

b. Guru, yaitu tambahan pengetahuan dan keterampilan mengajar yang lebih bervariatif dalam pelaksanaan pembelajaran, khususnya mata pelajaran IPA. c. Sekolah, yaitu sebagai sumber informasi dan referensi kajian dalam pengambilan keputusan menyangkut peningkatan profesionalisme guru dan pencapaian kualitas pendidikan sekolah. d. Peneliti, sebagai sarana pengimplementasian metode pembelajaran yang efektif dan menyenangkan bagi siswa. II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS TINDAKAN A. Kajian Pustaka 1. Konsep tentang Belajar dan Pembelajaran Belajar bagi sebagian orang diartikan sebagai suatu tindakan atau perbuatan mengumpulkan atau menghafalkan fakta-fakta yang tersaji dalam bentuk informasi/ materi pelajaran. Namun demikian, belajar sesungguhnya bukan hanya terbatas pada pengertian di atas. Menurut Syah (2006:56) belajar adalah suatu perubahan tingkah laku. Sedangkan Catharina (2004:3) belajar adalah proses penting bagi perubahan prilaku manusia dan ia mencakup segala sesuatu yang dipikirkan dan dikerjakan. Darsono (2000:24) mengemukakan bahwa belajar merupakan suatu kegiatan yang mengakibatkan terjadinya perubahan tingkah laku. Senada dengan pengertian di atas, Slameto (2003:2) mengartikan belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Sedangkan Hakim (2000:1), mengemukakan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan didalam kepribadian manusia, dan perubahan tersebut ditampakan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, keterampilan, daya pikir, dan lain - lain kemampuan. Dari beberapa pengertian tentang belajar di atas, disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses kegiatan yang dilakukan oleh seseorang untuk mendapatkan sesuatu perubahan pada dirinya untuk lebih baik, baik dalam tingkah laku (perilaku) ataupun untuk mendapatkan ilmu pengetahuan yang lebih luas lagi. Jika belajar sebagaimana diuraikan di atas lebih ditekankan kepada adanya perubahan tingkah laku pada diri murid, maka pembelajaran lebih mengarah pada upaya guru untuk mencapai tujuan pembelajaran melalui strategi, metode dan teknik tertentu dalam pelaksanaan pembelajaran kepada murid. Terkait dengan hal tersebut, maka pemilihan metode pembelajaran yang akan digunakan dalam proses pembelajaran harus berorientasi pada tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Selain itu juga, harus disesuaikan dengan jenis materi pelajaran, tingkat peebedaan individu dan karakteristik murid, serta situasi atau kondisi dimana proses pembelajaran tersebut akan berlangsung. Dengan demikian, jelaslah bahwa yang dimaksud pembelajaran dalam hal ini adalah suatu proses atau kegiatan belajar mengajar dan berhubungan dengan metode mengajar ditinjau dari aspek pelaksana pembelajaran, yaitu guru. Dalam pelaksanaan pembelajaran sendiri, dikenal banyak jenis metode dan teknik pembelajaran yang dapat digunakan oleh guru, tetapi tidak semua sama efektifnya dalam mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan. Untuk itu dibutuhkan kreativitas guru dalam memilih dan mengembangkan metode atau teknik pembelajaran sesuai dengan kurikulum materi pelajaran yang diajarkan. Berdasarkan uraian di atas, maka Mager (Hamzah, 2009:8) mengemukakan beberapa kriteria yang dapat digunakan dalam memilih strategi pembelajaran, yaitu: 1. Beorientasi pada tujuan pembelajaran. Tipe perilaku apa yang diharapkan dapat dicapai oleh murid. Skenario pembelajaran disusun berdasarkan indikator dan kegiatan pembelajaran yang terlampir dalam silabus, bahkan guru dapat mengembangkannya. 2. Pilih teknik pembelajaran yang sesuai dengan keterampilan yang diharapkan dapat dimiliki saat bekerja nanti. Pelatihan dan pengembangan keterampilan murid perlu ditekankan dalam proses pembelajaran. 3. Mempergunakan media pembelajaran sebagai stimulus dan ransangan pada indera murid. Media yang digunakan haruslah sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai dalam satu kompetensi dasar yang diajarkan. 2. Hasil Belajar Hasil belajar dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia juga disebut sebagai prestasi belajar. Kata prestasi belajar terdiri dari dua suku kata, yaitu prestasi dan belajar. Prestasi adalah hasil yang telah dicapai (dilakukan, dikerjakan, dan sebagainya). Prestasi belajar juga dapat diartikan sebagai penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang

a.

b.

a.

1) 2)

3)

dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru. Prestasi belajar dapat bersifat tetap dalam serjarah kehidupan manusia karena sepanjang kehidupannya selalu mengejar prestasi menurut bidang dan kemampuan masing-masing. Prestasi belajar dapat memberikan kepuasan kepada orang yang bersangkutan, khususnya orang yang sedang menuntut ilmu di sekolah. Prestasi belajar meliputi segenap ranah kejiwaan yang berubah sebagai akibat dari pengalaman dan proses belajar siswa yang bersangkutan. Menurut Syah (2006:23) prestasi belajar dapat dinilai dengan cara: Penilaian formatif Penilaian formatif adalah kegiatan penilaian yang bertujuan untuk mencari umpan balik (feedback), yang selanjutnya hasil penilaian tersebut dapat digunakan untuk memperbaiki proses belajar-mengajar yang sedang atau yang sudah dilaksanakan. Penilaian Sumatif. Penilaian sumatif adalah penilaian yang dilakukan untuk memperoleh data atau informasi sampai dimana penguasaan atau pencapaian belajar siswa terhadap bahan pelajaran yang telah dipelajarinya selama jangka waktu tertentu. Jenis-jenis hasil belajar Pada prinsipnya, pengungkapan hasil belajar ideal meliputi segenap ranah psikologis yang berubah sebagai akibat pengalaman dan proses belajar siswa. Yang dapat dilakukan guru dalam hal ini adalah mengambil cuplikan perubahan tingkah laku yang dianggap penting yang dapat mencerminkan perubahan yang terjadi sebagai hasil belajar siswa, baik yang berdimensi cipta dan rasa maupun karsa. Kunci pokok untuk memperoleh ukuran dan data hasil belajar siswa adalah mengetahui garis-garis besar indikator (penunjuk adanya prestasi belajar) dikaitkan dengan jenis-jenis prestasi yang hendak diukur. Menurut Bloom (Kamdi, 2010) menyatakan bahwa, tujuan belajar siswa diarahkan untuk mencapai ketiga ranah. Ketiga ranah tersebut adalah ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Dalam proses kegiatan belajar mengajar, maka melalui ketiga ranah ini pula akan terlihat tingkat keberhasilan siswa dalam menerima hasil pembelajaran atau ketercapaian siswa dalam penerimaan pembelajaran. Dengan kata lain, prestasi belajar akan terukur melalui ketercapaian siswa dalam penguasaan ketiga ranah tersebut. Untuk lebih spesifiknya, Latuheru (2002:69) merincinya sebagai berikut: Cognitive Domain (Ranah Kognitif), yang berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berpikir. Affective Domain (Ranah Afektif) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri. Tujuan pendidikan ranah afektif adalah hasil belajar atau kemampuan yang berhubungan dengan sikap atau afektif. Psychomotor Domain (Ranah Psikomotor) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek keterampilan motorik, karena keterampilan ini melibatkan secara langsung otot, urat dan persendian, sehingga keterampilan benar-benar berakar pada kejasmanian. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tujuan pelaksanaan pembelajaran adalah untuk meningkatkan kecakapan siswa terhadap aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Hal ini ditegaskan Sudjana (2009:49) yang menyatakan bahwa ketiga aspek (kognitif, afektif dan psikomotor) tersebut tidak dapat berdiri sendiri-sendiri tetapi merupakan satu kesatuan, dan harus dipandang sebagai sasaran hasil belajar. Sedangkan Tirtaraharja dan La Sulo (2005: 25) menegaskan pengembangan dan peningkatan ketiganya harus mendapatkan porsi yang seimbang, pengutamaan aspek kognitif dengan mengabaikan aspek afektif hanya akan mencipitakan orang-orang pintar yang tidak berwatak. Ketiga kecakapan yang ditingkatkan tersebut selanjutnya terwujud pada apa yang disebut sebagai hasil belajar. Hasil belajar merupakan hasil akhir (umumnya dinyatakan dalam bentuk nilai belajar) yang diperoleh siswa terhadap serangkaian kegiatan evaluasi yang dilakukan guru baik evaluasi harian, tengah semester maupun evaluasi akhir semester. Dimaksudkan untuk mengukur sejauhmana penguasaan siswa terhadap materi pelajaran yang telah diberikan. Berdasarkan nilai yang diperoleh, maka siswa dapat diklasifikasikan prestasi belajarnya apakah berada pada kategori sangat baik, baik, sedang, cukup, atau kurang sesuai dengan standar penilaian yang digunakan di sekolah atau guru mata pelajaran itu sendiri. Howard Kingsley (dalam Sudjana, 2009: 45) membagi tiga macam hasil belajar, yaitu : a) keterampilan dan kebiasan, b) pengetahuan dan pengertian, c) sikap dan citacita. Ketiganya dapat diisi dengan bahan yang ditetapkan dalam kurikulum sekolah.

b.

1) a) b) 2) a) b) c)

1) 2) 3) 4) 5) 6) 7)

Sedangkan Gagne mengemukakan lima kategori tipe hasil belajar, yakni : a) verbal information, b) intelektual skill, c) cogniive strategy, d) attitude, dan e) motor skill. Namun demikian, kelimanya secara prinsip adalah sama dengan tiga aspek yang dikemukanan Latuheru. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar Djamarah dan Zain (2002: 121) mengemukakan bahwa setiap proses belajar selalu menghasilkan hasil belajar. Masalah yang dihadapi adalah sampai dimana hasil (hasil) belajar yang telah dicapai. Proses belajar tidak mungkin dicapai begitu saja, banyak faktor yang mempengaruhi sehingga seorang anak mampu mencapai hasil atau keberhasilan dalam belajar. Pada umumnya hasil atau keberhasilan belajar seorang murid, dalam hal ini siswa kelas VA SD Negeri Kompleks Sambung Jawa Makassar sangat dipengaruhi oleh proses belajar yang dilaksanakan oleh anak itu sendiri. Hasil belajar yang dicapai siswa dalam proses pembelajaran tidak dapat terlepas dari faktor-faktor yang dapat mempengaruhinya. Untuk itu, Syah (2006: 144) mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa terdiri dari dua faktor, yaitu faktor yang datangnya dari dalam diri individu siswa (internal factor), dan faktor yang datangnya dari luar diri individu siswa (eksternal factor). Keduanya dapat dijelaskan sebagai berikut: Faktor internal anak, meliputi: Faktor psikis (jasmani). Kondisi umum jasmani yang menandai dapat mempengaruhi semangat dan intensitas anak dalam mengikuti pelajaran. Faktor psikologis (kejiwaan). Faktor yang termasuk aspek psikologis yang dapat mempengaruhi kualitas perolehan hasil belajar siswa antara lain: (1) Intelegensi, (2) sikap, (3) bakat, (4) minat, dan (5) motivasi. Faktor eksternal anak, meliputi : Faktor lingkungan sosial, seperti para guru, staf administrasi dan teman-teman sekelas. Faktor lingkungan non-sosial, seperti sarana dan prasarana sekolah/ belajar, letaknya rumah tempat tinggal keluarga, keadaan cuaca dan waktu belajar yang digunakan anak. Faktor pendekatan belajar, yaitu cara guru mengajar guru, maupun metode dan media pembelajaran yang digunakan. Faktor lain yang juga dapat mempengaruhi hasil belajar siswa disebut sebagai hambatan/ kesulitan belajar akibat kondisi keluarga yang kurang kondusif. Terkait dengan hal ini, Ihsan (2005: 19) menyebutkan 7 hambatan-hambatan yang dihadapi siswa akibat kondisi lingkungan keluarga, yaitu: Anak kurang mendapatkan perhatian dan kasih sayang orang tua. Figur orang tua yang tidak mampu memberikan keteladanan kepada anak. Kasih sayang orang tua yang berlebihan sehingga cenderung untuk memanjakan anak. Sosial ekonomi keluarga yang kurang atau sebaliknya yang tidak bisa menunjang belajar. Orang tua yang tidak bisa memberikan rasa aman kepada anak, atau tuntutan orang tua yang terlalu tinggi. Orang tua yang tidak bisa memberikan kepercayaan kepada anak, dan Orang tua yang tidak bisa membangkitkan inisiatif dan kreativitas kepada anak. Berdasarkan uraian di atas, Purwanto (2007:107) menggambarkan bahwa faktorfaktor yang mempengaruhi hasil belajar kedalam skema berikut : Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa paling tidak ada dua faktor utama yang dapat mempengaruhi hasil belajar siswa, yaitu faktor yang datangnya dari dalam diri siswa (internal), dan faktor yang datannya dari luar disi siswa (eksternal). 3. Metode Talking Stick a. Pengertian Menurut Hamalik (2007:65), berbagai pendekatan dalam pembelajaran yang harus diketahui guru dapat dilakukan dengan empat cara, yaitu: a) Pembelajaran penerimaan (reception learning), b) pembelajaran penemuan (discovery learning), c) pembelajaran penguasaan (mastery learning), dan d) Pembelajaran terpadu (unit learning). Keempat pendekatan pembelajaran ini dapat digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Sedangkan untuk melaksanakan pembelajaran dibutuhkan suatu metode sebagai alat pencapaian tujuan pembelajaran. Depdiknas (2008:10) menjelaskan bahwa yang dimaksud metode adalah, upaya untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal. Metode digunakan untuk merealisasikan strategi yang telah ditetapkan. Strategi menunjuk pada sebuah perencanaan untuk mencapai sesuatu.

Merujuk pada defenisi istilahnya, metode talking stick dapat diartikan sebagai metode pembelajaran bermain tongkat, yaitu pembelajaran yang drancang untuk mengukur tingkat penguasaan materi pelajaran oleh murid dengan menggunakan media tongkat. Metode Talking Stick adalah metode pembelajaran yang dipergunakan guru dalam mencapai tujuan pembelajaran yang diiinginkan. Talking Stick sebagaimana dimaksudkan penelitian ini, dalam proses belajar mengajar di kelas berorientasi pada terciptanya kondisi belajar melalui permainan tongkat yang diberikan dari satu siswa kepada siswa yang lainnya pada saat guru menjelaskan materi pelajaran dan selanjutnya mengajukan pertanyaan. Saat guru selesai mengajukan pertanyaan, maka siswa yang sedang memegang tongkat itulah yang memperoleh kesempatan untuk menjawab pertanyaan tersebut. Hal ini dilakukan hingga semua siswa berkesempatan mendapat giliran menjawab pertanyaan yang diajukan guru. Teknis pelaksanaan metode Talking Stick sebagai mana tercantum dalam buku panduan materi sosialisasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang diselenggarakan oleh Dinas Pendidikan Nasional 2006 dapat digambarkan sebagai berikut: 1) Guru menyiapkan sebuah tongkat, 2) Guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari, kemudian memberikan kesempatan kepada siswa untuk membaca dan mempelajari materi, 3) Setelah selesai membaca materi pelajaran, siswa diperintahkan untuk menutup buku, 4) Guru mengambil tongkat dan memberikan kepada siswa, setelah itu guru memberikan pertanyaan dan siswa yang memegang tongkat tersebut harus menjawabnya, demikian seterusnya hingga seluruh siswa mendapat bagian untuk menjawab pertanyaan yang diajukan guru, 5) Guru memberikan kesimpulan, 6) Melakukan evaluasi, dan 7) Menutup pelajaran. b. Langkah-langkah pembelajaran talking stick Menurut Suherman (2006:84) sintaks pembelajaran talking stick adalah sebagai berikut: 1) Guru menyiapkan tongkat. 2) Guru menyajikan materi pokok. 3) Siswa menbaca materi lengkap pada wacana. 4) Guru mengambil tongkat dan memberikan tongkat kepada siswa dan siswa yang kebagian tongkat menjawab pertanyaan dari guru. 5) Tongkat diberikan kepada siswa lain dan guru memberikan petanyaan lagi dan seterusnya. 6) Guru membimbing siswa. 7) Guru dan siswa menarik kesimpulan 8) Guru melakukan refleksi proses pembelajaran, dan 9) Siswa diberikan evaluasi. Berdasarkan penjelasan Suherman di atas, maka pelaksanaan proses pembelajaran IPA siswa kelas IV SDN 256 Timampu melalui penggunaan metode Talking Stick dapat digambarkan sebagai berikut: 1) Guru membuat media tongkat untuk keperluan bermain dalam proses pembelajaran. 2) Guru menyajikan materi pelajaran secara klasikal. 3) Guru membagikan LKS yang harus dipelajari dan dihafalkan siswa sesuai waktu yang diberikan. 4) Guru dan siswa memulai permainan talking stick dengan memberikan tongkat kapada salah satu siswa. 5) Siswa diinstruksikan untuk memberikan tongkat kepada siswa yang terdekat searah jarum jam. 6) Sambil memberikan tongkat, siswa dan guru bernyanyi bersama. 7) Setelah bernyanyi atau guru memberi tanda tertentu, maka siswa yang memegang tongkat diberikan pertanyaan. Jika tidak dapat menjawab, guru memberikan hukuman positif, dapat berupa: berpuisi di depan kelas, atau hal lain yang sifatnya menghibur. 8) Kegiatan memutar tongkat terus dilakukan hingga seluruh siswa mendapat kesempatan untuk diberikan pertanyaan oleh guru. 9) Guru dan siswa menarik kesimpulan bersama, diikuti dengan menutup pelajaran dengan berdoa bersama. B. Kerangka Pikir Guru sebagai input pelaksana proses pembelajaran harus mampu menggunakan metode pembelajaran yang tepat dan memungkinkan kondisi pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa. Metode pembelajaran klasikal yang selama ini digunakan

guru, terutama guru IPA pada siswa kelas IV SDN 256 Timampu Kabupaten Luwu harus dikembangkan dan diperkaya dengan memberikan nuansa permainan dalam pelaksanaannya. Hal tersebut perlu dilakukan karena karakteristik siswa SD selalu saja masih ingin bermain walaupun dalam situasi pembelajaran. Untuk memberikan ketertarikan dan suasana menyenangkan kepada siswa, maka salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan menggunakan metode pembelajaran talking stick. Metode ini dalam pelaksanaannya penuh dengan nuansa permainan tetapi tidak meninggalkan esensi proses pembelajaran. Melalui talking stick, siswa dituntut untuk memahami dan menguasai materi pelajaran karena akan digunakan sebagai jawaban saat diajukan pertanyaan oleh guru. Keberadaan siswa sebagai obyek pencapaian tujuan pelaksanaan pembelajaran sudah selayaknya diberikan keleluasaan dalam belajar sesuai dengan keinginan mereka, sepanjang keleluasaan tersebut tidak disalah artikan oleh siswa. tugas gurulah untuk membimbing siswa jika dalam pelaksanaan proses pembelajaran masih terdapat siswa yang menunjukkan sikap yang tidak diinginkan. Maka, melalui penggunaan metode pembelajaran yang tepat dan efektif diharapkan terjadi perubahan sikap dan hasil belajar siswa, dalam hal ini peningkatan hasil belajar yang disebabkan penggunaan metode talking stick dalam pelaksanaan proses pembelajaran IPA khususnya pada siswa kelas IV SDN 256 Timampu Kabupuaten Luwu Timur. C. Hipotesis Tindakan Berdasarkan gambar kerangka pikir penelitian di atas, maka hipotesis tindakan penelitian ini adalah: Jika mengggunakan metode pembelajaran talking stick, hasil belajar IPA siswa kelas IV SDN 256 Timampu Kabupaten Luwu dapat ditingkatan. III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Informasi yang diperoleh dari hasil observasi kegiatan pembelajaran disusun menjadi data untuk mengetahui persentase pencapaiannya, sedangkan interpretasi data disajikan secara naratif. Penelitian merupakan jenis penelitian tindakan kelas (Classroom actiont research). Penelitian tindakan kelas menurut Kunandar (2008:41) adalah: Tindakan yang secara sadar dilakukan oleh guru untuk mengembangkan kemampuan dalam mendeteksi dan memecahkan masalah-masalah yang terjadi dalam pembelajaran di kelas melalui tindakan bermakna yang diperhitungkan dapat memecahkan masalah atau memperbaiki situasi dan kemudian secara cermat mengamati pelaksanaannya untuk mengukur tingkat keberhasilannya. Tujuan penelitian tindakan kelas sebagaimana dijelaskan Aqib (2009:13) yaitu: 1) PTK sangat kondusif membuat guru menjadi peka dan tanggap terhadap dinamika pembelajaran di kelasnya, 2) PTK dapat meningkatkan kinerja guru sehingga menjadi profesional, 3) guru mampu memperbaiki proses pembelajarannya, dan 4) guru menjadi lebih kreatif dalam mengembangkan proses pembelajarannya. B. Setting dan Subjek Penelitian Penelitian dilaksanakan di SDN 256 Timampu Kabupaten Luwu Timur. Pembelajaran dilaksanakan sesuai dengan alokasi waktu pemelajaran IPA kelas IV, semester ganjil tahun pelajaran 2010-2011. Jumlah keseluruhan siswa kelas V SDN 256 Timampu sebagai subyek dalam penelitian ini adalah 25 orang siswa. C. Fokus Penelitian Adapun yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah: 1. Input, yaitu dengan mengamati aktivitas siswa dalam proses pembelajaran sehingga peningkatan hasil belajar siswa dapat dideskripsikan. 2. Proses pembelajaran, yaitu dengan mengamati proses yang terjadi selama kegiatan pembelajaran berlangsung, yang meliputi aktivitas guru, siswa, dan interaksi dari berbagai unsur yang terlibat dalam kegiatan pembelajaran dengan menggunakan metode talking stick. 3. Output, yaitu kemampuan dan keterampilan guru dalam mengembangkan dan melaksanakan kegiatan pembelajaran. Apakah sesuai dengan komponen-komponen utama metode talking stick atau tidak. D. Desain Penelitian Tindakan dilaksanakan paling tidak dalam dua siklus kegiatan. Tahapan utama sebelum melaksanakan tindakan adalah melakukan observasi awal untuk melihat dan mengumpulkan informasi terkait dengan fokus penelitian.

Aqib (2009:30) menjelaskan bahwa: Tahapan harus dimulai dengan mengidentifikasi masalah (pra penelitian). Hal penting yang dilakukan adalah menetapkan fokus masalah. Penetapan fokus masalah penelitian dimaksudkan untuk mengidentifikasi masalah yang timbul atas pembelajaran yang dilaksanakan guru selama ini. Jika masalahnya telah ditemui, maka tindakan selanjutnya adalah menganalisis masalah untuk kemudian masalah tersebut dirumuskan kedalam bentuk yang lebih operasional. 1. a. 1) 2) 3) 4) 5) Siklus I Tahap Perencanaan (Planning) Mengidentifikasi masalah Menganalisis dan merumuskan masalah Merancang metode pembelajaran talking stick Mendiskusikan penerapan metode talking stick Menyiapkan perangkat pembelajaran (RPP, Tongkat/Media, Kriteria Penilaian, Alat Evaluasi) 6) Menyusun kelompok belajar siswa 7) Merencanakan tugas kelompok b. Tahap Melakukan Tindakan (Action) 1) Melaksanakan langkah-langkah sesuai perencanaan 2) Menerapkan metode pembelajaran talking stick 3) Melakukan pengamatan terhadap setiap langkah-langkah kegiatan sesuai rencana pelaksanaan pembelajaran (aktivitas guru dan siswa). 4) Memperhatikan alokasi waktu yang ada dengan banyaknya kegiatan yang dilaksanakan. 5) Mengantisipasi dengan melakukan solusi apabila menemui kendala saat melakukan tahap tindakan. c. Tahap Mengamati (observasi) 1) Melakukan diskusi dengan guru SD dan kepala Sekolah untuk rencana observasi 2) Melakukan pengamatan terhadap penggunaan metode pembelajaran talking stick yang dilakukan guru IPA kelas IV. 3) Mencatat setiap kegiatan dan perubahan yang terjadi saat talking stick sedang berjalan di kelas. 4) Melakukan diskusi dengan guru untuk membahas tentang kelamahan-kelemahan atau temmuan-temuan kegiatan melalui observasi, serta memberikan saran dan perbaikannya. d. Tahap refleksi (Reflection) 1) Menganalisis temuan saat melakukan observasi pelaksanaan observasi. 2) Menganalisis kelemahan dan keberhasilan guru saat menggunakan metode talking stick untuk menentukan rencana tindak lanjut kegiatan. 3) Melakukan refleksi terhadap penggunaan metode talking stick. 4) Melakukan refleksi terhadap aktivitas mengajar guru. 5) Melakukan refleksi terhadap aktivitas belajar siswa. 2. Siklus II a. Tahap Perencanaan (Planning) 1) Hasil refleksi dievaluasi, didiskusikan, dan mencari upaya perbaikan untuk diterapkan pada pembelajaran berikutnya. 2) Mendata masalah dan kendala yang dihadapi saat pembelajaran. 3) Merancang perbaikan II berdasarkan refleksi siklus I b. Tahap Melakukan Tindakan (Action) 1) Melakukan analisis pemecahan masalah 2) Melaksanakan tindakan perbaikan II dengan memaksimalkan penggunaan metode talking stick dalam proses pembelajaran. c. Tahap Mengamati (observation) 1) Melakukan pengamatan terhadap penggunaan metode talking stick baik guru maupun siswa. 2) Mencatat perubahan yang terjadi. 3) Melakukan diskusi membahas masalah yang dihadapi saat pembelajaran dan memberikan balikan. d. Tahap Refleksi (Reflection) 1) Merefleksi proses pebelajaran metode talking stick. 2) Merfleksi hasil belajar siswa dengan menggunakan metode pembelajaran talking stick. 3) Menganalisis temuan dan hasil akhir penelitian 4) Rekomendasi. Dari tahap kegiatan pada siklus I dan II, hasil yang diharapkan adalah:

a) Siswa memiliki aktivitas belajar yang baik karena selalu aktif terlibat dalam proses pembelajaran IPA. b) Guru memiliki kemampuan merancang dan menggunakan metode pembelajaran talking stick dalam mencapai tujuan pembelajaran IPA. Terjadi peningkatan hasil belajar siswa terhadap mata pelajaran IPA.

E. Teknik Pengumpulan Data Untuk mengetahui hasil belajar yang dicapai siswa dengan menggunakan metode pembelajaran talking stick sebagaimana dimaksudkan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik observasi dan tes. 1. Observasi Menurut Riyanto (2001:96) observasi adalah mengadakan pengamatan secara langsung terhadap gejala-gejala subyek yang diselidiki, baik pengamatan itu dilakukan di dalam situasi sebenarnya maupun dilakukan dalam situasi buatan yang khusus diadakan. Berdasarkan pengertian tersebut, maka observasi yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah melakukan pengamatan terhadap segenap aktivitas PBM guru dan siswa dengan menggunakan metode pembelajaran talking stick. Observasi ditekankan pada aktivitas mengajar guru dan aktivitas belajar siswa. Untuk memperoleh data keduanya, maka digunakan format lembar observasi: a) aktivitas mengajar guru, dan b) aktivitas belajar siswa. 2. Tes Tes digunakan untuk mengukur tingkat pemahaman murid dalam mata pelajaran IPA. Tes formatif yang diberikan kepada murid terdiri dari 10 item pertanyaan. Tes ini dilaksanakan pada awal penelitian dan di akhir siklus. F. Teknik Analisis Data Analisis data dilakukan dengan cara kuantitatif. Untuk itu, penilaian terhadap aktivitas mengajar guru dan aktivitas belajar siswa, digunakan teknik penskoran skala likert, sebagai berikut: skor 5 adalah kategori sangat baik (SB), skor 4 kategori baik (B), skor 3 kategori cukup baik (CB), skor 2 kategori kurang baik (KB), dan skor 1 kategori tidak baik (TB). SkorPerolehan = 100 TotalSkor Untuk mengukur hasil belajar siswa melalui tes formatif yang diberikan di akhir siklus, Heriyanto (2007:22) mengemukakan bahwa untuk mengetahui tingkat penguasaan murid terhadap suatu evaluasi yang diberikan, dapat mengunakan rumus sebagai berikut: Tingkat penguasaan = G. Indikator Keberhasilan Kriteria yang digunakan untuk mengungkapkan peningkatan hasil belajar siswa kelas IV SDN 256 Timampu disesuaikan dengan dengan kriteria penilaian standar yang diungkapkan Suharsimi, (2004: 35), sebagai berikut: Tabel 3.1. Acuan Kriteria Penilaian Interval Skor/Nilai Kategori 8,1 10,0 Sangat tinggi 6,6 8,0 Tinggi 5,6 6,5 Sedang 4,1 5,5 Rendah 0 4,0 Sangat Rendah Sumber: Suharsimi, 2004:35. Berdasarkan kriteria standar tersebut, maka peneliti menentukan tingkat kriteria keberhasilan tindakan pada penelitian ini dilihat dari peningkatan hasil belajar siswa secara keseluruhan pada setiap siklus telah meningkat dan menunjukkan tingkat pencapaian keberhasilan murid secara keseluruhan mencapai penguasaan 70 % dengan nilai masing-masing setiap subjek penelitian memperoleh nilai paling rendah 7,00. DAFTAR PUSTAKA Kamdi, Waras. 2010. Inisiasi Pembelajaran IPA di Sekolah http://www/wordpress.com. Diakses tanggal 15 November 2010. Dasar. Online.

Yasa,

Doantara. 2008. Metode Pembelajaran Kooperatif. (http://www.wikipedia.org/artikelbebas/doantarablog). diakses tanggal 14 November 2010.

Anda mungkin juga menyukai