Anda di halaman 1dari 18

TUGAS MAKALAH BLOK XXII PSIKIATRI PARAFILIA

DISUSUN OLEH

1. Anggun Ari Mukti 2. Juwita Wulandari 3. Akmallia Puspa Dewi 4. Intan Rindy Mega 5. Zakiyah Zahra K 6. Rizca Agil Maulida 7. Kiki Rizki Amaliah 8. Dini Nurul Annisa 9. Iga Mapatda Wita 10. Ricka Fitriyana Pramitasari 11. Muhammad Hidayatullah

J 500080058 J 500080060 J 500080062 J 500080076 J 500080083 J 500080087 J 500080100 J 500080102 J 500080103 J 500080107 J 500080110

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2011

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalahan Parafilia saat ini mengacu pada istilah biomedis yang digunakan untuk menggambarkan gairah seksual pada suatu objek, situasi, atau individu yang bukan merupakan bagian dari stimulasi normative yang dapat menyebabkan tekanan atau masalah serius bagi penderita parafilia atau orang-orang yang berhubungan dengan penderita. Istilah parafilia diciptakan oleh Wilhelm Stekel pada 1920an. Parafilia merupakan istilah untuk segala sesuatu mengenai kebiasaan seksual, gairah seksual, atau kepuasan terhadap perilaku seksual yang tidak lazim dan ekstrim. Psikopatologis parafilia tidak sama dengan psikologis perilaku normative seksual dan fantasi seksual orang dewasa pada umumnya. Kegiatan konsensual orang dewasa dan hiburan yang mungkin melibatkan beberapa aspek roleplay seksual atau aspek fetishisme seksual tidak selalu dipastikan sebagai kegiatan parafilia. Dalam dunia psikologi abnormal, gangguan abnormalitas seksual merupakan ruang lingkup di dalamnya. Berdasar DSM IV TR (dari Asosiasi Psikiatrik Amerika) diklasifikasi menjadi tiga garis besar yaitu Disfungsi seksual, Parafilia dan Gangguan Identitas Gender. Seiring dengan perkembangan zaman yang modern, kebebasan demokrasi dan human right, salah satu jenis dari gangguan abnormal seksual parafilia, yaitu Homoseksual mulai dihapus dari DSM IV TR dan dinyatakan bukan merupakan gangguan abnormal seksual lagi bahkan saat ini di luar negeri sudah melegalkan perkawinan sejenis.

B. Tujuan Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu untuk mengetahui gangguan abnormalitas seksual jenis parafilia di masyarakat.

C. Manfaat Penulisan makalah ini bermanfaat menambah wawasan tentang perilaku menyimpang seksual parafilia sehingga dapat memberikan informasi kepada pembaca.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Istilah parafilia (kelainan seksual) pertama kali disebut oleh seorang psikoterapis bernama Wilhelm Stekel dalam bukunya berjudul Sexual Aberrations pada tahun 1925. Parafilia adalah sekelompok gangguan yang mencakup ketertarikan seksual terhadap objek yang tidak wajar atau aktivitas seksual yang tidak pada umumnya. Dengan kata lain, terdapat deviasi (para) dalam ketertarikan seseorang (filia). Parafilia (paraphilia) diambil dari akar bahasa Yunani para, yang artinya "pada sisi lain", dan philos artinya "mencintai" (Fausiah, 2003). Parafilia adalah gangguan seksual yang ditandai oleh khayalan seksual yang khusus dan desakan serta praktek seksual yang kuat, biasanya berulang kali dan menakutkan. Parafilia mengacu pada sekelompok gangguan yang melibatkan ketertarikan seksual terhadap obyek yang tidak biasa atau aktifitas seksual yang tidak biasa (Feray, 1990). Abel (1989) mengidentifikasi istilah parafilia sebagai fantasi atau perilaku seksual yang disukai atau berulang yang meliputi hal berikut : a. Memilih untuk menggunakan suatu objek bukan manusia b. Aktivitas seksual berulang dengan manusia melibatkan penderitaan atau rasa malu nyata atau dirangsang c. Aktivitas seksual berulang dengan pasangan yang lebih muda

B. Ciri utama Parafilia Simtom utama dari parafilia adalah dorongan, fantasi, dan rangsangan yang terjadi berulang-ulang dan ada kaitannya dengan : 1. Obyek-obyek yang bukan manusia (misalnya sepatu, baju dalam, bahan kulit atau karet).

2. Menyakiti diri sendiri atau menghina mitra sendiri 3. Individu-individu yang tidak diperbolehkan menurut hukum (anak-anak, orang yang tidak berdaya atau pemerkosaan).

C. Etiologi dan Patofisiologi 1. Faktor psikososial Dalam model psikoanalitik klasik, seseorang dengan parafilia adalah orang yang gagal untuk menyelesaikan proses perkembangan normal ke arah penyesuaian heteroseksual, tetapi model tersebut telah dimodifikasi oleh pendekatan psikoanalitik. Apa yang membedakan satu parafilia dengan parafilia lainnya adalah metode yang dipilih oleh seseorang (biasanya laki-laki) untuk mengatasi kecemasan yang

disebabkan oleh: (1) kastrasi oleh ayah dan (2) perpisahan dengan ibu. Bagaimanapun kacaunya manifestasi, perilaku yang dihasilkan

memberikan jalan keluar untuk dorongan seksual dan agresif yang seharusnya telah disalurkan kedalam perilaku seksual yang tepat. Berdasarkan teori ini terdapat beberapa penyebab parafilia. Freud dan koleganya mengajukan bahwa beberapa parafilia dapat disebabkan oleh penyimpangan dari fase courtship. Normalnya, fase ini akan berujung pada proses mating pada pria dan wanita. Fase ini dimulai dari masa remaja dan dengan/ tanpa adanya sexual intercourse pada tahap awal perkembangan seksual. Fase Definitif Courtship a. Locating partner potensial fase inisial dari courtship. b. Pretactile interaction berbicara, main mata dst. c. Tactile interaction memegang, memeluk, dst. (foreplay). d. Effecting genital union sexual intercourse 2. Faktor organik Tes psikofisiologis telah dikembangkan untuk mengukur ukuran volumemetrik penis sebagai repon stimulasi parafilia dan nonparafilia.

Prosedur dapat digunakan dalam diagnosis dan pengobatan, tetapi memiliki keabsahan diagnostik yang diragukan karena beberapa laki-laki dapat menekan respon erektilnya.

3. Teori Behavioural (kelakuan) Berdasarkan teori ini, parafilia disebabkan oleh proses conditioning. Jika objek nonseksual dipakai sering dan diulang-ulang untuk aktivitas seksual maka akan mengakibatkan objek tersebut menjadi sexually arousing. Tidak harus dengan adanya dorongan positif tapi bisa disebabkan oleh dorongan negatif. Misalnya jika anak laki-laki suka membanggakan penisnya ketika ereksi maka ibunya akan memarah inya. Akibat dari itu, anak merasa bersalah dan malu dengan kelakuan seksual normal. Pedofilia, ekshibisionisme dan vouyerisme merupakan akibat dari perilaku yang beresiko dilakukan secara berulang-ulang. Conditioning bukan satu-satunya hal yang berperan pada

perkembangan parafilia. Hal yang juga berpengaruh adalah kepercayaan diri yang rendah. Ini sering dijumpai pada pasien parafilia.

4. Teori Dawkin (teori transmisi gen) Parafilia dipengaruhi oleh lingkungan dan genetik. Contohnya kebanyakan orang akan mendapatkan orgasme yang pertama pada prepubertas tetapi ada beberapa orang dapat terjadi sebelum periode prepubertas. Ada sedikit orang yang tanpa adanya stimulus eksternal bias mengalami orgasme, orang ini biasanya memiliki dorongan seksual yang tinggi saat bayi (sonogram menunjukkan bayi memegang penisnya dalam uterus). Anak yang aktif secara seksual pada usia muda akan cenderung aktif secara seksual pada remaja. Hal ini dipengaruhi oleh DNA dan akan diturunkan kepada anak- anaknya.

5. Teori Darwin Faktor operatif dari teori Darwin ada 2, yaitu kuantitas dan kualitas. Kuantitas jika dari keturunan yang dihasilkan yang besar dibandingkan dengan yang survive. Kualitas yaitu yang dapat beradaptasi terhadap lingkungan. Pria yang secara fisik dapat menghasilkan banyak keturunan (kuantitas), dan wanita yang bertanggung jawab untuk kualitas. Wanita akan lebih berhati hati dalam memilih pasangannya sedangkan pria cenderung hanya untuk melakukan hubungan seksual dengan banyak wanita (tidak memilih-milih). Hal tersebut menjelaskan mengapa parafilia sering terjadi pada pria. Study dari Sharnor (1978) menyatakan bahwa pria usia 12-19 tahun memikirkan seks 20 kali dalam 1 jam atau sekali dalam 3 menit Pria usia 30-39 tahun, memikirkan seks 4 kali per jam. Hal ini dapat menjelaskan alasan, mengapa parafilia biasanya terjadi pada usia 15-25 tahun.

D. Klasifikasi Gangguan seksual yang termasuk dalam kelompok parafilia konvensional : 1. Fethisisme Fethisisme adalah gejala dimana dorongan seks selalu diarahkan pada benda yang dipakai atau berhubungan dengan jenis seks lain yang dicintai. Bisa berupa pakaian, tubuh atau benda lain yang tak bernyawa. Obyek yang lazim digunakan antara lain : pakaian dalam, rambut, parfum, sapu tangan, parfum atau bagian tubuh lain sperti kaki, payudara, telinga. Ekspresi fethinisme ditampilkan dengan cara membelai, melihat mencium atau dipakai sebagai alat masturbasi. Mereka memperlakukan benda trsebut sebgaimana orang yang dicintainya dan biasanya mereka menyimpan kembali benda tersebut setelah digunakan. Penyakit ini lebih banyak terdapat pada kaum pria.

Kritera diagnostik untuk fetishisme : a. Selama waktu sekurangnya 6 bulan, terdapat khayalan

yang merangsang secara seksual,dorongan seksual, atau perilaku yang berulang dan kuat berupa pemakaian benda-benda mati (misalnya pakaian dalam wanita). b. Khayalan, dorongan seksual, atau perilaku menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan atau fungsi penting lainnya. c. Objek fetish bukan perlengkapan pakaian wanita yang digunakan pada cross Dressing(berpakaian lawan jenis) seperti pada fetishisme transvestik atau alat-alat yang dirancang untuk tujuan stimulasi taktil pada genital (miasalnya sebuah vibrator).

2. Fetishisme transversis Fetishisme transversis adalah gejala nafsu yang patologik untuk memakai pakaian lawan jenis. Cross dressing tersebut dapat berupa hanya menggunakan salah satu bahan yang dipakai oleh wanita atau mengenakan pakaian wanita lengkap dan menampilkan diri sebagai wanita di depan umum. Tujuan orang tersebut adalah untuk mencari kepuasan seksual. Pria yang mengalami penyakit ini mengadakan masturbasi pada waktu mengenakan pakaian wanita dan berfantasi mengenai pria lain yang tertarik dengan pakaiannya. Seorang wanita dikatakan menglami kelainan ini jika mereka mengenakan pakaian laki-laki untuk mencari kepuasan seksual. Kriteria diagnostik untuk fetishisme transvestik ( DSM-IV ) a. Selama waktu sekurangnya 6 bulan, pada laki-laki heteroseksual, terdapat khayalan yang merangsang secara seksual, dorongan seksual, atau perilaku yang berulang dan kuat berupa cross dressing. b. Khayalan, dorongan seksual, atau perilaku menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis dan gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.

3. Pedofilia Pedofilia merupakan penyimpangan seksual dimana orang dewasa (pria atau wanita) mencari kepuasan dengan anak-anak kecil. Bisa heteroseksual ataupun homoseksualitas. Praktek pedofilia berupa

perbuatan eksibisionistik dengan memperlihatkan alat kelamin sendiri pada anak-anak, memanipulasi tubuh anak-anak (membelai, mencium, menimang), melakukan persetubuhan.Anak bisa mengalami kekerasan fisik dan tekanan psikologis dalam percobaan persetubuhan. Kriteria pedofilia menurut DSM-IV : a. Selama waktu sekurangnya 6 bulan, terdapat khayalan

yang merangsang secara seksual, dorongan seksual, atau perilaku yang berulang dan kuat berupa aktivitas seksual dengan anak prapubertas atau dengan anak-anak (biasanya berusia 13 tahun atau kurang) b. Khayalan, dorongan seksual, atau perilaku menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya. c. Orang sekurangnya berusia 16 tahun dan sekurangnya berusia 5 tahun lebih tua dari anak, atau anak-anak dalam kriteria A.

4. Eksibionisme Eksibionisme adalah kepuasan yang diperoleh dengan memperlihatkan bagian tubuh lain, pada lawan jenis atau anak-anak. Memperlihatkan alat kelamin sering dilakukan di tempat umum seperti kereta, taman, perpustakaan, halaman sekolah, bus, depan bioskop, di jalan raya. Diantara orang-orang dewasa memperlihatkan alat kelamin yang patologik lebih sering dilakukan oleh laki-laki sedangkan memperlihatkan bagian tubuh dengan batas-batas tertentu sering dilakukan eksibinisme oleh perempuan. Kriteria diagnosik untuk eksibisionisme :
a. Selama

waktu sekurangnya 6 bulan, terdapat khayalan yang

merangsang secara seksual, dorongan seksual, atau perilaku yang

berulang dan kuat berupa memamerkan alat kelaminnya sendiri kepada orang yang tidak dikenal dan tidak menduga.
b. Khayalan, dorongan seksual, atau perilaku menyebabkan penderitaan

yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.

5. Voyeurisme Voyeurisme dalah gejala pada seseorang yang mendapat kepuasan seksual dengan jalan melihat orang telanjang melalui lubang angin, lubang kunci, pintu WC, kamar ganti. Seringkali mereka membuat lubang kecil untuk melihat istrinya bersetubuh dengan laki-laki lain, dengan demikian dia memperoleh kepuasan seksual. Tersebarnya foto-foto porna semakin meningkatkan penderita voyeurisme. Perbandingan antara laki-laki dan perempuan adalah 9:1. Kriteria diagnostik untuk veyouriosme : a. Selama waktu sekurangnya 6 bulan, terdapat khayalan yang

merangsang secara seksual, dorongan seksual, atau perilaku yang berulang dan kuat berupa mengamati orang telanjang yang tidak menaruh curiga, sedang membuka pakaian, atau sedang melakukan hubungan seksual. b. Khayalan, dorongan seksual, atau perilaku menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosil, pekerjaan, atau fingsi penting lainnya.

6. Frottage Frottage adalah gejala kelainan seksual dimana seseorang mendapat kepuasan seks dengan meraba-raba orang yang disenangi biasanya tanpa diketahui orang yang bersangkutan. Frottage biasanya dilakukan oleh orang yang pemalu dan tidak memilki keberanian sama sekali untuk melakukan persetubuhan. Mereka selalu dicekam rasa tidak percaya diri, malu dan tidak berdaya.

Kriteria diagnostik untuk frotteurisme : a. Selama wakru sekurangnya 6 bulan, terdapat khayalan yang merangsang secara seksual, dorongan seksual, atau perilaku yang berulang dan kuat berupa menyentuh atau bersenggolan dengan orang yang tidak menyetujuinya. b. Khayalan, dorongan seksual, atau perilaku yang menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.

7. Sadisme sosial dan masokhisme seksual. Sadisme adalah seseorang memperoleh kepuasan seksual dengan menyiksa mitranya secara fisik dan psikologis. Perbuatan sadistik dalam bersetubuh antara lain memukul, menampar, menggigit, mencekik, menoreh mitranya dengan pisau, menyayat-nyayat mitranya dengan benda tajam. Juga bisa dengan mengeluarkan kata-kata kotor, penyiksaan berat sampai dengan pembunuhan untuk mendapatkan kepuasan seks dan untuk mendapatkan orgasme adalah puncak dari sadisme dimana tubuh korban dirusak dan dibunuh dengan kejam. Biasanya hal ini dilakukan dengan kondisi jiwa psikotik. Ada semacam obsesi sangat kuat merasa ditolak oleh wanita, sekaligus dibarengi rasa agresif, dendam dan benci. Kriteria diagnostik untuk sadisme seksual : a. Selama waktu sekurangnya 6 bulan, terdapat khayalan yang merangsang secara seksual, dorongan seksual, atau perilaku yang berulang dan kuat berupa tindakan (nyata atau disimulasi) dimana penderitaan korban secara fisik atau psikologis (termasuk penghnaan) adalah menggembirakan pelaku secara seksual. b. Khayalan, dorongan seksual, atau perilaku menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.

Masokhisme adalah kebalikannya yaitu mencapai kepuasan seksual dengan menyakiti diri sendiri, lebih sering terjadi pada wanita, sedangkan sadisme lebih sering terjadi pada laki-laki. Masokhisme. Kriteria diagnostik untuk masokisme seksual : a. Selama waktu sekurangnya 6 bulan, terdapat khayalan yang merangsang secara seksual, dorongan seksual, atau perilaku yang berulang dan kuat berupa tindakan (nyata, atau disimuasi) sedang dihina, dipukuli, diikat, atau hal lain yang membuat menderita. b. Khayalan, dorongan seksual, atau perilaku menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.

Parafilia yang tidak diatur secara khusus 1. Bestialitas. Bestialitas adalah penyimpangan seksual diamana seseorang mendapat kepuasan dengan melakukan persetubuhan dengan binatang seperti kambing, kerbau, sapi, kuda, ayam, bebek, anjing, kucing, dan lain sebagainya. 2. Troilisme Troilisme adalah gejala seseorang yang melakukan persetubuhan dengan mitra seksnya dan mengajak orang lain untuk menonton. 3. Geronto-seksualitas Merupakan perilaku penyimpangan seksual yaitu seorang pemuda atau pemudi yang jatuh cinta serta lebih senang berhubungan seks dengan wanita tua atau laki-laki tua. 4. Incest Incest adalah hubungan seksual di dalam atau di luar pernikahan dimana mereka terkait hubungan kekerabatan yang dekat sekali serta bukan dalam hubungan sebagai suami-istri. Misalnya antara ayah dan anak perempuan dan ibu dengan anak laki-laki.

5. Saliroma Merupakan gejala pria yang mendapatkan kepuasan seks dengan cara menodai atau mengotori badan dan pakaian wanita. biasanya orang tersebut dihinggapi rasa benci, dendam dan kompulsi-kompulsi yang dilakukan dengan mengotori tubuh wanita atau patung wanita dengan cat, tinta, telur busuk, ter,tahi dsb. 6. Misofilia, kaprofilia, urofilia Dimana seseorang senang melakukan persetubuhan dibarengi dengan kesenangan terhadap kotoran. Sebabnya adalah sejak kecil individu sudah mengembangkan pola asosiasi yang salah antara seksualitas dengan dosa dan kotoran sehingga pola kaitan persetubuhan dengan hal-hal yang jorok menjadi perilaku. Kaprofilia sering terjadi pada laki-laki dan urofilia sering terjadi pada wanita. 7. Tukar istri/ wifeswapping Merupakan perilaku seksual dengan mengundi kunci kamar dan berhubungan seksual dengan mereka yang ada didalamnya. ebabnya adalah kebosanan dalam perkawinan, ingin mendapat petualangan seksual dengan wanita lain, dan ketidakserasian kepribadian. 8. Promiskuitet Merupakan hubungan seks yang bebas dengan siapapun juga dan dilakukan dengan banyak orang, menyerupai prostitusi. 9. Perzinahan Perzinahan adalah melakukan hubungan seksual dengan bukan suami atau istrinya. 10. Necrofilia Adalah orang yang suka melakukan hubungan seks dengan orang yang sudah menjadi mayat / orang mati. 11. Zoofilia Zoofilia adalah orang yang senang dan terangsang melihat hewan melakukan hubungan seks dengan hewan.

12. Sodomi pasangan seks baik pasangan sesame jenis (homo) maupun dengan pasangan perempuan.

E. Terapi 1. Psikoterapi berorintasi tilikan Merupakan pendekatan yang paling sering digunakan untuk mengobati parafilia. Pasien memiliki kesempatan untuk mengerti dinamikanya sendiri dan peristiwa-peristiwa yang menyebabkan

perkembangan parafilia. Secara khusus, mereka menjadi menyadari peristiwa sehari-hari yang menyebabkan mereka bertindak atas impulsnya (sebagai contohnya, penolakan yang nyata atau dikhayalkan). Psikoterai juga memungkinkan pasien meraih kembali harga dirinya dan

memperbaiki kemampuan interpersonal dan menemukan metode yang dapat diterima untuk mendapatkan kepuasan seksual. Terapi kelompok juga berguna.

2. Terapi seks Adalah pelengkap yang tepat untuk pengobatan pasien yang menderita disfungsi seksual tertentu dimana mereka mencoba melakukan aktivitas seksual yang tidak menyimpang dengan pasangannya.

3. Terapi perilaku Digunakan untuk memutuskan pola parafilia yang dipelajari. Stimuli yang menakutkan, seperti kejutan listrik atau bau yang menyengat, telah dipasangkan dengan impuls tersebut, yang selanjutnya menghilang. Stimuli dapat diberikan oleh diri sendiri dan digunakan oleh pasien bilamana mereka merasa bahwa mereka akan bertindak atas dasar impulsnya.

4. Terapi obat Termasuk medikasi antipsikotik dan antidepresan, adalah

diindikasikan sebagai pengobatan skizofrenia atau gangguan depresif jika parafilia disertai dengan gangguan-gangguan tersebut. Antiandrogen, seperti ciproterone acetate di Eropa danmedroxiprogesterone

acetate (Depo-Provera) di Amerika Serikat, telah digunakan secara eksperimental pada parafilia hiperseksual. Medroxiprogesterone

acetate bermanfaat bagi pasien yang dorongan hiperseksualnya diluar kendali atau berbahaya (sebagai contoh masturbasi yang hampir terusmenerus, kontak seksual setiap kesempatan, seksualitas menyerang yang kompulsif). Obat serotonorgik sepertiFluoxetin (prozac) telah digunakan pada beberapa kasus parafilia dengan keberhasilan yang terbatas.

5. Terapi Aversi Aversion therapy yang dilakukan dengan cara kecemasan diberi pada saat pasien parafilia mengalami rangsangan seksual (rangsangan abnormal). Sehingga pasien akan merasa cemas ketika terjadi rangsangan sexual yang tidak normal tersebut dan menyebabkan penurunan libido. Cara yang digunakan biasanya pasien memakai seperangkat elektroda yang dapat menghantarkan listrik. Dan pasien diberikan barang, gambar, atau apapun yang menjadi rangsangan abnormal baginya. Ketika pasien mulai berfantasi dengan barang yang diberikan, pada saat itu juga pasien diberi kejutan listrik yang menyakitkan. Dengan begitu akan timbul rasa cemas ketika pasien berhadapan dengan barang, gambar, atau apapun yang dapat membuat rangsangan abnormal tadi, sehingga libido pasien terhadap barang-barang tadi dapat berkurang. Untuk sebagian besar pasien yang telah diterapi mengalami perkembangan bagus dalam segi seksual normalnya. Tetapi ada beberapa pasien yang tidak mengikuti latihan selama 2 minggu mengalami spontaneous recovery atau kambuh mendadak sehingga pasien

memerlukan terapi kembali dan biasanya setelah itu pasien sembuh total.

6. Terapi pembedahan (kastrasi) Yaitu melakukan operasi dengan menghilangkan testikel yang menjadi sumber testosteron. Tetapi hanya digunakan pada orang-orang yang tingkah laku seksualnya membahayakan orang lain seperti para pemerkosa. Sebagaimana penelitian di Jerman Barat melaporkan bahwa 39 pemerkosa yang dikastrasi dan dibebaskan dari penjara, frekuensi fikiran tentang seks, masturbasi, dan persetubuhan sangat berkurang. Tetapi 50% dilaporkan masih mampu melakukan hubungan seksual.

F. Prognosis Prognosisnya buruk untuk parafilia adalah berhubungan dengan onset usia yang awal, tingginga frekuensi tindakan, tiak adanya perasaan bersalah atau malu terhadap tindakan tersebut, dan penyalahgunaan zat. Perjalanan penyakit dan prognosisnya baik jika pasien memiliki riwayat koitus disamping parafilia, jika pasien memiliki motivasi tinggi untuk berubah, dan jika pasien datang berobat sendiri, bukannya dikirim oleh badan hukum.

BAB III PENUTUP

A. Simpulan Setelah kami membahas berbagai penyakit kelainan seksual yang diantaranya parafilia, kami dapat menyimpulkan bahwa parafilia adalah sekelompok gangguan yang mencakup ketertarikan seksual terhadap objek yang tidak wajar atau aktifitas seksual yang tidak pada umumnya.

B. Saran Jangan melakukan hal-hal yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku di lingkungan masyarakat khususnya Indonesia karena penyimpangan tersebut dapat merugikan diri sendiri dan kesehatannya.

DAFTAR PUSTAKA

Fausiah, Fitri. (2003). Bahan ajar mata kuliah psikologi abnormal (klinis dewasa). Depok : Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Feray, Jean Claude, Herzer, Manfred. (1990). Homosexual Studies and Politics in the 19th Century. Karl Maria Kertbeny. Journal of Homosexuality Kaplan, Harold I., Sadock, Benjamin J, Grebb, Jack A. (2002).Sinopsis psikiatri ilmu pengetahuan psiatri klinis. Jakarta : Binarupa Aksara. Nevid, Jeffrey S., Rathus, Spencer A., Greene, Beverly. (2002).Psikologi abnormal jilid dua edisi kelima. Jakarta : Erlangga. DSM-IV TR

Anda mungkin juga menyukai