Anda di halaman 1dari 15

Pengertian Kepemimpinan Kepemimpinan dapat diartikan sebagai kegiatan untuk mempengaruhi orangorang yang diarahkan terhadap pencapaian tujuan

organisasi. Menurut Sutisna (1993) merumuskan kepemimpinan sebagai proses mempengaruhi kegiatan sesorang atau kelompok dalam usaha kea rah pencapaian tujuan dalam situasi tertentu. Sedangkan menurut Soepardi (1988) kepemimpinan yaitu kemampuan untuk menggerakkan, mempengaruhi, memotivasi, mengajak. Mengarahkan, menasehati, membimbing, menyuruh, memerintah, melarang dan bahkan menghukum (kalau perlu), serta membina dengan mkasud agar manusia sebagai media manajemen mau bekerja dalam rangka mencapai tujuan administrasi secara efektif dan efisien. Tersebut menunjukkan bahwa kepemimpinan sedikitnya mencakup tiga hal yang saling berhubungan, yaitu: 1. Adanya pemimpin dan karakteristiknya. 2. Adanya pengikut 3. Adanya situasi kelompok tempat pemimpin dan pengikut berinteraksi. Manajemen dan Kepemimpinan Kata Manajemen berasal dari bahasa Perancis kuno mnagement, yang memiliki arti seni melaksanakan dan mengatur. Manajemen belum memiliki definisi yang mapan dan diterima secara universal. Mary Parker Follet, misalnya,

mendefinisikan manajemen sebagai seni menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Definisi ini berarti bahwa seorang manajer bertugas mengatur dan mengarahkan orang lain untuk mencapai tujuan organisasi. Ricky W. Griffin mendefinisikan manajemen sebagai sebuah proses perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran (goals) secara efektif dan efesien. Efektif berarti bahwa tujuan dapat dicapai sesuai dengan perencanaan, sementara efisien berarti bahwa tugas yang ada dilaksanakan secara benar, terorganisir, dan sesuai dengan jadwal. Fungsi manajemen adalah elemen-elemen dasar yang akan selalu ada dan melekat di dalam proses manajemen yang akan dijadikan acuan oleh manajer dalam

melaksanakan kegiatan untuk mencapai tujuan.[rujukan?] Fungsi manajemen pertama kali diperkenalkan oleh seorang industrialis Perancis bernama Henry Fayol pada awal abad ke-20.[rujukan?] Ketika itu, ia menyebutkan lima fungsi manajemen, yaitu merancang, mengorganisir, memerintah, mengordinasi, dan mengendalikan. Namun saat ini, kelima fungsi tersebut telah diringkas menjadi tiga[rujukan?], yaitu: 1. Perencanaan (planning) adalah memikirkan apa yang akan dikerjakan dengan sumber yang dimiliki. Perencanaan dilakukan untuk menentukan tujuan perusahaan secara keseluruhan dan cara terbaik untuk memenuhi tujuan itu. Manajer mengevaluasi berbagai rencana alternatif sebelum mengambil tindakan dan kemudian melihat apakah rencana yang dipilih cocok dan dapat digunakan untuk memenuhi tujuan perusahaan. Perencanaan merupakan proses terpenting dari semua fungsi manajemen karena tanpa perencanaan, fungsi-fungsi lainnya tak dapat berjalan. 2. Pengorganisasian (organizing) dilakukan dengan tujuan membagi suatu kegiatan besar menjadi kegiatan-kegiatan yang lebih kecil.

Pengorganisasian mempermudah manajer dalam melakukan pengawasan dan menentukan orang yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas -tugas yang telah dibagi-bagi tersebut. Pengorganisasian dapat dilakukan dengan cara menentukan tugas apa yang harus dikerjakan, siapa yang harus mengerjakannya, bagaimana tugas-tugas tersebut dikelompokkan, siapa yang bertanggung jawab atas tugas tersebut, pada tingkatan mana keputusan harus diambil. 3. Pengarahan (directing) adalah suatu tindakan untuk mengusahakan agar semua anggota kelompok berusaha untuk mencapai sasaran sesuai dengan perencanaan manajerial dan usaha Sarana manajemen Man dan machine, dua sarana manajemen.

Untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan diperlukan alat-alat sarana (tools). Tools merupakan syarat suatu usaha untuk mencapai hasil yang ditetapkan. Tools tersebut dikenal dengan 6M, yaitu men, money, materials, machines, method, dan markets.[rujukan?] Man merujuk pada sumber daya manusia yang dimiliki oleh organisasi. Dalam manajemen, faktor manusia adalah yang paling menentukan. Manusia yang membuat tujuan dan manusia pula yang melakukan proses untuk mencapai tujuan. Tanpa ada manusia tidak ada proses kerja, sebab pada dasarnya manusia adalah makhluk kerja. Oleh karena itu, manajemen timbul karena adanya orang-orang yang berkerja sama untuk mencapai tujuan. Money atau Uang merupakan salah satu unsur yang tidak dapat diabaikan. Uang merupakan alat tukar dan alat pengukur nilai. Besar-kecilnya hasil kegiatan dapat diukur dari jumlah uang yang beredar dalam perusahaan. Oleh karena itu uang merupakan alat (tools) yang penting untuk mencapai tujuan karena segala sesuatu harus diperhitungkan secara rasional. Hal ini akan berhubungan dengan berapa uang yang harus disediakan untuk membiayai gaji tenaga kerja, alat alat yang dibutuhkan dan harus dibeli serta berapa hasil yang akan dicapai dari suatu organisasi. Material terdiri dari bahan setengah jadi (raw material) dan bahan jadi. Dalam dunia usaha untuk mencapai hasil yang lebih baik, selain manusia yang ahli dalam bidangnya juga harus dapat menggunakan bahan/materi-materi sebagai salah satu sarana. Sebab materi dan manusia tidaki dapat dipisahkan, tanpa materi tidak akan tercapai hasil yang dikehendaki. Machine atau Mesin digunakan untuk memberi kemudahan atau menghasilkan keuntungan yang lebih besar serta menciptakan efesiensi kerja. Metode adalah suatu tata cara kerja yang memperlancar jalannya pekerjaan manajer. Sebuah metode daat dinyatakan sebagai penetapan cara pelaksanaan kerja suatu tugas dengan memberikan berbagai pertimbangan-pertimbangan

kepada sasaran, fasilitas-fasilitas yang tersedia dan penggunaan waktu, serta uang dan kegiatan usaha. Perlu diingat meskipun metode baik, sedangkan orang yang melaksanakannya tidak mengerti atau tidak mempunyai pengalaman maka hasilnya tidak akan memuaskan. Dengan demikian, peranan utama dalam manajemen tetap manusianya sendiri. Market atau pasar adalah tempat di mana organisasi menyebarluaskan (memasarkan) produknya. Memasarkan produk sudah barang tentu sangat penting sebab bila barang yang diproduksi tidak laku, maka proses produksi barang akan berhenti. Artinya, proses kerja tidak akan berlangsung. Oleh sebab itu, penguasaan pasar dalam arti menyebarkan hasil produksi merupakan faktor menentukan dalam perusahaan. Agar pasar dapat dikuasai maka kualitas dan harga barang harus sesuai dengan selera konsumen dan daya beli (kemampuan) konsumen. Prinsip manajemen Prinsip-prinsip dalam manajemen bersifat lentur dalam arti bahwa perlu dipertimbangkan sesuai dengan kondisi-kondisi khusus dan situasi-situasi yang berubah. Menurut Henry Fayol, seorang pencetus teori manajemen yang berasal dari Perancis, prinsip-prinsip umum manajemen ini terdiri dari: 1. Pembagian kerja (Division of work) 2. Wewenang dan tanggung jawab (Authority and responsibility) 3. Disiplin (Discipline) 4. Kesatuan perintah (Unity of command) 5. Kesatuan pengarahan (Unity of direction) 6. Mengutamakan kepentingan organisasi di atas kepentingan sendiri 7. Penggajian pegawai 8. Pemusatan (Centralization) 9. Hirarki (tingkatan) 10. Ketertiban (Order)

11. Keadilan dan kejujuran 12. Stabilitas kondisi karyawan 13. Prakarsa (Inisiative) 14. Semangat kesatuan. Perbedaan manajemen dan kepemimpinan Tingkah laku pemimpin yang efektif Gaya Kepemimpinan Gaya kepemimpinan adalah cara yang dipergunakan pemimpin dalam

mempengaruhi para pengikutnya. Menurut Thoha (1995) gaya kepimimpinan adalah norma perilaku yang digunakan seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain seperti yang ia lihat. Dalam hal ini usaha menselaraskan persepsi diantara orang yang akan mempengaruhi perilaku dengan yang akan dipengaruhi menjadi amat penting kedudukannya. Gaya kepemimpinan merupakan suatu pola perilaku seorang pemimpin yang khas pada saat mempengaruhi anak buahnya, apa yang dipilih oleh pemimpin untuk dikerjakan, cara pemimpin bertindak dalam mempengaruhi anggota kelompok membentuk gaya kepemimpinanya. Secara teoristis telah banyak dikenal gaya kepemimpinan, namun gaya mana yang terbaik tidak mudah untuk ditentukan. Untuk memahami gaya kepemimpinan, sedikitnya dapa dikajidari tiga pendekatan utama, yaitu:

Pendekatan Sifat Pendekatan sifat mencoba menerangkan sifat-sifat yang membuat seseorang berhasil. Pendekatan ini bertolak dari asumsi bahwa individu merupakan pusat kepemimpinan. Kepemimpinan dipandang sebagai sesuatu yang mengandung

lebih banyak unsur individu, terutama pada sifat-sifat individu. Penganut pendekatan ini berusaha mengidentifikasikan sifat-sifat kepribadian yang dimiliki oleh pemimpin yang berhasil dan yang tidak berhasil. Menurut Sutisna (1993) pendekatan ini bahwa terdapat sifat-sifat tertentu, seperti kekuatan fisik atau keramahan yang esensil, pada kepemimpinan yang efektif. Sifat-sifat pribadi yang idak terpisahkan ini seperti intelegensi, dianggap bisa dialihkan dari satu situasi yang lain. Karena tidak semua orang memliki sifat-sifat ini, hanyalah mereka yang memiliki ini yang bisa dipertimbangkan untuk menempati kedudukan kepemimpinan. Dengan demikian, ada seorang pemimpin yang memiliki sifat-sifat bawaan yang membedakannya dari yang bukan pemimpin. Menurut Tead (1963) pendekatan ini menyarankan beberapa syarat yang ahrus dimiliki pemimpin, yaitu: 1. Kekuatan fisik dan susunan syaraf. 2. Penghayatan terhadap arah dan tujuan. 3. Antusiasme 4. Keramah-tamahan 5. Integritas 6. Keahlian teknis 7. Kemampuan mengambil keputusan 8. Inteligensi 9. Keterampilan memimpin 10. Kepercayaan. Pendekatan sifat tampaknya tidak mampu berbagi pertanyaan disekitar kepemimpinan. Contohnya adakah kombinasi optimal dari sifat kepribadian dalam menentukan keberhasilan pemimpinan. Adakah sifat-sifat kepribadian itu mampu mengindikasikan kepemimpinan yang potensial? Apakah karakteristik itu dapat dipelajari atau telah ada sejak seseorang lahir? Ketidakmampuan pendekatan ini dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut menyebabkan banyak kritik yang datang dari berbagai pihak.

Pendekatan Perilaku Setelah pendekatan sifat kepribadian tidak mampu memberikan jawaban yang memuaskan, perhatian para pakar berbalik dan mengarahkan studi mereka kepada perilaku pemimpin. Studi ini memfokuskan dan mengidentifikasi perilaku yang khas dari pemimpin dalam kegiatannya mempengaruhi orang lain (pengikut). Pendekatan perilaku kepemimpinan banyak membahas keefektifan gaya kepemimpinan yang dijalankan oleh pemimpin. Dalam pembahasaan ini berturut-turut disajikan berbagai hasil studi mengenai gaya kepemimpinan yang menggunakan pendekatan perilaku. a. Study Kepemimpinan Universitas OHIO Ide penelitian mengenal kepemimpinan dimulai 1945 oleh Biro urusan dan Penelitian Ohio State University. Penelitian ini memperoleh gambaran mengenai dua dimensi utama dari perilaku pemimpin yang dikenal sebagai pembuatan inisiatif (initiating structure) dan perhatian (consideration). Pembuatan inisiatif menggambarkan bagaimana sesorang pemimpin memberi batasan dan struktur terhadap peranannya dan peran bawahannya untuk mencapai tujuan. Apapun konsiderasi menggambarkan derajat dan corak hubungan seorang pemimpin dengan bawahanya yang ditandai saling percaya, mengahrgai, dan menghormati dengan bawahannya. Dengan mengkombinasikan dua dimensi pembuatan inisiatif dan perhatian dapat dibedakan empat(4) gaya kepemimpinan, yaitu; 1) Perhatian Rendah, pembuatan inisiatif rendah. 2) Perhatian Tinggi, pembuatan inisiatif rendah. 3) Perhatian Tinggi, pembuatan inisiatif tinggi. 4) Perhatian Rendah, pembuatan inisiatif tinggi. b. Studi Kepemimpinan Universitas Michigan Pusat Penelitian Universitas Michigan melakukan suatu penelitian pada saat yang hamper bersamaan dengan Universitas Ohio. Studi ini mengidentifikasikan dua konsep yang disebut orientasi bawahan, dan

produksi (Hersey and Blanchard, 1977). Pemimpin yang menekankan pada orientasi bawahan sangat memperhatikan bawahan, mereka merasa bahwa setiap karyawan itu penting, dan menerima karyawan sebagai pribadi. Sementara pemimpin yang menekankan pada orientasi produksi, sangat memperhatikan produksi dan aspek-aspek teknik kerja, bawahan dianggap sebagai alat untuk mencapai tujuan organisasi. Kedua orientasi ini hampir sama dengan tipe otoriter (task) dan tipe demokrasi (relationship). c. Jaringan Managemen Salah satu pendekatan tentang teori kepemimpinan yang menujukkan gaya kepemimpinan secara jelas adalah jaringan manajemen (managerial grid), yang dikembangkan oleh Blake dan Mouton. Dalam pendekatan ini, manajer berhubungan dengan dua hal, yaitu : a) Perhatian pada produksi atau tugas. Sikap pemimpin yang menekankan mutu keputusan, prosedur, mutu pelayanan staf,efisiensi kerja, dan jumlah pengeluaran. b) Perhatian pada orang-orang. Sikap pemimpin yang memperhatikan keterlibatan anak buah dalam rangka pencapaian tujuan. Dalam hal ini aspek-aspek yang perlu diperhatikan berkaitan dengna harga diri anak buah, tanggung jawab, berdasarkan kepercayaan, suasana kerja yang menyenangkan, dan hubungan yang harmonis. d. Sistem Kepemimpinan Likert Likert mengembangkan suatu pendekatan penting untuk memahami perilaku pemimpin. Ia mengembangkan teori kepemimpinan dua dimensi, yaitu orientasi tugas dan individu. Melalui penelitian yang bertahun-tahun Likert berhasi merancang empat (4) sistem kepemimpinan seperti yang dikutip Thoha (1995:60), yaitu: a) Sistem 1 adalah dalam sistem ini pemimpin sangat otokratis, mempunyai sedikit kepercayaan kepada bawahannya, suka

mengeksploitasi bawahan, dan bersikap paternalistic. Cara pemimpin

ini dalam memotivasi bawahannya dengan member ketakutan dan hukuman-hukuman, kadang-kadang member penghargaan secara kebetulan (occasional rewards). Pemimpin dalam sistem ini, hanya mau memperhatikan komunikasi yang turun ke bawah, dan hanya membatasi proses pengambilan keputusan di tingkat atas saja. b) Sistem 2 adalah dalam sistem ini pemimpin dinamakan otokratis yang baik hati (Benevolent authoritive). Pemimpin atau yang termasuk dalam sistem ini mempunyai kepercayaan yang terselubung, percaya pada bawahan, mau memotivasi dengan hadiah -hadiah dan ketakutan berikut hukuman-hukuman, memperolehkan adanya komunikasi ke atas, mendengarkan pendapat, ide-ide dari bawahan, serta

memperolehkan adanya delegasi wewenang dalam proses kepuusan. Dalam sistem ini bawahan merasa tidak bebas untuk membicarakan sesuatu yang bertalian dengan tugas pekerjaan dengan atasan. c) Sistem 3 adalah dalam sistem ini gaya kepemimpinan lebih dikenal dengan sebutan manajer konsultatif. Pemimpin dalam sistem ini mempunyai sedikit kepercayaan pada bawahan, biasanya kalau ia membutuhkan informasi, ide atau pendapat bawahan, dan masih menginginkan melakukan pengendalian atas keputusan-keputusan yang dibuatnya. Pemimpin bergaya ini mau melakukan motivasi dengan penghargaan dan hukuman yang kebetulan, dan juga berkehendak melakukan partisipasi. Dan juga suka menetapkan dua pola hubungan komunikasi, yakni ke atas dan ke bawah. Dalam hal ini, dia membuat keputusan dan kebijakan yang luas pada tingkat atas, tetapi keputusan yang mengkhususkan pada tingkat bawah. Dalam sistem ini, bawahan merasa sedikit bebas untuk membicarakan sesuatu yang bertalian dengan pekerjaan bersamaa atasannya. d) Sistem 4 adalah sistem ini oleh Likert dinamakan pemimpin yang bergaya kelompok partipatif (partisipative group). Dalam hal ini manajer mempunyai kepercayaan yang sempurna terhadap

bawahannya. Dalam setiap persoalan, selalu mengandalkan bawahan

untuk mendapatkan ide-ide dan pendapat-pendapat, serta mempunyai niatan untuk mempergunakan pendapat bawahan secara konstruktif. Memberikan penghargaan yang bersifat ekonomis urusan, terutama dalam penentuan tujuan bersama dan penilaian kemajuan pencapaian tujuan tersebut. Pemimpin juga mau mendorong bawahan untuk ikut bertanggung jawab membuat keputusan, dan juga melaksanakan keputusan tersebut dengan tanggung jawab yang besar. Bawahan merasa secara mutlak mendapat kebebasan untuk membicarakan sesuatu yang bertalian dengan pekerjaannya bersama atasannya. Menurut Likert, pemimpin yang sebagai pemimpin. Pendekatan Situasional Pendekatan situasional hampir sama dengan pendekatan perilaku, keduanya menyoroti perilaku kepemimpinan dalam situasi tertentu. Dalam hal ini kepemimpinan lebih merupakan fungsi situasi daripada sebagai kualitas pribadi, dan merupakan suatu kualitas yang timbul karena interaksi orang -orang dalam situasi tertentu. Menurut pandangan perilaku, dengan mengkaji kepemimpinan dari beberapa variable yang mempengaruhi perilaku akan memudahkan menentukan gaya kepemimpinan yang paling cocok. Pendekatan ini menitikberatkan pada berbagai gaya kepemimpinan yang paling efektif diterapkan dalan situasi tertentu. Ada beberapa studi kepemimpinan yang menggunakan pendekatan ini. a. Teori Kepemimpinan Kontingensi Teori ini dikembangkan oleh Fiedler and Chemers, berdasarkan hasil penelitiannya tahun 1950, disimpulkan bahwa seseorang menjadi pemimpin bukan saja karena faktor kepribadian yang dimiliki, tetapi juga karena berbagai factor situasi dan saling hubungan antara pemimpin dengan situasi. Keberhasilan pemimpin bergantung baik pada diri pemimpin maupun kepada keadaan organisasi. Menurut Fiedler tak ada gaya kepemimpinan yang cocok untuk semua situasi, serta ada tiga faktor

yang perlu dipertimbangkan, yaitu hubungan antara pemimpin dan bawahan, struktur tugas serta kekuasaan yang berasal dari organisasi. Ketiga faktor tersebut sesungguhnya merupakan tiga dimensi dalam situasi yang mempengaruhi gaya kepemimpinan. 1. Hubungan antara pemimpin dengan bawahan. Hubungan ini sangat penting bagi pemimpin, karena hal ini menentukan bagaimana pemimpin diterima oleh anak buah. Pada umumnya hal ini didasarkan pada persepsi pemimpin mengenai suasana kelompok. 2. Struktur tugas. Dimensi ini berhubungan dengan seberapa jauh tugas merupakan pekerjaan rutin ata tidak. Apabila struktur tugas cukup jelas maka prestasi setiap seorang lebih mudah diawasi, serta tanggung jawab setiap orang lebih pasti. 3. Kekuasaan yang berasal dari organisasi. Dimensi ini menunjukkan sampai sejauh mana pemimpin mendapat keputusan anak buahnya, dengan menggunakan kekuasaan yang bersumber dari organisasi. Pemimpin yang menerima kekuasaanyang jelas dari organisasi akan mendapatkan kepatuhan lebih dari bawahan. Berdasarkan tiga dimensi tersebut, Fiedler menentukan dua jenis gaya kepemimpinan dan dua tingkat yang menyenangkan. Pertama, gaya kepemimpinan yang mengutamakan tugas, yaitu ketika pemimpin merasa puas jika tugas bisa dilaksanakan. Kedua, gaya kepemimpinan yang mengutamakan pada hubungan kemanusiaan, hal tersebut menunjukkan bahwa efektivitas kepemimpinan bergantung pada tingkat pembaruan antara gaya kepemimpinan dengan tingkat kondisi yang menyenangkan dalam situasi tertentu.

b. Teori Kepemimpinan Tiga Dimensi Teori ini dikemukakan oleh Reddin, seorang guru besar Universitas New Brunswick, Canada. Menurutnya ada tiga dimensi yang dapat dipakai

untuk menentukkan gaya kepemimpinan, yaitu perhatikan pada produksi atau tugas atau tugas, perhatian pada orang, dan dimensi efektivitas. Gaya kepemimpinan Reddin sama dengan jaringan manajemen, memiliki empat gaya dasar kepemimpinan yaitu intergrated, related, separated, dan dedicated. Reddin mengatakan bahwa ke-empat gaya tersebut dapat menjadikan efektif atau tidak efektif, tergantung pada situasi. Ke empat gaya dasar tersebut jika dilihat dari segi efektif dan tidak efektif akan menjadi tujuh gaya kepemimpinan. Ketujuh gaya tersebut adalah gaya dasar integrated yang jika di ekspresikan dalam situasi yang efektif akan menjadi gaya eksekutif, gaya dasar integrated jika diekspresikan dalam situasi yang tidak efektif akan menjadi gaya compromiser, gaya dasar separated jika diekspresikan dalam situasi yang efektif akan menjadi gaya bureacrat, gaya dasar separated jika diekspresikan dalam situasi yang tidak efektif akan menjadi gaya deserter, gaya dasar dedicated, bila diekspresikan dalam situasi yang efektif akan menjadi gaya benevolent autrocrat, gaya dasar related jika diekspresikan dalam situasi yang efektif akan menjadi gaya developer, dan gaya dasar related jika diekspresikan dalam situasi yang tidak ewfektif akan menjadi gaya missionary. Gaya kepemimpinan tersebut selanjutnya dikelompokkan kedalam gaya efektif dan tidak efektif sebagai berikut; 1) Gaya Efektif Executif; gaya ini menunjukkan adanya perhatian baik kepada tugas maupun kepada hubungan kerja dalam kelompok. Pimpinan berusaha memotifasi anggota dan menetapkan standar kerja yang tinggi serta mau mengerti perbedaan individu, dan menetapkan individu sebagai manusia. Developer; gaya ini memberikan perhatian yang cukup tinggi terhadap hubungan kerja dalam kelompok dan perhatian minimum terhadap tugas pekerjaan. Pimpinan yang menganut gaya ini sangat memperhatikan perkembangan individu.

Birokrat; gaya ini memberikan perhatian yang rendah terhadap tugas maupun hubungan. Pimpinan yang menganut gaya ini menerima setiap peraturan dan berusaha memeliharanya dan melaksanakanya. 2) Gaya yang tidak Efektif Compromiser; gaya ini memberikan perhatian yang tinggi pada tugas maupun pada hubungan kerja. Pimpinan yang menganut gaya ini merupakan pembuat keputusan yang tidak efektif dan sering menemui hambatan dan masalah. Missionary; gaya ini memberikan perhatian yang tinggi pada hubungan kerja dan rndah pada tugas. Pimpinan yang menganut gaya ini hanya tertarik pada kerharmonisan dan tidak bersedia mengontrol hubungan meskipun tujuan tidak tercapai. Autocrat; gaya ini memberikan perhatian yang tinggi pada tugas dan rendah pada hubungan. Pimpinan yang menganut gaya ini selalu menetapkan kebijaksanaan dan keputusan sendiri. Deserter; gaya ini memberi perhatian yang rendah pada tugas dan hubungan kerja. Pimpinan yang menganut gaya ini hanya mau memberikan dukungan dan memberikan struktur yang jelas serta tanggung jawab, hanya pada waktu dibutuhkan. c. Teori Kepemimpin Situasional Teori ini merupakan pengembangan dari model kepemimpinan tiga dimensi, yang didasarkan pada hubungan antara tiga faktor, yaitu perilaku tugas (Task behavior), perilaku hubungan (Relationship behavior) dan kematangan (Maturity). Perilaku tugas merupakan pemberian petunjuk oleh pimpinan terhadap anak buah meliputi penjelasan tertentu, apa yang harus dikerjakan, bilamana, dan bagaimana mengerjakannya, serta mengawasi mereka secara ketat. Perilaku hubungan merupakan ajakan yang disampaikan oleh pemimpin melalui komunikasi dua arah yang meliputi mendengar dan melibatkan anak buah dalam pemecahan masalah. Adapun kematangan adalah kemapuan dan kemauan anak buah dalam mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas yang dibedakan kepadanya.

Dari ketiga faktor tersebut, tingkat kematangan anak buah merupakan faktor yang paling dominan. Karena itu, tekanan utama dari teori ini terletak pada perilaku pemimpin dalam hubungannya dengan anak buah. Menurut teori ini gaya kepemimpinan akan efektif jika disesuaikan dengan tingkat kematangan anak buah. Makin matang anak buah, pemimpin harus mengurangi perilaku tugas dan menambah perilaku hubungan. Apabila anak buah bergerak mencapai tingkat rata-rata kematangan, pemimpin harus mengurangi perilaku tugasdan perilaku hubungan. Selanjutnya, pada saat anak buah mencapai tingkat kematangan penuh dan sudah dapat mandiri, pemimpin sudah dapat mendelegasikan wewenang kepada anak buah. Gaya kepemimpinan yang tepat untuk diterapkan dalam ke empat tingkat kematangan anak buah dan kombinasi yang tepat antara perilaku tugas dan perilaku hubungan adalah sebagai berikut. 1) Gaya Mendikte (Telling) Gaya ini diterapkan jika anak buah dalam tingkat kematangan rendah, dan memerlukan petunjuk serta pengawasan yang jelas. Gaya ini disebut mendikte karena pemimpin dituntut untuk mengatakan apa, bagaimana, kapan dan dimana tugas dilakukan. Gaya ini menekankan pada tugas, sedangkan hubungan hanya dilakukan sekedarnya saja. 2) Gaya Menjual (Selling) Gaya ini diterapkan apabila kondisi anak buah dalam taraf rendah sampai moderat. Mereka telah memiliki kemauan untuk melakukan tugas, tetapi belum didukung oleh kemampuan yang memadai. Gaya ini disebut menjual karena pemimpin selalu memberikan petunjuk yang banyak. Dalam tingkat kematangan anak buah seperti ini, diperlukan tugas serta hubungan yang tinggi agar dapat memelihara dan meningkatkan kemauan yang telah dimiliki. 3) Gaya Melibatkan Diri (Participating) Gaya ini diterapkan apabila tingkat kematangan anak buah berada pada taraf kematangan moderat sampai tinggi. Mereka mempunyai

kemampuan, tetapi kurang memiliki kemauan kerja dan kepercayaan diri. Gaya ini disebut mengikut sertakan karena pemimpin dengan anak buah bersama-sama berperan didalam proses pengambilan keputusan. Dalam kematangan seperti ini, upaya tugas tidak diperlukan, namun upaya hubungan perlu ditingkatkan dengan membuka komunikasi dua arah. 4) Gaya Mendelegasikan (Delegating) Gaya ini diterapkan jika kemampuan dan kemauan anak buah telah tinggi. Gaya ini disebut mendelegasikan karena anak buah dibiarkan melaksanakan kegiatan sendiri, melalui pengawasan umum. Hal biasa dilakukan jika anak buah berada pada tingkat kedewasaan yang tinggi. Dalam tingkat kematangan seperti ini upaya tugas hanya diperlukan sekedarnya saja, demikian pula upaya hubungan.

DAFTAR PUSTAKA http://id.wikipedia.org/wiki/Manajemen http://id.wikipedia.org/wiki/Manajemen#Fungsi_manajemen

Anda mungkin juga menyukai