Anda di halaman 1dari 11

Kerajaan Kamboja adalah sebuah negara berbentuk monarki konstitusional di Asia Tenggara.

Negara ini merupakan penerus Kekaisaran Khmer yang pernah menguasai seluruh Semenanjung Indochina antara abad ke-11 dan 14. Kamboja berbatasan dengan Thailand di sebelah barat, Laos di utara, Vietnam di timur, dan Teluk Thailand di selatan. Sungai Mekong dan Danau Tonle Sap melintasi negara ini. Menjelang kemerdekaannya, Negara Kesatuan Republik Indonesia banyak membantu negara Kamboja ini. Buku - buku taktik perang karangan perwira militer Indonesia banyak digunakan oleh militer Kamboja. Oleh karenanya, para calon perwira di militer Kamboja, wajib belajar dan dapat berbahasa Indonesia. Daftar isi [sembunyikan] 1 Sejarah 2 Daerah 3 Geografi 3.1 Cuaca 4 Ekonomi 5 Budaya 6 Lihat pula 7 Lihat pula 8 Pranala luar [sunting] Sejarah Perkembangan peradaban Kamboja terjadi pada abad 1 Masehi. Selama abad ke-3,4 dan 5 Masehi, negara Funan dan Chenla bersatu untuk membangun daerah Kamboja. Negara-negara ini mempunyai hubungan dekat dengan China dan India. Kekuasaan dua negara ini runtuh ketika Kerajaan Khmer dibangun dan berkuasa pada abad ke-9 sampai abad ke-13. Kerajaan Khmer masih bertahan hingga abad ke-15. Ibukota Kerajaan Khmer terletak di Angkor, sebuah daerah yang dibangu pada masa kejayaan Khmer. Angkor Wat, yang dibangun juga pada saat itu, menjadi simbol bagi kekuasaan Khmer. Pada tahun 1432, Khmer dikuasai oleh Kerajaan Thai. Dewan Kerajaan Khmer memindahkan ibukota dari Angkor ke Lovek, dimana Kerajaan mendapat keuntungan besar karena Lovek adalah bandar pelabuhan. Pertahanan Khmer di Lovek akhirnya bisa dikuasai oleh Thai dan Vietnam, dan juga berakibat

pada hilangnya sebagian besar daerah Khmer. Peristiwa ini terjadi pada tahun 1594. Selama 3 abad berikutnya, Khmer dikuasai oleh Raja-raja dari Thai dan Vietnam secara bergilir. Pada tahun 1863, Raja Norodom, yang dilantik oleh Thai, mencari perlindungan kepada Perancis. Pada tahun 1867, Raja Norodom menandatangani perjanjian dengan pihak Perancis yang isinya memberikan hak kontrol provinsi Battambang dan Siem Reap yang menjadi bagian Thai. Akhirnya, kedua daerah ini diberikan pada Kamboja pada tahun 1906 pada perjanjian perbatasan oleh Perancis dan Thai. Kamboja dijadikan daerah Protektorat oleh Perancis dari tahun 1863 sampai dengan 1953, sebagai daerah dari Koloni Indochina. Setelah penjajahan Jepang pada 1940-an, akhirnya Kamboja meraih kemerdekaannya dari Perancis pada 9 November 1953. Kamboja menjadi sebuah kerajaan konstitusional dibawah kepemimpinan Raja Norodom Sihanouk. Pada saat Perang Vietnam tahun 1960-an, Kerajaan Kamboja memilih untuk netral. Hal ini tidak dibiarkan oleh petinggi militer, yaitu Jendral Lon Nol dan Pangeran Sirik Matak yang merupakan aliansi pro-AS untuk menyingkirkan Norodom Sihanouk dari kekuasaannya. Dari Beijing, Norodom Sihanouk memutuskan untuk beraliansi dengan gerombolan Khmer Merah, yang bertujuan untuk menguasai kembali tahtanya yang direbut oleh Lon Nol. Hal inilah yang memicu perang saudara timbul di Kamboja. Khmer Merah akhirnya menguasai daerah ini pada tahun 1975, dan mengubah format Kerajaan menjadi sebuah Republik Demokratik Kamboja yang dipimpin oleh Pol Pot. Mereka dengan segera memindahkan masyarakat perkotaan ke wilayah pedesaan untuk dipekerjakan di pertanian kolektif. Pemerintah yang baru ini menginginkan hasil pertanian yang sama dengan yang terjadi pada abad 11. Mereka menolak pengobatan Barat yang berakibat rakyat Kamboja kelaparan dan tidak ada obat sama sekali di Kamboja. Pada November 1978, Vietnam menyerbu RD Kamboja untuk menghentikan genosida besar-besaran yang terjadi di Kamboja. Akhirnya, pada tahun 1989, perdamaian mulai digencarkan antara kedua pihak yang bertikai ini di Paris. PBB memeberi mandat untuk mengadakan gencatan senjata antara pihak Norodom Sihanouk dan Lon Nol. Sekarang, Kamboja mulai berkembang berkat bantuan dari banyak pihak asing setelah perang, walaupun kestabilan negara ini kembali tergoncang setelah sebuah kudeta yang gagal terjadi pada tahun 1997 [sunting] Daerah Kamboja dibagi menjadi 20 provinsi (khett) and 4 kota praja (krong). Daerah Kamboja kemudian dibagi menjadi distrik(srok), komunion (khum), distrik besar (khett), and kepulauan(koh). Kota Praja (Krong): Phnom Penh Sihanoukville (Kampong Som) Pailin Kep Provinsi (Khett):

Banteay Meanchey, Battambang, Kampong Cham, Kampong Chhnang, Kampong Speu, Kampong Thom, Kampot, Kandal, Koh Kong, Krati, Mondulkiri, Oddar Meancheay, Pursat, Preah Vihear, Prey Veng, Ratanakiri, Siem Reap, Stung Treng, Svay Rieng and Tako Kepulauan (Koh): Koh Sess Koh Polaway Koh Rong Koh Thass Koh Treas Koh Traolach Koh Tral Koh Tang [sunting] Geografi Kamboja mempunyai area seluas 181.035 km2. Berbatasan dengan Thailand di barat dan utara, Laos di timurlaut dan Vietnam di timur dan tenggara. Kenampakan geografis yang menarik di Kamboja ialah adanya dataran lacustrine yang terbentuk akibat banjir di Tonle Sap. Gunung tertinggi di Kamboja adalah Gunung Phnom Aoral yang berketinggian sekitar 1.813 mdpl. [sunting] Cuaca Berikut ini tabel cuaca dan curah hujan di Phnom Penh {{subst:Kotak cuaca phnom penh}} [sunting] Ekonomi Perekonomian Kamboja sempat turun pada masa Republik Demokratik berkuasa. Tapi, pada tahun 1990an, Kamboja menunjukkan kemajuan ekonomi yang membanggakan. Kamboja memiliki industri unggulan yaitu pertanian dan turisme. [sunting] Budaya

Angkor Wat, Kamboja Budaya di Kamboja sangatlah dipengaruhi oleh agama Buddha Theravada. Diantaranya dengan dibangunnya Angkor Wat. Kamboja juga memiliki atraksi budaya yang lain, seperti, Festival Bonn OmTeuk, yaitu festival balap perahu nasional yang diadakan setiap November

Kemerdekaan Pada tanggal 9 November 1953, Perancis melepaskan Kamboja untuk menjadi sebuah negara merdeka. Dan Raja Norodom Sihanouk kembali ke Kamboja. Pada tahun 1955, untuk melepaskan dirinya dari segala bentuk pelarangan yang di buat untuk raja oleh perundang-undangan Kamboja, Norodom Sihanouk melepaskan tahta kerajaan yang di turunkan dari ayahnya, Norodom Suramarit, dan memasuki dunia politik. Selama pemilihan berturut-turut, pada tahun 1955,1958, 1962 dan 1966, partai dari Norodom Sihanouk selalu memenangkan setiap bangku di parlemen. Pada bulan Maret 1969, Pesawat Amerika mulai membom Kamboja untuk menghalangi jejak dan penyusupan dari tentara Vietkong. Pengeboman tersebut berakhir sampai tahun 1973. Pada tahun 1970, ketika Norodom Sihanouk sedang berada di Moskow dalam sebuah kunjungan kenegaraan, Marsekal Lon Nol melakukan sebuah kudeta di Phnom Penh. Lon Nol menghapus bentuk kerajaan dan menyatakan Kamboja sebagai sebuah negara republik. Norodom Sihanouk memilih untuk tetap tinggal di Peking, ia memimpin pemerintahan dalam pelarian dan Bangsa Khmer Merah merupakan bagian dari pemerintahan tersebut. Selama beberapa tahun, Khmer Merah makin lama makin menaklukkan dan menguasai wilayah Kamboja, sampai pada akhirnya hanya Phnom Penh yang tersisa di bawah kekuasaan pemerintahan Lon Nol. Pada tanggal 17 April 1975, Khmer merah masuk ke dalam kota Phnom Penh. Dalam beberapa hari, mereka menghukum mati sejumlah besar bangsa kamboja yang tadinya bergabung dengan rezim Lon Nol. Lebih dari 2 juta penduduk Phnom Phen terpaksa keluar dari kota dan pindah kedaerah-daerah penampungan. Phnom Phen menjadi kota mati. Seluruh perekonomian di seluruh negeri berubah di

bawah garis keras komunis, Uang sudah hilang dari peredaran. Akibat dari semua itu adalah terjadinya kelaparan dan wabah penyakit di daerah tersebut. Selama 44 bulan, lebih dari jutaan orang kamboja menjadi korban dan teror dari kelompok khmer merah. Para pengungsi yang berhasil lari ke Thailand menceritakan kekejaman dari hal yang paling buruk yaitu Menghukum mati anak-anak, karena hanya mereka tidak lahir dari keluarga petani dan juga orang vietnam atau orang asli Cina turut di teror dan di bunuh. Siapapun yang di sangka merupakan orang yang berpendidikan, atau menjadi angota dari keluarga pedagang pasti di bunuh dengan cara di pukul sampai mati, bukan dengan di tembak untuk menghemat amunisi mereka. Pada tanggal 25 Desember 1978, setelah beberapa pelanggaran terjadi di perbatasan antara kamboja dan vietnam, tentara Vietnam menyerang kamboja. Pada tanggal 7 Januari 1979, pasukan Vietnam menduduki Phnom Penh. Pemerintahan Vietnam yang bersahabat ditempatkan disana, Heng Samrin, Seorang tentara gerilya Khmer merah merupakan orang yang pertama kali melarikan diri ke vietnam, memproklamirkan diri sebagai Presiden. Pemerintahan baru Kamboja tersebut tidak di akui dan di kenal oleh negara-negara Barat. Pada tahun 1982, Tiga kelompok partai yang masih bertahan di Kamboja yaitu Khmer Merah, dan Front kemerdekaan nasional, netral, kedamaian dan kerja sama Kamboja (FUNCINPEC) dari pangeran Sihanouk, serta Front nasional kebebasan orang-orang Khmer yang dipimpin oleh perdana menteri yang terdahulu yaitu Son Sann, membentuk koalisi yang bertujuan untuk memaksa keluar tentara Vietnam. Pada tahun 1989, pasukan tentara Vietnam mundur dari Kamboja. Pada tanggal 23 Oktober 1991, pemerintahan sebelumnya ditempatkan di Phnom Penh oleh Pemerintahan Vietnam, bersama-sama dengan koalisi dari partai yang masih bertahan, di antara partai itu terdapat Khmer Merah yang menandatangani perjanjian damai di Paris, Perancis. Tiga minggu kemudian, tepatnya pada tanggal 14 November 1991, Pangeran Sihanouk kembali ke Phnom Penh. Penduduk kota menyambutnya dengan sangat antusias. Pada tahun 1992, Penguasa Sementara di Kamboja di bawah PBB (UNTAC) ,mengambil alih pemerintahan dari negara ini. Khmer Merah tidak mematuhi pada perjanjian Paris yang menetapkan gencatan senjata. Pada 23 Mei 1993, dalam pemilihan untuk membentuk perundang-undangan, yang di awasi oleh PBB, FUNCINPEC memenangkan 45 % suara, Partai masyarakat Kamboja dari pemerintahan yang berada di tangan Vietnam mendapatkan 38 % suara. FUNCINPEC dan CPP setuju untuk membentuk pemerintaan koalisi.

Kamboja, Asia Tenggara Populasi: 13.995.904 Kepala Pemerintahan: Perdana Menteri Hun Sen Agama: Buddha 82,6%, Tradisional Tiongkok 4,7%, Kristen 1,2%, lain-lain 11,5% Peringkat Penganiayaan: - Jumlah Kelompok Teroris: 2 Tindakan Terorisme: 59; Korban: 77 Persentase Korupsi: 79% Persentase Rakyat Miskin: 40% Lokasi

Kerajaan Kamboja, dulunya dikenal dengan nama Kampuchea, adalah sebuah negara di Asia Tenggara yang jumlah penduduknya hampir mencapai angka 14 juta. Negara ini berbatasan dengan Thailand di sebelah barat, Laos di sebelah utara, dan Vietnam di sebelah timur. Di sebelah selatan, Kamboja berbatasan dengan Teluk Thailand. Kondisi geografis Thailand didominasi oleh Sungai Mekong dan Tonl Sap, sumber penghasil ikan yang sangat penting. Hampir seluruh Kamboja berada dekat dengan permukaan laut, akibatnya aliran air Sungai Tonl Sap berbalik pada musim penghujan, membawa air dari Mekong ke Danau Tonl Sap dan daerah banjir sekitarnya. Terorisme Kemampuan Kamboja untuk melakukan penyelidikan terhadap aktivitas teroris dibatasi oleh kurangnya pelatihan dan sumber daya. Tidak adanya peraturan yang komprehensif di dalam negeri untuk memerangi terorisme juga menghambat kemampuan pemerintah dalam menangkap dan menghukum teroris. Namun demikian, para pejabat tinggi Kamboja menunjukkan komitmen yang kuat untuk melawan para teroris. Perbatasan yang tidak dijaga ketat dan korupsi yang merajalela dapat membuat Kamboja rawan diserang teroris. Pemerintah Kamboja percaya bahwa kelompok Pejuang Kemerdekaan Kamboja (PKK), yang melakukan serangan pada bulan November 2000 yang menimbulkan korban delapan jiwa, masih dapat mengulangi aksinya lagi di Kamboja. Pemimpin kelompok ini telah ditangkap di California, Amerika Serikat, pada tahun 2005. Pemerintah Kamboja bekerja sama dengan Badan Intelijen AS (FBI) mengadili pemimpin PKK di Amerika Serikat. Pemerintah Kamboja juga menyanggupi permintaan pemerintah Amerika Serikat untuk mengawasi jaringan-jaringan teroris dan kelompok-kelompok yang ditengarai mendukung serta membiayai aksi-aksi terorisme. Agama Seorang warga negara Kamboja biasanya disebut dengan orang Khmer, meski kemudian istilah tersebut merujuk pada etnis Khmer. Mayoritas orang Kamboja adalah penganut agama Buddha Theravada versi Khmer, namun di Kamboja juga terdapat etnis Cham yang umumnya beragama Islam, etnis Tionghoa, Vietnam, dan suku-suku pedalaman yang masih memeluk animisme. Dari seluruh populasi Kamboja, diperkirakan 82,6% beragama Buddha, hanya 1,2% di antara populasi Kamboja yang Kristen. Tantangan Untuk Orang Kristen Kelompok ekstremis Marxis Khmer Merah mengambil alih kekuasaan Kamboja pada tahun 1975. Pada tahun-tahun berikutnya, terjadilah apa yang dicatat sebagai salah satu pembantaian terkeji dan paling brutal yang terjadi pada abad ke-20. Di bawah pemerintahan Pol Pot, satu dari delapan penduduk Kamboja tewas karena perang, kelaparan, atau dihukum mati. Tentara Vietnam melengserkan Khmer Merah pada tahun 1978, namun perang saudara terus berkecamuk hingga tahun 1991 dan pasukan Khmer Merah terus melakukan perang gerilya. Pasukan Khmer Merah menyerahkan diri pada tahun 1998, namun stabilitas negara Kamboja belum dapat dipulihkan. Kelompok Khmer Merah ingin menyapu bersih semua agama -- mereka membunuh 90% biarawan Buddha dan orang-orang Kristen. Pada tahun terakhir ini, kebijakan dan tindakan pemerintah cenderung membebaskan orang beribadah. Meskipun pada tahun 2007 kembali dikeluarkan peraturan yang melarang penginjilan dari rumah ke rumah, namun kelompok-kelompok misionaris asing secara umum dapat

bekerja dengan bebas di Kamboja dan tidak mendapat kesulitan yang berarti dalam menjalankan pekerjaan mereka. Pokok Doa: Doakan pemerintah Kamboja agar memiliki hukum yang jelas dan tegas dalam menindak kejahatan terorisme. Untuk itu, doakan juga agar pemerintah mampu menyediakan sumber daya manusia dan pelatihan yang memadai sehingga dapat menangani masalah ini dengan baik. Pembantaian yang terjadi pada tahun 1975 -- 1979 telah meninggalkan bekas luka yang dalam di Kamboja. Doakan supaya rakyat Kamboja memperoleh kesembuhan batin dan kedamaian di dalam penderitaan mereka. Doakan juga bagi mereka yang mengasuh jutaan anak yatim piatu dan janda yang kehilangan keluarga mereka. Industri seks di Kamboja meningkat dengan tajam -- sepertiga dari seluruh pelacur adalah anak-anak. Berdoalah kepada Tuhan supaya industri ini dipatahkan dan anak-anak yang dipaksa melacur dapat dibebaskan. Bersyukur kepada Tuhan karena sejak 1990, pintu telah terbuka bagi orang Kristen untuk mengabarkan Kabar Baik di Kamboja. Kini semakin banyak jemaat Tuhan di Kamboja. Doakan supaya mereka juga mendapat kesempatan untuk dimuridkan. Berdoalah bagi gereja di Kamboja, yang telah melewati masa penganiayaan yang terburuk. Doakan untuk dukungan dan kerja sama di antara pemimpin-pemimpin gereja dan denominasi yang berlainan. (t\Benny)

Polisi Kamboja Coba Memahami Islam Lebih Baik Amerika Serikat khawatir para teroris bakal mengambil kesempatan masuk ke Kamboja karena buruknya pemerintahan di negeri itu.Dalam laporan baru-baru ini, Washington menyatakan akibat korupsi, kemiskinan dan buruknya penjagaan di perbatasan, Kamboja sangat rentan dengan kejahatan internasional. Ketika kata terorisme muncul, pemerintah Kamboja kerap menuding komunitas kecil Islam Cham. Komite Hak Azasi Manusia Kamboja dan Kedutaan Besar Amerika Serikat di Pnom Penh, telah menanggapi tudingan itu, dengan mengadakan beberapa seminar untuk meningkatkan pemahaman Islam oleh penegak hukum seperti para polisi. Serangkaian seminar itu diadakan di Pnom Penh, Kampong Cham dan provinsi Kampot daerah mayoritas komunitas Islam Cham. Untuk Asia Calling, Khortieth Him reporter muslim juga mengikuti seminar itu. Theodore Allegra adalah pejabat kuasa usaha kedutaan besar Amerika Serikat yang menggelar seminar ini.

Kami semua punya tujuan yang sama. Pemerintah Kamboja dan Amerika Serikat ingin mencegah Kamboja menjadi markas terorisme dan kegiatan ekstrim lainnya. Semua bidang ini sangat luas, dan menjadi peluang bagi kedua negara untuk bekerjasama, karena masalah ini berdampak pada Kamboja, wilayah Asia dan dunia. Pemerintah Kamboja mengaku membutuhkan bantuan internasional untuk melindungi perbatasan negaranya. Seperti yang dijelaskan Khieu Sopheak, jurubicara kementerian dalam negeri. Kami mengalami banyak keberhasilan setelah kami menangkap Hambali. Tapi kami membutuhkan bantuan, untuk mengatasi tindakan anti terorisme ini. Tak ada satu negara pun yang bisa melakuannya sendiri, tanpa batuan baik dari tingkat kawasan Asia maupun internasional. Menurut laporan Amerika Serikat, Kamboja kekurangan pelatihan serta sumber daya lainnya untuk menumpas terorisme. Seperti yang dikatakan Khieu Sopheak. Kami kadang lemah karena tidak punya alat dan senjata modern. Tapi kami punya kemauan untuk bekerjasama dengan para pejabat di semua tingkatan. Para pembuat kebijakan Amerika Serikat prihatin dengan keamanan Kamboja, setelah negeri Asia itu, beberapa wakil dari Kuwait dan Qatar berjanji untuk memberikan pinjaman lunak sebesar 700 juta dollar atau 7,2 trilyun rupiah lebih, dan investasi untuk memperbaiki infrastruktur negeri itu. Dalam pidatonya pada bulan Augustus, duta besar Amerika Serikat menyatakan, para kelompok militan berlomba-lomba mempengaruhi orang Islam Cham di Kamboja. Oleh karena itu, Theodore Allegra ingin para polisi dan komunitas Islam bekerja sama dengan lebih baik lagi. Pada 2003, aparat keamanan Kamboja menangkap tiga lelaki yang diduga terlibat dengan kelompok teroris Jamaah Islamiah yang dituding terkait dengan Al-Qaida. Namun Perdana Menteri Hun Sen menjelaskan, warga lokal Islam tidak terlibat. Orang Islam Kamboja hanya perlu hidup damai dan bahagia demi pembangunan negeri ini. Mereka adalah orang yang lemah lembut dan tidak boleh dituding seperti ini. Di Kamboja ada sekitar 600 ribu umat Islam. Kelompok yang terbesar adalah orang Cham yang 90 persen di antaranya memeluk agama Islam. Komunitas Islam Cham, tak senang dengan tudingan Amerika Serikat. Mohammad Aly, 31 tahun, adalah salah satu dari komunitas orang Cham di Pnom Penh. Para lelaki Islam tidak tahu dan tidak memikirkan soal para teroris. Dunia mengatakan dan selalu mengatakan orang Islam Cham melakukan teroris dan menghubungkan kami dengan terorisme, ini tidak benar. Dalam hati kami, kami tidak pernah berniat melakukannya. Dan melalui seminar ini kami berupaya menyampaikan bahwa orang Islam Cham bersih dari terorisme dan orang yang baik. Shurifa Zuhur adalah salah satu pelatih lainnya dalam seminar ini. Masalah dalam Islam sekarang ini adalah bagaimana ekstrimisme berkembang dalam agama Islam dan juga di negara lain. Jadi orang-orang bisa membandingkan beberapa isu dan bagaimana isu ini bisa

berdampak pada Kamboja serta negara lainnya di Asia Tenggara. Saya melihat persamaan di beberapa negara lainnya ketika selama beberapa dasawarsa tidak mau menjalankan pendidikan Islam, dan sekarang malah sudah sangat berkembang. Pemimpin warga Islam lokal, Zakariya Adam 56 tahun, mengatakan seminar ini bermaanfaat. Saya meminta semua orang Islam di Kamboja supaya terus hidup damai dan aman. Kami harus menghormati tata negara Kamboja juga hukum agama kami.

Kamboja Akan Usir 50 Orang Militan

Phnom penh, Rabu - Pemerintah Kamboja, Rabu (28/5), mengumumkan akan mendeportasi sekitar 50 kaum Muslim warga negara asing (WNA). Langkah ini ditempuh untuk mencegah kemungkinan berkembangnya kaum Muslim militan di negara itu. Pengusiran ini merupakan konsekuensi logis dari keputusan Pemerintah Kamboja menutup sekolah Islam Al Mukara yang berlokasi di sebelah timur Phnom Penh. Demikian menurut Kepala Bagian Informasi Kementerian Dalam Negeri Kamboja Sok Phal. "Mereka datang untuk bekerja di sekolah Islam itu. Namun, sekarang kami telah menutup sekolah itu. Dengan demikian, mereka harus pergi," jelas Sok Phal. "Mereka sudah harus meninggalkan Kamboja dalam watu 72 jam sejak sekarang," tambahnya. Mereka yang diusir itu adalah 28 guru yang berasal dari Sudan, Yaman, Nigeria, Mesir, Pakistan, dan Arab Saudi bersama segenap anggota keluarga mereka. Langkah ini diambil setelah tertangkapnya seorang warga Mesir dan dua orang Muslim Thailand, malam sebelumnya. Mereka dituduh sebagi anggota Jemaah Islamiyah, organisasi yang dicurigai memiliki hubungan dengan Al Qaeda. Menurut seorang pejabat Pemerintah Kamboja, ketiga orang itu telah menyusun rencana untuk melakukan berbagai serangan di Kamboja. Sejumlah antropolog dan ulama Islam Kamboja mengatakan, sebagian kaum Muslim di negara itu telah beralih menganut ajaran Islam yang mengarah pada fundamentalisme. Hal ini terjadi seiring dengan adanya aliran dana tunai dari kawasan Timur Tengah. Sejak pertengahan dekade 1990-an, sekitar 15 persen dari sekitar 1 juta warga Suku Cham, kelompok etnik Kamboja yang beragama Islam, telah menjadi pengikut ajaran Wahabi. Aliran Islam radikal ini dianut kaum Taliban di Afganistan. (Reuters/AFP/muk)

Para Perempuan Islam Di Kamboja Keluar Dari Sekolah Negeri September 15th, 2007 by Khortieth Him

Jumlah perempuan Islam di Kamboja yang keluar dari sekolah negeri, kian meningkat. Pasalnya mereka tidak merasa bebas menjalankan agamanya, termasuk menggunakan jilbab. Padahal hal itu tidak dilarang oleh hukum negeri itu. Tapi, kelompok Pembangunan Komunitas Islam Kamboja mengatakan, sebagian guru melarang pasa siswinya untuk memakai jilbab dan tidak memberikan waktu untuk sholat. Khortieth Him melaporkan dari Phnom Penh, dan laporannya laporannya disampaikan Sri Lestari. Kadang-kadang saya pakai hijab atau jilbab tapi kadang-kadang tidak. Karena saya takut dengan reaksi orang-orang. Ada beberapa guru yang membolehkan saya pakai kerudung tapi yang lainnya tidak. Saya ingin sekolah saya mengizinkan saya pakai kerudung dan memberikan waktu untuk sholat. Itulah Afiny, siswi kelas 1 SMU yang beragama Islam, di daerah perkotaan Phnom Penh. Baru-baru ini dia keluar dari sebuah sekolah negeri dan kini ikut kelas agama. Sufur, siswi kelas 1 SMP mengatakan, juga bakal berhenti sekolah di akhir tahun ini,karena tidak boleh menggunakan jilbab di dalam kelas. Saya tidak bisa meninggalkan agama saya. Islam sudah menjadi bagian yang penting hidup saya. Saya takut kalau saya bersalah sama Allah. Para perempuan Cham yang beragama Islam di Kamboja, telah lama mengalami diskriminasi dalam hal pendidikan. Pasalnya, keluarga-keluarga miskin lebih mementingkan pendidikan anak laki-lakinya ketimbang pendidikan anak perempuan mereka. Rakiyah, ibunda Afiny mengatakan, akan kembali menyekolahkan anaknya, kalau dia bebas menjalankan agamanya. Saya ingin sekali anak saya mendapatkan pekerjaan yang bagus, tapi saya khawatir dengan agama saya. Kalau anak saya tidak bisa menutupi kepalanya atau sholat di sekolah, saya tidak akan izinkan dia sekolah disana. Rakiyah menuturkan, orang-orang di sekolah anaknya meremehkannya karena memakai jilbab. Namun ia menambahkan, anak laki-lakinya tak mengalami masalah seperti itu. Anak laki-laki saya tidak perlu menutup kepala ataupun tubuhnya, jadi tidak masalah. Sebagian besar masyarakat disini punya pandangan yang sama seperti saya. Kami lebih mementingkan pendidikan anak laki-laki kami ketimbang pendidikan anak perempuan kami.

Mariyah, guru agama Islam di Phnom Penh kecewa karena masyarakat berpandangan seperti itu. Dia ingin para siswinya mendapatkan pendidikan di sekolah. Saya ingin semua siswa-siswi saya mendapatkan pendidikan agama dan juga pendidikan di sekolah negeri. Supaya mereka bisa bertahan hidup dalam dunia yang modern ini. Mereka tidak cukup mendapatkan pendidikan dalam satu bidang saja. Memang sulit sekali menemukan perempuan Islam yang lulus dari universitas. Sebagian bahkan tidak bisa membaca ataupun menulis dalam bahasa Khmer, bahasa resmi Kamboja. Azimah adalah pengecualian karena sudah mendapatkan pendidikan yang tinggi. Namun dia menceritakan, selama di universitas kerap mengalami kesulitan. Keluarga saya miskin sekali waktu saya masih mahasiswa. Banyak yang meremehkan saya. Selain itu susah sekali sholat dan saya tidak memakai hijab atau jilbab. Sebagian besar umat Islam di Kamboja adalah petani dan nelayan. Jadi mereka miskin sekali dan tidak bisa menyekolahkan anak-anak mereka sampai tingkat yang tinggi. Ahmad Yahya adalah Presiden Kelompok Pembangunan Komunitas Islam Kamboja dan anggota parlemen negeri. Menurut dia, tidak ada hukum yang melarang pemakaian hijab atau kerudung di sekolah. Ahmad Yahya tengah berupaya membujuk para orang tua, supaya mengizinkan anak-anak perempuan mereka belajar di SMU umum maupun sekolah Islam. Kami meminta saudara-saudara kami se-iman untuk menyekolahkan anak-anak mereka ke sekolah negeri untuk mendapatkan pendidikan setinggi-tingginya. Semenetara itu, harus mendorong anakanaknya untuk menjadi umat Islam yang baik. Di akhir pekan atau malam hari, mereka harus mendorong anak-anak itu untuk belajar agama, supaya tahu soal pengetahuan di dunia ini dan pengetahuan di akhirat. Afiny dan Sufur, ingin tetap bisa sekolah. Syaratnya, agama dan keyakinan mereka harus dihargai.

Anda mungkin juga menyukai