Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa pendidikan yakni sebagai sarana paling subsential untuk meningkatkan sumber daya insane, keluarga dan bahkan suatu Negara. Karena dengan pendidikanlah, manusia dapat

memperoleh ilmu dan mangalami pencerahan. Artinya, jika mengharapkan kamajuan besar di negeri ini maka sudah semestinya memberikan banyak perhatian kepada pendidikan, sebagai bentuk amal shaleh bagi generasi muda kita. B. Tujuan Pendidikan yang kita gelar tidak cukup mampu menjawab persoalanpersoalan kedirian atau individuasi yang muncul dalam arti anak didik. Dalam dunia yang semakin modern dan kompleks ini, kia sering menyasikan anak-anak yan masih usia muda mengalami depresi mental yang akut. Dengan pendidikan yan tepat dan bahan bacaan yang relevan dengan realita kehidupan mungkin dapat membantu walau hanya sedikit.

BAB II

MAKNA terkaya dan terdalam dari istilah

eksistensi ditemukan dalam

bahasa arab. Eksistensi berasal dari akar kata kerja wajada bentuk kata kerja ini berarti menemukan dan turunannya adalah wujud (ada), widjan (sadar), Wajd (Nirwana), dan Wujd. Ketika di gunakan dalam bentuk wajd, wujd dan mempunyai milik wijdan berarti

pada akhirnya mempunyai milik mengantarkan kepada

wujud indenpenden, yakni bukan wujud yang tergantung pada lainya. Dalam Al-Qur an, surah Talaq(LVX) : 6: min wujudikum itu bearti menurut kekuatan, kesehatan dan eksistensimu. Dalam Al-Qur an surah Taubah (IX) : 5: Haitsu wajada tumuhun itu berarti menemukan dan menghasilkan keku atan. Makna lain dari istilah wujud (eksistensi) adal ah suatu keberadaan yang di rasakan, ditemukan dan disarankan, di tentukan dan di tentukan oleh panca indra. Karena itu kita dapat mengatakan bahwa ada sesuatu yang dapat di rasakan melalui panca indra. Di sisi lain ada juga keberadaan yang tidak dapat mengetahui dengan persaan, tetapi dengan nalar. Eksistensialisme, dalam pengertian barat, adalah suatu teori yang menghubungkan makna dengan individu tertentu. Pada tahap ini mereka berbagi pandangan yang sama dengan filosof-filosof islam. Kebutuhan utama dalam eksistensialis Islam maupun barat dalam penekanan meraka terhadap hubungan

antara makna dengan individu, adalah humanitas menyeluruh dengan memperhitungkan eksistensi mereka. Dengan tujuan ini para eksistensi Islam mencoba menghubungkan suatu makna dan nilai dengan kehidupan, sementara di barat, khususnya Jean Paul Sartre, menilai kehidupan sebagai seuatu yang tanpa makna dan mendasarkan filsafatnya pada aspek yang negative. Denga kata lain. Filosof eksistensialis Islam dan Barat bertolak dari jenis pemahaman yang sama, namun akhirnya mengikuti jalan yang berbeda. Aspek eksistensialisme yang berkenaan dengan pendidikan adalah hal yang paling membesarkan hati . karena berkenaan dengan persoalan danm alas an bagi keberadaan kita sendiri. Menurutt filsafat ini, masalah ini mungkin tidak punya pengertian, tetapi ia berisi sejumlah aspek yang mendorong manusia untuk melakukan riset, ia sebagai hasil dari riset, di mana kesadaran manusia bertambah dan mendasari ketidak puasan menjawab masalah tersebut, segera mengantarkan pada pendalaman pengetahuan tentang diri kita sendiri. Karena itu, eksistensialisme dihubungkan dengan konsep yang khusus dari pada yang bersifat umum, dengan kata lain filsafat ini membahas individu tertentu. Satu hal lagi, filsafat Islam dan Barat yang memperbincangkan secara umum tentang eksistensialisme adalah definisi mereka terhadapnya sebagaia filsafat tentang kehidupan J.P. Satre melihat eksistensialisme sebagai teori yang membimbing manusia, sepanjang dengan jalan hidup danb sebagai doktrin yang mencakup sifat manusia.

Sementara para filosof eksistensialisme Barat mempertengkan nalar dengan kehidupan, filosof-filosof muslim menilai nalar sebagai suatu insturmen yang sangat penting dan berharga untuk menemukan rahasia dan memecahkan problem kehidupan. Di luar prinsip ini, dapat di katakan bahwa oaring tanpa

nalar adalah juga orang tanpa agama. Pemikiran Islam menganggap bahwa memcahkan problem kehidupan itu tidak hanya nalar, dimana eksistensi di rasakan, dicakup dan diimprovisasikan. Dimensi-Dimensi Manusia Manusia secara individual dapat di pahami melalui idea, prilaku, dan emosinya sepanjang dengan sifat spiritualnya yang memiliki suatu pencakupan secara istimewa. Jiwa merealisasikan dirinya sendiri, baik dengan dirinya sendiri maupun dengan memaknai sesuatu yang di hadapinya di dunia. Manusia, dengan kerakter spiritualnya, menghubung-kan dirinya sendiri terhadap segala sesuatu yang ia pahami dengan kesadaranya. Di antara sejumlah masalah filsafat eksistensialis yang paling esensial adalah cara men-tashih lapangan metafisik, seperti Tuhan, manusia dan bidang antara eksisten dan non eksisten. Konsep transendensi di gunakan oleh hamp ir semua system pemikirna filsafat Islam dan eksistensialisme yang juga disebut filsafat kehidupan. Dua jenis filsafat tersebut tidak pernah membuat perbedaan antara konsep ini dengan mereka sendiri; sebagai suatu masalah nyata, di mana mereka tidak pernah melakukan yang sebaliknya. Konsep tersebutbaik folosof

eksistensialis Islam maupun Barat, dihubungkan dengan, seberapa jauh hal itu diliputi oleh masalah-masalah metafisika. Beberapa konsep dan persoalan tersebut adalah tentang kehidupan, eksistensi, penderitaan, kematian, perasaan tidak senang, sedih, gelisah, nasib, perbuatan dosa, rasa bersalah, perasaan tidak senang, menderita, keterasingan diri, terkejut, kesendirian, kemiskinan, penipuan diri, duka cita, inspirasi Ilahi, dimensi eksoterik, kesadaran, penyelamatan, dan sebagainya. Konsep-konsep tersebut muncul, baik di dalam filsafat menjelaskan pendekatan mereka terhadap konsep tentang trendensi maupun jawaban radikal seorang tokoh

eksistensialis barat, Karl Japers menghubungkan konsep pencakupan ke dalam Wujud Transenden, menurut Jaspers ada satu yang mencakup , yang

membuat kita merasakan eksistensi-NYa, yang tidak pernah melihat Dirinya sendiri, tatapi segal sesuatu berasal dari-Nya. Aspek-aspek material dan moral manusia tidak dapat di pisahkan. Hali itu adalah integritas manusia yang mencakup pengalaman eksistensinya, karena para sainsis mengklaim, bahwa mereka tidak dapat memiliki perasaan untuk mengetahui tentang manusia, karena analisis sains terhadapnya barada dalam aspek yang berbeda. Aspek lain tentang yang mencakup, melalui mana manusia eksis adalah kesadaran . Pengalaman manusia memilik eksistensi adalah miliknya sendiri. Dengan kata lainsegala hal yang diterima oleh kesadaran manusia akan muncul di

dalam bentuk kesadarannya, dan hal itu kadang-kadang akan menempatkan manusia pada tepi Wilayah yang Mencakup dalam dirinya sendiri. Subjektivitas Menurut Sarte, manusia mendahului semua kehidupan dan non kehidupan yang lain. Manusia adalah suatu mahkluk yang mendorong dirinya sendiri menuju masa depan dan sadar terhadap apa yang ia lakukan. Ia adalah suatu rancangan dengan suatu kehidupan subjektif, tidak seperti lumut maupun bunga, dari sini, Sarte mencoba menerangkan hubungan antara konsep tentang eksistensi dan esensi . Serte menyatakan bahwa istilah subjektivitasme memiliki dua makna : 1. Bebas dari masalah individual. 2. Menusia ridak mampu menembus subyektivitas manusiawi. Sarte menyatakan bahwa ia memandang subyektifvitasme hanya dari titik pandang filosofis. Ia lebih jauh menyatakan keinginanya untuk membangun teorinya pada realitas sebagai penganti bangunan teori yang berdasar, melalui harpan maupun hipotesis. Keputusan Secara umum dapat di terima bahwa eksistensialisme adala suatu filsafat keputusasaan, karena ia melihat hidup dan manusia di hubungkan dari suatu perspektif yang pesismistik. Bagaimana pun Sarte melawan pandangan ini, ia mengklaim bahwa eksistesialisme adalah filsafat yang paling optismistik di dunia.
6

Padangan berikut ini di anggap keputusan dan pesimistik : baik Tuhan maupun rencana- rencana protektif tidak mengada agar pas denga dunia ini dan kesempatanya terhadap permintaan kita. Perbuatan manusia dibatasi oleh kematianya, bagaimanapun, ia mungkin bergantung pada dukungan yang lain. Kita dapat menempatkannya ke dalam suatu pertimbangan yang lain, dalam orang saing yang membantu kita, atau apa prestasi kita lebih lanjut, sampai tugas mereka berakhir. Menurut Sarte, ketergantungan terhadap apa yang di lakukan orang lain. Atau keingingan melakukan terhadap kita tidaklah bersifat etik. Kita dapat mengamati konsep Sarte tentang takut dari titik pandang AlQur an begitu juga sebaliknya. Kita mengkaji dari suatu ayat Surah AL-An am (Q.S. VI:51) di mana takut bukanlah keadaan yang tidak dapat di ubah tetapi sebaliknya: berilah peringatan kepada mereka yang (hati) nya takut bahwa mereka akan di kumpulkan (diadili) di hadapan Tuhan mereka : sedang di hadapan -Nya mereka tidak memiliki seseorang pelindung maupun pembela. Supaya mereka bertaqwa (melawan kematian).

BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan Eksistensialisme, yakni suatu filsafat tentang krisis, lebih dekat dengan konsep khusus dari pada konsep umum. Pemikiran tidak dapat memecahkan misteri dan problem-problem kehidupan. Manusia membutuhkan secara konstan untuk transdentensi dan ketidakpuasan. B. Saran. Klasifikasi nilai eksistensialis kedalam dua kelompok, sebagai relative dan absolute. Allah Yang Maha Tinggi telah memberikan manusia kebebasan untuk memilih dan ia bebas melakukan hal itu.

DAFTAR PUSTAKA
Prof. Dr. Bayaraktar Bayrakkli PRINSIP & METODE PENDIDIKAN ISLAM

Anda mungkin juga menyukai