Pembimbing Dr. Dessy Rakhmawati, Sp. S Oleh Area Sebastian Arifsyah Nasution 0607101010008
BAB I PENDAHULUAN
Sistem saraf merupakan suatu organ sistem pada manusia /hewan yang terdiri atas sel neuron yang mengkoordinasikan aktivitas otot, memonitor organ, membentuk dan menghentikan masukan dari indra, dan mengaktifkan aksi.
Aksonal injury merupkan cedera pada sekumpulan akson yang diakibatkan oleh trauma sehingga sehingga terobeknya akson karena daya akselerasi dan deselerasi, yang mendadak akibat dari daya rotasional ataupun daya deselerasi yang hebat.
Sistem Saraf Tepi Terdiri atas : Sistem saraf somatik, dan Sistem Saraf Autonom Struktur Sel Saraf
1.
2.
FISIOLOGI Transmisi Impuls Memiliki karakter membran sel saraf : bersifat semipermeabel, dan bersifat elektrikal polar adanya ion-ion positif, dan ion-ion negatif. Sinapsis Adanya hubungan sel saraf yang satu dengan yang lain, dengan dimulai adanya potensial aksi dari sel tersebut.
Lesi pada Saraf Tepi merupakan suatu penyakit yang dapat menyebabkan gejala nyeri, disestesias, baik hilangnya sebagian atau lengkap pada fungsi sensor atau motor.
Klasifikasi Cedera akson, dapat dibagi menurut Seddon dan Sunderland Menurut Seddon 1943, membagikan atas: 1. Neuropraksia 2. Aksonotmesis 3. Neurotmesis Menurut Sunderland 1951, membagikan atas: Tingkatan derajat 1,2,3,4,5 pada cedera saraf, tetapi Mack kinnon menambahkan sampai derajat 6.
Aksonotmesis
Neurotmesis
Etiologi Lesi saraf tepi dapat terjadi sebagai akibat dari: 1. Trauma 2. Tekanan yang akut 3. Idiopatik 4. Kelahiran 5. Infeksi 6. Neurologis 7. Neoplasma 8. Toxic 9. Iatrogenik
Patofisiologi Lesi pada sel saraf tepi akan menimbulkan sensasi nyeri, tergantung dari tingkatan cedera saraf tersebut, yang akhirnya akan terbentuk suatu re-myelination dan dengan regenerasi akson dan reinervasi dari sensorik, ujung otot, atau keduanya.
Klinis Terdapatnya gangguan motorik dan sensorik tergantung pada saraf terkena. Pada motorik akan terjadi hilangnya fungsi otot dan jaringan. Pada sensorik akan terjadi anestesi, parastesia, disestesia, hipoalgesia,hiperestesia, hiperalgesia dan allodonia.
Pemeriksaan modalitas: 1. Laboratorium 2. Studi Imaging 3. Pengujian lain, seperti : - Studi Elektro Diagnostik - Elektromiografi 4. Studi Konduksi Saraf 5. Temuan Histologi
Terapi Jenis terapi 1. Pengobatan Non invasif Merupakan pengobatan terapi non medika mentosa dan medika mentosa. 2. Pengobatan Invasif Merupakan terapi pembedahan, jika adanya suatu indikasi seperti, lesi lengkap disebabkan oleh luka atau cedera yang berat.
Komplikasi Komplikasi yang sering terjadi pada tingkat operasi yaitu sama seperti operasi lain, hematoma, seroma, infeksi, dan cedera pada struktur di sekitarnya termasuk vaskular. Ataupun bisa penurunan fungsi saraf tersebut. Evaluasi Program penilaian suatu evaluasi yaitu program stimulasi fisioterapi otot dan saraf termasuk latihan pasif harus ditekankan untuk menjaga otot dan sendi yang fleksibel dan fungsional.
Rehabilitasi Rehabilitasi meliputi: 1. Kontrol nyeri 2. Splint 3. Stimulasi saraf dan otot 4. Stimulasi pergerakan sendi terdekat 5. Perkiraan waktu
Klasifikasi saraf lesi diutarakan oleh Seddon dan Sunderland. Oleh Seddon pada tahun 1943 terdiri dari Neuropraksia, Aksonotmesis, dan neurotmesis. Sedangkan pada Sunderland 19551 membagi atas derajat cedera sampai 5. Pada rehabilitasi sangat perlu dilakukan penyembuhan.