Step 1 Step 2
Setelah makan seafood Sesak nafas hebat, dada kenceng, RR : 40 X/menit TD : 100/70 N : 120 X/menit takicardi Nafas cuping hidung Retraksi sub costa Wheezing + Fase ekspirasi memanjang Muka kebiru2an RPD : sering mengalami sesak nafas
Penyebab sesak nafas?? o Congenital herediter Alergi : asma Respiratory distress syndrome Tetralogi fallot
Asma o Definisi
o Klasifikasi o Etiologi o Pathogenesis o Diagnosis o Penanganan Step 3 Asma o Definisi Jenis penyakit paru yang terjadi akibat radang atau penyempitan saluran pernafasan (terjadi berulang dan reversible) dan gangguan inflamasi jalan nafas 3 karakteristik o Klasifikasi
Penyempitan sal nafas Proses inflamasi dalam sal pernafasan Hiperaktifitas saluran pernafasan
Allergi / ekstrinsik krn allergen Akut o Tipe cepat (suhu dingin) o Tipe lambat (6-8jam)
Idiopatik / intrinsic tdk ada penyebab biasanya diatas 40 thn Campuran Berhubungan dg COPD
Etiologi? Factor pencetus Infeksi Ispa atas / bawah Allergen o inhalant o Ingestan o Kontaktan o Iritan Stress psikis Obat2an Latihan fisik Perubahan cuaca
o Pathogenesis
Saraf otonom
Simpatis
o o
Parasimpatis
o
Kolinergik bronkokonstriktor
Tahap I IgE Tahap 2 faktor2 inflamasi Tahap 3 respond dr sel mast APC membawa allergen ke T helper T helper membawa IL membentuk IgE diikat sel mast allergen diikat IgE sel mast aktif mengeluarkan mediator2 inflamasi peningkatan mucus, inflamasi
o Diagnosis Anamnesis
Sesak nafas Waktu (malam hari?), sejak kapan, durasi, Riwayat keluarga, riwayat pengobatan, paparan alergen, keluhan lain (batuk, mengi) Asma bisa sembuh sendiri (reversible)
PF
Keadaan umum kesadaran menurun, Takipneu (>35x/menit), takikardi (120 x/menit) auskultasi ekspirasi memanjang, wheezing menggunakan otot tambahan untk bernafas
PP
o Penanganan Derajat asma Ringan o Memberikan oksigen 4-6 L/menit dan obat B2 agonis + kortikosteroid oral Sedang o Inhalasi agonis Beta 2, aminophilin drip, masker venturi Berat/ Status asmatikus o KORTIKOSTEROID iv, masker venturi, aminophilin drip, intubasi dan ventilasi mekanik
Step 4
Sesak nafas
Sesak nafas
Step 5 Step 6
Step 7 Asma o Definisi Gangguan inflamasi kronis saluran nafas yang melibatkan berbagai sel inflamasi, yang mengakibatkan terjadinya hipereaktivitas bronkus dalam berbagai tingkat, sehingga menimbulkan gejala obstruksi saluran nafas yang reversibel baik secara spontan maupun dan pengobatan
Diluar serangan tidak ada gejala Uji faal paru normal Jarang jatuh pada status asmatikus Jarang perlu kortikosteroid
ii.
iii. iv.
Serangan berat
Bila tidak dapat diobati dengan obat-obatan lazim saat serangan status asmatikus
c. Asma kronik persisten i. ii. Selalu ditemukan gejala obstruksi sal. Nafas Perlu obat terus menerus
Berdasarkan kelainan PA
1. Tanpa serangan
Spasme otot polos bronkus (bronkospasme) Edema mukosa / sub mukosa Hipersekresi lendir (mocous plug) Proses inflamasi dengan bronkhus - Kerusakan / pengelupasan epitel bronkus
3. Penderita kronis : - Proses inflamasi bronkus dan kerusakan-kerusakan - Kerusakan pengelupasan epitel bronkus
- Perubahan elastisitas bronkus o Etiologi Belum diketahui jelas, didahului faktor pencetus
d. Faktor infeksi : commond cold, pneumonia, bronkitis e. Alergen/antigen : inhalan, ingestan, kontaktan f. Iritan : cat, bensin, asap, hawa dingin g. Sres psikis : saat pengumuman / setelah dimarahi h. Obat-obatan : vaksin, penisilin, aspirin, salisilat, obat anestesi i.
Olahraga : latihan
Lain-lain: temperatur, tempat, kerja o Pathogenesis Obstruksi bronkus pada Asma j. Spasme otot polos bronkus, karena : i. Gangguan keseimbangan sistem saraf otonom (kadar CAMP / CGMP) ii. Reaksi imunologi
k. Hipersekresi mukus karena pengaruh mediator kimiawi tertentu, lendirnya lengket l. Edema mukosa bronkus karena pengaruh mediator inflamasi Peradangan bronkus Pengelompokan bronkospasme 1. Fase cepat Timbuls segera (30-60 menit) berakhir 1-2 jam Mediator utama : histamin 2. Fase lambat menetap - Terdapat akumulasi neutrofil
- Mediator : Leukotrin, PG, Tromboksan - Berlangsung 6-8 Jam atau lebih 3. Fase subakut / kronik - Proses inflamasi pada dinding bronkus dengan infiltrasi sel-sel eosinopil dan sel-sel mononukleus
Proses Imunologik dasar patogenesis 4. Rx hiperensitifitas tipe I Fase sensitisasi Pada fase ini terjadi pembentukan IgE merekat pada sel most sel yang tersensitisasi Fase alergi Ikatan alaergi IgE pada sel mast pembentukan granul-garanul dalam sitoplasma degranulasi mediator kimiawi (serotonin, histamin) spasme bronkus, permeabilitas pembuluh darah, sekresi mukus penyempitan airway 5. Rx hipersensifitas III Timbul 4 6 jam setelah terpapan alergen Alergen masuk tubuh diikat IgM kompleks imun aktivasi sistem komplemen bersifat anafilatoksin Perubahan PH
penyempitan saluran nafas tidak merata diseluruh paru darah
alkalosis respiratorik
serangan asma lebih berat salauran naas + alveolus tertutup
mukus tidak terjadi ventilasi hipoksemia + kerja otot produksi CO2 retensi CO2 (hiperkarpnia) + asidosis respiratorik (gagal nafas).
Hipoksemia yang berlangsung lama asidosis metabolik Penyempitan saluran nafas asma menyebabkan :
Ketidak seimbangan ventilasi dan distribusi sirkulasi darah Ganguan difusi gas tingkat alveoli Gangguan ventilasi
o Diagnosis Anamnesis
Ditemukan dan ditanyakan:
Kumat asma yang berulang Alergi bahan-bahan tertentu Pemaparan agen lingkungan
Keluhan : mengi, batuk, sesak nafas
gas darah
Tekanan darah : Normal, naik
Dada tampak emfisematus (barrel chest) Penggunaan otot nafas tambahan Retraksi
Auskultasi : suara nafas mlemah (ekspirasi diperpanjang)
Wheezing Px Penunjang
Px faal paru : variasi APE > 20%, FEVI dan FVC
Px lab : darah
: eosinofilia
Radiologi
BGA : untuk mendeteksi kemungkianan gagal nafas EKG : untuk mengetahui pengaruh asma terhadap / jantung Pemeriksaan sputum Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya: Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinopil. Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang bronkus. Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus. Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug. 2. Pemeriksaan darah Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis. Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH. Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana
menandakan terdapatnya suatu infeksi. Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E pada waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan.
Pemeriksaan penunjang 1. Pemeriksaan radiologi Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut: Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah. Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan semakin bertambah. Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal. Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru.
2. Pemeriksaan tes kulit Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
3. Elektrokardiografi Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada
empisema paru yaitu : perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan clock wise rotation. Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB ( Right bundle branch block). Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan VES atau terjadinya depresi segmen ST negative.
4. Scanning paru Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.
5. Spirometri Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pamberian bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Benyak penderita tanpa keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.
1. Menyembuhkan dan mengendalikan gejala asma 2. Mencegah kekambuhan 3. Mengupayakan fungsi paru senormal mungkin serta mempertahankannya
4. Mengupayakan aktivitas harian pada tingkat normal termasuk melakukan exercise 5. Menghindari efek samping obat asma 6. Mencegah obstruksi jalan napas yang ireversibel
1. BRONKODILATOR
Agonis B 2
1)
2)
3) Sedangkan agonis B 2 long acting bekerja lebih dari 12 jam, seperti salmeterol, formoterol, bambuterol
4) Bentuk aerosol dan inhalasi memberikan efek bronkodilasi yang sama dengan dosis yang jauh lebih kecil yaitu sepersepuluh dosis oral dan pemberiannya lokal.
Metilxantin
Teofilin termasuk golongan ini. Efek bronkodilatornya berkaitan dengan kosentrasinya di dalam serum. Efek samping obat ini dapat ditekan dengan pemantauan kadar teofilin serum dalam pengobatan jangka panjang.
Antikolinergik
Golongan ini menurunkan tonus vagus intrinsik dari saluran napas. atropin 2. ANTIINFLAMASI
Antiinflamasi menghambat inflamasi jalan napas dan mempunyai efek supresi dan profilaksis.
Kortikosteroid
1. Oksigen 4- 6 liter/ menit 2. Agonis B 2 (salbutamol 5 mg atau feneterol 2,5 mg atau terbutalin 10 mg) inhalasi nebulasi dan pemberiannya dapat di ulang setiap 20 menit sampai 1 jam. Pemberian agonis B 2 dapat secara sub kutan atau iv dengan dosis salbutamol 0,25 mg atau terbutalin 0,25 mg dalam larutan dekstrosa 5 % dan diberikan perlahan. 3. Aminofilin bolus (volume loading dose, dosis besar diberikan sekaligus) iv 5-6 mg / kg BB, jika sudah menggunakan obat ini dalam 12 jam sebelumnya maka cukup diberikan setengah dosis.
4. Kortikosteroid hidrokortison 100- 200 mg iv jika tidak ada respon segera atau pasien sedang menggunakan steroid oral atau dalam serangan sangat berat
Syringe pumptidak boleh terlalu cepat, syok anafilaktik Masker8-10 litere Kanul4-6 liter
Respon terhadap terapi awal baik, jika di dapatkan keadaan berikut : 1. Respon menetap selama 60 menit setelah pengobatan 2. Pemeriksaan fisik normal 3. Arus puncak ekspirasi > 70 %
Jika respon tidak ada atau tidak baik terhadap terapi awal maka pasien sebaiknya dirawat di rumah sakit.
: agonis B 2 inhalasi bila perlu atau agonis B 2 oral sebelum exercise atau terpapar alergen : antiinflamasi setiap hari dan agonis B 2 inhalasi bila perlu : steroid inhalasi setiap hari, teofilin slow release atau agonis B 2 long acting, steroid oral selang sehari atau dosis tunggal harian dan agonis B 2 inhalasi sesuai kebutuhan.
2. Hindari factor pencetus sebisa mungkin 3. Lakukanlah segala bentuk terapi dengan telaten 4. Pengobatan yang cepat dan tepat pada serangan akut dapat memperpanjang umur penderita 5. Bila telah ada penyulit edukasi penderita
2. Komplikasi 1. Status asmatikus 2. Atelektasis 3. Hipoksemia 4. Pneumothoraks 5. Emfisema 6. Deformitas thoraks 7. Gagal nafas