Anda di halaman 1dari 3

Nama : I Gusti Bagus Riyandi Prasetyo NIM : 151090268 DIPLOMASI PASCA PERANG DINGIN Perang dingin dapat dikatakan

juga sebagai perang ideologi. Perang Dingin ditandai dengan pembagian blok yang kentara antara Blok Timur pimpinan Uni Soviet yang berhaluan komunis dengan blok Barat pimpinan Amerika Serikat yang menganut kapitalisme. Persaingan keduanya terjadi di berbagai bidang: koalisi militer, ideologi, psikologi, industri, pengembangan teknologi, pertahanan, perlombaan nuklir dan persenjataan, dan banyak lagi. Ditakutkan bahwa perang ini akan berakhir dengan perang nuklir, yang akhirnya tidak terjadi. Perang ini berawal Setelah AS dan Uni Soviet bersekutu dan berhasil menghancurkan Jerman Nazi, kedua belah pihak berbeda pendapat tentang bagaimana cara yang tepat untuk membangun Eropa pascaperang. Selama beberapa dekade selanjutnya, persaingan di antara keduanya menyebar ke luar Eropa dan merambah ke seluruh dunia ketika AS membangun pertahanan terhadap komunisme dengan membentuk sejumlah aliansi dengan berbagai negara, terutama dengan negara di Eropa Barat, Timur Tengah, dan Asia Tenggara. Dalam perang dingin dikenal istilah politik detterence, yaitu suatu strategi politik yang membuat lawan berpikir ulang jika ingin menyerang suatu negara lain karena ditakutkan oleh serangan yang lebih besar jika menyerang negara tersebut. Perang Dingin itu sendiri berakhir di tahun 1980-an. Pasca perang dingin diplomasi yang dikenal adalah diplomasi preventif (preventif diplomacy), yaitu diplomasi yang dilakukan untuk mencegah berbagai konflik yang berpotensi perang senjata. Diplomasi ini dapat berupa usaha melalui jalan politik, militer, ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah, organisasi internasional termasuk NGO (National Government Organization) yang mempunyai berbagai tujuan, yaitu: 1. 2. 3. 4. 5. Mencegah masalah/adanya peningkatan konflik dalam dan luar negara Mencegah konflik/permasalahan yang berpotensi menggunakan senjata Mencegah intensitas geografis konflik meluas sehingga terjadi krisis kemanusiaan Mencegah dan mengelola bagaimana krisis kemanusiaan itu tidak menjadi lebih parah Sebagai bagian terhadap kondisi krisis/belum krisis guna memberi solusi

Latar belakang munculnya diplomasi preventif adalah sebagai bentuk pencegahan konflik yang dianggap bisa menyebar sehingga bisa menimbulkan perang dunia dalam kerangka perang dingin. Aktor yang berperan dalam diplomasi ini adalah negara-negara dan organisasi-organisasi internasional yang memiliki fungsi yang sama yaitu untuk mencegah terjadi/meluasnya konflik. Diplomasi preventif berbeda dengan multi track diplomacy, persamaannya adalah banyak aktor negara yang berperan namun perbedaannya adalah fungsi dari masing-masing aktor tersebut berbeda. Namun seiring dengan perkembangan waktu, peran dari diplomasi ini pun mulai dijalankan oleh berbagai organisasi internasional termasuk PBB terhadap konflik yang menimbulkan jatuhnya korban jiwa cukup besar di suatu negara agar tidak semakin meluas ke negara lain diluar negara konflik sehingga tidak semakin menimbulkan jatuhnya korban yang lebih banyak lagi. Usaha preventif ada yang dilakukan pada masa damai dan pada masa krisis. Pada masa damai contohnya membangun hubungan baik (menjalin kerjasama) antar

negara/confidence building. Confidence building intinya adalah rasa saling percaya. Beberapa hal yang harus dilakukan untuk menciptakan confidence building yaitu:
-

harus ada transparansi antar negara (misalnya transparansi kebijakan pertahanan negara),

selain harus adanya transparansi, confidence building juga menuntut akan adanya pertukaran informasi (information exchange),

institution building (membangun sistem kerjasama antar negara untuk membicarakan permasalahan-permasalahan yang terjadi),

early warning (pemberitaan dini apa yang sedang terjadi di bidang politik, ekonomi, lingkungan yang bertujuan untuk mencegah terjadinya konflik),

serta aksi-aksi kemanusiaan.

Sedangkan pada masa krisis usaha diplomasi preventif berupa:


-

fact finding (pencarian fakta) good offices (memberikan jasa-jasa baik) crisis management (mengurangi aksi-aksi kekerasan) preventif deployment (penempatan unit-unit yang ditunjuk oleh suatu

organisasi/pemerintah yang berkerja meskipun tanpa ijin untuk mencegah eskalasi konflik)

Sampai saat ini PBB menganggap diplomasi ini sebagai cara yang efektif untuk menyelesaikan krisis di seluruh dunia. PBB menempatkan pejabat politik, pejabat politik, konstitusional dan keamanan yang menjadi perwakilan utama sebagai mediator untuk membantu pihak-pihak yang bertujuan mengakhiri krisis. Namun di sisi lain, kekurangan dari diplomasi preventif ini adalah tidak bisa menyelesaikan semua masalah yang ada contohnya kasus politik yang tentunya membutuhkan penyelesaian secara politik, adanya ketidakpercayaan diantara pihak yang berkonflik, keterbatasan sumber daya di PBB dan adanya anggapan jika diplomasi ini merupakan cara lama yang sudah tidak relevan. Namun apapun upaya yang ditempuh untuk penyelesaian konflik, diplomasi preventif dapat dipertimbangkan sebagai suatu varian yang bisa dipilih dengan kelebihan dan kekurangan yang mewarnainya.

Anda mungkin juga menyukai