Anda di halaman 1dari 105

IMPLEMENTASI REKAM MEDIS DALAM TRANSAKSI TERAPEUTIK ANTARA DOKTER DAN PASIEN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DOKTER

MOEWARDI SURAKARTA

Penulisan Hukum (Skrpisi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Oleh: RIZKI AJI MAHENDRA NIM E 0002223

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

2006 PERSETUJUAN

Penulisan Hukum (Skripsi) ini telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret , Surakarta

Dosen Pembimbing

Pembimbing

Pembimbing

SURANTO, S.H.

LEGO KARJOKO,S.H.,M.H

ii

NIP 131.571.612

NIP 131.792.948

PENGESAHAN Penulisan Hukum (Skripsi) ini telah diterima dan dipertahankan oleh Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skrpsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Pada : Hari Tanggal : Senin : 31 Juli 2006 DEWAN PENGUJI

(1) ...................................................... (

Suranto, S.H. Ketua

(2) ...................................................... (

Sutedjo, S.H.M.M Sekretaris

(3) ....................................................... (

Aminah, S.H. Anggota

Mengetahui : Dekan

iii

( DR. Adi Sulistiyono, S.H., M.H. ) NIP. 131 793 333

Motto : Janganlah engkau tolong menolong dalam dosa dan kejahatan, Tolong menolonglah dalam kebaikan dan Taqwa ( Al-Quran ) Barang siapa yang melakukan kebaikan maka ia pasti akan mendapat balasannya meskipun sebesar biji atom ; dan barang siapa yang melakukan kejahatan maka ia pasti akan mendapat balasannya juga ( QS.Al Silzaal :78) The chance youve got comes never twice, Do you best and do it right ( Roland Grapow) Jangan tanyakan apa yang telah mereka berikan kepadamu, namun tanyakan pada dirimu sendiri apa yang telah kau berikan untuk mereka.

iv

Skripsi ini kupersembahkan untuk: Bapak-Ibuku tercinta Almamaterku Angkatan 2002 FH


KATA PENGANTAR

Dengan menyebut asma Allah yang Maha Pengasih dan Penyanyang dengan diiringi puji kehadirat Illahi Rabbi, karena hanya atas perkenankan-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum (skripsi) ini dengan judul: IMPLEMENTASI REKAM MEDIS DALAM TRANSAKSI TERAPEUTIK ANTARA DOKTER DAN PASIEN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DOKTER MOEWARDI SURAKARTA . Adapun penulisan hukum (skripsi) ini disusun guna memenuhi salah satu persyaratan untuk meraih gelar kesarjanaan S-1 dalam bidang ilmu hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret surakarta. Penulisan Hukum ini membahas tentang pelaksanaan penyelenggaraan rekam medis di Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Moewardi Surakarta yang diatur di dalam peraturan menteri yaitu Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 749a/Men.Kes/Per/XII/1989 tentang Rekam Medis/ Medical Records . Di dalam peraturan menteri kesehatan tersebut terdapat ketentuan mengenai tata cara

penyelenggaraan rekam medis. Tujuan dari adanya peraturan menteri kesehatan tersebut untuk menjamin perlindungan hak asasi manusia, yang mana sangat berkaitan erat dengan kesehatan. Disamping itu juga membahas mengenai tanggung jawab dari dokter, perawat dan rumah sakit serta hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaannya. Selama ini belum banyak yang mengetahui arti penting dari rekam medis, padahal rekam medis sangat membantu bagi para pihak, baik dokter maupun pasien. Oleh karena itu meskipun dengan data dan informasi yang terbatas, penulis tetap berusaha untuk menyelesaikan penulisan hukum ini. Yang penulis harapkan dapat membantu pengetahuan mengenai rekam medis. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan hukum ini terdapat banyak kekurangan, untuk itu penulis dengan besar hati menerima kritik dan saran yang membangun sehingga dapat memperkaya isi penulisan hukum ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam menyusun penulisan hukum (skripsi) ini, penulis dibantu oleh banyak pihak. Tanpa bantuan dari berbagai pihak tersebut Penulis yakin penyusunan skripsi ini tidak akan berhasil. Maka dalam kesempatan ini, dengan penuh kerendahan hati dan rasa yang tulus, penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada: 1. Bapak DR. Adi Sulistyono, S.H., M.H. selaku Dekan Fakultas Hukum Uiversitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberi ijin penelitian dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini, 2. Bapak Suranto, S.H. selaku pembimbing penulisan skripsi, yang telah menyediakan waktu dan pikirannya untuk memberikan bimbingan dan arahan bagi tersusunnya skripsi ini, 3. Bapak Lego Karjoko, S.H., M.H. selaku pembimbing penulisan skripsi, yang telah menyediakan waktu dan pikirannya untuk memberikan bimbingan dan arahan bagi tersusunnya skripsi ini, 4. Bapak Fakultas Hukum UNS, Sabar Slamet, S.H. selaku pembimbing akademis, atas nasehat yang berguna bagi penulis selama penulis belajar di

vi

5.

Bapak, Ibu, serta keluarga tercinta: mas Blegit, mas Bluwank, mba Atik, mba Riana, Putri rewel, N tentu aza ponakanponakanku yang Ucu-ucu Gadhi (Si Item), Dezka (Engka) yang telah memberikan segalanya baik materiil maupun moril hingga terselesaikannya skripsi ini,

6.

Njembling Tim; Pakdhe (kapan kau lahirkan anakmu tu?), Ageng (everythings not lost! No Women tetep anget!), Ozy (bagi-bagi donk cewemu wahai shadow), Wawan (aja lengush leh!), Gembur (dasar tongkat chino) Tibot (Desi piye?), Pulung (abang gering), Purna (mbah, eman temen koen), Udin (tak tau dimana kau berada), Bokep (awas koe nek perawan entek), Adhit (ono komik opo?), Bambang (ojo klemar-klemer toh), Keling (thanx yaa), Hantoro (Kawin lari ae lhe!)oh ya bocah kunyuk Si Parto(smga ketemu kembali)

7. 8. 9. 10. 11. 12.

Mas Eko (dinho, ojo sering edan) dan komunitas parkiran FH yang tak dapat kusebutkan satu persatu, makasih. Trie, Eno, Ina, Onink thanx atas usaha kalian tuk membawa sahabat kalian yang telah pergi. Kebo-kebo PK : Kenthir (badminton yuh!), Ipanx (aja buka rahasia koen), Dian (aja wadonan bae), Harun (Hidup Punk!!). kost Pager ijo, thanx bgt atas catatan-catatannya nggo Irvan, Agus, Anjar. Special to ARM (wong ndeso tulen). Lukman (cinta tak harus miliki), Lela (ndang kawin yu!), Parmidi (Utang lunasi, kang) Dan semua pihak yang telah membantu dan mendorong penulis dalam penyusunan skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu hingga terselesaikannya penyusunan skripsi ini. Demikian mudah-mudahan penulisan hukum ini dapat memberikan

manfaat bagi kita semua, terutama untuk penulisan, kalangan akademisi, praktisi serta masyarakat umum

vii

Surakarta,

Desember 2005 Penulis

viii

ix

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL..........................................................................................i HALAMAN PERSETUJUAN..........................................................................ii HALAMAN PENGESAHAN..........................................................................iii HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN..............................................iv KATA PENGANTAR.......................................................................................v DAFTAR ISI..................................................................................................viii DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................x ABSTRAK........................................................................................................xi BAB I PENDAHULUAN .................................................................................1 A. Latar Belakang Masalah...............................................................................1 B. Perumusan Masalah ....................................................................................8 C. Tujuan penelitian ........................................................................................ 8 D. Manfaat Penelitian ......................................................................................9 E. Metode Penelitian ......................................................................................10 F. Sistematika Skripsi ....................................................................................15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................17 A. Kerangka Teori ..........................................................................................17 1. b) c) 2. 3. a) Tinjauan Tentang Hukum..............................................................17 a)Pengertian dan Tujuan Hukum............................................................17 Pengertian dan Ruang lingkup Hukum Kesehatan 19 Hak-Hak Dasar Manusia di bidang Kesehatan 20 Tinjauan Tentang Transaksi Terapeutik 21 Tinjauan Tentang Informed Consent 26 Pengertian Informed Consent 26

b) c) 4.

Informasi dokter yang mendasari Informed Consent 27 Fungsi informasi 29 Tinjauan tentang rekam medis 30

a) Perkembangan rekam medis di Indonesia 30 b) Pengertian Rekam Medis 32 c) Fungsi Rekam Medis 33 d) Isi Rekam medis 35 e) Kepemilikan Rekam medis 37 B. Kerangka Pemikiran 41 BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .................................42 A. Deskripsi Lokasi Penelitian ........................................................................................................................ 42 1. 2. Sejarah Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Moewardi Surakarta 42 Sarana Pelayanan Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Moewardi 44 B. Implementasi rekam medis dalam transaksi terapeutik antara dokter dan pasien di Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Moewardi Surakarta...........48 C. Tanggung Jawab Dokter, Perawat, Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Moewardi dalam pelaksanaan rekam medis........74 D. Hambatan apa saja yang dihadapi dan cara mengatasinya...............82

xi

BAB IV PENUTUP..........................................................................................85 A. Kesimpulan ........................................................................................................................ 85 B. Saran-saran ........................................................................................................................ 86 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................88 LAMPIRAN-LAMPIRAN

DAFTAR LAMPIRAN

SURAT KETERANGAN PENELITIAN RINGKASAN RIWAYAT POLIKLINIK CATATAN POLIKLINIK PENGKAJIAN ASUHAN KEPERAWATAN RAWAT JALAN SURAT RUJUKAN BALASAN RUJUKAN INFORMED CONSENT SURAT KETERANGAN DOKTER

xii

LEMBAR MASUK DAN KELUAR RUMAH SAKIT RINGKASAN ANAMNESIS PEMERIKSAAN PERJALANAN PENYAKIT, PERINTAH DOKTER DAN PENGOBATAN LAPORAN PERSALINAN GRAFIK HASIL-HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM SALINAN RESEP

ABSTRAK RIZKI AJIMAHENDRA E0002223, IMPLEMENTASI REKAM MEDIS DALAM TRANSAKSI TERAPEUTIK ANTARA DOKTER DAN PASIEN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr.MOEWARDI SURAKARTA. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulisan Hukum (Skripsi). 2006. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana implementasi rekam medis dan tanggung jawab dari dokter, perawat, rumah sakit dalam penyelenggaraan rekam medis, serta hambatan dan pemecahannya. Penelitian ini merupakan penelitian bersifat deskriptif dan apabila dilihat dari tujuannya termasuk penelitian hukum empiris. Lokasi penelitian di Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Moewardi Surakarta . Jenis data yang digunakan meliputi data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data yang dipergunakan yaitu melalui wawancara dan penelitian kepustakaan baik buku-buku, peraturan

xiii

perundang-undangan, makalah-makalah, hasil penelitian terdahulu, dokumendokumen, dan sebagainya. Analisis data menggunakan analisis kualitatif. Berdasarkan penelitian ini, diperoleh hasil bahwa penyelenggaraan rekam medis di Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Moewardi Surakarta sudah berjalan baik, hal ini dapat dilihat dari tahapan-tahapan yang dilalui pasien untuk mendapatkan nomor berkas rekam medis hingga pengembalian berkas rekam medis ke ruang rekam medis dan tanggung jawab dari dokter, perawat dan rumah sakit sudah sesuai dengan peraturan yang ada, sedangkan untuk kendala-kendala yang dihadapi, diantaranya Permasalahan mengenai kurangnya sosialisasi peraturan bagi masyarakat. Permasalahan mengenai kurang disiplinnya petugas Permasalahan mengenai rendahnya kesadaran masyarakat akan arti penting rekam medis. Untuk menanggulanginya ada beberapa yang dilakukan diantaranya : Mengadakan pelatihan-pelatihan bagi petugas Memberikan penghargaan bagi yang berprestasi Memberikan penjelasan kepada pasien dengan pendekatan psikologis Implikasi teoritis penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran tentang penyelenggaraan rekam medis di Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Moewardi Surakarta dan tanggung jawab pelaksananya, sedangkan implikasi praktisnya adalah hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pihak-pihak terkait secara langsung maupun tidak langsung.

BAB I PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah Dewasa ini tidak ada bidang kehidupan masyarakat yang tidak terjamah oleh hukum, hal ini disebabkan pada dasarnya manusia mempunyai hasrat untuk hidup teratur. Akan tetapi, keteraturan bagi seseorang belum tentu teratur bagi orang lain. Oleh karena itu diperlukan kaedah-kaedah yang mengatur kehidupan manusia supaya kepentingankepentingannya tidak bertentangan dengan kepentingan masyarakat, salah satunya adalah kaedah hukum yang mengatur hubungan antar manusia melalui keserasian antara ketertiban dengan ketentraman. Dengan seiring perkembangan ilmu dan teknologi, berkembang pula ilmu kedokteran terutama dalam bidang psikofarmaka, reproduksi manusia, alat-alat resusitasi, maupun bidang lainnya, tidak luput juga dalam pelayanan kesehatan yang semakin majemuk dan canggih. Sehingga masalah yang dihadapi tidak lagi terbatas pada penyakit atau masalah kesehatan saja, tetapi juga dalam mengelola kemajemukan dan kecanggihan pelayanan kesehatan. Dengan kemajuan ilmu dan teknologi ini, tentu saja mempengaruhi baik dalam diagnosis maupun terapi. Pada dasarnya pengaruh perkembangan ilmu dan teknologi terhadap profesi dokter dapat menimbulkan dampak dan tantangan baik yang bersifat positif maupun negatif. Dampak positif menyangkut bidang ilmu teknologi kedokteran dan bidang bukan kedokteran, hal ini dapat dilihat di dalam bidang kedokteran dengan semakin meningkatnya mutu pelayanan kesehatan kedokteran, penelusuran diagnosis dan penyebab penyakit menjadi lebih dini diketahui dan akurat. Hal ini akan memberikan penanganan dan pengobatan penyakit menjadi lebih baik, penyembuhan

berbagai macam penyakit tidak menjadi masalah lagi. Sedangkan dampak positif untuk bidang bukan kedokteran misalnya pada penerapan ilmu ekonomi dan administrasi kesehatan yang mampu meningkatkan efektifitas dan efisiensi pelayanan kesehatan. Untuk penerapan ilmu hukum kesehatan adalah dengan adanya kejelasan tentang hak dan kewajiban dokter maupun pasien. Meskipun begitu timbul juga dampak negatif yang meliputi meningkatnya biaya kesehatan, perubahan pola kesehatan, maupun perubahan pola hubungan dokter dengan pasien. Dengan adanya perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran, angka penyakit dan angka kematian dapat diturunkan, akan tetapi tidak menurunkan angka kecacatan, jadi terjadi perubahan dalam pola masalah kesehatan. Dengan keadaan ini meningkat pula umur harapan hidup. Meningkatnya umur harapan hidup menyebabkan makin meningkatnya jumlah usia lanjut, ini dapat menimbulkan beraneka macam masalah kesehatan yang khas. Perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran ini juga telah mendorong perubahan pola pelayanan kesehatan. Di satu pihak ini dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di lain pihak pola pelayanan kesehatan ini menjadi terkotak-kotak. Penderita tidak lagi dipandang sebagai orang-perorang seutuhnya, melainkan hanya sebagai organ-perorgan. Akibatnya bukan saja penanganan penderita menjadi tidak sempurna, tetapi juga menimbulkan biaya kesehatan yang semakin tinggi. Jadi sebagai akibat penggunaan peralatan canggih telah memunculkan penerapan prinsip-prinsip ekonomi dan hukum kesehatan yang menyebabkan hubungan dokter dengan pasien berubah polanya. Dimana hubungan dokter dengan pasien yang dulu bersifat paternalistik mengalami perubahan menjadi bersifat mekanis dan komersial sehingga aspek kemanusiaan mulai berkurang. Dengan adanya perkembangan ilmu kedokteran yang begitu pesat, para dokter dituntut pengabdiannya yang semakin berat. Untuk dapat

mempertahankan citra luhur profesi kedokteran, setiap dokter diharuskan benar-benar menghayati dan mengamalkan etika kedokteran. Hal ini sangat penting untuk meningkatkan peran serta yang aktif dari para dokter dalam rangka mencapai tujuan dan dasar pembangunan yang ingin dicapai berdasarkan sistem kesehatan nasional. Sistem kesehatan nasional yang dimaksud adalah suatu tatanan yang mencerminkan upaya bangsa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan mencapai derajat kesehatan yang optimal sebagai perwujudan kesejahteraan umum melalui program pembangunan kesehatan sebagai kesatuan yang menyeluruh, terarah dan terpadu serta berkesinambungan sebagai bagian dari pembangunan nasional (Sistem Kesehatan Nasional, 1982 : 2). Dalam sejarahnya telah terjadi perubahan orientasi nilai dan pemikiran mengenai upaya dalam memecahkan masalah kesehatan untuk seluruh masyarakat dengan peran masyarakat yang digambarkan sebagai akibat prinsip bahwa masalah kesehatan adalah tugas dan tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat, yang belum sepenuhnya disadari, sehingga pemerintah masih berperan sangat dominan dalam menentukan kebijaksanaan kesehatan. Padahal peran serta masyarakat yang mencakup upaya peningkatan (promotif), pencegahan (preventif), penyembuhan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif) yang bersifat menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan sangat diperlukan dalam pembangunan di sektor kesehatan. Sehubungan dengan kenyataan tersebut diatas, maka timbul dilema dalam pelayanan medik, yaitu disatu pihak pemerintah harus menghargai berbagai upaya yang dilakukan dan bermanfaat bagi masyarakat, dan dilain pihak harus memberi kesempatan bagi terlaksananya konsep mencari laba yang sekaligus dapat berarti menghancurkan memperkaya sistem pelayanan dan meningkatkan demikian jelaslah kegiatan bahwa pihak pelaksana. Dengan

peningkatan status kesehatan sebagai upaya pengembangan sumber daya manusia memerlukan berbagai usaha yang mendukungnya seperti

peningkatan tenaga kesehatan (dokter, perawat, bidan, fisioterapis, apoteker, dan lain sebagainya), peningkatan dan penambahan kualitas pelayanan dan sarana-sarana penunjang kesehatan, seperti rumah sakit, klinik, puskesmas, maupun sarana kesehatan lainnya, baik yang dikelola pemerintah maupun yang dikelola oleh swasta, serta peningkatan industri penunjang kesehatan, industri farmasi, industri alat-alat kedokteran dan lain sebagainya. Usaha peningkatan status kesehatan masyarakat dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu usaha preventif atau pencegahan dan dapat melalui cara represif atau pengobatan. Usaha preventif dapat dilakukan secara swadaya tanpa bantuan dari orang lain secara khusus. Lain halnya dengan usaha represif yang memerlukan bantuan atau penanganan khusus dari orang yang memang mempunyai pengetahuan dan keahlian di bidang kesehatan. Dalam usaha represif, saat seseorang datang kepada dokter untuk meminta bantuan menyembuhkan penyakit yang dideritanya, maka terjadi hubungan antara pasien dan dokter yang sering disebut transaksi terapeutik dalam mukadimah Kode Etik Kedokteran Indonesia yang termuat dalam Keputusan Menteri Kesehatan R.I. No. 434/Men.kes/SK/X/83 Tentang berlakunya Kode Etik Kedokteran Indonesia. Dimana pelayanan yang diberikan ini berdasarkan atas kepercayaan pasien terhadap dokter. Secara yuridis, transaksi terapeutik diartikan sebagai hubungan hukum antara dokter dan pasien dalam pelayanan medik secara profesional didasarkan kompetensi yang sesuai dengan keahlian dan ketrampilan tertentu di bidang kesehatan. Dengan adanya transaksi terapeutik tersebut maka kedua belah pihak dibebani dengan hak dan kewajiban yang harus dipenuhi. Dokter dan pasien dibebani dengan hak dan kewajiban yang dilindungi oleh Undang-Undang sehingga kedudukan hukumnya seimbang dan sederajat. Hal ini dapat ditemukan dalam ketentuan Undang-Undang

No. 23 Tahun 1992, sebagai berikut : Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh derajat kesehatan yang optimal (Pasal 4). Setiap orang berkewajiban untuk ikut serta dalam memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan persorangan, keluarga dan lingkungannya (Pasal 5). Tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya (Pasal 53 : 1). Tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar profesi dan menghormati hak pasien (Pasal 53 : 2). Hubungan dokter dan pasien tersebut ditandai dengan adanya suatu kegiatan yang saling mengisi, saling tergantung secara fungsional antara kedua belah pihak. Hal ini dapat terjadi bila para pihak mempunyai kedudukan yang sederajat seperti yang diatur dalam Undang-Undang, namun pada kenyataannya hal ini tidak terjadi, bila kita lihat dari pola paternalistik, maka pola hubungan antara dokter dan pasien bersifat vertikal, dimana dokter berada diatas sementara pasien berada dibawah. Hal ini karena perbedaan kedudukan, posisi, serta peranan antara dokter dan pasien, maka umumnya terlihat adanya superioritas dokter terhadap pasien. Kegiatan hanya pada dokter, sedangkan pasien pada umumnya pasif atau tidak menjalankan suatu fungsi. Pola paternalistik untuk masa sekarang sudah tidak sesuai lagi sebagai akibat semakin meningkatnya kesadaran hukum pasien akan hakhaknya akibat tingkat pengetahuan masyarakat yang semakin tingggi. Sebagai perkembangan pola paternalistik mulai tergeser kedudukannya oleh pandangan atau pola konsumerisme. Pola-pola konsumerisme menurut dr. Kartono Mohammad dikenal dengan istilah health providers atau penyedia pelayanan kesehatan, yaitu dokter dan tenaga kesehatan lainnya, dan istilah health receivers atau penerima pelayanan kesehatan,

yaitu pasien. Pola konsumerisme ini menempatkan posisi pasien pada the patient knows best, yaitu pasien lebih mengetahui apa yang terbaik bagi dirinya daripada orang lain termasuk dokter. Sehingga menurut pola ini pasien berhak mengetahui segala macam tindakan pengobatan yang akan dilakukan terhadap dirinya dan untuk apa tindakan tersebut untuk dijadikan dasar pertimbangan memberikan atau tidak memberikan persetujuan atas tindakan yang akan dilakukan oleh dokter setelah pasien memperoleh informasi yang cukup mengenai penyakitnya (Veronica Komalawati, S.H., 1989 : 34). Hak atas informasi dan memberikan persetujuan tersebut dikenal dengan hak pasien atas informed consent. Informasi dari dokter tersebut merupakan hak pasien sekaligus kewajiban dari dokter, baik diminta maupun tidak diminta oleh pasien maka dokter wajib menyampaikan informasi tersebut kepada pasien (Husein Kerbala, 1993 : 19). Dengan digunakannya informed consent dalam pelaksanaan profesi dokter diharapkan dapat meningkatkan upaya perlindungan terhadap salah satu hak asasi pasien dalam hubungan dokter dan pasien yaitu hak informasi, yang dikaitkan dengan hak untuk menentukan nasib sendiri. Memang pada dasarnya hubungan dokter dan pasien dalam transaksi terapeutik itu bertumpu pada dua macam hak asasi , yaitu hak atas informasi (the right be informed) dan hak untuk menentukan nasib sendiri (the right to self determination). Antara dokter dan pasien timbul hak dan kewajiban timbal balik, apabila hak dan kewajiban tidak dipenuhi oleh salah satu pihak dalam transaksi terapeutik tadi, maka wajarlah apabila pihak yang lain terutama yang dirugikan mengajukan gugatan atau tuntutan baik secara pidana maupun perdata. Pemeriksaan, pengobatan serta perawatan akan melahirkan hubungan antara pasien/ penderita atau keluarga dan dokter sebagai pribadi maupun sebagai orang dalam bentuk badan hukum (Rumah Sakit, Yayasan, atau lembaga lain yang bergerak dalam bidang pelayanan kesehatan). Pemeriksaan, pengobatan serta

perawatan inilah yang akan dicatat dalam rekaman medis, yang dalam kepustakaan disebut Medical Records. Konsep rekam medis dalam beberapa tahun belakangan ini telah mendapat perhatian cukup besar baik dari kalangan kedokteran maupun kalangan hukum. Perhatian yang cukup serius ini adalah wajar, mengingat masalah rekam medis merupakan salah satu bagian yang penting dalam suatu transaksi terapeutik antara dokter dan pasien, maka masalah-masalah rekam medis mempunyai banyak hubungan dengan masalah malpraktek medis (medical malpractice) baik dari segi hukum maupun etika. Dari sudut hukum, rekam medis dapat dilihat dari segi hukum kesehatan, hukum pidana, hukum perdata, maupun hukum administrasi. Namun di Indonesia masalah rekam medis belum banyak mendapat perhatian. Pembuatan catatan medis atau rekam medis rumah sakit atau oleh dokter pada kartu pasien di tempat praktek, sebenarnya sudah merupakan kebiasaan sejak dulu, namun belum menjadi kewajiban sehingga pelaksanaannya dianggap tidak begitu serius (J. Guwandi, 1991 : 73). Akan tetapi seiring perkembangan masyarakat yang sangat dinamis dan kesadaran masyarakat yang semakin nyata, termasuk masyarakat Indonesia, maka rekam medis menjadi sangat penting dan dibutuhkan. Oleh karena itu, khususnya di Indonesia, pemerintah melalui Departemen Kesehatan telah menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 749a/MenKes/Per/XII/1989 tentang Rekam Medis. Suatu rekam medis yang baik akan membantu perawatan secara profesional terhadap pasien, disamping memberikan refleksi mengenai kualitas/ mutu/ derajat perawatan dan pelayanan kesehatan. Pembuatan rekaman tertulis merupakan salah satu jalan reliable yang menyakinkan bahwa setiap orang memperhatikan secara lengkap dan akurat mengenai informasi pelayanan kesehatan.

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis berusaha mempelajari dan mengetahui secara mendalam penerapan dan pelaksanaan rekam medis dalam transaksi terapeutik antara dokter dan pasien serta permasalahannya dalam pelaksanaan. Oleh karena itu dalam penelitian ini penulis mengambil judul penelitian: IMPLEMENTASI REKAM MEDIS DALAM TRANSAKSI

TERAPEUTIK ANTARA DOKTER DAN PASIEN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DOKTER MOEWARDI SURAKARTA. B. Perumusan Masalah Perumusan masalah diperlukan guna menegaskan masalah-masalah yang hendak diteliti, sehingga memudahkan dalam mengerjakan serta mencapai sasaran yang diinginkan. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis merumuskan

permasalahan dalam penelitian sebagai berikut : 1. Bagaimana implementasi rekam medis dalam transaksi terapeutik antara dokter dan pasien di Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Moewardi Surakarta? 2. Bagaimana tanggung jawab dokter, perawat dan Rumah Sakit Dr.Moewardi atas pelaksanaan rekam medis? 3. Hambatan apa saja yang dihadapi oleh RSUD dr.Moewardi dalam pelaksanaan rekam medis dan bagaimana cara mengatasinya? C. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam peneitian ini adalah sebagai berikut : 1. Tujuan Objektif

a) Untuk mengetahui implementasi rekam medis dalam transaksi terapeutik antara dokter dan pasien di Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Moewardi Surakarta. b) Untuk mengetahui tanggung jawab dokter, perawat, pasien, dan Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Moewardi Surakarta. c) Untuk mengetahui hambatan yang timbul dalam

mengimplementasikan rekam medis dan upaya pemecahannya di Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Moewardi Surakarta. 2. Tujuan subyektif a) Untuk memperoleh data sebagai bahan utama

penyusunan skripsi guna memenuhi syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan di bidang ilmu hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. b) Untuk meningkatkan serta mendalami berbagai teori yang telah penulis peroleh selama berada di bangku kuliah. c) Untuk memperluas serta mengembangkan pemahaman aspek hukum dalam teori maupun praktek lapangan. d) Untuk melatih kemampuan dalam meneliti

permasalahan yang diteliti. D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang dapat diambil dari penelitian yang akan dilakukan ini adalah sebagai berikut : 1. Manfaat Teoritis a) Hasil penelitian ini akan bermanfaat dalam bidang Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara.

b) Memberikan sumbangan pemikiran dari pengembangan ilmu hukum pada umumnya dan hukum administrasi pada khususnya. c) Memberikan dasar-dasar dan landasan bagi penelitian tentang rekam medis dalam kaitannya dengan pelayanan kesehatan khususnya dan administrasi pada umumnya.

2. Manfaat Praktis a) Hasil dari penelitian ini akan dapat dimanfaatkan bagi pihak yang berkepentingan dalam penelitian. b) Memberikan jawaban terhadap masalah yang diteliti. c) Untuk dapat mempraktekkan teori penelitian (hukum) yang telah penulis dapat di bangku kuliah. d) Untuk melengkapi syarat akademis guna menapai jenmjang kesarjanaan ilmu hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. e) Untuk melatih kemampuan penulis dalam mengungkapkan permasalahan tertentu secara sistematis dan berusaha memecahkan permasalahan yang ada tersebut dengan menggunakan metode ilmiah, sehingga menunjang pengembangan ilmu pengetahuan yang pernah penulis terima selama masa kuliah. E. Metode Penelitian Penelitian merupakan kegiatan ilmiah yang digunakan manusia sebagai sarana untuk memperkuat, membina, mengembangkan serta menguji kebenaran ilmu pengetahuan, baik dari segi teoritis maupun praktis yang dilakukan secara metodelogis dan sistematis dengan menggunakan metode-metode yang yang bersifat ilmiah dan sistematis sesuai dengan pedoman atau aturan yang berlaku dalam pembuatan karya

10

ilmiah ( Soerjono Soekanto, 1986 : 3). Dengan demikian, tanpa metode penelitian akan sulit untuk menemukan, merumuskan, menganalisis, dan memecahkan masalah tertentu. Penulis dalam penelitian ini memerlukan data agar hasil penelitian yang diperoleh dapat dipertanggungjawabkan, sehingga perlu ada metode tertentu agar dapat diperoleh data yang lengkap. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian sebagai berikut : 1. Jenis penelitian Penelitian yang dilakukan ini termasuk dalam penelitian empiris, yaitu penelitian yang dilakukan sebagai usaha mendekati masalah yang diteliti dengan sifat hukum yang nyata atau sesuai dengan kenyataan yang hidup dalam masyarakat (Hilman Hadikusuma, 1995 : 61) 2. Lokasi Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta. 3. Sifat Penelitian Ditinjau dari sifatnya penelitian ini termasuk dalam penelitian deskriptif, yaitu suatu penelitian yang bertujuan menggambarkan secara lengkap ciri-ciri dari suatu keadaan, perilaku pribadi, dan perilaku kelompok serta menentukan frekuensi gejala, penelitian ini tanpa didahului suatu hipotesis.( Maria S.W. Sumarjono, 1989 : 16 ). Sedangkan menurut Hadari Nawawi yang dimaksud dengan penelitian deskriptif adalah prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subyek atau obyek penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta yang tampak atau sebagaimana adanya (Hadari Nawawi, 1995 : 63).

11

4. Jenis Data Data merupakan catatan penting bagi seorang peneliti. Data merupakan catatan hasil dari interview dan observasi yang dalam penelitian kualitatif disebut fieldnote. (HB. Sutopo : 2002). Sehingga peneliti mencari dan mengumpulkan data atau informasi sebagai bagian penting dalam proses penelitian. Jenis data yang digunakan ada dua yaitu: a) Data Primer Data primer merupakan data yang lagsung diperoleh dari lapangan tempat lokasi penelitian, yaitu Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta. b) Data Sekunder Data sekunder merupakan data yang tidak secara langsung diperoleh dari lapangan tetapi dari bahan pustaka yang meliputu antara lain: dokumen-dokumen, buku-buku, artikel, dan sumbersumber lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini. 5. Sumber Data a) Data Primer Sumber data primer dalam penelitian ini adalah dokter yang ditunjuk sebagai responden dalam penelitian ini, dokter-dokter lain serta pegawai yang ada dan bertugas di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta serta keadaan yang terjadi di lapangan. Untuk mendukung kebenaran data yang diperoleh dari keterangan tenaga medis, penulis mengambil responden dari pihak pasien atau keluarganya yang melakukan persetujuan rekam medik dengan dokter dalam transaksi terpeutik tersebut. b) Sumber Data Sekunder

12

Sumber data sekunder merupakan data yang tidak secara langsung memberikan keterangan yang bersifat mendukung sumber data primer. Termasuk dalam sumber data sekunder adalah formulir, dokumen-dokumen, artikel-artikel, dan literatur-literatur yang berkaitan dengan penelitian ini. 6. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dapat dibagi menjadi dua yaitu teknik interaktif yang meliputi interview dan observasi berperan serta dan teknik non interaktif yang meliputi observasi tak berperan serta dan content analisis dokumen.(HB. Sutopo : 2002). Untuk memperoleh data yang di perlukan maka penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut : a) Studi Lapangan Studi lapangan yang dimaksud adalah dengan cara terjun langsung untuk mengamati secara langsung obyek yang diteliti. Adapun studi lapangan yang penulis akan lakukan yaitu: (1) Observasi Observasi dilakukan dengan mengadakan pengamatan secara langsung obyek yang diteliti yang berhuibungan dengan implementasi rekam medis di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta. (2) Wawancara Teknik wawancara yang diinginkan yaitu dengan bertatap muka dan mengadakan tanya jawab secara langsung guna memperoleh data yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Wawancara yang akan dilakukan adalah dengan menggunakan kerangka atau pokok-pokok pertanyaan yang akan diajukan, dimana sebelum diajukan,

13

pertanyaan tersebut bersifat terbuka, artinya responden bebas mengemukakan jawaban, asalkan sesuai dengan pertanyaan dan permasalahan yang diajukan. b) Studi Kepustakaan Mengumpulkan dan mempelajari buku-buku, majalahmajalah, artikel-artikel, yaitu berbagai peraturtan perundangundangan yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Peneliti menggunakan metode cuplikan (sampling) untuk mendapatkan kualitas data yang diharapkan. Sampling merupakan suatu bentuk khusus atau suatu proses yang umum dalam memfokuskan atau pemilihan dalam penelitian yang mengarah pada seleksi. (HB. Sutopo : 2002) 7. Teknik Analisis Data Teknik analisis data adalah suatu uraian tentang cara-cara analisis, yakni kegiatan mengumpulkan data kemudian diedit, untuk selanjutnya dimanfaatkan sebagai bahan analisis yang sifatnya kualitatif. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan model analisis interaktif, dimana tiga komponen bergerak di antara reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Aktivitasnya berbentuk interaksi dengan proses pengumpulan dat sebagai siklus. Dalam bentuk ini penelitian tetap bergerak diantara tiga komponen pengumpulan data, selama proses pengumpual data berlangsung. Sesudah pengumpulan data, kemudian bergerak diantara data reduction, data display dan data conclusing drawing ( H.B. Sutopo, 2002 :96 ). Model analisis interaktif dapat digambarkan dalam bagan berikut:

14

Pengumpulan Data

Penyajian Data

Reduksi Data

s Penarikan Kesimpulan

Sedangkan data sekunder dianalisis dengan menggunakan teknik analisis isi (Content Analysis), yaitu suatu teknik penelitian untuk membuat inferensi-inferensi yang dapat ditiru (replicable) dan sahih data dengan memperhatikan konteksnya. Analisis ini secara mendasar berorientasi empiris, bersifat menjelaskan, berkaitan dengan gejala-gejala nyata, dan bertujuan prediktif, yaitu memberikan pengetahuan, membuka wawasan baru, menyajikan fakta dan panduan praktis pelaksanaanya. F. Sistematika Skripsi Untuk memberikan gambaran menyeluruh mengenai sistematika penulisan karya ilmiah yang sesuai dengan aturan baru dalam penulisan karya ilmiah, maka penulis menyiapkan suatu sistematika penulisan hukum yang diperinci bab demi bab, yakni sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini memuat gambaran umum, yang berisi latar belakang masalah, pembatasan masalah dan perumusan masalah, kemudian dilanjutkan tujuan penelitian yang

15

menjelaskan mengenai tujuan yang akan dicapai dengan adanya penelitian ini, manfaat atau kegunaan penelitian, metodelogi penelitian yang menguraikan tentang jenis dan sumber data, teknik pengumpulan data dan teknik analisis data kemudian diakhiri dengan sistematika. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini dikemukakan beberapa teori yang

mendukung, yaitu antara lain: Tinjauan Umum Hukum kesehatan yang berisi pengertian, ruang lingkup hukum kesehatan, hak-hak dasar manusia dibidang kesehatan. Lalu dilanjutkan dengan tinjauan tentang transaksi terapeutik, tinjauan tentang informed consent yang terdiri dari pengertian informed consent, fungsi informed consent, serta tinjauan tentang rekam medis yang terdiri dari : pengertian rekam medis, fungsi rekam medis, bentuk dan isi rekam medis, kewajiban membuat dan menyimpan rekam medis. BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini menjelaskan mengenai hasil penelitian yang diperoleh dari lapangan dan pembahasan mengenai perkembangan rekam medis di Indonesia, dan juga membahas tentang implementasi peraturan rekam medis dalam transaksi terapeutik antara dokter dan pasien di RSUD dr. Moewardi Surakarta, tanggung jawab para pihak dalam mengimplementasikan peraturan rekam medis, serta membahas mengenai hambatan-hambatan yang ada dan upaya pemecahannya yang telah diusahakan oleh rumah sakit tempat penelitian.

16

BAB IV

PENUTUP Dalam bab ini, diuraikan pokok-pokok yang menjadi kesimpulan dalam penelitian ini. Pokok-pokok kesimpulan adalah jawaban dari pokok-pokok permasalahan yang diangkat dalam penelitian in. pokok-pokok kesimpulan diuraikan secara padat dan ringkas dan spesifik.

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A.

Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum tentang Hukum a) Pengertian dan Tujuan Hukum Norma adalah sarana yang dipakai oleh masyarakat untuk menertibkan, menuntun dan mengarahkan tingkah laku anggotanya dalam hubungannya satu sama lain. Oleh karena itu, jika suatu peraturan dikeluarkan oleh pemerintah yang sah menurut perundang-undangan yang berlaku, maka peraturan tersebut ditanggapi sebagai norma yang berlaku secara yuridis. Artinya bahwa peraturan itu dirasakan sebagai hal yang mewajibkan sedemikian rupa, sehingga seseorang yang tidak mematuhinya

17

dapat dikecam kelakuannya, bahkan dapat dituntut melalui pengadilan. Hal ini menunjukan bahwa hukum bersifat normatif, dan sifat normatif ini tampak dalam rumusan berbagai norma atau kaidah hukum (Huibers, 1990 : 45). Berkenaan dengan pengertian hukum, oleh Zinsheimer (Wignyodipuro, 1974 : 14) dikemukakan rumusan untuk membedakan hukum, sebagai berikut : 1. Hukum Normatif , yaitu hukum yang tampak dalam peraturan perundang-undangan dan juga hukum yang tidak tertulis dalam peraturan perundang-undangan, tetapi ditaati oleh masyarkat karena keyakinan bahwa peraturan hidup itu sewajarnya wajib ditaati. 2. Hukum Ideal, yaitu hukum yang dicita-citakan. Hukum ini pada hakekatnya berakar pada perasaan murni manusia dari segala bangsa. 3. Hukum Wajar, yaitu hukum yang terdiri dan tampak seharihari menyimpang dari hukum normatif, karena tidak diambil tindakan oleh alat kekuasaan pemerintah sehingga pelanggaran tersebut oleh masyarakat lambat laun dianggap biasa. Jika dilihat dari uraian di atas, maka disamping hukum itu menertibkan dan menuntun, juga mengarahkan tingkah laku anggota masyarakat pada saat berhubungan satu sama lain, maka perlu tujuan. Menurut Huijbers bahwa dengan menentukan hukum, manusia sendiri menentukan aturan hidupnya (Huijbers, 1982 : 286). Selain itu, dalam fungsinya sebagai perlindungan

kepentingan manusia, hukum mempunyai tujuan atau sasaran yang hendak dicapai. Oleh karena itu untuk memperoleh gamabaran

18

yang jelas tentang tujuan hukum, dapat dilihat dari beberapa teori, yaitu : 1. Teori Etis Menurut teori ini tujuan hukum semata-mata adalah keadilan. Jadi isi hukum harus ditentukan oleh kesadaran hukum etis menegenai apa yang adil dan yang tidak adil. 2. Teori Utilistis Menurut teori ini tujuan hukum semata-mata mewujudkan hal yang bermanfaat. Pada hakikatnya tujuan hukum adalah manfaat dalam menghasilkan kebahagiaan yang terbesar bagi orang dalam jumlah sebanyak-banyaknya. 3. Teori Campuran Dalam teori ini, isi hukum harus ditentukan menurut dua asas yaitu keadilan dan kemanfaatan, menurut Van Kant (Utrecht, 1966 : 28) bahwa hukum bertujuan menjaga kepentingan tiap manusia agar kepentingan itu tidak diganggu. Dengan melihat tujuan hukum dari beberapa teori diatas, dapat disimpulkan bahwa tujuan utama hukum adalah menjamin kepastian adanya hukum (rechtzekerheid) dalam pergaulan manusia. b) Pengertian dan Ruang lingkup Hukum Kesehatan Pengertian kesehatan menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, dalam Pasal 1 angka 1, kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Dengan demikian menurut Undang-Undang No. 23

19

Tahun 1992, seseorang itu belum dianggap sehat sekalipun ia tidak berpenyakit jiwa dan ataupun raga orang tersebut masih harus dinyatakan sehat secara sosial. Menurut Pasal 1 Anggaran Dasar Perhimpunan Hukum Kesehatan Indonesia (Perhuki), yang dimaksud dengan hukum kesehatan adalah semua ketentuan hukum yang berhubungan langsung dengan pemeliharaan/ pelayanan kesehatan dan penerapannya serta hak dan kewajiban baik dari perorangan dan segenap lapisan masyarakat sebagai penerima pelayanan kesehatan maupun dari pihak penyelenggara pelayanan kesehatan dengan segala aspek organisasi, sarana pedoman, pedoman medis nasional/internasional, hukum dibidang kesehatan, jurisprudensi serta ilmu pengetahuan bidang kedokteran kesehatan, yang dimaksud dengan hukum kedokteran ialah bagian hukum yang menyangkut pelayanan kesehatan. Sedangkan menurut Leenen (Soerjono Soekanto, Herkuntanto, 1987 : 28) hukum kesehatan adalah semua peraturan hukum yang berhubungan langsung dengan pemberian perawatan kesehatan dan penerapannya pada hukum perdata, hukum administrasi dan hukum pidana. Arti peraturan disini tidak hanya mencakup peraturan Undang-Undang dan peraturan internasional, tetapi juga mencakup pedoman intern, hukum kebiasaan, hukum jurisprudensi. Sedangkan ilmu pengetahuan dan kepustakaan dapat juga menjadi sumber hukum. c) Hak-hak Dasar Manusia di bidang kesehatan Dilihat dari segi hukum, dalam artinya baik sebagai keadilan, sebagai peraturan perundang-undangan, maupun sebagai hak, pada dasarnya bila dikaitkan dengan hak-hak dasar yang telah melekat pada diri manusia sejak lahirnya, hukum kesehatan pada asasnya bertumpu pada dua hak manusia yang asasi yaitu :

20

a.

Hak untuk menentukan nasib sendiri (the right to self-determination);

b.

Hak untuk mendapat pelayanan kesehatan yang memadai (the right to healthcare). Dari kedua dasar tumpuan hukum kesehatan itu,

maka apabila kita berbicara dan membahas hukum kesehatan, kita tidak dapat melepaskan diri dari hak manusia dalam kesehatan. Hak manusia dalam kesehatan oleh Harold Himsworth dirumuskan sebagai : an expectation in respect to matters attecting the interests of the individuals within a particular society which the consensus of opinion in that society accept as justification (Hermien Hadiati, 1992 : 6). Hak asasi manusia bertolak dari ide yang tidak kalah modernnya dengan kemajuan dan perkembangan ilmu dan teknologi yang pada asasnya adalah untuk mencapai tujuan pokok dari hidup manusia. Dengan adanya kedua hak tersebut maka menciptakan kedudukan yang sederajat antara pasien dengan dokter. 2. Tinjauan tentang Transaksi Terapeutik Dokter di dalam menjalankan profesinya melakukan berbagai hubungan hukum. Hubungan hukum antara dokter dan pasien di dalam pelayanan medik disebut transaksi terapeutik sebagaimana dirumuskan dalam Mukadimah Kode Etik Kedokteran Indonesia yang termuat dalam Keputusan Menteri Kesehatan R.I No. 434/Men.Kes/SK/X/83 Tentang berlakunya Kode Etik Kedokteran Indonesia, bahwa : Sejak permulaan sejarah manusia sudah dikenal dengan adanya hubungan kepercayaan antara dua insan, yaitu sang pengobat dan R.I Indonesia bagi para Dokter di

21

sang penderita, yang dalam zaman modern sekarang ini disebut sebagai transaksi terapeutik antara dokter dan pasien yang dilakukan dalam suasana saling percaya mempercayai (konfidensial) serta diliputi oleh segala emosi, harapan, dan kekhawatiran makhluk insani. Hubungan terapeutik antara dokter dan pasien tersebut mempunyai obyek berupa penyembuhan atau upaya perawatan, yaitu untuk mencari dan menentukan terapi yang paling tepat bagi pasien. Istilah terapeutik. Berasal dari istilah asing therapy yang berasal dari bahsa Yunani therapela yang berarti penyembuhan dan disamakan dengan perawatan dalam arti merawat orang sakit. Sedangkan dalam bahasa kedokteran pada umumnya istilah terapi lebih diartikan sebagai memberi obat. Yang dimaksud dengan transaksi terapeutik adalah hubungan antara dokter dan pasien dalam pelayanan medis secara profesional didasarkan kompetensi yang sesuai dengan keahlian dan ketrampilan tertentu dibidang kesehatan (Veronica Komalawati.S.H, 2002 : 14). Dalam transaksi terapeutik tersebut kedua belah pihak harus memenuhi syarat-syarat tertentu, dan bila transaksi sudah terjadi maka kedua belah pihak terikat akan hak dan kewajiban sebagaimana yang telah disepakati oleh keduanya. Hubungan kepercayaan antara dokter dan pasien yang tertuang dalam wujudnya sebagai transaksi terapeutik tersebut, apabila dianalisis lebih jauh ialah bahwa dalam transaksi terapeutik tersebut ada dua pihak, yaitu pasien sebagai pihak yang mencari bantuan untuk kesembuhan, dan dokter sebagai pengobat,. Transaksi terapeutik sebagai suatu transaksi dalam bentuknya yang khusus, maka secara umum juga terikat oleh ketentuan-ketentuan umum yang harus dipenuhi untuk sebuah transaksi, dimana secara hukum diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Barat). Menurut ketentuan umum tersebut agar berlaku sah transaksi harus memenuhi empat syarat, yaitu:

22

1. 2. 3. 4.

Kata sepakat dari mereka yang mengikatkan dirinya. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan. Mengenai suatu hal tertentu Karena sebab yang halal.

Apabila para pihak telah memenuhi syarat-syarat transaksi maka kedua belah pihak terikat seperti halnya transaksi tersebut berlaku sebagai Undang-Undang. Ini berarti bahwa hak dan kewajiban yang tersebut didalam transaksi juga harus dipenuhi, dan apabila ada salah satu pihak yang tidak memenuhi maka transaksi dapat menjadi batal (dengan sendirinya) atau dimintakan pembatalan (menurut hukum) dengan memberikan ganti rugi bagi pihak yang dirugikan. Transaksi terapeutik merupakan suatu perjanjian yang obyeknya berupa pelayanan medis atau upaya penyembuhan. Yang dimaksud pelayanan medik adalah pelayanan kesehatan yang tujuan utamanya untuk mengobati (kuratif) penyakit dan memulihkan (rehabilitatif) kesehatan, serta sasaran utamanya perseorangan. (Veronica Komalawati, 2002 : 14). Menurut Peraturan Menteri Kesehatan R.I. No. 523/Men.Kes/Per/XI/1982 yang dimaksud dengan pelayanan medis adalah upaya pelayanan kesehatan yang melembaga, berdasarkan fungsi sosial dibidang pelayanan kesehatan perorangan bagi individu dan keluarga. Transaksi terapeutik dapat dikategorikan dalam dua jenis perjanjian, yaitu : 1. Perjanjian untuk melakukan jasa yang diatur dalam ketentuan khusus. Hal ini diatur dalam Pasal 1601 Bab 7A Buku III Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Yang dimaksud dengan ketentuan khusus adalah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan.

23

2.

Perjanjian sui generis. Hal ini jika kita lihat dari ciri yang dimilikinya dikategorikan yaitu pemberian pertolongan yang orang dapat lain sebagai pengurusan

(zaakwaarneming) yang diatur dalam Pasal 1354 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Adapun yang dimaksud dengan perjanjian pemberian jasa, yaitu suatu perjanjian dimana pihak yang satu menghendaki pihak lainnya melakukan suatu pekerjaan untuk mencapai suatu tujuan dengan kesanggupan membayar upahnya, sedangkan cara yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut diserahkan pada pihak lawannya. Dalam hal ini biasanya pihak lawannya tersebut adalah seorang ahli dalam bidangnya dan telah memasang tarif untuk jasanya (Subekti, 1979 : 70). Meskipun transaksi terapeutik dikategorikan sebagai perjanjian pemberian jasa, namun didasarkan perkembangannya merupakan hubungan pelayanan atas kepercayaan, dan didasarkan prinsip pemberian pertolongan, sehingga disebut sebagai hubungan pemberian pertolongan medis. Didasarkan prinsip pemberian pertolongan, maka dokter tidak dibenarkan memberikan pertolongan medis melebihi kebutuhan dari orang yang ditolong, karena pemberian pertolongan bertujuan untuk memulihkan kemampuan orang untuk dapat mengatur dirinya sebaik-baiknya. Dengan demikian pelayanan medis yang diberikannya kepada pasien harus berorientasi demi kepentingan pasien. Dalam hal ini tidak dapat memberikan jaminan bahwa pasien pasti sembuh, maka secara yuridis hubungan yang terjadi antara dokter dan pasien digolongkan di dalam suatu hubungan ikhtiar atau inspanning verbintesis, yaitu suatu perilaku yang harus dilakukan dengan hati-hati dan usaha keras atau met zorg en inspanning. Karena prestasinya berupa suatu upaya, maka hasilnya jelas belum pasti. Akibatnya apabila upaya itu gagal, dalam arti pasien tidak sembuh atau bahkan meninggal, hal ini merupakan

24

resiko yang harus dipikul oleh dokter maupun pasien (Veronica Komalawati, 2002 : 143-145). Hal ini berarti bahwa andaikata pasien tidak berhasil disembuhkan maka tidak berarti bahwa dokter dapat dipersalahkan atau diangggap berbuat suatu kelalaian, meskipun tidak menutup kemungkinan kelalaian itu terjadi. Namun untuk melihat hal itu suatu kelalaian ataupun bukan, kita harus melihat cara menjalankan prakteknya (melakukan anamnese, menegakkan diagnosis, memberikan terapi serta melakukan tindakan operasi) sudahkah dengan cara yang lazim berdasarkan standard profesi medik yang berlaku menurut ukuran kepandaian seorang dokter rata-rata yang setingkat. Menurut Somers (Azwar , 1994 : 1), untuk dapat diselenggarakannya pelayanan medis yang baik, syarat yang harus dipenuhi mencakup delapan hal pokok, yaitu tersedia (available), wajar (appropriate), berkesinambungan (continue), dapat diterima (acceptable), dapat dicapai (aceesible), dapat dijangkau (affordable), efisien (efficient), dan bermutu (quality). Sedangkan menurut Leenen (Suharto, 1997 : 11) suatu tindakan medis yang dilakukan terhadap pasien harus memenuhi empat syarat, yaitu: 1. 2. 3. 4. Harus ada indikasi medis; Harus dilakukan berdasarkan standard yang berlaku; Harus bekerja dengan hati-hati dan teliti; Harus ada informed consent.

Pada asasnya hubungan antara dokter dan pasien dalam transaksi terapeutik bertumpu pada dua macam hak asasi manusia yang dijamin oleh dokumen maupun konvensi internasional. Kedua macam hak tersebut adalah hak menentukan nasib sendiri (the right to self determination) dan hak atas informasi (the right to information). Kedua hak dasar tersebut bertolak dari hak atas perawatan kesehatan (the right to health

25

care) yang merupakan hak asasi individu (individual human right). Dokumen-dokumen internasional yang menjamin kedua hak tersebut adalah The Universal Declaration of Human Rights tahun 1948 dan The United Nations International Covenant on Civil and Political Rights tahun 1966. Kedua dokumen internasional tersebut memberi landasan terhadap hak asasi yang mendasari hubungan antara dokter dan pasien, namun dokumen itu hanya memuat prinsip dasar, sedangkan realisasinya bergantung pada norma atau kaidah yang berlaku. Indonesia telah membuat Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia untuk menunjang pelaksanaan perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia. Dengan kedua hak asasi manusia tersebut, dokter dan pasien bersama-sama menemukan terapi yang paling tepat untuk digunakan dalam penyembuhan pasien. Dalam hal ini kedudukan pasien bukan sebagai obyek melainkan sebagai subyek yang berkedudukan sederajat dengan dokter. Oleh karena itu, sebelum upaya penyembuhan dilakukan, diperlukan adanya persetujuan pasien yang dikenal sebagai informed consent. Dimana persetujuan ini didasarkan atas informasi yang didapat pasien dari dokter mengenai penyakit, alternative, upaya serta segala resiko yang mungkin akan timbul dari upaya pengobatan itu. 3. Tinjauan tentang Informed Consent a) Pengertian Informed Consent Secara harfiah informed consent terdiri dari dua kata yaitu informed dan consent. Informed berarti informasi dalam hal ini, informasi yang telah didapat, dan consent berarti persetujuan (ijin). Dalam Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Medik Nomor.11K.00.06.3.5.1866 tentang Pedoman Persetujuan

Tindakan Medik, informed consent adalah persetujuan yang

26

diberikan oleh pasien atau keluarganya atas dasar informasi dan penjelasan mengenai tindakan medik yang akan dilakukan terhadap pasien. Sedangkan menurut Soerjono Soekanto, informed consent mencakup peraturan-peraturan yang mengatur perilaku dokter berinteraksi dengan pasien. Peraturan-peraturan tersebut berisi pembatasan dan sanksi, jika dokter menyimpang dari peraturan yang diharapkan. Dilain pihak terdapat landasan etis tentang masyarakat menghargai otonomi, artinya menjamin pasien untuk menentukan sendiri apabila ada keputusan-keputusan tentang keadaan kesehatan. Kecuali itu, pasien mempunyai hak untuk memilih pola cara perawatan, yang berhubungan dengan dokter atau tenaga kesehatan lainnya (Soerjono Soekanto, 1990 : 19). Pengertian informed consent sering dicampuradukan

dengan pengertian kontrak terapeutik antara dokter dan pasien. Menanggapi hal ini, Veronica Komalawati berpendapat bahwa informed consent merupakan syarat terjadinya suatu transaksi terapeutik karena transaksi terapeutik itu sendiri bertumpu pada dua macam hak asasi yang merupakan hak dasar manusia yaitu, hak untuk menetukan nasib sendiri dan hak atas informasi (Veronica Komalawati, 1989 : 86). Dalam Pasal 2 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 585/Men.Kes/Per/IX/1989, dinyatakan, bahwa semua tindakan medik yang akan dilakukan terhadap pasien, harus mendapat persetujuan. Persetujuan termaksud diberikan setelah pasien mendapat informasi yang adekuat tentang perlunya tindakan medik yang bersangkutan dan resiko yang akan ditimbulkannya. Informed consent dapat dinyatakan secara lisan, bahkan dapat dinyatakan dengan sikap menyerah pada prosedur yang telah dispesifikasikan (King, Jr, 1977 : 136). Meskipun begitu informed

27

consent

sebaiknya

dilakukan

secara

tertulis

karena

tidak

meragukan, namun untuk suatu keadaan tertentu (gawat darurat) informed consent dapat dianggap telah diberikan. b) Informasi Dokter yang Mendasari Informed Consent Berdasarkan kedua hak dasar manusia yang melandasi transaksi terapeutik, maka pasien bukan hanya mempunyai kebebasan untuk menentukan apa yang boleh dilakukan terhadap dirinya atau tubuhnya, akan tetapi ia juga berhak mengetahui halhal mengenai penyakitnya dan tindakan-tindakan apa yang dapat dilakukan dokter terhadap tubuhnya untuk menolong dirinya dan segala resiko yang mungkin akan timbul. Di dalam pelayanan medis, seorang dokter harus memiliki kemampuan dan ketrampilan berkomunikasi disamping ketrampilan lainnya. Hal ini disebabkan oleh tuntutan hukum, bahwa dokter harus memberi informasi kepada pasien, dan tidak diberikannya informasi merupakan pengecualian (Leenen, 1985 : 29). Kewajiban dokter dalam memberikan informasi juga termuat dalam Pasal 4 ayat 2 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 585/Men.Kes/Per/IX/1989, bahwa Informasi tentang tindakan medik harus diberikan kepada pasien baik diminta maupun tidak diminta. Informasi dan penjelasan disampaikan dengan lisan, dapat juga dengan tulisan namun tulisan ini hanya sebagai pelengkap penjelasan yang telah disampaikan dengan lisan. Informasi yang diberikan harus jelas dan adekuat. Menurut Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Medik Nomor. HK.00.06.3.5.1866 tentang

28

Pedoman persetujuan Tindakan Medik suatu informasi dianggap adekuat jika paling sedikit mencakup enam hal pokok, yaitu : 1. Informasi dan penjelasan tentang tujuan prospek keberhasilan tindakan medik yang akan dilakukan. 2. Informasi dan penjelasan tentang tata cara tindakan medis yang akan dilakukan. 3. Informasi dan penjelasan tentang resiko dan

komplikasi yang mungkin akan timbul. 4. Informasi dan penjelasan tentang alternatif tindakan medis lainnya yang tersedia dan resiko masing-masing. 5. Informasi dan penjelasan tentang prognosis penyakit apabila tindakan medis itu dilakukan. 6. Diagnosis.

Sedangkan menurut Appelbaum bahwa untuk menjadi doktrin hukum, maka informed consent harus memenuhi syarat, sebagai berikut : 1. Adanya kewajiban dari dokter untuk menjelaskan informasi kepada pasien. 2. Adanya kewajiban dari dokter untuk mendapatkan izin atau persetujuan dari pasien, sebelum dilaksanakan perawatan. c) Fungsi Informasi Informasi dapat berguna bagi dua pihak, yaitu : (1) Fungsi bagi Pasien

29

Informasi berfungsi sebagai dasar dalam memberikan persetujuan kepada dokter untuk melakukan tindakan medis terhadap dirinya. Apabila informasi tidak memadai atau dokter sama sekali tidak memberikan, maka pasien tidak mempunyai landasan yang cukup untuk memutuskan memberi atau tidak memberikan persetujuan kepada dokter. (2) Fungsi bagi dokter (1) (2) Dapat membantu lancarnya tindakan dokter Dapat mengurangi timbulnya akibat sampingan komplikasi (3) (4) (5) Dapat mempercepat proses penyembuhan Dapat meningkatkan mutu pelayanan Dapat melindungi dokter dari kemungkinan tuntutan hukum yang tidak wajar. Pada dasarnya informasi diberikan oleh dokter kepada pasien secara jelas dan lisan, dengan menggunakan bahasa yang dipahami pasien, yang dapat dilengkapi dengan informasi secara tertulis untuk dasar pertimbangan dalam memberikan persetujuan untuk dilakukannya tindakan medik. Informasi ini harus disampaikan dengan jujur dan benar baik diminta maupun tidak diminta, kecuali bila dokter menilai bahwa hal itu dapat merugikan kepentingan pasien, misalnya placebo. Adapun cara menyatakan persetujuan dalam informed consent, yaitu : 1. resiko tinggi. Secara lisan, cara ini

digunakan pada tindakan medis yang tidak mengandung

30

2. mengandung resiko tinggi. 4. Tinjauan tentang Rekam Medis a)

Secara tertulis, persetujuan secara tertulis mutlak diperlukan pada tindakan medis yang

Perkembangan Rekam Medis di Indonesia Dalam pelayanan kesehatan terutama yang dilakukan oleh dokter baik di rumah sakit maupun praktek pribadi, peranan pencatatan rekam medis sangat penting dan melekat dengan kegiatan pelayanan, karena catatan itu akan berguna untuk merekam keadaan pasien, hasil pemeriksaan serta tindakan pengobatan yang diberikan pada waktu itu, sehingga mudah untuk melanjutkan strategi pengobatan dan perawatannya. Kesadaran akan pentingnya rekam medis sudah ada sejak 25.000 sebelum Masehi, ini dibuktikan dengan ditemukannya catatan-catatan pada daun lontar, batu dan lain-lain. Sebelum rekam medis populer seperti sekarang, kalangan kesehatan menggunakan istilah status pasien dan kini cenderung dengan istilah rekam medis. Pelayanan rekam medis di Indonesia telah ada sejak zaman penjajahan, namun belum dilaksanakan dengan baik dan benar, hanya mengikuti selera pimpinan masingmasing rumah sakit. Dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1960, yang isinya mewajibkan petugas kesehatan untuk menyimpan rahasia kedokteran, termasuk berkas rekam medis. Pemerintah berusaha membenahi pelayanan kesehatan, namun tidak hanya itu saja usaha pemerintah untuk membenahi pelayanan kesehatan, diantaranya dengan mengeluarkan Keputusan Men.Kes. RI No.031/Birhup/1972 yang menyatakan bahwa semua rumah sakit wajib mengerjakan medical records dan reporting, yang dilanjutkan dengan adanya Keputusan Men.Kes. RI

31

No.034/Birhup/1972 tentang Perencanaan dan Pemeliharaan Rumah Sakit. Pada Bab I Pasal 3 menyatakan bahwa guna menunjang terselenggaranya rencana induk (master plan) yang baik, maka setiap rumah sakit diwajibkan : 1. Mempunyai dan merawat statistik yang up to date; 2. Membuat rekam medis/ medical records yang berdasarkan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan. Dari peraturan-peraturan tersebut diatas, terlihat adanya tujuan untuk membenahi pelayanan kesehatan termasuk penyelenggaraan rekam medis di setiap instansi-instansi yang terkait dengan kesehatan termasuk rumah sakit. Peraturan-peraturan yang diterbitkan pemerintah mengenai Rekam Medis dipertegas secara rinci dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 749a/Men.Kes/Per/XII/1989 tentang Rekam Medis/ Medical Records yang dijadikan sebagai landasan hukum, sehingga diharapkan semua tenaga medis dan para medis di rumah sakit yang terlibat dalam penyelenggaraan rekam medis dapat melaksanakannya dengan baik. Pasal 22 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor

749a/Men.Kes/Per/XII/1989

tentang

Rekam

Medis/Medical

Records menyebutkan bahwa Hal-hal teknis yang belum diatur dan petunjuk pelaksanaan peraturan ini akan ditetapkan oleh Direktur Jenderal sesuai bidang tugas masing-masing. Sejalan dengan Pasal 22 tersebut maka Direktur Jenderal Pelayanan Medik pada tahun 1991 menerbitkan surat Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Medik No. 78/Yanmed/RS Umdik/TMU/I/91 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan Rekam Medis/Medical Records di Rumah Sakit. b) Pengertian Rekam Medis

32

Menurut berisikan catatan,

Peraturan dan

Menteri tentang

Kesehatan identitas

No. pasien,

749a/Men.Kes/Per/XII/1989, rekam medis adalah berkas yang dokumen pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang diberikan kepada pasien pada sarana kesehatan (Pasal 1 huruf a). Dalam Keputusan DirJen Pelayanan Medik No.

78/Yanmed/RS Umdik/TMU/91, dalam bagian II, menyebutkan bahwa rekam medis di rumah sakit adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas, anamnesis, pemeriksaan, diagnosis, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang diberikan kepada seorang pasien selama dirawat di rumah sakit yang dilakukan di unit-unit rawat jalan. Termasuk unit gawat darurat dan unit rawat inap. Sedangkan menurut Ikatan Dokter Indonesia, rekam medis adalah rekaman dalam bentuk tulisan atau gambaran aktifitas pelayanan yang diberikan oleh pemberi pelayanan medik atau kesehatan kepada pasien Rekam medis mempunyai pengertian yang sangat luas, tidak hanya sekedar kegiatan pencatatan, akan tetapi mempunyai pengertian sebagai suatu sistem penyelenggaraan rekam medis. Sedangkan kegiatan pencatatan sendiri hanya merupakan bagian dari kegiatan penyelenggaraan rekam medis. Penyelenggaraan rekam medis merupakan proses kegiatan yang dimulai pada saat diterimanya pasien di rumah sakit, lalu diteruskan kegiatan pencatatan data medik selama pasien itu mendapatkan pelayanan medik di rumah sakit dan dilanjutkan penanganan berkas rekam medis yang meliputi penyelenggaraan dan penyimpanan untuk melayani permintaan/ peminjaman oleh pasien atau untuk keperluan lainnya

33

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa rekam medis merupakan sarana penting dalam pelayanan medis baik di suatu instansi maupun praktek kedokteran secara individu. Apabila rekam medis merupakan kumpulan segala kegiatan yang dilakukan oleh para pelayan kesehatan yang tertulis, maka akan mencerminkan setiap langkah yang diambil dalam rangka hubungan pasien dengan dokter yang disebut transaksi terapeutik. Jadi dapat dikatakan bahwa rekam medis merupakan catatan sejarah dari penyakit dan cara/ teknik/ terapi upaya penyembuhan yang dilakukan oleh tenaga medis (dokter dan perawat), yang sudah disetujui oleh pasien berdasarkan informed consent. c) Fungsi Rekam Medis Dalam praktek kedokteran modern yang menyangkut tindakan terhadap pasien sebagai satu keseluruhan yang menuntut keseluruhan ketrampilan dan teknologi yang dikuasai dokter, perawat, dan teknisi. Manajemen yang sempurna atas perawatan pasien menuntut rekaman yang tepat dan akurat oleh setiap anggota dalam tim medis. Rekam medis sebagai catatan yang mencerminkan setiap langkah upaya kesehatan yang diambil dalam rangka penyembuhan, juga dapat mencerminkam mutu, derajat, dan kualitas pelayanan kesehatan. Rekam medis dapat juga sebagai bahan referensi untuk kepentingan perawatan di masa datang, dan sumber data bagi kepentingan riset guna peningkatan metode terapi, metode diagnosis dan efektifitas obat-obatan. Disamping itu rekam medis dapat juga dijadikan alat bukti, baik di dalam perkara perdata maupun pidana.

34

Berdasarkan Pasal 14 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 749a/ Men.Kes/Per/XII/1989, rekam medis dapat dipakai untuk : (1) (2) (3) (4) (5) Dasar pemeliharaan kesehatan dan pengobatan pasien; Bahan untuk keperluan penelitian dan pendidikan; Dasar pembayaran biaya pelayanan kesehatan; Bahan untuk menyiapkan statistik kesehatan; dan Bahan pembuktian dalam perkara hukum. Dalam pembuatan rekam medis telah ditentukan standar baku bagi pembuatan rekam medis yang mencerminkan kualitas mutu/derajat pelayanan kesehatan yang diberikan oleh pengobat kepada penderita. Berdasarkan standar baku tersebut, rekam medis harus dibuat secara tertulis dan harus ditanda tangani oleh semua pelayan medik yang terlibat. Ada tiga alasan yang menyebabkan pelayan kesehatan (dokter dan paramedis) harus menandatangani rekam medis, yaitu : (1) (2) Pasien harus dilindungi; Tanda tangan dokter yang merawat itu relevan jika kasus tersebut sampai di pengadilan; dan (3) Untuk mencegah kegagalan bagi rumah sakit dalam memperoleh akreditasi. Dengan tiga alasan tersebut, maka rekam medis dapat berfungsi sebagai dokumen hukum, yaitu alat bukti. Hal ini berdasarkan Undang-Undang, dimana sesuatu yang bernilai sebagai keterangan saksi ahli expert wittness. Dengan demikian pembubuhan tanda tangan itu sebagai bukti bahwa keputusan yang

35

diambil pasien itu tanggung jawabnya, sedangkan apa yang dilakukan pelayan kesehatan dalam pemberian informasi harus dapat dipertanggung jawabkan, dalam hal ini informasi harus lengkap dan akurat. d) Isi Rekam Medis Di indonesia isi rekam medis dapat dibagi dua, yaitu isi rekam medis untuk pasien rawat jalan dan untuk pasien rawat inap (Pasal 15 dan 16 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 749a/Men.Kes/Per/XII/1989). Dalam rekam medis ada empat komponen, yaitu : a) Komponen Identifikasi (1) Nama lengkap; (2) Tempat dan tanggal lahir; (3) Jenis kelamin; (4) Status perkawinan; (5) Pekerjaan; (6) Nomer tanda pengenal. b) Komponen sosial (1) Ras atau etnilk; (2) Status dalam keluarga; (3) Family information ( keterangan mengenai keluarga); (4) Hobi; (5) Gaya hidup; (6) Community activies (kegiatan dalam masyarakat); (7) Attitude (sikap)

36

(8) Status sosial. c) Komponen medikal (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) kemajuan); (8) (9) (10) (11) (12) dirawat. d) Komponen finansial (1) Nama majikan atau perusahaan tempat kerja (2) Nama perusahaan asuransi yang diikuti; (3) Jenis cakupan asuransi; (4) Cara pembayaran. Dari komponen-komponen tersebut, dapat disimpulkan isi rekam medis sekurang-kurangnya memuat : 1. Identitas pasien lengkap; Perintah dokter; Informed consent; Laporan anestesi, operasi, patologi; Catatan perawat; Laporan-laporan lain selama Riwayat penyakit; Pemeriksaan fisik; Pemerikasaan laboratorik; Pemeriksaan rosenologik; Laporan konsultasi; Terapi yang diberikan; Progress reports (laporan

37

2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. e)

Anamnese; Riwayat penyakit; Hasil pemeriksaan laboratorik; Diagnosis; Informed consent; Pengobatan; Catatan perawat; Catatan observasi klinis dan hasil pengobatan; dan Resume akhir dan eveluasi pengobatan.

Kepemilikan Rekam Medis Rekam medis wajib dibuat oleh setiap rumah sakit, sesuai dengan petunjuk teknis dari Direktur Jenderal Pelayanan Medik (Keputusan Dirjen Pelayanan Medik No. 78/Yanmed/RS Umdik/TMU/1/91). Pembuatan rekam medis dilakukan oleh : (1) di rumah sakit tersebut; (2) sakit tersebut; (3) Residen melaksanakan kepaniteraan klinik; (4) Tenaga paramedis yang sedang Dokter tamu pada rumah Dokter umum, dokter

spesialis, dokter gigi, dan dokter gigi spesialis yang bekerja

perawatan dan non keperawatan yang langsung terlibat dalam pelayanan, antara lain : perawat, perawat gigi, bidan, tenaga laboratorium klinik, anastesia, penata rontgen, rehabilitasi medik dan lain sebagainya.

38

Dalam hal dokter luar negeri melakukan alih teknologi kedokteran yang berupa tindakan/konsultasi kepada pasien, yang membuat rekam medis adalah dokter yang ditunjuk oleh direktur rumah sakit. Di Indonesia rekam medis dimiliki oleh rumah sakit dan pasien namun tidak seutuhnya dimiliki oleh keduanya. Yang dimiliki oleh rumah sakit hanya berkas dari rekam medis, sedangkan pasien memiliki isi dari rekam medis. Dikarenakan isi rekam medik milik pasien maka rumah sakit harus merahasiakan rekam medis. Sifat kerahasiaan (konfidensialitas) rekam medis didasarkan atas : 1. Landasan etika, seperti yang tercantum dalam : Sumpah dokter Indonesia Saya akan merahasiakan segala yang saya ketahui selama menjalankan keilmuan sebagai dokter. Kode etik kedokteran Indonesia Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang penderita, bahkan juga sesudah penderita itu meninggal dunia. World Medical Association, yang salah satu isinya agar terbuka peluang bagi sesuatu penafsiran sehingga untuk situasi tertentu dimungkinkan dokter membuka rahasia kedokteran tanpa sanksi etika (bahkan hukum). 2. Landasan hukum. a) Undang-Undang Kesehatan RI Pasal 53 Ayat (2) tenaga kesehatan wajib menghormati hak-hak pasien yang menurut penjelasannya hak-hak pasien antara lain hak atas rahasia dokter.

39

b)

Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1966 Pasal 1 Rahasia kedokteran adalah segala sesuatu yang diketahui selama melakukan pekerjaan dilapangan kedokteran Pasal 2 Pengetahuan tersebut harus dirahasiakan oleh orang-orang yang tersebut pada Pasal 3, kecuali apabila sesuatu peraturan lain yang sederajat atau lebih tinggi menentukan lain

Dengan adanya sifat konfidensial pada rekam medis, maka menimbulkan akibat hukum. Konsekuensi yang ditimbulkan antara lain : a) Konsekuensi di pihak pasien, yaitu pasien berhak: (1) (2) (3) (4) Dijaga kerahasiaan mediknya; Melepaskan sifat kerahasiaan mediknya; Mengakses/ mengetahui isi rekam mediknya sendiri; Meminta copy (sebagian atau seluruhnya) dari rekam medik miliknya sendiri; (5) Memberi/ tidak memberi ijin kepada pihak ketiga (baik orang maupun badan) untuk mengakses, melihat, mengetahui atau mendapatkan data/ informasi dari rekam medik miliknya. b) Konsekuensi di pihak rumah sakit, yaitu rumah sakit wajib untuk: (1) Menyimpan rekam medik dengan baik; (2) Menjaga dari kehilangan, kerusakan, pemalsuan; (3) Menjaga kerahasiaannya;

40

(4) Melaporkan kepada Dirjen Pelayanan Medik bagi rumah sakit terhadap rekam medik yang dimusnahkan.; (5) Membuat catatan tentang hal-hal yang penting dari rekam medik yang dimusnahkan; (6) Memberitahu isi rekam medik kepada pasien yang ingin mengakses, dengan catatan bahwa hal itu tidak akan memperburuk keadaan/ kondisi kesehatannya. Dengan adanya berkas rekam medis dimiliki oleh rumah sakit maka rumah sakit wajib melakukan penyimpanan rekam medik. Penyimpanan rekam medik dapat dilakukan dengan cara sentralisasi dan desentralisasi. Yang dimaksud dengan sentralisasi adalah penyimpanan rekam medik dipusatkan disatu tempat/ unit/ medical record. Sedangkan yang dimaksud desentralisasi adalah penyimpanan rekam medik di masing-masing unit pelayanan. Cara penyimpanan rekam medik ini disesuaikan dengan kemampuan dari rumah sakit yang bersangkutan. Rekam medik disimpan sekurang-kurang lima tahun, dihitung dari tanggal terakhir berobat. Dalam hal rekam medik yang berkaitan dengan kasus-kasus tertentu dapat disimpan lebih dari lima tahun. Penyimpanan rekam medik dapat dilakukan sesuai dengan perkembangan penyimpanan, antara lain dengan mikrofilm.

41

B.

Kerangka Pemikiran

Undang-Undang No.23 Tahun 1992 tentang Kesehatan

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 749a/Men.Kes/Per/XII/1989 Tentang Rekam Medis

Rumah Sakit

Dokter

Pasien

Transaksi Terapeutik Perlu diteliti: Implementasi rekam medis dalam transaksi terapeutik antara dokter dan pasien di rumah sakit Dr. Moewardi Surakarta

42

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A.

Deskripsi Lokasi Penelitian 1. Sejarah Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Moewardi Surakarta Sebelum menjadi Rumah Sakit Umum Daerah

Dr.Moewardi Surakarta seperti sekarang ini, dalam prosesnya telah terjadi 3 (tiga) tahap pembentukan yaitu : a) Jaman Penjajahan Belanda sampai tahun 1942 Pada saat itu di Surakarta terdapat 3 (tiga) rumah sakit partikelir atau swasta, dengan nama : (1) Zieken Zorg, berkedudukan di Mangkubumen dengan nama partikelir Inlandscheziekenhuis der Verreniging Zieken Zorg dengan besluit tertanggal 1 Oktober 1942. (2) (3) Zending Ziekenhuis berkedudukan di Jebres Panti Rogo, adalah rumah sakit milik pemerintah Kasunanan/ Kraton Surakarta. Pada waktu permulaan berdirinya, rumah sakit tersebut hanya digunakan untuk perawatan bagi kerabat serta abdi dalem kraton Surakarta, akan tetapi hal ini tidak berlangsung lama karena adanya wabah penyakit

43

dan perubahan situasi yang terjadi sehingga akhirnya dipergunakan juga untuk pelayanan serta perawatan bagi masyarakat umum. b) Jaman Pendudukan Jepang Ketika tentara Jepang menyerbu dan menduduki Indonesia di awal tahun 1942, terjadilah perombakan sosial yang menyeluruh termasuk juga kehidupan di bidang kesehatan. Oleh karena tenaga medis pada saat itu umumnya terdiri dari bangsa Belanda, maka sebagian bangsa Indonesia menggantinya tetapi jabatan kepala rumah sakit dipegang oleh dokter Jepang. Pada saat itu rumah sakit atau Zieken Zorg juga dipakai sebagai rumah sakit Interneringkamp, tetapi pindah ke Jebres menempati Zending Ziekenhuis yang pada saat itu bernama Rumah Sakit Dr.Moewardi. sedangkan Zending Zieknhuis harus pindah ke belakang dimana didirikan Rehabilitasi Centrum Prof. Dr. Soeharso. c) Jaman Kemerdekaan Pada tahun 1945 sampai 1948, rumah sakit digunakan sebagai rumah sakit tentara sampai tanggal 19 Desember 1948. pada saat itu Solo diduduki oleh tentara Belanda. Komandan Dengan dikeluarkannya Tentara Surat Jawa, Keputusan Nomor Kesehatan

46/Sie/MKBD/48, tanggal 26 November 1948 rumah sakit tentara dibubarkan dan ditiadakan. Rumah sakit tersebut diserahkan pada Palang Merah Indonesia daerah Surakarta, namun tidak berlangsug lama. Lalu rumah sakit tersebut diserahkan ke Perhimpunan Bale Kusolo yang merupakan lanjutan dari Partikelir Inlandsche Ziekenhuis der

44

Verreniging Zieken Zorg, dikarenakan pendudukan tentara Belanda timbul rencana untuk mendirikan rumah sakit pusat di Surakarta maka dipilihlah rumah sakit Bale Kusolo sebagai rumah sakit pusat berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan R.I Nomor 383/Sekr./D/7. Sejak saat itu Surakarta memiliki 3 (tiga) rumah sakit, yaitu: (1) (2) (3) Rumah sakit Pusat Surakarta (Mangkubumen) Rumah sakit Surakarta (Jebres) Rumah sakit Kadipoplo (Kadipolo) Dengan seiring perkembangan jaman, kinerja dari ketiga rumah sakit tersebut dianggap tidak efisien, maka Gubernur Tingkat I Jawa Tengah mengeluarkan Surat Keputusan Nomor H.149/2/3 yang menetapkan untuk mempersatukan rumah sakit Mangkubumen, Kadipolo, Jebres dalam satu organisasi dengan nama Rumah Sakit Umum Surakarta. Namun pada tanggal 24 Oktober 1988 Rumah sakit Umum Surakarta berganti nama menjadi Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Moewardi Surakarta, hal ini berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Tingkat I Jawa Tengah Nomor 445/29684. 2. Sarana Pelayanan Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Moewardi Surakarta Pada saat ini Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Moewardi Surakarta memilik bangunan seluas 33.205 meter persegi diatas tanah seluas 39.915 meter persegi, yang terdiri dari : a) Instalasi Rawat Darurat

45

(1)

Kegiatan Buka setiap hari (7 hari), dengan pelayanan 24 jam Membuka pelayanan bedah dan non bedah

(2)

Fasilitas (a) Dua kamar operasi besar dan dua kamar operasi kecil untuk pasien bedah (b) (c) Dua kamar restitusi jantung dan paru Peralatan untuk kegawatan lengkap baik untuk bedah maupun non bedah.

b)

Instalasi Rawat Jalan (1) Kegiatan Buka setiap hari kerja, sesuai jam kerja (2) Jenis (a) (b) 15 klinik spesialis dengan sub spesialis Klinik khusus karyawan perusahaan (buka sesuai perjanjian) (c) Klinik khusus paviliun (untuk pasien pribadi dokter) (d) Klinik nyeri (pelayanan terpadu dokter ahli terkait) (e) Generak Check-Up.

c)

Instalasi Rawat Inap (1) Fasilitas 473 tempat tidur dengan rincan sebagai berikut : (a) Kelas IIIb : 110 tempat tidur

46

(b) (c) (d) (e)

Kelas IIIa Kelas II Kelas I Kelas utama

: 102 tempat tidur : 114 tempat tidur : 16 tempat tidur : 22 tempat tidur

Untuk masyarakat yang berpenghasilan tinggi, disediakan fasilitas paviliun sebanyak 75 tempat tidur, dengan rincian sebagai berikut : (a) (b) (c) (2) (a) (b) Cendana utama Cendana madya Cendana pratama : 4 tempat tidur : 17 tempat tidur : 54 tempat tidur

Jenis layanan Rawat inap penyakit dalam Rawat inap bedah tempat tidur (c) (d) Rawat inap kebidanan :34 tempat tidur :30 :80 tempat tidur :132

Rawat inap penyakit kandungan tempat tidur

(e)

Rawat inap anak tempat tidur

:43

(f) (g)

Rawat inap penyakit syaraf Rawat inap THT tempat tidur

:25 tempat tidur :14

(h)

Rawat inap mata tempat tidur

:13

47

(i)

Rawat inap Paru tempat tidur

:20

(j) (k) (l) (m)

Rawat inap jantung Rawat inap gigi dan mulut

:13 tempat tidur :3 tempat tidur

Rawat inap kulit dan kelamin :5 tempat tidur Rawat inap bedah syaraf tempat tidur :3

(n)

Rawat inap Perinatologi tempat tidur

:23

(o)

Rawat inap jiwa tempat tidur

:5

(p) (q) 3. Struktur Organisasi

Radioterapi Dan lain-lain

:20 tempat tidur :10 tempat tidur

48

B.

Implementasi rekam medis dalam transaksi terapeutik antara dokter dan pasien di Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Moewardi Surakarta Rekam medis sangat penting untuk pasien maupun dokter, diantaranya sebagai informasi untuk pengobatan dan pemeliharaan kesehatan pasien, dasar pembayaran pelayanan kesehatan, dan sebagai alat bukti apabila ada perkara hukum misalnya dalam malpraktek. Dikarenakan rekam medis berguna dalam pelayanan kesehatan dan jaminan perlindungan hukum, maka pemerintah mengeluarkan peraturan, yaitu Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 749a/Men.Kes/Per/XII/1989 tentang Rekam Medis/Medical Records dan Keputusan Direktur Jenderal

49

Pelayanan Medik No.78/Yanmed/RS Umdik/TMU/I/91 maka setiap penyelenggaraan rekam medis harus berdasarkan kedua peraturan tersebut. Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor

749a/Men.Kes/Per/XII/1989 tentang Rekam Medis/Medical Records mengatur beberapa hal yang berkenaan dengan rekam medis, diuraikan di bawah ini : 1. Ketentuan Umum Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan : a) Rekam Medis adalah berkas yang berisikan catatan, dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain pada pasien pada sarana pelayanan kesehatan. b) Sarana pelayanan kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan baik untuk rawat jalan maupun rawat inap yang dikelola oleh pemerintah ataupun swasta. c) Dokter adalah dokter umum/ dokter spesialis dan dokter gigi/ dokter gigi spesialis. d) Tenaga kesehatan lain adalah tenaga kesehatan yang ikut memberikan pelayanan kesehatan secara langsung kepada pasien. e) Direktur Jenderal adalah Direktur Pelayanan Medik dan atau Direktur Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat. 2. Tata Cara Penyelenggaraan a) Setiap sarana pelayanan kesehatan yang melakukan pelayanan rawat jalan maupun rawat inap wajib membuat rekam medis. b) Rekam medis sebagaimana yang dimaksud diatas dibuat oleh dokter dan atau tenaga kesehatan lainnya yang memberikan pelayanan langsung kepada pasien.

50

c) Rekam medis harus dibuat segera dan dilengkapi seluruhnya setelah pasien menerima pelayanan. d) Pembetulan kesalahan catatan dilakukan pada tulisan yang salah dan diberi paraf oleh petugas yang bersangkutan. e) Penghapusan tulisan dengan cara apapun tidak diperbolehkan. f) Lama penyimpanan rekam medis sekurang-kurangnya untuk jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung dari tanggal terakhir pasien berobat. g) Lama penyimpanan rekam medis yang berkaitan dengan halhal yang bersifat khusus dapat ditetapkan tersendiri. h) Setelah batas waktu sebagaimana dimaksud diatas dilampaui, rekam medis dapat dimusnahkan. i) Tata cara pemusnahan ditetapkan oleh Direktur Jenderal. j) Rekam medis harus disimpan oleh petugas yang ditunjuk oleh pimpinan sarana pelayanan kesehatan. 3. Pemilikan dan Pemanfaatan a) Berkas rekam medis milik sarana pelayanan kesehatan. b) Isi rekam medis milik pasien. c) Rekam medis merupakan berkas yang wajib dijaga kerahasiaannya. d) Pemaparan isi rekam medis hanya boleh dilakukan oleh dokter yang merawat pasien dengan ijin tertulis dari pasien. e) Pimpinan sarana pelayanan kesehatan dapat memaparkan isi rekam medis tanpa ijin pasien berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. f) Pimpinan sarana pelayanan kesehatan bertanggung jawab atas: (1) (2) Hilangnya, rusaknya, atau pemalsuan rekam medis ; Penggunaan oleh orang atau badan yang tidak berhak.

g) Rekam medis dapat dipakai sebagai :

51

(1) (2) (3) (4) (5)

Dasar pemeliharaan kesehatan dan pengobatan pasien ; Bahan pembuktian dalam perkara hukum ; Bahan untuk keperluan penelitian dan pendidikan ; Dasar pembayaran biaya pelayan kesehatan ; Bahan untuk menyiapkan statistik kesehatan.

4. Isi Rekam Medis a) Isi rekam medis untuk pasien rawat jalan dibuat selengkaplengkapnya dan sekurang-kurangnya memuat : Identitas, anamnese, diagnosis, dan tindakan/ pengobatan. b) Isi rekam medis untuk pasien rawat inap sekurang-kurangnya memuat : (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) Identitas pasien; Anamnese; Riwayat penyakit; Hasil pemeriksaan laboratorik; Diagnosis; Persetujuan tindakan medik; Tindakan atau pengobatan; Catatan perawat; Catatan observasi klinis dan hasil pengobatan;

(10) Resume akhir dan evaluasi pengobatan. 5. Pengorganisasian a) Pengelolaan rekam medis dilaksanakan sesuai dengan tata cara kerja organisasi sarana pelayanan kesehatan. b) Pimpinan sarana pelayanan kesehatan wajib melakukan pembinaan c) Pengawasan terhadap terhadap petugas rekam medis rekam untuk medis meningkatkan ketrampilan. penyelenggaraan dilakukan oleh Direktur Jenderal.

52

6. Sanksi Pelanggaraan terhadap ketentuan-ketentuan dalam peraturan ini dapat dikenakan sanksi administratif mulai dari teguran lisan sampai pencabutan surat ijin. 7. Ketentuan Peralihan Semua sarana pelayanan kesehatan harus dapat menyesuaikan diri dengan ketentuan-ketentuan dalam peraturan ini paling lama 1 (satu) tahun sejak berlakunya peraturan ini. 8. Ketentuan Penutup a) Hal-hal teknis yang belum diatur dan petunjuk pelaksanaan peraturan ini akan ditetapkan oleh Direktur Jenderal sesuai dengan bidang tugas masing-masing. b) Peraturan menteri ini berlaku sejak ditetapkan. c) Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan peraturan ini dengan penempatannya dalam berita negara Republik Indonesia. Untuk menindaklanjuti Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 749a/Men.Kes/Per/XII/1989 tentang Rekam Medis/Medical Records dikeluarkan Keputusan DirJen Pelayanan Medik No.78/Yanmed/RS Umdik/TMU/I/91 yang mengatur tata cara pelaksanaan Peraturan Menteri tersebut. Isi keputusan itu adalah : 1. Pendahuluan a)Bahwa dalam rangka upaya meningkatkan mutu serta efisiensi pelayanan kesehatan di rumah sakit, perlu adanya dukungan dari berbagai faktor yang terkait. b)Bahwa sebagai salah satu faktor yang ikut mendukung keberhasilan yang berlaku. upaya tersebut adalah terlaksananya penyelenggaraan rekam medis yang sesuai dengan standar

53

c)Adanya Peraturan Pemerintah No.10 Tahun 1966 tentang wajib simpan rahasia kedokteran atau Lembaran Negara Tahun 1966 No.21, tambahan Lembaran Negara No.2803, sebagai dasar menjamin terlaksananya rekam medis di rumah sakit. d)Adanya Keputusan Menteri Kesehatan no.034/Birhup/1972 tentang perencanaan dan pemeliharaan rumah sakit dimana antara lain disebutkan bahwa guna menunjang terselenggaranya rencana induk yang baik, maka setiap rumah sakit diwajibkan : (1) (2) Mempunyai dan merawat statistik yang up to date. Membina medical records yang berdasarkan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan. e) Keputusan Menteri Kesehatan No.134/1978 tentang struktur organisasi dan tata kerja rumah sakit umum dimana antara lain disebutkan bahwa salah satu sub bagian adalah pencatatan medik. f) Dalam perundang-undangan yang ada, rekam medis belum dapat dikelola dengan memuaskan. Untuk mengatasi masalah tersebut diterbitkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 749a/Men.Kes/Per/XII/1989 tentang Rekam Medis/Medical Records. g) Peraturan Menteri Kesehatan tersebut mengatur pengelolaan rekam medis disemua sarana pelayanan kesehatan karena itu perlu petunjuk pelaksanaan penyelenggaraan rekam medis di rumah sakit. h) Petunjuk pelaksanaan ini dimaksudkan : (1) (2) Pedoman Dasar bagi rumah sakit dalam penyelenggaraan rekam medis. untuk menjamin kesehatan pengertian dalam penyelenggaraan rekam medis.

54

2. Pengertian a) Rekam medis di rumah sakit adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas, anamnesis, pemeriksaan, diagnosis pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang diberikan kepada seorang pasien selama dirawat di rumah sakit unit-unit rawat jalan termasuk darurat dan unit rawat inap. b) Rumah sakit yang dimaksud adalah rumah sakit umum dan rumah sakit khusus, baik milik departemen kesehatan, pemerintah daerah, ABRI, BUMN, maupun swasta. c) Dokter adalah dokter umum, dokter spesialis, dokter gigi dan dokter gigi spesialis. d) Dokter tamu adalah seorang dokter yang statusnya bukan sebagai dokter tetap di suatu rumah sakit. e) Residens adalah dokter umum yang ikut spesialisasi. f) Tenaga kesehatan lain adalah tenaga paramedis perawatan dan paramedis non perawatan yang ikut memberikan pelayanan kesehatan secara langsung kepada pasien. 3. Tata Cara Penyelenggaraan Rekam Medis a) Setiap dari direktur jenderal pelayanan medik. b) (1) (2) (3) Tenaga membuat rekam medis di rumah sakit adalah: Dokter umum, dokter spesialis, dokter gigi dan dokter gigi spesialis yang bekerja di rumah sakit tersebut. Dokter tamu pada rumah sakit tersebut. Residens yang sedang melaksanakan kepaniteraan klinik. yang berhak rumah sakit

wajib membuat rumah sakit sesuai dengan petunjuk teknis

55

(4)

Tenaga para medis perawatan dan para medis non perawatan yang langsung terlibat dalam pelayananpelayanan kepada pasien di rumah sakit yang meliputi antara lain perawat, perawat gigi, bidan, tenaga laboratorium klinik, gizi, anestesi, penata rontgen, rehabilitasi medik dan sebagainya.

(5)

Dalam hal dokter luar negeri melakukan alih teknologi yang berupa tindakan atau konsultasi kepada pasien, yang membuat rekam medis adalah dokter yang ditunjuk oleh direktur rumah sakit.

c) Kelengkapan Isi Rekam Medis (1) Setiap tindakan atau konsultasi yang dilakukan terhadap pasien, selambat-lambatnya dalam waktu 1 X 24 jam harus ditulis dalam lembaran rekam medis. (2) Semua pencatatan harus ditanda tangani oleh dokter atau tenaga kesehatan lainnya sesuai dengan kewenangannya dan ditulis nama terangnya dan diberi tanggal. (3) Pencatatan yang dibuat oleh mahasiswa kedokteran dan mahasiswa lainnya ditandatangani dan menjadi tanggung jawab dokter (4) dibuat (5) oleh residen harus pembimbingnya. Dokter yang merawat dapat memperbaiki kesalahan penulisan dan melakukannya pada saat itu juga dan dibubuhi paraf. yang merawat atau oleh dokter yang yang oleh membimbingnya. Pencatatan diketahui

56

(6)

Penghapusan tulisan dengan cara apapun tidak diperbolehkan.

d) Penyimpanan Rekam Medis (1) Penyimpanan rekam medis dapat dilakukan dengan cara sentralisasi dan desentralisasi. Yang dimaksud sentralisasi adalah penyimpanan rekam medis di pusatkan di satu tempat atau unit rekam medis atau medical records. Yang dimaksud dengan desentralisasi adalah penyimpanan rekam medis di masing-masing unit pelayanan rumah sakit yang belum mampu melakukan (2) Rekam berobat. (3) (4) Dalam hal rekam medis yang berkaitan dengan kasuskasus tertentu dapat disimpan lebih dari lima tahun. Penyimpanan rekam medis dapat dilakukan sesuai perkembangan teknologi penyimpanan, antara lain dengan mikrofilm. e) Tata Cara Pemusnahan Rekam Medis (1) (2) Rekam medis yang sudah memenuhi syarat untuk dimusnahkan dilaporkan kepada direktur rumah sakit. Direktur rumah sakit membuat keputusan tentang pemusnahan rekam medis dan menunjuk tim pemusnah rekam medis. (3) Tim pemusnah rekam medis melaksanakan pemusnahan dan membuat berita acara pemusnahan yang disahkan direktur rumah sakit. penyimpanan rumah rekam medis dengan sekurangsentralisasi, dapat menggunakan sistem desentralisasi. medis sakit disimpan kurangnya lima (5) tahun, dihitung dari tanggal terakhir

57

(4)

Berita acara dikirim kepada pemilik rumah sakit dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Pelayanan Medik.

4. Pemilikan dan Pemanfaatan Rekam Medis a) Berkas rekam medis adalah milik rumah sakit; b) Direktur rumah sakit bertanggung jawab atas : (1) (2) Hilangnya, rusaknya atau pemalsuan rekam medis, Penggunaan oleh badan atau orang yang tidak berhak.

c) Isi rekam medis adalah milik pasien yang wajib dijaga kerahasiaannya. d) Untuk melindungi kerahasiaan tersebut dibuat ketentuanketentuan sebagai berikut : (1) (2) Hanya petugas rekam medis yang diijinkan masuk ruang penyimpanan berkas rekam medis. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh isi rekam medis untuk badan-badan atau perorangan, kecuali yang telah ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. (3) Selama penderita dirawat, rekam medis menjadi tanggung jawab perawat ruangan dan menjaga kerahasiaannya. e) Peminjaman rekam medis (1) Peminjaman rekam medis untuk keperluan pembuatan makalah, riset, dan lain-lain oleh seorang dokter atau tenaga kesehatan lainnya sebaiknya dikerjakan oleh kantor rekam medis.

58

(2)

Mahasiswa kedokteran dapat meminjam rekam medis jika dapat menunjukkan surat pengantar dari dokter ruangan.

(3)

Dalam hal pasien mendapat perawatan lanjutan di rumah sakit atau institusi lain, berkas rekam medis tidak boleh dikirimkan, akan tetapi cukup diberikan resume akhir pelayanan.

f) Rekam medis dapat dipakai sebagai : (1) Sumber informasi medis dari pasien yang berobat ke rumah sakit yang berguna untuk keperluan pengobatan dan pemeliharaan kesehatan pasien. (2) Alat komunikasi antara dokter dengan dokter lainnya, antara dokter dengan paramedis, dalam usaha memberikan pelayanan, pengobatan, dan perawatan. (3) Bukti tertulis (documentary evidence) tentang

pelayanan yang telah diberikan oleh rumah sakit dan keperluan lain. (4) Alat untuk analisa dan evaluasi terhadap kualitas pelayanan yang telah diberikan oleh rumah sakit. (5) Alat untuk melindungi kepentingan hukum bagi pasien, dokter, tenaga kesehatan lainnya di rumah sakit. (6) (7) (8) Untuk penelitian dan pendidikan Untuk perencanaan dan pemanfaatan sumber daya Untuk keperluan lain yang ada kaitannya dengan rekam medis.

59

5. Isi Rekam Medis Rumah Sakit a) Untuk pasien rawat jalan termasuk pasien gawat darurat rekam medis memuat informasi pasien antara lain : (1) (2) Identitas utama Anamnesis (a) Keluhan utama (b) Riwayat sekarang (c) Riwayat penyakit yang pernah diderita (d) Riwayat keluarga tentang penyakit yang mungkin diturunkan atau kontak. (3) Pemerikasaan: (a) Fisik (b) Laboratorium (c) Khusus lainnya : i) ii) Diagnosis kerja atau diferensi diagnosis Pengobatan atau tindakan

b) Untuk pasien rawat inap Rekam medis memuat informasi pasien antara lain : (1) Identitas pasien (2) Anamnesis (a) Keluhan pertama (b) Riwayat pasien sekarang (c) Riwayat penyakit yang pernah diderita (d) Riwayat keluarga tentang penyakit yang mungkin diturunkan atau kontak. (3) Pemerikasaan : (a) Fisik (b) Laboratorium (c) Khusus lainnya

60

(4) (5) (6) (7) (8) (9)

Diagnosis kerja atau diferensial diagnosis/ diagnosis akhir Persetujuan tindakan atau tindakan Pengobatan atau tindakan Catatan konsultasi Catatan perawat dan tenaga kesehatan lain Catatan observasi klinik dan hasil pengobatan

(10) Resume akhir dan evaluasi pengobatan 6. Pengorganisasian a) Dalam penyelenggaraan rekam medis di rumah sakit, terdapat kegiatan-kegiatan sebagai berikut : (1) (2) (3) (4) Penerimaan pasien Pencatatan Pengolahan data medis Penyimpanan rekam medis

b) Pembinaan dan pengawasan : (1) Direktur rumah sakit wajib melakukan pembinaan terhadap petugas yang berkaitan dengan rekam medis serta pengetahuan dan ketrampilan mereka. (2) Direktur rumah sakit wajib membuat prosedur kerja tetap penyelenggaraan rekam medis rumah sakit masing-masing. (3) Direktur melakukan pembinaan dan pengawasan, direktur rumah sakit dapat membentuk dan atau dibantu komite rekam medis. 7. Sanksi a) Direktur jenderal pelayan medik dapat memberikan sanksi administrasi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan

61

yang berlaku terhadap pimpinan rumah sakit yang tidak melaksanakan ketentuan yang tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 749a/Men.Kes/Per/XII/1989 tentang Rekam Medis/Medical Records. b) Direktur rumah sakit dapat memberikan sanksi administrasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku terhadap semua petugas rumah sakit yang tidak melaksanakan ketentuan yang tercantum dalam keputusan direktur jenderal pelayanan medik ini. Penyelenggaraan rekam medis di Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Moewardi 1. 2. 3. 4. berdasarkan kedua peraturan tersebut diatas. Dalam penyelenggaraan rekam medis terdapat beberapa kegiatan yaitu : Penerimaan Pencatatan Pengolahan data medis Penyimpanan rekam medis

Dari pelaksanaan kegiatan-kegiatan tersebut diatas, kita dapat mengetahui bagaimana penyelenggaraan rekam medis di Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Moewardi Surakarta. Yang akan penulis uraikan sebagai berikut : a. Penerimaan Pada kegiatan Penerimaan pasien maka proses pembuatan rekam medis dimulai, karena transaksi terapeutik/ kontrak medis tidak dibuat secara tertulis, namun dengan datangnya pasien ke rumah sakit untuk memperoleh pelayanan medis sudah dapat dianggap telah terjadi persetujuan kontrak medis, kecuali dalam kondisi tertentu yang memerlukan tindak lanjutan sehingga perlu adanya pengikatan diri dalam suatu persetujuan

62

ataupun penolakan terhadap tindakan medik yang sering disebut informed consent. Dalam kegiatan penerimaan pasien di Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Moewardi membuat prosedur tetap berdasarkan Ketetapan Direktur Rumah Sakit Umum Dr.Moewardi Surakarta tanggal 2 Pebruari 2004, diantaranya adalah : 1. Penerimaan Pasien Rawat Jalan a) b) c) Pasien mengisi identitas di formulir pendaftaran pasien; Formulir diserahkan ke petugas Tempat Pendaftaraan Pasien Rawat Jalan (TPPRJ). Untuk pasien baru umum, ASKES, Jamsostek, Kartu Sehat (KS) / Tidak Mampu (TM) sesudah diverifikasi, Petugas menulis identitas data sosial, nomor rekam medis dan poli yang dituju pada : (1) (2) (3) (4) (5) Kartu Identitas Berobat ( KIB ); Folder ( Map rawat jalan ); Ringkasan riwayat poliklinik; Data dimasukkan dalam komputer Pasien langsung ke poliklinik yang dituju dengan membawa Dokumen Rekam Medis (DRM) Rawat Jalan baru. d) e) f) g) Untuk pasien lama ASKES, Jamsostek, KS/TM setelah verifikasi pasien ke loket 4 untuk mengambil DRM. Untuk pasien lama umum, petugas menerima formulir pendaftaran pasien lalu diverifikasi untuk mengambil DRM. Pasien menuju poliklinik yang dituju dengan membawa DRM. DRM Rawat Jalan diserahkan ke distributor untuk dibawa ke poliklinik yang dimaksud pasien. 2. Penerimaan Pasien Gawat Darurat

63

a)

Petugas Rekam Medis mencatat identitas pasien ke dalam buku Register Gawat Darurat, lembar masuk darurat secara lengkap dan jelas.

b)

Pasien mendapat pelayanan medis oleh dokter IGD/ Triage, sementara bahan syarat pelayanan yang terkait dengan pembayaran mendapat pengesahan kasir/ Verivikator.

c)

Lembar masuk darurat ditandatangani dokter, lalu petugas melengkapi dengan DRM Rawat Jalan atau DRM Rawat Inap, masing-masing untuk pasien lama atau baru.

d)

Saat pasien meninggalkan IGD, petugas mengembalikan KIB atau bagi pasien baru KIB diberikan, serta menyelesaikan IUP (Indeks Utama Pasien)nya. Pasien yang tidak dirawat inap langsung pulang setelah pembayaran.

e) f)

Pasien mondok masuk ruang rawat bersama DRM Rawat Inap sesudah dicatat dalam buku register rawat inap. Perawat IGD menyiapkan Sensus Harian untuk diserahkan di Sub. Bag. Rekam Medis.

3.

Penerimaan Pasien rawat Inap a) Untuk pasien yang berasal dari poliklinik (1) Keluarga pasien mendatangi Rawat Jalan dan perintah mondok. (2) Petugas mencatat identitas dan data lain pasien dalam buku register rawat inap, melengkapi DRM rawat jalan dengan DRM rawat inap yang sesuai dan sudah diisi identitas pasien serta ruang perawatan yang dituju. (3) (4) Petugas dapat membantu menentukan pilihan ruang perawatan dengan memberikan informasi yang perlu. Pasien menuju ruang perawatan dan menjadi tanggung jawab perawat/ poliklinik/ PUK, termasuk bila Tempat Pendaftaran Pasien Rawat Inap (TPPRI) untuk menyerahkan DRM

64

dirujuk ke IGD karena kegawatan yang terjadi di poliklinik, selanjutnya perawatan mengikuti prosedur IGD. b) Untuk Pasien yang berasal dari IGD Petugas penerimaan mencatat identitas pada buku register rawat inap sebelum pasien meninggalkan IGD. c) Pasien yang datang dengan rujukan bila tidak ada kegawatan melalui TPPRJ dan mondok sesuai prosedur pasien yang berasal dari poliklinik, bila gawat langsung ke IGD dan rawat inap sesuai prosedur pasien yang berasal dari IGD. d) Prosedur penerimaan pasien rawat inap tidak membedakan pasien baru atau lama, karena sudah dilakukan TPPRJ maupun TPPGD. b. Pencatatan Setelah pasien mendaftarkan dan memperoleh nomor rekam medis serta telah mendapatkan pelayanan medis, maka segala bentuk pelayanan medis yang diberikan kepada pasien dicatat dalam dokumen rekam medis. Bentuk catatan dapat dibedakan berdasarkan sifatnya, yaitu : 1. Catatan yang bersifat kolektif Merupakan kumpulan catatan-catatan pasien yang datang ke unit pelayanan. 2. Catatan yang bersifat individu Berisi segala tindakan medik yang diberikan pada seorang pasien. Dalam membuat catatan yang baik harus memperhatikan : 1. 2. 3. 4. 5. Mencatat secara tepat waktu; Up to date; Cermat dan lengkap; Dapat dipercaya dan menurut kenyataan; Berkaitan dengan masalah dan pokok perihalnya

65

6.

Bersifat obyektif dan jelas.

Kegiatan pencatatan ini melibatkan semua unit pelayanan di rumah sakit yang memberikan pelayanan atau tindakan medik kepada pasien dan harus ditandatangani oleh dokter yang bertanggung jawab untuk catatan yang bersifat individu. Adapun bentuk dari formulir rekam medis memuat : 1. (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) Rawat Jalan a) Lembaran Umum Kartu pasien Identitas pasien Ringkasan riwayat pasien rawat jalan Catatan poliklinik Konsultasi Hasil pemeriksaan penunjang Informed consent Lembaran spesifik

b) Lembaran Khusus (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) 2. Evaluasi sosial Evaluasi psikolog Data dasar medis Data dasar keperawatan Catatan lanjutan medis Salinan resep Catatan lanjutan keperawatan KIUP (Kartu Indeks Utama Pasien) Buku register Gawat Darurat Formulir gawat darurat dengan atau tanpa folder formulir gawat darurat dan rawat jalan.

66

3. a) b) c) d) e)

Rawat Inap Ringkasan riwayat masuk keluar Surat permintaan rawat Anamnesis Catatan lanjutan keperawatan Formulir tindakan/ terapi f) obat g) h) hasilnya i) j) k) l) m) n) o) p) q) r) s) t) u) Ringkasan diagnosis Resume keluar (hidup/ mati) Formulir spesialisasi sesuai jenis spesialisasinya Laporan anasthesi Laporan operasi Laporan persalinan dan identifikasi bayi Konsultasi Diagnotik invasif Informed consent Catatan dokter pasien pindah Catatan perawat pasien pindah Salinan resep Sebab kematian Rekam medis dibuat oleh semua yang terlibat dalam pelayanan Grafik S.N.T (observasi) Permintaan pemeriksaan penunjang dan Daftar pengobatan atau form catatan pemberian perjalanan penyakit/ instruksi/

medis terhadap pasien dan semua pemeriksaan harus dicatat dalam rekam medis dan ditandatangani oleh dokter yang bertanggung jawab. c. Pengolahan Data

67

Setelah pencatatan selesai maka semua data, baik hasil rekapitulasi harian maupun lembaran-lembaran formulir rekam medis diolah, hal ini dilakukan untuk menyiapkan laporan yang menyangkut morbiditas dan mortalitas. Kegiatan pengolahan data di Rumah Sakit Umum Daerah dr.Moewardi Surakarta berdasarkan prosedur tetap yang dikeluarkan direktur Rumah Sakit Umum Daerah dr.Moewardi tanggal 2 Pebruari 2004. Kegiatan-kegiatan itu diantaranya : 1. Assembling Yaitu, kegiatan untuk menyusun dokumen rawat inap yang sudah pulang sesuai urutan pemeriksaan pasien. 2. Coding Yaitu, kegiatan untuk memberikan kode penyakit, operasi, kematian berdasarkan ICD X dan Icopim. 3. Indeksing Yaitu, kegiatan pengelompokan penyakit berdasarkan kelompok umur dan jenis penyakit. Pembuatan indeks-indeks diantaranya : a) b) c) d) e) d. Indeks pasien rawat jalan ; Indeks pasien rawat inap ; Indeks penyakit (diagnosis) ; Indeks operasi ; Indeks dokter. Penyimpanan Dalam penyimpanan berkas rekam medis Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Moewardi menggunakan sistem penyimpanan menurut nomor yaitu dengan sistem terminal digit filling/ sistem angka akhir yang diharapkan dapat efisien dan efektif dari segi waktu, tenaga, ruang simpan pada saat penyimpanan dan pengambilan kembali DRM. Selain itu,

68

penyimpanan dokumen rekam medis di rumah sakit ini dengan sistem sentralisasi yang memiliki beberapa keuntungan, diantaranya : 1. 2. 3. 4. 5. e. 1) Dapat mengurangi terjadinya duplikasi dalam pemeliharaan dan penyimpanan rekam medis; Tata kerja dan peraturan mengenai kegiatan pencatatan medis mudah di standarisasikan; Memungkinkan petugas penyimpanan; Mengurangi jumlah biaya yang diperlukan untuk peralatan dan ruangnya; Mudah menerapkan sistem unit record. Pemusnahan Arsip Rekam Medis Jadwal Retensi Arsip Rekam Medis Sebelum melakukan pemusnahan berkas rekam medis, harus ditetapkan terlebih dahulu jadwal retensi arsip rekam medis sebagaimana rincian berikut : a) N o 1 . 2 . 3 . 4 . 5 . 6 Umum Kelompok Umum Mata Jiwa Orthopedi Kusta Jantung Paru-paru Ketergantungan obat RJ 5 Th 5 Th 10 Th 10 Th 15 Th 10 Th 5 Th 15 Th Aktif RI 5 Th 10 Th 5 Th 10 Th 15 Th 10 Th 10 Th 15 Th Inaktif RJ RI 2 Th 2 Th 2 Th 5 Th 2 Th 2 Th 2 Th 2 Th 2 Th 2 Th 5 Th 2 Th 2 Th 2 Th 2 Th 2 Th keterangan RJ : Rawat Jalan RI : Rawat Inap peningkatan efisiensi kerja

69

. 7 . 8 . b) Anak Anak diretensi menurut kebutuhan. c) Retensi berkas-berkas rekam medis berdasarkan penggolongan penyakit. Apabila retensinya lebih lama dari ketentuan umum yang ada, rumah sakit harus membuat ketentuan sendiri, antara lain untuk : (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) d) Riset dan edukasi Untuk kepentingan tertentu Kasus-kasus terlibat hukum minimal 23 tahun setelah ada ketetapan hukum Mata Perkosaan Penyakit jiwa Ketergantungan obat Kusta Orthopedi HIV/ AIDS Penyesuaian kelamin Bayi tabung Pasien orang asing Kasus adopsi Cangkok organ Plastik rekonstruksi

Retensi berdasarkan diagnosa

70

Masing-masing rumah sakit berdasarkan komite rekam medis menetapkan jadwal retensi dari diagnosis tertentu, bila lebih dari ketentuan umum dengan pertimbangan nilai guna. Primer : (1) administrasi (2) Hukum (3) Keuangan (4) IPTEK Sekunder : (1) Pembuktian (2) Sejarah 2) Tata Cara Penilaian a) Berkas rekam medis yang dinilai adalah berkas rekam medis yang telah 2 tahun inaktif b) Inaktif yang digunakan untuk menilai berkas rekam medis inaktif : (1) (2) Seringnya rekam medis digunakan untuk pendidikan dan penelitian Pertimbangan nilai guna Adapun prosedur penilaian berkas rekam medis berdasarkan Surat Edaran No. HK. 00.06.1.5.0116 tanggal 21 Maret 1995.

71

Lembar RM yang dipilih : - Ringkasan masuk Ketentuan Umum dan keluar - Resume - Lembar operasi - Lembar informed

consent - Identitas bayi Berkas rekam medis Ketentuan khusus (jantung, anak, mata dst) lahir hidup - Lembar kematian dilestarikan Berkas rekam medis tertentu

Ketentuan tertentu di rumah sakit

Lembar rekam medis sisa, setelah diambil tersebut diatas dimusnahkan

Tim Retensi

Berkas rekam medis rusak dan tidak terbaca

3)

Tata Cara Pemusnahan Dokumen Rekam Medis

72

a) Petugas penyimpanan dokumen rekam medis mengadakan invetarisasi dokumen rekam medis inaktif, mencatat, memisahkannya tersendiri, melaporkannya kepada Kepala Sub.Bagian rekam medis. b) Ka.Sub.Bag (1) (2) (3) mengajukan surat permohonan ijin

pemusnahan kepada : Direktur Ketua komite medis Ketua panitia rekam medis

c) Jika ada keberatan atas rencana pemusnahan, disampaikan secara tertulis kepada Sub.Bag Rekam Medis sebelum waktu tunggu/ waktu tunggu perpanjangan jatuh tempo. d) Sesudah ijin prinsip dari direktur diberikan, serta tidak adanya keberatan tertulis yang masuk ke Sub.Bag Rekam Medis, persiapan dilanjutkan dengan pembentukan panitia pemusnah. e) Ka.Sub.Bag Rekam Medis melaporkannya kepada : (1) (2) (3) Direktur Ketua komite Medis Ketua Panitia Rekam Medis mohon persetujuan direktur atas rencana

f) Sekaligus

pembentukan panitia pemusnahan. g) Pemusnahan dilakukan dengan cara dibakar/ cara lain yang hasilnya setingkat dengan pembakaran.

73

h) Panita pemusnah membuat berita acara pemusnahan (rangkap 2) dan diajukan pengesahannya kepada direktur/ Wakil Direktur Pelayanan Medis. i) Direktur mengirimkan lembar kedua berita acara

pemusnahan ke pemilik rumah sakit (Pemda Propinsi/ Kepala Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah) sebagai laporan, asli disimpan di Sub.Bag Rekam Medis. Setelah mendapatkan data yang penulis dapatkan dari tahap-tahap yang dilalui pasien mulai dari tahap pendaftaran di TPPRJ atau TPPRI, mendapatkan nomor rekam medis, mendapatkan perawatan, pengisian rekam medis dari hasil perawatan yang dilakukan sampai rekam medis kembali lagi ke bagian penyimpanan rekam medis untuk disimpan dalam jangka waktu tertentu. Dapat disimpulkan bahwa semua proses penyelenggaran rekam medis ini tidak dapat dipisah-pisahkan satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu dalam implementasinya perlu kecermatan dan ketelitian yang tinggi. Dalam mengimplementasikan rekam medis antara dokter dan pasien di Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Moewardi Surakarta dapat dianalisa dengan peraturan yang ada, adalah sebagai berikut : a) Dalam hal tata cara penyelenggaraan rekam medis yang meliputi : (1) Kewajiban rumah sakit membuat rekam medis, sudah dilaksanakan rekam medis. (2) Tenaga yang berhak membuat rekam medis, dalam hal ini juga sudah dilaksanakan oleh para dokter yang merawat, perawat serta petugas yang memberikan kesehatan kepada pasien. pelayanan karena setiap pasien langsung dibuatkan

74

(3)

Kelengkapan

isi

rekam

medis,

untuk

menjamin

kelengkapan isi rekam medis Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Moewardi Surakarta, Dr. Mardiyatmo, S.p.R mengeluarkan ketetapan No. 05.02.A.001 sampai 05.02.A.003 tanggal 2 Pebruari 2004. dalam hal ini juga sudah dilaksanakan meskipun belum baik, ini terlihat dalam pencatatan yang dibuat residen yang terkadang tidak diawasi/ tidak diketahui oleh dokter pembimbingnya, dan terkadang dokter lupa dalam mendokumentasikan ke dalam berkas rekam medis, namun mengingat jangka waktu melengkapinya tidak lebih dari 1 x 24 jam, hal ini sudah sesuai dengan peraturan yang ada. (4) Penyimpanan rekam medis (a) Dalam hal ini telah dilaksanakan, karena dalam pelaksanaannya direktur Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Moewardi Surakarta telah mengeluarkan ketetapan nomor 05.02.A.013 tanggal 2 Pebruari 2004 yang mengatur filling penyimpanan serta dokumen sistem rekam medis yang saat berdasarkan metode nomor akhir/ terminal digit system sentralisasi pada diharapkan medis. (b) Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Moewardi Surakarta rekam medis disimpan sekurang-kurangnya lima tahun dihitung dari tanggal kunjungan terakhir pasien, hal ini telah dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Moewardi Surakarta bahkan lebih dari itu. Selain itu, Dokumen Rekam Medis dapat dimusnahkan seijin direktur, ketua komite medis dan dapat mengefektifkan

penyimpanan dan pengambilan dokumen rekam

75

ketua panitia rekam medis serta dilakukan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan berdasarkan ketetapan direktur no. 05.02.A.025 tanggal 2 Pebruari 2004. b) Pemilikan dan pemanfaatan rekam medis, hal ini meliputi : (1) (2) (3) (4) (5) Pemilikan berkas rekam medis; Pemilikan isi rekam medis; Perlindungan atas kerahasiaan rekam medis; Yang bertanggung jawab apabila rekam medis hilang atau rusak; Peminjaman rekam medis. Untuk pemilikan dan pemanfaatan rekam medis, direktur Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Moewardi Surakarta telah mengeluarkan suatu kebijaksanaan berupa prosedur tetap penyelenggaraan rekam medis dan pedoman pengelolaan rekam medis, dimana dalam pelaksanaannya sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku. c) Isi rekam medis, dalam hal ini Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Moewardi Surakarta berpedoman pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 749a/Men.Kes/Per/XII/1989 tentang Rekam Medis/Medical Records dan keputusan dari Dirjen Yanmed No.78/1991, ketentuan. d) Pengorganisasian Dalam pelaksanaannya direktur Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Moewardi Surakarta telah membuat ketetapan-ketetapan yang dapat menjadi dasar pelaksanaan dari kegiatan-kegiatan yang menyangkut pengorganisasian, meskipun dalam prakteknya belum dalam implementasinya sudah sesuai dengan

76

optimal. Misalkan dalam pengawasan pelaksanaan rekam medis yang tidak dilakukan secara berkala dan dalam evaluasi penyelenggaraan rekam medis, panitia rekam medis kurang teliti dalam pengecekan berkas rekam medis.

C.

Tanggung jawab dokter, perawat, dan Rumah sakit Umum Daerah Dr. Moewardi dalam pelaksanaan rekam medis Dalam implementasi peraturan rekam medis tidak lepas dari adanya transaksi terapeutik antara dokter dan pasien. Seperti transaksi lainnya transaksi terapeutik ini juga menimbulkan hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh para pihak yang mengadakan transaksi tersebut. Berikut ini uraian tentang hal-hal yang berkaitan dengan hak dan kewajiban dalam transaksi terapeutik. 1. Pasien a) Hak pasien Hak pasien adalah hak-hak pribadi yang dimiliki manusia sebagai pasien. (1) (2) (3) (4) (5) (6) Pasien berhak memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di rumah sakit. Pasien berhak atas pelayanan yang manusiawi. Pasien berhak memperoleh pelayanan medis sesuai dengan standar profesi kedokteran. Pasien berhak memperoleh asuhan keperawatan sesuai dengan standar keperawatan. Pasien berhak memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya. Pasien berhak dirawat oleh dokter yang secara bebas menentukan pendapat klinis dan pendapat etisnya tanpa campur tangan dari pihak luar.

77

(7)

Pasien berhak meminta konsultasi kepada dokter lain yang terdaftar di rumah sakit tersebut terhadap penyakit yang dideritanya.

(8) (9)

Pasien berhak atas Privacy dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data-data medisnya. Pasien berhak mendapat informasi yang meliputi : (a) (b) (c) (d) (e) (f) Penyakit yang diderita Tindakan medis apa yang hendak dilakukan Kemungkinan penyakit sebagai akibat tindakan tersebut dan tindakan untuk mengatasinya Alternatif terapi lainnya Prognosanya Perkiraan biaya pengobatan

(10)

Pasien berhak menyetujui atau memberikan izin, atas tindakan yang akan dilakukan oleh dokter sehubungan dengan penyakit yang dideritanya

(11)

Pasien berhak menolak tindakan yang hendak dilakukan terhadap dirinya dan mengakhiri pengobatan serta perawatan atas tanggung jawab sendiri sesudah memperoleh informasi tentang penyakitnya.

(12) (13) (14)

Pasien berhak menyampaikan keluhan-keluhan kepada dokter yang merawatnya. Pasien didampingi keluarganya dalam keadaan kritis Pasien berhak menjalankan ibadah sesuai agama dan kepercayaan yang dianutnya selama hal itu tidak mengganggu pasien lainnya.

(15) (16)

Pasien berhak atas keamanan dan keselamatannya dirinya selama dalam perawatan di rumah sakit. Pasien berhak mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan rumah sakit terhadap dirnya.

78

(17) (18) b)

Pasien berhak menerima atau menolak bimbingan moril maupun spiritual. Pasien berhak mati secara bermartabat dan terhormat.

Kewajiban pasien (1) (2) (3) Pasien dan keluarganya berkewajiban untuk menaati segala peraturan dan tata tertib rumah sakit. Pasien wajib mematuhi segala instruksi dokter dan perawat dalam pengobatannya. Pasien wajib memberikan informasi dengan jujur dan selengkapnya tentang penyakit yang diderita kepada dokter yang merawat. (4) Pasien dan atau penanggungnya berkewajiban untuk melunasi semua imbalan atas jasa pelayanan rumah sakit atau dokter. (5) Pasien dan atau penanggungnya berkewajiban memenuhi hal-hal yang telah disepakati dalam perjanjian yang telah dibuatnya. (6) Pasien yang menolak pengobatan atau tindakan medik atau pulang paksa menanggung segala akibat yang timbul kemudian atas kesehatan dirinya.

2.

Dokter a) Hak dokter (1) (2) (3) Hak mendapat jaminan dan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya. Hak untuk bekerja menurut standar profesi medis. Hak untuk menolak permintaan pasien sendiri agar terhadap pasien dilakukan tindakan medis yang tidak sesuai dengan standar profesi, hukum atau dengan suara hati nuraninya.

79

(4) (5)

Hak memilih pasien, kecuali untuk pasien gawat darurat. Hak untuk menghentikan jasa profesionalnya kepada pasien apabila misalnya hubungan dengan pasien sudah berkembang begitu buruk sehingga kerjasama yang baik tidak mungkin diteruskan lagi, kecuali untuk pasien gawat darurat.

(6) (7) (8)

Hak atas privacy. Hak atas balas jasa atau honorarium. Hak atas informasi pasien mengenai keluhan-keluhan yang diderita.

b)

Kewajiban dokter (1) (2) (3) Dokter wajib mematuhi peraturan rumah sakit sesuai dengan status kepegawaian dokter tersebut. Dokter wajib memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan menghormati hak-hak pasien. Dokter wajib merujuk pasien ke dokter lain atau rumah sakit lain yang mempunyai keahlian atau kemampuan yang lebih baik, apabila ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan. (4) Dokter wajib memberikan kesempatan kepada pasien agar senantiasa dapat berhubungan dengan keluarga dan dapat menjalankan ibadah sesuai keyakinannya. (5) Dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang penderita, bahkan juga setelah penderita itu meninggal dunia. (6) Dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu memberikannya. (7) Dokter wajib memberikan informasi selengkapnya kepada pasien yang akan dilakukan tindakan medis.

80

(8) (9) (10)

Dokter wajib membuat rekam medis yang baik secara berkesinambungan berkaitan dengan keadaaan pasien. Dokter wajib terus-menerus menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran. Dokter wajib memenuhi hal-hal yang telah disepakati dalam perjanjian yang telah dibuatnya.

Uraian tentang hak dan kewajiban dokter diatas tidak hanya berlaku untuk dokter saja, tetapi juga bagi perawat dan rumah sakit. Dengan adanya hak dan kewajiban melekat pula tanggung jawab yang harus ditanggung oleh masing-masing personil dalam melaksanakan kewenangannya. 1. Tanggung jawab Dokter Setiap orang harus bertanggung jawab atas (aansprakelijk) segala tindakan atau perbuatannya. Tangggung jawab dokter dapat dibedakan antara tanggung jawab hukum yang tidak berkaitan dengan pelaksanaan profesinya, dan tanggung jawab hukum yang berkaitan dengan pelaksanaan profesinya. Tanggung jawab yang berkaitan dengan pelaksanaan profesinya masih dapat dibedakan antara : Tanggung jawab terhadap ketentuan-ketentuan profesional, yaitu Kodeki yang termuat dalam keputusan Menteri Kesehatan R.I. No. 434/Men.Kes/SK/X/1983. Tanggung jawab terhadap ketentuan-ketentuan hukum yang meliputi bidang : a) Hukum Administrasi, dimuat dalam Undang-Undang No.23 Tahun 1992 tentang Kesehatan dan peraturan-peraturan penyelenggaraan kesehatan lainnya. b) Hukum Pidana, dimuat dalam Pasal 48-51, 224, 267, 268, 322, 344-361, 531 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.

81

c)

Hukum perdata, khususnya dimuat pada Buku III BW tentang hukum perikatan. Pada dasarnya pertanggungjawaban umumnya bertujuan

untuk memperoleh kompensasi atas kerugian yang diderita, disamping untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan. Untuk menuntut tanggung jawab dokter yang dijadikan dasar penuntutan adalah perbuatan melawan hukum dan wanprestasi. Jika didasarkan pada perbuatan melawan hukum, pasien sebagai pihak yang dirugikan harus membuktikan bahwa kerugian yang dideritanya karena kesalahan tindakan dokter yang : a) b) c) d) Bertentangan dengan kewajiban profesionalnya; Melanggar hak pasien yang timbul dari kewajiban profesional dokter; Bertentangan dengan kesusilaan; Bertentangan dengan kepatutan dalam masyarakat. Namun jika didasarkan pada wanprestasi, maka pasien harus mempunyai bukti-bukti kerugian akibat akibat tidak dipenuhinya kewajiban dokter sesuai standar profesi medis yang berlaku. Berkenaan dengan tanggung jawab dokter, Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Moewardi mengharuskan setiap dokter yang bekerja Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Moewardi mempertanggungjawabkan secara pribadi segala tindakan atau nontindakan medik yang dilakukan terhadap pasien yang menjalani perawatan di Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Moewardi, baik rawat jalan maupun rawat inap. Disamping itu dokter yang bersangkutan juga harus mempertanggungjawabkan tindakannya kepada rumah sakit melalui suatu badan yang dibentuk rumah sakit yaitu komite rekam medik.

82

Fungsi Komite Medik adalah memberikan pertimbanganpertimbangan dan saran-saran dalam hal pengelolaan rekam medis yang memenuhi standar pelayanan medis yang telah ditetapkan, pengawasan dan membina kerjasama dengan penasehat hukum dalam hal hubungan-hubungan keluar dan pengeluaran keterangan untuk badan-badan diluar rumah sakit. Wewenang Komite Medik adalah memberikan penilaian kualitas pengisian data klinis, menerapkan tindakan-tindakan kearah perbaikan rekam medis yang tidak memuaskan, dan memberikan sanksi bagi yang menolak atau melanggar ketentuan-ketentuan yang ada mengenai rekam medis. Sanksi yang diberikan dapat berupa teguran lisan, teguran tertulis, pernyataan tidak puas, penundaan kenaikan pangkat, pemindahan tugas, ataupun pemberhentian. Penjatuhan sanksi didasarkan pada berat atau tidaknya kesalahan yang dilakukan dan ini berlaku untuk semua petugas rekam medis. Selain bertanggungjawab atas kesalahan yang dilakukan sendiri, dokter juga harus mempertanggungjawabkan kesalahan yang ditimbulkan oleh tenaga medis lainnya yang turut membantu dokter dalam memberikan pengobatan. 2. Tanggung Jawab Perawat Pada Pasal 1367 ayat 3 Kitab Undang-undang Hukum Perdata menentukan bahwa Majikan-majikan dan mereka yang mengangkat orang-orang lain untuk mewakili urusan-urusan mereka, adalah bertanggungjawab tentang kerugian yang diterbitkan oleh pelayan-pelayan atau bawahan-bawahan mereka di dalam melakukan pekerjaan untuk mana orang-orang ini dipakainya. Pasal ini sangat penting untuk dapat mengidentifikasikan, sejauh mana tanggung jawab dari para perawat sebagai pembantu dokter dalam memberikan pelayanan medis. Sedangkan pada Pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata intinya adalah ganti rugi yang diberikan oleh pihak

83

yang melakukan perbuatan melanggar hukum. Disamping kedua Pasal tersebut, tanggung jawab perawat juga diatur dalam kode etik keperawatan. Dalam penyelenggaraan rekam medis di Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Moewardi Surakarta, semua perawat yang bekerja di Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Moewardi Surakarta bertangungjawab secara pribadi atas tindakan atau non-tindakan dalam penyelenggaraan rekam medis. Seorang perawat yang melakukan kesalahan harus mempertanggungjawabkan perbuatannya kepada Kepala Ruang keperawatan, Kepala Bagian Keperawatan, dan Komite Keperawatan. Komite Keperawatan dibentuk untuk membantu Direktur dalam pembinaan perawat hal ini berdasarkan keputusan direktur No.188.4/11580/2004, dari hasil pembahasan Komite Keperawatan akan dijadikan pertimbangan dan masukan bagi Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Moewardi bersamasama dengan Kepala Bagian Keperawatan untuk mengambil keputusan, yang dapat berupa teguran lisan, teguran tertulis maupun pemindahan tugas ataupun pemberhentian. Disamping bertanggung atas tindakannya, perawat juga harus bertanggungjawab atas isi rekam medis yang dibuatnya, yang meliputi juga mengenai kerahasiaan isi rekam medis sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 434/Men.Kes/SK/X/1983. 3. Tanggung jawab Rumah Sakit Rumah sakit sebagai tempat yang digunakan untuk penyelenggaraan upaya kesehatan mempunyai tanggung jawab dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan yang diberikan. Demikian juga halnya Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Moewardi Surakarta, yang merupakan rumah sakit milik Pemerintah Daerah Propinsi Jawa

84

Tengah. Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Moewardi dapat dimintai pertanggungjawaban atas aktivitasnya kepada direktur rumah sakit tersebut. Dalam hal penyelenggaraan rekam medis, Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Moewardi Surakarta bertanggung jawab atas penyelenggaraannya yang merupakan bukti proses pelayanan medis kepada pasien, diantaranya adalah menyediakan fasilitas unit rekam medis yang meliputi ruangan, peralatan dan tenaga yang memakai, serta ketetapan-ketetapan yang dibuat direktur Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Moewardi Surakarta untuk menunjang penyelenggaran rekam medis di rumah sakit tersebut. D. Hambatan apa saja yang dihadapi Rumah Sakit Umum Daerah dr.Moewardi dalam pelaksanaan rekam medis dan cara mengatasinya Hambatan-hambatan yang dihadapi dalam penyelenggaraan rekam medis di Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Moewardi adalah sebagai berikut : 1. Kurangnya disiplin dari sumber daya manusia dalam mengimplimentasikan peraturan lain : a) b) Terkadang dokter lupa mendokumentasikan perihal tentang diri pasien ke dalam rekam medis. Adanya petugas yang kurang memahami pentingnya rekam medis dan peraturan rekam medis, khususnya dalam metode pemberian nomor. Sehingga akan menyulitkan dalam penyimpanan dan pengambilan kembali rekam medis. 2. Kurangnya kesadaran pasien akan pentingnya rekam medis terutama dari aspek hukum, hal ini terlihat dari keterangan dan informasi yang diberikan mengenai identitas diri dan penyakitnya. Seringkali pasien menutupi kondisi pribadinya dan yang berkenaan yang ada di Rumah Sakit Umum

Daerah Dr.Moewardi, hal ini bisa dilihat melalui beberapa hal, antara

85

dengan penyakitnya, hal ini dapat menyebabkan diagnosa yang kurang tepat sehingga dapat merugikan kedua belah pihak. 3. Kurangnya pengetahuan dokter dalam pendekatan terhadap pasien untuk menggali informasi dari pasien mengenai penyakit yang dideritanya. 4. Adanya paradigma dalam masyarakat yang menganggap kedudukan dokter lebih tinggi daripada pasien, hal ini dapat membuat pasien menganggap tidak perlu meberikan informasi berkenaan dengan penyakitnya karena dokter pasti sudah mengetahuinya, begitu pula sebaliknya dokter menganggap pasien tidak perlu mengetahui secara lengkap dan jelas berkenaan dengan penyakit yang dideritanya. Upaya-upaya dalam mengatasi hambatan-hambatan yang ada, Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Moewardi melakukan upaya, yaitu : 1. Meningkatkan kualitas dari sumber daya manusia yang ada, dengan jalan mengadakan pelatihan ketrampilan dalam menyelenggarakan rekam medis, mengadakan seminar-seminar yang berkaitan dengan rekam medis sebagai upaya mensosialisasikan peraturan rekam medis kepada petugas dalam rangka meningkatkan pemahaman petugas terhadap peraturan-peraturan tersebut. 2. Pihak dokter atau petugas paramedis lainnya memberikan keterangan dan penjelasan tentang arti penting rekam medis, dan melakukan pendekatan secara pribadi maupun pemeriksaan intensif untuk mencari informasi mengenai kondisi dari pasien itu sendiri. 3. Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Moewardi membuat ketetapanketetapan yang berkaitan dengan penyelenggaraan rekam medis, diantaranya mengenai audit rekam medis, prosedur evaluasi penyelenggaraan rekam medis, evaluasi dokumen rekam medis dan lain sebagainya.

86

Dengan

melihat

hambatan-hambatan

yang

ada

dalam

mengimplementasikan rekam medis dan upaya-upaya yang dilakukan Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Moewardi untuk menanggulangi hambatan yang ada, penulis kira Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Moewardi sudah berusaha dengan baik, meskipun masih terdapat kekurangan. Ini terlihat pada beberapa dokter yang kurang sabar dalam menghadapi pasien untuk mendapatkan informasi mengenai riwayat penyakitnya dikarenakan tingkat pengetahuan pasien mengenai pentingnya rekam medis.

BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada Bab III, maka penulis membuat kesimpulan sebagai berikut : 1. Dalam penyelenggaraan rekam medis, baik rawat jalan maupun rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Moewardi Surakarta secara keseluruhan sudah dilaksanakan sesuai dengan peraturan yang ada, yaitu Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 749a/Men.Kes/Per/XII/1989 tentang Rekam Medis/Medical Records. Namun untuk dokter dan paramedis khususnya perawat belum optimal dalam pelaksanaannya. 2. Dalam mempertanggungjawabkan atas segala tindakan dokter dan perawat, baik tindakan medik maupun tindakan non-medik, Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Moewardi Surakarta tidak turut bertanggungjawab jadi para dokter dan perawat harus mempertanggungjawabkan secara pribadi. Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Moewardi Surakarta hanya bertanggungjawab atas penyelenggaraan rekam medis bukan akibat yang

87

ditimbulkan dari petugas kesehatan. Adapun sanksi administrasi bagi dokter dan perawat yang melanggar peraturan rekam medis, sanksi itu dapat berupa teguran lisan, teguran tertulis, pemindahan tugas, ataupun pemberhentian. 3. hambatan-hambatan yang dihadapi dalam penyelenggaraan rekam medis di Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Moewardi Surakarta, diantaranya : a) b) c) d) Kurangnya sarana dan prasarana dalam penyimpanan rekam medis; Kurang mengertinya beberapa tenaga medis dan pasien mengenai arti penting rekam medis; Kurangnya keterangan kondisi pribadi pasien dalam pengisian rekam medis. Kurangnya dispilin dari petugas dalam melaksanakan rekam medis, terutama dari dokter yang kebanyakan dalam pengisiannya diserahkan pada perawat, dan tidak diteliti kembali. Upaya-upaya yang dilakukan Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Moewardi Surakarta antara lain : a) Pelatihan ketrampilan dalam menyelenggarakan

rekam medis, mengadakan seminar-seminar yang berkaitan dengan rekam medis. b) c) Melengkapi sarana dan prasarana. Mengeluarkan Dr.Moewardi Surakarta. B. Saran ketetapan mengenai prosedur penyelenggaraan rekam medis di Rumah Sakit Umum Daerah

88

Di akhir penulisan skripsi ini, kiranya penulis memberikan saransaran yang ada kaitannya dengan penyelenggaraan rekam medis di Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Moewardi Kotamadya Surakarta, yaitu : 1. Dalam penerapan peraturan yang ada, harus disosialisasikan terlebih dahulu, khususnya mengenai penyelenggaraan rekam medis di Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Moewardi, baik dengan pengumuman pada semua petugas, ataupun dengan simulasi penerapan tersebut, kemudian mempraktekannya, dengan simulasi ini akan meningkatkan kreatifitas dan keaktifan berpikir pihak-pihak yang terkait. 2. baik. 3. Untuk meningkatkan kinerja atau semangat pegawai, sebaiknya diberi suatu rangsangan misalnya penghargaan untuk pegawai teladan ataupun ruangan teladan. 4. Pihak rumah sakit harus memberikan informasi yang jelas, dengan menggunakan kata-kata yang dapat dipahami pasien mengenai penyakit maupun resiko dari pengobatan yang akan dilakukan sehingga dapat tercipta komunikasi yang baik antara dokter dan pasien 5. Adanya transparansi mengenai aspek hukum dan arti penting dari rekam medis kepada masyarakat umum, baik dengan lisan ataupun tulisan di rumah sakit, atau memberikan penyuluhanpenyuluhan tentang rekam medis. Meningkatkan kerja sama diantara petugas pembuat rekam medis, dengan memahami peraturan maupun komunikasi yang

89

DAFTAR PUSTAKA Azwar. 1992. Menjaga Mutu Pelayanan Rawat Jalan. Majalah Kesehatan Masyarakat Indonesia. Th.XX No. 4 : 196. Gunawan. 1992. Memahami Etika Kedokteran. Yogyakarta : Kanisius Husain Kerbala. 1993. Segi-segi Etis danYuridis informed consent. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan H.B. Sutopo. 1999. Pengantar Penelitian Kualitatif. Surakarta : Universitas Sebelas Maret Surakarta Press Leenen H.J.J. dan Lamintang P.A.F. 1991. Pelayanan Kesehatan Dan Hukum. Jakarta : Bina Cipta.

90

M.Yusuf Hanafiah dan Amri Amir. 1999. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan. Jakarta : Buku Kedokteran EGC Satjipto Rahardjo. 2000. Ilmu Hukum. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti Soerjono Soekanto dan Herkutanto. 1987. Pengantar Hukum Kesehatan. Bandung : Remadja Karya Sudibyo Triatmodjo. 1983. Hukum Kepegawaian. Jakarta : Ghalia Indonesia Veronica Komalawati. 1989. Hukum dan Etika dalam Praktek Dokter. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan . 2002. Peranan Informed Consent Dalam Transaksi Terapeutik. Bandung : PT.Citra Aditya Bakti Winarno Surachman. 1995. Pengantar Penelitian Ilmiah. Bandung : Tarsito Perundang-undangan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1966 Tentang Wajib Simpan Rahasia Kedokteran Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1996 Tentang Tenaga Kesehatan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 434/Men.Kes/SK/X/1983 Tentang

Berlakunya Kode Etik Kedokteran Indonesia Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 749a/Men.Kes/Per/XII/1989 Tentang Rekam Medis/ Medical Records

91

Peraturan

Menteri

Kesehatan

Nomor

585/Men.Kes/Per/IX/1989

Tentang

Persetujuan Tindakan Medik Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Medik Nomor 78/Yanmed/RS

Umdik/TMU/91 Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Medik Nomor 11K.00.06.3.5.1866 Tentang Pedoman Persetujuan Tindakan Medik Dep. Kes. RI. Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Rekam Medis/ Medical Records Rumah Sakit, Semarang, 1997 Kode Etik Kedokteran Indonesia. 1983. Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan. Departemen Kesehatan, Jakarta. Sistem Kesehatan Nasional. 1982. Departemen Kesehatan, Jakarta. Standar Pelayanan Medis. 1993. Ikatan Dokter Indonesia. Departemen Kesehatan, Jakarta

92

Anda mungkin juga menyukai