Anda di halaman 1dari 25

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Daerah Pegunungan Selatan Pulau Jawa memiliki berbgai macam singkapan yang sangat baik ini adalah suatu fenomena geologi yang sangat menarik untuk diteliti. Pada daerah perbukitan Jiwo, banyak tersingkap batuan-batuan dari formasi yang terbentuk di masa lampau, daerah karst, singkapan batu marmer hingga batuan metamorf yang merupakan batuan tertua di Pulau Jawa sebagai batuan dasar (basement rock) dari Pulau Jawa. Hal tersebut mendasari penyelengggaraan Fieldtrip Geomorfologi Geologi Foto dan Mineralogi mengambil daerah tersebut, sehingga diharapkan para peserta fieldtrip dapat mendapat ilmu secara langsung di lapangan.

1.2 Maksud dan Tujuan

1.2.1 Maksud Maksud dari disusunnya laporan ini adalah : 1. Mengetahui berbagai bentang alam yang terdapat di lapangan berdasarkan ciri-ciri khususnya. 2. Mengetahui hal-hal yang penting untuk dideskripsikan selama di lapangan. 3. Mengetahui jenis batuan beserta mineral penyusun dari litologi suatu daerah. 1.2.2 Tujuan Tujuan dari disusunnya laporan ini adalah : 1. Mampu mengetahui berbagai bentang alam yang terdapat di lapangan berdasarkan ciri-ciri khususnya.

2. Mampu mendeskripsikan hal-hal penting yang ada di lapangan.

3. Mampu mengetahui jenis batuan beserta mineral penyusun dari litologi suatu daerah.

1.3 Waktu Pelaksanaan Fildtirp Kegiatan Fieldtrip Geomorfologi Geologi Foto dan Mineralogi ini dilaksanakan pada : lokasi : Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah hari : selasa dan rabu tanggal : 21 Juni 2011 dan 22 Juni 2011 1.4 Alat dan Bahan 1.4.1 Peralatan Kelompok a. Peta Topografi b. Palu Geologi c. Kompas Geologi d. Lup / Kaca Pembesar e. Larutan HCl f. Kamera 1.4.2. Peralatan Pribadi a. Pensil b. Ballpoint c. Busur derajat d. Karet penghapus e. Buku catatan lapangan f. Clipboard

BAB II GEOLOGI REGIONAL


2.1 Geologi Regional 2.1.1 Perbukitan Jiwo Perbukitan Jiwo merupakan inlier dari batuan Pre-Tertiary dan Tertiary di sekitar endapan Quartenary, terutama terdiri dari endapan fluvio-volcanic yang berasal dari G. Merapi. Elevasi tertinggi dari puncak-puncak yang ada tidak lebih dari 400 m di atas muka air laut, sehingga perbukitan tersebut merupakan suatu perbukitan rendah. Perbukitan Jiwo dibagi menjadi dua wilayah yaitu Jiwo Barat dan Jiwo Timur yang keduanya dipisahkan oleh Sungai Dengkeng secara antecedent. Sungai Dengkeng sendiri mengalir mengitari komplek Jiwo Barat, semula mengalir ke arah South-Southwest, berbelok ke arah East kemudian ke North memotong perbukitan dan selanjutnya mengalir ke arah Northeast. Sungai Dengkeng ini merupakan pengering utama dari dataran rendah di sekitar Perbukitan Jiwo.Gambar 4.2. Pembagian fisiografi daerah Bayat di mana Perbukitan Jiwo Barat dan Timur dipisahkan oleh Sungai Dengkeng. Dataran rendah ini semula merupakan rawa-rawa yang luas akibat air yang mengalir dari lembah G. Merapi tertahan oleh Pegunungan Selatan. Genangan air ini, di utara Perbukitan Jiwo mengendapkan pasir yang berasal dari lahar. Sedangkan di selatan atau pada bagian lekukan antarbukit di Perbukitan Jiwo merupakan endapan air tenang yang berupa lempung hitam, suatu sedimen Merapi yang subur ini dikeringkan (direklamasi) oleh pemerintah Kolonial Belanda untuk dijadikan daerah perkebunan. Reklamasi ini dilakukan degan cara membuat saluran-saluran yang ditanggul cukup tinggi sehingga air yang datang dari arah G. Merapi akan tertampung di sungai sedangkan

daerah dataran rendahnya yang semula berupa rawa-rawa berubah menjadi tanah kering yang digunakan untuk perkebunan. Sebagian dari rawayang semula luas itu disisakan di daerah yang dikelilingi Puncak Sari, Tugu, dan Kampak di Jiwo Barat, dikenal sebagai Rawa Jombor. Rawa yang disisakan itu berfungsi sebagai tendon untuk keperluan irigasi darah perkebunan di dataran sebelah utara Perbukitan Jiwo Timur. Untuk mengalirakan air dari rawa-rawa tersebut, dibuat saluran buatan dari sudut Southwest rawa-rawa menembus perbukitan batuan metamorfik di G. Pegat mengalir ke timur melewati Desa Sedan dan memotong Sungai Dengkeng lewat aqueduct di sebelah seatan Jotangan menerus ke arah timur. Daerah perbukitan yang tersusun oleh batugamping menunjukkan perbukitan memanjang dengan punggung yang tumpul sehingga kenampakan punca-puncak tidak begitu nyata. Tebing-tebing perbukitannya tidak terlalu terbiku sehingga alur-alurnya tidak banyak dijumpai (Perbukitan Bawak-Temas di Jiwo Timur dan Tugu-Kampak di Jiwo Barat). Untuk daerah yang tersusun oleh batuan metamorfik perbukitannya menunjukkan relief yang lebih nyata dengan tebing-tebing yang terbiku kuat. Kuatnya hasil penorehan tersebut menghasilkan akumulasi endapan hasil erosi di kaki perbukitan ini yang dikenal sebagai colluvial. Puncak-puncak perbukitan yang tersusun dari batuan metamorfik terlihat menonjol dan beberapa diantaranya cenderung berbentuk kerucut seperti puncak Jabalkat dan puncak Semanggu. Daerah degan relief kuat ini dijumpai daerah Jiwo Timur mulai dari Puncak Konang kearah timur hingga puncak Semanggu dan Jokotuo. Daerah di sekitar puncak Pendul merupakan satu-satunya tubuh bukit yang seluruhnya tersusun oleh batuan beku. Kondisi morfologinya cukup kasar mirip perbukitan metamorfik namun relief yang ditunjukkan puncaknya tidak sekuat perbukitan metamorfik. 2.1.2 Daerah Jiwo Barat

Jiwo Barat terdiri dari deretan perbukitan G. Kampak, G. Tugu, G. Sari, G. Kebo, G. Merak, G. Cakaran, dan G. Jabalkat. G. Kampak dan G. Tugu memiliki litologi batugamping berlapis, putih kekuningan, kompak, tebal lapisan 20 40 cm. Di daerah G. Kampak batugamping tersebut sebagian besar merupakan suatu tubuh yang massif, menunjukkan adanya asosiasi dengan kompleks terumbu (reef). Di antara G. Tugu dan G. Sari batugamping tersebut mengalami kontak langsung dengan batuan metamorfik (mica schist). Daerah Jiwo Barat memiliki puncak-puncak bukit berarah utara-selatan yang diwakili oleh puncak Jabalkat, Kebo, Merak, Cakaran, Budo, Sari, dan Tugu dengan di bagian paling utara membelok ke arah barat yaitu G. Kampak. Batuan metamorf di daerah ini mencakup daerah di sekitar G. Sari, G. Kebo, G. Merak, G. Cakaran, dan G. Jabalkat yang secara umum berupa sekis mika, filit, dan banyak mengandung mineral kuarsa. Di sekitar daerah G. Sari, G. Kebo, dan G. Merak pada sekis mika tersebut dijumpai bongkah-bongkah andesit dan mikrodiorit. Zona-zona lapukannya berupa spheroidal weathering yang banyak dijumpai di tepi jalan desa. Batuan beku tersebut merupakan batuan terobosan yang mengenai tubuh sekis mika . singkapan yang baik dijumpai di dasar sungai-sungai kecil yang menunjukkan kekar kolom (columnar joint). Batuan metamorfik yang dijumpai juga berupa filit sekis klorit, sekis talk, terdapat mieral garnet, kuarsit serta marmer di sekitar G. Cakaran, dan G. Jabalkat. Sedangkan pada bagian puncak dari kedua bukit itumasih ditemukan bongkah-bongkah konglomerat kuarsa. Sedangkan di sebelah barat G. Cakaran pada area pedesaan di tepian Rawa Jombor masih dapat ditemukan sisa-sisa konglomerat kuarsa serta batupasir. Sampai saat ini batuan metamorfik tersebut ditafsirkan sebagai batuan berumur Pre-Tertiary, sedagkan batupasir dan konglomerat dimasukkan ke dalam Formasi Wungkal. Di daerah ini dijumpai dua inlier (isolated hill) masing-masing di bukit Wungkal dan bukit Salam. Bukit Wungkal semakin lama semakin

rendah akibat penggalian penduduk untuk mengambil batu asah (batu wungkal) yang terdapat di bukit tersebut.

2.1.3 Daerah Jiwo Timur Daerah ini mencakup sebelah timur Sungai Dengkeng yang merupakan deretan perbukitan yang terdiri dari Gunung Konang, Gunung Pendul, Gunung Semangu, Di lereng selatan Gunung Pendul hingga mencapai bagian puncak, terutama mulai dari sebelah utara Desa Dowo dijumpai batu pasir berlapis, kadang kala terdapat ragmen sekis mika ada di dalamnya. Sedangkan di bagian timur Gunung Pendul tersingkap batu lempung abu-abu berlapis, keras, mengalami deformasi lokal secara kuat hingga terhancurkan. Hubungan antar satuan batuan tersebut masih memberikan berbagai kemungkinan karena kontak antar satuan terkadang tertutup oleh koluvial di daerah dataran. Kepastian stratigrafis antar satuan batuan tersebut barn dapat diyakini jika telah ada pengukuran umur absolut. Walaupun demikian berbagai pendekatan penyelidikan serta rekontruksi stratigrafis telah banyak dilakukan oleh para ahli. Daerah perbukitan Jiwo Timur mempunyai puncak-puncak bukit berarah barat-timur yang diwakili oleh puncak-puncak Konang, Pendul dan Temas, Gunung J okotuo dan Gunung T emas. Gunung Konang dan Gunung Semangu merupakan tubuh batuan sekismika, berfoliasi cukup baik, sedangkan Gunung Pendul merupakan tubuh intrusi mikrodiorit. Gunung Jokotuo merupakan batuan metasedimen (marmer) dimana pada tempat tersebut dijumpai tandatanda struktur pense saran. Sedangkan Gunung Temas merupakan tubuh batu gamping berlapis. Di sebelah utara Gunung Pendul dijumpai singkapan batu gampmg nummulites, berwarna abu-abu dan sangat kompak, disekitar batu gamping nummulites tersebut terdapat batu pasir berlapis. Penyebaran

batugamping nummulites dijumpai secara setempat-setempat terutam di sekitar desa Padasan, dengan percabangan ke arah utara yang diwakili oleh puncak Jopkotuo dan Bawak. Di bagian utara dan tenggara Perbukitan Jiwo timur terdapat bukit terisolir yang menonjol dan dataran aluvial yang ada di sekitamya. Inlier (isolited hill) ini adalah bukit Jeto di utara dan bukit Lanang di tenggara. Bukit Jeto secara umum tersusun oleh batu gamping Neogen yang bertumpu secara tidak selaras di atas batuan metamorf, sedangkan bukit Lanang secara keseluruhan tersusun oleh batu gamping Neogen. 2.1.4 Daerah Pegunungan selatan Di sebelah selatan Kampus Lapangan hingga mencapai puncak Pegunungan Baturagung, secara stratigrafis sudah tennasuk wilayah Pegunungan Selatan. Secara struktural deretan pegunungan tersebut, pada penampang utara-selatan, merupakan suatu pegunungan blok patahan yang membujur barat-timur. Beberapa lokasi singkapan penting penting antara lain sekitar Lanang dan Desa Tegalrejo dijumpai batu pasir tufan dengan sisipan serpih. Di selatan desa Banyuuripan, yaitu desa Kalisogo, ditemukan breksi autoklastik dengan pola retakan radial yang ditafsirkan sebagai produk submarine breccia. Semakin ke selatan, sekitar desa Tanggul, Jarum dan Pendem, terdapat singkapan endapan kip as aluvial. Di bagian barat daya, sekitar desa Tegalrejo, dijumpai batu pasir berlapis dengan pelapukan mengulit bawang. Di bagian timumya terdapat batu lempung abu-abu dengan zona kekar. Naik ke arah puncak Baturagung, perlapisan-perlapisan batuan sedimen akan dijumpai dengan baik, dapat berupa batu pasir, batu lempung, batu pasir krikilan, batu pasir tufa maupun sisipan breksi. Pengamatan sepanjang jalan ini sangat penting untuk melacak keaadaan strtigrafis serta struktur geologi di daerah Pegunungan Selatan.
2.2 Stratigrafi Regional

Batuan tertua yang tersingkap di daerah Bayat terdiri dari batuan metamorf berupa filtit, sekis, batu sabak dan marmer. Penentuan umur yang tepat untuk batuan malihan hingga saat ini masih belum ada. Satu-satunya data tidak langsung untuk perkiraan umurnya adalah didasarkan fosil tunggal Orbitolina yang diketemukan oleh Bothe (1927) di dalam fragmen konglomerat yang menunjukkan umur Kapur. Dikarenakan umur batuan sedimen tertua yang menutup batuan malihan tersebut berumur awal Tersier (batu pasir batu gamping Eosen), maka umur batuan malihan tersebut disebut batuan PreTertiary Rocks. Secara tidak selaras menumpang di atas batuan malihan adalah batu pasir yang tidak garnpingan sarnpai sedikit garnpingan dan batu lempung, kemudian di atasnya tertutup oleh batu gamping yang mengandung fosil nummulites yang melimpah dan bagian atasnya diakhiri oleh batu gamping Discocyc1ina, menunjukkan lingkungan laut dalarn. Keberadaan forminifera besar ini bersarna dengan foraminifera plangtonik yang sangat jarang ditemukan di dalam batu lempung gampingan, menunjukkna umur Eosen Tengah hingga Eisen Atas. Secara resmi, batuan berumur Eosen ini disebut Formasi Wungkal-Garnping. Keduanya, batuan malihan dan Formasi Wungkal-Gamping diterobos oleh batuan beku menengah bertipe dioritik. Diorit di daerah Jiwo merupakan penyusun utam Gunung Pendul, yang terletak di bagiann timur Perbukitan Jiwo. Diorit ini kemungkinan bertipe dike. Singkapan batuan beku di Watuprahu (sisi utara Gunung Pendul) secara stratigrafi di atas batuan Eosen yang miring ke arah selatan. Batuan beku ini secara stratigrafi terletak di bawah batu pasir dan batu garnping yang masih mempunyai kemiringan lapisan ke arah selatan. Penentuan umur pada dike intrusi pendul oleh Soeria Atmadja dan kawan-kawan (1991) menghasilkan sekitar 34 juta tahun, dimana hasil ini kurang lebih sesuai dengan teori Bemmelen (1949), yang menfsirkan bahwa batuan beku tersebut adalah merupakan leher / neck dari gunung api Oligosen. Mengenai genetik dan generasi magmatisme dari diorit di Perbukitan Jiwo masih memerlukan kajian yang lebih hati-hati.

Sebelum kala Eosen tangah, daerah Jiwo mulai tererosi. Erosi tersebut disebabkan oleh pengangkatan atau penurunan muka air laut selama peri ode akhir oligosen. Proses erosi terse but telah menurunkan permukaan daratan yang ada, kemudian disusul oleh periode transgresi dan menghasilkan pengendapan batu garnping dimulai pada kala Miosen Tengah. Di daerah Perbukitan Jiwo tersebut mempunyai ciri litologi yang sarna dengan Formasi Oyo yang tersingkap lenih banyak di Pegunungan Selatan (daerah Sambipitu Nglipar dan sekitarnya).
Tabel 2.1 Tatanan Stratigrafi Menurut Beberapa Peneliti

Di daerah Bayat tidak ada sedimen laut yang tersingkap di antara Formasi Wungkal Gampingan dan Formasi Oyo. Keadaan ini sang at berbeda dengan Pegunungan Baturagung di selatannya. Di sini ketebalan batuan volkaniklastik-marin yang dicirikan turbidit dan sedimen hasil pengendapan aliran gravitasi lainnya tersingkap dengan baik. Perbedaan-perbedaan ini kemungkinan disebabkan oleh kompleks sistem sesar yang memisahkan

daerah Perbukitan Jiwo dengan Pegunungan Baturagung yang telah aktif sejak Tersier Tengah. Selama zaman Kuarter, pengendapan batu gamping telah berakhir. Pengangkatan yang diikuti dengan proses erosi menyebabkan daerah Perbukitan Jiwo berubah menjadi daerah lingkungan darat. Pasir vulkanik yang berasal dari gunung api Merapi yang masih aktif mempengaruhi proses sedimentasi endapan aluvial terutama di sebelah utara dan barat laut dari Perbukitan Jiwo. Keadaan stratigrafi Pegunugan Selatan, dari tua ke muda yaitu : 1. 2. 3. Formasi Kebo, berupa batu pasir vulkanik, tufa, serpih dengan sisipan lava, umur Oligosen (N2-N3), ketebalan formasi sekitar 800 meter. Formasi Butak, dengan ketebalan 750 meter berumur Miosen awal bagian bawah (N4), terdiri dari breksi polomik, batu pasir dan serpih. Formasi Semilir, berupa tufa, lapili, breksi piroklastik, kadang ada sisipan lempung dan batu pasir vulkanik. Umur N5-N9. Bagian tengah meJ1iari dengan Formasi Nglanggran. 4. 5. 6. Formasi Nglanggran, berupa breksi vulkanik, batu pasir vulkanik, lava dan breksi aliran. Dari puncak Baturagung ke arah selatan, yaitu menuju dataran Wonosari akan dijumpai Formasi Sambipitu, Formasi Oyo, Formasi Wonosari dan Formasi Kepek. 2.3 Struktur Regional Struktur regional di daerah Pegunungan Selatan bagian barat berupa perlapisan homoklin, sesar, kekar dan lipatan. Perlapisan homoklin terdapat pada bentang alam Subzona Baturagung mulai dari Formasi Kebo-Butak di sebelah utara hingga Formasi Sambipitu dan Formasi Oyo di sebelah selatan. Perlapisan tersebut mempunyai jurus lebih kurang berarah barat-timur dan miring ke selatan. Kemiringan perlapisan menurun secara berangsur dari sebelah utara (200 350) ke sebelah selatan (50 150). Bahkan pada Subzona Wonosari, perlapisan batuan yang termasuk Formasi Oyo dan

10

Formasi Wonosari mempunyai kemiringan sangat kecil (kurang dari 50) atau bahkan datar sama sekali. Pada Formasi Semilir di sebelah barat, antara Prambanan-Patuk, perlapisan batuan secara umum miring ke arah baratdaya. Sementara itu, di sebelah timur, pada tanjakan Sambeng dan Dusun Jentir, perlapisan batuan miring ke arah timur. Perbedaan jurus dan kemiringan batuan ini mungkin disebabkan oleh sesar blok (anthithetic fault blocks; Bemmelen, 1949) atau sebab lain, misalnya pengkubahan (updoming) yang berpusat di Perbukitan Jiwo atau merupakan kemiringan asli (original dip) dari bentang alam kerucut gunungapi dan lingkungan sedimentasi Zaman Tersier (Bronto dan Hartono, 2001). Struktur sesar pada umumnya berupa sesar turun dengan pola anthithetic fault blocks (van Bemmelen,1949). Sesar utama berarah baratlaut-tenggara dan setempat berarah timurlaut-baratdaya. Di kaki selatan dan kaki timur Pegunungan Baturagung dijumpai sesar geser mengkiri. Sesar ini berarah hampir utara-selatan dan memotong lipatan yang berarah timurlaut-baratdaya. Bronto dkk. (1998, dalam Bronto dan Hartono, 2001) menginterpretasikan tanda-tanda sesar di sebelah selatan (K. Ngalang dan K. Putat) serta di sebelah timur (Dusun Jentir, tanjakan Sambeng) sebagai bagian dari longsoran besar (megaslumping) batuan gunungapi tipe Mt. St. Helens.Di sebelah barat K. Opak diduga dikontrol oleh sesar bawah permukaan yang berarah timurlaut-baratdaya dengan blok barat relatif turun terhadap blok barat. Struktur lipatan banyak terdapat di sebelah utara G. Panggung berupa sinklin dan antiklin. Tinggian batuan gunung berapi ini dengan tinggian G. Gajahmungkur di sebelah timurlautnya diantarai oleh sinklin yang berarah tenggara-baratlaut. Struktur sinklin juga dijumpai di sebelah selatan, yaitu pada Formasi Kepek, dengan arah timurlaut-baratdaya

11

BAB III HASIL PENGAMATAN


3.1 STA 1 Lokasi pengamatan fieldtrip kali ini terletak di daerah Gunung kampak, Dusun Koplak,kecamatan bayat, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa tengah,lokasi ini berada di perbukitan jiwo bagian barat,berada di dekat rawa Jombor,lokasi ini berjarak + 100 km dari kampus Undip tembalang semarang,dengan estimasi waktu perjalanan + 3 jam berkendara. Lokasi stasiun pengamatan ini berada masih bagian dari deretan perbukitan jiwo bagian barat yang dekat dengan kota bayat,gunung kampak merupakan suatu bukit yang terbentuk oleh batugamping atau karst, perbukitan jiwo merupakan daerah perbukitan karst yang terbentuk oleh batugamping yang tersusun atau terbentuk oleh mineral kalsit dan mineral dolomite. Sedangkan untuk litologi stasiun pengamatan pertama ini hampir seluruhnya disusun oleh batugamping, yang dapat di lihat pada kenampakannya batugamping ini merupakan batugamping berlapis,hal ini

12

menunjukkan batugamping tersebut merupakan batugamping yang berasal dari endapan bagian-bagian reef yang terabrasi oleh air laut dan kemudian tersedimentasi pada bagian sayap dari reef. Adapun mineral yang terdapat pada singkapan batugamping ini adalah sebagai berikut.
1. Kalsit (CaCO3)

Kalsit merupakan mineral karbonat berwarna colouress dengan kilap kaca yang mana memiliki kekerasan 2,5-3 Skala Mohs dengan cerat berwarna putih dan dengan belahan tiga arah,mineral ini memiliki sifat tembus cahaya karena bersifat transparan mineral ini juga memiliki sifat kemagnetan diamagnetik,lalu mineral ini merupakan jenis mineral karbonat, sifat pecahan dari mineral kalsit ini ialah konkoidal dengan sistem kristal hexagonal serta memiliki sifat dalam brittle (rapuh).
2. Dolomit (CaMg(CO3))

Dolomit merupakan mineral karbonat berwarna colourless hingga kuning dengan kilap kaca atau mutiara serta memiliki kekerasan mineral berkisar 3,5-4 skala Mohs,memiliki cerat berwarna putih dan memiliki belahan yang tidak jelas dengan mempunyai sifat ketembusan cahaya berupa semi transparan dengan sifat magnet berupa diamagnetic,lalu mineral ini merupakan jenis mineral karbonat dengan pecahan konkoidal dengan sistem kristal hexagonal dan sifat dalam brittle. Pada stasiun pengamatan ini dijumpai struktur geologi berupa keberadaan kekar,kenampakan kekar ini dapat di lihat di lapangan yang berada pada bagian atas singkapan batugamping ini. Sedangkan untuk genesa pembentukan singkapan ini,pada awal nya daerah ini merupakan dasar laut,dapat di katakan demikian karena batugamping terbentuk pada laut dengan kedalaman 200 m di bawah permukaan air laut,dan itupun dipengaruhi oleh organisme laut seperti koral dan organisme lainnya,pada batugamping ini mempunyai komposisi mineral seperti yang telah di sebutkan di atas,yaitu mineral kalsit dan mineral dolomit,mineral-mineral inilah yang menyusun komposisi dari batugamping jenis ini.

13

Dalam pengertian dari karst,karst di bedakan menjadi dua menurut asal atau proses pembentukan nya,yaitu karst klastik dan karst reef,sedangkan pada daerah gunung kampak ini merupakan tipe karst klastik,yang merupakan batugamping yang berasal dari hasil rombakan dari organisme laut yaitu koral,yang mana bagian atas dari koral-koral tersebut tererosi oleh permukaan terkompaksi. Setelah terkompaksi faktor yang berpengaruh terhadap pembentukan singkapan ini adalah berupa faktor endogen,faktor endogen pada daerah ini berasal dari proses pengangkatan (uplift) di sebabkan zona subduksi pada daerah selatan pulau jawa,zona subduksi ini mempertemukan lempeng samudera -Australian Plate (Lempeng Samudera Indo-Australia) dengan lempeng benua Eurasian Plate (lempeng benua Eurasia),di karena akibat dari pertemuan lempeng tersebut,mengakibatkan pengangkatan pada lempeng benua,dan pada konteks ini bagian yang terangkat pada daerah ini termasuk daripada singkapan ini sendiri,dan juga meliputi perbukitan jiwo itu sendiri termasuk juga pegunungan selatan jawa dari barat ke timur khusus nya daerah yogykarta hingga daerah jawa timur,pengangkatan ini akibat desakan lempeng samudera di bawah lempeng benua yang mengakibat kan pengangkatan itu sendiri,akibat tenaga desakan dari bawah,jadi singkapan ini terangkat dan terbentuk dari sejumlah proses di atas tersebut. Daerah ini memiliki tata guna lahan berupa pertambangan batu gamping,dan juga daerah ini memiliki potensi positif sebagai objek studi mahasiswa geologi,pertambangan gamping,dan untuk potensi negatif nya berupa tidak di sarankan sebagai tempat permukiman di karenakan resistensi batuan yang relatif lemah terhadap erosi air.
3.2 STA 2 Lp 1

air

laut,sehingga hasil erosi tersebut terendapkan

atau

tersedimentasi pada bagian sayap reef yang kemudian setelah itu

STA 2 / LP 1 ini terletak pada daerah Watu Perahu, daerah lokasi ini berjarak sekitar 30 menit dari Sta pertama,pada lokasi pengamatan ini

14

dapat dilihat adanya singkapan batuan metamorf berfoliasi dengan dimensi + 9 x 3 m,batuan metamorf ini merupakan batuan metamorf yang memiliki struktur foliasi,dikarenakan dapat di lihat adanya pensejajaran mineral mineral penyusun batuan tersebut, yaitu mineral mika, kuarsa,klori dan mineral karbonatan. Sedangkan untuk litologi stasiun pengamatan kali ini hampir seluruhnya disusun oleh batuan metamorf,yang dapat di lihat pada kenampakannya batuan metamorf ini mepunyai struktur foliasi pada batuan nya,dan juga terdapat kuarsit sebagai urat kuarsa pada batuan ini,sehingga pada singkapan kali ini di temukan beberapa litologi yaitu : Breksi Sedimen Breksi sedimen adalah batuan sedimen yang memiliki fragmenfragmen runcing,atau suatu hasil rombakan yang tersedimentasi dengan ukuran butir 64-256 - >256 mm dengan jenis butiran berangkal hingga bongkah dan berfragmen runcing. Batuan Metamorf Schistose Batuan ini merupakan batuan metamorf yang memiliki struktur foliasi,yang mana struktur foliasi tersebut di pengaruhi oleh proses metamorfosa regional,yaitu faktor tekanan (pressure) dan faktor suhu (temperature),batuan ini memiliki tekstur kristaloblastik,di karenakan batuan asal dari batuan metamorf ini sulit untuk di bedakan atau di ketahui,dan juga di karenakan batuan ini di dominasi oleh mineral pipih maka batuan ini merupakan batuan metamorf (schist). Batuan metamorf dapat terbentuk pada daerah yang merupakan zona subduksi, dan daerah patahan, adanya tekanan dan perubahan suhu akibat adanya subduksi maupun karena terjadinya suatu struktur geologi, akan menyebabkan batuan-batuan yang sudah ada pada daerah tersebut mengalami proses metamorfik. Adapun lokasi pengamatan di STA 2 LP 2 ini termasuk daerah yang dekat dengan zona subduksi akibat pertemuan antara Eurasian Plate
15

(lempeng benua Eurasia) dengan Indo-Australian Plate (Lempeng Samudera Indo-Australia), sehingga terjadi perubahan tekanan dan suhu yang menyebabkan terbentuknya batuan metamorf dan juga di karenakan pertemuan dua lempeng besar di atas,daerah singkapan yang sebelumnya berada pada dasar laut mengalami pengangkatan (uplift) karena ada desakan dari lempeng samudera yang menunjam di bawah lempeng benua,di perkirakan umur dari batuan metamorf ini terbentuk pada zaman pra-tersier,di sekitar zaman cretaceous,batuan ini merupakan batuan tertua di Pulau jawa.

Gambar 3.2. Batuan metamorf foliasi schistosic pada STA 2 LP 1

Daerah ini memiliki tata guna lahan berupa pemukiman penduduk,dan juga daerah ini memiliki potensi positif sebagai objek studi mahasiswa geologi,dan untuk potensi negatif nya berupa tidak di sarankan sebagai tempat permukiman di karenakan resistensi batuan yang relatif lemah karena telah mengalami tingkat pelapukan yang sangat tinggi.
3.3 STA 2 Lp 2

STA ini berada masih berada di daerah Watu Prahu,daerah ini berjarak + 150 meter dari LP 1 sebelumnya. STA 2 / LP 2 terletak di antara G. Pendul dan G. Semangu. Pada daerah Watu Perahu tepatnya pada STA 2 LP 2 ini terdapat singkapan batu meta-sedimen dengan fosil Nemulites di dalam batuan nya, dikatakan batuan meta-sedimen karena batuan ini merupakan batuan sedimen

16

yang

mulai

termetamorfosa,tapi

belum

termetamorfosakan

secara

kompleks,singkapan batu meta-sedimen yang memiliki fosil Nemulites ini berdimensi panjang 4,5 m dan lebar 2 m,di seberang lokasi singkapan batu meta-sedimen ini juga terdapat singkapan batuan yang sama dengan dimensi yang lebih kecil yaitu 3 m x 2 m yaitu intrusi diorit. Litologi pada daerah ini berupa : 1. Breksi Sedimen Breksi sedimen adalah batuan sedimen yang memiliki fragmen-fragmen runcing,atau suatu hasil rombakan yang tersedimentasi dengan ukuran butir 64-256 - >256 mm dengan jenis butiran berangkal hingga bongkah dan berfragmen runcing. 2. Konglomerat Suatu hasil rombakan yang tersedimentasi dengan ukuran butir 2-4 mm 4-64 mm dengan jenis butiran kerakil hingga kerakal dan berfragmen membulat. 3. Diorit Merupakan jenis dari batuan beku yang berasal dari magma intermediete,batuan ini sebagai batuan intrusi pada daerah ini,batuan ini memiliki tekstur fanerik,akan tetapi pada singkapan tersebut,intrusi diorit ini telah mengalami pelapukan yang tinggi,sehingga tidak dapat di kenali mineral-mineral penyusun yang ada di dalam nya. Batuan ini memiliki tekstur klastik, dengan unsurnya berupa fragmen, semen dan matriks. Komposisi penyusun batuan ini adalah fosil Numulites sebagai fragmen dengan material sedimen berukuran pasir halus sebagai matrik dan semen berupa karbonatan. Hal ini dapat diketahui dikarenakan timbulnya gelembung gas setelah ditetesi HCl dan material sedimen pada batuan ini berwarna abu-abu dan penyebarannya merata. Tekstur dari batuan ini adalah klastik yaitu tersusun atas fragmen, matrik dan semen,ukuran butiran nya adalah pasir halus yang berukuran 1/8mm-1/4mm,berdasarkan tingkat sortasinya batuan ini tergolong batuan sedimen dengan sortasi baik atau well sorted, karena besar butirannya merata atau sama besar di segala

17

tempat, kemasnya adalah tertutup dimana antar butiran batuan saling bersentuhan satu sama lain. Batu meta-sedimeng ini dapat terbentuk karena kemungkinan adanya pengangkatan (uplift) dari dasar laut. Uplift ini terjadi akibat pertemuan antara Eurasian Plate (lempeng benua Eurasia) dengan Indo-Australian Plate (Lempeng Samudera Indo-Australia) yang menyebabkan terjadinya subduksi dan mengakibatkan dasar laut dimana kedua lempeng tersebut bertemu mengalami pengangkatan,bukti yang dapat dilihat bahwa daerah ini dulunya merupakan dasar laut adalah dengan ditemukannya fosil foraminifera yaitu numulites,yang mana organisme ini merupakan organisme yang hanya hidup di lautan. Sebelum terjadi pengangkatan,organisme numulites yang telah mati tersebut mengendap di dasar laut yang kemudian terubah menjadi fosil,dan karena pengaruh tekanan dan perubahan suhu yang terjadi akibat proses subduksi tersebut pada daerah tersebut batuan tersebut sempat mengalami metamorfosa sejenak,tetapi tidak secara kompleks dikarenakan akibat pengaruh subduksi, dasar laut tersebut muncul ke permukaan karena proses pengangkatan akibat desakan lempeng samudera yang menunjam lempeng benua,dan di karenakan pengangkatan itu pula,lapisan sedimen yang sebelum nya horizontal tersebut mengalami deformasi,yang menyebabkan lapisan ini menjadi miring.

Gambar 3.3. Batugamping dengan fosil Numulites STA 2 LP 2

pada

18

Daerah ini memiliki tata guna lahan berupa pemukiman penduduk dan juga daerah ini memiliki potensi positif sebagai objek studi mahasiswa geologi,dan untuk potensi negatif nya berupa tidak di sarankan sebagai tempat permukiman di karenakan resistensi batuan yang relatif lemah karena telah mengalami tingkat pelapukan yang sangat tinggi.
3.4 STA 3 Lp 1

Gunung Jokotuo ini terletak di perbukitan Jiwo bagian Timur,sekitar 15 menit perjalanan berkendara dari STA sebelumnya. Pada daerah ini dijumpai singkapan marmer berupa tebing,batuan ini masih merupakan batuan tertua di Pulau jawa,masih sama seperti singkapan batuan metamorf pada daerah watu prahu. Batu marmer yang dijumpai di stasiun pengamatan ini berwarna putih kecoklatan yang menandakan karena diapit batuan oleh marmer ini sudah mulai terlapukkan,dan batuan metamorf phylit,waktu

metamorfosa kedua batuan ini bersamaan,batu marmer ini berasal dari kalsit yang termetamorfosa kan oleh pengaruh suhu. Litologi pada daerah ini berupa : 1. Breksi Sedimen Breksi sedimen adalah batuan sedimen yang memiliki fragmenfragmen runcing,atau suatu hasil rombakan yang tersedimentasi dengan ukuran butir 64-256 - >256 mm dengan jenis butiran berangkal hingga bongkah dan berfragmen runcing. 2. Marmer Batuan hasil metamorfosa kontak,karena dominan pengaruh suhu dari mineral kalsit sebagai batuan asal nya. 3. Batuan Metamorf Phylite Batuan ini merupakan batuan metamorf yang memiliki struktur foliasi,yang mana struktur foliasi tersebut di pengaruhi oleh proses metamorfosa regional,yaitu faktor tekanan (pressure) dan faktor suhu (temperature),batuan ini memiliki tekstur kristaloblastik,di karenakan

19

batuan asal dari batuan metamorf ini sulit untuk di bedakan atau di ketahui,dan juga di karenakan batuan ini di dominasi oleh mineral pipih tetapi tidak sejelas pensejajaran mineral seperti pada batuan schistose maka batuan ini merupakan batuan metamorf (phylite). Sedangkan komposisi mineral pada batuan ini adalah mineral kalsit (CaCO3). Kalsit merupakan mineral karbonat berwarna colouress dengan kilap kaca yang mana memiliki kekerasan 2,5-3 Skala Mohs dengan cerat berwarna putih dan dengan belahan tiga arah,mineral ini memiliki sifat tembus cahaya karena bersifat transparan mineral ini juga memiliki sifat kemagnetan diamagnetik,lalu mineral ini merupakan jenis mineral karbonat, sifat pecahan dari mineral kalsit ini ialah konkoidal dengan sistem kristal hexagonal serta memiliki sifat dalam brittle (rapuh). Pada stasiun pengamatan ini dijumpai struktur geologi berupa keberadaan indikasi sesar pada tebing batua marmer tersebut,karena di dapati kenampakan adanya bekas seretan pada bidang batuan akibat pergesekan massa blok satu dengan cerminan blok satu nya yang meninggalkan bekas yang jelas pada dinding tebing (compression shear fracture),pada pengukuran slope di dapat data slope sebesar . Sedangkan untuk genesa pembentukan singkapan ini,pada awal nya daerah ini merupakan dasar laut,dapat di katakan demikian karena batugamping terbentuk pada laut dengan kedalaman 200 m di bawah permukaan air laut,dan itupun dipengaruhi oleh organisme laut seperti koral dan organisme lainnya,pada batugamping ini mempunyai komposisi mineral seperti yang telah di sebutkan di atas,yaitu mineral kalsit,mineral-mineral inilah yang menyusun komposisi dari batu marmer ini. Sebelum mengalami pengangkatan mineral kalsit ini mengalami metamorfosa akibat pengaruh suhu yang ekstrim di bawah permukaan bumi,dikarenakan juga dekat dengan zona pergerakan lempeng,karena pengaruh suhu itulah mineral kalsit tersebut membentuk batu marmer ini yang kemudian faktor yang berpengaruh terhadap pembentukan singkapan ini adalah berupa faktor endogen,faktor endogen pada daerah ini berasal dari

20

proses pengangkatan (uplift) di sebabkan zona subduksi pada daerah selatan pulau jawa,zona subduksi ini mempertemukan lempeng samudera -Australian Plate (Lempeng Samudera Indo-Australia) dengan lempeng benua Eurasian Plate (lempeng benua Eurasia),di karena akibat dari pertemuan lempeng tersebut,mengakibatkan pengangkatan pada lempeng benua,dan pada konteks ini bagian yang terangkat pada daerah ini termasuk daripada singkapan ini sendiri,dan juga meliputi perbukitan jiwo itu sendiri termasuk juga pegunungan selatan jawa dari barat ke timur khusus nya daerah yogykarta hingga daerah jawa timur,pengangkatan ini akibat desakan lempeng samudera di bawah lempeng benua yang mengakibat kan pengangkatan itu sendiri,akibat tenaga desakan dari bawah,jadi singkapan ini terangkat dan terbentuk dari sejumlah proses di atas tersebut. Daerah ini memiliki tata guna lahan berupa pertambangan batu gamping,dan juga daerah ini memiliki potensi positif sebagai objek studi mahasiswa geologi,pertambangan gamping,dan untuk potensi negatif nya berupa tidak di sarankan sebagai tempat permukiman di karenakan ada indikasi sesar minor,dan pelapukan pada daerah ini yang cukup sedang.
3.5 STA 3 Lp 2

Gunung Joko tuwo ini terletak di perbukitan Jiwo bagian Timur, terletak sekitar 15 menit perjalanan dari watu perau, pada daerah ini dijumpai singkapan marmer berupa tebing,batuan ini masih merupakan batuan tertua di Pulau jawa, masih sama seperti singkapan batuan metamorf pada daerah watu perau dan hanya 20 meter dari Lp sebelumnya. Sedangkan untuk litologi pada singkapan kali ini di temukan beberapa litologi yaitu : 1. Breksi Sedimen Breksi sedimen adalah batuan sedimen yang memiliki fragmenfragmen runcing,atau suatu hasil rombakan yang tersedimentasi dengan ukuran butir 64-256 - >256 mm dengan jenis butiran berangkal hingga bongkah dan berfragmen runcing.

21

2. Marmer Batuan hasil metamorfosa kontak,karena dominan pengaruh suhu dari mineral kalsit sebagai batuan asal nya. 3. Batuan Metamorf Schistose Batuan ini merupakan batuan metamorf yang memiliki struktur foliasi,yang mana struktur foliasi tersebut di pengaruhi oleh proses metamorfosa regional,yaitu faktor tekanan (pressure) dan faktor suhu (temperature),batuan ini memiliki tekstur kristaloblastik, di karenakan batuan asal dari batuan metamorf ini sulit untuk di bedakan atau di ketahui,dan juga di karenakan batuan ini di dominasi oleh mineral pipih maka batuan ini merupakan batuan metamorf (schist). Batuan metamorf dapat terbentuk pada daerah yang merupakan zona subduksi, dan daerah patahan,adanya tekanan dan perubahan suhu akibat adanya subduksi maupun karena terjadinya suatu struktur geologi, akan menyebabkan batuan-batuan yang sudah ada pada daerah tersebut mengalami proses metamorfik,adapun lokasi pengamatan di STA 3 LP 2 ini termasuk zona subduksi akibat pertemuan antara Eurasian Plate (lempeng benua Eurasia) dengan Indo-Australian Plate (Lempeng Samudera IndoAustralia), sehingga terjadi perubahan tekanan dan suhu yang menyebabkan terbentuknya batuan metamorf. Pada singkapan ini tidak di temui adanya struktur geologi sekunder,pada singkapan ini hanya ditemukan adanya struktur primer yaitu struktu perlapisan sedimen pada daerah sekitar nya,sedangkan untuk genesa pembentukan singkapan ini adalah karena batuan metamorf dapat terbentuk pada daerah yang merupakan zona subduksi,dan pada daerah patahan,karena pada daerah tersebut terdapat adanya tekanan dan perubahan suhu akibat adanya subduksi maupun karena terjadinya suatu struktur geologi sekunder,yang akan menyebabkan batuan-batuan yang sudah ada sebelumnya pada daerah tersebut mengalami proses metamorfosa. Adapun lokasi pengamatan di STA 3 LP 2 ini termasuk daerah yang dekat dengan zona subduksi akibat pertemuan antara Eurasian Plate

22

(lempeng benua Eurasia) dengan Indo-Australian Plate (Lempeng Samudera Indo-Australia), sehingga terjadi perubahan tekanan dan suhu yang menyebabkan terbentuknya batuan metamorf dan juga di karenakan pertemuan dua lempeng besar di atas,daerah singkapan yang sebelumnya berada pada dasar laut mengalami pengangkatan (uplift) karena ada desakan dari lempeng samudera yang menunjam di bawah lempeng benua,di perkirakan umur dari batuan metamorf ini terbentuk pada zaman pratersier,di sekitar zaman cretaceous,batuan ini merupakan batuan tertua di Pulau jawa. Daerah ini memiliki tata guna lahan berupa pemukiman penduduk,dan juga daerah ini memiliki potensi positif sebagai objek studi mahasiswa geologi, dan untuk potensi negatif nya berupa tidak di sarankan sebagai tempat permukiman di karenakan resistensi batuan yang relatif lemah karena telah mengalami tingkat pelapukan yang cukup tinggi.

23

BAB IV KESIMPULAN

Kesimpulan dari laporan ini adalah :


1. STA 1 ini terletak didaerah Gunung Kampak dan memiliki litologi batu

gamping, dimana pada batu gamping ini memiliki mineral kalsit (CaCO3) dan dolomite. 2. STA 2 Lp 1 ini terletak didaerah Watu Perahu dan berlitologi batuan breksi Sedimen dan batuan metamorf Schist 3. STA 2 LP 2 ini juga terletak di daerah Watu Perahu dan berlitologi batuan breksi sedimen, konglomerat dan mineral Diorit 4. STA 3 LP 1 ini terletak didaerah G. Joko Tuwo dan berlitologi batuan braksi Sedimen, batu marmer dan batu phylite
5. STA 3 LP 2 ini juga terletak di G. Joko tuwo dan berlitologi batuan breksi

sedimen, batu marmer dan batu schist.

24

DAFTAR PUSTAKA
http://www.scribd.com/doc/58361320/Fieldtip-Bayat-Zeolith-Bukit-TakBernama-Marmer-Sekis-kalsit-dolomit (Kamis, 7 Juli 2011 jam 18.00 WIB) http://ibnudwibandono.wordpress.com/2010/07/12/geologi-regional-bayat-klaten/ (Rabu, 6 Juli 2011 jam 21.00 WIB)

25

Anda mungkin juga menyukai