Anda di halaman 1dari 3

PELUANG BARU DARI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT Penghasil energi listrik dan carbon credit

Potensi dan peluang pemanfaatan limbah cair dan padat Pabrik Kelapa Sawit (PKS) belum optimal digarap. Perkebunan kelapa sawit yang pada tahun 2008 luasnya 7,2 juta hektar, dan lebih 400 PKS dengan kapasitas terpasang 16 ribu ton Tandan Buah Segar (TBS)/jam, selain menghasilkan minyak, berpotensi sebagai penghasil energi listrik dan dapat menghasilkan carbon credit (CER/Certified Emission Reduction). Dengan demikian kampanye negatif terhadap pengembangan perkebunan kelapa sawit dapat ditangkal. Hal dimaksud disampaikan oleh Koperasi Wanabakti Nusantara kerjasama dengan PT. Kreatif Energy Indonesia (KEI) dalam presentasinya pada tanggal 1 Maret 2010 di Direktorat Jenderal Perkebunan, yang dihadiri oleh perusahaan perkebunan kelapa sawit dan instansi terkait.

Penghasil listrik Menurut Direktur Operasional PT. KEI, Eka Bukit, dengan teknologi biodigestor (anaerobic technology), limbah cair PKS bisa menghasilkan biogas, yang kemudian bermanfaat untuk memproduksi listrik. Sedangkan tandan kosong kelapa sawit dapat diolah menjadi listrik dengan sistem boiler/steam turbin. Teknologi ini cocok diaplikasikan di Indonesia yang beriklim tropis.

Sebagai contoh, untuk PKS berkapasitas 30 ton TBS/jam, dengan kapasitas pengolahan 150 ribu ton TBS/tahun, presentasi limbah cair 0,65 m3/ton TBS, maka limbah cair yang dihasilkan sekitar 97.500 m3/tahun. Selanjutnya apabila diolah menjadi listrik akan menghasilkan 1 Mega Watt (MW). Sedangkan tandan kosong kelapa sawit, dengan presentasi 0,22 m3/ton, maka jika diolah dapat menghasilkan listrik sekitar 2,5 MW. Dengan demikian, PKS kapasitas 30 TBS/jam, dapat menghasilkan listrik sebanyak 3,5 MW.

Dari listrik yang dihasilkan tersebut, 1,5 MW dipasok untuk memenuhi kebutuhan operasional pabrik, sisanya dapat dijual ke PLN sesuai skema excess power (kelebihan produksi) jaringan rendah sebesar Rp. 785 ,- per-kilowatt per-jam (kwh). Harga ini sesuai kebijakan pemerintah untuk pasokan listrik sebesar Rp. 600 per-kwh, plus insentif Rp. 185 ,- per-kwh untuk daerah diluar pulau Jawa. Hal ini sejalan dengan kebijakan pemerintah, yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden (Perpres) nomor 4/2010, tentang Penugasan kepada PLN untuk melakukan Percepatan Pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik Menggunakan Energi Terbarukan, Batubara dan Gas. Dalam pasal 1 Perpres dimaksud disebutkan bahwa pelaksanaan pembangunan melalui kerjasama antara PT. PLN dan swasta dengan skema jual beli tenaga listrik. Sedangkan pada pasal 2 disebutkan bahwa Pembangkit listrik wajib menggunakan teknologi ramah lingkungan.

Penghasil Carbon Credit Dengan PKS kapasitas 30 ton TBS/jam, pengolahan limbah cair dapat menghasilkan 17 ribu CER/tahun, sedangkan pengolahan Tandan Kosong Sawit dapat menghasilkan 30 ribu CER/tahun. Dengan harga CER sekitar US $ 10/CER, maka total pendapatan dari carbon credit (CDM/clean development mechanism) dari pengolahan limbah cair sebesar US $ 170 ribu dan dari pengolahan TKS sebesar US $ 300 ribu, sehingga total pendapatan CER mencapai US $ 470 ribu per-tahun. Harga ini dapat berubah tergantung market price CER. Apabila pendapatan pengolahan limbah dikombinasikan dari hasil penjualan listrik dan CDM, maka total pendapatan mencapai US $ 880 ribu. Penggunaan teknologi ini selain dapat mengurangi biaya pemakaian listrik PKS sesuai kapasitas, juga dapat menambah pendapatan bagi perusahaan.

Dalam mengelola limbah cair, PT. KEI dapat bekerjasama dengan PKS, melalui 2 pola, yaitu joint venture dan pengelolaan sepenuhnya diserahkan kepada PT. KEI. Untuk pola kedua, PT. KEI akan membangun fasilitas biogas plant tanpa melibatkan pendanaan dari PKS. PT. KEI sekaligus akan mengkoordinasikan dalam penjualan listrik ke PLN dan pengurusan CDM mulai dari tahap awal sampai verifikasi dan penerbitan CER. Dengan

demikian perkebunan kelapa sawit dan PKS dapat konsentrasi pada bisnis minyak kelapa sawitnya. Sebagai tambahan informasi, CDM adalah satu-satunya mekanisme dibawah Kyoto Protocol yang menawarkan win-win solution antara negara maju dengan negara berkembang untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Negara maju akan menanamkan modalnya di negara berkembang dalam proyek-proyek yang dapat mengurangi emisi gas rumah kaca, dengan imbalan CER Jakarta, 19 Maret 2010

Anda mungkin juga menyukai