Anda di halaman 1dari 243

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Berdasarkan UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Anonim, 2011). Menurut Muhibbin Syah (1995) berpendapat bahwa pendidikan ditinjau dari sudut psikologi (kejiwaan kemasyarakatan) adalah upaya menumbuhkembangkan sumber daya manusia melalui proses hubungan interpersonal (hubungan antar pribadi) yang berlangsung dalam lingkungan masyarakat yang terorganisasi. Eksistensi suatu bangsa akan ditentukan oleh peran sektor pendidikan bangsa tersebut. Namun demikian, pendidikan tetap harus berjalan seirama dan saling menopang dengan sektor-sektor lainnya. Sejalan dengan itu, oleh Tilaar (1992) dikatakan bahwa untuk kelangsungan hidup suatu bangsa yang diwarnai dengan kesinambungan pembangunan, sektor pendidikan senantiasa harus berinteraksi dengan keseluruhan sektor-sektor lainnya. Dengan kata lain, mutu pendidikan akan memberi kontribusi yang sangat besar terhadap kemajuan suatu bangsa. Berbicara tentang pendidikan sudah tentu tidak dapat dipisahkan dengan semua upaya yang harus dilakukan untuk mengembangkan sumber daya manusia

yang berkualitas, sedangkan manusia yang berkualitas dilihat dari segi pendidikan telah terkandung secara jelas dalam tujuan pendidikan nasional. Pendidikan nasional bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif, berdisiplin, beretos kerja, profesional, bertanggung jawab, dan produktif serta sehat jasmani dan rohani (Ket. MPR No. II, 1993). Relevan dengan itu, Hamalik (2003) manyatakan bahwa tujuan pendidikan adalah seperangkat hasil pendidikan yang dicapai oleh peserta didik setelah diselenggarakannya kegiatan pendidikan. Seluruh kegiatan pendidikan, yakni bimbingan pengajaran dan latihan diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan. Dalam konteks ini, tujuan pendidikan merupakan komponen sistem pendidikan yang menempati kedudukan dan fungsi sentral. Manusia dengan kualitas seperti digambarkan di atas, jelas merupakan manusia yang amat diperlukan untuk mendukung tinggal landas pembangunan nasional. Pendidikan sebagai usaha sadar untuk menumbuhkembangkan berbagai kemampuan dan sikap dalam diri peserta didik. Karena itu, proses pendidikan haruslah dikaitkan secara langsung dengan upaya pengembangan kualitas manusia Indonesia. Soedjadi (1999/2000) menegaskan bahwa kehidupan di Abad ke-21 ini diperkirakan akan diwarnai oleh persaingan yang ketat, untuk itu bangsa Indonesia mutlak perlu memiliki warga yang bermutu tinggi. Dalam upaya pengembangan kualitas manusia Indonesia, patokan minimal yang harus dicapai

adalah tumbuhnya kemampuan berpikir logis dan sikap kemandirian, terutama bagi setiap peserta didik sebagai generasi penerus perjuangan bangsa. Oleh karena itulah sehingga bekal pengetahuan kemampuan tersebut menjadi amat perlu dipersiapkan. Atas dasar itu pula sehingga sistem pengajaran yang memerlukan Matematika dan ilmu pengetahuan lainnya menjadi prasyarat bagi proses pendidikan yang membentuk manusia Indonesia yang mampu mengantisipasi tantangan di masa depan. Matematika sebagai salah satu ilmu dasar, memegang peranan penting dalam perkembangan IPTEK dengan baik maka perlu mempersiapkan tenagatenaga (sumber daya manusia) yang memiliki pengetahuan Matematika yang cukup (Soedjadi, 1999). Selain itu, Matematika tidak hanya penting dalam kaitannya dengan IPTEK, tetapi juga dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Upaya mencerdaskan kehidupan bangsa menjadi teramat penting mengingat akan semakin meningkatnya berbagai tantangan pembangunan yang akan dihadapi peserta didik (generasi mendatang) dalam era globalisasi (Soedjadi, 1999). Matematika sebagai salah satu sarana berpikir ilmiah adalah sangat diperlukan untuk menumbuhkembangkan kemampuan berpikir logis, sistematis, dan kritis dalam diri peserta didik. Demikian pula Matematika merupakan pengetahuan dasar yang diperlukan oleh peserta didik untuk menunjang keberhasilan belajarnya dalam menempuh pendidikan yang lebih tinggi. Bahkan Matematika diperlukan oleh semua orang dalam kehidupan sehari-hari. Karena

itulah, peserta didik perlu memiliki pengetahuan yang cukup untuk menghadapi masa depan. Tujuan dari pendidikan Matematika pada jenjang pendidikan dasar dan menengah adalah menekankan pada penataan nalar dan pembentukan kepribadian (sikap) siswa agar dapat menerapkan atau menggunakan Matematika dalam kehidupannya (Soedjadi, 2000). Dengan demikian Matematika menjadi mata pelajaran yang sangat penting dalam pendidikan dan wajib dipelajari pada setiap jenjang pendidikan. Menyadari pentingnya Matematika, menurut Pasal 37 Undang-undang RI No.20 Th.2003 Tentang Sisdiknas (Sistem Pendidikan Nasional) ditegaskan bahwa pelajaran Matematika merupakan salah satu pelajaran wajib bagi siswa pada jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Masalah yang timbul sekarang terkait dengan mata pelajaran Matematika adalah masalah kualitas hasil belajar siswa pada hampir semua sekolah. Tanpa memperhatikan kualitas proses pembelajaran, ternyata hasil belajar Matematika di sekolah menengah sering diisukan masih sangat rendah dan masih jauh dari harapan. Depdiknas (Nur, 2001) menginformasikan bahwa dari suatu survei yang dilakukan oleh International Association for the Evaluation of Educational Achievement (IEA) dipenghujung Abad ke-20 tentang hasil belajar Matematika siswa sekolah menengah pada 38 negara, ternyata posisi Indonesia masih cukup memprihatinkan (Darwis, 2007). Hal ini tampaknya cukup beralasan, mengapa?, sebab hasil survei ini menunjukkan bahwa hasil belajar Matematika siswa Indonesia menempati urutan ke-34 dari 38 negara tersebut yang berarti

masih berada pada posisi kelima dari juru kunci. Kemudian memasuki Abad ke 21 (tahun 2002) siswa-siswa Indonesia mengikuti Olimpiade (IMO) hanya dapat menduduki Peringkat ke-72 dari 79 negara peserta dengan jumlah perolehan skor 16 (Peringkat pertama diraih siswa-siswa RRC dengan jumlah skor 211). Dalam kaitannya dengan upaya peningkatan hasil belajar Matematika, pemerintah sudah melakukan berbagai upaya seperti penyempurnaan kurikulum Matematika, pengadaan buku paket Matematika, peningkatan pengetahuan guruguru Matematika melalui penataran, baik secara regional maupun nasional. Namun perlu disadari bahwa bagaimanapun baiknya kurikulum, lengkapnya sarana, cakapnya guru mengendalikan proses mengajar belajar, tidak ada yang berarti bila peserta didik tidak secara bersungguh-sungguh di dalam kegiatan belajarnya. Ini berarti peserta didik sendiri ikut menentukan rendah tingginya hasil belajar Matematika. Oleh karena itu, dipandang perlu melakukan suatu pengkajian secara sistematis tentang variabel-varibel yang bersumber dari dalam diri peserta didik, yang secara teoretis mempengaruhi hasil belajar Matematika. Pengkajian ini dimaksudkan sebagai langkah awal untuk memperoleh informasi yang akurat, agar selanjutnya dapat ditentukan langkah-langkah yang lebih tepat dalam usaha peningkatan hasil belajar Matematika dengan membenahi variabel-variabel yang berpengaruh itu. Sehubungan dengan variabel-variabel yang bersumber dari dalam diri peserta didik yang berpengaruh terhadap hasil belajar Matematika, khususnya variabel-variabel yang berbentuk psikis, Bagle (1979) menyebutkan antara lain

kecemasan, sikap terhadap Matematika, motivasi, minat, kepribadian, konsep diri, kecerdasan emosi, berpikir logis, dan sebagainya. Variabel-variabel tersebut ada yang saling berinteraksi yang satu dengan lainnya dan mungkin ada yang tidak saling berinteraksi, sehingga diperlukan pengetahuan yang memadai untuk mengetahui variabel yang mana dominan pengaruhnya terhadap hasil belajar Matematika. Mengingat cukup banyak variabel yang bersumber dari dalam diri peserta didik yang berpengaruh terhadap hasil belajar Matematika, dan juga keterbatasan peneliti dalam berbagai hal seperti biaya, waktu, dan kemampuan, maka peneliti ini membatasi diri dalam kajiannya, yaitu hanyalah memperhatikan minat, motivasi berprestasi dan kecerdasan emosi peserta didik dalam kaitanny dengan a Matematika. Dalam kaitanya dengan pemilihan ketiga variabel tersebut, berikut ini dikemukakan beberapa pendapat atau pandangan yang mendasarinya. Dalam kegiatan belajar, minat mempunyai peranan yang sangat penting. Bila seorang siswa tidak memiliki minat dan perhatian yang besar terhadap objek yang dipelajari maka sulit diharapkan siswa tersebut akan tekun dan memperoleh hasil yang baik dari belajarnya. Sebaliknya, apabila belajar dengan minat dan perhatian besar terhadap objek yang dipelajari, maka hasil yang diperoleh lebih baik. Seperti yang diungkapkan oleh Usman Efendi dan Juhaya S Praja (Anonim, 2011) bahwa belajar dengan minat akan lebih baik daripada belajar tanpa minat. Senada dengan itu Nasution (2004), yang menyatakan pelajaran berjalan lancar bila ada minat dan apabila anak-anak malas belajar, mereka akan gagal karena tidak adanya minat. Menurut Rusyan (Anonim, 2011) hal ini dikarenakan (a)

minat memberi semangat terhadap seorang peserta didik dalam kegiatan -kegiatan belajarnya, (b) minat perbuatan merupakan pemilih dari tipe kegiatan-kegiatan dimana seseorang berkeinginan untuk melakukannya, dan (c) minat juga memberi petunjuk pada tingkah laku. Hurlock (Anonim, 2011) juga menjelaskan bahwa secara keseluruhan, pada masa anak-anak, minat memberikan sebuah kekuatan untuk belajar. Anakanak yang berminat dalam sebuah aktivitas, berada dimanapun, akan memberikan usaha empat kali lipat untuk belajar dibandingkan anak-anak yang minatnya sedikit atau mudah merasa bosan. Jika pengalaman belajar menimbulkan kesan pada anak-anak, maka akan menjadi minat. Hal tersebut adalah sesuatu yang dapat diasah dengan proses pembelajaran. Di masa yang akan datang, minat sangat berpengaruh pada bentuk dan intensitas dari cita-cita pada anak. Begitu pula Pintrich dan Schunk (Anonim, 2011) juga menyebutkan bahwa minat merupakan sebuah aspek penting dari motivasi yang mempengaruhi perhatian, belajar, berpikir dan prestasi. Hamalik (2003) yang menyatakan bahwa belajar tanpa adanya minat kiranya sulit untuk mencapai keberhasilan secara optimal. Hal inididukung oleh pendapat Dalyono (Anonim, 2011) yang menyatakan bahwa kuat lemahnya minat seseorang turut mempengaruhi keberhasilan. Oleh karena itu dalam kegiatan belajar, minat dalam belajar perlu diusahakan terutama yang berasal dari dalam diri dengan cara senantiasa memikirkan masa depan yang penuh tantangan dan harus dihadapi untuk mencapai cita-cita senantiasa memasang tekad bulat dan selalu optimis bahwa cita-cita dapat dicapai dengan belajar.

Hurlock (Anonim, 2011) mengemukakan bahwa minat merupakan hasil dari pengalaman belajar, bukan hasil bawaan sejak lahir. Dia juga menekankan pentingnya minat, bahwa minat menjadi sumber motivasi kuat bagi seseorang untuk belajar, minat juga mempengaruhi bentuk dan intensitas aspirasi seseorang dan minat juga menambah kegembiraan pada setiap kegiatan yang ditekuni seseorang. Goodenought (1945) mengatakan motivasi merupakan variabel yang sangat penting untuk menentukan keberhasilan dalam belajar. Seorang peserta didik atau siswa yang gagal dalam tugas akademiknya disebabkan tidak termotivasi dengan memadai. Begitu pula Nasution (1982) mengatakan bahwa untuk belajar diperlukan motivasi. Semakin tepat motivasi yang diberikan kepada siswa, akan dapat semakin berhasil dalam pelajaran itu. Demikian juga Sardiman (1987) mengatakan bahwa seorang siswa yang memiliki inteligensi cukup tinggi, namun mentak (boleh jadi) gagal karena kekurangan motivasi. Hasil belajar akan optimal bila ada motivasi yang tepat. Selanjutnya Wayan Ardhana (1990) mengatakan bahwa dalam dunia pendidikan motivasi dapat dipandang baik sebagai variabel bebas maupun varioabel tak bebas. Sebagai variabel bebas, motivasi seringkali dianggap mempengaruhi prestasi belajar. Rendahnya prestasi belajar peserta didik seperti banyak diungkapkan oleh media massa akhir-akhir ini sebagian besar terjadi akibat motivasi belajarnya yang rendah. Faktor lain yang turut berperan dalam menunjang hasil belajar peserta didik adalah kecerdasan emosional. Para ahli sudah banyak yang meyakini bahwa untuk

meraih prestasi yang tinggi dalam bekerja (termasuk dalam hal belajar), di samping kecerdasan kognitif, kecerdasan emosional memegang peranan yang penting. Bahkan banyak fakta dalam kehidupan sehari-hari bahwa orang yang mempunyai kecerdasn kognitif yang tinggi (ber-IQ tinggi) dipimpin oleh orang yang ber-IQ lebih rendah tetapi ia mempunyai kecerdasan emosional (EI) yang lebih tinggi. Sebagaimana Golemen (1999) mengemukakan bahwa banyak orang yang cerdas (ber-IQ tinggi), tetapi tidak mempunyai kecerdasan emosi, ternyata bekerja menjadi bawahan orang ber-IQ lebih rendah yang mempunyai keunggulan dalam hal kecerdasan emosi. Hal ini didukung pula oleh pernyataan Shapiro (1998) bahwa kecerdasan emosi yang berbentuk karakter anak lebih penting bagi keberhasilannya dibandingkan dengan kecerdasan kognitif yang diukur melalui tes IQ. Pernyataan ini didasarkan pada beberapa hasil penelitian. Misalnya hasil penelitian Gottman (1999) selama sepuluh tahun pada lebih dari 120 keluarga yang menemukan bahwa anak-anak yang belajar mengenali dan menguasai emosinya menjadi lebih percaya diri, sekaligus lebih sehat secara fisik, dan mereka juga lebih baik prestasinya di sekolah dan cenderung akan menjadi orang dewasa yang sehat secara emosional. Robert C. Soloman (Cooper dan Sawaf, 2001) mengatakan bahwa tanpa bimbingan emosi, penalaran menjadi tak memiliki prinsip dan kekuatan. Para peneliti, pendidik, dan psikologi menyatakan bahwa kecerdasan emosi adalah daya pertahanan hidup, bukan sesuatu yang bisa disepelekan. Mereka mengatakan bahwa Kecerdasan Emosional (EI) berperan membantu Kecerdasan Intelektual

(IQ) dalam memecahkan masalah-masalah penting atau membantu keputusan penting. Ada asumsi yang menyatakan bahwa untuk mencapai keberhasilan di dalam studi diperlukan taraf intelegensi (IQ) yang tinggi karena Kecerdasan Intelektual (IQ) yang tinggi sama dengan pandai dan pandai dianalogikan dengan berhasil disekolah. Daniel Golemen dalam bukunya Emotional Intelligence

mengemukakan bahwa keberhasilan seseorang dalam hidupnya 20 % ditentukan oleh Kecerdasan Intelektual (IQ) dan 80 % diisi oleh faktor-faktor lain salah satunya adalah Kecerdasan Emosional (EI). Demikian pentingnya EI ini sehingga di Amerika Serikat telah didirikan Sekolah Perasaan. Sekolah ini sangat diminati oleh sebagian besar masyarakat yang putera-puterinya memiliki ketidakberesan pribadi. Perlu diketahui bahwa kecerdasan emosi juga mempengaruhi motivasi. Hal ini sejalan dengan pendapat Leeper (1970) mengemukakan teori tentang hubungan motivasi dan emosi, yaitu bahwa hampir seluruh tingkah laku kita yang berkesinambungan dan diarahkan pada tujuan diwarnai (tone) oleh emosional, dan bahwa tone emosional-lah yang memberikan arah bagi sekuen tingkah laku (Herlina, 2002). Kemudian minat juga dipengaruhi oleh kecerdasan emosi, hal ini berdasarkan salah satu penelitian terbaru oleh Zampetakis (2009) yang mencoba membuktikan kecerdasan emosi berpengaruh terhadap minat, dan diperoleh informasi bahwa kecerdasan emosi berpengaruh positif terhadap minat. Selain itu, motivasi ternyata dipengaruhi juga oleh minat. Minat merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi motivasi dari seseorang, sebagaimana pendapat yang

10

dikemukakan oleh Asad (1999) yang mengemukakan bahwa motivasi ialah segala sesuatu yang menggerakkan organisme baik itu sumbernya dari faktor internal ataupun eksternal, dan salah satu faktor internal tersebut adalah minat, kemauan, keinginan dan potensi. Ketiga variabel yang dipilih, yaitu minat belajar, motivasi berprestasi dan kecerdasan emosi sebagai variabel bebas yang akan diselidiki bagaimana hubungannya dengan hasil belajar Matematika sebagai variabel tak bebas dan bagaimana hubungan antara variabel-variabel tersebut dalam penelitian ini. Hasil yang diperoleh diharapkan dapat menjadi informasi yang berguna dalam upaya meningkatkan hasil belajar Matematika pada setiap jenjang pendidikan, khususnya di sekolah menengah atas. B. Rumusan Masalah Berdasarkan dengan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, maka masalah yang menjadi pusat perhatian dalam penelitian ini, yaitu apakah minat belajar Matematika, motivasi berprestasi dan kecerdasan emosional mempunyai pengaruh terhadap hasil belajar Matematika? Untuk lebih jelasnya, masalah dalam penelitian ini dirumuskan secara rinci sebagai berikut. 1. Bagaimana gambaran deskriptif hasil belajar siswa kelas 1 SMA Negeri di Kecamatan Sinjai Selatan Tahun Pelajaran 2010/2011? 2. Bagaimana gambaran deskriptif minat belajar Matematika siswa kelas 1 SMA Negeri di Kecamatan Sinjai Selatan Tahun Pelajaran 2010/2011?

11

3.

Bagaimana gambaran deskriptif motivasi berprestasi siswa kelas 1 SMA Negeri di Kecamatan Sinjai Selatan Tahun Pelajaran 2010/2011?

4.

Bagaimana gambaran deskriptif empati siswa kelas 1 SMA Negeri di Kecamatan Sinjai Selatan Tahun Pelajaran 2010/2011?

5.

Bagaimana gambaran deskriptif kesadaran diri siswa kelas 1 SMA Negeri di Kecamatan Sinjai Selatan Tahun Pelajaran 2010/2011?

6.

Bagaimana gambaran deskriptif keterampilan sosial siswa kelas 1 SMA Negeri di Kecamatan Sinjai Selatan Tahun Pelajaran 2010/2011?

7.

Bagaimana gambaran deskriptif motivasi diri siswa kelas 1 SMA Negeri di Kecamatan Sinjai Selatan Tahun Pelajaran 2010/2011?

8.

Bagaimana gambaran deskriptif pengaturan diri siswa kelas 1 SMA Negeri di Kecamatan Sinjai Selatan Tahun Pelajaran 2010/2011?

9.

Apakah ada pengaruh positif empati terhadap minat belajar Matematika siswa?

10.

Apakah ada pengaruh positif kesadaran diri terhadap minat belajar Matematika siswa?

11.

Apakah ada pengaruh positif keterampilan sosial terhadap minat belajar Matematika siswa?

12.

Apakah ada pengaruh positif motivasi diri terhadap minat belajar Matematika siswa?

13.

Apakah ada pengaruh positif pengaturan diri terhadap minat belajar Matematika siswa?

14.

Apakah ada pengaruh positif empati terhadap motivasi berprestasi siswa?

12

15.

Apakah ada pengaruh positif kesadaran diri terhadap motivasi berprestasi siswa?

16.

Apakah ada pengaruh positif keterampilan sosial terhadap motivasi berprestasi siswa?

17.

Apakah ada pengaruh positif motivasi diri terhadap motivasi berprestasi siswa?

18.

Apakah ada pengaruh positif pengaturan diri terhadap motivasi berprestasi siswa?

19.

Apakah ada pengaruh positif empati terhadap hasil belajar Matematika siswa?

20.

Apakah ada pengaruh positif kesadaran diri terhadap hasil belajar Matematika siswa?

21.

Apakah ada pengaruh positif keterampilan sosial terhadap hasil belajar Matematika siswa?

22.

Apakah ada pengaruh positif motivasi diri terhadap hasil belajar Matematika siswa?

23.

Apakah ada pengaruh positif pengaturan diri terhadap hasil belajar Matematika siswa?

24.

Apakah ada pengaruh positif minat belajar Matematika terhadap motivasi berprestasi siswa?

25.

Apakah ada pengaruh positif minat belajar Matematika terhadap hasil belajar Matematika siswa?

13

26.

Apakah ada pengaruh positif motivasi berprestasi terhadap hasil belajar Matematika siswa?

27.

Apakah variabel intervening minat belajar Matematika dapat memperkuat hubungan antara empati, kesadaran diri, keterampilan sosial, motivasi diri, dan pengaturan diri dengan motivasi berprestasi?

28.

Apakah variabel intervening minat belajar Matematika dapat memperkuat hubungan antara empati, kesadaran diri, keterampilan sosial, motivasi diri, dan pengaturan diri dengan hasil belajar Matematika?

29.

Apakah variabel intervening motivasi berprestasi dapat memperkuat hubungan antara empati, kesadaran diri, keterampilan sosial, motivasi diri, dan pengaturan diri dengan hasil belajar Matematika?

30.

Apakah variabel intervening motivasi berprestasi dapat memperkuat hubungan antara minat belajar Matematika dengan hasil belajar

Matematika? 31. Apakah variabel intervening minat belajar Matematika dan motivasi berprestasi secara simultan dapat memperkuat hubungan antara empati, kesadaran diri, keterampilan sosial, motivasi diri, dan pengaturan diri dengan hasil belajar Matematika? C. Tujuan Penelitan Sehubungan dengan judul penelitian serta bertolak dari masalah penelitian yang telah dikemukakan, maka tujuan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut.

14

1.

Untuk mendapatkan informasi tentang tingkat hasil belajar Matematika siswa kelas 1 SMA Negeri di Kecamatan Sinjai Selatan Tahun Pelajaran 2010/2011.

2.

Untuk mendapatkan informasi tentang tingkat minat belajar Matematika siswa kelas 1 SMA Negeri di Kecamatan Sinjai Selatan Tahun Pelajaran 2010/2011.

3.

Untuk mendapatkan informasi tentang tingkat motivasi berprestasi siswa kelas 1 SMA Negeri di Kecamatan Sinjai Selatan Tahun Pelajaran 2010/2011.

4.

Untuk mendapatkan informasi tentang tingkat empati, kesadaran diri, keterampilan sosial, motivasi diri, dan pengaturan diri siswa kelas 1 SMA Negeri di Kecamatan Sinjai Selatan Tahun Pelajaran 2010/2011.

5.

Untuk mendapatkan informasi tentang tingkat empati siswa kelas 1 SMA Negeri di Kecamatan Sinjai Selatan Tahun Pelajaran 2010/2011.

6.

Untuk mendapatkan informasi tentang tingkat kesadaran diri siswa kelas 1 SMA Negeri di Kecamatan Sinjai Selatan Tahun Pelajaran 2010/2011.

7.

Untuk mendapatkan informasi tentang tingkat keterampilan sosial siswa kelas 1 SMA Negeri di Kecamatan Sinjai Selatan Tahun Pelajaran 2010/2011.

8.

Untuk mendapatkan informasi tentang tingkat motivasi diri siswa kelas 1 SMA Negeri di Kecamatan Sinjai Selatan Tahun Pelajaran 2010/2011.

9.

Untuk mendapatkan informasi tentang tingkat pengaturan diri siswa kelas 1 SMA Negeri di Kecamatan Sinjai Selatan Tahun Pelajaran 2010/2011.

15

10. Untuk mendapatkan informasi tentang hubungan antara empati dengan minat belajar Matematika. 11. Untuk mendapatkan informasi tentang hubungan antara kesadaran diri dengan minat belajar Matematika. 12. Untuk mendapatkan informasi tentang hubungan antara keterampilan sosial dengan minat belajar Matematika. 13. Untuk mendapatkan informasi tentang hubungan antara motivasi diri dengan minat belajar Matematika. 14. Untuk mendapatkan informasi tentang hubungan antara pengaturan diri dengan minat belajar Matematika. 15. Untuk mendapatkan informasi tentang hubungan antara empati dengan motivasi berpretasi. 16. Untuk mendapatkan informasi tentang hubungan antara kesadaran diri dengan motivasi berpretasi. 17. Untuk mendapatkan informasi tentang hubungan antara keterampilan sosial dengan motivasi berpretasi. 18. Untuk mendapatkan informasi tentang hubungan antara motivasi diri dengan motivasi berpretasi. 19. Untuk mendapatkan informasi tentang hubungan antara pengaturan diri dengan motivasi berpretasi. 20. Untuk mendapatkan informasi tentang hubungan antara empati dengan hasil belajar Matematika.

16

21. Untuk mendapatkan informasi tentang hubungan antara kesadaran diri dengan hasil belajar Matematika. 22. Untuk mendapatkan informasi tentang hubungan antara keterampilan sosial dengan hasil belajar Matematika. 23. Untuk mendapatkan informasi tentang hubungan antara motivasi diri dengan hasil belajar Matematika. 24. Untuk mendapatkan informasi tentang hubungan antara pengaturan diri dengan hasil belajar Matematika. 25. Untuk mendapatkan informasi tentang hubungan antara minat belajar Matematika dengan motivasi berprestasi. 26. Untuk mendapatkan informasi tentang hubungan antara minat belajar Matematika dengan hasil belajar Matematika. 27. Untuk mendapatkan informasi tentang hubungan antara motivasi berprestasi dengan hasil belajar Matematika. 28. Untuk mendapatkan informasi apakah variabel intervening minat belajar Matematika dapat memperkuat hubungan antara empati, kesadaran diri, keterampilan sosial, motivasi diri, dan pengaturan diri dengan motivasi berprestasi. 29. Untuk mendapatkan informasi apakah variabel intervening minat belajar Matematika dapat memperkuat hubungan antara empati, kesadaran diri, keterampilan sosial, motivasi diri, dan pengaturan diri terhadap hasil belajar Matematika.

17

30. Untuk mendapatkan informasi apakah variabel intervening motivasi berprestasi dapat memperkuat hubungan antara empati, kesadaran diri, keterampilan sosial, motivasi diri, dan pengaturan diri terhadap hasil belajar Matematika. 31. Untuk mendapatkan informasi variabel intervening motivasi berprestasi dapat memperkuat hubungan antara minat belajar Matematika dengan hasil belajar Matematika. 32. Untuk mendapatkan informasi apakah variabel intervening minat dan motivasi berprestasi secara simultan dapat memperkuat hubungan antara empati, kesadaran diri, keterampilan sosial, motivasi diri, dan pengaturan diri terhadap hasil belajar Matematika. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini memberikan informasi tentang hubungan (pengaruh) positif yang berarti antara minat belajar Matematika, motivasi berprestasi dan kecerdasan emosional terhadap hasil belajar Matematika siswa, baik secara bersama-sama maupun secara sendiri-sendiri. Informasi ini dapat dijadikan dasar dalam upaya meningkatkan hsil belajar Matematika siswa. Hal ini dapat dilakukan dengan mengupayakan tumbuhnya minat belajar Matematika yang positif, timbulnya motivasi berprestasi yang tinggi, dan tumbuhnya kecerdasan emosional yang positif dalam diri siswa. Dengan demikian informasi yang diperoleh dari hasil penelitian ini akan menjadi bahan yang berharga dalam upaya meningkatkan hasil belajar Matematika, baik untuk para pendidik atau pengajar Matematika, para orang tua

18

peserta didik (siswa), maupun par pemerhati pendidikan Matematika. Mengingat samapai saat ini, hasil belajar Matematika yang dapat dicapai peserta didik di setiap jenjang pendidikan belum sesuai dengan apa yag diharapkan. E. Asumsi dan Keterbatasan Untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini digunakan tiga macam perangkat instrumen atau alat ukur, yaitu skala penilaian, angket dan tes. Oleh karena informasi yang diberikan oleh para responden melalui ketiga instrumen itu tidak dapat dibutikan kebenarannya, sedang hal ini diperlukan sebagai syarat dalam penelitian ini, maka diasumsikan bahwa: 1. Para responden mengisi skala penilaian angket sesuai dengan fakta yang sebenarnya. 2. Para responden mengerjakan tes dengan sungguh-sungguh tanpa bekerja sama dengan orang lain. Dengan demikian penelitian ini mempunyai kerterbatasan, yaitu

kesimpulan yang diambil berlaku apabila asumsi tersebut benar.

19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Pustaka 1. a. Hasil Belajar Matematika Pengertian Belajar Dari keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan kegiatan paling pokok. Belajar didefenisikan oleh para ahli dengan sudut pandang yang berbeda-beda, walaupun pada dasarnya perbedaan itu tidak terlalu jauh. Untuk jelasnya akan dikemukakan beberapa pengertian dari para ahli tersebut. Belajar dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah proses perubahan tingkah laku (Depdikud, 1998). Wojowasito (Tim Redaksi, 1995), dalam kamus bahasa Indonesia bahwa belajar adalah menuntut ilmu (kepandaian) dan belajar merupakan kegiatan untuk mendapatkan pengetahuan, pemahaman tentang suatu hal, penguasaan kecakapan dalam suatu bidang Menurut Slameto (Djamarah, 1994) belajar adalah proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Hilgard dan Brower (Hamalik, 2003) mengemukakan bahwa belajar merupakan dalam perbuatan melalui aktifitas, praktek dan pengalaman. Pengalaman itu sendiri pada dasarnya adalah interaksi antar individu dengan lingkungan. Dengan adanya proses interaksi antara guru dan siswa, maka akan terjadi perubahan tingkah laku sebagaimana yang diharapkan.

20

Pengertian tentang belajar banyak dikemukakan oleh ahli psikologi seperti Leflon, Gagne dan Berliner, Morgan, Slavin dan Gagne. Leflon (Anonim, 2011) menyatakan bahwa learning as a relatively permanent change in the organism that occurs as a result of experience, this change is often seen in overt or observed behavior, but not always. Dari pengertian tersebut dapat dijelaskan bahwa belajar adalah terjadinya perubahan perilaku dalam diri organisme yang bersifat relatif permanen sebagai hasil dari pengalaman. Gagne and Berliner (1983) dalam Anni, Tri Catharina (2004) belajar merupakan proses dimana suatu organisme mengubah perilakunya karena hasil dari pengalaman. Morgan et.al. (1986) dalam Anni, Tri Catharina (2004) belajar merupakan perubahan relatif permanen yang terjadi karena hasil dari praktik atau pengalaman. Menurut Slavin (1994) dalam Anni, Tri Catharina (2004) belajar merupakan perubahan individu yang disebabkan oleh pengalaman. Sedangkan menurut Gagne (1977) dalam Anni, Tri Catharina (2004) belajar merupakan perubahan disposisi atau kecakapan manusia, yang berlangsung selama periode waktu tertentu, dan perubahan perilaku itu tidak berasal dari proses pertumbuhan. Dari kelima konsep di atas tampak bahwa konsep tentang belajar mengandung tiga unsur utama, yaitu: a. Belajar berkaitan dengan perubahan perilaku. b. Perubahan perilaku itu terjadi karena didahului oleh proses pengalaman. c. Perubahan perilaku terjadi karena belajar bersifat relatif permanen. Pendapat lain yang dikemukakan oleh Hudoyo (1990), belajar merupakan suatu proses aktif dalam memperoleh pengalaman atau pengetahuan baru

21

sehingga menyebabkan perubahan tingkah laku. Misalnya, setelah belajar Matematika siswa itu mampu mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan Matematikanya dimana sebelumnya ia tidak dapat melakukannya. Pendapat tersebut didukung oleh Gage (Sri Rukmini, 1998), yang menyatakan bahwa belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses dimana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman (Anonim, 2011). Slameto (2003) mengemukakan bahwa belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas daripada itu, yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan, melainkan perubahan kelakuan. Djumhur dengan Moh. Surya (1975) mengemukakan bahwa belajar dapat diartikan sebagai suatu proses perubahan tingkah laku untuk mendapatkan pola-pola respon yang diperlukan dalam interaksi dengan lingkungannya (Anonim, 2011). Selanjutnya Abdullah (1985) berpendapat bahwa belajar adalah suatu proses untuk mencapai perubahan tingkah laku dalam bentuk sikap, pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya (Anonim, 2011). Menurut Sardiman (Darmin, 2003) belajar adalah rangkaian kegiatan jiwa dan raga atau psikofisik menuju perkembangan pribadi manusia seutuhnya yang menyangkut unsur cipta, rasa, ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotorik. Sebagai hasil aktifitas, belajar dapat dilihat sebagai perubahan

22

tingkah laku dari hasil pengalaman. Pengalaman inilah nantinya yang akan membentuk pribadi individu ke arah kedewasaan. Gagne (Slameto, 2003) memberikan dua defenisi tentang belajar yaitu: (1) belajar adalah suatu proses untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan, kebiasaan dan tingkah laku, dan (2) belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang diperoleh dari instruksi. Selanjutnya Mouly (Agung, 1984) mengemukakan bahwa: 1) Pengetahuan diperoleh melalui pengalaman, 2) Apa yang dibawa sejak lahir merupakan kemampuan untuk berkembang, 3) Seseorang akan bertingkah laku sebagaimana ia menerima situasi sekitarnya. Menurut Slameto (Haling, dkk , 2006), belajar adalah suatu proses yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Anonim, 2011). Hal senada juga dikemukakan oleh Chaplin (Syah, 1995) bahwa belajar adalah perolehan perubahan tingkah laku yang relatif menetap sebagai akibat latihan dan pengalaman. Belajar merupakan proses memperoleh respons-respons sebagai akibat adanya latihan khusus. Selanjutnya Mohammad Ali (1987) mengemukakan bahwa belajar adalah proses perubahan perilaku (dalam hal ini mencakup pengetahuan, pemahaman, keterampilan, sikap, dan sebagainya), akibat interaksi individu dengan lingkungan. Gagne (Sahabuddin, 2007) mendefinisikan belajar sebagai perubahan dalam sifat/ kecenderungan atau kemampuan manusia, yang bukan hanya semata berasal dari proses pertumbuhan. Gagne berkeyakinan, bahwa belajar dipengaruhi

23

oleh faktor dari luar diri dan faktor dalam diri dan keduan saling berinteraksi. ya Selanjutnya pengertian belajar dikemukakan oleh Fontana (Suherman, dkk, 2003) adalah proses perubahan tingkah laku individu yang relatif tetap sebagai hasil dari pengalaman (Anonim, 2011). Pengetahuan keterampilan, kebiasaan, kegemaran, dan sikap seseorang terbentuk, dimodifikasi dan berkembang disebabkan belajar. Seseorang yang dikatakan belajar apabila diasumsikan pada diri orang itu terjadi suatu proses kegiatan yang mengakibatkan perubahan tingkah laku.Berdasarkan beberapa pengertian di atas, berarti belajar merupakan proses yang dilakukan oleh siswa itu sendiri. Pada kegiatan belajar, siswa menggunakan seluruh unsur yang ada pada dirinya, baik itu unsur kognitif, afektif maupun psikomotorik untuk melakukan pengalaman dengan cara berinteraksi dengan lingkungannya sehingga membentuk suatu perubahan dalam dirinya sebagai hasil belajar. Belajar tidak dapat dikatakan berhasil jika tidak ada perubahan dalam diri individu (Hamalik, 2003). Azwar (2004) mengemukakan bahwa secara spesifik belajar didefinisikan sebagai perolehan pengetahuan dan kecakapan baru (Anonim, 2011). Dengan demikian dapat diamati bahwa seseorang telah dikatakan telah belajar apabila dia telah mengalami suatu proses kegiatan tertentu sehingga dalam dirinya terjadi suatu perubahan tingkah laku yang kelihatan dan nampak. Muhibbin Syah (1995) mengemukakan bahwa belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan. Dalam artian, berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu amat bergantung pada proses belajar

24

yang dialami siswa baik ketika ia berada di sekolah maupun di lingkungan rumah atau keluarganya sendiri. Oleh karenanya, pemahaman yang benar mengenai arti belajar dengan segala aspek, bentuk, dan manifestasinya mutlak diperlukan oleh para pen didik. Kekeliruan atau ketidaklengkapan persepsi mereka terhadap proses belajar dan hal-hal yang berkaitan dengannya mungkin akan mengakibatkan kurang bermutunya hasil pembelajaran yang dicapai oleh peserta didik. Belajar juga memainkan peran penting dalam mempertahankan kehidupan sekelompok umat manusia di tengah-tengah persaingan yang semakin ketat di antara bangsa-bangsa lain yang lebih dahulu maju karena belajar. Meskipun dari proses belajar tersebut selain muncul dampak yang positif juga akan muncul dampak negatif. Dalam perspektif Islam, belajar merupakan kewajiban bagi

setiap orang yang beriman agar memperoleh ilmu pengetahuan dalam rangka meningkatkan derajat kehidupan mereka. Seperti halnya firman Allah Azza wa Jalla yang dijabarkan dalam Al Quran Surat Al Mujadalah ayat 11 yang artinya: .Niscaya Allah akan meninggikan beberapa derajat kepada orang-orang yang beriman dan berilmu. Agama Islam pun sangat memperhatikan masalah pendidikan (khususnya belajar) untuk mencari dan menuntut ilmu pengetahuan, karena dengan ilmu pengetahuan manusia bisa berkarya dan berprestasi serta dengan ilmu dan dengan belajar manusia dapat pandai, mengerti tentang hal-hal yang ia pelajari, dan dengan ilmu itupun manusia ibadahnya menjadi sempurna, begitu pentingnya ilmu Rasulullah mewajibkan umatnya untuk menuntut ilmu, baik laki-laki

25

maupun perempuan. Sabda Rasulullah dalam haditsnya: Sesungguhnya menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim (laki-laki atau perempuan) (Dikeluarkan oleh Ashhabul kutubussitta, Ibnu majah, Abu yala dalam musnadnya, Ibnu jauzy dalam kitabnya, Ibnu iraqi dan Syaikh Albani mengatakan shahih). Dari beberapa pengertian belajar yang telah dikemukakan oleh para ahli di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa pengertian belajar dalam penelitian ini adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sadar oleh seseorang untuk mendapatkan perubahan dan memperoleh pengetahuan serta keterampilan baru yang sifatnya permanen. b. Hakekat Belajar Matematika Matematika pada hakekatnya merupakan disiplin ilmu yang memiliki ciri khas seperti memahami konsep, menghafal rumus, menggunakan rumus dan menyelesaikan soal-soal. Matematika seringkali dilukiskan sebagai suatu kumpulan sistem Matematika, yang masing-masing sistem mempunyai struktur tersendiri yang bersifat deduktif. Berdasarkan etimologis, perkataan Matematika berarti ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar, sedangkan Ruseffendi (1990) berpendapat bahwa Matematika terbentuk sebagai hasil pemikiran manusia yang berhubungan dengan ide proses dan penalaran. Dan Djaali (2006) berpendapat bahwa Matematika sebagai ilmu pengetahuan abstrak tentang ruang dan bilangan, ia sering dilukiskan sebagai kumpulan sistem Matematika dengan ide-ide struktur dan hubungannya yang teratur memuat urutan yang logis.

26

Matematika sebagai bahan pelajaran obyeknya berupa fakta, konsep, operasi, dan prinsip yang kesemuannya adalah abstrak. Oleh karena itu, belajar Matematika memerlukan berbagai kegiatan psikologis seperti melakukan abstraksi, klasifikasi, dan generalisasi. Mengabstraksi berarti memahami kesamaan dari berbagai obyek yang berbeda, mengkliasifikasi berarti memahami pengelompokan menggeneralisasi dari berbagai obyek berdasarkan sesuatu kesamaannya, obyek dan

berarti

menyimpulkan

berdasarkan

pengetahuannya yang dikembangkan melalui contoh-contoh khusus. Hal ini sejalan dengan Caronge (Anonim, 2011) yang mengemukakan bahwa

Matematika terdiri dari serangkaian ide-ide, struktur-struktur (bentuk-bentuk), hubungan-hubungan, teratur secara logis. Oleh karena itu dalam belajar Matematika terdiri dari kegiatan observasi, menebak, bertanya, menguji hipotesis, mencari analog, merumuskan dan menyelesaikan soal. Matematika merupakan kumpulan berbagai struktur yang masing-masing berpola deduktif. Oleh karena itu, belajar Matematika berarti mengkaji berbagai struktur di dalam Matematika itu sendiri. Dienes (Bell, 1981) bahwa Matematika dapat dipandang sebagai studi tentang truktur, yaitu menganalisis berbagai struktur Matematika dan hubungan logis dari struktur-struktur itu, dan sebagainya. Menurut Dienes (1963, dalam Herman Hudoyo, 1979), berpikir matematis berkenaan dengan penyeleksian himpunan-himpunan unsur Matematika dan himpunan-himpunan ini menjadi unsur-unsur dari himpunan-himpunan baru yang lebih rumit dan seterusnya. Dengan kata lain, berpikir Matematis berhubungan dengan struktur super yang secara tetap terbentuk dari apa yang sudah terbentuk

27

sebelumnya. Karena itu berpikir matematis berarti merumuskan suatu himpunan langsung dari unsure-unsur. Proses ini disebut abstraksi. Bagian lain dari berpikir matematis adalah generalisasi yang didefinisikan sebagai untuk setiap himpunan X dapat diperluas menjadi himpunan yang lebih luas Y, yaitu X digeneralisasikan ke Y. Menurut Ausubel (1971) dalam (Djaali, 1984), bahan pelajaran Matematika yang dipelajari haruslah bermakna, artinya bahan pelajaran pelajaran itu cocok dengan kemampuan siswa dan harus relevan dengan struktur kognitif yang dimiliki siswa. Dengan kata lain, pelajaran Matematika yang baru harus dikaitkan dengan konsep-konsep yang sudah ada sedemikian rupa sehingga konsep-konsep baru itu benar-benar terserap. Maka Matematika sebagai suatu pengetahuan yang tersusun menurut struktur, hendaknya dipelajari dengan cara yang sistematik dan teratur, dan harus disajikan dengan struktur yang jelas pula, sehingga dapat membawa kebelajar yang bermakna menurut Ausubel. Dalam Matematika tampak adanya kehirarkian di antara pokok-pokok bahasannya, yaitu suatu pokok bahasan merupakan prasyarat pokok bahasan lainnya. Oleh karena itu, menurut Soedjadi (1983) bahwa untuk menguasai Matematika diperlukan cara belajar yang berurutan setapak demi setapak dan berkesinambungan. Pendapat ini bersesuaian dengan pendapat Herman Hudoyo (1990) yang mengatakan bahwa dalam Matematika, mempelajari konsep B yang berdasarkan pada konsep A, maka perlu memahami dahulu konsep B. Oleh karena itu, untuk belajar Matematika harus dilakukan secara bertahap, berurutan, dan berkesinambungan.

28

Menurut Muhammad Soffa (2008) belajar Matematika merupakan proses yang sengaja dilakukan untuk mendapatkan hasil baru dengan menggunakan simbol-simbol dalam struktur Matematika sehingga terjadi perubahan tingkah laku (Anonim, 2011). Belajar Matematika tidak hanya dilihat dan diukur dari segi hasil yang dicapai, tetapi juga dilihat dan diukur dari segi proses belajar yang dilakukan oleh siswa. Dengan demikian siswa mempunyai kemampuan berfikir secara logika, kritis, cermat, dan objektif dalam proses belajar. Herman Hudoyo (1990) mengemukakan bahwa pada hakekatnya belajar Matematika merupakan kegiatan mental yang tinggi sebab Matematika berkenaan dengan ide-ide abstrak yang diberi simbol-simbol tersusun secara hirarki dengan penalarannya deduktif. Selanjutnya Dienes (Hudoyo, 1990) mengemukakan bahwa belajar Matematika melibatkan suatu struktur hirarki dari konsep-konsep tingkat lebih tinggi yang dibentuk atas dasar apa yang telah terbentuk sebelumnya. Di dalam pembelajaran Matematika, siswa dibiasakan untuk memperoleh pemahaman melalui pengalaman tentang sifat-sifat yang dimiliki dari sekumpulan abstraksi. Di samping itu belajar Matematika juga harus memperhatikan kemampuan kognitif. Matematika yang dipandang sebagai bidang studi tentang strukturstruktur berikut hubungan-hubungan dan klasifikasinya dapat dimengerti dengan baik bilamana abstraknya didasarkan pada intuisi dan pengalaman -pengalaman konkrit. Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka belajar Matematika pada hakekatnya adalah suatu kegiatan psikologis, yaitu mempelajari atau mengkaji

29

berbagai hubungan antara obyek-obyek dalam suatu struktur Matematika melalui manipulasi simbol-simbol sehingga hasil belajar Matematika dapat dilihat dari kemampuan mengfungsionalkan Matematika, baik secara konseptual maupun secara praktis. Secara konseptual dapat mempelajari Matematika lebih lanjut dan secara praktis dapat menerapkan Matematika dalam berbagai bidang keperluan. Dengan kata lain, belajar Matematika adalah proses perubahan tingkah laku melalui pengalaman belajar Matematika. c. Hasil Belajar Matematika Hasil belajar adalah hasil yang dicapai oleh siswa yang telah mengikuti proses belajar mengajar. Hasil pada dasarnya merupakan sesuatu yang dipe roleh dari suatu aktivitas, sedangkan belajar merupakan suatu proses yang

mengakibatkan perubahan pada individu, yakni perubahan tingkah laku, baik aspek pengetahuannya, keterampilannya, maupun aspek sikapnya. Misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti, dari ragu-ragu menjadi yakin, dari tidak sopan menjadi sopan. Jika perubahan tingkah laku adalah tujuan yang ingin dicapai dari aktivitas belajar, maka perubahan tingkah laku itulah yang menjadi salah satu indikator yang dijadikan untuk mengetahui kemajuan individu (siswa) yang telah diperoleh di sekolah. Menurut Kimble dan Garmezy (Ali, 1987), sifat perubahan perilaku dalam belajar bersifat permanen. Dengan demikian hasil belajar dapat diidentifikasi dari adanya kemampuan melakukan sesuatu secara permanen, dapat diulang-ulang dengan hasil yang sama.

30

Menurut Abdurrahman (1999), hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak melalui kegiatan belajar. Belajar itu sendiri merupakan proses dari seseorang, di mana hasil belajar dipengaruhi oleh inteligensi dan penguasaan anak tentang materi yang akan dipelajarinya. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud hasil belajar Matematika dalam penelitian ini adalah tingkat keberhasilan atau penguasaan seorang siswa terhadap bidang studi Matematika setelah menempuh proses belajar mengajar yang terlihat pada nilai yang diperoleh dari tes hasil belajarnya. Di mana hasil belajar Matematika siswa dapat diukur dengan

menggunakan alat evaluasi yang biasanya disebut tes hasil belajar. d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Secara garis besar, faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar seorang siswa digolongkan menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar, sedangkan faktor eksternal adalah faktor dari luar individu. Kedua faktor tersebut mempunyai arti yang sangat penting dalam rangka membantu siswa dalam mencapai hasil belajar yang sebaik-baiknya. Menurut Ahmadi (2004), yang tergolong dalam faktor internal adalah sebagai berikut: (1) Faktor jasmaniah (fisiologi) baik yang bersifat bawaan maupun yang diperoleh, misalnya penglihatan, pendengaran, struktur tubuh dan sebagainya. (2) Faktor psikologis yang terdiri atas faktor intelektif misalnya kecerdasan dan bakat, serta faktor non-intelektif yaitu unsurunsur kepribadian tertentu seperti sikap, kebiasaan, minat, kebutuhan, motivasi, emosi dan penyesuaian diri. (3) Faktor kematangan fisik maupun psikis. Dan yang tergolong dalam faktor eksternal adalah :

31

(1) Faktor sosial yang terdiri atas lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat dan lingkungan kelompok. (2) Faktor budaya seperti adat istiadat, ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian. (3) Faktor lingkungan fisik seperti fasilitas rumah, fasilitas belajar, dan iklim. (4) Faktor lingkungan spiritual atau keamanan. Dimyati (1989) mengemukakan faktor internal yang mempengaruhi hasil belajar meliputi perbedaan kemampuan, kreativitas, motivasi berhasil, kecemasan, minat dan sebagainya. Sedangkan faktor eksternal meliputi lingkungan sekolah, lingkungan rumah tangga dan keadaan sosial ekonomi. Dari kutipan di atas, dapat diketahui bahwa tinggi rendahnya hasil belajar yang dicapai oleh siswa tidak hanya dipengaruhi oleh faktor intelegensi melainkan juga faktor non-intelegensi seperti minat, motivasi berprestasi, emosi,

penyesuaian diri dan kecerdasan emosional. Dalam penelitian ini akan dibatasi pada penyelidikan tentang pengaruh minat belajar, motivasi berprestasi dan kecerdasan emosional (emotional intelligence) terhadap hasil belajar Matematika siswa kelas X SMA Negeri di Sinjai Selatan. 2. Minat Belajar Matematika a. Pengertian Minat Belajar Ada beberapa pendapat tentang minat. Menurut pengertian yang paling dasar, minat berarti sibuk, tertarik, atau terlibat sepenuhnya dengan suatu kegiatan karena menyadari pentingnya kegiatan itu. Poerwadarminta (2003)

mengemukakan bahwa minat adalah gairah, keinginan dan kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu. Para ahli psikologi telah banyak mendefinisikan

32

minat dengan berbagai variasi. Namun pada dasarnya pendapat-pendapat tersebut saling melengkapi satu sama lain. Winkel (1983) menyatakan bahwa minat adalah kecenderungan yang agak menetap dalam subyek untuk merasa tertarik pada bidang atau hal tertentu atau merasa senang berkecimpung dalam bidang itu. Perasaan merupakan faktor psikis yang non intelektual, yang khusus berpengaruh terhadap semangat/gairah siswa dalam melakukan aktivitas belajar. Perasaan senang akan menimbulkan minat, yang diperkuat lagi oleh sikap yang positif. Menurut Slameto (2003) minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa keterikatan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh. Minat pada dasarnya adalah penerimaan akan suatu hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu di luar diri. Semakin kuat atau dekat hubungan tersebut, semakin besar minat tersebut. Suatu minat dapat diekspresikan melalui suatu pernyataan yang menunjukkan bahwa anak didik lebih menyukai suatu hal daripada hal lainnya, dapat pula dimanifestasikan melalui partisipasi dalam suatu aktivitas. Anak didik memiliki minat terhadap subyek tersebut (Slameto, 2003). Dalam hal belajar apabila seorang siswa mempunyai minat terhadap mata pelajaran tertentu maka siswa tersebut harus menyenangi mata pelajaran tersebut, kemudian siswa akan memperhatikan materi yang diberikan. Kartono (1990) menjelaskan bahwa perhatian merupakan reaksi umum dari organisme dan kesadaran yang menyebabkan bertambahnya aktivitas, daya konsentrasi, dan pembatasan kesadaran terhadap satu obyek. Perhatian sangat dipengaruhi oleh

33

perasaan senang dan suasana hati, dan ditentukan oleh kemauan. Perhatian dianggap sebagai akibat dari kemampuan psikis yang disebut minat. Menurut Crow (1988), minat adalah kemampuan untuk memberi stimuli yang mendorong siswa untuk memperhatikan seseorang, sesuatu barang atau aktivitas, atau sesuatu yang dapat memberi pengaruh terhadap pengalaman yang telah distimuli oleh kegiatan itu sendiri. Ahmadi (2004) mengatakan bahwa antara minat dan perhatian pada umumnya dianggap sama atau tidak ada perbedaan. Memang keduanya hampir sama, dan dalam praktek selalu berhubungan satu sama lain. Apa yang menarik minat dapat menyebabkan adanya perhatian terhadap sesuatu tertentu disertai dengan minat. Minat merupakan moment-moment dari kecenderungan jiwa yang terarah secara intensif kepada suatu obyek yang dianggap paling efektif (perasaan, emosional) yang didalamnya terdapat elemen-elemen efektif (emosi) yang kuat (Kartono, 1990). Menurut Buchori (1985) minat juga berkaitan dengan kepribadian. Jadi pada minat terdapat unsur-unsur pengenalan (kognitif), emosi (afektif), dan kemampuan (konatif) untuk mencapai suatu objek, seseorang suatu soal atau suatu situasi yang bersangkutan dengan diri pribadi (Anonim, 2011). Loekmono (1994) mengatakan bahwa minat merupakan salah satu hal yang ikut menentukan keberhasilan seseorang dalam segala bidang, baik dalam studi, kerja dan kegiatan-kegiatan lain. Minat pada suatu bidang tertentu akan memunculkan perhatian yang spontan terhadap bidang tersebut.

34

Minat melahirkan perhatian spontan yang memungkinkan terciptanya konsentrasi untuk waktu yang lama dengan demikian, minat merupakan landasan bagi konsentrasi. Minat bersifat sangat pribadi, orang lain tidak bisa menumbuhkannya dalam diri siswa, tidak dapat memelihara dan mengembangkan minat itu, serta tidak mungkin berminat terhadap sesuatu hal sebagai wakil dari masing-masing siswa (Gie, 1995). Ahmadi (2004), mengartikan bahwa kemauan mendorong timbulnya minat siswa, mendorong gerak aktivitas kearah tercapainya suatu tujuan. Jadi gejala kemauan menghendaki adanya aktivitas pelaksanaan. Kemauan disini adalah dorongan dari dalam yang sadar, berdasarkan pertimbangan pikir dan perasaan, serta seluruh pribadi seseorang yang menimbulkan kegiatan yang terarah pada tercapainya tujuan berhubungan dengan kebutuhan hidup pribadinya. Gie (1995) berpendapat bahwa arti penting minat dalam kaitannya dengan pelaksanaan studi adalah 1. 2. 3. 4. 5. Minat melahirkan perhatian yang serta merta. Minat memudahnya terciptanya konsentrasi. Minat mencegah gangguan dari luar Minat memperkuat melekatnya bahan pelajaran dalam ingatan. Minat memperkecil kebosanan belajar belajar dalam diri sendiri. Menurut Sudarsono (2003) menyatakan bahwa minat merupakan sikap ketertarikan atau sepenuhnya terlibat dengan suatu kegiatan karena menyadari pentingnya atau bernilainya kegiatan tersebut. Crow (1988) mengatakan bahwa sikap itu tumbuh dan berkembang sebagaimana terjadi pada pola tingkah laku

35

yang bersifat mental dan emosi lainnya. Sikap mempengaruhi pelahiran pengalaman seseorang individu dan bersumber desakan atau dorongan di dalam hati. Kebiasaan-kebiasaan yang dikehendaki dan pengaruh lingkungan yang mengelilingi individu itu. Dengan kata lain sikap dihasilkan dari keinginankeinginan pribadi dan sejumlah stimuli-stimuli. Winkel (1983) mengatakan sikap yang positif terhadap belajar mempunyai peranan besar dalam hubungan antara perasaan yang akan menimbulkan minat. Dari beberapa pendapat para ahli di atas, terlihat adanya beberapa unsur yang terkandung dalam pengertian minat, unsur-unsur tersebut adalah : 1) Perasaan senang 2) Perhatian siswa 3) Kemauan dalam belajar dan 4) Keterlibatan siswa. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud minat belajar dalam penelitian ini adalah suatu keadaan dimana siswa merasa senang dan memberi perhatian pada mata pelajaran serta kemauan dalam belajar yang menimbulkan sikap keterlibatan setiap orang yang ingin belajar. b. Unsur-unsur Minat Belajar Adapun unsur-unsur minat dalam belajar adalah: 1) Perhatian Perhatian sangatlah penting dalam mengikuti kegiatan dengan baik, dan hal ini akan berpengaruh pula terhadap minat siswa dalam belajar. Menurut Suryabrata (1989), perhatian adalah banyak sedikitnya kesadaran yang menyertai

36

sesuatu aktivitas yang dilakukan. Kemudian Sumanto (1984) berpendapat bahwa perhatian adalah pemusatan tenaga atau kekuatan jiwa tertentu kepada suatu objek atau pendayagunaan kesadaran untuk menyertai suatu aktivitas. Aktivitas yang disertai dengan perhatian intensif akan lebih sukses d an hasilnya juga akan lebih tinggi. Oleh karena itu, sebagai seorang guru harus selalu berusaha untuk menarik perhatian anak didiknya sehingga mereka mempunyai minat terhadap pelajaran yang diajarkannya. Orang yang menaruh minat pada suatu aktivitas akan memberikan perhatian yang besar. Ia tidak segan mengorbankan waktu dan tenaga demi aktivitas tersebut. Oleh karena itu seorang siswa yang mempunyai perhatian terhadap suatu pelajaran, ia pasti akan berusaha keras untuk memperoleh nilai yang bagus yaitu dengan belajar. 2) Perasaan Unsur yang tak kalah pentingnya adalah perasaan dari anak didik terhadap pelajaran yang diajarkan oleh gurunya. Perasaan didefinisikan sebagai gejala psikis yang bersifat subjektif yang umumnya berhubungan dengan gejala-gejala mengenal dan dialami dalam kualitas senang atau tidak senang dalam berbagai taraf. Tiap aktivitas dan pengalaman yang dilakukan akan selalu diliputi oleh suatu perasaan, baik perasaan senang maupun perasaan tidak senang. Perasaan umumnya berkaitan dengan fungsi mengenal artinya perasaan dapat timbul karena mengamati, menganggap, mengingat-ingat atau memikirkan sesuatu.

37

Dalam hal ini, yang dimaksud dengan perasaan di sini adalah perasaan senang dan perasaan tertarik. Perasaan merupakan aktivitas psikis yang di dalamnya subjek menghayati nilai-nilai dari suatu objek. Perasaan sebagai faktor psikis non-intelektual, yang khusus berpengaruh terhadap semangat belajar. Jika seorang siswa mengadakan penilaian yang agak spontan melalui perasaannya tentang pengalaman belajar di sekolah dan penilaian itu menghasilkan penilaian yang positif maka akan timbul perasaan senang di hatinya. Akan tetapi jika penilaiannya negatif maka timbul perasaan tidak senang. Perasaan senang akan menimbulkan minat, yang diperkuat dengan sikap yang positif. Sedangkan perasaan tidak senang akan menghambat dalam mengajar, karena tidak adanya sikap yang positif sehingga tidak menunjang minat dalam belajar. 3) Motif Kata motif diartikan sebagai daya upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Motif dapat dikatakan sebagai daya penggerak dari dalam dan subjek untuk melakukan kreativitas tertentu demi mencapai suatu tujuan.

Menurut Suryabrata (1989), motif adalah keadaan dalam pribadi orang yang mendorong individu untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu guna mencari suatu tujuan. Seseorang melakukan aktivitas belajar karena ada yang mendorongnya. Dalam hal ini motivasi sebagai dasar penggeraknya yang mendorong seseorang untuk belajar. Minat merupakan potensi psikologi yang dapat dimanfaatkan untuk

38

menggali motivasi. Bila seseorang sudah termotivasi untuk belajar, maka dia akan melakukan aktivitas belajar dalam rentang waktu tertentu. Ketiadaan minat terhadap suatu mata pelajaran menjadi pangkal penyebab mengapa anak didik tidak tertarik untuk mencatat apa-apa yang telah disampaikan oleh guru. Itulah sebagai pertanda bahwa anak didik tidak mempunyai motivasi untuk belajar. Oleh karena itu guru harus bisa membangkitkan minat anak didik, sehingga anak didik yang pada mulanya tidak ada hasrat untuk belajar, tetapi karena ada sesuatu yang dicari muncullah minat untuk belajar. Dalam proses belajar, motivasi sangat diperlukan, sebab seseorang yang tidak mempunyai motivasi dalam belajar, tidak akan mungkin melakukan aktivitas belajar. Hal ini merupakan pertanda bahwa sesuatu yang akan dikerjakan itu tidak menyentuh kebutuhannya dan segala sesuatu yang menarik minat orang tertentu selama sesuatu itu tidak bersentuhan dengan kebutuhannya. Oleh karena itu, apa yang seseorang lihat sudah tentu membangkitkan minatnya sejauh apa yang ia lihat itu mempunyai hubungan dengan kepentingannya sendiri. Jadi, motivasi merupakan dasar penggerak yang mendorong aktivitas belajar seseorang sehingga ia berminat terhadap sesuatu objek, karena minat adalah alat motivasi dalam belajar. c. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Timbulnya Minat Menurut Crow and Crow (1988), ada tiga faktor yang menimbulkan minat yaitu faktor yang timbul dari dalam diri individu, faktor motif sosial dan faktor emosional yang ketiganya mendorong timbulnya minat. Pendapat tersebut sejalan

39

dengan yang dikemukakan Sudarsono (2003), faktor-faktor yang menimbulkan minat dapat digolongkan sebagai berikut : 1) Faktor kebutuhan dari dalam. Kebutuhan ini dapat berupa kebutuhan yang berhubungan dengan jasmani dan kejiwaan. 2) Faktor motif sosial, Timbulnya minat dalam diri seseorang dapat didorong oleh motif sosial yaitu kebutuhan untuk mendapatkan pengakuan, perhargaan dari lingkungan dimana ia berada. 3) Faktor emosional. Faktor ini merupakan ukuran intensitas sese orang dalam menaruh perhatian terhadap sesuat kegiatan atau objek tertentu. Jadi berdasarkan dua pendapat diatas faktor yang menimbulkan minat ada tiga yaitu dorongan dari diri individu, dorongan sosial dan motif dan dorongan emosional. Timbulnya minat pada diri individu berasal dari individu, selanjutnya individu mengadakan interaksi dengan lingkungannya yang menimbulkan dorongan sosial dan dorongan emosional. d. Menumbuhkan Minat Belajar Minat belajar merupakan suatu sikap tertentu yang bersikap sangat pribadi pada setiap orang yang ingin belajar (Sudarsono, 2003). Minat belajar harus ditumbuhkan sendiri oleh masing-masing orang. Pihak lain hanya memperkuat menumbuhkan minat dan untuk memelihara minat yang telah dimiliki seseorang. Menurut Loekmono (1994) beberapa hal yang bisa dilakukan oleh siswa untuk menumbuhkan minat terhadap bidang studi tertentu, yaitu : 1) Berusaha memperoleh informasi tentang bidang studi tersebut. Siswa dapat mencari berbagai informasi selengkap mungkin tentang bidang studi tersebut,

40

seperti mengenal sejarahnya, tokoh-tokohnya, bidang-bidang kerja yang dapat dimasuki, kesempatan untuk maju dan hal-hal menarik lainnya. 2) Melakukan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan bidang studi tersebut. Membuat catatan-catatan pribadi, menulis karangan ilmiah popular,

melakukan penelitian-penelitian sederhana atau berdiskusi dengan teman Crow (Loekmono, 1994) mengemukakan lima butir motif penting yang dapat dijadikan alasan-alasan untuk mendorong tumbuhnya minat belajar dalam diri seseorang yakni : 1) Suatu hasrat keras untuk memperoleh nilai-nilai yang lebih baik dalam semua mata pelajaran. 2) Suatu dorongan batin memuaskan rasa ingin tahu dalam satu atau lain bidang studi. 3) Hasrat untuk meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan pribadi. 4) Hasrat untuk menerima pujian dari orang tua, guru dan teman-teman. 5) Gambaran diri dimasa mendatang untuk meraih sukses dalam bidang khusus tertentu. Menurut Djamarah (1994) ada beberapa macam cara yang dapat guru lakukan untuk membangkitkan minat anak didik sebagai berikut : 1) Membandingkan adanya suatu kebutuhan pada diri anak didik, sehingga dia rela belajar tanpa paksaan. 2) Menghubungkan bahan pelajaran yang diberikan dengan persoalan

pengalaman yang dimiliki anak didik, sehingga anak didik mudah menerima bahan pelajaran.

41

3) Memberikan kesempatan kepada anak didik untuk mendapatkan hasil belajar yang baik dengan cara menyediakan lingkungan belajar yang kreatif dan kondusif. 4) Menggunakan berbagai macam bentuk dan teknik mengajar dalam konteks perbedaan individual anak didik. Pada tahun 1994, Sudarnoto (Anonim, 2011) menyebutkan ada beberapa langkah untuk menimbulkan minat belajar, yaitu: 1) Mengarahkan perhatian pada tujuan yang hendak dicapai. 2) Mengenai unsur-unsur permainan dalam aktivitas belajar. 3) Merencanakan aktivitas belajar dan mengikuti rencana itu. 4) Pastikan tujuan belajar saat itu misalnya; menyelesaikan PR atau laporan. 5) Dapatkan kepuasan setelah menyelesaikan jadwal belaja 6) Bersikaplah positif di dalam menghadapi kegiatan belajar. 7) Melatih kebebasan emosi selama belajar. e. Pentingnya Minat Setiap siswa yang menuntut ilmu harus melakukan konsentrasi dalam belajarnya. Konsentrasi dalam belajar adalah pemusatan pikiran terhadap suatu mata pelajaran dengan mengesampingkan semua hal lainnya yang tidak berhubungan dengan pelajaran tersebut. Tanpa konsentrasi tidak mungkin ia berhasil menguasai pelajarannya. Konsentrasi tidak ada atau kurang bilamana tidak terdapat minat yang memadai dalam diri siswa tersebut. Betapa pentingnya minat untuk mencapai sukses dalam hidup seseorang dan dalam segala hal, seperti pendapat dibawah ini yang mengatakan bahwa:

42

An interest in learning is a obligation which goes with you to class and accompanies you during each study assigment, thereby, enabling you to succed in the study activity. Like wise, interest in basic to your lifes work if you to reach your anticipated goal or goals. Interest in your work, in you study or in your recreation projects is necessary for genuine success in the out come. (Suatu minat dalam belajar merupakan suatu kewajiban yang menyertai anda kekelas dan menemani anda selama setiap tugas studi, dengan demikian memungkinkan anda berhasil dalam kegiatan studi. Demikian pula minat merupakan dasar dari tugas hidup anda kalau anda ingin mencapai tujuan atau tujuan-tujuan anda yang diharapkan. Minat dalam pekerjaan anda, dalam studi anda atau dalam kegiatan kegiatan hiburan anda adalah perlu untuk sukses sejati dalam hasilnya) (Lester dan Alice Crow dalam The Liang Gie, 1995) Ibarat sebuah bangunan minat merupakan dasar atau Pondasi bagi bangunan konsentrasi yang harus diciptakan. Pondasi ini akan semakin kokoh kalau minat semakin dikembangkan terus menerus akan semakin besar. f. Fungsi Minat dalam Belajar Minat merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi usaha yang dilakukan seseorang. Minat yang kuat akan menimbulkan usaha yang gigih serius dan tidak mudah putus asa dalam menghadapi tantangan. Jika seorang siswa memiliki rasa ingin belajar, ia akan cepat dapat mengerti dan mengingatnya. Elizabeth B. Hurlock (Wahid, 1998) menulis tentang fungsi minat bagi kehidupan seorang anak sebagai berikut:

43

1) Minat mempengaruhi bentuk intensitas cita-cita. Sebagai contoh anak yang berminat pada olah raga maka cita-citanya adalah menjadi olahragawan yang berhasil, sedangkan anak yang berminat pada kesehatan fisiknya maka cita citanya menjadi dokter. 2) Minat sebagai tenaga pendorong yang kuat. Minat anak untuk menguasai pelajaran bisa mendorongnya untuk belajar kelompok di tempat temannya meskipun suasana sedang hujan. 3) Hasil selalu dipengaruhi oleh jenis dan intensitas. Minat seseorang meskipun diajar oleh guru yang sama dan diberi pelajaran tapi antara satu anak dan yang lain mendapatkan jumlah pengetahuan yang berbeda. Hal ini terjadi karena berbedanya daya serap mereka dan daya serap ini dipengaruhi oleh intensitas minat mereka. 4) Minat yang terbentuk sejak masa kanak-kanak sering terbawa seumur hidup karena minat membawa kepuasan. Minat menjadi guru yang telah terbentuk sejak kecil akan terus terbawa sampai hal ini menjadi kenyataan. Apabila ini terwujud maka semua suka duka menjadi guru tidak akan dirasa karena semua tugas dikerjakan dengan penuh sukarela. Dan apabila minat ini tidak terwujud maka bisa menjadi obsesi yang akan dibawa sampai mati. Dalam hubungannya dengan pemusatan perhatian, minat mempunyai peranan dalam melahirkan perhatian yang serta merta, memudahkan terciptanya pemusatan perhatian dan mencegah gangguan perhatian dari luar. Oleh karena itu minat mempunyai pengaruh yang besar dalam belajar karena bila bahan pelajaran yang dipelajari tidak sesuai dengan minat siswa, maka

44

siswa tersebut tidak akan belajar dengan sebaik-baiknya, sebab tidak ada daya tarik baginya. Sedangkan bila bahan pelajaran itu menarik minat siswa, maka ia akan mudah dipelajari dan disimpan karena adanya minat sehingga menambah kegiatan belajar. Fungsi minat dalam belajar lebih besar sebagai motivating force yaitu sebagai kekuatan yang mendorong siswa untuk belajar. Siswa yang berminat kepada pelajaran akan tampak terdorong terus untuk tekun belajar, berbeda dengan siswa yang sikapnya hanya menerima pelajaran. Mereka hanya tergerak untuk mau belajar tetapi sulit untuk terus tekun karena tidak ada pendorongnya. Oleh sebab itu untuk memperoleh hasil yang baik dalam belajar seorang siswa harus mempunyai minat terhadap pelajaran sehingga akan mendorong ia untuk terus belajar. g. Macam-Macam Minat Belajar Sesuai dengan aturan diatas, bahwa minat merupakan kecenderungan untuk memiliki rasa senang terhadap suatu objek dan dalam penelitian ini objek yang diteliti mengenai belajar, maka penulis kemukakan tentang macam-macam minat yang berhubungan dengan macam-macam belajar. Menurut Robert M. Gague yang dikutip oleh Suyarno (1985) ada delapan macam model belajar yang disebut: Cumulative Learning Model Adapun macam atau jenis belajar sebagai berikut : 1). Signal Learning (belajar Signal) individu belajar memberikan respon terhadap suatu tanda (signal)

45

2). Claining learning (belajar merangkai membentuk suatu rangkaian hubungan stimulus respon S R) 3). Stimulus Respon Learning: belajar memberikan respon yang tepat terhadap stimulus tertentu. 4). Verbal Assaciation learning: Belajar memahami pengertian verbal jenis ini terutama diperlukan dalam belajar bahasa. 5). Multiple descimination learning: Belajar membedakan sesuatu dalam jumlah yang banyak, sehingga individu perlu memberikan respon yang berbeda-beda. 6). Concept learning: Belajar tentang berbagai hal sehingga dapat

mengklasifikasikan berbagai hal itu akhirnya mendapat pengertian atau membentuk konsep tentang suatu hal. 7). Principle learning: Belajar prinsip, belajar memahami prinsip antara dua pengertian / konsep atau lebih. 8). Problem solving: belajar memecahkan masalah Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa macam -macam minat belajar diikuti adanya kegiatan-kegiatan yang mendukung timbulnya suatu aktivitas belajar. Hal ini dapat dipengaruhi oleh delapan macam model belajar yakni belajar dengan tanda, belajar merangkai, belajar memberikan respon, belajar memahami pengertian verbal, belajar membedakan sesuatu dalam jumlah banyak, belajar konsep, belajar prinsip dan memecahkan masalah, sehingga minat belajar siswa akan lebih terarah dengan adanya kegiatan tersebut.

46

h. Minat Belajar dan Hasil Belajar Matematika Minat berpengaruh terhadap aktivitas dan hasil belajar. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Soewando (Suardin, 2003) bahwa: Minat mempengaruhi proses dan hasil belajar, kalau seseorang tidak berminat untuk belajar/ mempelajari sesuatu, maka tak dapat diharapkan bahwa ia akan berhasil dengan baik, sebaliknya kalau seseorang mempelajari sesuatu dengan penuh minat, maka dapat diharapkan bahwa hasilnya akan lebih baik. Minat merupakan suatu sifat yang relatif menetap pada diri seseorang. Minat ini besar sekali pengaruhnya terhadap belajar sebab dengan minat seseorang akan melakukan sesuatu yang diminatinya. Sebaliknya, tanpa minat seseorang tidak mungkin melakukan sesuatu. Menurut Singer (Anonim, 2011), minat adalah suatu landasan yang paling meyakinkan demi keberhasilan suatu proses belajar. Jika seorang murid memiliki rasa ingin belajar, ia akan cepat mengerti dan mengingatnya. Sesuai pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa minat adalah kesadaran seseorang, bahwa suatu objek, seseorang, suatu hal atau suatu situasi mengandung sangkut paut dengan dirinya. Dengan mempunyai minat yang tinggi terhadap sesuatu, maka ia akan senang melakukan kegiatan tersebut dan tidak merasa bosan untuk menekuninya, sehingga hasilnya akan memuaskan bagi dirinya. Demikian pula dalam kegiatan belajar, siswa yang berminat dalam belajar, akan merasa senang dan mau mengerjakan semua tindakan-tindakan dalam proses belajar. Sebab minat yang tumbuh dari kebutuhan dirinya sendiri merupakan faktor pendorong bagi siswa dalam melakukan usahanya.

47

Dengan demikian, peranan minat dalam pengajaran sangat penting bagi siswa yang sedang mengalami proses belajar, karena minat yang tinggi diharapkan akan menghasilkan hasil belajar yang baik pula. Untuk itu, agar siswa rajin dalam belajar, maka guru harus dapat membangkitkan minat siswa dalam mempelajari Matematika. Apabila siswa memiliki minat untuk belajar

Matematika, maka siswa tersebut mempunyai keinginan mempelajari konsepkonsep yang ada dalam Matematika. Hal itu tentunya mempunyai pengaruh penting pada peningkatan hasil belajar Matematika tersebut. Berdasar uraian di atas, secara teoritis dapat dikemukakan bahwa minat memiliki peranan yang sangat penting terhadap tinggi rendahnya hasil belajar Matematika siswa. 3. Motivasi Berprestasi a. Motif Sudah merupakan kodrat bagi setiap manusia sebagai makhluk hidup bahwa dalam dirinya terdapat dorongan-dorongan untuk melakukan sesuatu, misalnya dorongan ingin tahu sesuatu. Daya pendorong untuk melakukan sesuatu seringkali disebut dengan motif. Dengan demikian motif bukanlah hal yang dapat diamati, tetapi adalah sesuatu yang dapat disimpulkan adanya karena sesuatu yang dapat isaksikan. James Drever (Slameto, 2003) mengatakan motive is an affectiveconative factor which operates in determining the direction of an individuals behavior towards an end or goal consiustly apprehended or unconsiustly . Dari definisi ini dapat dipahami bahwa motif erat kaitannya dengan tujuan yang akan

48

dicapai. Di dalam menentukan tujuan itu dapat disadari atau tidak, akan tetapi untuk mencapai tujuan itu perlu berbuat. Sedangkan penyebab berbuapt adalah motif itu sendiri sebagai daya pendorongnya atau penggeraknya Winkel (1983) mendefinisikan motif sebagai daya penggerak dari dalam diri individu yang mendorongnya melakukan kegiatan-kegiatan tertentu untuk mencapai suatu tujuan. Jadi motif merupakan kondisi intern atau disposisi (kesiapsiagaan atau kecenderungan) seseorang. Bersesuaian dengan definisi ini, Suryabrata (1989) mengatakan motif adalah keadaan dalam diri individu yang mendorongnya untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai tujuan. Sedang Gerungan (1978) mengatakan motif pada manusia merupakan dorongan, keinginan, hasrat, dan tenaga penggerak lainnya yang berasal dari dalam dirinya untuk melakukan sesuatu. Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud motif dalam penelitian ini adalah segala sesuatu yang timbul dari dalam diri individu yang mendorongnya untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu untuk mencapai suatu tujuan. Setiap kegiatan mempunyai motifnya tersendiri. Suatu motif selalu mempunyai tujuan. Sedangkan tujuan menjadi arah suatu kegiatan yang bermotif. Dalam kehiduapan sehari-hari motif sering dinyatakan dengan berbagai istilah, seperti hasrat, maksud, tekad, kemauan, kehendak, kebutuhan, cita-cita, keharusan, dan sebagainya. b. Motivasi Pada dasarnya motif dan motivasi merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan, namun secara konseptual dapat dibedakan karena motivasi merupakan

49

hal-hal yang berkaitan dengan timbulnya dan aktifnya motif. Sardiman (2004) mengatakan bahwa berawal dari kata motif, maka motivasi dapat diartikan sebagai daya penggerak yang telah menjadi aktif. Motif menjadi aktif pada saatsaat tertentu, terutama bila untuk mencapai tujuan terasa sangat mendesak. Herman Hudoyo (1990) mengatakan bahwa kekuatan pendorong yang ada dalam diri seseorang untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu untuk mencapai sesuatu tujuan disebut motif. Sedangkan segala sesuatu yang berkaitan dengan timbulnya dan berlangsungnya motif itu disebut motivasi. Hal ini berarti bahwa di balik setiap aktivitas seseorang terdapat suatu motivasi yang mendorongnya untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Muhari (1983) mengatakan bahwa kata motivasi menunjuk pada suatu proses. Jadi bila motif adalah alasan atau dorongan yang menggerakkan seseorang untuk berbuat, maka motivasi adalah proses pembangkitan geraknya. Proses pembangkitan gerak dalam diri seseorang sehingga selanjutnya orang tersebut melakukan sesuatu kegiatan. Demikian pula, Atkinson (Muhari, 1983) mengemukakan bahwa istilah motivasi menunjuk pada pembangkitan

kecenderungan dalam diri orang untuk berbuat guna memperoleh satu atau lebih hasil. Suryabrata (Djaali, 2006), motivasi adalah keadaan yang terdapat dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk melakukan aktivitas tertentu guna pencapaian suatu tujuan. Motivasi berpangkal dari kata motif yang dapat

diartikan daya penggerak yang ada di dalam diri seseorang untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi tercapainya suatu tujuan (Sardiman, 1987).

50

Mc. Donald (Sardiman, 1987) mengemukakan motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya feeling dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Dari pengetian tersebut, terdapat tiga elemen penting tentang motivasi yaitu: (1) Motivasi mengawali terjadinya suatu perubahan energi pada diri setiap individu manusia. (2) Motivasi ditandai dengan munculnya rasa atau feeling, afeksi seseorang. (3) Motivasi akan dirangsang karena adanya tujuan. Jadi motivasi merupakan respon dari suatu aksi yakni tujuan, dimana tujuan tersebut menyangkut dengan kebutuhan. Motivasi juga dapat dikatakan sebagai serangkaian usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi tertentu, sehingga seseorang itu mau dan ingin melakukan sesuatu, dan bila ia tidak suka maka ia akan berusaha untuk meniadakan atau mengelakkan perasaan tidak suka itu (Sardiman 1987). Jadi , motivasi itu dapat dirangsang oleh faktor dari luar tetapi motivasi itu adalah tumbuh di dalam diri seseorang. French (1986) motivasi adalah dorongan yang ada di dalam diri manusia yang menyebabkan ia berbuat sesuatu dan disamping itu motivasi juga merupakan keinginan, hasrat, dan tenaga penggerak yang berasal dari dalam diri manusia (Rivai, 2000). Selanjutnya Crowl, Kaminsky and Podell (1997) menyatakan bahwa motivasi adalah kondisi fisiologis dan psikologis yang terdapat dalam diri seseorang yang mengukur tindakannya dengan cara tertentu (Rivai, 2000). Dari uraian di atas dapat dikemukakan bahwa hal seseorang melakukan atau berbuat seseuatu, alasan atau dorongan yang menggerakkan orang itu melakukan sesuatu untuk mencapai suatu tujuan adalah motifnya, sedangkan

51

proses pembangkitan geraknya disebut motivasi. Dengan demikian setiap motivasi selalu berkaitan erat dengan tujuan. Motivasi melepaskan energi, karena setiap kegiatan selalu memerluka energi. Motivasi bukanlah sesuatu yang statis, tetapi dapat diubah dan ditingkatkan intensitasnya oleh lingkungan. Motivasi sebagai proses pembangkit gerak dalam diri individu untuk melakukan atau berbuat sesuatu guna mencapai suatu tujuan mempunyai tiga fungsi, yaitu menggerakkan, mengarahkan, dan menyeleksi perbuatan individu. (1) Motivasi menggerakkan individu untuk berbuat guna mencapai suatu tujuan. (2) Motivasi mengarahkan perbuatan individu kepada pencapaian tujuan, dan (3) Motivasi menyeleksi perbuatan individu yang harus dilakukan yang serasi untuk mencapai tujuan. Soedjadi (1983) mengemukakan bahwa setiap perbuatan seseorang karena motif tertentu, dapat dipengaruhi atau disebabkan oleh hal-hal di dalam dirinya sendiri dan juga dapat dipengaruhi atau disebabkan oleh hal-hal di luar dirinya. Dengan lain kata, terdapat dua macam motivasi, yaitu motivasi internal (intrinsik) dalam arti motivasi yang datang dari dalam diri seseorang, dan motivasi eksternal (ekstrinsik) dalam arti motivasi yang datang dari luar seseorang. Sebagai ilustrasi, apabila seorang siswa belajar Matematika karena didorong oleh keinginan untuk mengetahui atau menguasai Matematika dengan baik, maka siswa itu didorong oleh motivasi internal. Sedangkan apabila seorang siswa belajar Matematika dengan maksud memperoleh nilai ulangan yang tinggi atau dapat nilai naik kelas atau mendapatkan hadiah dari orang tuanya, maka siswa itu didorongoleh motivasi eksternal. Dalam kaitannya dengan hal belajar,

52

motivasi internal lebih efektif dalam mendorong seseorang untuk belajar daripada motivasi eksternal (Muhkal, 1994). Namun motivasi ekternal tetap diperlukan. Salah satu jenis motivasi internal adalah motivasi untuk berprestasi. c. Motivasi Berprestasi Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai berbagai macam kebutuhan, baik yang bersifat material maupun yang bersifat psikis. Salah satu kebutuhan psikis adalah kebutuhan untuk berprestasi. Setiap kebutuhan pada umumnya menghendaki pemenuhan. Di balik upaya pemenuhan kebutuhan tersebut selalu terdapat motif yang mendorongnya. Motif yang mendorong itu disebut motivasi berprestasi (achievement motivation). Kebutuhan untuk berprestasi pertama kali dikemukakan dan dirumuskan oleh Hanry Murray, kemudian dipopulerkan, dirumuskan kembali, dan diteliti secara intensif oleh David C, McClelland dan kawan -kawannya. Murray mendefinisikan motivasi untuk berprestasi sebagai hasrat seseorang untuk mengerjakan sesuatu yang sulit sebaik dan secepat mungkin (Koeswara, 1986). McClenlland mempopulerkan motivasi berprestasi dengan istilah

n-achievement singkatan dari need for achievement, kebutuhan untuk meraih prestasi (Muhari, 1983). Menurut Djaali (2006), suatu prestasi atau achievement berkaitan erat dengan harapan (expectation). Inilah yang membedakan antara motivasi berprestasi dengan motivasi lainnya seperti lapar, haus, dan motiv berprestasi lainnya. Harapan seseorang terbentuk melalui belajar dalam lingkungnnya. Suatu harapan selalu mengndung standar keunggulan (standar of excellence). Standar

53

ini mungkin berassal dari tuntutan orang tua atau lingkungan kultur seorang dibesarkan. Oleh karena itu, standar keunggulan merupakan kerangka acuan bagi seseorang tatkala ia belajar mengerjakan suatu tugas, memecahkan masalah dan mempelajari keterampilan lainnya. Motivasi berprestasi sebagai suatu kondisi pendorong dalam diri individu yang memegang peranan penting dalam beberapa situasi untuk memelihara atau membuat penampilan atau keunggulan dirinya yang tinggi. Dan menurut Sardiman (1987) motivasi berprestasi adalah dorongan yang menggerakkan seseorang untuk melakukan keinginan yang dilandasi adanya tu juan mencapai prestasi yang baik. Dengan demikian motivasi berprestasi dapat mendorong usaha-usaha pencapaian hasil belajar yang maksimal termasuk dalam bidang Matematika. Motivasi berprestasi menurut Hilgard (1983) adalah motif sosial untuk mengerjakan seuatu yang berharga atau penting dengan baik dan sempurna untuk memenuhi standar keunggulan dari apa yang dilakukan seseorang. Apa yang dilakukan seseorang pada dasarnya adalah untuk memperoleh pengakuan dari orang lain terhadap prestasi yang telah dicapain terlebih lagi apabila prestasi ya tersebut dapat melebihi teman-temannya. McClelland (1975) menggunakan istilah need for achievement (n Ach) untuk kebutuhan berprestasi yaitu sebagai suatu dorongan pada seseorang untuk berhasil dalam berkompetisi dengan suatu standar keunggulan (standar of excellence). Seseorang yang memiliki motivasi berprestasi akan mencari situasi dimana mereka dapat mencapai tanggung jawab pribadi untuk menemukan pemecahan masalah dan merupakan tantangan untuk

54

menyelesaikan problem serta menerima umpan balik sebagai tanggung jawab untuk sukses atau gagal, bukannya mengandalkan hasil pada kedaan tertentu ataupun kebutuhan dan mereka ingin merasa `sukses karena hasil mereka sendiri. Menurut Atkinson (1964) ada dua aspek yang mendasari motivasi berprestasi yaitu penghargaan untuk sukses dan menghindari kegagalan. Menurut Jackson (1973) bahwa motivasi berprestasi merupakan dorongan yang sangat kuat untuk berusaha dan bekerja keras demi mencapai suatu keberhasilan dan keunggulan (Anonim, 2011). Berdasarkan dengan uraian yang dikemukakan di atas, maka yang dimaksud motivasi berprestasi dalam penelitian ini adalah daya penggerak dari dalam diri siswa yang mendorongnya untuk mencapai prestasi belajarsetinggi mungkin berdasarkan standar keunggulan tertentu. d. Karakteristik Individu yang Motivasi Berprestasinya Tinggi McClelland (Muhari, 1983) menjelaskan bahwa seseorang dianggap mempunyai motivasi berprestasi, bila orang itu berkeinginan untuk melakukan suatu karya yang berprestasi lebih baik daripada prestasi karya orang lain. Ia juga menyatakan orang yang memiliki motivasi berprestasi tinggi bekerja dengan sangat giat, melakukan sesuatu dengan baik, lebih baik dari pada yang pernah dilakukan sebelumnya, bekerja lebih efisien dan lebih cepat. Wayan Ardhana (1990) mengatakan bahwa motivasi berprestasi yang pengejawantahannya dapat dilihat dari sikap dan prilaku seseorang seperti keuletan, ketekunan, daya tahan, keberanian menghadapi tantangan, dan kegairahan serta kerja keras. Sedangkan Wainer (Bell Gredler, 1991)

55

mengemukakan bahwa orang yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi melihat dirinya lebih mampu daripada orang yang motivasi berprestasinya rendah, dan juga berusaha lebih banyak melakukan tugas-tugas untuk prestasi itu. Hadinoto (1991) mengemukakan bahwa karakteristik orang yang mempunyai motivasi untuk berprestasi, adalah melakukan sesuatu lebih baik, dibandingkan dengan suatu standar keunggulan. Standar keunggulan tersebut dapat berhubungan dengan prestasi orang lain, prestasi diri sendiri yang lampau, dan tugas yang harus dilakukannya. Dalam hubungannya dengan prestasi orang lain, ingin berbuat lebih baik daripada apa yang telah diperbuat oleh orang lain. Dalam hubungan dengan prestasi yang lampau, ia ingin melebihi prestasinya yang lampau. Dan dalam hubungan dengan tugas sendiri, ia ingin menyelesaikan tugasnya sebaik mungkin. Jadi tugasnya sendiri merupakan tantangan baginya. Mehta (Saparinah, 1986) mengemukakan karakteristik orang yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi, yaitu 1) memiliki kecenderungan untuk memilih resiko yang sedang dan diperhitungkan, serta harapan dan tujuannya realistis untuk dicapai, 2) menyenangi situasi kerja yang meminta tanggung jawab pribadi, 3) selalu menambah pengetahuan dalam hal cara kerja yang baik, dan 4) menyelidiki lingkungan dan memanfaatkan sumber-sumber yang ada, serta belajar dengan cara yang unik dan inovatif. Selanjutnya, Winkel (1983) mengemukakan bahwa salah satu motif yang tergolong motivasi intrinsik ialah achievement motivation, yatu daya penggerak untuk mancapai taraf prestasi belajar yang tinggi. Sedangkan Eysenck dan Wilson (1975) mengmukakan bahwa orang yang memiliki motivasi berprestasi tinggi

56

mempunyai karakteristik antara lain 1) berambisi, 2) berkompetisi, 3) bekerja keras, 4) tekun berusahan meningkatkan status sosialnya, dan 5) memberi penilaian yang tinggi terhadap kreativitas dan produktivitas. Selanjutnya menurut Djaali (2006), setelah mengkaji bebrapa tulisan dan buku maka dapat disimpulkan bahwa individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi memiliki karakteristik sebagai berikut: 1. Menyukai situasi atau tugas yang menuntut tanggung jawab pribadi atas hasil-hasilnya dan bukan untung-untungan, nasib, atau kebetulan. 2. Memiliki tujuan yang realistis tetapi menantang dari tujuan yang terlalu mudah dicapai atau lebih besar resikonya. 3. Mencari situasi atau pkerjaan dimana ia memperoleh umpan balik dengan segera dan nyata untuk menetukan baik buruknya hasil pekerjaannya. 4. 5. Senang bekerja sendiri dan bersaing untuk mengungguli orang lain. Mampu menangguhkan pemuasan keinginannya demi masa depan yang lebih baik. 6. Tidak tergugah untuk sekedar mendapatkan uang, status, atau keuntungan lainnya, ia akan mencarinya apabila hal-hal tersebut merupakan lambing prestasi, suatu ukuran keberhasilan. Berdasarkan uraian yang dikemukakan di atas, maka karakteristik siswa yang memiliki motivasi berprestasi tinggi dalam penelitian ini adalah seperti yang dikemukakan oleh Eysenk dan Wilson di atas.

57

e. Menumbuhkan Motivasi Berprestasi Menurut Hamzah B Uno (2008) bahwa ada beberapa cara menumbuhkan motivasi belajar siswa sebagai berikut: 1. Pernyataan penghargaaan secara verbal. Pernyataan verbal terhadap prilaku yang baik atau hasil kerja atau hasil belajar siswa yang baik merupakan cara yang paling mudah dan efektif untuk meningkatkan motif belajar siswa kepada hasil belajar yang baik. Pernyataan seperti Bagus sekali, Hebat, menakjubkan, disamping menyenangkan siswa, pernyataan verbal

mengandung makna interaksi dan pengalaman pribadi yang langsung antara siswa dan guru dan penyampaiannya kongkret sehingga suatu persetujuan atau pengakuan sosial, apalagi kalau penghargaan verbal itu diberikan di depan orang yang banyak. 2. Menggunakan nilai ulangan sebagai pemacu keberhasilan. Pengetahuan atas hasil pekerjaan, merupakan cara untuk meningkatkan motif belajar siswa. 3. Menimbulkan rasa ingin tahu. Rasa ingin ditimbulkan oleh suasana yang dapat mengejutkan, keragu-raguan, ketidaktentuan, adanya kontradiksi, menghadapi masalah yang sulit dipecahkan, menemukan suatu hal yang baru, menghadapi teka-teki. Hal tersebut menimbulkan semacam konflik

konseptual sehingga membuat siswa merasa penasaran, dengan sendirinya menyebabkan siswa tersebut berusaha keras untuk memecahkannnya. Dalam upaya yang keras itulah motif belajar siswa bertambah besar. 4. Memunculkan sesuatu yang tidak diduga oleh siswa. Dalam upaya itupun, guru sebenarnya bermaksud untuk menimbulkan rasa ingin tahu siswa.

58

5.

Menjadikan tahap dini dalam belajar mudah bagi siswa. Hal ini memberikan semacam hadiah bagi siswa pada tahap pertama belajar yang memungkinkan siswa bersemangat untuk belajar selanjutnya.

6.

Mengggunakan materi yang dikenal oleh siswa sebagai contoh dalam belajar. Sesuatu yang telah dikenal siswa dapat diterima dan diingat lebih mudah. Jadi, gunakanlah hal-hal yang telah diketahui siswa sebagai wahana untuk menjelaskan sesuatu yang baru atau belum dipahami oleh siswa.

7.

Gunakan kaitan yang unik dan tak terduga untuk menerapkan suatu konsep dan prinsip yang sudah dipahami. Sesuatu yang unik, tak terduga, dan aneh dan lebih dikenang oleh siswa daripada sesuatu yang biasa-biasa saja.

8.

Menuntut siswa untuk menggunakan hal-hal yang sudah dipelajari sebelumnya. Dengan jalan itu, selain siswa belajar menggunakan hal-hal yang telah dikenalnya, dia juga dapat menguatkan pemahaman atau

pengetahunannya tentang hal-hal yang telah dipelajarinya. 9. Menggunakan simulasi dan permainan. Simulasi merupakan upaya untuk menerapkan sesuatu yang dipelajari atau sesuatu yang sedang dipelajari melalui tindakan langsung. Baik simulasi maupun permainan merupakan proses yang sangat menarik bagi siswa. Suasana yang sangat menarik menyebabkan proses belajar menjadi lebih bermakna secara efektif atau emosional bagi siswa. Sesuatu yang bermakna akan lestari diingat, dipahami atau dihargai. 10. Memberi kesempatan kepada siswa untuk memperlihatkan kemahirannya di depan umum. Hal itu akan menimbulkan rasa bangga dan dihargai oleh

59

umum. Pada gilirannya suasana tersebut akan meningkatkan motif belajar siswa. 11. Mengurangi akibat yang tidak menyenangkan dan keterlibatan siswa dalam kegiatan belajar. Hal-hal positif dari keterlibatan siswa dalam belajar hendaknya ditekankan, sedangkan hal-hal yang berdampak negatif

seyogyanya dikurangi. 12. Memahami iklim sosial dalam sekolah. Pemahaman iklim dan suasana sekolah merupakan pendorong kemudahan berbuat bagi siswa. Dengan pemahaman itu siswa dapat memproleh bantuan yang tepat dalam mengatasi masalah atau kesulitan. 13. Memanfaatkan kewibawaan guru secara tepat. Guru seyogyanya memahami sacara tepat bilamana dia harus menggunakan berbagai manifestasi kewibawaaanya pada siswa untuk meningkatkan motif belajarnya. Jenis jenis pemanfaatan itu adalah memberi ganjaran, dalam pengendalian prilaku siswa, kewibawaan berdasarkan hukum, kewibawaan sebagai rujukan dan kewibawaan karena keahlian. 14. Memperpadukan motif-motif yang kuat. Seorang siswa giat belajar mungkin karena latar belakang motif berprestasi sebagai motif yang kuat. Dia dapat pula belajar karena ingin menonjolkan diri dan memperoleh penghargaan atau karena dorongan untuk memperoleh kekuatan. Apabila motif-motif kuat seperti itu dipadukan, maka siswa memperoleh penguatan motif yang jamak, dan kemauan untuk belajar pun bertambah besar, sampai mencapai keberhasilan yang tinggi

60

15. Memperjelas tujuan belajar yang hendak dicapai. Diatas telah dikemukakan bahwa seorang anak akan berbuat lebih baik dan berhasil apabila memahami yang harus dikerjakannya dan yang dicapai dengan perbuatannya itu. Makin jelas tujuan yang dicapai, makin terarah upaya untuk mencapainya. 16. Merumuskan tujuan-tujuan sementara. Tujuan belajar adalah rumusan yang sangat luas dan jauh untuk dicapai. Agar upaya mencapai tujuan itu lebih terarah, maka tujuan-tujuan belajar yang umum itu seyogyanya dipilah menjadi menjadi tujuan sementara yang lebih jelas dan lebih mudah dicapai. 17. Memberitahukan hasil kerja yang telah dicapai. Dalam belajar hal ini dapat dilakukan dengan selalu memberitahukan nilai ujian atau niai pekerjaan rumah. Dengan mengetahui hasil yang telah dicapai, maka motif belajar siswa lebih kuat, baik itu dilakukan karena ingin mempertahankan hasil belajar yang telah baik, maupun untuk memperbaiki hasil belajar yang kurang memuaskan. 18. Membuat suasana persaingan yang sehat diantara para siswa. Suasana ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengukur kemampuan dirinya melalui kemampuan orang lain. Lain dari pada itu belajar dengan bersaing menimbulkan upaya belajar yang sungguh-sungguh, disini digunakan pula prisip-prinsip keinginan individu untuk selalu lebih baik dari orang lain. 19. Mengembangkan persaingan dengan diri sendiri. Persaingan semacam ini dilakukan dengan memberikan tugas dalam berbagai kegiatan yang harus dilakukan sendiri. Dengan demikian, siswa akan dapat membandingkan keberhasilannya dalam melakukan berbagai tugas.

61

20. Memberikan contoh yang positif. Banyak guru yang mempunyai kebiasaan untuk membebankan pekerjaan pada siswa tanpa kontrol. Biasanya dia memberikan suatu tugas kepada kelas, dan guru meninggalkan untuk melaksanakan pekerjaan, keadaan ini bukan saja tidak baik, tetapi dapat merugikan siswa. Untuk menggiatkan belajar siswa guru tidak cukup untuk dengan memberikan tugas saja, melainkan harus dilakukan pengawasan dan pembimbingan yang memadai selama siswa mengerjakan tugas kelas. Selain itu dalam mengontrol dan membimbing siswa dalam mengerjakan tugas. Guru seyogyanya memberikan contoh yang baik. Para ahli ilmu jiwa seperti Piaget, Bruner, Brownell, Skemp, percaya bahwa jika kita hendak memberi pelajaran kepada anak, kita perlu memperhatikan tingkat perkembangan berpikir anak. Piaget berpendapat bahwa proses berpikir manusia sebagai suatu perkembangan yang bertahap dari berpikir intelektual konkrit ke abstrak berurutan melalui empat periode. Periode berpikir yang dikemukakan oleh Piaget adalah sebagai berikut: (1) tahap sensori motor, (2) tahap praoperasional, (3) tahap operasional, dan (4) tahap formal. f. Motivasi Berprestasi dan Hasil Belajar Matematika Sering dijumpai siswa yang mempunyai inteligensi yang tinggi, tetapi hasil belajar yang dicapainya rendah, akibat kemampuan intelektual yang dimilikinya kurang berfungsi secara optimal. Salah satu faktor pendukung agar kemampuan intelektual yang dimiliki siswa dapat berfungsi secara optimal adalah adanya motivasi untuk berprestasi yang tinggi dalam diri siswa tersebut.

62

Motivasi berprestasi merupakan salah satu faktor yang ikut menentukan keberhasilan dalam belajar. Besar kecilnya pengaruh tersebut tergantung pada intensitasnya) menyatakan bahwa perbedaan dalam intensitas motivasi berprestasi (need to achievement) ditunjukkan dalam berbagai tingkat prestasi yang dicapai oleh berbagai individu. Pengaruh motivasi berprestasi terhadap prestasi belajar tergantung pada kondisi dalam lingkungan dan kondisi individu. Menurut Djaali (2006) siswa yang motivasi berprestasinya tinggi hanya akan mencapai prestasi akademik yang tinggi apabila: 1. Rasa takutnya akan kegagalan lebih rendah daripada keinginannya untuk berhasil. 2. Tugas-tugas di dalam kelas cukup member tantangan, tidak lebih mudah tetapi juga tidak terlalu sukar, sehingga member kesempatan untuk berhasil. Berdasarkan uraian di atas, secara teoritis dapat dikemukakan bahwa apabila siswa memiliki motivasi berprestasi yang tinggi, maka siswa tersebut akan dapat mencapai tingkat keberhasilan belajar Matematika yang tinggi pula. Dengan kata lain, motivasi mempunyai pengaruh positif terhadap (atau beasosiasi positif dengan) hasil belajar Matematika. 4. Kecerdasan Emosional (EI) a. Pengertian Emosi Emosi sejak lama dianggap memiliki kedalaman dan kekuatan sehingga dalam bahasa latin, misalnya, emosi dijelaskan sebagai motus anima yang arti harfiahnya berarti jiwa yang menggerakkan kita. Akar kata emosi adalah movere, kata kerja Bahasa Latin yang berarti menggerakkan, bergerak. Menurut Daniel

63

Goleman (1999) emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Emosi pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak. Biasanya emosi merupakan reaksi terhadap rangsangan dari luar dan dalam diri individu. Sebagai contoh emosi gembira mendorong perubahan suasana hati seseorang, sehingga secara fisiologi terlihat tertawa, emosi sedih mendorong seseorang berperilaku menangis. Emosi mempunyai peran dalam peningkatan proses konstruksi pikiran dalam berbagai bentuk pengalaman kehidupan manusia. Salovey dan Mayers (1990) mendefinisikan emosi sebagai respon terorganisasi, termasuk sistem fisiologis, yang melewati berbagai batas sub-sistem psikologis, misalnya kognisi, motivasi, dan pengalaman. Pengertian ini menunjukkan bahwa emosi merupakan respon atas stimulus yang diperoleh dari lingkungan sekitar yang terorganisasi dengan baik yang melewati sub-sistem psikologis. Crow dan Crow (1988) dalam Hartati (2004) menyebutkan bahwa emosi merupakan suatu keadaan yang bergejolak pada diri individu yang berfungsi sebagai inner adjustment terhadap lingkungan untuk mencapai kesejahteraan dan keselamatan individu. Emosi pada definisi ini berperan dalam pengambilan keputusan yang menentukan kesejahteraan dan keselamatan individu. Ibda (2000) menyebutkan bahwa emosi merupakan suatu perasaan dan pikiran-pikiran khasnya .suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Sedangkan Sarlito Wirawan Sartono (Syamsu, 2004) berpendapat bahwa emosi merupakan setiap keadaan pada diri seseorang

64

yang disertai warna afektif baik pada tingkat lemah maupun pada tingkat yang luas (mendalam). Emosi sebagai suatu peristiwa psikologis mengandung ciri-ciri sebagai berikut; pertama, lebih bersifat subyektif daripada peristiwa psikologis lainnya, seperti pengamatan dan berpikir. kedua, bersifat fluktuatif (tidak tetap), dan ketiga, banyak bersangkut paut dengan peristiwa pengenalan panca indera. Menurut Rahman dan Abdul (2004), terdapat dua macam pendapat tentang terjadinya emosi yaitu pendapat navistik dan pendapat empiristik. Pendapat navistik beranggapan bahwa emosi pada dasarnya merupakan bawaan sejak lahir, sementara pendapat empiristik beranggapan bahwa emosi dibentuk oleh pengalaman dan proses belajar. Sebagian orang menganggap bahwa perasaan dan emosi adalah sama. Namun Sabri (2001) dalam bukunya mengungkapkan bahwa antara perasaan dan emosi adalah berbeda. Pada perasaan terdapat kesediaan kontak dengan situasi luar (baik positif maupun negatif), sedangkan pada emosi kontak itu seolah-olah menjadi retak atau terputus (misalnya terkejut, ketakutan, mengantuk, dan lain sebagainya). Beberapa tokoh mengemukakan tentang macam-macam emosi, antara lain Descrates. Menurut Descrates, emosi terbagi atas: Desire (hasra hate (benci), t), Sorrow (sedih/duka), Wonder (heran), Love (cinta) dan Joy (kegembiraan). Sedangkan JB Watson mengemukakan tiga macam emosi, yaitu: fear (ketakutan), Rage(kemarahan), Love (cinta). Daniel Goleman (1999) mengemukakan beberapa macam emosi yang tidak berbeda jauh dengan kedua tokoh di atas, yaitu:

65

a. Amarah b. Kesedihan

: beringas, mengamuk, benci, jengkel, kesal hati : pedih, sedih, muram, suram, melankolis, mengasihi diri, putus asa

c. Rasa takut

: cemas, gugup, khawatir, was-was, perasaan takut sekali, waspada, tidak tenang, ngeri

d. Kenikmatan

: bahagia, gembira, riang, puas, riang, senang, terhibur, bangga

e. Cinta

: penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat, bakti, hormat, kemesraan, kasih

f. Terkejut g. Jengkel h. malu

: terkesiap, terkejut : hina, jijik, muak, mual, tidak suka : malu hati, kesal

Seperti yang telah diuraikan diatas, bahwa semua emosi menurut Goleman pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak. Jadi berbagai macam emosi itu mendorong individu untuk memberikan respon atau bertingkah laku terhadap stimulus yang ada. Dalam The Nicomachea Ethics pembahasan Aristoteles secara filsafat tentang kebajikan, karakter dan hidup yang benar, tantangannya adalah menguasai kehidupan emosional kita dengan kecerdasan. Nafsu, apabila dilatih dengan baik akan memiliki kebijaksanaan; nafsu membimbing pemikiran, nilai, dan kelangsungan hidup kita. Tetapi, nafsu dapat dengan mudah menjadi tak terkendalikan, dan hal itu seringkali terjadi. Menurut

66

Aristoteles, masalahnya bukanlah mengenai emosionalitas, melainkan mengenai keselarasan antara emosi dan cara mengekspresikan (Goleman, 1999). Menurut Mayer (Goleman, 1999) orang cenderung menganut gaya-gaya khas dalam menangani dan mengatasi emosi mereka, yaitu : sadar diri, tenggelam dalam permasalahan, dan pasrah. Dengan melihat keadaan itu maka penting bagi setiap individu memiliki kecerdasan emosional agar menjadikan hidup lebih bermakna dan tidak menjadikan hidup yang di jalani menjadi sia-sia. Dari beberapa pendapat di atas, maka yang dimaksud emosi dalam penelitian ini adalah suatu respon atas rangsangan yang diberikan .baik dari lingkungan maupun dari dalam diri individu sendiri, sehingga individu dapat menentukan pilihan dalam hidup yang menentukan kehidupannya. b. Fisiologi Emosi Untuk memahami teori emosi, pengenalan bagaimana sistem saraf mengawal segala rangsangan fisiologi yang terlibat dengan emosi adalah penting. Sistem saraf terbahagi kepada sistem saraf pusat dan sistem saraf periferi. Sistem saraf pusat adalah otak dan saraf tunjang manakala sistem saraf periferi terbahagi kepada sistem saraf autonomik dan sistem saraf somatik. Sistem saraf somatik mengawal aktiviti otot rangka. Sistem saraf autonomik pula mengawal aktiviti organ visera seperti jantung, perut dan usus. Sistem saraf autonomik juga mengawal pengecutan saluran darah kecil pada kulit, otot dan aktiviti kelenjar peluh. Sistem saraf autonomik menggabungkan perhubungan di antara otak dan saraf tunjang dengan organ -organ visera yang disebut di atas.

67

Dengan ini komponen fisiologi yang terlibat dalam berbagai reaksi emosi sebenarnya melibatkan sistem dalam badan yang terkawal oleh sistem saraf autonomik. Oleh itu apabila seseorang berada dalam ketakutan, tapak tangannya akan menjadi sejuk dan berpeluh, berasa hendak membuang air kecil atau air besar, perut berasa tidak selesa atau rasa kecut hati. Apabila berasa malu pula, muka kelihatan kemerah-merahan. Keadaan ini adalah kerana sistem saraf autonomik telah dirangsangkan. Sistem saraf autonomik mempunyai dua bahagian yaitu simpatetik dan parasimpatetik. Kebanyakan visera badan dikawal oleh kedua-dua neuron simpatetik dan parasimpatetik, kecuali kelenjar peluh dan saluran darah yang berada di bawah kawalan bahagian autonomik simpatetik. Secara umumnya aktiviti simpatetik meningkatkan rangsangan fisiologi terhadap fungsi badan untuk menyediakan seseorang itu melakukan aktiviti yang bertenaga dan menjadi cergas, manakala aktiviti parasimpatetik mengurangkan rangsangan fisiologi dan mengembalikan system badan seseorang itu ke tahap normal dan memastikan homeostasis. c. Teori-Teori Emosi Kapan teori emosi lahir tidak terdapat kejelasan yang pasti dan mereka telah datang dari sumber-sumber yang beragam. Ahli filasfat telah

mengemukakan berbagai teori berkaitan dengan emosi sepanjang zaman dari Yunani sampai sartre dan pengetahuan modern. Artis-artis krestif telah mengajukan penjelasan tentang emosi, artinya dan akibatnya dan cara untuk mengabdikannya dalam patung dan lukisan. Ahli alam seperti fisiolog dan ahli

68

perilkau binatang dan lain-lain telah berspekulasi pada asal, evolusi dan ketertarikannya terhadap individu dan sosial. Disiplin ilmu lain juga telah mengemukakan pandangannya terhadap mosi termasuk ilmu politik, ekonomi, seni dan lain-lain. Dalam hal ini kita fokuskan teori-teori yang berhubungan dengan emosi dan ekspresi wajah untuk membantu memahami ekspresi emosi. Berikut ini adalah teori-teori emosi yang dikemukakan oleh para ahli (Morgan, 1979). 1. Teori William James: tidak terdapat dalam pikiran yang disebut emosi yang memacu aktifitas tubuh akan tetapi kebalikannnya yang lebih besar. William James, seorang profesor dari Harvard terkenal dengan pandangannya bahwa penerimaan perubahan tubuh selamka emosi merupakan pengalaman emosional, dan tanpa pemaknaan ini, emosi akan hambar dan kurang berwarna. Dengan pandangan tersebut, maka menurut James Kita merasa edih karena kita menangis, marah karena menyerang, takut karena gemetar. 2. Teori James-Lange: emosi yang dirasakan merupakan persepsi dari perubahan tubuh. Teori ini berlawanan dengan teori yang pertama kali muncul dari William James. James brkolaborasi dengan Large berpikir bahwa tubuh bereaksi seperti sebuah papan suara, dirangsang oleh implus-implus syaraf untuk menciptakan gelombang dari perubahan yang dapat dirasakan oleh otak sebagai sebuah kualitas dari perasaan emosional. Sehingga jenis-jenis dan bayangan-bayangan dari emosi adalah infinitive sebagai pola-pola tubuh yang

69

dapat diciptakan oleh aksi-aksi syaraf dan jenis-jenis dari emosi adalah berubah-ubah dan dapat dipelajari. Dia percaya tidak ada pusat otak yang khusus kepada emosi atau emosi khusus lainnya. Dia setuju bahwa manusia berbeda dalam kemampuannya untuk mempertahankan dan memanggil kembali pengalaman-pengalaman dari emosi dan tingkatan pada pengalaman emosi wsecar umum. Menurut teori James-lange, emosi yang kita rasakan merupakan hasil dari persepsi kita tentang pola-pola perubahan pada tubuh yang terjadi dalam keadaam emosional yang berbeda. Ada urutan urutan kejadian dalam keadaan emosional. Pertama, kita mempersepsikan situasi yang akan menimbulkan emosi; keda, kita bereaksi terhadap situasi tersebut; ketiga, kita mengetahui reaksi kita. Persepsi kita tentang reaksi merupakan dasar pentingdari emosi yang kita rasakan dan alami. 3. Teori Cannon-Bard: emosi yag dirasakan tergantung pada aktivitas dari area otak bawah. Teori ini dikemukakan oleh Walter Cannon dan Philip Bard. Berdasarkan hasil penelitian, teori ini menyatakan bahwa emosi yang dirasakan dan reaksi tubuh saat emosi masing-masing merupakan hal yang independen, dan keduanya dipicu secara bersamaan. Menurut teori ini, pertama kita mempersepsikan potensi situasi yang menghasilkan emosi di dunia luar, lalu area otak bawah, seperti hipotalamus, diaktifkan. Area otak bawahtersebut lalu mengirimkan output dalam dua arah, 1) untuk organ-organ tubuh internal dan otot-otot eksternal guna

70

menghasilkan ekspresi tubuh tentang emosi; 2) ke cortex cerebral, di mana pola pelepasan dari area otak bawah dipersepsikan sebagai emosi yang dirasakan. Bertentangan dengan teori James-Lange, teori ini menyakini bahwa reaksi tubuh dan emosi yang dirasakan merupakan dua hal yang independen, dan reaksi tubuh bukan hal yang mendasari emosi yang dirasakan. 4. Teori Schachter-Singer: interpretasi dari kebangkitan tubuh (body Arousal). Teori ini menyatakan bahwa emosi yang kita rasakan merupakan interpretasi kita tentang bangkitnya atau timbulnya keadaan tubuh. Menurut Schachter dan Singer (1986), keadaan tubuh dari munculnya emosi sama dengan sebagian besar emosi yang kita rasakan, bahkan jika ada perbedaan fisioligis dalam pola-pola otonom dari respons, orang tidak dapat mempersepsikannya. Sejumlah emosi dapat dirasakan dari kondisi tubuh yang ditimbulkan. Orang seringkali dikatakan memiliki atau merasakan emosi yang subjektif atau berbeda karena adanya perbedaan cara mereka menginterpretasikan atau menamai keadaan fisiologis. Urutan kejadian dalam menghasilkan perasaan emosional menurut teori ini adalah: 1) persepsi tentang situasi yang potensial menghasilkan emosi; 2) keadaan tubuh yang bangkit/muncul, yang merupakan hasil dari persepsi tadi dan bersifat ambiguous; 3) interpretasi dan labeling terhadap keadaan tubuh sehingga menetapkan situasi yang dipersepsikan.

71

d. Pengertian Inteligensi Di dalam kehidupan sehari-hari, kita sering kali mendengar orang berbicara mengenai inteligensi sebagai faktor yang sangat menentukan keberhasilan seseorang dalam menempuh pendidikan. Terdapat banyak

pengertian mengenai inteligensi yang dapat kita temui dalam berbagai kepustakaan. Beberapa ahli menekankan fungsi inteligensi untuk membantu penyesuaian diri individu terhadap lingkungannya. Di lain pihak, beberapa ahli lainnya menekankan struktur inteligensi dengan menggambarkan sebagai suatu kecakapan. Winkel (1991) mengemukakan pendapat beberapa ahli mengenai pengertian inteligensi, yaitu sebagai berikut. 1) Terman: inteligensi adalah kemampuan untuk berpikir abstrak. 2) Thorndike: inteligensi adalah kemampuan untuk menghubungkan reaksi tertentu dengan perangsang tertentu pula, misalnya orang mengatakan meja bila melihat sebuah benda berkaki empat dan mempunyai permukaan yang datar. 3) Spearman: inteligensi merupakan hasil perpaduan antara faktor umum dan sejumlah faktor khusus. Faktor umum (faktor g) berperan dalam semua bentuk prestasi, sedangkan faktor-faktor khusus (s1, s2, s3, ...) berperan dalam bentuk-bentuk prestasi tertentu, misalnya dalam hal berbahasa, berhitung, dan lain-lain. 4) Thurstone: inteligensi merupakan kombinasi dari beberapa kemampuan dasar (primary abilities). Kemampuan-kemampuan dasar itu disebut faktor-faktor

72

utama dan berjumlah tujuh, yaitu: faktor bilangan, ingatan, penggunaan bahasa, kelancaran kata-kata, pemecahan masalah, kecepatan dan ketepatan dalam mengamati, dan pengamatan ruang. Adanya variasi dan corak inteligensi diakibatkan oleh adanya variasi dari perpaduan di antara faktor faktor itu. 5) Guilford: inteligensi merupakan kombinasi perpaduan dari banyak faktor khusus (operasi, isi, dan produk). Dimensi operasi intelektual terdiri dari lima faktor, isi (materi operasi intelektual) terdiri dari empat faktor, dan produk (hasil operasi intelektual) terdiri dari enam faktor, sehingga terdapat 120 kemampuan intelektual yang spesifik (faktor khusus). 6) Wechsler: inteligensi adalah kemampuan berpikir secara rasional dan berhubungan dengan lingkungan secara efektif. 7) Binet: inteligensi adalah kemampuan untuk menetapkan, mempertahankan, dan mengadakan penyesuaian dalam rangka mencapai suatu tujuan, dan kemampuan bersikap kritis terhadap diri sendiri. Selanjutnya, Heidenrich (Soemanto, 1990) mengemukakan bahwa inteligensi menyangkut kemampuan untuk belajar dan menggunakan apa yang telah dipelajari dalam usaha penyesuaian terhadap situasi-situasi yang kurang dikenal atau dalam pemecahan masalah-masalah. Manusia yang belajar sering menghadapi situasi-situasi baru serta permasalahan. Hal itu memerlukan kemampuan individu yang belajar untuk menyesuaikan diri serta memecahkan setiap masalah yang dihadapinya.

73

Inteligensi

menurut

Sabri

(1996)

merupakan

kata

benda

yang

menerangkan kata kerja atau keterangan. Seseorang menunjukkan inteligensinya ketika ia bertindak atau berbuat dalam suatu situasi secara cerdas atau bodoh; inteligensi seseorang dapat dilihat dalam caranya orang tersebut berbuat atau bertindak. Selanjutnya menurut Munandir (2001) inteligensi juga merupakan istilah umum untuk menggambarkan kepintaran atau kepandaian orang. Suharsono (2003) menyebutkan bahwa inteligensi adalah kemampuan untuk memecahkan masalah secara benar, yang secara relatif lebih cepat dibandingkan dengan usia biologisnya. Gardner (Rose, 2002) mengemukakan bahwa inteligensi adalah

kemampuan untuk memecahkan masalah atau menciptakan suatu produk yang bernilai dalam satu latar belakang budaya atau lebih. Definisi dari Suharsono dan Gardner menyebutkan bahwa inteligensi merupakan suatu kemampuan individu untuk memecahkan masalahnya. Jika Suharsono menilai inteligensi dari sudut pandang waktu, sementara Gardner menilainya dari sudut pandang tempat. Amstrong berpendapat bahwa inteligensi merupakan kemampuan untuk menangkap situasi baru serta kemampuan untuk belajar dari pengalaman masa lalu seseorang. Inteligensi bergantung pada konteks, tugas serta tuntutan yang diajukan oleh kehidupan kita dan bukan tergantung pada nilai IQ, gelar dari perguruan tinggi atau reputasi bergengsi. Sedangkan Super dan Cites (Dalyono, 1997) mengemukakan defenisi inteligensi sebagai kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan atau belajar

74

dari pengalaman. Hal ini didasarkan bahwa manusia hidup dan ber interaksi di dalam lingkungannya yang komplek. Untuk itu ia memerlukan kemampuan untuk menguasai diri dengan lingkungannya demi kelestarian hidupnya. hidupnya bukan hanya untuk kelestarian pertumbuhan, tetapi juga untuk perkembangan pribadinya. Karena itu manusia harus belajar dari pengalamannya. Definisi di atas, oleh Garret dipandang terlalu luas, umum dan kurang operasional. Dengan mempelajari defenisi itu orang mungkin masih dapat mengalami kesulitan dalam mengaplikasikan konsep itu. Oleh karena itu, Garret memberi definisi bahwa inteligensi setidak-tidaknya mencakup kemampuan yang diperlukan untuk pemecahan masalah-masalah yang memerlukan pengertian serta menggunakan simbol-simbol. Berdasarkan uraian di atas, maka jelaslah terlihat adanya perbedaan pandangan para ahli mengenai hakekat inteligensi, dan memang cukup sulit mendefinisikan inteligensi secara tepat dan pasti. Namun demikian, dari beberapa pengertian inteligensi di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa secara umum inteligensi dapat diartikan sebagai suatu kemampuan yang dimiliki seseorang untuk mencapai suatu tujuan. Kemampuan tersebut meliputi kecakapan berpikir dan bertindak dengan memanfaatkan semua potensi yang ada pada diri manusi . a Akal merupakan potensi yang dominan digunakan dalam hal kecakapan berpikir. Dalam hal kecakapan bertindak, di samping bertindak, di samping akal masih banyak potensi lain yang cukup berperan, antara lain: penginderaan, perasaan, keinginan, dan kemauan. Kecakapan berpikir seseorang akan mengacu pada kecerdasan kognitifnya, sedangkan kecakapan bertindak, terutama dalam

75

berinteraksi emosionalnya.

dengan

lingkungannya,

akan

mengacu

pada

kecerdasan

e. Kecerdasan Emosional (EI) Istilah kecerdasan emosional pertama kali dilontarkan pada tahun 1990 oleh psikolog Peter Salovey dari Harvard University dan John Mayer dari University of New Hampshire. Mereka menjelaskan kualitas emosional yang penting bagi keberhasilan. Kualitas-kualitas untuk menerangkan kualitas-kualitas emosional yang tampaknya penting bagi keberhasilan. Kualitas-kualitas tersebut antara lain: empati, disukai orang lain, mengungkapkan dan memahami perasaan, kemampuan memecahkan masalah pribadi, mengendalikan amarah, ketekunan, kemandirian, kesetiakawanan, kemampuan menyesuaikan diri, keramahan, dan sikap hormat. Selanjutnya Salovey dan Mayer mendefinisikan kecerdasan emosional atau yang sering disebut EI sebagai himpunan bagian dari kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan memantau perasaan sosial yang melibatkan kemampuan pada orang lain, memilah-milah semuanya dan menggunakan informasi ini untuk membimbing pikiran dan tindakan (Shapiro, 1998). Kecerdasan emosional bukan didasarkan pada kepintaran seorang anak melainkan pada suatu yang dahulu disebut karakter atau karakteristik pribadi. Penelitian-penelitian mutakhir menemukan bahwa keterampilan sosial dan emosional lebih penting bagi keberhasilan hidup ketimbang kemampuan intelektual (Darwis, 2007). Gardner dalam bukunya yang berjudul Frame Of Mind (Goleman, 1999) mengatakan bahwa bukan hanya satu jenis kecerdasan yang monolitik yang

76

penting untuk meraih sukses dalam kehidupan, melainkan ada spektrum kecerdasan yang lebar dengan tujuh varietas utama yaitu linguistik,

Matematika/logika, spasial, kinestetik, musik, interpersonal dan intrapersonal. Kecerdasan ini dinamakan oleh Gardner sebagai kecerdasan pribadi yang oleh Daniel Goleman disebut sebagai kecerdasan emosional. Berdasarkan kecerdasan yang dinyatakan oleh Gardner tersebut, Salo vey (Goleman, 1999) memilih kecerdasan interpersonal dan kecerdasan intrapersonal untuk dijadikan sebagai dasar untuk mengungkap kecerdasan emosional pada diri individu. Menurutnya kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang untuk mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain (empati) dan kemampuan untuk membina hubungan (kerjasama) dengan orang lain. Menurut Cooper dan Sawaf (1997) kecerdasan emosi adalah kemampuan merasakan, memahami dan secara efektif mene rapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi, koreksi dan pengaruh yang manusiawi. Kecerdasan emosi menuntut penilikan perasaan untuk belajar mengakui, menghargai perasaan pada diri dan orang lain serta menanggapinya dengan tepat, menerapkan secara efektif energi emosi dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Setyawan (Anonim, 2011) kecerdasan emosi juga merupakan kemampuan untuk menggunakan emosi secara efektif untuk mencapai tujuan untuk membangun produktif dan meraih keberhasilan. Gardner (1983) menyatakan kecerdasan emosi dalam gabungan

kecerdasan intrapersonal dan interpersonal dalam teori kecerdasan pelbagainya.

77

Kecerdasan intrapersonal merujuk kepada keupayaan kesedaran diri yang tinggi dan bertindak menurut kesedaran tersebut. Kecerdasan ini membolehkan seseorang memahami dirinya dengan tepat dan berupaya menangani keinginan, ketakutan, emosi dan motif diri dengan sewajarnya. Dulewicz dan Higgs (1990) mendefinasikan kecerdasan emosi sebagai kecerdasan mengenai kesedaran dan mengurus perasaan dan emosi diri, sensitif dan mempengaruhi orang lain, memotivasi dan mengimbangkan motivasi dan memantau diri supaya mencapai intuisi, ketelitian (conscientiousness) dan tingkah laku beretika (Anonim, 2011). Salovey dan Mayer (1990) mendefinisikan kecerdasan emosi sebagai kebolehan memantau dan mengawal emosi sendiri dan orang lain serta menggunakannya untuk memandu pemikiran dan tindakan mereka. Definisi mereka meliputi beberapa kebolehan (ability) yang disusun dalam empat cabang, iaitu cabang yang terendah mengandungi asas proses psikologikal (seperti persepsi, penilaian (appraisal) dan ekspresi emosi) manakala cabang yang lebih tinggi melibatkan keupayaan yang lebih kompleks seperti memahami emosi dan regulasi emosi. Seterusnya, mereka berpendapat orang yang memiliki kecerdasan emosi mempunyai kemahiran dalam empat bidang, iaitu mengenal pasti emosi, menggunakan emosi, memahami emosi dan mengawal emosi. Bar-On (2005) pula menggunakan istilah `emotional-sosial intelligence dalam membincangkan tentang kecerdasan emosi. Beliau mendefinisikan kecerdasan emosi sebagai:

78

a cross-section of interrelated emotional and sosial competencies, skills and facilitators that determine how effectively we understand and express ourselves, understand others and relates with them, and cope with daily demands. Definisi beliau tentang kecerdasan emosi berkait dengan kebolehan kita menangani emosi orang lain dan menangani perasaan sendiri. Seterusnya, beliau mencadangkan lima komponen kecerdasan emosi, iaitu intrapersonal, interpersonal, adaptabiliti, pengurusan tekanan dan mood secara umum. Selanjutnya Goleman (1999) mendefinisikan bahwa kecerdasan emosi adalah suatu kemampuan seseorang yang didalamnya terdiri dari berbagai kemampuan untuk dapat memotivasi diri sendiri, bertahan menghadapi frustasi, mengendalikan impulsive needs atau dorongan hati, tidak melebih-lebihkan kesenangan maupun kesusahan, mampu mengatur reactive needs, menjaga agar bebas stress, tidak melumpuhkan kemampuan berfikir dan kemampuan untuk berempati pada orang lain, serta adanya prinsip berusaha sambil berdoa. Dan Goleman (1999): kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk mengawal dan mengelolakan diri sendiri dan orang lain dari aspek perasaan, emosi dan tingkah laku. Ia juga merupakan tindakan dan kepintaran untuk mengubahsuai sesuatu tingkah laku bersesuaian dengan masa dan keadaan. Goleman menambahkan kecerdasan emosional merupakan sisi lain dari kecerdasan kognitif yang berperan dalam aktivitas manusia yang meliputi kesadaran diri dan kendali dorongan hati, ketekunan, semangat dan motivasi diri serta empati dan kecakapan sosial. Kecerdasan emosional lebih ditujukan kepada upaya mengenali, memahami dan mewujudkan emosi dalam porsi yang tepat dan

79

upaya untuk mengelola emosi agar terkendali dan dapat memanfaatkan untuk memecahkan masalah kehidupan terutama yang terkait dengan hubungan a ntar manusia. Berdasarkan uraian diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kecerdasan emosi adalah kemampuan menuntut diri untuk belajar mengakui dan menghargai perasaan diri sendiri dan orang lain dan untuk menanggapinya dengan tepat, menerapkan dengan efektif energi emosi dalam kehidupan dan pekerjaan sehari hari, serta merupakan kemampuan seseorang untuk mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain (empati) dan kemampuan untuk membina hubungan (kerjasama) dengan orang lain. f. Pentingnya Kecerdasan Emosional Kecerdasan emosional mencakup kemampuan-kemampuan yang berbeda dan saling melengkapi dengan kemampuan kognitif murni yang telah lebih dahulu dikenal, yaitukecerdasan akademik/intelektual/rasional (IQ). IQ tinggi tetapi EI rendah, tidak banyak membantu dalam hampir semua aspek kehidupan. IQ dan EI mengungkapkan aktivitas-aktivitas yang berbeda dalam otak. IQ didasarkan pada kerja neokorteks, yakni suatu lapisan yang dalam evolusi berkembang paling akhir di bagian atas otak. Adapun pusat-pusat emosi berada di bagian otak lebih dalam yang secara evolusi berkembang lebih dulu. Kerja-kerja otak pada bagian inilah yang mempengaruhi EI. Namun demikian aktivitas pusat-pusat emosi tersebut tetap selaras dengan aktivitas kerja pusat-pusat intelektual. Segal (1999) menyatakan bahwa banyak bukti berupa hasil-hasil penelitian mutakhir yang memperkuat bahwa emosi itu sangat penting. Ia adalah garis-garis

80

kehidupan untuk kesadaran diri dan keselamatan diri yang menghubungkan seseorang tentang hal-hal terpenting untuk dirinya dan masyarakat. Juga tentang nilai-nilai, kegiatan, dan kebutuhan yang berfungsi sebagai sumber motivasi, kemauan, kegigihan, keuletan, keseriusan, kepercayaan diri, kepatuhan,

ketenangan, dan pengendalian diri. Cooper (2001) mengemukakan bahwa sebagian di antara manusia beruntung karena dikarunia baik IQ maupun EI yang memadai. EI dan IQ saling melengkapi, EI menyulut kreativitas, kolaborasi, inisiatif, dan transformasi, sedangkan IQ berfungsi mangatasi dorongan-dorongan yang keliru. Menyelaraskan antara tujuan dengan proses, antara teknologi dengan sentuhan manusiawi. EI juga merupakan kekuatan penggerak, sebab nilai-niali dan watak dasar seseorang dalam hidup ini tidak berakar pada IQ tetapi pada EI. Cooper (2001) mengemukakan bahwa dalam abad informasi ini, urutan sifat individu yang menandai kekauasaan dan kewibawaan dimulai dari karakteristik semacam energi, kekuatan, daya tahan dan stamina, semua ini termasuk aspek EI. Jadi bukan dimulai dari aspek IQ berupa kejeniusan atau kecerdasan intelektual. Sejalan dengan itu, Goleman (Hermaya, 1996) menyatakan bahwa kecerdasan emosional memberi kontribusi yang lebih besar pada kesuksesan dalam kehidupan dari pada kecerdasan intelektual/rasional. Orang-orang yang memiliki EI tinggi sangat berpotensi untuk mencapai kecerdasan mental yang lebih tinggi, yaitu kecerdasan ruhaniah atau kecerdasan spiritual atau Spiritual Quotient (Zohar, 2000) atau trancendental intelligence (Tasmara, 2001). Goleman (1999) menyatakan bahwa pada tingkatan ini seseorang memiliki kemampuan:

81

1. 2. 3.

Sadar akan kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahannya. Menyempatkan diri untuk merenung dan belajar dari pengalaman. Terbuka terhadap umpan balik yang tulus, bersedia menerima perspektif baru, selalu berhasrat belajar untuk mengembangkan diri.

4.

Mampu menunjukkan rasa humor dan bersedia menatap diri sendiri dengan perspektif yang lebih luas. Kecerdasan-kecerdasan seperti IQ, EI, dan SQ pada individu-individu

tertentu akan menjadi kecerdasan y ang lbih kompleks, yaitu kecerdasan ganda (Multiple Intelligence), suatu istilah yang diperkenalkan oleh Gardner (1983). Salovey & Meyer (1990) mengemukakan bahwa kecerdasan emosional merupakan kemampuan untuk mengenali perasaan, meraih dan membangkitkan perasaan untuk membantu pikiran, memahami perasaan dan maknanya, dan mengendalikannya secara mendalam sehingga membantu perkembangan emosi dan intelektual. g. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kcerdasan Emosional (EI) Keterampilan EI bukanlah lawan keterampilan IQ atau keterampilan kognitif, namun keduanya berinteraksi secara dinamis, baik pada tingkatan konseptual maupun di dunia nyata. Selain itu, EQ tidak begitu dipengaruhi oleh faktor keturunan (Shapiro, 1998). Kecerdasan emosional sangat dipengaruhi oleh lingkungan, tidak bersifat menetap, dapat berubah-ubah setiap saat. Untuk itu peranan lingkungan terutama orang tua pada masa kanak-kanak sangat mempengaruhi dalam pembentukan kecerdasan emosional.

82

Sejalan dengan itu Goleman (1999) menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional seseorang yaitu: 1. Lingkungan keluarga. Kehidupan keluarga merupakan sekolah pertama dalam mempelajari emosi. Kecerdasan emosi dapat diajarkan pada saat masih bayi dengan cara contoh-contoh ekspresi. Peristiwa emosional yang terjadi pada masa anak-anak akan melekat dan menetap secara permanen hingga dewasa kehidupan emosional yang dipupuk dalam keluarga sangat berguna bagi anak kelak dikemudian hari. 2. Lingkungan non keluarga. Hal ini yang terkait adalah lingkungan masyarakat dan pendidikan. Kecerdasan emosi ini berkembang sejalan dengan perkembangan fisik dan mental anak. Pembelajaran ini biasanya ditujukan dalam suatu aktivitas bermain peran sebagai seseorang diluar dirinya dengan emosi yang menyertai keadaan orang lain. Menurut Le Dove (Goleman, 1999) bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi kecerdasan emosi antara lain: 1. Fisik. Secara fisik bagian yang paling menentukan atau paling berpengaruh terhadap kecerdasan emosi seseorang adalah anatomi saraf emosinya. Bagian otak yang digunakan untuk berfikir yaitu konteks (kadang kadang disebut juga neo konteks). Sebagai bagian yang berada dibagian otak yang mengurusi emosi yaitu system limbic, tetapi sesungguhnya antara kedua bagian inilah yang menentukan kecerdasan emosi seseorang. a) Konteks. Bagian ini berupa bagian berlipat-lipat kira kira 3 milimeter yang membungkus hemisfer serebral dalam otak. Konteks berperan

83

penting dalam memahami sesuatu secara mendalam, menganalisis mengapa mengalami perasaan tertentu dan selanjutnya berbuat sesuatu untuk mengatasinya. Konteks khusus lobus prefrontal, dapat bertindak sebagai saklar peredam yang memberi arti terhadap situasi emosi sebelum berbuat sesuatu. b) Sistem limbic. Bagian ini sering disebut sebagai emosi otak yang letaknya jauh didalam hemisfer otak besar dan terutama bertanggung jawab atas pengaturan emosi dan implus. Sistem limbic meliputi hippocampus, tempat berlangsungnya proses pembelajaran emosi dan tempat disimpannya emosi. Selain itu ada amygdala yang dipandang sebagai pusat pengendalian emosi pada otak. 2. Psikis. Kecerdasan emosi selain dipengaruhi oleh kepribadian individu, juga dapat dipupuk dan diperkuat dalam diri individu. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat dua faktor yang dapat mempengaruhi kecerdasan emosi seseorang yaitu secara fisik dan psikis. Secara fisik terletak dibagian otak yaitu konteks dan sistem limbic, secara psikis meliputi lingkungan keluarga dan lingkungan non keluarga. h. Dimensi Kecerdasan Emosional Goleman (1999) mengemukakan lima dimensi kecerdasan emosional, yaitu: kesadaran diri, motivasi diri, pengaturan diri, empati, dan keterampilan sosial. Setiap dimensi mempunyai beberapa kecakapan emosional. Kecerdasan emosional menentukan potensi seseorang untuk mempelajari keterampilanketerampilan praktis yang didasarkan pada kelima dimensi tersebut. Kecakapan

84

emosional ditunjukkan oleh banyak potensi itu yang telah diterjemahkan dalam bentuk kemampuan. Berikut ini akan diuraikan mengenai dimensi-dimensi kecerdasan emosional secara umum, termasuk kecakapan-kecakapan emosional pada setiap dimensi tersebut. 1. Kesadaran Diri Menurut Goleman (1999) kesadaran diri adalah mengetahui kondisi diri sendiri, kesukaan, sumber daya, dan intuisi. Sejalan dengan itu, Stein dan Book (2002) berpendapat bahwa kesadaran diri adalah kemampuan untuk mengenali perasaan dan mengapapa merasakannya seprti itu serta bagaimana pengaruhnya terhadap orang lain. Kecakapan emosi yang terkait dengan aspek ini meliputi: kesadaran emosi, penilaian diri secara akurat, dan percaya diri (Goleman, 1999). Kesadaran emosional adalah mengenali emosi sendiri dan pengaruhnya. Orang yang mempunyai kecakapan ini dapat: (a) mengetahui emosi mana yang sedang ia rasakan dan mengetahui sumbernya, (b) menyadari keterkaitan antara perasaan, pikiran, perbuatan, dan perkataannya, (c) mengetahui bagaimana perasaannya dapat mempengaruhi kinerjanya, (d) mempunyai kesadaran yang menjadi pedoman untuk mencapai tujuannya. Penilaian diri secara akurat adalah mengetahui sumber daya batiniah, kemampuan, dan keterbatasan diri. Orang yang mempunyai kecakapan ini dapat: (a) menyadari tentang kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahannya,

(b) menyempatkan diri untuk merenung, belajar dari pengalamannya, (c) terbuka terhadap umpan balik yang tulus, bersedia menerima perspektif baru, mau terus

85

belajar dan mengembangkan diri sendiri, (d) menunjukkan rasa humor dan bersedia memandang diri sendiri dengan perspektif yang luas. Percaya diri adalah keyakinan tentang harga diri dan kemampuan diri sendiri. Orang yang mempunyai kecakapan ini dapat: (a) tampil berani dengan keyakinan sendiri dan menyatakan keberadaannya, (b) berani menyuarakan pandangan yang tidak populer dan bersedia berkorban demi kebenaran, (c) tegas dan mampu membuat keputusan yang baik kendati dalam keadaan tidak pasti dan tertekan. 2. Pengaturan Diri Pengaturan diri adalah mengelola kondisi, implus, dan sumber daya sendiri. Kecakapan emosi yang terkait dengan aspek ini meliputi: pengendalian diri, dapat dipercaya, hati-hati, adaptabilitas, dan inovatif (Goleman, 1999). Pengendalian diri adalah menjaga agar emosi dan impuls yang merusak tetap terkendali. Orang yang mempunyai kecakapan ini dapat: (a) mengelola dengan baik perasaan-perasaan impulsif dan emosi-emosi yang menekannya, (b) bersikap teguh dan tidak goyah sekalipun dalam situasi yang paling berat, (c) berpikir dengan jernih dan tetap terfokus kendati dalam tekanan. Dapat dipercaya adalah memelihara norma kejujuran dan integritas serta mempunyai tanggung jawab yang tinggi dalam mengelola diri sendiri. Orang yang mempunyai kecakapan ini dapat: (a) bertindak menurut etika dan tidak mempermalukan orang, (b) membangun kepercayaan dengan mengandalkan diri sendiri, (c) mengakui kesalahan sendiri dan berani menegur perbuatan orang lain bila tidak etis, (d) memegang prinsip dengan teguh, (e) memenuhi komitmen dan

86

mematuhi janji, (f) bertanggung jawab sendiri untuk memperjuangkan tujuannya, (g) terorganisasi dengan cermat dalam bekerja. Adaptabilitas adalah keluwesan dalam menghadapi perubahan. Orang yang mempunyai kecakapan ini: (a) terampil menangani beragam kebutuhan, pergeseran prioritas, dan laju perubahan, (b) mengubah tanggapan dan mempunyai taktik untuk menyesuaikan diri dengan keadaan, (c) luwes dalam memandang situasi. Inovatif adalah keterbukaan dalam menerima gagasan, pendekatan, dan informasi-informasi baru. Orang yang mempunyai kecakapan ini dapat: (a) mencari gagasan baru dari berbagai sumber, (b) mendahulukan solusi-solusi yang orisinil dalam pemecahan masalah, (c) menciptakan gagasan-gagasan baru, (d) berani mengubah wawasan dan mengambil resiko akibat pemikiran barunya. 3. Motivasi Diri Motivasi diri adalah dorongan kecenderungan emosi yang mengantar atau memudahkan untuk mencapai tujuan. Kecakapan emosi yang terkait dengan aspek ini meliputi: dorongan berprestasi, komitmen, inisiatif dan optimisme (Goleman, 1999). Dorongan berprestasi adalah upaya untuk meningkatkan kualitas diri atau memenuhi standar keberhasilan. Orang yang mempunyai kecakapan ini: (a) berorientasi kepada hasil dengan semangat juang tinggi untuk meraih tujuan dan memenuhi standar, (b) menetapkan sasaran yang menantang dan berani mengambil resiko yang telah diperhitungkan, (c) mencari informasi sebanyak -

87

banyaknya guna mengurangi ketidakpastian dan mencari cara yang lebih baik, (d) belajar terus untuk meningkatkan kinerjanya. Komitmen adalah menyelaraskan diri dengan sasaran kelompok. Orang yang mempunyai kecakapan ini dapat: (a) berkorban demi sasaran yang lebih penting, (b) merasakan dorongan semangat dalam misi yang lebih besar, (c) menggunakan nilai-nilai kelompok dalam pengambilan keputusan penjabaran pilihan-pilihan, (d) aktif mencari peluang guna memenuhi misi kelompok. Inisiatif adalah kesiapan untuk memanfaatkan kesempatan. Orang mempunyai kecakapan ini dapat: (a) memiliki kesiapan untuk memanfaatkan peluang, (b) mengejar sasaran yang melebihi persyaratan, (c) berani melanggar batas-batas dan aturan-aturan yang tidak prinsip bila perlu agar tugas dapat dilaksanakan, (d) mengajak orang lain melakukan sesuatu yang tidak lazim dan bernuansa petualangan. Optimisme adalah kegigihan dalam memperjuangkan sasaran kendati ada halangan dan kegagalan. Orang mempunyai kecakapan ini dapat: (a) memiliki ketekunan dalam mengejar sasaran kedati banyak halangan dan kegagalan, (b) bekerja dengan harapan untuk sukses, bukannya takut gagal, (c) memandang kegagalan atau kemunduran sebagai situasi yang dapat dikendalikan ketimbang sebagai kekurangan pribadi. 4. Empati Kesadaran terhadap perasaan, kebutuhan, dan kepentingan orang lain. Kecakapan emosi yang terkait dengan aspek ini meliputi: memahami orang lain,

88

orientasi melayani, mengembangkan orang lain, mendayagunakan keragaman, dan kesadaran politik (Goleman, 1999). Memahami orang lain adalah mengindra perasaan dan perspektif orang lain dan secara aktif menunjukkan minat terhadap kepentingan-kepentingan mereka. Orang yang mempunyai kecakapan ini dapat: (a) memperhatikan isyaratisyarat emosi dan mendengarkannya dengan baik, (b) menunjukkan kepekaan dan pemahaman terhadap perspektif orang lain, (c) membantu berdasarkan pemahaman terhadap kebutuhan dan perasaan orang lain. Orientasi pelayanan adalah mengantisipasi, mengakui, dan memenuhi kebutuhan pelanggan. Orang yang mempunyai kecakapan ini dapat:

(a) memahami kebutuhan-kebutuhan pelanggan dan nenyesuaikan semua itu dengan pelayanan atau produk yang tersedia, (b) mencari berbagai cara untuk meningkatkan kepuasan dan kesetiaan pelanggan, (c) senantiasa dengan senang hati menawarkan bantuan yang sesuai, (d) menghayati perspektif pelanggan, bertindak sebagai penasihat yang dapat dipercaya. Mengembangkan orang lain adalah mengindra kebutuhan orang lain untuk berkembang dan meningkatkan kemampuan mereka. Orang yang mempunyai kecakapan ini dapat: (a) mengakui dan menghargai kekuatan, keberhasilan, dan perkembangan orang lain (b) menawarkan umpan balik yang bermanfaat dan mengidentifikasi kebutuhan orang lain untuk berkembang, (c) memberikan pelatihan pada waktu yang tepat, penugasan-penugasan yang menantang serta memaksakan dikerahkannya keterampilan seseorang.

89

Mendayagunakan keragaman adalah menumbuhkan kesempatan melalui keragaman sumber daya manusia. Orang yang mempunyai kecakapan ini dapat: (a) hormat dan mau bergaul dengan orang-orang dari bermacam-macam latar belakang (b) memahami beragamnya pandangan dan peka terhadap perbedaan antarkelompok, (c) memandang keragaman sebagai peluang, menciptakan lingkungan yang memungkinkan semua orang maju bersama-sama kendati berbeda-beda, (d) berani menetang sikap membeda-bedakan dan intoleransi. Kesadaran politik adalah memahami dan membaca situasi sosial dan politik. Orang yang mempunyai kecakapan ini dapat: (a) membaca dengan cermat hubungan kekuasaan yang paling tinggi dalam lingkungannya, (b) mengenal dengan baik jaringan-jaringan sosial yang penting, (c) memahami kekuatankekuatan yang membentuk pandangan-pandangan serta tindakan-tindakan klien, pelanggan, atau pesaing (d) membaca dengan cermat realitas kelompok maupun realitas di luar. 5. Keterampilan Sosial Keterampilan sosial adalah kepintaran dalam menggugah tanggapan yang dikehendaki pada orang lain atau merupakan seni dalam menangani emosi orang lain. Kecakapan emosi yang terkait dengan aspek ini meliputi: pengaruh, kominikasi, manajemen konflik, kepemimpinan, dan katalisator perubahan (Goleman, 1999). Pengaruh adalah terampil menggunakan dan penerapan taktik persuasi secara efektif. Orang yang mempunyai kecakapan ini dapat: (a) terampil melakukan tindakan persuasif, (b) menyesuaikan presentasi untuk menarik hati

90

pendengar, (c) menggunakan strategi yang rumit seperti memberi pengaruh tidak langsung untuk membangun konsensus dan dukungan, (d) memadukan dan menyeleraskan peristiwa-peristiwa dramatis agar menghasilkan sesuatu secara efektif. Komunikasi adalah mendengarkan secara terbuka dan mengirimkan pesan yang meyakinkan. Orang yang mempunyai kecakapan ini dapat: (a) mem beri, menerima, dan menyertakan isyarat emosi dalam pesan-pesan seeara efektif, (b) menghadapi masalah-masalah sulit tanpa ditunda, (c) mendengarkan dengan baik, berusaha saling memahami, dan bersedia berbagi informasi secara utuh, (d) menggalakkan komunikasi terbuka dan tetap bersedia menerima kabar buruk sebagaimana bersedianya menerima kabar baik. Manajemen konflik adalah merundingkan dan menyelesaikan

ketidaksepakatan. Orang yang mempunyai kecakapan ini dapat: (a) menangani orang-orang sulit dan situasi tegang dengan diplomasi dan taktik,

(b) mengidentifikasi hal-hal yang berpotensi menjadi konflik, menyelesaikan perbedaan pendapat secara terbuka, dan membantu mendinginkan situasi, (c) mengajurkan debat dan diskusi secara terbuka, (d) mengantar ke solusi yang baik. Kepemimpinan adalah mengilhami dan membimbing individu atau kelompok. Orang yang mempunyai ini dapat: (a) mengartikulasikan dan membangkitkan semangat untuk meraih visi serta misi bersama, (b) melangkah di depan untuk memimpin bila diperlukan, (c) memadu kinerja orang lain dan tetap memberikan tanggung jawab kepada mereka, (d) memimpin lewat teladan.

91

Katalisator perubahan adalah mengawali dan atau mengelola perubahan. Orang yang Yang mempunyai ini dapat: (a) menyadari perlunya perubahan dan menghilangkan hambatan, (b) menantang status quo untuk menyatakan perlunya perubahan (c) menjadi pelopor perubahan dan mengajak orang lain

memperjuangkannya, (d) membuat model perubahan seperti yang diharapkan oleh orang lain. i. Teori-Teori Kecerdasan Emosional Sejak diperkenalkan oleh Mayer dan Salovey pada 1990, konsep kecerdasan emosi telah menerima perhatian luas dalam bidang akademik. Gadner (1993) menerangkan kecerdasan emosi dalam kerangka teori kecerdasan pelbagai (Multiple Intelligence) manakala Sternberg (1995) pula menerangkan dalam kerangka teori kecerdasan kejayaan (Successful Intelligence) (Anonim, 2011). Cooper dan Sawaf (1997), Goleman (1999). Dulewicz dan Higgs (1999), Bar-On (2000) dan Nelson dan Low (2003) seterusnya telah mengembangkan teori masing-masing dalam menerangkan konstruk kecerdasan emosi (Anonim, 2011). 1. Teori Kecerdasan Pelbagai Teori kecerdasan pelbagai (Multiple Intelligence) oleh Gardner (1983) mendasari dua prinsip asas yaitu: a) Manusia mempunyai kecerdasan yang pelbagai.

b) Semua orang dapat mengembangkan kesemua kecerdasan ini ke satu tahap yang kompeten. Terdapat sepuluh kecerdasan yang dikenal yaitu kecerdasan matematiklogikal, kecerdasan linguistik, kecerdasan ruangan, kecerdasan musik, kecerdasan

92

kinestatik, kecerdasan intrapersonal, kecerdasan interpersonal, kecerdasan naturalistik, kecerdasan eksistensial dan kecerdasan spiritual (Gardner, 1983). Gardner (1983) menyatakan kecerdasan emosi dalam gabungan

kecerdasan intrapersonal dan interpersonal dalam teori kecerdasan pelbagainya. Kecerdasan intrapersonal merujuk kepada keupayaan kesedaran diri yang tinggi dan bertindak menurut kesedaran tersebut. Kecerdasan ini membolehkan seseorang memahami dirinya dengan tepat dan berupaya menangani keinginan, ketakutan, emosi dan motif diri dengan sewajarnya. Pada tahun 1994, menurut Armstrong (Anonim, 2011), pemilik kecerdasan intrapersonal sentiasanya menunjukkan sifat-sifat seperti berikut: a) Sentiasa membuat refleksi diri dan memikir tentang isu besar dalam kehidupan. b) Mementingkan pemajuan diri dan kepahaman diri. c) Mengembangkan minat dan hobi tersendiri.

d) Sentiasa memikir tentang hidup. e) Mahir belajar daripada maklum balas dan memahami kelebihan dan kelemahan diri. f) 2. Menulis diari dan membuat catatan khusus terhadap kehidupan diri. Teori Kecerdasan Kejayaan Sternberg (1995) telah mengemukakan teori kecerdasan kejayaan (successful intelligent) yang menyatakan bahawa kelakuan kecerdasan adalah hasil daripada aplikasi strategi pemikiran, penanganan masalah dengan kreatif dan penyesuaian konteks dengan memilih dan mengubah persekitaran (Anonim,

93

2011). Menurut Sternberg (1995), kecerdasan kejayaan terdiri daripada tiga kecerdasan iaitu kecerdasan komponential, kecerdasan pengalaman dan kecerdasan konteks. Kecerdasan komponential merujuk kepada keupayaan untuk memikir secara abstrak dan memproses maklumat. Kecerdasan pengalaman pula meruju kepada keupayaan untuk membina idea baru dan menggabungkan idea lama. Kecerdasan konteks merujuk kepada keupayaan untuk menyesuaikan diri dengan konteks tertentu dengan membentuk semula persekitaran berkenaan (Anonim, 2011). Nelson & Low (2003) menyatakan bahawa orang yang mempunyai kecerdasan kejayaan juga merupakan orang mempunyai kecerdasan emosi (Margaret Matlin, 1983). Persamaan antara dua kontruks kecerdasan ini membolehkan sifat-sifat orang yang mempunyai kecerdasan kejayaan dijadikan rujukan kepada sifat-sifat orang yang mempunyai kecerdasan emosi. Kecerdasan kejayaan membolehkan seseorang itu mempunyai sifat-sifat seperti berikut: a) Selalu memulai melakukan sesuatu dengan motivasi diri yang tinggi.

b) Dapat mengawal naluri. c) Mencoba untuk mengatasi masalah peribadi.

d) Tidak takut mengambil risiko dan bertanggung jawab. e) f) Mengimbangi pemikiran (kognitif dan emosi). mempunyai keyakinan yang tinggi

j. Kecerdasan Emosional dan Hasil Belajar Matematika Di tengah semakin ketatnya persaingan di dunia pendidikan dewasa ini,

94

merupakan hal yang wajar apabila para siswa sering khawatir akan mengalami kegagalan atau ketidak berhasilan dalam meraih prestasi belajar atau bahkan takut tinggal kelas. Banyak usaha yang dilakukan oleh para siswa untuk meraih prestasi belajar agar menjadi yang terbaik seperti membentuk kelompok belajar atau mengikuti bimbingan belajar. Usaha semacam itu jelas positif, namun masih ada faktor lain yang tidak kalah pentingnya dalam mencapai keberhasilan selain kecerdasan ataupun kecakapan intelektual, faktor tersebut adalah kecerdasan emosional. Karena kecerdasan intelektual saja tidak memberikan persiapan bagi individu untuk menghadapi gejolak, kesempatan ataupun kesulitan-kesulitan dan kehidupan. Dengan kecerdasan emosional, individu mampu mengetahui dan menanggapi perasaan mereka sendiri dengan baik dan mampu membaca dan menghadapi perasaan-perasaan orang lain dengan efektif. Individu dengan keterampilan emosional yang berkembang baik berarti kemungkinan besar ia akan berhasil dalam kehidupan dan memiliki motivasi untuk berprestasi. Sedangkan individu yang tidak dapat menahan kendali atas kehidupan emosionalnya akan mengalami pertarungan batin yang merusak kemampuannya untuk memusatkan perhatian pada tugastugasnya dan memiliki pikiran yang jernih. Sebuah laporan dari National Center for Clinical Infant Programs (1992) menyatakan bahwa keberhasilan di sekolah bukan diramalkan oleh kumpulan fakta seorang siswa atau kemampuan dirinya untuk membaca, melainkan oleh ukuran-ukuran emosional dan sosial: yakni pada diri sendiri dan mempunyai minat; tahu pola perilaku yang diharapkan orang lain dan bagaimana

95

mengendalikan dorongan hati untuk berbuat nakal; mampu menunggu, mengikuti petunjuk dan mengacu pada guru untuk mencari bantuan; serta mengungkapkan kebutuhan-kebutuhan saat bergaul dengan siswa lain (Anonim, 2011). Hampir semua siswa yang prestasi sekolahnya buruk, menurut laporan tersebut, tidak memiliki satu atau lebih unsur-unsur kecerdasan emosional ini (tanpa memperdulikan apakah mereka juga mempunyai kesulitan-kesulitan kognitif seperti kertidakmampuan belajar) (Goleman, 1999). Penelitian Walter Mischel (1960) mengenai Marsmallow Challenge di Universitas Stanford menunjukkan anak yang ketika berumur empat tahun mampu menunda dorongan hatinya, setelah lulus sekolah menengah atas, secara akademis lebih kompeten, lebih mampu menyusun gagasan secara nalar, seta memiliki gairah belajar yang lebih tinggi. Mereka memiliki skor yang secara signifikan lebih tinggi pada tes SAT dibanding dengan anak yang tidak mampu menunda dorongan hatinya (Goleman, 1999). Individu yang memiliki tingkat kecerdasan emosional yang lebih baik, dapat menjadi lebih terampil dalam menenangkan dirinya dengan cepat, jarang tertular penyakit, lebih terampil dalam memusatkan perhatian, lebih baik dalam berhubungan dengan orang lain, lebih cakap dalam memahami orang lain dan untuk kerja akademis di sekolah lebih baik (Gottman, 1997). Keterampilan dasar emosional tidak dapat dimiliki secara tiba-tiba, tetapi membutuhkan proses dalam mempelajarinya dan lingkungan yang membentuk kecerdasan emosional tersebut besar pengaruhnya. Hal positif akan diperoleh bila anak diajarkan keterampilan dasar kecerdasan emosional, secara emosional akan

96

lebih cerdas, penuh pengertian, mudah menerima perasaan-perasaan dan lebih banyak pengalaman dalam memecahkan permasalahannya sendiri, sehingga pada saat remaja akan lebih banyak sukses disekolah dan dalam berhubungan dengan rekan-rekan sebaya serta akan terlindung dari resiko-resiko seperti obat-obat terlarang, kenakalan, kekerasan serta seks yang tidak aman (Gottman, 1997). Gottman (1997) menemukan bahwa anak-anak yang belajar mengenali dan menguasai emosinya menjadi lebih percaya diri, sekaligus lebih sehat secara fisik, dan mereka juga lebih baik prestasinya di sekolah dan cenderung akan menjadi orang dewasa yang sehat secara emosional. Dikemukakan oleh Elias (1999) bahwa pernah ada sejumlah evaluasi objektif tentang keterampilan emosional dalam hubungannya dengan kemajuan belajar yang dialami anak-anak, diantaranya yang terbaik adalah yang membandingkan murid pada peserta kursus keterampilan emosional di New Haven School dengan muid setara yang tidak mengikutinya, dengan para pengamat field independent yang menilai tingkah laku anak-anak itu. Metode lain adalah melacak perbuatan para murid yang sama sebelum dan sesudah mengikuti kursus tersebut berdasarkan pengukuran tingkah laku mereka secara objektif, misalnya perkelahian di sekolah atau larangan masuk sekolah sementara. Pengumpulan penilaian semacam itu mengungkapkan, manfaat luas keterampilan emosional bagi anak, bagi tingkah laku mereka di dalam dan di luar sekolah dan bagi kemampuan belajar mereka. Kajian Nada Abi Samra (2000) terhadap 500 orang pelajar Gred Kesebelas menunjukkan hubungan signifikan antara kecerdasan emosi dengan

97

pencapaian akademik (Azizi Yahaya, 2005). Kerja Dan Budny (1997) menunjukkan hubungan kecerdasan emosi dengan pencapaian akademik tahun pertama dalam pendidikan tinggi. Dia kemudiannya mendapati bahwa pencapaian tahun pertama berkolerasi tinnggi dengan pencapaian keseluruhan (Azizi Yahaya, 2005). Dick Culver (1998) dalam Azizi Yahaya (2005) menunjukkan bahawa kepuasan diri (salah satu spesifikasi kecerdasan emosi) sangat membantu dalam pencapaian akademik. Perry (1968) pula

menunjukkan bahawa individu yang belajar dalam zona gembira dapat berprestasi dengan baik, sedangkan optimisme adalah satu daripada kemahiran kecerdasan emosi (Azizi Yahaya, 2005). Di samping itu, Julie Coultas (2002) dalam Azizi Yahaya (2005) menyatakan bahwa latihan kemahiran kecerdasan emosi dapat membentuk prilaku pro-sosial di kalangan pelajar dan ini amat membantu dalam menangani kelakuan buruk pelajar. Bekas Menteri Pendidikan Britain Estelle Morris (2001) juga pernah menyarankan supaya memasukkan program kecerdasan emosi dalam sekolah kerana dia percaya bahwa kawalan emosi dan pengurusan perhubungan dengan orang lain dapat menyekat kelakuan buruk (Azizi Yahaya, 2005). Kecerdasan emosi pelajar merupakan satu isu yang perlu diberi perhatian. Di sini, kecerdasan emosi telah dipilih untuk menguji sejauh mana ia boleh mempengaruhi pencapaian akademik serta tingkah laku seseorang pelajar. Kegagalan pelajar dalam bidang akademik adalah disebabkan oleh kekurangan salah satu bidang kecerdasan emosi yaitu kecerdasan interpersonal. Hollin (1993)

98

menyatakan bahawa salah satu kemahiran utama yang perlu dipelajari sepanjang perkembangan seseorang peserta didik adalah membentuk kemahiran komunikasi yang berkesan dengan orang lain (Azizi Yahaya, 2005). Kemahiran interpersonal ini merupakan satu dimensi kecerdasan emosi yang dominan. Mereka yang EI-nya terasah, akan memiliki satu atau beberapa dari banyak karakter-karakter mental yang positif, seperti sabar, rajin, ulet, pantang putus asa, percaya diri, tenang, supel hingga tawadhu'. Dengan adanya sifat-sifat positif ini, akan lebih mudah lagi mencapai peningkatan hasil dalam semua kegiatanya, terlebih lagi dalam peningkatan hasil belajar Matematika. Arden N. Fardesen (Suryabrata, 1989) mengatakan bahwa hal yang mendorong seorang untuk belajar adalah: a. b. Adanya sifat ingin tahu dan menyelidiki dunia yang amant luas. Adanya sifat yang kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk selalu maju. c. Adanya keinginan untuk mendapatkan simpati dari orang tua, guru, dan teman. d. Adanya uasaha untuk memperbaiki kegagalaan yang lalu dengan usaha yang baru, baik dengan koprasi maupun dengan kompetisi. e. f. Adanya usaha untuk mendapatkan rasa aman bila menguasai pelajaran. Adanya ganjaran atau hukuman sebagai konsekwensi dari belajar. Keenam poin tersebut adalah kemampuan yang harus dimiliki siswa. Bila seorang siswa mampu mengaturnya dengan baik, hal tersebut menunjukan kecerdasan emosional yang baik dan akan memberikan sumbangan yang besar

99

terhadap prestasi baiknya dalam belajar. Tapi kalau yang terjadi sebaliknya, maka siswa akan terhambat dan mengalami kesulitan dalam belajar. Siswa dengan keterampilan emosional yang berkembang baik berarti kemungkinan besar ia akan berhasil dalam pelajaran, menguasai kebiasaan pikiran yang mendorong produktivitas mereka. Sebaliknya siswa yang tidak dapat menghimpun kendali tertentu atas kehidupan emosionalnya akan mengalami pertarungan batin yang merampas kemampuan mereka untuk berkonsentrasi pada pelajaran ataupun untuk memiliki pikiran yang jernih, sehingga bagaimana siswa diharapkan berprestasi kalau mereka masih kesulitan mengatur emosi mereka. Marpaung (1999) menyatakan bahwa kesulitan belajar Matematika yang dialami siswa disebabkan karena objek-objek Matematika bersifat abstrak, hanya ada dalam pikiran sehingga hanyalah pikiran yang dapat melihat objek -objek itu. Selain itu, kesulitan dan kekurangpahaman siswa juga disebabkan oleh cara Matematika itu diajarkan. Darwis (2007) mengemukakan bahwa salah satu cara yang dapat ditempuh guru dalam pembelajaran Matematika adalah dengan melibatkan atau memanfaatkan kecerdasan emosional, mengingat faktor kecerdasan emosional kini diakui sangat menentukan kesuksesan seseorang dalam kehidupannya, termasuk kesuksesan dalam belajar Matematika. Karena begitu pentingnya kecerdasan emosional terhadap pembelajaran Matematika sehingga Darwis (2007) melakukan penelitian untuk

mengembangkan sebuah model pembelajaran Matematika yang melibatkan kecerdasan emosional baik siswa maupun guru dalam upanya perbaikan hasil belajar Matematika siswa. Dikemukakan oleh Darwis (2007) bahwa (a) secara

100

teoritik, aspek-aspek kecerdasan emosional mempengaruhi hasil belajar Matematika, dan (2) secara empiris, aspek-aspek kecerdasan emosional memiliki korelasi yang tinggi terhadap hasil belajar Matematika menurut hasil penelitian pendahuluan. Sejalan dengan itu, Badrun (2007) dan Vivi Rosidah (2007) menemukan bahwa semakin tinggi kecerdasan emosional peserta didik semakin tinggi pula hasil belajar Matematikanya. Melihat uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa kecerdasan emosional merupakan salah satu faktor yang penting yang seharusnya dimiliki oleh siswa yang memiliki kebutuhan untuk meraih hasil belajar Matematika yang tinggi di sekolah. 6. Hubungan Antara Minat Belajar Matematika, Motivasi Berprestasi dan Kecerdasan Emosional Minat belajar Matematika, motivasi berprestasi dan kecerdasan emosional adalah variabel yang akan diteliti pengaruhnya terhadap hasil belajar Matematika. Namun diketahui bahwa ketiga variabel ini saling mempengaruhi antara variabel yang satu dengan variabel yang lainnya, sehingga membutuhkan pengkajian secara khusus variabel-variabel mana yang saling mempengaruhi. Berikut adalah pengaruh variabel-variabel tersebut. a) Pengaruh kecerdasan emosional terhadap motivasi berprestasi Batas antara emosi dan motivasi sangatlah tipis. Sebagai contoh, rasa takut merupakan sebuah emosi, tetapi juga merupakan motif yang mendorong munculnya tingkah laku. Leeper (1970) mengemukakan teori tentang hubungan motivasi dan emosi, yaitu bahwa hampir seluruh tingkah laku kita yang berkesinambungan dan diarahkan pada tujuan diwarnai (tone) oleh emosional, dan

101

bahwa tone emosional-lah yang memberikan arah bagi sekuen tingkah laku (Herlina, 2002). Sebagai contoh, motif yang mendorong tingkah laku seseorang dalam pekerjaannya mungkin saja merupakan pemuasan dalam mengerjakan tugas dengan baik, atau kepuasaan dihargai oleh teman sejawat, atau kesenangan karena menguasai sesuatu yang baru. Sejalan dengan itu, Tomkins (1970) menyatakan bahwa emosi memberikan energi pada motif (Herlina, 2002). Menurut Tomkins, motif atau drive secara sederhana memberikan informasi tentang beberapa kebutuhan atau kondisi dari tubuh. Yang menyertai drive ini adalah emosi (Tomkins menggunakan istilah efek), seperti semangat, kesengan, rasa tertekan, memberikan energi bagi drive. Emosi ini memperkuat drive untuk memberikan motivasionalnya. Dikemukakan oleh Asad (1999) dalam Anonim (2011) bahwa faktor internal yang mempengaruhi motivasi adalah faktor internal seperti emosi. Senada dengan itu, Goleman (1999) mengemukakan bahwa kita termotivasi oleh perasaan antusiasme dan kepuasan pada apa yang kita k erjakan. Atau, bahkan kadar optimal kecemasan emosi-emosi itulah yang mendorong kita untuk berprestasi. Dalam artian inilah kecerdasan emosional merupakan kecakapan utama, kemampuan yang secara mendalam mempengaruhi semua kemampuan lainnya, baik memperlancar maupun menghambat kemampuan-kemampuan itu. Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosional berpengaruh positif terhadap motivasi, termasuk motivasi berprestasi.

102

b) Pengaruh kecerdasan emosional terhadap minat belajar Matematika Menurut Kartono (1995), minat merupakan moment-moment dari kecenderungan jiwa yang terarah secara intensif kepada suatu obyek yang dianggap paling efektif (perasaan, emosional) yang didalamnya terdapat elemenelemen efektif (emosi) yang kuat. Minat juga berkaitan dengan kepribadian. Jadi pada minat terdapat unsur-unsur pengenalan (kognitif), emosi (afektif), dan kemampuan (konatif) untuk mencapai suatu objek, seseorang suatu soal atau suatu situasi yang bersangkutan dengan diri pribadi (Buchori, 1985). Hal ini sejalan dengan pendapat Sudarsono (1980), bahwa faktor emosional merupakan faktor yang mempengaruhi ukuran intensitas seseorang dalam menaruh perhatian terhadap suatu kegiatan/objek tertentu, sedangkan perhatian adalah salah satu unsur dari minat (Mayis Casdari, 2005). Dan ditambahkan oleh Nurkancana (1986) bahwa faktor yang dapat menimbulkan minat belajar adalah dorongan dari dalam individu, dorongan motif sosial dan dorongan emosional. Kemudian Crow & Crow (1988) menjelaskan bahwa minat dapat menunjukkan kemampuan untuk memperhatikan seseorang, Sesuatu barang atau kegiatan atau sesuatu yang dapat memberi pengaruh terhadap pengalaman yang telah distimuli oleh kegiatan itu sendiri. Minat dapat menjadi sebab sesuatu kegiatan dan hasil dari turut sertanya dalam kegiatan tersebut. Lebih lanjut, Crow and Crow menyebutkan bahwa minat mempunyai hubungan yang erat dengan dorongan-dorongan, motif-motif dan respon-respon emosional. Winkel (1983) menyatakan bahwa, minat adalah kecenderungan yang agak menetap dalam subyek untuk merasa tertarik pada bidang atau hal tertentu

103

atau merasa senang berkecimpung dalam bidang itu. Perasaan merupakan faktor psikis yang non intelektual (bagian dari kecerdasan emosional), yang khusus berpengaruh terhadap semangat/gairah siswa dalam melakukan aktivitas belajar. Perasaan senang akan menimbulkan minat, yang diperkuat lagi oleh sikap yang positif. Sejalan dengan pendapat Laster & Alice Crow (Loekmono, 1994) bahwa alasan-alasan yang mendorong tumbuhnya minat belajar dalam diri seseorang adalah (a) suatu hasrat keras untuk memperoleh nilai-nilai yang lebih baik dalam semua mata pelajaran; (b) suatu dorongan batin memuaskan rasa ingin tahu dalam satu atau lain bidang studi; (c) hasrat untuk meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan pribadi; (d) hasrat untuk menerima pujian dari orang tua, guru dan teman-teman; dan (e) gambaran diri dimasa mendatang untuk meraih sukses dalam bidang khusus tertentu. Jika diteliti, ternyata faktor-faktor yang dapat mendorong tumbuhnya minat belajar kesemuanya berkaitan erat dengan kecerdasan emosional yang dimiliki oleh seseorang. Faktor emosional, yakni yang berkaitan dengan perasaan, dapat meningkatkan minat, sedangkan kegagalan dapat menghilangkan minat seseorang (Crow and Crow 1982). Berdasarkan teori "Acceptance Rejection" yang dikemukakan Fryer, bahwa keberadaan minat itu berdasarkan pada orientasi suka dan tidak sukanya individu terhadap objek, subjek atau aktivitas. Orientasi ini pada gilirannya akan mempengaruhi penerimaan individu. Jika individu suka terhadap objek, subjek, atau aktivitas tersebut, maka individu akan menerimanya. Jika individu tidak suka kepada objek, subjek atau aktivitas tersebut, maka ia akan menolaknya. Penentuan minat ini didasarkan pada reaksi individu

104

(menolak/menerima). Jika ia menerima berarti ia berminat, dan jika menolak berarti ia tidak berminat. Selanjutnya berdasarkan salah satu penelitian terbaru adalah Zampetakis (2009) yang mencoba membuktikan kecerdasan emosi berpengaruh terhadap minat, dan diperoleh informasi bahwa kecerdasan emosi berpengaruh positif terhadap minat. Oleh karena itu, maka dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosional berpengaruh positif terhadap minat, termasuk minat dalam belajar Matematika. c) Pengaruh minat belajar Matematika terhadap motivasi berprestasi Minat berhubungan erat dengan motivasi. Motivasi muncul karena adanya kebutuhan, begitu juga minat, sehingga tepatlah bila minat merupakan alat motivasi. Proses belajar akan berjalan lancar bila disertai minat. Oleh karena itu, guru perlu membangkitkan minat siswa agar pelajaran yang diberikan mudah siswa mengerti (Hasnawiyah, 1994). Asad (1999, dalam Anonim, 2011) mengemukakan bahwa motivasi ialah segala sesuatu yang menggerakkan organisme baik itu sumbernya dari faktor internal ataupun eksternal. Faktor eksternal yang dapat mempengaruhi motivasi kerja adalah lingkungan tempat kerja antara lain kondisi individu atau rekan kerja, iklim organisasi serta pola manajemen yang berlaku. Sedangkan faktor internal adalah kondisi internal individu seperti sikap, emosi, minat dan potensi yang dimiliki. E. J. Donal dalam Komaruddin (1983) membagi motivasi dalam dua jenis yaitu: 1) Motivasi intrinsik adalah motivasi yang timbul dari dalam diri seseorang. Motivasi ini sering disebut motivasi murni misalnya,

105

kebutuhan untuk berprestasi, kebutuhan akan perasaan diterima; 2) Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang datang dari luar diri seseorang. Misalnya, kenaikan pangkat, pujian, hadiah dan sebagainya (Anonim, 2011). Hurlock (1986) menjabarkan bahwa minat merupakan sumber motivasi yang mendorong seseorang untuk melakukan apa yang ingin dilakukan ketika bebas memilih. Ketika seseorang menilai bahwa sesuatu akan bermanfaat, maka akan menjadi berminat, kemudian hal tersebut akan mendatangkan kepuasan. Ketika kepuasan menurun maka minatnya juga akan menurun. Sehingga minat tidak bersifat permanen, tetapi minat bersifat sementara atau dapat berubah-ubah. Ditambahkan oleh Hurlock (1986) bahwa minat merupakan hasil dari pengalaman belajar, bukan hasil bawaan sejak lahir. Hurlock (1986) juga menekankan pentingnya minat, bahwa minat menjadi sumber motivasi kuat bagi seseorang untuk belajar, minat juga mempengaruhi bentuk dan intensitas aspirasi seseorang dan minat juga menambah kegembiraan pada setiap kegiatan yang ditekuni seseorang. Hal senada juga dikemukakan oleh Sandjaja (2005, dalam Anonim, 2011) bahwa suatu aktivitas akan dilakukan atau tidak sangat tergantung sekali oleh minat seseorang terhadap aktivitas tersebut, disini nampak bahwa minat merupakan motivator yang kuat untuk melakukan suatu aktivitas. Meichati (Sandjaja, 2005) mengartikan minat adalah perhatian yang kuat, intensif dan menguasai individu secara mendalam untuk tekun melakukan suatu aktivitas (Anonim, 2011). Pintrich dan Schunk (1996) juga menyebutkan bahwa minat merupakan sebuah aspek penting dari motivasi yang mempengaruhi perhatian, belajar,

106

berpikir dan prestasi (Anonim, 2011). Sejalan dengan itu, Hurlock (1986) menyatakan bahwa motivasi timbul karena adanya suatu minat. Minat sebagai sumber motivasi yang akan mengarahkan seseorang pada apa yang akan mereka lakukan bila diberi kebebasan untuk memilihnya. Bila mereka melihat sesuatu itu mempunyai arti bagi dirinya, maka mereka akan tertarik terhadap sesuatu itu yang pada akhirnya nanti akan menimbulkan kepuasan bagi dirinya. Minat peserta didik akan menjadi sumber motivasi bagi peserta didik untuk belajar. Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa minat belajar Metamatika berpengaruh positif terhadap motivasi berprestasi peserta didik. B. Kerangka Berpikir Berhasil tidaknya seorang siswa dalam belajar Matematika dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik yang bersumber dari dalam diri siswa (faktor internal) maupun dari luar diri siswa (faktor eksternal). Faktor internal antara lain inteligensi, minat, sikap, motivasi dan rasa percaya diri. Sedangkan faktor eksternal antara lain adalah fasilitas belajar, perhatian orang tua, iklim keluarga dan lingkungan masyarakat. Faktor-faktor tersebut, dapat bersifat mendukung atau menghambat proses belajar itu sendiri. Minat merupakan faktor psikologis yang dapat turut menentukan sasaran pada diri seseorang. Minat mempunyai peranan penting dalam pencapaian keberhasilan. Apabila bahan pelajaran Matematika tidak sesuai dengan minat siswa, maka siswa tidak akan belajar dengan sebaik-baiknya. Indikator minat belajar Matematika dalam penelitian ini adalah adanya perasaan senang terhadap

107

pelajaran Matematika, adanya perhatian siswa terhadap Matematika, adanya kemauan belajar Matematika dan adanya keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran Matematika. Motivasi berprestasi sebagai suatu kondisi pendorong dalam diri individu yang memegang peranan penting dalam beberapa situasi untuk memelihara atau membuat penampilan atau keunggulan dirinya yang tinggi. Dengan demikian motivasi berprestasi dapat mendorong usaha-usaha pencapaian hasil belajar yang maksimal termasuk dalam bidang Matematika. Indikator motivasi berprestasi dalam penelitian ini adalah berambisi, berkompetisi, bekerja keras, tekun berusaha meningkatkan status sosialnya dan memberi penilaian yang tinggi terhadap kreativitas dan produktivitas. Kecerdasan emosional merupakan faktor internal yang mempengaruhi kemampuan belajar siswa. Gottman (1997) menemukan bahwa anak-anak yang belajar mengenali dan menguasai emosinya menjadi lebih percaya diri, sekaligus lebih sehat secara fisik, dan mereka juga lebih baik prestasinya di sekolah dan cenderung akan menjadi orang dewasa yang sehat secara emosional. Kecerdasan emosional dalam penelitian ini dibagi dalam lima dimensi, yaitu kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi diri, empati dan keterampilan sosial dan tiap dimensi memiliki indikator tersendiri. Indikator untuk kesadaran diri dalam penelitian ini adalah kesadaran emosional, penilaian diri secara akurat dan percaya diri. Indikator untuk pengaturan diri adalah pengendalian diri, dapat dipercaya, hatihati, adaptabilitas dan inovatif. Indikator untuk motivasi diri adalah dorongan berprestasi, komitmen, inisiatif dan optimisme. Indikator untuk empati adalah

108

memahami orang lain, orientasi melayani, mengembangkan orang lain, mendayagunakan keragaman dan kesadaran politik. Dan indikator untuk keterampilan sosial adalah pengaruh, komunikasi, manajemen konflik,

kepemimpinan dan katalisator perubahan. Ketiga variabel yang akan diteliti di atas, yaitu kecerdasan emosional, minat belajar Matematika dan motivasi berprestasi juga saling mempengaruhi. Kecerdasan emosional mempengaruhi minat belajar Matematika dan motivasi berprestasi sedangkan minat belajar Matematika sendiri juga mempengaruhi motivasi berprestasi. C. Hipotesis Penelitian Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka pikir, maka dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut: 1. Hipotesis menyangkut prediksi (langsung) empati terhadap minat belajar Matematika, motivasi berprestasi dan hasil belajar Matematika. Hipotesis ke-1 Empati berpengaruh positif terhadap minat belajar

Matematika. Hipotesis ke-2 Hipotesis ke-3 Empati berpengaruh positif terhadap motivasi berprestasi. Empati berpengaruh positif terhadap hasil belajar

Matematika. 2. Hipotesis menyangkut prediksi (langsung) kesadaran diri terhadap minat belajar Matematika, motivasi berprestasi dan hasil belajar Matematika. Hipotesis ke-4 Kesadaran diri berpengaruh positif terhadap minat belajar Matematika.

109

Hipotesis ke-5

Kesadaran diri berpengaruh positif terhadap motivasi berprestasi.

Hipotesis ke-6

Kesadaran diri berpengaruh positif terhadap hasil belajar Matematika.

3.

Hipotesis menyangkut prediksi (langsung) keterampilan sosial terhadap minat belajar Matematika, motivasi berprestasi dan hasil belajar Matematika. Hipotesis ke-7 Keterampilan sosial berpengaruh positif terhadap minat belajar Matematika. Hipotesis ke-8 Keterampilan sosial berpengaruh positif terhadap motivasi berprestasi. Hipotesis ke-9 Keterampilan sosial berpengaruh positif terhadap hasil belajar Matematika.

4.

Hipotesis menyangkut prediksi (langsung) motivasi diri terhadap minat belajar Matematika, motivasi berprestasi dan hasil belajar Matematika. Hipotesis ke-10 Motivasi diri berpengaruh positif terhadap minat belajar Matematika. Hipotesis ke-11 Motivasi diri berpengaruh positif terhadap motivasi berprestasi. Hipotesis ke-12 Motivasi diri berpengaruh positif terhadap hasil belajar Matematika.

5.

Hipotesis menyangkut prediksi (langsung) pengaturan diri terhadap minat belajar Matematika, motivasi berprestasi dan hasil belajar Matematika.

110

Hipotesis ke-13 Pengaturan diri berpengaruh positif terhadap minat belajar Matematika. Hipotesis ke-14 Pengaturan diri berpengaruh positif terhadap motivasi berprestasi. Hipotesis ke-15 Pengaturan diri berpengaruh positif terhadap hasil belajar Matematika. 6. Hipotesis menyangkut prediksi (langsung) minat belajar Matematika terhadap motivasi berprestasi dan hasil belajar Matematika. Hipotesis ke-16 Minat belajar Matematika berpengaruh positif terhadap motivasi berprestasi. Hipotesis ke-17 Minat belajar Matematika berpengaruh positif terhadap hasil belajar Matematika. 7. Hipotesis menyangkut prediksi (langsung) motivasi berprestasi terhadap hasil belajar Matematika. Hipotesis ke-18 Motivasi berprestasi berpengaruh positif terhadap hasil belajar Matematika. 8. Hipotesis menyangkut prediksi (tidak langsung, melalui minat belajar Matematika) empati terhadap motivasi berprestasi dan hasil belajar Matematika. Hipotesis ke-19 Minat belajar Matematika memperkuat pengaruh empati terhadap motivasi berprestasi. Hipotesis ke-20 Minat belajar Matematika memperkuat pengaruh empati terhadap hasil belajar Matematika.

111

. 9. Hipotesis menyangkut prediksi (tidak langsung, melalui minat belajar Matematika) kesadaran diri terhadap motivasi berprestasi dan hasil belajar Matematika. Hipotesis ke-21 Minat belajar Matematika memperkuat pengaruh kesadaran diri terhadap motivasi berprestasi. Hipotesis ke-22 Minat belajar Matematika memperkuat pengaruh kesadaran terhadap hasil belajar Matematika. 10. Hipotesis menyangkut prediksi (tidak langsung, melalui minat belajar Matematika) keterampilan sosial terhadap motivasi berprestasi dan hasil belajar Matematika. Hipotesis ke-23 Minat belajar Matematika memperkuat pengaruh

keterampilan sosial terhadap motivasi berprestasi. Hipotesis ke-24 Minat belajar Matematika memperkuat pengaruh

keterampilan sosial terhadap hasil belajar Matematika. 11. Hipotesis menyangkut prediksi (tidak langsung, melalui minat belajar Matematika) motivasi diri terhadap motivasi berprestasi dan hasil belajar Matematika. Hipotesis ke-25 Minat belajar Matematika memperkuat pengaruh motivasi diri terhadap motivasi berprestasi. Hipotesis ke-26 Minat belajar Matematika memperkuat pengaruh motivasi diri terhadap hasil belajar Matematika.

112

12. Hipotesis menyangkut prediksi (tidak langsung, melalui minat belajar Matematika) pengaturan diri terhadap motivasi berprestasi dan hasil belajar Matematika. Hipotesis ke-27 Minat belajar Matematika memperkuat pengaruh

pengaturan diri terhadap motivasi berprestasi. Hipotesis ke-28 Minat belajar Matematika memperkuat pengaruh

pengaturan diri terhadap hasil belajar Matematika. 13. Hipotesis menyangkut prediksi (tidak langsung, melalui motivasi berprestasi) empati terhadap hasil belajar Matematika. Hipotesis ke-29 Motivasi berprestasi memperkuat pengaruh empati terhadap hasil belajar Matematika. 14. Hipotesis menyangkut prediksi (tidak langsung, melalui motivasi berprestasi) kesadaran diri terhadap hasil belajar Matematika. Hipotesis ke-30 Motivasi berprestasi memperkuat pengaruh kesadaran diri terhadap hasil belajar Matematika. 15. Hipotesis menyangkut prediksi (tidak langsung, melalui motivasi berprestasi) keterampilan sosial terhadap hasil belajar Matematika. Hipotesis ke-31 Motivasi berprestasi memperkuat pengaruh keterampilan sosial terhadap hasil belajar Matematika. 16. Hipotesis menyangkut prediksi (tidak langsung, melalui motivasi berprestasi) motivasi diri terhadap hasil belajar Matematika. Hipotesis ke-32 Motivasi berprestasi memperkuat pengaruh motivasi diri terhadap hasil belajar Matematika.

113

17. Hipotesis menyangkut prediksi (tidak langsung, melalui motivasi berprestasi) pengaturan diri terhadap hasil belajar Matematika. Hipotesis ke-33 Motivasi berprestasi memperkuat pengaruh pengaturan diri terhadap hasil belajar Matematika. 18. Hipotesis menyangkut prediksi (tidak langsung, melalui motivasi berprestasi) minat belajar Matematika terhadap hasil belajar Matematika. Hipotesis ke-34 Motivasi berprestasi memperkuat pengaruh minat belajar Matematika terhadap hasil belajar Matematika. 19. Hipotesis menyangkut prediksi (tidak langsung, melalui minat belajar Matematika dan motivasi berprestasi) empati terhadap hasil belajar Matematika. Hipotesis ke-35 Minat belajar Matematika dan motivasi berprestasi

memperkuat pengaruh empati terhadap hasil belajar Matematika. 20. Hipotesis menyangkut prediksi (tidak langsung, melalui minat belajar Matematika dan motivasi berprestasi) kesadaran diri terhadap hasil belajar Matematika. Hipotesis ke-36 Minat belajar Matematika dan motivasi berprestasi

memperkuat pengaruh kesadaran diri terhadap hasil belajar Matematika. 21. Hipotesis menyangkut prediksi (tidak langsung, melalui minat belajar Matematika dan motivasi berprestasi) keterampilan sosial terhadap hasil belajar Matematika.

114

Hipotesis ke-37 Minat

belajar

Matematika

dan motivasi berprestasi

memperkuat pengaruh keterampilan sosial terhadap hasil belajar Matematika. 22. Hipotesis menyangkut prediksi (tidak langsung, melalui minat belajar Matematika dan motivasi berprestasi) motivasi diri terhadap hasil belajar Matematika. Hipotesis ke-38 Minat belajar Matematika dan motivasi berprestasi

memperkuat pengaruh motivasi diri terhadap hasil belajar Matematika. 23. Hipotesis menyangkut prediksi (tidak langsung, melalui minat belajar Matematika dan motivasi berprestasi) pengaturan diri terhadap hasil belajar Matematika. Hipotesis ke-39 Minat belajar Matematika dan motivasi berprestasi

memperkuat pengaruh pengaturan diri terhadap hasil belajar Matematika. Hisyam Ihsan (2010)

115

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian Penelitian ini adalah jenis penelitian ex post facto atau sering disebut penelitian after the fact. Ex post facto sebagai metode penelitian menunjukkan bahwa perlakuan terhadap variabel bebas telah terjadi sebelumnya, sehingga tidak perlu memberi perlakuan, tinggal melihat efeknya pada variabel terikat (Nana Sudjana, 1994). Analisis data dilakukan dengan menggunakan statistika baik secara deskriptif maupun inferensial. Untuk keperluan pengujian hipotesis digunakan Metode Structural Equation Modelling (SEM). Generalisasi dilakukan terhadap populasi pada model SEM yang dikembangkan dan ditemukan berdasarkan hasil penelitian. B. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas 1 SMA Negeri yang ada di Kecamatan Sinjai Selatan yang terbagi dalam 3 sekolah Negeri, yaitu SMA Negeri 1 Sinjai Selatan terdiri dari 173 siswa yang tersebar dalam 6 kelas, SMA Negeri 2 Sinjai Selatan terdiri dari 97 siswa yang tersebar dalam 3 kelas dan SMA Negeri 3 Sinjai Selatan terdiri dari 124 siswa yang tersebar dalam 5 kelas. 2. Sampel Sampel adalah jumlah anggota yang dipilih atau diambil dari suatu populasi (Tiro, 2008). Dalam melakukan penelitian, penggunaan sampel dapat

116

memberikan beberapa keuntungan seperti dinyatakan oleh Cochran (1977) bahwa penggunaan sampel dalam suatu penelitian, tidak hanya lebih praktis, penghematan biaya dan waktu, tetapi tidak kurang pentingnya adalah dengan memakai sampel, penelitian dapat dilakukan lebih teliti. Oleh karena dengan berkurangnya voleme pekerjaan, berarti latihan bagi tenaga-tenaga peneliti dapat lebih intensif, pengawasan bagi pekerja lapangan dan pengolahan hasil-hasil pengumpulan data lebih berhati-hati. Dalam penenlitian ini juga mengikuti pendapat yang menyatakan bahwa apabila subjek kurang dari 100 sebaiknya diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penenlitian populasi, selanjutnya apabila jumlah subjek lebih dari 100 dapat diambil 10% - 15% atau 20% - 25% (Arikunto, 1998). Dengan mengacu pada pendapat di atas, penelitian ini mempergunakan data sampel untuk populasi yang diperhatikan. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah stratafied random smpling. C. Variabel Penelitian Variabel yang diselidiki dalam penelitian ini terbagi dalam tiga jenis, yaitu variabel eksogen, variabel intervening dan variabel endogen. Variabel eksogen adalah variabel independen yang mempengaruhi variabel dependen. Dalam penelitian ini yang bertindak sebagai variabel eksogen adalah kesadaran diri (X1), pengaturan diri (X2), motivasi diri (X3 ), empati (X4), keterampilan sosial (X5 ). Variabel endogen adalah variabel dependen yang dipengaruhi oleh variabel independen (eksogen) dan dalam penelitian ini yang bertindak sebagai variabel endogen adalah hasil belajar Matematika (Y). Variabel intervening adalah

117

variabel yang bertindak sebagai variabel eksogen sekaligus variabel endogen dan merupakan variabel yang menjembatani antara variabel eksogen dengan variabel endogen. Dalam penelitian ini yang bertindak sebagai variabel intervening adalah minat belajar Matematika (Y1) dan motivasi berprestasi (Y2). D. Definisi Operasional Variabel Definisi operasional variabel penelitian merupakan rincian kegiatan dalam melakukan pengukuran atau mengukur variabel-variabel penelitian guna mengubah konsep dari variabel-variabel penelitian yang bersifat teoritik menjadi konsep yang empiris (Koentjaraningrat, 1977). Definisi operasional bertujuan untuk menghindari salah pengertian dan penafsiran. Adapun variabel ini adalah: 1. Hasil belajar Hasil belajar Matematika yang dimaksud dalam penelitian ini adalah skor tes yang diperoleh dari hasil tes belajar Matematika siswa kelas X SMA Negeri di Kecamatan Sinjai Selatan, yang terbagi dalam tiga sekolah yaitu SMA Negeri 1 Sinjai Seletan, SMA Negeri 2 Sinjai Seletan dan SMA Negeri 3 Sinjai Seletan terhadap materi pelajaran pokok bahasan yang telah dipelajari. 2. Minat belajar Matematika Minat belajar Matematika yang dimaksud dalam penelitian ini adalah skor yang diperoleh oleh siswa kelas X SMA Negeri 1 Sinjai Selatan, SMA Negeri 2 Sinjai Seletan dan SMA Negeri 3 Sinjai Seletan dari hasil pengisian kuesioner minat belajar Matematika. Kuesioner tersebut mengukur bagaimana

keinginan/keadaan seorang siswa yang menaruh perhatian pada pelajaran Matematika dan disertai hasrat untuk mengetahui, mempelajari dan

118

membuktikannya. Dalam hal ini yang diukur tentang perasaan suka/senang, perhatian siswa, kemauan dalam belajar dan keterlibatan siswa 3. Motivasi berprestasi Matematika Motivasi Berprestasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah skor yang diperoleh siswa dikenal dari hasil pengisian kuesioner motivasi berprestasi. Skala motivasi berprestasi dikembangkan berdasarkan indikator yang terdiri dari ambisi, kompetisi yang terjadi pada siswa, kerja keras, ketekunan siswa dalam berusaha meningkatkan status sosialnya dan siakp siswa terhadap kreativitas dan produktivitas. 4. Empati Empati yang dimaksud dalam penelitian ini adalah skor yang diperoleh siswa dikenal dari hasil pengisian kuesioner empati. Skala empati dikembangkan berdasarkan indikator yang terdiri dari memahami orang lain, mengembangkan orang lain dan mendayagunakan keragaman. 5. Kesadaran Diri Kesadaran diri yang dimaksud dalam penelitian ini adalah skor yang diperoleh siswa dikenal dari hasil pengisian kuesioner kesadaran diri. Skala kesadaran diri dikembangkan berdasarkan indikator yang terdiri dari kesadaran emosi, penilaian diri secara akurat dan percaya diri. 6. Keterampilan Sosial Keterampilan sosial yang dimaksud dalam penelitian ini adalah skor yang diperoleh siswa dikenal dari hasil pengisian kuesioner keterampilan sosial. Skala keterampilan sosial dikembangkan berdasarkan indikator yang terdiri dari

119

pengaruh, komitmen, manajemen konflik, kepemimpinan dan katalisator perubahan 7. Motivasi Diri Motivasi diri yang dimaksud dalam penelitian ini adalah skor yang diperoleh siswa dikenal dari hasil pengisian kuesioner motivasi diri. Skala motivasi diri dikembangkan berdasarkan indikator yang terdiri dari dorongan berprestasi, komitmen, inisiatif dan optimisme. 8. Pengaturan Diri Pengaturan diri yang dimaksud dalam penelitian ini adalah skor yang diperoleh siswa dikenal dari hasil pengisian kuesioner pengaturan diri. Skala pengaturan diri dikembangkan berdasarkan indikator yang terdiri dari

pengendalian diri, dapat dipercaya, adaptabilitas dan inovatif. E. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian 1. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini ada 4, (a) skala penilaian minat belajar Matematika, (b) angket motivasi berprestasi, (c) skala penilaian kesadaran diri, (d) skala penilaian pengaturan diri, (e) skala penilaian motivasi diri, (f) skala penilaian empati, (g) skala penilaian keterampilan sosial dan (h) tes hasil belajar Matematika siswa. Sebelum digunakan, instrumeninstrumen tersebut terlebih dahulu divalidasi oleh validator yang telah banyak melakukan penelitian yang terkait dengan masalah penelitian Matematika.

120

Instrumen yang baik harus memenuhi dua persyaratan penting yaitu valid dan reliabel. Oleh karena itu, angket harus diuji kevaliditasannya dan kereliabilitasannya terlebih dahulu sebelum digunakan. 2. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data penelitian dilakukan dengan mempergunakan

instrumen-instrumen yang sudah disebutkan di atas yaitu pengisisan angket dan skala penilaian. Pengumpulan data dilakukan secara langsung. Angket digunakan untuk mengumpulkan data-data dari variabel bebas yaitu motivasi berprestasi, sedangkan skala penilaian digunakan untuk mengumpulkan data minat belajar Matematika dan kecerdasan emosional pada siswa yang menjadi sampel. Angket dan skala penilaian tersebut diisi oleh setiap responden pada waktu dan tempat yang sama. Data-data yang diperoleh dari pengisian angket dan skala penilaian ini merupakan data primer. Sedangkan untuk memperoleh data variabel terikat hasil belajar Matematika digunakan tes hasil belajar dengan materi yang telah dipelajari oleh siswa pada masing-masing tingkatan kelas dan jurusan. F. Teknik Pengolahan Data Dalam pengolahan data penulis menggunakan teknik-teknik sebagai berikut: 1. Editing, yaitu memeriksa kelengkapan dan kejelasan angket/kuisioner yang berhasil dikumpulkan. 2. Skoring, yaitu memberikan nilai pada setiap jawaban angket.

121

3.

Tabulasi data, yaitu bertujuan untuk menyusun data yang sudah diseleksi dalam bentuk tabel.

G. Teknik Analisis Data Data yang telah diperoleh dianalisis dengan menggunakan teknik analisis statistik, yaitu statistik deskriptif dan statistik inferensial. 1. Analisis Statistik Deskriptif Statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya, tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku umum. Teknik statistik deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan karakteristik responden. Untuk keperluan tersebut akan digunakan tabel distribusi frekuensi, rata-rata, deviasi standar dan persentase. Jenis data berupa hasil belajar selanjutnya dikategorikan secara kualitatif berdasarkan teknik kategorisasi. Kategori skor untuk hasil belajar Matematika dalam penelitian ini menggunakan skala lima. Nurkancana (Nurdianto, 1986) mengemukakan bahwa skala lima adalah suatu pembagian tingkatan yang terdiri atas lima kategori, yaitu tingkat penguasaan. Tabel 3.1 Interpretasi Kategori Nilai Hasil Belajar Nilai Hasil Belajar 90 100 80 89 65 79 55 64 0 54 Kategori Sangat tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat rendah

122

Untuk skor angket penilaian minat belajar, motivasi berprestasi dan kecerdasan emosional yang bersifat ordinal, akan ditransformasi ke skor yang sifatnya interval dengan menggunakan pembobotan pada masing-masing kategori untuk setiap instrumen. Langkah-langkah pembobotan dilakukan dengan menggunakan langkahlangkah yang dikemukakan oleh Edwards (Jasmir, 2004), yaitu: a. Menghitung frekuensi (f) masing-masing kategori dari setiap pernyataan. b. Menentukan proporsi (p) dengan cara membagi setiap frekuensi dengan banyak subjek. c. Menentukan proporsi kumulatif (pk), yaitu jumlah proporsi suatu kategori dengan proporsi sebelumnya. d. Menentukan titik tengah proporsi kumulatif (f-mid) dan dua proporsi kumutatif berdampingan. e. Menentukan nilai z masing-masing titik tengah proporsi. f. Penambahan suatu bilangan sehingga nilai z yang negatif menjadi nol g. Pembulatan hingga dua tempat desimal. Selanjutnya untuk pengkategorian angket minat belajar, motivasi berprestasi dan kecerdasan emosional dibuat berdasarkan Method of Summated Rating atau Metode rating yang dijumlahkan. Titik tengah dari skor total masing-masing kategori jawaban (selalu, sering, jarang, dan hampir tidak pernah) merupakan batas-batas interval kategori minat belajar, motivasi berprestasi, empati kesadaran dir, keterampilan sosial, motivasi diri dan pengendalian diri.

123

Menurut Yosep (Jasmir, 2004), penentuaan batas-batas interval kategori diperoleh dengan membuat patokan, yaitu dengan langkah-langkah sebagai berikut: a. Menjumlahkan skor untuk masing-masing kategori, berdasarkan skor yang telah ditetapkan. b. Menandai bilangan dari hasil penjumlahan skor tersebut pada garis bilangan. c. Menentukan titik tengah dari setiap dua bilangan berurutan. d. Hal tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :

Interval Kategori Minat Belajar Matematika 0,00 58,88

Perlu Waspada 9,06

Rentan

Istimewa

Optimal

27,57

47,95

Interval Kategori Motivasi Berprestasi 0,00 73,82

Perlu Waspada 11,32

Rentan

Istimewa

Optimal

34,36

59,96

124

Interval Kategori Kesadaran Diri 0,00 42.11

Perlu Waspada 6.29

Rentan

Istimewa

Optimal

19,33

34,10

Interval Kategori Pengaturan Diri 0,00 60,37

Perlu Waspada 10,13

Rentan

Istimewa

Optimal

29,89

49,94

Interval Kategori Motivasi Diri 0,00 58,61

Perlu Waspada 9,08

Rentan

Istimewa

Optimal

27,44

47,66

125

Interval Kategori Empati 0,00 44,96

Perlu Waspada 6.63

Rentan

Istimewa

Optimal

20,71

36,56

Interval Kategori Keterampilan Sosial 0,00 76,13

Perlu Waspada 12,05

Rentan

Istimewa

Optimal

36,41

62,42

2. Analisis Statistik Inferensial Suatu penelitian membutuhkan analisis data dan interpretasi yang bertujuan menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian dalam rangka mengungkap fenomena sosial tertentu. Analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan. Metoda yang dipilih untuk menganalisis data harus sesuai dengan pola penelitian dan variabel yang akan diteliti. The Structural Equation Modelling (SEM) dari paket software

statistik AMOS digunakan dalam model dan pengujian hipotesis. Structural Equation Model (SEM) adalah sekumpulan teknik-teknik statistik yang memungkinkan pengujian sebuah rangkaian hubungan yang relatif

126

rumit secara simultan. Hubungan yang rumit itu dapat dibangun antara satu atau beberapa variabel dependent dengan satu atau beberapa variabel independent. Masing-masing variabel dependen dan independent dapat berbentuk faktor (atau konstruk, yang dibangun dari beberapa variabel indikator). Tentu saja variabelvariabel itu dapat berbentuk sebuah variable tunggal yang diobservasi atau yang diukur langsung dalam sebuah proses penelitian. Sejalan dengan itu, menurut Ferdinand (2000) bahwa yang dimaksudkan dengan model yang rumit adalah model-model simultan yang dibentuk melalui lebih dari satu variabel dependen yang dijelaskan oleh satu atau beberapa variabel independen dan dimana sebuah variabel dependen pada saat yang sama berperan sebagai variable independen bagi hubungan berjenjang lainnya. Pemodel Persamaan struktural semacam itu telah luas dikenal dalam penelitian-penelitian manajemen melalui berbagai nama antara lain : causal modeling, causal analisys, simultaneous equation modeling atau analisis struktur kovarians. Seringkali SEM juga disebut sebagai path analysis atau Conformatory Factor Analysis, karena sesungguhnya kedua nama ini adalah jenis-jenis SEM yang khusus. Pemodelan penelitian melalui SEM memungkinkan seseorang peneliti dapat menjawab pertanyaan penelitian yang bersifat regresif maupun dimensional (yaitu mengukur apa dimensi-dimensi dari sebuah konsep). Pada saat seorang peneliti menghadapi pertanyaan penelitian berupa identifikasi dimensi-dimensi sebuah konsep atau konstruk (seperti yang lazim dilakukan dalam analisis faktor) dan pada saat yang sama peneliti ingin mengukur pengaruh atau derajat hubungan

127

antara faktor yang telah diidentifikasikan dimensi-dimensi itu, SEM akan merupakan alternatif jawaban yang layak dipertimbangkan. Itulah sebabnya dapat dikatakan bahwa pada dasarnya SEM adalah kombinasi antara analisis faktor dan Analisis Regresi Berganda. Sebagai sebuah model persamaan struktur, AMOS telah sering digunakan dalam pemasaran dan penelitian manajemen strategik. Model kausal AMOS menunjukkan pengukuran dan masalah yang struktural dan digunakan untuk menganalisa dan menguji model hipotesis. AMOS sangat tepat untuk analisis seperti ini, karena kemampuannya untuk: (1) memperkirakan koefisien yang tidak diketahui dari persamaan linier struktural, (2) mengakomodasi model yang meliputi latent variabel, (3) mengakomodasi kesalahan pengukuran pada variabel dependen dan independen, (4) mengakomodasi peringatan yang timbal balik, simultan dan saling ketergantungan. Hal ini seperti yang diterangkan oleh Arbuckle (1997) dalam penelitian Ferdinand (2000). Sebuah pemodelan SEM yang lengkap pada dasarnya terdiri dari measurement model dan structur model. Measurement model atau model pengukuran ditujukan untuk menginformasikan dimensi yang dikembangkan pada sebuah faktor. Struktur model adalah mengenai struktur hubungan yang membentuk atau menjelaskan kualitas antar faktor. Sebelum dilakukan analisis structural equation modeling (SEM) dilakukan beerapa pengujian asumsi yang relevan yaitu: Untuk membuat pemodelan yang lengkap, beberapa langkah berikut perlu dilakukan (Ferdinand, 2000, Hair, et.al, 1998) yaitu :

128

a. Pengembangan Diagram Al r (Pat Diagram) Diagram al r akan mempermudah dalam melihat hubungan-hubungan kausal biasanya dinyatakan dalam bentuk persamaan. Dalam model SEM digunakan construk atau factor yang mempunyai pijakan teoritis yang cukup untuk mejelaskan berbagai bentuk hubungan alur sebab akibat dari berbagai konstruk yang digunakan. Berdasarkan uraian sebelumnya, maka usulan model struktural dan pengukuran yang sesuai dengan kondisi penelitian disajikan dalam dalam Gambar 3.1 sebagai berikut: Gambar 3.1. Model Pengukuran dan structural Hubungan Fungsional Antara Konstruk

129

Berdasarkan model pengukuran dan struktural dalam Gambar 3.1, maka pengaruh hubungan fungsional masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat dapat dilihat dalam bentuk fungsi sebagai berikut: (1,1) (1.2) (1.3) Sehingga dari persamaan (1.3) diperoleh

b. Uji Asumsi yang Melandasi SEM Pemeriksaan asumsi yang melandasi Structural equation Modeling (SEM) dalam disertasi ini meliputi outlier dan normalitas data. 1) Uji data outlier Outliers adalah observasi atau data yang memiliki karakteristik unik yang terlihat berbeda dari observasi-observasi lainnya dan muncul dalam bentuk nilai ekstrim, baik untuk sebuah variabel tunggal atau variabel kombinasi (Hair et al., dalam Aziz Haryanto). Pada studi ini pemeriksaan data outliers dilakukan dengan metode Jarak Mahalanobis. Pengujian ini dilakukan bersamaan dengan analisis SEM menggunakan software AMOS. 2) Uji normalitas data Syarat lain yang harus dipenuhi dalam menggunakan analisis SEM yaitu normalitas data (Hair et al., 1998). Nilai statistik untuk menguji normalitas tersebut menggunakan z value (Critical Ratio atau C.R. pada

130

output AMOS) dari nilai skewness dan kurtosis sebaran data. Bila nilai C.R. lebih besar dari nilai kritis maka dapat diduga bahwa distribusi data tidak normal. 3) Uji Kesesuaian Model (Goodness of Fit Model) Kesesuaian model dievaluasi melalui telaah terhadap berbagai kriteria goodness-of-fit. Tindakan pertama adalah mengevaluasi apakah data yang digunakan dapat memenuhi asumsi-asumsi SEM yaitu ukuran sampel, normalitas dan linearitas, outliers dan multikolinearity dan singularity. Setelah itu melakukan uji kesesuaian dan uji statistik. Beberapa indeks kesesuaian dan cut-off valuenya yang digunakan untuk menguji apakah sebuah model diterima atau ditolak yaitu: a) 2 Chi-square statistic Model yang diuji dipandang baik atau memuaskan apabila nilai chisquarenya rendah. Uji Chi-square merupakan uji yang paling utama dalam menentukan baik tidaknya model yang diuji (Singgih Santoso, 2011). Semakin kecil nilai 2 semakin baik model itu dan diterima

berdasarkan probabilitas dengan cut-off value sebesar p > 0.05 atau p > 0.10 (Hair, et. al. 1995). b) GFI (Goodness of Fit Index) Merupakan ukuran non-statistikal yang mempunyai rentang nilai antara 0 (poor fit) sampai dengan 1.0 (perfect fit). Nilai yang tinggi dalam indeks ini menunjukkan sebuah better fit.

131

c)

AGFI (Adjusted Godness Fit Index) Tingkat penerimaan yang direkomendasikan adalah bila AGFI

mempunyai rentang nilai antara 0 (poor fit) sampai dengan 1.0 (perfect fit) (Singgih Santoso, 2011). d) RM S E A (The Root Mean Square Error of Approximation) Menurut Baumgarther & Homburg (1996) bahwa merupakan sebuah indeks yang dapat digunakan untuk mengkompensasi chi-square statistic dalam sampel yang besar (Rita Andini, 2006). Nilai RMSEA menunjukkan nilai goodness-of-fit yang dapat diharapkan bila model diestimasi dalam populasi (Hair et al, 1995). Browne & Cudeck (1993) berpendapat bahwa nilai RMSEA yang kecil atau sama dengan 0.08 merupakan indeks untuk dapat diterimanya model yang menunjukkan sebuah close fit dari model tersebut berdasarkan degrees of freedom. Pendapat ini sejalan dengan pendapat beberapa pakar (Hair, Anderson, Tatham & Black, 1998; Schumacker & Lomax, 1996; Ferdinand, 2002; Ghozali, 2004) merekomendasikan nilai RMSEA maksimum sebesar 0,05 sampai 0,08 merupakan ukuran yang dapat diterima sebagai dasar untuk mengatakan model fit dengan data. e) CMIN/DF Arbuckle (1997) menyatakan adalah The minimum sample discrepancy function yang dibagi dengan degree of freedomnya. CMIN/DF 2 dibagi Dfnya sehingga disebut

merupakan statistik chi-square,

132

2 relatif. Nilai 2 relatif kurang dari 2.0 atau 3.0 adalah indikasi dari acceptable fit antara model dan data (Rita Andini, 2006). f) TLI (Tucker Lewis Index) Merupakan incremental index yang membandingkan sebuah model yang diuji terhadap sebuah baseline model, dimana nilai yang mendekati 1 menunjukkan a very good fit (Arbuckle, 1997 dalam Rita Andini, 2006). g) CFI (Comparative Fit Index) Arbuckle (1997) berpendapat bahwa rentang nilai sebesar 0 - 1, dimana semakin mendekati 1, mengindikasikan tingkat fit yang paling tinggi a very good fit (Anita Ariani, 2006). h) AIC (Aikake Information Criterion) AIC dengan empat ukuran yang ada (AIC, BC, BIC, dan CAIC). Santoso Singgih (2011) berpendapat bahwa nilai AIC pada default model mempunyai nilai yang lebih kecil dibandingkan saturated model atau independence model menunjukkan model yang baik. i) ECVI (Expected Cross-Validation Index) Dengan proses perbandingan yang sama dengan AIC, yaitu

dibandingkan antara ECVI pada default model dengan saturated model atau independence model. Jika nilai ECVI lebih kecil dibandingkan kedua model, maka model dianggap baik. Sebagai acuan bahwa karakteristik lain dari 2 Chi-square statistic adalah sangat sensitive terhadap ukuran sampel (Schumacker & Lomax,

133

1996; Hair, Anderson, Tatham & Black, 1998; dan Kusnendi, 2007). Semakin besar ukuran sampel maka satatistik 2 yang diperoleh cenderung akan semakin besar dengan nilai P-hitung yang semakin kecil. Sehingga untuk ukuran sampel besar dengan statistik 2 cenderung menolak model (Joreskog & Sorbom, 1996; Hair, Anderson, Tatham & Black, 1998; Ghozali, 2004). Hal ini sejalan dengan pendapat Singgih Santoso (2010) bahwa dalam pengujian jumlah sampel yang besar dan jumlah indikator yang banyak uji Chi-square tidak dijadikan acuan utama dalam menentukan bagus tidaknya suatu model. Dan ditambahkan juga oleh Sukarna (dikutip dari buku Hair) dalam sebuah diskusi bahwa mustahil mendapatkan suatu model yang fit jika memiliki indikator di atas 25 dan sampel di atas 250. Atas dasar tersebut maka Kusnedi (2007) mengatakan bahwa untuk meningkatkan keakuratan hasil pengujian overall of model fit, para peneliti biaanya melengkapi Likelihood-Ratio Chi-Square Statistic dengan ukuran kesesuaian absolute lain, yaitu Root Means Square Error of Approximation (RMSEA).

134

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Analisis 1. Hasil Analisis Statistik Deskriptif Hasil analisis statistik deskriptif dari skor masing-masing variabel hasil penelitian dikemukakan secara rinci sebagai berikut: a. Variabel Hasil Belajar Matematika Hasil analisis statistik deskriptif skor hasil belajar Matematika siswa kelas X SMA Negeri di Kecamatan Sinjai Selatan Tahun Pelajaran 2010/2011 dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut. Tabel 4.1. Statistik eskriptif Skor Hasil Belajar Matematika Satitistik Ukuran Sampel Mean (rata-rata) Median Modus Deviasi standar Variansi Range Minimum Maximum Nilai Statistik 300 65,88 64,50 56,00 15,16 229,75 68,00 32 100

Dari Tabel 4.1 diketahui bahwa skor rata-rata adalah 65,88 dengan deviasi standar 15,16. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada data yang jauh dari data yang lain hal ini dapat diketahui dari nilai deviasi standar lebih kecil daripada nilai rata-rata. Kategori skor hasil belajar Matematika disajikan dalam Tabel 4.2

135

Tabel 4.2. istribusi Frekuensi dan Persentase Hasil Belajar Matematika SKOR 0 55 65 80 90 54 64 79 89 100 JUMLAH KATEGORI Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi JUMLAH 65 85 92 43 15 300 % 22% 28% 31% 14% 5%

Berdasarkan tabel hasil belajar Matematika siswa di atas, dapat diketahui bahwa pada umumnya hasil belajar Matematika siswa kelas X SMA Negeri di Sinjai Selatan Tahun Pelajarn 2010/2011 berada pada kategori sedang dengan persentase 31% dengan frekuensi 92 orang responden dari 300 orang responden. Berikut ini data disajikan dalam bentuk histogram. Gambar 4.1. Histogram istribusi Frekuensi Hasil Belajar Matematika
Histogram

40

30

Frequency

20

10

0 40.00 60.00 80.00 100.00

Hasil_Belajar_Matematika

Mean =65.88 Std. Dev. =15.158 N =300

136

b. Variabel Minat Belajar Matematika Hasil analisis deskriptif skor minat belajar Matematika Siswa kelas X SMA Negeri di Kecamatan Sinjai Selatan tahun Pelajaran 2010/2011 dapat dilihat pada Tabel 4.3 berikut. Tabel 4.3. Statistik eskriptif Skor Minat Belajar Matematika

Satitistik Ukuran Sampel Mean (rata-rata) Median Modus Deviasi standar Variansi Range Minimum Maximum

Dari Tabel 4.3 diketahui bahwa skor rata-rata adalah 34,64 dengan deviasi standar 9,13. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada data yang jauh dari data yang lain hal ini dapat diketahui dari nilai deviasi standar lebih kecil daripada nilai ratarata. Kategori skor minat belajar Matematika disajikan dalam Tabel 4.4 berikut.

Nilai Statistik 300 34,64 34,50 33,50 9,13 83,30 46,61 8,90 55,51

137

Tabel 4.4. istribusi Frekuensi dan Persentase Minat Belajar Matematika SKOR 0.00 9.07 27.58 47.96 9.06 27.57 47.95 58.88 TOTAL KATEGORI Perlu Waspada Rentan Istimewa Optimal JUMLAH 1 68 204 27 300 % 0% 23% 68% 9%

Berdasarkan tabel minat belajar Matematika siswa di atas, dapat diketahui bahwa pada umumnya minat belajar Matematika siswa kelas X SMA Negeri di Kecamatan Sinjai Selatan Tahun Pelajaran 2010/2011 berada pada kategori istimewa dengan persentase 68% dengan frekuensi 204 orang responden dari 300 orang responden. Berikut ini data disajikan dalam bentuk histogram: Gambar 4.2. Histogram istribusi Frekuensi Minat Belajar Matematika
Histogram

40

30

Frequency

20

10

0 0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00

Minat_Belajar_Matematika

Mean =34.64 Std. Dev. =9.127 N =300

138

c. Variabel Motivasi Berprestasi Hasil analisis deskriptif skor motivasi berprestasi siswa kelas X SMA Negeri di Kecamatan Sinjai Selatan Tahun Pelajaran 2010/2011 dapat dilihat pada Tabel 4.5 berikut. Tabel 4.5. Statistik eskriptif Skor Motivasi Berprestasi

Satitistik Ukuran Sampel Mean (rata-rata) Median Modus Deviasi standar Variansi Range Minimum Maximum

Dari Tabel 4.5 diketahui bahwa skor rata-rata adalah 44,98 dengan deviasi standar 10,97. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada data yang jauh dari data yang lain hal ini dapat diketahui dari nilai deviasi standar lebih kecil daripada nilai rata-rata. Kategori skor motivasi berprestasi siswa disajikan dalam Tabel 4.6 berikut.

Nilai Statistik 300 44,98 45,27 44,51 10,97 120,31 54,08 18,35 72,43

139

Tabel 4.6. istribusi Frekuensi dan Persentase Motivasi Berprestasi SKOR 0.00 11.52 34.90 60.67 11.51 34.89 60.66 74.57 TOTAL KATEGORI Perlu Waspada Rentan Istimewa Optimal JUMLAH 0 64 213 23 300 % 0% 21% 71% 8%

Berdasarkan tabel hasil motivasi berprestasi di atas, dapat diketahui bahwa pada umumnya motivasi berprestasi siswa kelas X SMA Negeri di Kecamatan Sinjai Selatan Tahun Pelajaran 2010/2011 berada pada kategori istimewa dengan persentase 71% dengan frekuensi 213 orang responden dari 300 orang responden. Berikut ini data disajikan dalam bentuk histogram: Gambar 4.3. Histogram istribusi Frekuensi Motivasi Berprestasi Histogram

30

20

Frequency

10

0 20.00 40.00 60.00 80.00

Motivasi_Berprestasi

Mean =44.98 Std. Dev. =10.969 N =300

140

d. Variabel Empati Hasil analisis deskriptif skor empati siswa kelas X SMA Negeri di Kecamatan Sinjai Selatan Tahun Pelajaran 2010/2011 dapat dilihat pada Tabel 4.7 berikut. Tabel 4.7. Statistik eskriptif Skor Empati

Satitistik Ukuran Sampel Mean (rata-rata) Median Modus Deviasi standar Variansi Range Minimum Maximum

Dari Tabel 4.7 diketahui bahwa skor rata-rata adalah 26,37 dengan deviasi standar 4,84. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada data yang jauh dari data yang lain hal ini dapat diketahui dari nilai deviasi standar lebih kecil daripada nilai ratarata. Kategori skor empati siswa disajikan dalam Tabel 4.14 berikut.

Nilai Statistik 300 26,37 26,24 26,03 4,84 23,43 38,56 0,00 38,56

141

Tabel 4.8. istribusi Frekuensi dan Persentase Empati SKOR 0.00 6.40 19.83 34.93 6.39 19.82 34.92 42.98 TOTAL KATEGORI Perlu Waspada Rentan Istimewa Optimal JUMLAH 1 21 269 9 300 % 0% 7% 90% 3%

Berdasarkan tabel hasil empati di atas, dapat diketahui bahwa pada umumnya empati siswa kelas X SMA Negeri di Kecamatan Sinjai Selatan Tahun Pelajaran 2010/2011 berada pada kategori istimewa dengan persentase 90% dengan frekuensi 269 orang responden dari 300 orang responden. Berikut ini data disajikan dalam bentuk histogram: Gambar 4.4. Histogram istribusi Frekuensi Empati
Histogram

60

50

40

Frequency

30

20

10 Mean =26.37 Std. Dev. =4.841 N =300 0 0.00 10.00 20.00 30.00 40.00

Empati

142

e. Variabel Kesadaran Diri Hasil analisis deskriptif skor kesadaran diri siswa kelas X SMA Negeri di Kecamatan Sinjai Selatan Tahun Pelajaran 2010/2011 dapat dilihat pada Tabel 4.9 berikut. Tabel 4.9. Statistik eskriptif Skor Kesadaran iri

Satitistik Ukuran Sampel Mean (rata-rata) Median Modus Deviasi standar Variansi Range Minimum Maximum

Nilai Statistik 300 25,17 25,17 23,00 4,55 20,68 25,50 11,62 37,12

Dari Tabel 4.9 diketahui bahwa skor rata-rata adalah 25,17 dengan deviasi standar 4,55. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada data yang jauh dari data yang lain hal ini dapat diketahui dari nilai deviasi standar lebih kecil daripada nilai ratarata. Kategori skor kesadaran diri siswa disajikan dalam Tabel 4.8 berikut.

143

Tabel 4.10. istribusi Frekuensi dan Persentase Kesadaran iri SKOR 0.00 6.25 19.21 33.91 6.25 19.20 33.90 41.90 TOTAL KATEGORI Perlu Waspada Rentan Istimewa Optimal JUMLAH 0 32 262 6 300 % 0% 11% 87% 2%

Berdasarkan tabel hasil kesadaran diri di atas, dapat diketahui bahwa pada umumnya kesadaran diri siswa kelas X SMA Negeri di Kecamatan Sinjai Selatan Tahun Pelajaran 2010/2011 berada pada kategori istimewa dengan persentase 87% dengan frekuensi 262 orang responden dari 300 orang responden. Berikut ini data disajikan dalam bentuk histogram: Gambar 4.5. Histogram istribusi Frekuensi Kesadaran iri
Histogram

40

30

Frequency

20

10

Mean =25.17 Std. Dev. =4.548 N =300 0 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 40.00

Kesadaran_Diri

144

f. Variabel Keterampilan Sosial Hasil analisis deskriptif skor keterampilan sosial siswa kelas X SMA Negeri di Kecamatan Sinjai Selatan Tahun Pelajaran 2010/2011 dapat dilihat pada Tabel 4.11 berikut. Tabel 4.11. Statistik eskriptif Skor Keterampilan Sosial

Satitistik Ukuran Sampel Mean (rata-rata) Median Modus Deviasi standar Variansi Range Minimum Maximum

Dari Tabel 4.11 diketahui bahwa skor rata-rata adalah 35,93 dengan deviasi standar 6,84. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada data yang jauh dari data yang lain hal ini dapat diketahui dari nilai deviasi standar lebih kecil daripada nilai rata-rata. Kategori skor keterampilan sosial siswa disajikan dalam Tabel 4.16 berikut.

Nilai Statistik 300 35,93 35,58 39,01 6,84 46,84 41,08 12,82 53,90

145

Tabel 4.12. istribusi Frekuensi dan Persentase Keterampilan Sosial SKOR 0.00 12.05 36.34 62.30 12.04 36.33 62.29 75.99 TOTAL KATEGORI Perlu Waspada Rentan Istimewa Optimal JUMLAH 0 162 138 0 300 % 0% 54% 46% 0%

Berdasarkan tabel hasil keterampilan sosial di atas, dapat diketahui bahwa pada umumnya keterampilasn sosial siswa kelas X SMA Negeri di Kecamatan Sinjai Selatan Tahun Pelajaran 2010/2011 berada pada kategori rentan dengan persentase 54% dengan frekuensi 162 orang responden dari 300 orang responden. Berikut ini data disajikan dalam bentuk histogram: Gambar 4.6. Histogram istribusi Frekuensi Pengaturan iri
Histogram

50

40

Frequency

30

20

10 Mean =35.93 Std. Dev. =6.844 N =300 0 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00

Keterampilan_Sosial

146

g. Variabel Motivasi Diri Hasil analisis deskriptif skor motivasi diri siswa kelas X SMA Negeri di Kecamatan Sinjai Selatan Tahun Pelajaran 2010/2011 dapat dilihat pada Tabel 4.11 berikut. Tabel 4.13. Statistik eskriptif Skor Motivasi iri

Satitistik Ukuran Sampel Mean (rata-rata) Median Modus Deviasi standar Variansi Range Minimum Maximum

Nilai Statistik 300 36,06 35,95 26,60 7,33 53,70 41,01 15,36 56,37

Dari Tabel 4.13 diketahui bahwa skor rata-rata adalah 36,06 dengan deviasi standar 7,33. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada data yang jauh dari data yang lain hal ini dapat diketahui dari nilai deviasi standar lebih kecil daripada nilai rata-rata. Kategori skor motivasi diri siswa disajikan dalam Tabel 4.12 berikut.

147

Tabel 4.14. istribusi Frekuensi dan Persentase Motivasi iri SKOR 0.00 9.15 27.55 47.69 9.14 27.54 47.68 58.56 TOTAL KATEGORI Perlu Waspada Rentan Istimewa Optimal JUMLAH 0 35 248 17 300 % 0% 12% 83% 17%

Berdasarkan tabel hasil motivasi diri di atas, dapat diketahui bahwa pada umumnya motivasi diri siswa kelas X SMA Negeri di Kecamatan Sinjai Selatan Tahun pelajaran 2010/2011 berada pada kategori istimewa dengan persentase 83% dengan frekuensi 248 orang responden dari 300 orang responden. Berikut ini data disajikan dalam bentuk histogram: Gambar 4.7. Histogram istribusi Frekuensi Pengaturan iri
Histogram

40

30

Frequency

20

10

Mean =36.06 Std. Dev. =7.328 N =300 0 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00

Motivasi_Diri

148

h. Variabel Pengaturan Diri Hasil analisis deskriptif skor pengaturan diri siswa kelas X SMA Negeri di Kecamatan Sinjai Selatan Tahun Pelajaran 2010/2011 dapat dilihat pada Tabel 4.15 berikut. Tabel 4.15. Statistik eskriptif Skor Pengaturan iri

Satitistik Ukuran Sampel Mean (rata-rata) Median Modus Deviasi standar Variansi Range Minimum Maximum

Nilai Statistik 300 34,37 34,39 34,54 5,46 29,85 32,86 18,29 51,15

Dari Tabel 4.15 diketahui bahwa skor rata-rata adalah 34,37 dengan deviasi standar 5,46. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada data yang jauh dari data yang lain hal ini dapat diketahui dari nilai deviasi standar lebih kecil daripada nilai rata-rata. Kategori skor pengaturan diri siswa disajikan dalam Tabel 4.10 berikut.

149

"

"

Tabel 4.16. istribusi Frekuensi dan Persentase Pengaturan iri SKOR 0.00 10.39 30.51 50.80 10.38 30.50 50.79 61.32 TOTAL KATEGORI Perlu Waspada Rentan Istimewa Optimal JUMLAH 0 62 237 1 300 % 0% 21% 79% 0%

Berdasarkan tabel hasil pengaturan diri di atas, dapat diketahui bahwa pada umumnya pengaturan diri siswa kelas X SMA Negeri di Kecamatan Sinjai Selatan Tahun pelajaran 2010/2011 berada pada kategori istimewa dengan persentase 79% dengan frekuensi 237 orang responden dari 300 orang responden. Berikut ini data disajikan dalam bentuk histogram: Gambar 4.8. Histogram istribusi Frekuensi Pengaturan iri
Histogram

50

40

Frequency

30

20

10 Mean =34.37 Std. Dev. =5.463 N =300 0 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00

Pengaturan_Diri

150

2. Uji Asumsi yang Melandasi SEM Pemeriksaan asumsi yang melandasi Structural Equation Modeling (SEM) dalam disertasi ini meliputi outlier, dan normalitas. a. Asumsi Kecukupan Sampel Jumlah responden dalam penelitian ini sebanyak 300 responden. Jumlah tersebut sudah dinilai memenuhi kriteria jumlah sampel minimal bagi penelitian yang menggunakan alat statistik SEM dengan prosedur Maximum Likehood Estimation (MLE yaitu sebesar 5 10 observasi untuk setiap parameter yang diestimasi atau 100 200 responden). Dan untuk 24 ke atas observasi maka dibutuhkan 250 ke atas responden. b. Uji Normalitas Data Syarat lain yang harus dipenuhi dalam menggunakan analisis SEM yaitu normalitas data (Hair et al., 1995). Nilai statistik untuk menguji

normalitas tersebut menggunakan z value (Critical Ratio atau C.R. pada output AMOS 18) dari nilai skewness dan kurtosis sebaran data. Bila nilai C.R. lebih besar dari nilai kritis maka dapat diduga bahwa distribusi data tidak normal. Nilai kritis dapat ditentukan berdasarkan tingkat signifikansi 1% yaitu sebesar 2.58 dan nilai kritis dari C.R. kurtosis di bawah 7. Normalitas univariate dan multivariate terhadap data yang digunakan dalam analisis ini diuji dengan menggunakan AMOS 18. Hasil Uji asumsi normalitas secara lengkap dapat dilihat pada tabel berikut.

151

Tabel 4.17. Hasil Uji Normalitas Variable Hasil Belajar Matematika C B A F E D Y Z AA AB U V W X P Q R S T O N M L K J I H G Multivariate min 32.000 .000 .000 .000 .000 2.423 2.356 2.747 4.722 1.040 1.048 1.294 1.785 3.487 3.263 1.591 2.047 1.103 1.089 .856 1.648 .000 2.480 .000 1.849 1.659 .000 2.089 1.010 max 100.000 15.091 14.813 13.073 13.359 14.285 14.269 15.404 17.794 9.733 15.147 14.825 14.498 15.206 14.029 14.121 15.279 14.790 15.059 14.220 13.954 13.194 15.012 14.451 15.519 14.579 16.919 12.438 12.399 skew .073 -.243 -.459 .083 -.072 -.092 -.471 -.335 .070 -.057 .128 -.404 .018 .522 -.099 -.449 -.283 .001 -.312 -.012 -.119 -.212 -.254 .011 -.083 -.368 -.093 -.039 -.058 c.r. .519 -1.715 -3.243 .584 -.507 -.649 -3.327 -2.366 .493 -.404 .902 -2.858 .130 3.693 -.699 -3.174 -1.999 .008 -2.207 -.084 -.839 -1.497 -1.795 .076 -.584 -2.604 -.659 -.278 -.413 kurtosis -.684 .696 .659 .144 -.121 .067 .305 -.173 -.435 -.185 .403 -.233 -.450 .801 -.605 -.339 -.379 -.378 -.424 -.618 -.637 -.378 -.501 -.418 -.262 -.059 .614 -.317 -.180 83.337 c.r. -2.417 2.460 2.328 .509 -.429 .236 1.077 -.611 -1.538 -.655 1.424 -.822 -1.590 2.830 -2.139 -1.199 -1.340 -1.336 -1.498 -2.186 -2.252 -1.338 -1.773 -1.479 -.928 -.209 2.170 -1.120 -.636 17.021

Sumber: Data Primer yang diolah, 2011

152

Tabel 4.17 menjelaskan hasil pengujian normalitas yang selanjutnya digunakan untuk mengevaluasi normalitas baik secara univariate maupun multivariate. Secara univariate data dalam penelitian ini termasuk moderately normal karena memiliki nilai C.R. skewness < 2,58. Nilai C.R. kurtosis sebesar 17,021 mengindikasi bahwa secara multivariate data dalam penelitian ini termasuk non-normal. Asumsi kenormalan data diperlukan dalam analisis SEM sebab data yang tidak normal diperkirakan mengakibatkan pembiasan interpretasian karena nilai chi-square hasil analisis cenderung meningkat sehingga nilai probability level akan mengecil. Namun demikian, teknik Maximum Likelihood Estimates (MLE) yang digunakan dalam penelitian ini tidak terlalu terpengaruh (robust) terhadap penyimpangan multivariate normality (Ghozali, 2005). Hal ini dikarenakan data yang digunakan merupakan data primer berdasarkan jawaban responden yang sangat beragam sehingga sulit untuk memperoleh data yang mengikuti distribusi normal secara sempurna. c. Uji Data Outliers Outliers adalah observasi atau data yang memiliki karakteristik unik yang terlihat berbeda dari observasi-observasi lainnya dan muncul dalam bentuk nilai ekstrim, baik untuk sebuah variabel tunggal atau variabel kombinasi (Hair et al., dalam Ferdinand, 2000). Uji terhadap multivariate outliers dilakukan dengan menggunakan kriteria jarak Mahalanobis pada tingkat p < 0,001. Jarak Mahalanobis itu dievaluasi dengan menggunakan pada derajat bebas sebesar

jumlah variabel yang digunakan dalam penelitian (Ferdinand, 2000).

153

Dalam penelitian ini, ada 29 variabel indikator yang digunakan. Oleh karena itu, semua nilai yang mempunyai Mahalanobis

(0.001, 29) = 58.30117 adalah multivariate outliers. Mahalanobis dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.18. Jarak Mahalanobis ata Penelitian
Nomor Observasi

Jarak Mahalanobis

Jarak Mahalanobis Kritis (0.001, 29)

107 277 294 17 149 32

6 . . . . Sumber: Data primer yang diolah, 2011

84.059 82.405 63.574 60.508 59.781 58.563 58.117

58.30117

Dari Tabel 4.18 terlihat ada 6 data yang nilai Mahalanobis besar dari nilai

istance lebih

(0.001, 29) = 58.30117 namun tidak terlalu jauh sehingga dapat

disimpulkan bahwa tidak ada nilai yang dikategorikan sebagai outliers. 3. Uji Goodness of Fit Model Sebelum melakukan pengujian hipotesis, langkah pertama adalah menilai kesesuaian goodness of fit. Model yang akan diuji dibuat berdasarkan teori yang telah ada. Model dikatakan baik apabila pengembangan secara teoritis sebagaimana dituangkan ke dalam kerangka koseptual penelitian didukung oleh data emperik. Adapun diagram SEM yang dibuat berdasasar teori dapat dilihat pada gambar sebagai berikut:

154

&

istance lebih besar dari istance

'

Gambar 4.9. Model Struktural Hubungan Fungsional Antar Konstruk

Keterangan: A = Memahami orang lain B = Mengembangkan orang lain C = Mendayagunakan keragaman D = Kesadaran emosi E = Penilaian diri secara akurat F = Percaya diri G = Pengaruh H = Komunikasi I J = Manajemen konflik = Kepemimpinan

155

K = Katalisator perubahan L = Perasaan suka/senang M = Perhatian siswa N = Kemauan dalam belajar O = Keterlibatan siswa P = Berambisi Q = berkompetisi R = Bekerja keras S = Tekun meningkatkan status sosialnya

T = Memberi penilaian yang tinggi terhadap kreativitas dan produktivitas U = Dorongan berprestasi V = Komitmen W = Inisiatif X = Optimisme Y = Pengendalian diri Z = Dapat dipercaya AA = Adaptabilitas AB = Inovatif

Hasil pengujian goodness of fit overall model, guna mengetahui apakah model hipotetik didukung oleh data empirik, dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.19. Pengujian Goodness of Fit Model Overall Tahap Awal Hasil Goodness Of Fit Perhitungan GFI AGFI RMSEA CMIN/DF TLI CFI 0,786 0,706 0,080 2,915 0,786 0,810 Model Baik Model Baik Model Baik Model Baik Model Baik Model Baik Cut-off Keterangan

Sumber: Data primer yang diolah, 2011

Tabel 4.19 menjelaskan hasil goodness of fit dari model penelitian yang dibuat. Normed Chi-Square (CMIN/DF) adalah ukuran yang diperoleh dari nilai Chi-Square dibagi dengan degree of freedom. Indeks ini merupakan

156

indeks kesesuaian parsimonious yang mengukur hubungan goodness-of-fit model dengan jumlah koefisien-koefisien estimasi yang diharapkan untuk mencapai tingkat kesesuaian. Nilai CMIN/DF pada model ini adalah 2,915 menunjukkan bahwa model penelitian ini baik. Goodness of Fit Index (GFI) menunjukkan tingkat kesesuaian model secara keseluruhan yang dihitung dari residual kuadrat dari model yang diprediksi dibandingkan data yang sebenarnya. Nilai yang mendekati 1 mengisyaratkan model yang diuji memiliki kesesuaian yang baik. Dengan tingkat penerimaan yang direkomendasikan > 0,75 dapat disimpulkan bahwa model penelitian ini memiliki tingkat kesesuaian yang baik dengan nilai GFI sebesar 0,786. Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) adalah GFI yang disesuaikan dengan rasio antara degree of freedom dari model yang diusulkan dan degree of freedom dari null model. Nilai AGFI dalam model ini adalah 0,741

menunjukkan bahwa model memiliki kesesuaian yang baik. Tucker Lewis Index (TLI) adalah indeks kesesuaian incremental yang membandingkan model yang diuji dengan baseline model. TLI merupakan indeks kesesuaian model yang kurang dipengaruhi oleh ukuran sampel. Nilai yang direkomendasikan > 0,75. Dapat disimpulkan bahwa model yang diajukan menunjukkan tingkat kesesuaian yang baik dengan nilai TLI sebesar 0,786. Comparative Fit Index (CFI) adalah indeks kesesuaian incremental yang membandingkan model yang diuji dengan null model. Besaran indeks ini dalam rentang 0 sampai 1 dan nilai yang mendekati 1 mengindikasikan model

157

memiliki tingkat kesesuaian yang baik. Indeks ini sangat dianjurkan untuk dipakai karena indeks ini relatif tidak sensitif dengan besarnya sampel tidak dipengaruhi oleh kerumitan model. Dengan memperhatikan nilai yang

direkomendasikan yaitu > 0,80; maka nilai CFI sebesar 0,810 menunjukkan bahwa model ini memiliki kesesuaian yang baik. The Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) adalah indeks yang digunakan untuk mengkompensasi nilai Chi-Square dalam sampel yang besar. Nilai penerimaan yang direkomendasikan < 0,08; nilai RMSEA model sebesar 0,08 menunjukkan tingkat kesesuaian yang baik. Dari keseluruhan pengukuran goodness of fit tersebut di atas

mengindikasikan bahwa model yang diajukan dalam penelitian ini dapat diterima. Setelah model penelitian dapat diterima, berikutnya akan menjelaskan pengujian hipotesis dan pembahasan hasil penelitian. 4. Analisis Hubungan Indikator dengan Konstruk Setelah model fit, proses selanjutnya adalah melihat apakah indikatorindikator yang ada pada sebuah konstruk memang merupakan bagian atau dapat menjelaskan konstruk tersebut. Proses tersebut dinamakan uji validitas konstruk (variabel laten), dan dapat dilakukan lewat beberapa cara. a. Uji Convergent Validity Jika memang sebuah indikator menjelaskan sebuah konstruk, maka indikator tersebut akan mempunyai factor loading yang tinggi dengan konstruk tersebut dan total indikator akan variance extracted yang cukup tinggi. Singgih Santoso (2011) mengemukakan bahwa untuk mengetahui ada tidaknya korelasi

158

antara indikator dengan konstruknya dapat dilihat dari nilai probability (P), jika nilai probabili lebih kecil dari 0,001 maka ada hubungan dan signifikan antar indikator dengan konstruknya, namun sebagai missal jika nilai P adalah 0,03 maka tetap dapat disimpulkan adanya hubungan dan signifikan. Sehingga sebuah nilai estimate dapat mengacu pada ketentuan AMOS 18 (0,001) atau menggunakan standar 0,05 Selanjutnya Singgih Santoso (2011) menambahkan bahwa secara umum, dapat dikatakan bahwa factor loading di atas 0,7 menunjukkan sebuah indikator memang bagian dari konstruk, namun beberapa literatur menganggap batas tersebut adalah 0,5. Hasil pengujian convergent validity, guna mengetahui apakah indikator dapat menjelaskan konstruk dengan baik, dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.20. Regression Weights Regression Weight <--- Keterampilan Sosial <--- Keterampilan Sosial <--- Keterampilan Sosial <--- Keterampilan Sosial <--- Keterampilan Sosial Minat Belajar <--Matematika Minat Belajar <--Matematika Minat Belajar <--Matematika Minat Belajar <--Matematika <--- Motivasi Berprestasi <--- Motivasi Berprestasi <--- Motivasi Berprestasi <--- Motivasi Berprestasi <--- Motivasi Berprestasi <--- Motivasi Diri Estimate 1.000 .897 1.757 1.975 2.290 1.000 1.092 1.069 1.103 1.000 1.026 1.076 .956 1.116 1.000 .119 .113 .116 .097 .099 .093 .104 9.165 *** 9.474 *** 9.485 *** 10.596 10.873 10.236 10.695 *** *** *** *** S.E. .204 .311 .340 .386 C.R. 4.398 5.641 5.812 5.932 P *** *** *** ***

G H I J K L M N O T S R Q P X

159

W V U AB AA Z Y D E F A B C

Regression Weight <--- Motivasi Diri <--- Motivasi Diri <--- Motivasi Diri <--- Pengaturan Diri <--- Pengaturan Diri <--- Pengaturan Diri <--- Pengaturan Diri <--- Kesadaran Diri <--- Kesadaran Diri <--- Kesadaran Diri <--- Empati <--- Empati <--- Empati

Estimate .404 1.005 1.133 1.000 .491 1.025 .517 1.000 .912 .703 1.000 1.576 1.416

S.E. C.R. P .075 5.362 *** .101 9.960 *** .103 10.982 *** .137 .252 .173 .214 .199 .408 .365 3.598 *** 4.071 *** 2.994 .003 4.253 *** 3.539 *** 3.863 *** 3.880 ***

Sumber: Data primer yang diolah, 2011

Berdasarkan Tabel 4.20 di atas dapat diketahui ada tidaknya korelasi antara indikator dengan konstruknya. Pada kolom P terlihat nilai P adalah *** dan 0,003. Hal ini menunjukkan angka P yang jauh di bawah 0,005, sehingga dapat dikatakan bahwa semua indikator dapat menjelaskan semua konstruk yang ada. b. Uji Discriminant Validity Jika ada dua atau lebih konstruk dalam suatu model, seharusnya setiap konstruk mempunyai keunikan tersendiri dan tidak berhubungan dengan konstruk yang lain. Uji diskriminan berlawanan dengan uji konvergen; jika uji konvergen menguji keeratan hubungan, uji diskriminan justru mencari seberapa besar dua variabel berbeda. Untuk melengkapi pengujian discriminant validity berikut disertakan tampilan estimate yang sudah distandardisasi pada tabel berikut. Tabel 4.21. Standardized Regression Weights Standardized Regression Weight G <--- Keterampilan Sosial Estimate .400

160

Standardized Regression Weight H <--- Keterampilan Sosial I <--- Keterampilan Sosial J <--- Keterampilan Sosial K <--- Keterampilan Sosial L <--- Minat Belajar Matematika M <--- Minat Belajar Matematika N <--- Minat Belajar Matematika O <--- Minat Belajar Matematika T <--- Motivasi Berprestasi S <--- Motivasi Berprestasi R <--- Motivasi Berprestasi Q <--- Motivasi Berprestasi P <--- Motivasi Berprestasi X <--- Motivasi Diri W <--- Motivasi Diri V <--- Motivasi Diri U <--- Motivasi Diri AB <--- Pengaturan Diri AA <--- Pengaturan Diri Z <--- Pengaturan Diri Y <--- Pengaturan Diri D <--- Kesadaran Diri E <--- Kesadaran Diri F <--- Kesadaran Diri A <--- Empati B <--- Empati C <--- Empati
Sumber: Data primer yang diolah, 2011

Estimate .367 .612 .673 .740 .619 .680 .714 .715 .679 .693 .714 .667 .701 .719 .348 .673 .782 .524 .359 .509 .272 .566 .500 .331 .384 .571 .545

Berdasarkan Tabel 4.21 di atas maka kita akan mencari nilai variance extracted dari masing-masing konstruk. Berikut adalah tebel hasil variance extracted. Tabel 4.22. Variance Extracted Konstruk Empati Kesadaran Diri Pengaturan Diri Motivasi Diri Variance Extracted (VE) 0,26 0,23 0,18 0,43 Persentase 26% 23% 18% 43%

161

Motivasi Berprestasi Minat Belajar Matematika Keterampilan Sosial


Sumber: Data primer yang diolah, 2011

0,48 0,47 0,33

48% 47% 33%

Berdasarkan Tabel 4.22 di atas diketahui bahwa hasil VE menunjukkan angka di bawah 0,5. Hal ini menunjukkan tidak adanya konvergensi di antara indikator untuk menjelaskan konstruk yang ada. 5. Pengujian Hipotesis Penelitian Setelah kriteria goodness of fit model struktural yang diestimasi dapat terpenuhi, selanjutnya analisis terhadap hubungan-hubungan struktural model (pengujian hipotesis) dapat dilakukan. Hubungan antar konstruk dalam hipotesis ditunjukkan oleh nilai regression weights. Pengujian hipotesis dilakukan dengan menganalisis tingkat signifikansi hubungan kausalitas antar konstruk dalam model yang didasarkan pada nilai C. R (z hitung) yang lebih besar atau sama dengan z tabel (z hitung z tabel)

dan dibawah 0,05 untuk nilai P. Apabila hasil olah data menunjukkan nilai yang memenuhi syarat tersebut, maka hipotesis penelitian yang diajukan dapat diterima. Ferdinand (2000) mengemukakan bahwa pada jumlah responden lebih dari 120 maka z tabel untuk masing-masing tingkat signifikansi adalah: 1 % = 2,56 5 % = 1,96 10 % = 1,645 Tabel berikut menunjukkan nilai hasil estimasi hasil analisis SEM dari variabel-variabel yang diuji hubungan kausalitasnya.

162

Tabel 4.23. Estimasi Hasil Analisis SEM Standardized Estimate S.E. Regression Minat Belajar Matematika Minat Belajar Matematika Minat Belajar Matematika Minat Belajar Matematika Minat Belajar Matematika Motivasi Berprestasi Motivasi Berprestasi Motivasi Berprestasi Motivasi Berprestasi Motivasi Berprestasi Motivasi Berprestasi Hasil Belajar Matematika Hasil Belajar Matematika Hasil Belajar Matematika Hasil Belajar Matematika <-<-<-<-<-<-<-<-<-<-<-<-<-<-<-Kesadaran Diri Keterampilan Sosial Empati Motivasi Diri Pengaturan Diri Motivasi Diri Pengaturan Diri Empati Kesadaran Diri Keterampilan Sosial Minat Belajar Matematika Motivasi Berprestasi Empati Kesadaran Diri Keterampilan Sosial Minat Belajar Matematika Motivasi Diri Pengaturan Diri .280 .446 .271 .412 .290 .323 .091 .175 .252 .201 .329 .439 .139 .204 .228 .039 .340 .190 .364 .803 .477 .347 .356 .281 .115 .317 .338 .372 .340 3.125 1.792 1.948 3.007 .289 2.104 1.708 .123 .176 .168 .062 .117 .076 .113 .166 .135 .174 .143 .578 .828 .719 .940 .679 .417 .611 C.R. P 2.959 4.561 2.841 5.610 3.045 3.693 1.014 1.911 2.504 2.136 .003 *** .005 *** .002 *** .311 .056 .012 .033

2.380 .017 5.408 2.166 2.711 3.198 *** .030 .007 .001

Hasil Belajar Matematika <-Hasil Belajar Matematika <-Hasil Belajar Matematika <--

.426 .670 5.048 *** 2.798 .005

Sumber: Data primer yang diolah, 2011

Tabel 4.23 di atas menjelaskan pengaruh langsung dari masing-masing variabel/konstruk. Sedangkan analisis mediasi yang terkait dengan pengaruh tidak langsung tidak dikeluarkan oleh output AMOS 18, karena itu digunakan pengujian mediating yang dikembangkan oleh beberapa penulis, seperti Sobel, Aaron dan Goodman (dalam Shrout & Bolger, 2002; dan Preacher & Hayes, 2004). Formula yang digunakan sebagai berikut: a) Sobel test equation

163

b) Aroian test equation


 

c) Goodman test equation


 

Dengan menggunakan formula yang dikembangkan oleh para ahli di atas, maka hasil analisis untuk efek mediating variabel interverning disajikan dalam tabel berikut. Tabel 4.24. Estimasi Pengaruh Tidak Langsung antar Variabel Laten Melalui Minat Belajar Matematika Standardized Estimate S.E. Regression Motivasi Berprestasi Motivasi Berprestasi Motivasi Berprestasi Motivasi Berprestasi Motivasi Berprestasi Hasil Belajar Matematika Hasil Belajar Matematika Hasil Belajar Matematika Hasil Belajar Matematika Hasil Belajar Matematika <-<-<-<-<-<-<-<-<-<-Motivasi Diri Pengaturan Diri Empati Kesadaran Diri Keterampilan Sosial Empati Kesadaran Diri Keterampilan Sosial Motivasi Diri Pengaturan Diri .136 .095 .089 .092 .147 .011 .011 .017 .016 .011 .118 .121 .162 .124 .273 .138 .105 .232 .100 .103 .054 .065 .089 .067 .129 .328 .250 .548 .236 .244 C.R. P 2.188 1.873 1.823 1.854 2.108 .421 .421 .424 .424 .422 .029 .061 .068 .064 .035 .674 .674 .672 .671 .673

Sumber: Data primer yang diolah, 2011

Tabel 4.25. Estimasi Pengaruh Tidak Langsung antar Variabel Laten Melalui Motivasi Berprestasi Standardized Estimate S.E. Regression Hasil Belajar Matematika <-- Empati Hasil Belajar Matematika <-- Kesadaran Diri Hasil Belajar Matematika <-- Keterampilan Sosial .077 .111 .088 .991 1.056 1.163 .550 .465 .585 C.R. P 1.801 .072 2.272 .023 1.988 .047

164

Standardized Estimate S.E. Regression Hasil Belajar Matematika <-- Motivasi Diri Hasil Belajar Matematika <-- Pengaturan Diri Hasil Belajar Matematika <-- Minat Belajar Matematika
Sumber: Data primer yang diolah, 2011

C.R. P 3.052 .002 1.000 .317 2.176 .030

.142 .040 .144

.878 .359 1.063

.288 .359 .488

Tabel 4.26. Estimasi Pengaruh Tidak Langsung antar Variabel Laten Melalui Minat Belajar Matematika dan Motivasi Berprestasi Standardized Estimate S.E. Regression Hasil Belajar Matematika Hasil Belajar Matematika Hasil Belajar Matematika Hasil Belajar Matematika Hasil Belajar Matematika <-<-<-<-<-Empati Kesadaran Diri Keterampilan Sosial Motivasi Diri Pengaturan Diri .039 .040 .064 .060 .042 .506 .388 .853 .369 .378 .293 .221 .433 .182 .215 C.R. P 1.725 1.751 1.971 2.026 1.760 .085 .080 .049 .043 .078

Sumber: Data primer yang diolah, 2011

Dari Gambar 4.9, Tabel 4.24, Tabel 2.25 dan Tabel 4.26 maka dapat ditulis beberapa persamaan struktural dan korelasi multiple kuadrat yang

dijadikan sebagai pedoman untuk menguji hipotesis pertama hingga hipotesis ketigapuluhsembilan.
                         

   

di mana  berturut-turut adalah empati, kesadaran diri, keterampilan sosial,

motivasi diri dan pengaturan diri.

165

berturut-turut adlah minat belajar Mateamatika, motivasi berprestasi dan

hasil belajar Matematika.

Uji Hipotesis 1 Hipotesis pertama pada penelitian adalah terdapat pengaruh positif empati terhadap minat belajar Matematika. Hasil pengujian dengan analisis SEM dapat digambarkan diagram SEM sebagai berikut: Gambar 4.10. Diagram SEM Pengujian Hipotesis Pertama
e1 A

e2

Empati 0,271 (P = 0,005 dan C.R. = 2,841)

Minat belajar Matematika

e3

e29

Hasil analisis SEM seperti pada Gambar 4.10 di atas dapat diketahui bobot koefisien regresi terstandarisasi empati terhadap minat belajar Matematika adalah sebesar 0,271 dengan nilai p-value (0,005 < 0,05) dan C.R. (2,841 > 1,96). Hal ini berarti empati berpengaruh positif secara langsung dan signifikan terhadap minat belajar Matematika. Dengan demikian hipotesis pertama dalam penelitian ini didukung. Hal ini menunjukkan bahwa untuk tingkat keyakinan 95%, empati berpengaruh positif terhadap minat belajar Matematika siswa. Dengan kata lain

166

semakin tinggi empati siswa, semakin tinggi pula minat belajar Matematikanya, dan sebaliknya semakin rendah empati siswa semakin rendah juga minat belajar Matematikanya. Dengan koefisien regresi yang bernilai positif (0,271), menunjukkan bahwa apabila empati siswa ditingkatkan secara optimal sampai 100%, maka minat belajar Matematika siswa akan meningkat pula sebesar 27,1%. Uji Hipotesis 2 Hipotesis kedua pada penelitian adalah terdapat pengaruh positif empati terhadap motivasi berprestasi. Hasil pengujian dengan analisis SEM dapat digambarkan diagram SEM sebagai berikut : Gambar 4.11. Diagram SEM Pengujian Hipotesis Kedua
e1 A

e2

E mpati 0,175 (P = 0,056 dan C.R. = 1,911)

Motivasi Berprestasi

e3

e29

Hasil analisis SEM seperti pada Gambar 4.11 di atas dapat diketahui bobot koefisien regresi terstandarisasi empati terhadap motivasi berprestasi adalah sebesar 0,175 dengan nilai p-value (0,056 > 0,05) dan C.R. (1,911 < 1,96) namun jika ditinjau dari P = 0,1 dengan C.R. = 1,645 maka nilai p-value (0,056 < 0,1) dan C.R. (1,911 > 1,645). Hal ini berarti empati berpengaruh positif secara langsung dan signifikan terhadap motivasi berprestasi. Dengan demikian hipotesis kedua dalam penelitian ini didukung.

167

Hal ini menunjukkan bahwa untuk tingkat keyakinan 90%, empati berpengaruh positif terhadap motivasi berprestasi siswa. Dengan kata lain semakin tinggi empati siswa, semakin tinggi pula motivasi berprestasinya, dan sebaliknya semakin rendah empati siswa semakin rendah juga motivasi berprestasinya. Dengan koefisien regresi yang bernilai positif (0,175), menunjukkan bahwa apabila empati siswa ditingkatkan secara optimal sampai 100%, motivasi berprestasi siswa akan meningkat pula sebesar 17,5%. Uji Hipotesis 3 Hipotesis ketiga pada penelitian adalah terdapat pengaruh positif empati terhadap hasil belajar Matematika. Hasil pengujian dengan analisis SEM dapat digambarkan diagram SEM sebagai berikut : Gambar 4.12. Diagram SEM Pengujian Hipotesis Ketiga
e1 A

e2

E mpati 0,139 (P = 0,03 dan C.R. = 2,166)

Hasil Belajar Matematika

e3

e31

Hasil analisis SEM seperti pada Gambar 4.12 di atas dapat diketahui bobot koefisien regresi terstandarisasi empati terhadap hasil belajar Matematika adalah sebesar 0,139 dengan nilai p-value (0,03 < 0,05) dan C.R. (2,166 > 1,96). Hal ini berarti empati berpengaruh positif secara langsung dan signifikan terhadap hasil belajar Matematika. Dengan demikian hipotesis ketiga dalam penelitian ini didukung.

168

Hal ini menunjukkan bahwa untuk tingkat keyakinan 95%, empati berpengaruh positif terhadap hasil belajar Matematika siswa. Dengan kata lain semakin tinggi empati siswa, semakin tinggi pula hasil belajar Matematikanya, dan sebaliknya semakin rendah empati siswa semakin rendah juga hasil belajar Matematikanya. Dengan koefisien regresi yang bernilai positif (0,139), menunjukkan bahwa apabila empati siswa ditingkatkan secara optimal sampai 100%, maka hasil belajar Matematika siswa akan meningkat pula sebesar 13,9%. Uji Hipotesis 4 Hipotesis keempat menyatakan bahwa terdapat pengaruh positif

kesadaran diri terhadap minat belajar matematika. Hasil pengujian dengan analisis SEM dapat digambarkan diagram SEM sebagai berikut: Gambar 4.13. Diagram SEM Pengujian Hipotesis Keempat
e4 D

e5

Kesadaran
Diri

0,280 (P = 0,003 dan C.R. = 2,959)

Minat Belajar matematika

e6

e29

Hasil analisis SEM seperti pada Gambar 4.13 di atas dapat diketahui bobot koefisien regresi terstandarisasi kesadaran diri terhadap minat belajar Matematika adalah sebesar 0,280 dengan nilai p-value (0,003 < 0,05) dan C.R. (2,959 > 1,96). Hal ini berarti kesadaran diri berpengaruh positif secara langsung

169

dan signifikan terhadap minat belajar Matemataika. Dengan demikian hipotesis keempat dalam penelitian ini didukung. Hal ini menunjukkan bahwa untuk tingkat keyakinan 95%, kesadaran diri berpengaruh positif terhadap minat belajar Matematika siswa. Dengan kata lain semakin tinggi kesadaran diri siswa, semakin tinggi pula minat belajar Matematikanya, dan sebaliknya semakin rendah kesadaran diri siswa semakin rendah juga minat belajar Matematikanya. Dengan koefisien regresi yang bernilai positif (0,252), menunjukkan bahwa apabila kesadaran diri siswa ditingkatkan secara optimal sampai 100%, maka minat belajar Matematika siswa akan meningkat pula sebesar 25,2%. Uji Hipotesis 5 Hipotesis kelima menyatakan bahwa terdapat pengaruh positif kesadaran diri terhadap motivasi berprestasi. Hasil pengujian dengan analisis SEM dapat digambarkan diagram SEM sebagai berikut: Gambar 4.14. Diagram SEM Pengujian Hipotesis Kelima
e4 D

e5

Kesadaran
Diri

0,252 (P = 0,012 dan C.R. = 2,504)

Motivasi Berprestasi

e6

e29

Hasil analisis SEM seperti pada Gambar 4.14 di atas dapat diketahui bobot koefisien regresi terstandarisasi kesadaran diri terhadap motivasi

berprestasi adalah sebesar 0,252 dengan nilai p-value (0,012 < 0,05) dan C.R.

170

(2,504 > 1,96). Hal ini berarti kesadaran diri berpengaruh positif secara langsung dan signifikan terhadap motivasi berprestasi. Dengan demikian hipotesis kelima dalam penelitian ini didukung. Hal ini menunjukkan bahwa untuk tingkat keyakinan 95%, kesadaran diri berpengaruh positif terhadap motivasi berprestasi siswa. Dengan kata lain semakin tinggi kesadaran diri siswa, semakin tinggi pula motivasi berprestasinya, dan sebaliknya semakin rendah kesadaran diri siswa semakin rendah juga motivasi berprestasinya. Dengan koefisien regresi yang bernilai positif (0,252), menunjukkan bahwa apabila kesadaran diri siswa ditingkatkan secara optimal sampai 100%, maka motivasi berprestasi siswa akan meningkat pula sebesar 25,2%. Uji Hipotesis 6 Hipotesis keenam menyatakan bahwa terdapat pengaruh positif

kesadaran diri terhadap hasil belajar Matematika. Hasil pengujian dengan analisis SEM dapat digambarkan diagram SEM sebagai berikut: Gambar 4.15. Diagram SEM Pengujian Hipotesis Keenam
e4 D

e5

Kesadaran
Diri

0,204 (P = 0,007 dan C.R. = 2,711)

Hasil Belajar Matematika

e6

e31

Hasil analisis SEM seperti pada Gambar 4.15 di atas dapat diketahui bobot koefisien regresi terstandarisasi kesadaran diri terhadap hasil belajar

171

Matematika adalah sebesar 0,204 dengan nilai p-value (0,007 < 0,05) dan C.R. (2,711 > 1,96). Hal ini berarti kesadaran diri berpengaruh positif secara langsung dan signifikan terhadap hasil belajar Matematika. Dengan demikian hipotesis keenam dalam penelitian ini didukung. Hal ini menunjukkan bahwa untuk tingkat keyakinan 95%, kesadaran diri berpengaruh positif terhadap hasil belajar Matematika siswa. Dengan kata lain semakin tinggi kesadaran diri siswa, semakin tinggi pula hasil belajar Matematikanya, dan sebaliknya semakin rendah kesadaran diri siswa semakin rendah juga hasil belajar Matematikanya. Dengan koefisien regresi yang bernilai positif (0,204), menunjukkan bahwa apabila kesadaran diri siswa ditingkatkan secara optimal sampai 100%, maka hasil belajar Matematika siswa akan meningkat pula sebesar 20,4%. Uji Hipotesis 7 Hipotesis ketujuh menyatakan bahwa terdapat pengaruh positif

keterampilan sosial terhadap minat belajar Matematika. Hasil pengujian dengan analisis SEM dapat digambarkan diagram SEM sebagai berikut: Gambar 4.16. Diagram SEM Pengujian Hipotesis Ketujuh
e7 G

e8

H
Keterampilan
Sosial

e9

0,446 (P = *** dan C.R. = 4,561)

Minat Belajar Matematika

e10

e11

e29

172

Hasil analisis SEM seperti pada Gambar 4.16 di atas dapat diketahui bobot koefisien regresi terstandarisasi keterampilan sosial terhadap minat belajar Matematika adalah sebesar 0,446 dengan nilai p-value (*** < 0,05) dan C.R. (4,561 > 1,96). Hal ini berarti keterampilan sosial berpengaruh positif secara langsung dan signifikan terhadap minat belajar Matematika. Dengan demikian hipotesis ketujuh dalam penelitian ini didukung. Hal ini menunjukkan bahwa untuk tingkat keyakinan 95%, keterampilan sosial berpengaruh positif terhadap minat belajar Matematika siswa. Dengan kata lain semakin tinggi keterampilan sosial siswa, semakin tinggi pula minat belajar Matematikanya, dan sebaliknya semakin rendah keterampilan sosial siswa semakin rendah juga minat belajar Matematikanya. Dengan koefisien regresi yang bernilai positif (0,446), menunjukkan bahwa apabila keterampilan sosial siswa ditingkatkan secara optimal sampai 100%, maka minat belajar Matematika siswa akan meningkat pula sebesar 44,6%. Uji Hipotesis 8 Hipotesis kedelapan menyatakan bahwa terdapat pengaruh positif

keterampilan sosial terhadap motivasi berprestasi. Hasil pengujian dengan analisis SEM dapat digambarkan diagram SEM sebagai berikut: Gambar 4.17. Diagram SEM Pengujian Hipotesis Kedelapan
e7 G

e8

H
Keterampilan
Sosial

e9

0,201 (P = 0,033 dan C.R. = 2,136)

Motivasi Berprestasi

e10

e11

e29

173

Hasil analisis SEM seperti pada Gambar 4.17 di atas dapat diketahui bobot koefisien regresi terstandarisasi keterampilan sosial terhadap motivasi beprestasi adalah sebesar 0,201 dengan nilai p-value (0,033 < 0,05) dan C.R. (2,136 > 1,96). Hal ini berarti keterampilan sosial berpengaruh positif secara langsung dan signifikan terhadap motivasi berprestasi. Dengan demikian hipotesis kedelapan dalam penelitian ini didukung. Hal ini menunjukkan bahwa untuk tingkat keyakinan 95%, keterampilan sosial berpengaruh positif terhadap motivasi berprestasi siswa. Dengan kata lain semakin tinggi keterampilan sosial siswa, semakin tinggi pula motivasi berprestasinya, dan sebaliknya semakin rendah keterampilan sosial siswa semakin rendah juga motivasi berprestasinya. Dengan koefisien regresi yang bernilai positif (0,201), menunjukkan bahwa apabila keterampilan sosial siswa ditingkatkan secara optimal sampai 100%, maka motivasi berprestasi siswa akan meningkat pula sebesar 20,1%. Uji Hipotesis 9 Hipotesis kesembilan menyatakan bahwa terdapat pengaruh positif keterampilan sosial terhadap hasil belajar Matematika. Hasil pengujian dengan analisis SEM dapat digambarkan diagram SEM sebagai berikut: Gambar 4.18. Diagram SEM Pengujian Hipotesis Kesembilan
e7 G

e8

H
Keterampilan

e9

I
Sosial

0,228 (P = 0,001 dan C.R. = 3,198)

Hasil Belajar Matematika

e10

e11

174

e31

Hasil analisis SEM seperti pada Gambar 4.18 di atas dapat diketahui bobot koefisien regresi terstandarisasi keterampilan sosial terhadap hasil belajar Matematika adalah sebesar 0,228 dengan nilai p-value (0,001 < 0,05) dan C.R. (3,198 > 1,96). Hal ini berarti keterampilan sosial berpengaruh positif secara langsung dan signifikan terhadap hasil belajar Matematika. Dengan demikian hipotesis kesembilan dalam penelitian ini didukung. Hal ini menunjukkan bahwa untuk tingkat keyakinan 95%, keterampilan sosial berpengaruh positif terhadap hasil belajar Matematika siswa. Dengan kata lain semakin tinggi keterampilan sosial siswa, semakin tinggi pula hasil belajar Matematikanya, dan sebaliknya semakin rendah keterampilan sosial siswa semakin rendah juga hasil belajar Matematikanya. Dengan koefisien regresi yang bernilai positif (0,228), menunjukkan bahwa apabila keterampilan sosial siswa ditingkatkan secara optimal sampai 100%, maka hasil belajar Matematika siswa akan meningkat pula sebesar 22,8%. Uji Hipotesis 10 Hipotesis kesepuluh menyatakan bahwa terdapat pengaruh positif

motivasi diri terhadap minat belajar Matematika. Hasil pengujian dengan analisis SEM dapat digambarkan diagram SEM sebagai berikut: Gambar 4.19. Diagram SEM Pengujian Hipotesis Kepuluh
e21 e22 U V
Motivasi Diri

e23

0,412 (P = *** dan C.R. = 5,610)

Minat Belajar Matematika

175
e24 X

e29

Hasil analisis SEM seperti pada Gambar 4.19 di atas dapat diketahui bobot koefisien regresi terstandarisasi motivasi diri terhadap minat belajar Matematika adalah sebesar 0,412 dengan nilai p-value (*** < 0,05) dan C.R. (5,610 > 1,96). Hal ini berarti motivasi diri berpengaruh positif secara langsung dan signifikan terhadap minat belajar Matematika. Dengan demikian hipotesis kesepuluh dalam penelitian ini didukung. Hal ini menunjukkan bahwa untuk tingkat keyakinan 95%, motivasi diri berpengaruh positif terhadap minat belajar Matematika siswa. Dengan kata lain semakin tinggi motivasi diri siswa, semakin tinggi pula minat belajar Matematikanya, dan sebaliknya semakin rendah motivasi diri siswa semakin rendah juga minat belajar Matematikanya. Dengan koefisien regresi yang bernilai positif (0,412), menunjukkan bahwa apabila motivasi diri siswa ditingkatkan secara optimal sampai 100%, maka minat belajar Matematika siswa akan meningkat pula sebesar 41,2%. Uji Hipotesis 11 Hipotesis kesebelas menyatakan bahwa terdapat pengaruh positif

motivasi diri terhadap motivasi berprestasi. Hasil pengujian dengan analisis SEM dapat digambarkan diagram SEM sebagai berikut: Gambar 4.20. Diagram SEM Pengujian Hipotesis Kesebelas
e21 U

e22

V
Motivasi Diri

176
e23 W

0,323 (P = *** dan C.R. = 3,693)

Motivasi Berprestasi

e24

e29

Hasil analisis SEM seperti pada Gambar 4.20 di atas dapat diketahui bobot koefisien regresi terstandarisasi motivasi diri terhadap motivasi

berprestasi adalah sebesar 0,323 dengan nilai p-value (*** < 0,05) dan C.R. (3,693 > 1,96). Hal ini berarti motivasi diri berpengaruh positif secara langsung dan signifikan terhadap motivasi berprestasi. Dengan demikian hipotesis kesebelas dalam penelitian ini didukung. Hal ini menunjukkan bahwa untuk tingkat keyakinan 95%, motivasi diri berpengaruh positif terhadap motivasi berprestasi siswa. Dengan kata lain semakin tinggi motivasi diri siswa, semakin tinggi pula motivasi berpresasinya, dan sebaliknya semakin rendah motivasi diri siswa semakin rendah juga motivasi berpresasinya. Dengan koefisien regresi yang bernilai positif (0,323), menunjukkan bahwa apabila motivasi diri siswa ditingkatkan secara optimal sampai 100%, maka motivasi berprestasi siswa akan meningkat pula sebesar 32,3%. Uji Hipotesis 12 Hipotesis keduabelas menyatakan bahwa terdapat pengaruh positif motivasi diri terhadap hasil belajar Matematika. Hasil pengujian dengan analisis SEM dapat digambarkan diagram SEM sebagai berikut: Gambar 4.21. Diagram SEM Pengujian Hipotesis Keduabelas
e2 e2 U V

177 Motivasi
e2 W 0,340 (P = *** dan C.R. = 5,048)

Hasil Belajar Matematika

Hasil analisis SEM seperti pada Gambar 4.21 di atas dapat diketahui bobot koefisien regresi terstandarisasi Motivasi diri terhadap hasil belajar Matematika adalah sebesar 0,340 dengan nilai p-value (*** < 0,05) dan C.R. (5,048 > 1,96). Hal ini berarti motivasi diri berpengaruh positif secara langsung dan signifikan terhadap hasil belajar Matematika. Dengan demikian hipotesis keduabelas dalam penelitian ini didukung. Hal ini menunjukkan bahwa untuk tingkat keyakinan 95%, motivasi diri berpengaruh positif terhadap hasil belajar Matematika siswa. Dengan kata lain semakin tinggi motivasi diri siswa, semakin tinggi pula hasil belajar Matematikanya, dan sebaliknya semakin rendah motivasi diri siswa semakin rendah juga hasil belajar Matematikanya. Dengan koefisien regresi yang bernilai positif (0,340), menunjukkan bahwa apabila motivasi diri siswa ditingkatkan secara optimal sampai 100%, maka hasil belajar Matematika siswa akan meningkat pula sebesar 34%. Uji Hipotesis 13 Hipotesis ketigabelas menyatakan bahwa terdapat pengaruh positif pengaturan diri terhadap minat belajar Matematika. Hasil pengujian dengan analisis SEM dapat digambarkan diagram SEM sebagai berikut: Gambar 4.22. Diagram SEM Pengujian Hipotesis Ketigabelas
e25 Y

e26

178
Pengaturan Diri

Minat Belajar Matematika 0,290 (P = 0,002 dan C.R. = 3,045)

e27

AA

Hasil analisis SEM seperti pada Gambar 4.22 di atas dapat diketahui bobot koefisien regresi terstandarisasi pengaturan diri terhadap minat belajar Matematika adalah sebesar 0,290 dengan nilai p-value (0,002 < 0,05) dan C.R. (3,045 > 1,96). Hal ini berarti pengaturan diri berpengaruh positif secara langsung dan signifikan terhadap minat belajar Matematika. Dengan demikian hipotesis ketigabelas dalam penelitian ini didukung. Hal ini menunjukkan bahwa untuk tingkat keyakinan 95%, pengaturan diri berpengaruh positif terhadap minat belajar Matematika siswa. Dengan kata lain semakin tinggi pengaturan diri siswa, semakin tinggi pula minat belajar Matematikanya, dan sebaliknya semakin rendah pengaturan diri siswa semakin rendah juga minat belajar Matematikanya. Dengan koefisien regresi yang bernilai positif (0,290), menunjukkan bahwa apabila pengaturan diri siswa ditingkatkan secara optimal sampai 100%, maka minat belajar Matematika siswa akan meningkat pula sebesar 29%. Uji Hipotesis 14 Hipotesis keempatbelas menyatakan bahwa terdapat pengaruh positif pengaturan diri terhadap motivasi berprestasi. Hasil pengujian dengan analisis SEM dapat digambarkan diagram SEM sebagai berikut: Gambar 4.23. Diagram SEM Pengujian Hipotesis Keempatbelas
e25 Y

e26

179
Pengaturan Diri

Motivasi Berprestasi 0,091 (P = 0,311 dan C.R. = 1,091)

e27

AA

Hasil analisis SEM seperti pada Gambar 4.23 di atas dapat diketahui bobot koefisien regresi terstandarisasi pengaturan diri terhadap motivasi berprestasi adalah sebesar 0,091 dengan nilai p-value (0,311 < 0,05) dan C.R. (1,014 > 1,96). Hal ini berarti pengaturan diri tidak berpengaruh positif secara langsung dan signifikan terhadap motivasi berprestasi. Dengan demikian hipotesis keempatbelas dalam penelitian ini tidak didukung. Hal ini menunjukkan bahwa untuk tingkat keyakinan 95%, pengaturan diri tidak berpengaruh positif terhadap hasil motivasi berprestasi, akan tetapi memiliki kecenderungan untuk berpengaruh positif. Dengan koefisien regresi yang bernilai positif (0,091), menunjukkan bahwa apabila pengaturan diri siswa ditingkatkan secara optimal sampai 100%, maka motivasi berprestasi siswa akan meningkat pula sebesar 9,1%. Uji Hipotesis 15 Hipotesis kelimabelas menyatakan bahwa terdapat pengaruh positif pengaturan diri terhadap hasil belajar Matematika. Hasil pengujian dengan analisis SEM dapat digambarkan diagram SEM sebagai berikut: Gambar 4.24. Diagram SEM Pengujian Hipotesis Kelimabelas
e25 Y

e26

Z
Pengaturan Diri

Hasil Belajar Matematika 0,198 (P = 0,005 dan C.R. = 2,798)

e27

AA

180

e28

AB

e31

Hasil analisis SEM seperti pada Gambar 4.24 di atas dapat diketahui bobot koefisien regresi terstandarisasi pengaturan diri terhadap hasil belajar Matematika adalah sebesar 0,198 dengan nilai p-value (0,005 < 0,05) dan C.R. (2,798 > 1,96). Hal ini berarti pengaturan diri berpengaruh positif secara langsung dan signifikan terhadap hasil belajar Matematika. Dengan demikian hipotesis kelimabelas dalam penelitian ini didukung. Hal ini menunjukkan bahwa untuk tingkat keyakinan 95%, pengaturan diri berpengaruh positif terhadap hasil belajar Matematika siswa. Dengan kata lain semakin tinggi pengaturan diri siswa, semakin tinggi pula hasil belajar Matematikanya, dan sebaliknya semakin rendah pengaturan diri siswa semakin rendah juga hasil belajar Matematikanya. Dengan koefisien regresi yang bernilai positif (0,198), menunjukkan bahwa apabila pengaturan diri siswa ditingkatkan secara optimal sampai 100%, maka hasil belajar Matematika siswa akan meningkat pula sebesar 34%. Uji Hipotesis 16 Hipotesis keenambelas menyatakan bahwa terdapat pengaruh positif minat belajar Matematika terhadap motivasi berprestasi. Hasil pengujian dengan analisis SEM dapat digambarkan diagram SEM sebagai berikut: Gambar 4.25. Diagram SEM Pengujian Hipotesis Keenambelas
e16 P

e17

Q
Minat Belajar Matematika

e18

Motivasi Berprestasi 0,329 (P = 0,017 dan C.R. = 2,380)

181
e19 S

e20

e29

Hasil analisis SEM seperti pada Gambar 4.25 di atas dapat diketahui bobot koefisien regresi terstandarisasi minat belajar Matematika terhadap motivasi berprestasi adalah sebesar 0,329 dengan nilai p-value (0,017 < 0,05) dan C.R. (2,380 > 1,96). Hal ini berarti minat belajar Matematika berpengaruh positif secara langsung dan signifikan terhadap motivasi berprestasi. Dengan demikian hipotesis keenambels dalam penelitian ini didukung. Hal ini menunjukkan bahwa untuk tingkat keyakinan 95%, minat belajar Matematika berpengaruh positif terhadap motivasi berpresrtasi siswa. Dengan kata lain semakin tinggi minat belajar Matematika siswa, semakin tinggi pula motivasi berprestasinya, dan sebaliknya semakin rendah minat belajar Matematika siswa semakin rendah juga motivasi berprestasinya. Dengan koefisien regresi yang bernilai positif (0,329), menunjukkan bahwa apabila minat belajar Matematikan siswa ditingkatkan secara optimal sampai 100%, maka motivasi siswa akan meningkat pula sebesar 32,9%. Uji Hipotesis 17 Hipotesis ketujuhbelas menyatakan bahwa terdapat pengaruh positif minat Balejar Matematika terhadap hasil belajar Matematika. Hasil pengujian dengan analisis SEM dapat digambarkan diagram SEM sebagai berikut: Gambar 4.26. Diagram SEM Pengujian Hipotesis Ketujuhbelas
e12 L M

e13

182 Matematika
e14 N

Minat Belajar

Hasil Belajar Matematika 0,039 (P = 0,670 dan C.R. = 0,426)

e15

e31

Hasil analisis SEM seperti pada Gambar 4.26 di atas dapat diketahui bobot koefisien regresi terstandarisasi minat belajar Matematika terhadap hasil belajar Matematika adalah sebesar 0,039 dengan nilai p-value (0,670 > 0,05) dan C.R. (0,426 > 1,96). Hal ini berarti minat belajar Matematika tidak berpengaruh positif secara langsung dan signifikan terhadap hasil belajar Matematika. Dengan demikian hipotesis ketujuhbelas dalam penelitian ini tidak didukung. Hal ini menunjukkan bahwa untuk tingkat keyakinan 95%, minat belajar Matematika tidak berpengaruh positif terhadap hasil belajar Matematika siswa, akan tetapi memiliki kecenderungan untuk berpengaruh positif. Dengan koefisien regresi yang bernilai positif (0,039), menunjukkan bahwa apabila minat belajar Matematika siswa ditingkatkan secara optimal sampai 100%, maka hasil belajar Matematika siswa akan meningkat pula sebesar 3,9%. Uji Hipotesis 18 Hipotesis kedelapanbelas menyatakan bahwa terdapat pengaruh positif motivasi berprestasi terhadap hasil belajar Matematika. Hasil pengujian dengan analisis SEM dapat digambarkan diagram SEM sebagai berikut: Gambar 4.27. Diagram SEM Pengujian Hipotesis Kedelapanbelas
e16 P

e17

183 Motivasi
e18 R
Berprestasi

Hasil Belajar Matematika 0,439 (P = *** dan C.R. = 5,408)

e19

Hasil analisis SEM seperti pada Gambar 4.27 di atas dapat diketahui bobot koefisien regresi terstandarisasi motivasi berprestasi terhadap hasil belajar Matematika adalah sebesar 0,439 dengan nilai p-value (*** < 0,05) dan C.R. (5,408 > 1,96). Hal ini berarti motivasi berprestasi berpengaruh positif secara langsung dan signifikan terhadap hasil belajar Matematika. Dengan demikian hipotesis kedelapanbelas dalam penelitian ini didukung. Hal ini menunjukkan bahwa untuk tingkat keyakinan 95%, motivasi berprestasi berpengaruh positif terhadap hasil belajar Matematika siswa. Dengan kata lain semakin tinggi motivasi berprestasi siswa, semakin tinggi pula hasil belajar Matematikanya, dan sebaliknya semakin rendah motivasi berprestasi siswa semakin rendah juga hasil belajar Matematikanya. Dengan koefisien regresi yang bernilai positif (0,439), menunjukkan bahwa apabila motivasi berprestasi siswa ditingkatkan secara optimal sampai 100%, maka hasil belajar Matematika siswa akan meningkat pula sebesar 43,9%. Uji Hipotesis 19 Hipotesis kesembilanbelas menyatakan bahwa minat belajar Matematika memperkuat pengaruh empati terhadap motivasi berprestasi. Hasil pengujian dengan analisis SEM dapat digambarkan diagram SEM sebagai berikut: Gambar 4.28. Diagram SEM Pengujian Hipotesis Kesembilanbelas
Minat Belajar Matematika 184

e30

e29

Empati

Motivasi

Hasil analisis SEM seperti pada Gambar 4.28 di atas dapat diketahui bobot koefisien regresi terstandarisasi pengaruh tidak langsung empati terhadap motivasi berprestasi melalui minat belajar Matematika adalah sebesar 0,089 dengan nilai p-value (0,068 < 0,1) dan C.R. (1,823 > 1,645). Hal ini berarti empati berpengaruh positif secara tidak langsung melalui minat belajar matematika dan signifikan terhadap motivasi berprestasi. Dengan demikian hipotesis kesembilanbelas dalam penelitian ini didukung. Hal ini menunjukkan bahwa untuk tingkat keyakinan 90%, empati berpengaruh positif secara tidak langsung melalui minat belajar Matematika terhadap motivasi berprestasi siswa. Dengan kata lain minat belajar Matematika signifikan dalam memperkuat pengaruh empati terhadap motivasi berprestasi. Uji Hipotesis 20 Hipotesis keduapuluh menyatakan bahwa minat belajar Matematika memperkuat pengaruh empati terhadap hasil belajar Matematika. Hasil pengujian dengan analisis SEM dapat digambarkan diagram SEM sebagai berikut: Gambar 4.29. Diagram SEM Pengujian Hipotesis Kesembilanbelas

e30

Minat Belajar Matematika

Empati

185
0,011 (P = 0,674 dan C.R. = 0.421

Hasil Balajar Matematika

e31

Hasil analisis SEM seperti pada Gambar 4.29 di atas dapat diketahui bobot koefisien regresi terstandarisasi pengaruh tidak langsung empati terhadap hasil belajar Matematika melalui minat belajar Matematika adalah sebesar 0,011 dengan nilai p-value (0,674 > 0,05) dan C.R. (0,421 < 1,96). Hal ini berarti empati tidak berpengaruh positif secara tidak langsung melalui minat belajar Matematika dan signifikan terhadap hasil belajar Matematika. Dengan demikian hipotesis keduapuluh dalam penelitian ini tidak didukung. Hal ini menunjukkan bahwa untuk tingkat keyakinan 95%, empati tidak berpengaruh positif secara tidak langsung melalui minat belajar Matematika terhadap hasil belajar Matematika siswa. Dengan kata lain minat belajar Matematika tidak signifikan dalam memperkuat pengaruh empati terhadap hasil belajar Matematika. Uji Hipotesis 21 Hipotesis keduapuluhsatu menyatakan bahwa minat belajar Matematika memperkuat pengaruh kesadaran diri terhadap motivasi berprestasi. Hasil pengujian dengan analisis SEM dapat digambarkan diagram SEM sebagai berikut: Gambar 4.30. Diagram SEM Pengujian Hipotesis Keduapuluhsatu
Minat Belajar Matematika

e30

Kesadaran Diri

Motivasi Berprestasi

186 0,092 (P = 0,064 dan C.R. = 1,854


e29

Hasil analisis SEM seperti pada Gambar 4.30 di atas dapat diketahui bobot koefisien regresi terstandarisasi pengaruh tidak langsung kesadaran diri terhadap motivasi berprestasi melalui minat belajar Matematika adalah sebesar 0,092 dengan nilai p-value (0,064 < 0,1) dan C.R. (1,854 > 1,645). Hal ini berarti kesadaran diri berpengaruh positif secara tidak langsung melalui minat belajar Matematika dan signifikan terhadap motivasi berprestasi. Dengan demikian hipotesis keduapuluhsatu dalam penelitian ini didukung. Hal ini menunjukkan bahwa untuk tingkat keyakinan 90%, kesadaran diri berpengaruh positif secara tidak langsung melalui minat belajar Matematika terhadap motivasi berpresatsi siswa. Dengan kata lain minat belajar Matematika signifikan dalam memperkuat pengaruh kesadaran diri terhadap motivasi berprestasi. Uji Hipotesis 22 Hipotesis keduapuluhdua menyatakan bahwa minat belajar Matematika memperkuat pengaruh kesadaran diri terhadap hasil belajar Matematika. Hasil pengujian dengan analisis SEM dapat digambarkan diagram SEM sebagai berikut: Gambar 4.31. Diagram SEM Pengujian Hipotesis Keduapuluhdua
Minat Belajar Matematika

e30

Kesadaran Diri
0,011 (P = 0,674 dan C.R. = 0,421

Hasil Belajar Matematika

187

e31

Hasil analisis SEM seperti pada Gambar 4.31 di atas dapat diketahui bobot koefisien regresi terstandarisasi pengaruh tidak langsung kesadaran diri terhadap hasil belajar Matematika melalui minat belajar Matematika adalah sebesar 0,011 dengan nilai p-value (0,764 > 0,05) dan C.R. (0,421 < 1,96). Hal ini berarti kesadaran diri tidak berpengaruh positif secara tidak langsung melalui minat belajar Matematika dan signifikan terhadap hasil belajar Matematika. Dengan demikian hipotesis keduapuluhdua dalam penelitian ini tidak

didukung. Hal ini menunjukkan bahwa untuk tingkat keyakinan 95%, kesadaran diri tidak berpengaruh positif secara tidak langsung melalui minat belajar Matematika terhadap hasil belajar Matematika siswa. Dengan kata lain minat belajar Matematika tidak signifikan dalam memperkuat pengaruh kesadaran diri terhadap hasil belajar Matematika. Uji Hipotesis 23 Hipotesis keduapuluhtiga menyatakan bahwa minat belajar Matematika memperkuat pengaruh keterampilan sosial terhadap motivasi berprestasi. Hasil pengujian dengan analisis SEM dapat digambarkan diagram SEM sebagai berikut: Gambar 4.32. Diagram SEM Pengujian Hipotesis Keduapuluhtiga
Minat Belajar Matematika

e30

Keterampilan Sosial

188
0,147 (P = 0,035 dan C.R. = 2,108

Motivasi Berprestasi

Hasil analisis SEM seperti pada Gambar 4.32 di atas dapat diketahui bobot koefisien regresi terstandarisasi pengaruh tidak langsung keterampilan sosial terhadap motivasi berprestasi melalui minat belajar Matematika adalah sebesar 0,147 dengan nilai p-value (0,035 < 0,05) dan C.R. (2,108 > 1,96). Hal ini berarti keterampilan sosial berpengaruh positif secara tidak langsung melalui minat belajar Matematika dan signifikan terhadap motivasi berprestasi. Dengan demikian hipotesis keduapuluhtiga dalam penelitian ini didukung. Hal ini menunjukkan bahwa untuk tingkat keyakinan 95%, keterampilan sosial berpengaruh positif secara tidak langsung melalui minat belajar Matematika terhadap motivasi berpresatsi siswa. Dengan kata lain minat belajar Matematika signifikan dalam memperkuat pengaruh keterampilan sosial terhadap motivasi berprestasi. Uji Hipotesis 24 Hipotesis Matematika keduapuluhempat menyatakan bahwa minat belajar

memperkuat pengaruh keterampilan sosial terhadap hasil belajar

Matematika. Hasil pengujian dengan analisis SEM dapat digambarkan diagram SEM sebagai berikut: Gambar 4.33. Diagram SEM Pengujian Hipotesis Keduapuluhempat
Minat Belajar Matematika

e30

189
Keterampilan Sosial
0,017 (P = 0,672

Hasil Belajar Matematika

Hasil analisis SEM seperti pada Gambar 4.33 di atas dapat diketahui bobot koefisien regresi terstandarisasi pengaruh tidak langsung keterampilan sosial terhadap hasil belajar Matematika melalui minat belajar Matematika adalah sebesar 0,017 dengan nilai p-value (0,672 > 0,05) dan C.R. (0,424 < 1,96). Hal ini berarti keterampilan sosial tidak berpengaruh positif secara tidak langsung melalui minat belajar Matematika dan signifikan terhadap hasil belajar Matematika. Dengan demikian hipotesis keduapuluhempat dalam penelitian ini tidak didukung. Hal ini menunjukkan bahwa untuk tingkat keyakinan 95%, keterampilan sosial tidak berpengaruh positif secara tidak langsung melalui minat belajar Matematika terhadap hasil belajar Matematika siswa. Dengan kata lain minat belajar Matematika tidak signifikan dalam memperkuat pengaruh keterampilan sosial terhadap hasil belajar Matematika. Uji Hipotesis 25 Hipotesis keduapuluhlima menyatakan bahwa minat belajar Matematika memperkuat pengaruh motivasi diri terhadap motivasi berprestasi. Hasil pengujian dengan analisis SEM dapat digambarkan diagram SEM sebagai berikut: Gambar 4.34. Diagram SEM Pengujian Hipotesis Keduapuluhlima
Minat Belajar Matematika

e30

190
Motivasi Diri Motivasi Berprestasi

Hasil analisis SEM seperti pada Gambar 4.34 di atas dapat diketahui bobot koefisien regresi terstandarisasi pengaruh tidak langsung motivasi diri terhadap motivasi berprestasi melalui minat belajar Matematika adalah sebesar 0,136 dengan nilai p-value (0,029 < 0,05) dan C.R. (2,188 > 1,96). Hal ini berarti motivasi diri berpengaruh positif secara tidak langsung melalui minat belajar Matematika dan signifikan terhadap motivasi berprestasi. Dengan demikian hipotesis keduapuluhlima dalam penelitian ini didukung. Hal ini menunjukkan bahwa untuk tingkat keyakinan 95%, motivasi diri berpengaruh positif secara tidak langsung melalui minat belajar Matematika terhadap motivasi berpresatsi siswa. Dengan kata lain minat belajar Matematika signifikan dalam memperkuat pengaruh motivasi diri terhadap motivasi berprestasi. Uji Hipotesis 26 Hipotesis keduapuluhenam menyatakan bahwa minat belajar Matematika memperkuat pengaruh motivasi diri terhadap hasil belajar Matematika. Hasil pengujian dengan analisis SEM dapat digambarkan diagram SEM sebagai berikut: Gambar 4.35. Diagram SEM Pengujian Hipotesis Keduapuluhenam
Minat Belajar Matematika

e30

191
Motivasi Diri
0,016 (P = 0,671

Hasil Belajar Matematika

Hasil analisis SEM seperti pada Gambar 4.35 di atas dapat diketahui bobot koefisien regresi terstandarisasi pengaruh tidak langsung motivasi diri terhadap hasil belajar Matematika melalui minat belajar Matematika adalah sebesar 0,016 dengan nilai p-value (0,671 > 0,05) dan C.R. (0,424 < 1,96). Hal ini berarti motivasi diri tidak berpengaruh positif secara tidak langsung melalui minat belajar Matematika dan signifikan terhadap hasil belajar Matematika. Dengan demikian hipotesis keduapuluhenam dalam penelitian ini tidak didukung. Hal ini menunjukkan bahwa untuk tingkat keyakinan 95%, motivasi diri tidak berpengaruh positif secara tidak langsung melalui minat belajar Matematika terhadap hasil belajar Matematika siswa. Dengan kata lain minat belajar Matematika tidak signifikan dalam memperkuat pengaruh motivasi diri terhadap hasil belajar Matematika. Uji Hipotesis 27 Hipotesis keduapuluhtujuh menyatakan bahwa minat belajar Matematika memperkuat pengaruh pengaturan diri terhadap motivasi berprestasi. Hasil pengujian dengan analisis SEM dapat digambarkan diagram SEM sebagai berikut: Gambar 4.36. Diagram SEM Pengujian Hipotesis Keduapuluhtujuh

192

e30

Minat Belajar Matematika

Pengaturan Diri
0,095 (P = 0,061 dan C.R. = 1,873

Motivasi Berprestasi

e29

Hasil analisis SEM seperti pada Gambar 4.36 di atas dapat diketahui bobot koefisien regresi terstandarisasi pengaruh tidak langsung pengaturan diri terhadap motivasi berprestasi melalui minat belajar Matematika adalah sebesar 0,095 dengan nilai p-value (0,061 < 0,1) dan C.R. (1,873 > 1,645). Hal ini berarti pengaturan diri berpengaruh positif secara tidak langsung melalui minat belajar Matematika dan signifikan terhadap motivasi berprestasi. Dengan demikian hipotesis keduapuluhtujuh dalam penelitian ini didukung. Hal ini menunjukkan bahwa untuk tingkat keyakinan 90%, pengaturan diri berpengaruh positif secara tidak langsung melalui minat belajar Matematika terhadap motivasi berpresatsi siswa. Dengan kata lain minat belajar Matematika signifikan dalam memperkuat pengaruh pengaturan diri terhadap motivasi berprestasi. Uji Hipotesis 28 Hipotesis keduapuluhdelapan menyatakan bahwa minat belajar

Matematika memperkuat pengaruh pengaturan diri terhadap hasil belajar Matematika. Hasil pengujian dengan analisis SEM dapat digambarkan diagram SEM sebagai berikut: Gambar 4.37. Diagram SEM Pengujian Hipotesis Keduapuluhdelapan

193

e30

Minat Belajar Matematika

Pengaturan Diri
0,011 (P = 0,673 dan C.R. = 0,422

Hasil Belajar Matematika

e31

Hasil analisis SEM seperti pada Gambar 4.37 di atas dapat diketahui bobot koefisien regresi terstandarisasi pengaruh tidak langsung pengaturan diri terhadap hasil belajar Matematika melalui minat belajar Matematika adalah sebesar 0,011 dengan nilai p-value (0,673 > 0,05) dan C.R. (0,422 < 1,96). Hal ini berarti pengaturan diri tidak berpengaruh positif secara tidak langsung melalui minat belajar Matematika dan signifikan terhadap hasil belajar Matematika. Dengan demikian hipotesis keduapuluhdelapan dalam penelitian ini tidak didukung. Hal ini menunjukkan bahwa untuk tingkat keyakinan 95%, pengaturan diri tidak berpengaruh positif secara tidak langsung melalui minat belajar Matematika terhadap hasil belajar Matematika siswa. Dengan kata lain minat belajar Matematika tidak signifikan dalam memperkuat pengaruh pengaturan diri terhadap hasil belajar Matematika. Uji Hipotesis 29 Hipotesis keduapuluhsembilan menyatakan bahwa motivasi berprestasi memperkuat pengaruh empati terhadap hasil belajar Matematika. Hasil pengujian dengan analisis SEM dapat digambarkan diagram SEM sebagai berikut:

194

Gambar 4.38. Diagram SEM Pengujian Hipotesis Keduapuluhsembilan


Motivasi Berprestasi

e29

Empati
0,077 (P = 0,072 dan C.R. = 1,801

Hasil Belajar Matematika

e31

Hasil analisis SEM seperti pada Gambar 4.38 di atas dapat diketahui bobot koefisien regresi terstandarisasi pengaruh tidak langsung empati terhadap hasil belajar Matematika melalui motivasi berprestasi adalah sebesar 0,077 dengan nilai p-value (0,072 < 0,1) dan C.R. (1,801 > 1,645). Hal ini berarti empati berpengaruh positif secara tidak langsung melalui motivasi berprestasi dan signifikan terhadap hasil belajar Matematika. Dengan demikian hipotesis keduapuluhsembilan dalam penelitian ini didukung. Hal ini menunjukkan bahwa untuk tingkat keyakinan 90%, empati berpengaruh positif secara tidak langsung melalui motivasi berprestasi terhadap hasil belajar Matematika siswa. Dengan kata lain motivasi berprestasi signifikan dalam memperkuat pengaruh empati terhadap motivasi berprestasi. Uji Hipotesis 30 Hipotesis ketigapuluh menyatakan bahwa motivasi berprestasi

memperkuat pengaruh kesadaran diri terhadap hasil belajar Matematika. Hasil pengujian dengan analisis SEM dapat digambarkan diagram SEM sebagai berikut: Gambar 4.39. Diagram SEM Pengujian Hipotesis Ketigapuluh

195

e29

Motivasi Berprestasi

Kesadaran Diri
0,111 (P = 0,023 dan C.R. = 2,272

Hasil Belajar Matematika

e31

Hasil analisis SEM seperti pada Gambar 4.39 di atas dapat diketahui bobot koefisien regresi terstandarisasi pengaruh tidak langsung kesadaran diri terhadap hasil belajar Matematika melalui motivasi berprestasi adalah sebesar 0,111 dengan nilai p-value (0,023 < 0,05) dan C.R. (2,272 > 1,96). Hal ini berarti kesadaran diri berpengaruh positif secara tidak langsung melalui motivasi berprestasi dan signifikan terhadap hasil belajar Matematika. Dengan demikian hipotesis ketigapuluh dalam penelitian ini didukung. Hal ini menunjukkan bahwa untuk tingkat keyakinan 95%, kesadaran diri berpengaruh positif secara tidak langsung melalui motivasi berprestasi terhadap hasil belajar Matematika siswa. Dengan kata lain motivasi berprestasi signifikan dalam memperkuat pengaruh kesadaran diri terhadap motivasi berprestasi. Uji Hipotesis 31 Hipotesis ketigapuluhsatu menyatakan bahwa motivasi berprestasi

memperkuat pengaruh keterampilan sosial terhadap hasil belajar Matematika. Hasil pengujian dengan analisis SEM dapat digambarkan diagram SEM sebagai berikut: Gambar 4.40. Diagram SEM Pengujian Hipotesis Ketigapuluhsatu

196

e29

Motivasi Berprestasi

Keterampilan Sosial
0,088 (P = 0,047 dan C.R. = 1,988

Hasil Belajar Matematika

e31

Hasil analisis SEM seperti pada Gambar 4.40 di atas dapat diketahui bobot koefisien regresi terstandarisasi pengaruh tidak langsung keterampilan sosial terhadap hasil belajar Matematika melalui motivasi berprestasi adalah sebesar 0,088 dengan nilai p-value (0,047 < 0,05) dan C.R. (1,988 > 1,96). Hal ini berarti keterampilan sosial berpengaruh positif secara tidak langsung melalui motivasi berprestasi dan signifikan terhadap hasil belajar Matematika. Dengan demikian hipotesis ketigapuluhsatu dalam penelitian ini didukung. Hal ini menunjukkan bahwa untuk tingkat keyakinan 95%, keterampilan sosial berpengaruh positif secara tidak langsung melalui motivasi berprestasi terhadap hasil belajar Matematika siswa. Dengan kata lain motivasi berprestasi signifikan dalam memperkuat pengaruh keterampilan sosial terhadap motivasi berprestasi. Uji Hipotesis 32 Hipotesis ketigapuluhdua menyatakan bahwa motivasi berprestasi

memperkuat pengaruh motivasi diri terhadap hasil belajar Matematika. Hasil pengujian dengan analisis SEM dapat digambarkan diagram SEM sebagai berikut: Gambar 4.41. Diagram SEM Pengujian Hipotesis Ketigapuluhdua

197

e29

Motivasi Berprestasi

Motivasi Diri
0,142 (P = 0,002 dan C.R. = 3,052

Hasil Belajar Matematika

e31

Hasil analisis SEM seperti pada Gambar 4.41 di atas dapat diketahui bobot koefisien regresi terstandarisasi pengaruh tidak langsung motivasi diri terhadap hasil belajar Matematika melalui motivasi berprestasi adalah sebesar 0,142 dengan nilai p-value (0,002 < 0,05) dan C.R. (3,052 > 1,96). Hal ini berarti motivasi diri berpengaruh positif secara tidak langsung melalui motivasi berprestasi dan signifikan terhadap hasil belajar Matematika. Dengan demikian hipotesis ketigapuluhdua dalam penelitian ini didukung. Hal ini menunjukkan bahwa untuk tingkat keyakinan 95%, motivasi diri berpengaruh positif secara tidak langsung melalui motivasi berprestasi terhadap hasil belajar Matematika siswa. Dengan kata lain motivasi berprestasi signifikan dalam memperkuat pengaruh motivasi diri terhadap motivasi berprestasi. Uji Hipotesis 33 Hipotesis ketigapuluhtiga menyatakan bahwa motivasi berprestasi

memperkuat pengaruh pengaturan diri terhadap hasil belajar Matematika. Hasil pengujian dengan analisis SEM dapat digambarkan diagram SEM sebagai berikut: Gambar 4.42. Diagram SEM Pengujian Hipotesis Ketigapuluhtiga
Motivasi Berprestasi

e29

198
Pengaturan Diri
0,04 (P = 0,317

Hasil Belajar Matematika

Hasil analisis SEM seperti pada Gambar 4.42 di atas dapat diketahui bobot koefisien regresi terstandarisasi pengaruh tidak langsung motivasi diri terhadap hasil belajar Matematika melalui motivasi berprestasi adalah sebesar 0,04 dengan nilai p-value (0,317 > 0,05) dan C.R. (1,000 < 1,96). Hal ini berarti pengaturan diri tidak berpengaruh positif secara tidak langsung melalui motivasi berprestasi dan signifikan terhadap hasil belajar Matematika. Dengan demikian hipotesis ketigapuluhtiga dalam penelitian ini tidak didukung. Hal ini menunjukkan bahwa untuk tingkat keyakinan 95%, pengaturan diri tidak berpengaruh positif secara tidak langsung melalui motivasi berprestasi terhadap hasil belajar Matematika siswa. Dengan kata lain motivasi berprestasi signifikan dalam memperkuat pengaruh pengaturan diri terhadap motivasi berprestasi. Uji Hipotesis 34 Hipotesis ketigapuluhempat menyatakan bahwa motivasi berprestasi memperkuat pengaruh minat belajar Matematika terhadap hasil belajar Matematika. Hasil pengujian dengan analisis SEM dapat digambarkan diagram SEM sebagai berikut: Gambar 4.43. Diagram SEM Pengujian Hipotesis Ketigapuluhempat

199

e29

Motivasi Berprestasi

Minat Belajar Matematika


0,144 (P = 0,030 dan C.R. = 2,176

Hasil Belajar Matematika

e31

Hasil analisis SEM seperti pada Gambar 4.43 di atas dapat diketahui bobot koefisien regresi terstandarisasi pengaruh tidak langsung minat belajar Matematika terhadap hasil belajar Matematika melalui motivasi berprestasi adalah sebesar 0,144 dengan nilai p-value (0,030 < 0,05) dan C.R. (2,176 > 1,96). Hal ini berarti minat belajar Matematika berpengaruh positif secara tidak langsung melalui motivasi berprestasi dan signifikan terhadap hasil belajar Matematika. Dengan demikian hipotesis ketigapuluhempat dalam penelitian ini didukung. Hal ini menunjukkan bahwa untuk tingkat keyakinan 95%, minat belajar Matematika berpengaruh positif secara tidak langsung melalui motivasi berprestasi terhadap hasil belajar Matematika siswa. Dengan kata lain motivasi berprestasi signifikan dalam memperkuat pengaruh minat belajar Matematika terhadap hasil belajar Matematika. Uji Hipotesis 35 Hipotesis ketigapuluhlima menyatakan bahwa minat belajar Matematika dan motivasi berprestasi memperkuat pengaruh empati terhadap hasil belajar Matematika. Hasil pengujian dengan analisis SEM dapat digambarkan diagram SEM sebagai berikut: Gambar 4.44. Diagram SEM Pengujian Hipotesis Ketigapuluhlima

200

Minat Belajar Matematika


e30

Motivasi Berprestasi

e29

e31

0,039 (P = 0,085 dan C.R. = 1,725

Empati

Hasil Belajar Matematika

Hasil analisis SEM seperti pada Gambar 4.44 di atas dapat diketahui bobot koefisien regresi terstandarisasi pengaruh tidak langsung empati terhadap hasil belajar Matematika melalui minat belajar Matematika dan motivasi berprestasi adalah sebesar 0,039 dengan nilai p-value (0,085 < 0,1) dan C.R. (1,725 > 1,645). Hal ini berarti empati berpengaruh positif secara tidak langsung melalui minat belajar Matematika dan motivasi berprestasi dan signifikan terhadap hasil belajar Matematika. Dengan demikian hipotesis ketigapuluhlima dalam penelitian ini didukung. Hal ini menunjukkan bahwa untuk tingkat keyakinan 90%, empati berpengaruh positif secara tidak langsung melalui minat belajar Matematika dan motivasi berprestasi terhadap hasil belajar Matematika siswa. Dengan kata lain minat belajar Matematika dan motivasi berprestasi signifikan dalam memperkuat pengaruh empati terhadap hasil belajar Matematika. Uji Hipotesis 36 Hipotesis ketigapuluhenam menyatakan bahwa minat belajar Matematika dan motivasi berprestasi memperkuat pengaruh kesadaran diri terhadap hasil

201

belajar Matematika. Hasil pengujian dengan analisis SEM dapat digambarkan diagram SEM sebagai berikut: Gambar 4.45. Diagram SEM Pengujian Hipotesis Ketigapuluhlenam
Minat Belajar Matematika
e30

Motivasi Berprestasi

e29

e31

0,040 (P = 0,080 dan C.R. = 1,751

Kesadaran Diri

Hasil Belajar Matematika

Hasil analisis SEM seperti pada Gambar 4.45 di atas dapat diketahui bobot koefisien regresi terstandarisasi pengaruh tidak langsung kesadaran diri terhadap hasil belajar Matematika melalui minat belajar Matematika dan motivasi berprestasi adalah sebesar 0,040 dengan nilai p-value (0,080 < 0,1) dan C.R. (1,751 > 1,645). Hal ini berarti kesadaran diri berpengaruh positif secara tidak langsung melalui minat belajar Matematika dan motivasi berprestasi dan signifikan terhadap hasil belajar Matematika. Dengan demikian hipotesis ketigapuluhenam dalam penelitian ini didukung. Hal ini menunjukkan bahwa untuk tingkat keyakinan 90%, kesadaran diri berpengaruh positif secara tidak langsung melalui minat belajar Matematika dan motivasi berprestasi terhadap hasil belajar Matematika siswa. Dengan kata lain minat belajar Matematika dan motivasi berprestasi signifikan dalam memperkuat pengaruh kesadaran diri terhadap hasil belajar Matematika. Uji Hipotesis 37 Hipotesis ketigapuluhtujuh menyatakan bahwa minat belajar Matematika dan motivasi berprestasi memperkuat pengaruh keterampilan sosial terhadap hasil
202

belajar Matematika. Hasil pengujian dengan analisis SEM dapat digambarkan diagram SEM sebagai berikut: Gambar 4.46. Diagram SEM Pengujian Hipotesis Ketigapuluhltujuh
Minat Belajar Matematika
e30

Motivasi Berprestasi

e29

e31

0,064 (P = 0,049 dan C.R. = 1,971

Keterampilan Sosial

Hasil Belajar Matematika

Hasil analisis SEM seperti pada Gambar 4.46 di atas dapat diketahui bobot koefisien regresi terstandarisasi pengaruh tidak langsung keterampilan sosial terhadap hasil belajar Matematika melalui minat belajar Matematika dan motivasi berprestasi adalah sebesar 0,064 dengan nilai p-value (0,049 < 0,05) dan C.R. (1,971 > 1,96). Hal ini berarti keterampilan sosial berpengaruh positif secara tidak langsung melalui minat belajar Matematika dan motivasi berprestasi dan signifikan terhadap hasil belajar Matematika. Dengan demikian hipotesis ketigapuluhtujuh dalam penelitian ini didukung. Hal ini menunjukkan bahwa untuk tingkat keyakinan 95%, keterampilan sosial berpengaruh positif secara tidak langsung melalui minat belajar Matematika dan motivasi berprestasi terhadap hasil belajar Matematika siswa. Dengan kata lain minat belajar Matematika dan motivasi berprestasi signifikan dalam memperkuat pengaruh keterampilan sosial terhadap hasil belajar Matematika. Uji Hipotesis 38 Hipotesis ketigapuluhdelapan menyatakan bahwa minat belajar

Matematika dan motivasi berprestasi memperkuat pengaruh motivasi diri terhadap


203

hasil belajar Matematika. Hasil pengujian dengan analisis SEM dapat digambarkan diagram SEM sebagai berikut: Gambar 4.47. Diagram SEM Pengujian Hipotesis Ketigapuluhldelapan
Minat Belajar Matematika
e30

Motivasi Berprestasi

e29

e31

0,060 (P = 0,043 dan C.R. = 2,026

Motivasi Diri

Hasil Belajar Matematika

Hasil analisis SEM seperti pada Gambar 4.47 di atas dapat diketahui bobot koefisien regresi terstandarisasi pengaruh tidak langsung motivasi diri terhadap hasil belajar Matematika melalui minat belajar Matematika dan motivasi berprestasi adalah sebesar 0,060 dengan nilai p-value (0,043 < 0,05) dan C.R. (2,026 > 1,96). Hal ini berarti motivasi diri berpengaruh positif secara tidak langsung melalui minat belajar Matematika dan motivasi berprestasi dan signifikan terhadap hasil belajar Matematika. Dengan demikian hipotesis ketigapuluhdelapan dalam penelitian ini didukung. Hal ini menunjukkan bahwa untuk tingkat keyakinan 95%, motivasi diri berpengaruh positif secara tidak langsung melalui minat belajar Matematika dan motivasi berprestasi terhadap hasil belajar Matematika siswa. Dengan kata lain minat belajar Matematika dan motivasi berprestasi signifikan dalam memperkuat pengaruh motivasi diri terhadap hasil belajar Matematika. Uji Hipotesis 39 Hipotesis ketigapuluhdsembilan menyatakan bahwa minat belajar

Matematika dan motivasi berprestasi memperkuat pengaruh pengaturan diri


204

terhadap hasil belajar Matematika. Hasil pengujian dengan analisis SEM dapat digambarkan diagram SEM sebagai berikut: Gambar 4.48. Diagram SEM Pengujian Hipotesis Ketigapuluhlsembilan
Minat Belajar Matematika
e30

Motivasi Berprestasi

e29

e31

0,042 (P = 0,066 dan C.R. = 1,836

Pengaturan Diri

Hasil Belajar Matematika

Hasil analisis SEM seperti pad Gambar 4.48 di atas dapat diketahui bobot koefisien regresi terstandarisasi pengaruh tidak langsung pengaturan diri terhadap hasil belajar Matematika melalui minat belajar Matematika dan motivasi berprestasi adalah sebesar 0,042 dengan nilai p-value (0,066 < 0,1) dan C.R. (1,836 > 1,645). Hal ini berarti pengaturan diri berpengaruh positif secara tidak langsung melalui minat belajar Matematika dan motivasi berprestasi dan signifikan terhadap hasil belajar Matematika. Dengan demikian hipotesis ketigapuluhsembilan dalam penelitian ini didukung. Hal ini menunjukkan bahwa untuk tingkat keyakinan 90%, pengaturan diri berpengaruh positif secara tidak langsung melalui minat belajar Matematika dan motivasi berprestasi terhadap hasil belajar Matematika siswa. Dengan kata lain minat belajar Matematika dan motivasi berprestasi signifikan dalam memperkuat pengaruh pengaturan diri terhadap hasil belajar Matematika. Selanjutnya hasil uji dari tiap-tiap hipotesis yang telah dilakukan di atas akan disajikan secara ringkas pada Tabel 4.26 tentang kesimpulan hipotesis di bawah .
205

Tabel 4.27. Kesimpulan Hipotesis Hipotesis Hipotesis 1: Empati berpengaruh positif terhadap minat belajar Matematika Empati berpengaruh berprestasi positif terhadap motivasi Hasil Uji Diterima

Hipotesis 2:

Diterima

Hipotesis 3:

Empati berpengaruh positif terhadap hasil belajar Matematika Kesadaran diri berpengaruh positif terhadap minat belajar Matematika Kesadaran diri berpengaruh positif terhadap motivasi berprestasi Kesadaran diri berpengaruh positif terhadap hasil belajar Matematika

Diterima

Hipotesis 4:

Diterima

Hipotesis 5:

Hipotesis 6:

Diterima

Hipotesis 7: Keterampilan sosial berpengaruh positif terhadap Diterima minat belajar Matematika Hipotesis 8: Keterampilan sosial berpengaruh positif terhadap Diterima motivasi berprestasi. Keterampilan sosial berpengaruh positif terhadap Diterima hasil belajar Matematika Motivasi diri berpengaruh positif terhadap minat Diterima belajar Matematika Motivasi diri berpengaruh positif terhadap motivasi Diterima berprestasi Motivasi diri berpengaruh positif terhadap hasil Diterima belajar Matematika Pengaturan diri berpengaruh positif terhadap minat Diterima belajar Matematika Pengaturan diri berpengaruh positif terhadap motivasi berprestasi Ditolak

Hipotesis 9:

Hipotesis 10:

Hipotesis 11:

Hipotesis 12:

Hipotesis 13:

Hipotesis 14:

206

Hipotesis 15:

Pengaturan diri berpengaruh positif terhadap hasil Diterima belajar Matematika Minat belajar Matematika terhadap motivasi berprestasi berpengaruh positif Diterima

Hipotesis 16:

Hipotesis 17:

Minat belajar Matematika berpengaruh terhadap hasil belajar Matematika

positif

Ditolak

Hipotesis 18:

Motivasi berprestasi berpengaruh positif terhadap Diterima hasil belajar Matematika Minat belajar Matematika memperkuat pengaruh Diterima empati terhadap motivasi berprestasi Minat belajar Matematika memperkuat pengaruh empati terhadap hasil belajar Matematika Ditolak

Hipotesis 19:

Hipotesis 20:

Hipotesis 21:

Minat belajar Matematika memperkuat pengaruh Diterima kesadaran diri terhadap motivasi berprestasi Minat belajar Matematika memperkuat pengaruh kesadaran terhadap hasil belajar Matematika Ditolak

Hipotesis 22:

Hipotesis 23:

Minat belajar Matematika memperkuat pengaruh Diterima keterampilan sosial terhadap motivasi berprestasi Minat belajar Matematika memperkuat pengaruh keterampilan sosial terhadap hasil belajar Matematika Ditolak

Hipotesis 24:

Hipotesis 25:

Minat belajar Matematika memperkuat pengaruh Diterima motivasi diri terhadap motivasi berprestasi Minat belajar Matematika memperkuat pengaruh motivasi diri terhadap hasil belajar Matematika Ditolak

Hipotesis 26:

Hipotesis 27:

Minat belajar Matematika memperkuat pengaruh Diterima pengaturan diri terhadap motivasi berprestasi Minat belajar Matematika memperkuat pengaruh pengaturan diri terhadap hasil belajar Matematika Ditolak

Hipotesis 28:

Hipotesis 29:

Motivasi berprestasi memperkuat pengaruh empati Diterima terhadap hasil belajar Matematika

207

Hipotesis 30:

Motivasi berprestasi memperkuat pengaruh Diterima kesadaran diri terhadap hasil belajar Matematika

Motivasi berprestasi memperkuat pengaruh Diterima Hipotesis 31: keterampilan sosial terhadap hasil belajar Matematika. Hipotesis 32: Motivasi berprestasi memperkuat pengaruh motivasi Diterima diri terhadap hasil belajar Matematika Motivasi berprestasi memperkuat pengaruh pengaturan diri terhadap hasil belajar Matematika Ditolak

Hipotesis 33:

Hipotesis 34:

Motivasi berprestasi memperkuat pengaruh minat Diterima belajar Matematika terhadap hasil belajar Matematika Minat belajar Matematika dan motivasi berprestasi memperkuat pengaruh empati terhadap hasil belajar Matematika Minat belajar Matematika dan motivasi berprestasi memperkuat pengaruh kesadaran diri terhadap hasil belajar Matematika Minat belajar Matematika dan motivasi berprestasi memperkuat pengaruh keterampilan sosial terhadap hasil belajar Matematika Minat belajar Matematika dan motivasi berprestasi memperkuat pengaruh motivasi diri terhadap hasil belajar Matematika Minat belajar Matematika dan motivasi berprestasi memperkuat pengaruh pengaturan diri terhadap hasil belajar Matematika. Diterima

Hipotesis 35:

Hipotesis 36:

Diterima

Hipotesis 37:

Diterima

Hipotesis 38:

Diterima

Hipotesis 39:

Diterima

Sumber: Data primer yang diolah, 2011

B. Pembahasan 1. Karakteristik Responden Salah satu tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana karakteristik hasil belajar Matematika, minat belajar Matematika, motivasi berprestasi, empati, kesadaran diri, keterampilan sosial, motivasi diri, dan pengaturan diri pada siswa kelas X SMA Negeri di Kecamatan Sinjai Selatan Tahun Pelajaran 2010/2011.

208

Selanjutnya, karakteristik skor responden bila dikategorikan atas optimal, istimewa, rentan dan perlu waspada ditunjukkan dalam Tabel 4.1 4.16. berdasarkan tabel-tabel tersebut dapat dikemukakan berikut ini. Karakteristik distribusi hasil belajar Matematika. Berdasarkan hasil analisis data hasil belajar Matematika siswa kelas X SMA Negeri di Kecamatan Sinjai Selatan Tahun Pelajaran 2010/2011 khususnya pada pokok bahasan persamaan kuadrat, diperoleh bahwa hasil belajar Matematika siswa juga tergolong sangat rendah bahkan cenderung untuk sedang, hal ini ditunjukkan oleh persentase skor atas hasil belajar Matematika berada dalam interval rendah 55 64 (sekitar 28%), dan interval sedang 65 79 (sekitar 31%). Untuk kelompok dengan kategori rendah dalam interval 0 54 (sekitar 22%), kelompok dengan kategori tinggi dalam interval 80 89 (sekitar 14%) dan hanya sekitar 5% tergolong tinggi dalam interval 90 100. Jika dilihat dari skor rata-rata hasil belajar Matematika yaitu sebesar 65,88 maka berada dalam kategori sedang. Karakteristik distribusi minat belajar Matematika. Minat belajar Matematika siswa Kelas X SMA Negeri di Kecamatan Sinjai Selatan Tahun Pelajaran 2010/2011 tergolong istimewa, hal ini ditunjukkan oleh persentase terbesar skor angket siswa atas minat belajar Matematika berada dalam interval 27,58 47,95 yaitu sekitar 68%, dan ada sekitar 9% yang tergolong optimal, namun masih ada sekitar 23% yang skor minat belajar Matematikanya rentan. Hasil ini sejalan dengan hasil analisis rataan skor minat belajar Matematika sebesar 34,64 yang juga berada dalam kategori istimewa. Karakteristik distribusi motivasi berprestasi. Motivasi berprestasi

209

siswa Kelas X SMA Negeri di Kecamatan Sinjai Selatan Tahun Pelajaran 2010/2011 juga tergolong istimewa, hal ini ditunjukkan oleh persentase skor angket siswa atas motivasi berprestasi yang berada dalam interval 34,90 60,66 yaitu sekitar 71%, dan ada sekitar 8% yang tergolong optimal, namun masih ada sekitar 21% yang skor motivasi berprestasinya rentan. Hasil ini juga sejalan dengan hasil analisis rataan skor minat belajar Matematika sebesar 44,98 yang berada dalam kategori istimewa. Karakteristik distribusi empati. Empati siswa Kelas X SMA Negeri di Kecamatan Sinjai Selatan Tahun Pelajaran 2010/2011 juga tergolong istimewa, hal ini ditunjukkan oleh persentase skor angket siswa atas empati yang berada dalam interval 19,83 34,92 yaitu sekitar 90%, dan ada sekitar 3% yang tergolong optimal, namun masih ada sekitar 7% yang skor empatinya rentan. Hasil ini juga sejalan dengan hasil analisis rataan skor empati sebesar 26,37 yang berada dalam kategori istimewa. Karakteristik distribusi kesadaran diri. Kesadaran diri siswa Kelas X SMA Negeri di Kecamatan Sinjai Selatan Tahun Pelajaran 2010/2011 juga tergolong istimewa, hal ini ditunjukkan oleh persentase terbesar skor angket siswa atas kesadaran diri yang berada dalam interval 19,21 33,90 yaitu sekitar 87%, dan ada sekitar 2% yang tergolong optimal, namun masih ada sekitar 11% yang skor kesadaran dirinya rentan. Hasil ini juga sejalan dengan hasil analisis rataan skor kesadaran diri sebesar 25,17 yang berada dalam kategori istimewa. Karakteristik distribusi keterampilan sosial. Keterampilan sosial siswa Kelas X SMA Negeri di Kecamatan Sinjai Selatan Tahun Pelajaran 2010/2011

210

tergolong rentan namun cenderung untuk istimewa, hal ini ditunjukkan oleh persentase skor angket siswa atas keterampilan sosial yang berada dalam interval 12,05 36,33 yaitu sekitar 54%, dan interval istimewa 36,34 62,29 sekitar 46% dan tidak ada siswa yang berada pada kategori perlu waspada maupun optimal . Hasil ini juga sejalan dengan hasil analisis rataan skor keterampilan sosial sebesar 35,93 yang berada dalam kategori rentan. Karakteristik distribusi motivasi diri. Motivasi diri siswa Kelas X SMA Negeri di Kecamatan Sinjai Selatan Tahun Pelajaran 2010/2011 tergolong istimewa, hal ini ditunjukkan oleh persentase skor angket siswa atas motivasi diri yang berada dalam interval 27,55 47,68 yaitu sekitar 83%, dan ada sekitar 17% yang tergolong optimal, namun masih ada sekitar 12% yang skor motivasi dirinya rentan. Hasil ini juga sejalan dengan hasil analisis rataan skor motivasi diri sebesar 36,06 yang berada dalam kategori istimewa. Karakteristik distribusi pengaturan diri. Pengaturan diri siswa Kelas X SMA Negeri di Kecamatan Sinjai Selatan Tahun Pelajaran 2010/2011 tergolong istimewa, hal ini ditunjukkan oleh persentase yang sangat besar dari skor angket siswa atas penagturan diri yang berada dalam interval 30,51 50,79 yaitu sekitar 79%, dan ada sekitar 21% yang tergolong rentan, dan tidak ada siswa yang berada pada kategori perlu waspada maupun optimal. Hasil ini juga sejalan dengan hasil analisis rataan skor pengaturan diri sebesar 34,37 yang berada dalam kategori istimewa. 2. Model Pengukuran dan Struktural Berdasarkan hasil verifikasi model dan hasil-hasil pengujian hipotesis

211

sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, maka berikut dikemukakan pembahasan hasil penelitian yang menjelaskan model. a. Signifikansi Model Berdasarkan hasil verifikasi atas model teoritis yang telah dikembangkan pada Bab II, maka model persamaan structural final yang dapat menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar Matematika disajikan dalam Gambar 4.9. Setelah dilakukan uji goodness of fit overall model dengan menggunakan AMOS 18, diperoleh bahwa model yang dibuat berdasarkan teori yang ada telah fit dan mampu menjelaskan keadaan yang ada di lapangan. Model Pengukuran Berdasarkan hasil pengolahan data dengan menggunakan AMOS 18 maka melalui model final dapat dilihat Indikator yang memberikan konteribusi terhadap model pengukuran dalam persamaan struktural sebagai berikut: Minat belajar Matematika. Indikator yang berkontribusi dalam model final untuk konstruk minat balajar Matematika, sebagaimana telah dikemukakan dalam bab yang lalu adalah (1) perasaan suka/senang dengan pelajaran Matematika; (2) perhatian siswa selama proses pembelajaran Matematika berlangsung; (3) kemauan dalam belajar Matematika; dan (4) keterlibatan siswa dalam pembelajaran Matematika. Berdasarkan hasil analisis dengan AMOS 18, diperoleh bahwa semua indikator yang digunakan sudah mampu menjelaskan konstruk dengan baik. Mayis Casdari (2005) menggunakan indikator minat belajar Matematika,

212

yaitu sikap positif terhadap pelajaran, perhatian terhadap objek, senang melakukan aktivitas, keinginan untuk mendapatkan sesuatu, kekuatan diri sendiri, motivasi dan pengalaman, dan kesadaran terhadap objek/sesuatu. Motivasi berprestasi. Indikator yang berkontribusi dalam model final untuk konstruk motivasi berprestasi adalah (1) berambisi; (2) berkompetisi; (3) bekerja keras; (4) tekun berusaha meningkatkan status sosialnya; dan (5) member penilaian yang tinggi terhadap kreativitas dan produktivitas. Berdasarkan hasil analisis dengan AMOS 18, diperoleh bahwa semua indikator yang digunakan sudah mampu menjelaskan konstruk dengan baik. Empati. Indikator yang berkontribusi dalam model final untuk konstruk empati adalah (1) memahami orang lain; (2) mengembangkan orang lain; dan (3) mendayagunakan keragaman. Berdasarkan hasil analisis dengan AMOS 18, diperoleh bahwa semua indikator yang digunakan sudah mampu menjelaskan konstruk dengan baik. Walaupun indikator pertama, yaitu memahami orang lain tidak terlalu kuat menjelaskan konstruk namun berdasarkan hasil uji analaisis lanjutan diperoleh hasil bahwa indikator tersebut tetap dianggap baik dan mampu menjelaskan empati. Pengaturan diri. Indikator yang berkontribusi dalam model final untuk konstruk pengaturan diri adalah (1) pengendalian diri; (2) dapat dipercaya; (3) adaptabilitas; dan (4) inovatif. Berdasarkan hasil analisis dengan AMOS 18, diperoleh bahwa semua indikator yang digunakan sudah mampu menjelaskan konstruk dengan baik. Walaupun indikator pertama dan keempat, yaitu pengendalian diri dan inovatif tidak terlalu kuat menjelaskan konstruk namun

213

berdasarkan hasil uji analaisis lanjutan diperoleh hasil bahwa indikator tersebut tetap dianggap baik dan mampu menjelaskan pengautran diri. Keterampilan sosial. Indikator yang berkontribusi dalam model final untuk konstruk keteranpilan sosial adalah (1) pengaruh; (2) komunikasi; (3) manajeman konflik; (4) kepemimpinan; dan (5) katalisator perubahan. Berdasarkan hasil analisis dengan AMOS 18, diperoleh bahwa semua indikator yang digunakan sudah mampu menjelaskan konstruk dengan baik. Walaupun indikator kedua, yaitu komunikasi tidak terlalu kuat menjelaskan konstruk namun berdasarkan hasil uji analaisis lanjutan diperoleh hasil bahwa indikator tersebut tetap dianggap baik dan mampu menjelaskan keterampilan sosial. Motivasi diri. Indikator yang berkontribusi dalam model final untuk konstruk motivasi diri adalah (1) dorongan berprestasi; (2) komitmen; (3) inisiatif; dan (4) optimisme. Berdasarkan hasil analisis dengan AMOS 18, diperoleh bahwa semua indikator yang digunakan sudah mampu menjelaskan konstruk dengan baik. Walaupun indikator kedua, yaitu komitmen tidak terlalu kuat menjelaskan konstruk namun berdasarkan hasil uji analaisis lanjutan diperoleh hasil bahwa indikator tersebut tetap dianggap baik dan mampu menjelaskan motivasi diri. Kesadaran diri. Indikator yang berkontribusi dalam model final untuk konstruk kesadaran diri adalah (1) kesadaran emosi; (2) penilaian diri secara akurat; dan (3) percaya diri. Berdasarkan hasil analisis dengan AMOS 18, diperoleh bahwa semua indikator yang digunakan sudah mampu menjelaskan konstruk dengan baik. Walaupun indikator ketiga, yaitu percaya diri tidak terlalu

214

kuat menjelaskan konstruk namun berdasarkan hasil uji analaisis lanjutan diperoleh hasil bahwa indikator tersebut tetap dianggap baik dan mampu menjelaskan motivasi diri. Model Struktural Model struktural yang diperoleh dan yang memberikan indeks overall fit disajikan dalam Hambar 4.9. secara sistematis persamaan structural dapat disajikan sebagai berikut:
                         

   

Reducw form dari model di atas disajikan sebagai berikut:


                               

di mana


berturut-turut adalah empati, kesadaran diri, keterampilan

sosial, motivasi diri dan pengaturan diri.


 berturut-turut adalah minat belajar Mateamatika, motivasi berprestasi

dan hasil belajar Matematika.

215

Gambar 4.49. Diagram SEM Hubungan Antar Konstruk

Empati

Minat Belajar Matematika

Kesadaran Diri

Keterampilan Sosial

Hasil Belajar Matematika

Motivasi Diri

Pengaturan Diri

Motivasi Berprestasi

Catatan: Koefisien pengaruh minat belajar Matematika terhadap hasil belajar Matematika dan koefisien pengaruh pengaturan diri terhadap motivasi berprestasi tidak signifikan. Model yang diperoleh melalui persamaan struktural ini diharapkan dapat menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar Matematika. Model tersebut dinyatakan dapat diterima (indeks fit bersama sudah menunjukkan acceptable fit). Dalam model final ini ada dua koefisien pengaruh yang tidak signifikan, yaitu koefisien pengaruh minat belajar Matematika terhadap hasil belajar Matematika dan koefisien pengaruh kesadaran diri terhadap motivasi berprestasi. Model pada Gambar 4.49 di atas menyatakan bahwa makin tinggi empati, kesadaran diri, keterampilan sosial, motivasi diri, pengaturan diri, dan minat

216

belajar Matematika maka akan semakin tinggi pula motivasi berprestasi dan hasil belajar Matematika siswa pada jenjang pendidikan menengah atas. Hal ini sejalan dengan teori-teori yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa minat belajar Matematika, motivasi berprestasi dan kecerdasan emosional berpengaruh positif terhadap hasil belajar Matematika siswa (Sifudin Zuhri). Karena itu, model yang diperoleh dalam penelitian ini dapat menjadi model aplikatif terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar Matematika. b. Pengaruh Empati, Kesadaran Diri, Keterampilan Sosial, Motivasi Diri, dan Pengaturan Diri Terhadap Minat Belajar Matematika Hasil analisis menunjukkan bahwa konstruk empati mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap minat belajar Matematika. Besar pengaruh secara langsung sikap empati terhadap minat belajar Matematika yang diperoleh sekitar 48%. Demikian pula dengan kesadaran diri memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap minat belajar Matematika. Sekitar 36% pengaruh kesadaran diri terhadap minat belajar Matematika secara langsung. Keterampilan sosial mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap minat belajar Matematika sekitar 80%. Motivasi diri juga mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap minat belajar Matematika. Besar pengaruh secara langsung motivasi diri terhadaap minat belajar Matematika yang diperoleh sekitar 35%. Hasil analisis menunjukkan pula bahwa sekitar 61% variasi total konstruk minat belajar Matematika ditentukan oleh empati, kesadaran diri, keterampilan sosial, motivasi diri dan pengaturan diri secara bersama-sama tanpa

memperhitungkan pengaruh variabel lainnya. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin baik empati, kesadaran diri,

217

keterampilan sosial, motivasi diri dan pengaturan diri maka akan semakin baik pula minat belajar Matematika siswa. Sehingga kecerdasan emosional dengan berbagai dimensinya sangat menentukan tinggi rendahnya minat belajar Matematika siswa dan tidak menutup kemungkinan juga mempengaruhi minat belajar mata pelajaran lainnya. Hasil yang diperoleh dalam peelitian ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh beberapa pakar, seperti Sudarsono (1980) yang mengemukakan bahwa faktor emosional merupakan faktor yang mempengaruhi ukuran intensitas seseorang dalam menaruh perhatian terhadap suatu kegiatan/objek tertentu, sedangkan perhatian adalah salah satu unsur dari minat (Mayis Casdari, 2005) . Dan timbahkan oleh Nurkancana (1986) bahwa faktor yang dapat menimbulkan minat belajar adalah dorongan dari dalam individu, dorongan motif sosial dan dorongan emosional. Sejalan dengan pendapat di atas Laster & Alice Crow (Loekmono, 1994) bahwa alasan-alasan yang mendorong tumbuhnya minat belajar dalam diri seseorang adalah (a) suatu hasrat keras untuk memperoleh nilai-nilai yang lebih baik dalam semua mata pelajaran; (b) suatu dorongan batin memuaskan rasa ingin tahu dalam satu atau lain bidang studi; (c) hasrat untuk meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan pribadi; (d) hasrat untuk menerima pujian dari orang tua, guru dan teman-teman; dan (e) gambaran diri dimasa mendatang untuk meraih sukses dalam bidang khusus tertentu. Jika diteliti, ternyata faktor-faktor yang dapat mendorong tumbuhnya minat belajar kesemuanya berkaitan erat dengan kecerdasan emosional yang dimiliki oleh seseorang.

218

c. Pengaruh Empati, Kesadaran Diri, Keterampilan Sosial, Motivasi Diri, Pengaturan Diri dan Minat Belajar Matematika Terhadap Motivasi Berprestasi Hasil analisis menunjukkan bahwa empati mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap motivasi berprestasi, pada taraf signifikansi 10% dan ini tidak signifikan pada taraf 0,05. Besar pengaruh langsung empati terhadap motivasi berprestasi sekitar 32%. Kesadaran diri juga memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap motivasi berprestasi, dan besarnya pengaruh tersebut sekitar 34%. Keterampilan sosial juga mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap motivasi berprestasi, sekitar 37% besar pengaruh langsung keterampilan sosial terhadap motivasi berprestasi. Motivasi diri mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap motivasi berprestasi. Besar pengaruh langsung motivasi diri terhadap motivasi berprestasi sekitar 28%. Demikian pula minat belajar Matematika yang berpengaruh langsung dan signifikan, sekitar 34% besar pengaruh langsung minat belajar Matematika terhadap motivasi berprestasi. Pengaturan diri memiliki pengaruh langsung yang tidak signifikan terhadap motivasi berprestasi pada taraf signifikansi 0.05. Ini berarti bahwa makin baik empati, kesadaran diri, keterampilan sosial, motivasi diri, pengaturan diri dan minat belajar Matematika maka motivasi berprestasi juga akan baik. Walaupun pengaturn diri tidak signifikan dalam memberikan pengaruh langsung terhadap motivasi berprestasi, namun tetap dapat memberikan kontribusi positif. Namun sebagaimana telah dikemukakan bahwa untuk model final yang diperhatikan, maka minat belajar Matematika signifikan dalam memperkuat

219

penagaruh empati, kesadaran diri, keterampilan sosial, motivasi diri dan pengaturan diri terhadap motivasi berprestasi. Sehingga walaupun pengatura diri tidak berpengaruh langsung secara signifikan terhadap motivasi berprestasi, namun jika melalui minat belajar Matematika maka pengaturan diri berpengaruh secara tidak langsung dan signifikan. Hasil pengujian hipotesis juga menunjukkan bahwa pengaruh tidak langsung empati terhadap motivasi berprestasi melalui minat belajar Matematika adalah signifikan pada taraf signifikan 10% dan besarnya sekitar 16%. Kesadaran diri juga berpengaruh tidak langsung dan signifikan pada taraf signifikan 10% terhadap motivasi berprestasi melalui minat belajar Matematika dan besarnya sekitar 12%. Keterampilan sosial juga memiliki pengaruh tidak langsung dan signifikan terhadap motivasi berprestasi melalui minat belajar Matematika, dan ada sekitar 27% besar pengaruh keterampilan sosial terhadap motivasi berprestasi secara tidak langsung. Demikian pula dengan motivasi diri memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap motivasi berprestasi melalui minat belajar Matematika, dan ada sekitar 12% besar pengaruh motivasi diri terhadap motivasi berprestasi secara tidak langsung. Pengaturan diri juga mempunyai pengaruh terhadap motivasi berprestasi secara tidak langsung dan signifikan pada taraf signifikan 10% dan besarnya sekitar 12%. Selanjutnya, hasil analisis menunjukkan pula bahwa sekitar 60% variasi total konstruk motivasi berprestasi ditentukan oleh empati, kesadaran diri, keterampilan sosial, motivasi diri, pengaturan diri dan minat belajar Matematika secara bersama-sama tanpa memperhitungkan pengaruh variabel lainnya.

220

Teori mengenai kecerdasan emosional, minat belajar Matematika dan motivasi berprestasi banyak dikemukakan oleh para ahli. Leeper dan Tomkins (1970), Asad (1999) tentang hubungan kecerdasan emosional yang terdiri dari 5 dimensi dengan motivasi berprestasi, bahwa kecerdasan emosional merupakan sumber dari motivasi sehingga kecerdasan emosional sangat berpengaruh terhadap motivasi. Senada dengan itu, Goleman (1999) mengemukakan bahwa kita termotivasi oleh perasaan antusiasme dan kepuasan pada apa yang kita kerjakan. Atau, bahkan kadar optimal kecemasan emosi-emosi itulah yang mendorong kita untuk berprestasi. Dalam artian inilah kecerdasan emosional merupakan kecakapan utama, kemampuan yang secara mendalam mempengaruhi semua kemampuan lainnya, baik memperlancar maupun menghambat kemampuankemampuan itu. Para ahli juga mengemukakan teori bahwa minat belajar Matematika sendiri juga berpengaruh terhadap motivasi berprestasi. Hurlock (1986) menjabarkan bahwa minat merupakan sumber motivasi yang mendorong seseorang untuk melakukan apa yang ingin dilakukan ketika bebas memilih. Ketika seseorang menilai bahwa sesuatu akan bermanfaat, maka akan menjadi berminat, kemudian hal tersebut akan mendatangkan kepuasan. Ketika kepuasan menurun maka minatnya juga akan menurun. Sehingga minat tidak bersifat permanen, tetapi minat bersifat sementara atau dapat berubah-ubah. Hurlock (1986) juga menekankan pentingnya minat, bahwa minat menjadi sumber motivasi kuat bagi seseorang untuk belajar, minat juga mempengaruhi bentuk dan intensitas aspirasi seseorang dan minat juga menambah kegembiraan

221

pada setiap kegiatan yang ditekuni seseorang. Hal senada juga dikemukakan oleh Sandjaja (2005, dalam Anonim, 2011) bahwa suatu aktivitas akan dilakukan atau tidak sangat tergantung sekali oleh minat seseorang terhadap aktivitas tersebut, disini nampak bahwa minat merupakan motivator yang kuat untuk mela kukan suatu aktivitas. d. Pengaruh Empati, Kesadaran Diri, Keterampilan Sosial, Motivasi Diri, Pengaturan Diri, Minat Belajar Matematika dan Motivasi Berprestasi Terhadap Hasil Belajar Matematika Hasil analisis menunjukkan bahwa empati mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap hasil belajar Matematika. Besar pengaruh langsung empati terhadap hasil belajar Matematika cukup tinggi sekitar 179%. Kesadaran diri juga memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap hasil belajar Matematika, dan sekitar 195% besar pengaruhnya terhadap hasil belajar Matematika secara langsung. Keterampilan sosial juga memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap hasil belajar Matematika, dan ada sekitar 300% besar pengaruh keterampilan sosial terhadap hasil belajar Matematika secara langsung. Motivasi diri juga memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap hasil belajar Matematika, dan ada sekitar 210% besar pengaruh motivasi diri terhadap hasil belajar Matematika secara langsung. Pengaturan diri juga memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap hasil belajar Matematika. Sekitar 171% besar pengaruh pengaturan diri terhadap hasil belajar Matematika secara langsung. Demikian pula dengan motivasi berprestasi memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap hasil belajar Matematika, dan ada sekitar 313% besar pengaruh motivasi berprestasi terhadap hasil belajar Matematika secara langsung.

222

Minat belajar Matematika memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap hasil belajar Matematika pada taraf signifikansi 0,05. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan temuan Darwing Paduppai (2004) dalam penelitiannya terhadap mahasiswa jurusan Matematika bahwa kecerdasan emosional berpengaruh positif dan signifikan terhadap prestasi akademik mahasiswa. Dalam penelitian ini tidak hanya kecerdasan emosional secara secara utuh yang diperhatikan, tetapi juga kecerdasan emosional secara unidimensional yang juga berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap prestasi akademik mahasiswa. Dan juga penelitian yang dilakukan oleh para pakar di antaranya Goleman (1999) yang terkenal dengan penemuannya bahwa keberhasilan seseorang ditentukan oleh kecerdasan emosionalnya sebesar 80% dan hanya sekitar 20% faktor intelektual yang menentukan keberhasilan, Walter Mischel (1960) mengenai Marsmallow Challenge di Universitas Stanford, dan Nada Abi Samra (2000) terhadap 500 orang pelajar Gred Kesebelas menunjukkan hubungan signifikan antara kecerdasan emosi dengan pencapaian akademik. Dan pengaruh motivasi berprestasi sendiri terhadap hasil belajar Matematika juga tidak bertentangan dengan teori yang ada. Djaali (2006) siswa yang motivasi berprestasinya tinggi hanya akan mencapai prestasi akademik yang tinggi apabila; (1) Rasa takutnya akan kegagalan lebih rendah daripada keinginannya untuk berhasil. (2) Tugas-tugas di dalam kelas cukup member tantangan, tidak lebih mudah tetapi juga tidak terlalu sukar, sehingga member kesempatan untuk berhasil. Secara teoretis, Thabrany (1993) mengemukakan bahwa para ahli pendidikan dan psikologi menempatkan motivasi sebagai factor

223

yang amat penting dalam menunjang keberhasilan belajar. Motivasi yang kuat membuat seseorang sanggup bekerja ekstra keras untuk mencapai sesuatu. Hal ini disebabkan oleh adanya unsur harapan dan optimisme yang tinggi yang terkandung dalam motivasi sehingga memiliki kekuatan semangat untuk melakaukan kekuatan tertentu. Hal ini juga sejalan dengan hasil temuan para peneliti sebelumnya, Mappaita Muhkal & Baso Intang sappaile (1998) menemukan bahwa prestasi belajar Matematika sangat ditentukan oleh motivasi berprestasi, konsep diri dan jelis kelamin, hal ini ditunjukkan dengan koefisien yang diperoleh sangat besar yaitu sebesar 376%. Miant belajar walaupun tidak memberikan pengaruh dan signifikan namun cenderung untuk memberikan pengaruh positif yang cukup besar. Minat belajar Matematika memiliki pengaruh yang sangat berarti terhadap hasil belajar Mtematika, sebagaimana yang dikemukakan oleh para ahli dan peneliti sebelumnya. Soewando (Suardin, 2003) menyatakan bahwa minat mempengaruhi proses dan hasil belajar, kalau seseorang tidak berminat untuk belajar/ mempelajari sesuatu, maka tak dapat diharapkan bahwa ia akan berhasil dengan baik, sebaliknya kalau seseorang mempelajari sesuatu dengan penuh minat, maka dapat diharapkan bahwa hasilnya akan lebih baik. Dan ditambahkan oleh Singer, minat adalah suatu landasan yang paling meyakinkan demi keberhasilan suatu proses belajar. Jika seorang murid memiliki rasa ingin belajar, ia akan cepat mengerti dan mengingatnya. Dan penelitian yang dilakukan oleh Ramli (2010) didapatkan bahwa minat belajar Matematika dan k reatifitas berpengaruh positif dan signifikan terhadap hasil belajar Matematika dengan kontribusi sekitar 37%.

224

Hasil pengujian hipotesis untuk pengaruh tidak langsung. Hasil tersebut menunjukkan bahwa secara signifikan empati memiliki pengaruh tidak langsung terhadap hasil belajar Matematika melalui minat belajar Matematika adalah tidak signifikan, dengan besar pengaruh sekitar 14%. Begitu juga dengan kesadaran diri memiliki pengaruh positif tidak langsung yang tidak signifikan pada taraf signifikansi 0.05 terhadap hasil belajar Matematikla, dan ada sekitar 11% besar pengaruh kesadaran diri terhadap hasil belajar Matematika secara tidak langsung. Keterampilan sosial juga mempunyai pengaruh positif tidak langsung yang tidak signifikan pada taraf signifikansi 0.05 terhadap hasil belajar Matematika melalui minat belajar Matematika, dan ada sekitar 23% pengaruh keterampilan sosial terhadap hasil belajar Matematika secara tidak langsung. Motivasi diri juga mempunyai pengaruh positif tidak langsung yang tidak signifikan pada taraf signifikansi 0.05 terhadap hasil belajar Matematika melalui minat belajar Matematika, dan ada sekitar 10% besar pengaruh motivasi diri terhadap hasil belajar Matematika secara tidak langsung. Demikian pula dengan pengaturan diri memiliki pengaruh positif tidak langsung yang tidak signifikan pada taraf signifikansi 0.05 terhadap hasil belajar Matematika dengan melalui minat belajar Matematika, dan ada sekitar 10% besar pengaruh pengaturan diri terhadap hasil belajar Matematika secara tidak langsung. Selanjutnya hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa empati memiliki pengaruh positif tidak langsung yang dan signifikan terhadap hasil belajar Matematika melalui motivasi berprestasi dengan taraf signifikansi sekitar 10% dan ini tidak signifikan pada taraf 0.05, dan ada sekitar 99% besarnya

225

pengaruh empati terhadap hasil belajar Matematika secara tidak langsung. Kesadaran diri juga mempunyai pengaruh positif tidak langsung dan signifikan terhadap hasil belajar Matematika melalui motivasi berprestasi, dan ada sekitar 106% besar penagruh kesadaran diri terhadap hasil belajar Matematika secara tidak langsung. Keterampilan sosial juga berpengaruh positif secara tidak langsung dan signifikan terhadap hasil belajar Matematika melalui motivasi berprestasi, dan ada sekitar 116% besar pengaruh keterampilan sosial terhadap hasil belajar Matematika secara tidak langsung. Motivasi diri juga mempunyai pengaruh positif tidak langsung dan signifikan terhadap hasil belajar Matematika dengan melalui motivasi berprestasi, dan ada sekitar 88% besar pengaruh motivasi diri terhadap hasil belajar Matematika secara tidak langsung. Demikian pulan dengan minat belajar Matematika juga mempunyai pengaruh tidak langsung yang signifikan terhadap hasil belajar Matematika melalui motivasi berprestasi, dan ada sekitar 106% besar pengaruh minat belajar Matematika terhadap hasil belajar Matematika secara tidak langsung. Sedangkan pengaturan diri memiliki pengaruh positif tidak langsung yang tidak signifikan terhadap hasil belajar Matematika melalui motivasi berprestasi pada taraf signifikansi 0.05. Dengan berdasarkan hasil pengujian hipotesis, maka diperoleh bahwa empati juga memiliki pengaruh tidak langsung yang signifikan terhadap hasil belajar Matematika melalui minat belajar Matematika dan motivasi berprestasi secara bersama-sama pada taraf signifikansi 10% dan ini tidak signifikan pada taraf 0.05, dan ada sekitar 51% besar pengaruh empati terhadap hasil belajar Matematika jika melaui kedua variabel intervening tersebut. Kesadaran diri juga

226

memiliki pengaruh tidak langsung yang signifikan terhadap hasil belajar Matematika melalui minat belajar Matematika dan motivasi berprestasi secara bersama-sama pada taraf signifikansi 10% dan ini tidak signifikan pada taraf 0.05, dan ada sekitar 39% pengaruh kesadaran diri terhadap hasil belajar Matematika secara tidak langsung. Keterampilan sosial juga memiliki pengaruh tidak langsung yang signifikan terhadap hasil belajar Matematika melalui minat belajar Matematika dan motivasi berprestasi secara bersama-sama, dan ada sekitar 85% besar pengaruh keterampilan sosial terhadap hasil belajar Matematika secara tidak langsung. Motivasi diri juga memiliki pengaruh tidak langsung yang signifikan terhadap hasil belajar Matematika melalui minat belajar Matematika dan motivasi berprestasi secara bersama-sama, dan ada sekitar 37% besar pengaruh motivasi diri terhadap hasil belajar Matematika secara tidak langsung. Demikian pula pengaturan diri juga memiliki pengaruh tidak langsung yang signifikan terhadap hasil belajar Matematika melalui minat belajar Matematika dan motivasi berprestasi secara bersama-sama dengan taraf signifikansi 10% dan ini tidak signifikan pada taraf 0.05, dan ada sekitar 39% besar pengaruh pengaturan diri terhadap hasil belajar Matematika secara tidak langsung. Selanjutnya, hasil analisis menunjukkan bahwa sekitar 85% variasi total hasil belajar Matematika ditentukan oleh empati, kesadaran diri, keterampilan social, motivasi diri, minat belajar Matematika dan motivasi berprestasi secara bersama-sama tanpa memperhitungkan pengaruh variabel lainnya dalam model.

227

C.

Keterbatasan Penelitian Disadari bahwa penelitian yang dilakukan memiliki berbagai keterbatasan,

baik oleh peneliti sendiri maupun kondisi lingkungan penelitian yang kurang mendukung. Beberapa keterbatasan dapat dikemukakan berikut yang tentu masih banyak keterbatasan lain belum diungkap. 1. Keterbatasan waktu penelitian dan pengisian kuesioner. Waktu penelitian relative singkat. Demikian pula dengan pengisian kuesioner oleh responden hanya sekitar 90 menit. 2. Responden dalam penelitian ini tidak begitu luas, penelitian ini hanya menggunakan responden kelas X SMA Negeri yang ada di Kecamatan Sinjai Selatan. 3. Keterbatasan dukungan teori dan hasil-hasil penelitian terdahulu tentng kecerdasan emosional, minat belajar dan motivasi berprestasi sangat terbatas, sehingga justifikasi hasil penelitian ini dengan teori-teori pendukung yang melandasi relative terbatas. 4. Melibatkan banyak item dalam model mengakibatkan indeks fit yang kurang baik, sementara item-item dalam member sumbangsih yang berarti dan dipihak lain item tersebut harus dieliminir oleh karena keterbatasan dalam model yang banyak memuat item. Selain itu jumlah item yang digunakan masih kurang seimbang dengan jumlah sampel yang digunakan. 5. Isntrumen yang digunakan hanya divalidasi oleh ahli tanpa melakukan validasi statistik.

228

BAB IV SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan Dari hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat ditarik beberapa simpulan sebagai berikut: 1. Hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa hasil belajar Matematika siswa kelas X SMA Negeri di Kecamatan Sinjai Selatan tergolong dalam kategori sedang (dari lima kategori: sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi). Minat belajar Matematika sebagai suatu keadaan dimana siswa merasa senang dan memberi perhatian pada mata pelajaran serta kemauan dalam belajar yang menimbulkan sikap keterlibatan setiap orang yang ingin belajar Matematika tergolong dalam kategori itimewa. Motivasi berprestasi sebagai daya penggerak dari dalam diri siswa yang mendorongnya untuk mencapai prestasi belajarsetinggi mungkin berdasarkan standar keunggulan tertentu tergolong istimewa. Kecerdasan emosional yang terdiri dari empati, kesadaran diri, motivasi diri dan pengaturan diri tergolong istimewa, sedangkan keterampilan social tergolong rentan. 2. Empati berpengaruh positif dan signifikan secara langsung terhadap minat belajar Matematika. Hal yang sama juga terjadi terhadap motivasi berprestasi dan terhadap hasil belajar Matematika. 3. Kesadaran diri secara langsung berpengaruh positif dan signifikan te rhadap minat belajar Matematika, juga terhadap motivasi berprestasi, dan terhadap hasil belajar Matematika juga.

229

4.

Keterampilan sosial secara langsung berpengaruh positif dan signifikan terhadap minat belajar Matematika, juga terhadap motivasi berprestasi, dan terhadap hasil belajar Matematika juga.

5. Motivasi diri secara langsung berpengaruh positif dan signifikan terhadap minat belajar Matematika, juga terhadap motivasi berprestasi, dan terhadap hasil belajar Matematika juga. 6. Pengaturan diri secara langsung berpengaruh positif dan signifikan terhadap minat belajar Matematika dan hasil belajar Matematika, tetapi tidak signifikan pengaruh langsungnya terhadap motivasi berprestasi. 7. Minat belajar Matematika secara langsung berpengaruh positif dan signifikan terhadap motivasi berprestasi, tetapi tidak signifikan pengaruh langsungnya terhadap hasil belajar Matematika. 8. Motivasi berprestasi secara langsung berpengaruh positif dan signifikan terhadap hasil belajar Matematika. 9. Minat belajar Matematika memperkuat pengaruh empati, kesadaran diri, keterampilan sosial, motivasi diri dan pengaturan diri terhadap motivasi berprestasi secara signifikan. Namun minat belajar Matematika tidak signifikan dalam memperkuat pengaruh empati, kesadaran diri, keterampilan sosial, motivasi diri dan pengaturan diri terhadap hasil belajar Matematika. 10. Motivasi berprestasi memperkuat pengaruh empati, kesadaran diri,

keterampilan sosial, motivasi diri dan minat belajar Matematika terhadap hasil belajar Matematika, tetapi tidak signifikan dalam memperkuat pengaruh pengaturan diri terhadap motivasi berprestasi.

230

11. Minat belajar Matematika dan motivasi berprestasi secara bersama-sama memperkuat pengaruh empati, kesadaran diri, keterampilan sosial, motivasi diri dan pengaturan diri terhadap hasil belajar Matematika. B. Saran Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan serta kesimpulan yang telah dikemukakan di atas maka dapat disarankan sebagai berikut: 1. Untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas X SMA Negeri di Kecamatan Sinjai Selatan maka perlu diusahakan agar orang tua siswa senantiasa memperhatikan kegiatan belajar anaknya di rumah dan diusahakan pula agar siswa mempunyai minat belajar dan semangat motivasi berprestasi yang tinggi serta memperhatikan perkembangan emosi anak. 2. Bagi para guru agar senantiasa berusaha membangkitkan minat belajar dan motivasi berprestasi pada diri siswa serta menjalin hubungan kerja sama yang kondusif dengan orang tua siswa dalam rangka peningkatan hasil belajar siswa di sekolah. 3. Untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa SMA Negeri di Kecamatan Sinjai Selatan, diharapkan kepada guru-guru matematika hendaknya dapat mengambil langkah-langkah yang strategis seperti

penggunaan metode pengajaran yang baik, memahami faktor-faktor kognisi dan afeksi yang berpengaruh terhadap hasil belajar matematika. 4. Kepada peneliti di bidang pendidikan matematika agar mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai keterkaitan penelitian ini, terutama pada faktor-faktor yang menpengaruhi motivasi dan kebiasaan belajar sehingga dapat dijadikan

231

sebagai bahan referensi oleh para pendidik dan semua pihak yang terkait dalam dunia pendidikan dalam rangka upaya peningkatan kualitas pendidikan secara umum dan pendidikan matematika pada khususnya.

232

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, A. E. 1985. Pengaruh Motif Berhasil dan Kapasitas Kecerdasan Terhadap Hasil Belajar Dalam Kelompok Akademis pada SMA Negeri Di Sulawesi Selatan. Disertasi. Bandung: Sekolah Pascasarjana IKIP Bandung. Abdurrahman, Mulyono. 1999. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Yakarta: Rineka Cipta. Agung, Ngurah. 1984. Hasil Belajar Matematika pada SMA di Kotamadya Ujung Pandang. Ujung Pandamg: Depdikbud. Agustin Wardiyati. 2006. Hubungan Antara Motivasi dengan Hasil Belajar Bidang Studi Pendidikan Agama Islam. Skripsi. Jakarta: Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Ahmadi, Abu dan Widodo Supriyono. 2004. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta. Ali, Mohamad. 1987. Guru Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo. Ali, Mohamad. 1987. Metode Penelitian. Surabaya: IKIP Surabaya. Amin, Aisyah, 1994. Hubungan Antara Motivasi Berhasil dan Fasilitas Belajar dengan Hasil Belajar Matematika Siswa SMP Negeri 3 Watanpone Kabupaten Bone. Skripsi. Ujungpandang: FPMIPA IKIP Ujungpandang. Anderson, J.G. & D. W. Gerbing. 1998. Structural Equation Modeling in Practice: A Review and Recommended Two-step Approach. Psychological Bulletin. Vol. 103, pp. 411 23. Andini, Rita. 2006. Analisis Pengaruh kepuasan gaji, Kepuasan Kerja, Komitmen Organisasional Terhadap Turnover Intention (Studi Kasus Pada Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah Semarang). Tesis. Semarang: Program studi Magister Managemen Program Pasca sarjana Universitas Diponegoro. Anni, Catharina Tri. 2004. Psikologi Belajar. Semarang: UPT MKK UNNES. Anonim. 2003. Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS . Bandung: Citra Umbara.

233

Anonim. 2011. http://luluvikar.wordpress.com/2010/12/05/ minat/. Diakses pada tanggal 01 Januari 2011. Anonim. 2011. http://meettabied.wordpress.com/2010/03/20/makalahmenumbuhkan-motivasi-dan-minat-belajar-Matematika/. Diakses pada tanggal 01 Januari 2011.

Anonim. 2011. http://j3sra3l.wordpress.com/2010/11/30/menumbuhkan-motivasidan-minat-belajar-Matematika/. Diakses pada tanggal 01 Januari 2011. Anonim. 2011. http://luluvikar.wordpress.com/2010/12/05/minat-belaja-agama/. Diakses pada tanggal 01 Januari 2011. Anonim. 2011. http://zanikhan.multiply.com/journal/item/1206/Minat_Belajar_ Siswa/. Diakses pada tanggal 01 Januari 2011. Anonim. 2011. http://edukasi.kompasiana.com/2010/10/02/minat -belajar/. Diakses pada tanggal 01 Januari 2011. Anonim. 2011. http://edukasi.kompasiana.com/2010/04/11/motivasi-dan-minatbelajar-siswa/. Diakses pada tanggal 01 Januari 2011. Anonim. 2011. http://edukasi.kompasiana.com/2010/04/11/motivasi-dan-minatbelajar-siswa/. Diakses pada tanggal 01 Januari 2011. Anonim. 2011. http://www.scribd.com/doc/21249216/ minat-belajar/. Diakses pada tanggal 01 Januari 2011. Anonim. 2011. http://belajarpsikologi.com/pengertian-minat/. Diakses pada tanggal 01 Januari 2011. Anonim. 2011. http://www.4skripsi.com/skripsi-pendidikan/hubungankecerdasan-emosional-dan-minat-belajar-terhadap-hasil-belajar.html. Diakses pada tanggal 26 Februari 2011. Arbucle, J.L. 1997. Amos User's Guide, Version 3.6. Chicago: Smallwaters Corporation. Ardhana, Wayan. 1990. Atribusi Terhadap Sebab-sebab Keberhasilan dan Kegagalan Serta Kaitannya dengan Motivsi Untuk Berhasil. Pidato Pengukuhan. Malang: IKIP Malang. Arikunto, S. 1999. Prosedur Penelitian. Yogyakarta: Rineka Cipta. Arikunto, S. 1998. Prosedur Peneliian Suatu Pendekatan Praktis. Jakarta: PT

234

Rineka Cipta. Atkinson. 1964. Motivation in Fantasy, Action and Society. New Jersey : D. Van Narst and Company. Inc. Badrun, M. 2007. Pengaruh Kecerdasan Emosional Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Sinjai. Skripsi. Makassar: Jurusan Matematika FMIPA UNM. Bar On. 2005. The Emotional Quotient Inventory: Technical Manual. North Tonawanda: Multi Health Systems. Bell Gredler, Margaret E. 1991. Belajar dan Membelajarkan (Terjemahan Mandiri). Jakarta: CV. Rajawali. Bell, Fredrick. 1981. Teaching and Learning Mathematics (In secondary School). Lowa: WM. C. Brown Company Publisher. Begle, E. G. 1979. Critical Variables In Mathematics Educations. Washington D. C: The Mathematical Assosiation of America and The National Council of Teachers for Mathematics. Buchari. 1985. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Aksara Baru. Casdari, Mayis. 2005. Pengaruh perhatian Orang Tua dan Minat Belajar dengan Hasil Belajar Siswa. Skripsi. Tegal: Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Pancasakti Tegal. Clelland Mc.at.al. 1975. The Achievement Motive. New York: Irvington. Cochran, William G. 1977. Sampling Technique. New York: John Wiley & Sons. Cooper, R. K & Sawaf, A. 1997. Executif EQ: Kecerdasan Emosional Dalam Kepemimpinan Dan Organisasi (Cet. ke-4). Terjemahan oleh Widodo, A. T. K.2001. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Crow and Crow. 1988. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta. Crow and Crow. 1982. Faktor timbulya minat. Diunduh di www.google.co.id pada tanggal 5 Pebruari 2010. Dalyono. 1997. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. Darmin, Saharuddin. 2003. Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas III SLTP Negeri 2 Amanagappa Makassar Melalui Pemberian Tugas

235

Setiap Akhir Pengajaran. Proposal Skripsi. Makassar: Jurusan Matematika FMIPA UNM. Darwis, M. 2007. Model Pembelajaran Matematika Yang Melibatkan Kecerdasan Emosional. Disertasi. Surabaya: Program Pascasarjana Program Studi Pendidikan Matematika UNS. Depdikbud. 1994. Kurikulum Pendidikan Dasar GBPP Matematika. Jakarta: Depdikbud. Dimyati, Mudjiono. 1989. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Djamarah, Syaiful Bahri dan Azwan Zain. 1994. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta. Djaali. 2006. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Djaali. 1984. Pengaruh Kebiasaan Belajar, Sikap, Kemampuan Dasar dan Proses Belajar-Mengajar Terhadap Hasil Belajar Matematika Pada Sekolah Atas di Kota Madya Ujung Pandang. Disertasi. Jakarta: Fakultas Pasca Sarjana Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Jakarta. Elias, M. J., Tobias, S.E., & Friendlander, B.S. 1999. Emotionally Intelligent Parenting: How to Raise, a Self-Disciplined, Responsible, Sosially Skilled Child. New York: Harmony Books. Eysenck, H.J. 1975. Know Your Own Personality. London: Penguin Books. Ferdinand, A.T. 2000. Structural Equation Modeling Dalam Penelitian Manajemen. Ed. 2. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Gadner, H. 1983. Frames of Mind the Theory of Multiple Intelligences. New York: Basic Books. Gegne, R. M & Briggs, L. 1987. Principles Of Instrucsional Design. New York: Holt, Rinehart & Winston. Gerungan, W. A. 1987. Psycologi Sosial, Suatu Ringkasan. Jakarta: PT. Eresco. Ghozali, Imam. 2005. Model Persamaan Struktural Konsep dan Aplikasi dengan Program AMOS. Semarang: BP Universitas Diponegoro. Gie, The Liang. 1995. Cara Belajar Yang Efisien. Yogyakarta: Liberty.

236

Goleman, D. 1999. Kecerdasan Emotional Untuk Mencapai Puncak Hasil. Terjemahan oleh Widodo, A. T. K. 1999. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Goodenought, F. L. 1945. Developmental Psychologi An Introduction to The Study of Human Behavior (2nd.ed). Naw York: Applition-CenturyCroftes, Inc. Gottman, J., & DeClaire, J. 1997. Kiat-kiat Membesarkan Anak yang Memiliki Kecerdasan Emosional (Cet. ke-4). Terjemahan oleh Hermaya, T. 1999. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Gredler, Bell & Margaret, E. 1991. Belajar dan Membelajarkan. Terjemahan oleh Munandir. Jakarta: CV. Rajawali. Hadinoto & Rahayu, siti. 1991. Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Hair, J. F., Jr., et. al. 1995. Multivariate Data Analysis with Reading, 4rd Edition. New Jersey: Prentice-Hall International Inc. Hair, J. F., Jr., et. al. 1998. Multivariate Data Analysis, 4rd Edition. USA: Prentice-Hall International Inc. Hamalik, Oemar. 2003. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara. Haryanto, Aziz.____. Hubungan antara satisfaction, fiability, intentionality dan brand loyalty (studi kasus pada shampo merek clear). Diunduh di www.google.com pada tanggal 04 Maret 2011. Hasbullah. 1996. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Hasnawiyah. Minat dan Motivasi Siswa terhadap Jurusan Biologi pada SMA di Ujungpandang. Skripsi. Ujungpandang: FPMIPA IKIP Ujungpandang. Herlina. 2002. Perkembangan Peserta Didik. Kuningan: Uniku. Hilgard, Ernest. 1983. Introduction to Psychology. New York: Harcoust B. Javanovic. Hudoyo, Herman. 1990. Strategi Belajar Mengajar Matematika. Malang: IKIP Malang. Hudoyo, Herman. 1979. Pengembangan Kurikulum Matematika Pelaksanaannya di Depan Kelas. Surabaya: Usaha Nasional. dan

237

Hurlock. 1986. Pembahasan Mengenai Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Anak. Ibda, Fatimah. 2000. Emotional Intellegence dalam dunia Pendidikan. Jurnal Diaktika, Vol. 2. No. 2. Banda aceh: Fakultas Tarbiah, IAIN Ar-Raniry. Ihsan, Hisyam. 2010. Pengaruh Kualitas dan Biaya Jasa terhadap Kepuasan dan Loyalitas Mahasiswa. Makassar: Pustaka Yaspindo. Irfani, Muhammad. 2010. http://muhammadirfani.wordpress.com/2009/01/12 /menghilangkan-kejenuhan-dalam-belajar-Matematika-2/. Diakses pada tanggal 02 November 2010. Jasmir. 2004. Pengaruh Faktor-Faktor Kognisi Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas III SMP Negeri 1 Binamu Kabupaten Jeneponto. Skripsi. Makassar: UNM Makassar. Joreskoq, K. G., Dag sorbom, Stepen du Toit & Mathilda du Toit. 1999. LISREL 8: New Statistical Feature. Chicago: Scientific Software International, Inc. Chicago: Scientific Software International, Inc. Kartono, Kartini. 1990. Psikologi Umum. Bandung: Mandar Maju. Kartono, K. 1995. Bimbingan Belajar di SMU dan Perguruan Tinggi. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Koentjaraningrat, S. 1977. Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT.Gramedia. Koeswara, E. 1986. Motivasi, Teori dan Penelitiannya. Bandung: Angkasa. Kusnendi. 2007. Model-Model Persamaan Struktural, Satu dan Multigroup Sampel dengan LISREL. Bandung: Penerbit Alfabeta. Loekmono, J.T Lobby. 1994. Belajar Bagaimana Belajar. Salatiga : BPK Gunung Mulia. Marpaung, Y. 1999. Mengejar Ketinggalan Kita dalam Pendidikan Matematika, Mengutamakan Proses Berpikir dalam Pembelajaran Matematika. Makalah. Disampaikan dalam Upacara Pembukaan Program S3 Pendidikan Matematika Universitas Negeri Surabaya, tanggal 10 September 1999. Matlin, Margaret. 1983. Cognition. New York: CBS College. Morgan et al. 1979. Introduction to Psychology. New York: Mc Graw Hill, Ltd.

238

Muhari. 1983. Suasana Rumah dan Hasil Belajar Suatu Studi Tentang Pengaruh Suasana Rumah Terhadap Hasil Belajar Para Pelajar Sekolah Menengah Umum Tingkat Pertama Di Jawa Timur. Disertasi. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada. Muhkal, M. 2009. Materi Kuliah Strategi Belajar Mengajar Matematika. Makassar: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Makassar. Muhkal, M. 1994. Hubungan Antara Konsep Diri Matematika Dan Motivasi Berhasil Dengan Hasil Belajar Matematika Siswa-Siswa Kelas 1 SMA Negeri Di Kota Madya Ujung Pandang. Tesis. Malang: Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Malang Program pasca Sarjana. Muhkal, M dan Intang Baso. 1998. Pengaruh Antara Konsep Diri Matematika Dan Motivasi Berhasil Dengan Hasil Belajar Matematika Siswa-Siswa Kelas 1 SMA Negeri Di Kota Madya Ujung Pandang. Laporan Penelitian. Makassar: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Makassar. Munandir. 2001. Ensiklopedia pendidikan. Malang: UM Press. Mulyani. 2006. Hubungan antara Tingkat Kecerdasan, Motivasi Berhasil dan Kebiasaan Belajar Matematika Siswa dengan Hasil Belajar Matematika Siswa Semester I Kelas XI IPA SMA Negeri 6 Bengkulu. Skripsi. Universitas Bengkulu. Mulyasa. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi Konsep, Karakteristik, dan Implementasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Nasution. 1982. Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar dan Mengajar. Jakarta: Bina aksara. Nasution. 2004. Didaktik Asas-Asas Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara. Neti, Hartati. 2004. Islam dan Psikologi. Jakarta: Raja Grafindo. Nugraheni, Diah. 2006. Meningkatkan Minat Belajar Sains (IPA) Dengan Menggunakan Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching And Learning) Pada Pokok Bahasan Cahaya Siswa Kelas V Semester II Sekolah Dasar Negeri Kedungmundu 01 Semarang Tahun Pelajaran 2006/2007. Skripsi. Semarang: Universitas Negeri Semarang. Nurkancana, W & Sumartana. 1986. Evaluasi Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.

239

Paduppai, D. 2003. Respons Hasil Belajar Mahasiswa Atas Kecerdasan Emosional Berdasarkan Pola asuh Orang Tua. Laporan Penelitian Research Grant Semi-QUE V. Makassar: Jurusan Matematika FMIPA UNM Makassar. Paduppai, D. 2003. Faktor-faktor Penentu Kecerdasan Emosi Dikaitkan Dengan Hasil Akademik Mahasiswa Berdasarkan Gender (Survei Korelasional pada Mahasiswa Jurusan Matematika FMIPA UNM Makassar). Laporan Penelitian Research Grant Semi-QUE V. Makassar: Jurusan Matematika FMIPA UNM Makassar. Pasaribu, I. L. 1983. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Tarsito. Poerwadarminta, WJS. 2003. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Porter, Bobbi De dan Mike Hernacki. 2000. Quantum Learning. Bandung: Kaifa. Preacher, K. J. & Hayes, A. F. 2004. SPSS and SAS Procedures for Estimating Indirect in Simple Mediation Models. Behavior Research Methods, Instruments, & Computers 36 (4): 717-731. Priyatno, Dwi. 2008. Mandiri Belajar SPSS untuk Analisis Data dan Uji Statistik. Yogyakarta: MediaKom. Ramli. 2010. Kontribusi Kreativitas dan Minat Belajar Matematika Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VIII SMP Negeri 4 Makassar. Skripsi. Makassar: Jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Makassar. Rahman, Abdul & Abdul. 2004. Psikologi suatu Pengantar dalam Perspektif Islam. Jakarta: Kencana. Rivai, Veithzal. H. 2000. Hasil Belajar Matematika Ekonomi Mahasiswa Fakultas Ekonomi. Tanggerang: Laporan penelitian FE Universitas Jayabaya. http://www.depdiknas.go.id/jurnal/31 Rose, Colin. 2002. Cara Belajar Cepat Abad XXI. Bandung: Nuanssa. Rosidah, Vivi. 2007. Pengaruh kecerdasan Emosional Terhadap Hasil Belajar Matematika Kelas VIII SMP Negeri 1Makassar. Skripsi. Makassar: Jurusan Matematika FMIPA UNM.

240

Ruseffendi, E. T. 1990. Pengantar Kepada Guru Mengembangkan Kompetensinya Dalam Pengajaran Matematika Untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito. Sabri, Alisuf. 1996. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya. Sabri, Alisuf. 2001. Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangannya. Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya. Sadli, Saparinah. 1986. Intelligensi, Bakat, dan Tes IQ. Jakarta: Gaya Favorit Press. Sahabuddin. 2007. Mengajar dan Belajar. Makassar: Badan Penerbit UNM. Salovey, P & Meyer, T. D. 1990. Emotional Intelligence, Imagination Cognition, and Personality. New York: Macmillan. Santoso, Singgih. 2000. Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Santoso, Singgih. 2011. Structural Equation Modeling (SEM) Konsep dan Aplikasi dengan AMOS 18. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Sardiman, A. M. 1987. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali Pers. Sardiman, A. M. 2004. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar Pedoman bagi Guru dan Calon Guru. Jakarta: Rajawali Pers. Schumacker, Randal E. & Richard G. Lomax. 1996. A Beginners Guide to SEM. Jew Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Inc. Pub. Segal, J. 1999. Raising Your Emotional Intelligence (Meningkatkan Kecerdasan Emosional). Jakarta: Citra Aksara Publishing. Semiawan, Conny R. 2002. Belajar dan Pembelajaran Dalam Taraf Pendidikan Usia Dini. Jakarta: PT. Prenhallindo. Setyadharma, Adryan. 2010. Uji Asumsi Klasik dengan SPSS 16. Semarang : FE Universitas Negeri Semarang. Shapiro, L. E. 1998. Mengajarkan Emotional Intelligence pada Anak (Cet. ke-4) Terjemahan oleh Widodo, A. T. K. 2001. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

241

Shrout, P. E. & Bolger, N. 2002. Mediation in Experimental and Nonexperimental Studies: New Prosedures and Recommendations. Psychological Methods 7 (4): 442-445. Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta Soedjadi, R. 1983. Nilai-Nilai Dalam Pendidikan Matematika dan Upaya Membina Pribadi anak. Makalah. Surabaya: FMIPA Surabaya. Soedjadi, R. 1999/2000. Kiat Pendidikan Matematika Di Indonesia. Jakarta: Dirjen Dikti Depdikbud. Soemanto, W. 1990. Psikologi Pendidikan (Cet. ke-3). Jakarta: Rineka Cipta. Stein, S. J., Bok, H. E. 2000. The EI Edge: Emotional Intelligence and Your Success (Ledakan EI). Bandung: Kaifa. Suardin. 2003. Pengaruh Minat Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas II SMPNegeri 1 Belopa Kabupaten Luwu. Skripsi. Makassar: UNM Makassar. Sudarsono, Joko. 2003. Menumbuhkan Minat Belajar Untuk Mencapai Sukses dalam Studi. Dalam Majalah Remaja Gen 2000. No. 04. Th. II.Tri Wulan IV 2003. Hal 28 dan 29. Sudjana, Nana. 1994. Dasar-dasar Penelitian pendidikan. Bandung: Sinar Baru. Sudjana, N & Rivai, A. 2000. Teknologi Pengajaran. Bandung: Sinar Baru. Suharsono. 2003. Mencerdaskan Anak. Depok: Inisiasi Press. Sumanto, Wasti. 1984. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Bina Aksara. Suparman, Hasmawaty N. 2005. Sikap dan Minat Belajar Matematika Siswa Kelas X SMA Negeri 3 Makassar Dalam Kaitannya Dengan Hasil Belajar Matematika. Skripsi. Makassar: UNM Makassar. Suryabrata, Sumadi. 1989. Psikologi Pendidikan. Jakarta: CV. Rajawali. Syah, M. 1995. Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru. Bandung: Remaja Rosdakarya. Tilaar, H. A. R. 1992. Manajemen Pendidikan Nasional. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

242

Tim Redaksi.1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Tiro, Muhammad Arif. 2008. Statistika Sebaran Bebas Edisi Kedua. Makassar: Andhira Publisher. Uno, Hamzah B. 2008. Teori Motivasi dan Pengukurannya, Cetakan ketiga. Jakarta: Bumi Aksara. Wahid, Abdul. 1998. Menumbuhkan Minat dan Bakat Anak. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Winkel, W. S. 1983. Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar. Jakarta: Gramedia. Winkel, W. S. 1991. Psikologi Pengajaran (Cet. ke-3). Jakarta: Grasindo. Yahaya , Azizi. 2005. Psikologi Kognitif. UTM : Cetak Ratu Sdn. Bhd. Yusuf, Syamsu. 2004. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Rosda Karya. Zampetakis. L. A., Beldekos. P. & Moustakis, V. S. 2009. Day to Day Entrepreneurship Within Organizations: The Role of Trait Emotional Intelligence and Perceived Organizational Support. Journal of European Management, 27, 165-175. Zohari, D & Marshall, I. 2000. SQ: Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual Dalam Berpikir Integralistik dan Hulistik untuk Memaknai Kehidupan. Jakarta: Mizan.

243

Anda mungkin juga menyukai