Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH TENTANG ASUHAN KEPERAWATAN DIABETES MELITUS (DM)

Disusun oleh : Nama NIM : : Diah Amalia Salmah 240555

AKADEMI KEPERAWATAN KRIDA HUSADA KUDUS Jl. Lambao No. 1 Singocandi Kec. Kota Kudus Tahun Akademik 2006 / 2007

KONSEP DASAR

A.

PENGERTIAN Diabetes Melitus (DM) adalah keadaan hiperglikomia kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal syaraf dan pembuluh darah. (Mansjoer, Arif, 1999: 580). Diabates Melitus (DM) adalah sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah (hiperglekimia). (Brunner and Suddarth, 2002 : 1220).

B.

KLASIFIKASI DIABETES MELITUS 1. Tipe I (Diabetes Melitus Tergantung Insulin / DMTI) Pada diabetes jenis ini, sel-sel beta pankreas yang dalam keadaan normal menghasilkan hormon insulin yang di hancurkan oleh proses autoimun, sehingga penyuntikan insulin diperlukan untuk mengendalikan kadar glukosa dalam darah. 2. Tipe II (Diabetes Melitus, Tidak Tergantung Insulin / DMTTI) Pada diabetes jenis ini terjadi akibat penurunan sensitivitas terhadap insulin (resistensi insulin) akibat penurunan jumlah produksi insulin. 3. Diabetes Melitus yang berkaitan dengan keadaan atau sindrom lainnya. Pada dibetes ejenis ini di sertai dengan keadaan yang di ketahui atau dicurigai dapat menyebabkan, penyakit pankreatis, kelainan hormonal, obatobatan seocrti glukosa tikoid dan preparat yang mengandung estrogen. Diabetes ini bergantung pada kemampuan pankreas untuk menghasilkan insulin.

4. Diabetes gestasional Pada diabetes jenis ini terjadi pada awitan selama kehamilan yang disebabkan oleh hormon yang di sekresikan plasenta dan menghambat kerja insulin. (Brunner and Suddarth, 2002 : 1220). C. ETIOLOGI 1. Kelainan fungsi atau jumlah sel-sel beta yang bersifat genetik pada pasien-pasien penderiti DM tergantung insulin determinan genetik ini dinyatakan oleh peningkatan atau penurunan frekuensi antigen histokompabilitas tertentu (HLA) dan respon imunitas abnormal yang akan mengakibatkan pembentukan auto antibodi sel pulau langerhans. Kelainan yang diturunkan ini dapat langsung mengenali dan menyebarkan rangsang sekretons atau serangkaian langkah kompleks yang merupakan bagian dan sintesis atau pelepasan insulin. 2. Faktor-faktor lingkungan : a. Agen yang dapat menimbulkan infeksi b. Diet c. Obesitas d. Kehamilan 3. Gangguan sisterm imunitas 4. Kelainan aktivitas insulin Pada pasien penderita, kegemukan terjadi pengurangan kepekaan terhadap insulin endogen yang juga dapat menyebabkan diabetes. (Mansjoer, Arif, 1999: 580). D. MANIFESTASI KLINIK 1. Mula-mula fase kompensasi yaitu polifagi, polidipsi, poliuria 2. Bila tidak segera, diatasi/ diobati, maka. akan. timbul fase dekomensasi yaitu gejala trias sindroma diabetes akut : polidipsi, poliuri, BB turun. 3. Gejala kronik yang sering lemah badan, semutan, penurunan kemampuan seksual, gangguan penglihatan, kaku otot, sakit sendi dsb. (Mansjoer, Arif, 1999: 580)

E.

KOMPLIKASI 1. Akut (korna hipoglekimia, ketoasidosis, koma, hiperosmolar non ketotik) 2.Kronik a. Makroangiopati mengenai pembuluh darah besar, pembuluh darah jantung, pembuluh darah tepi, pembuluh darah otak. b. Mikroangiopati mengenai pernbuluh darah kecil, retinopati diabetik nefropati diabetik. c. Neuropati diabetik d. Rentan infeksi (TB Paru, infeksi saluran kemih) e. Kaki diabetik. (Mansjoer, Arif 1999: 582-583)

F.

PENATALAKSANAAN Kerangka utama penatalaksanaan DM yaitu perencanaan makan, latihan jasmani, obat hipoglikemik dan penyuluhan. 1. Perencanaan Makan (Meal Planning) Pada konsensus perkumpulan endokrinologi Indonesia (PERKENI) telah ditetapkan bahwa standar yang di anjurkan adalah santapan dengan komposisi seimbang berupa karbohidrat (90-70 %) protein (10-15, 0/6) dan lemak (20-25 0/6). Apabila di perlukan santapan dengan komposisi karbohidrat sampai 70-75 % juga memberikan hasil yang baik, terutama untuk golongan ekonomi rendah, jumlah kalori di sesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stres akut dan kegiatan kolesterol < 300 mg/hari. Jumlahkandungan serat 25 gr/hari di utamakan jenis serat larut. Konsumsi garam di batasi bila terdapat hipertensi pemanis dapat digunakan secukupnya. 2. Latihan jasmani Dianjurkan latihan jasmani teratur 3-4 kali tiap minggu selama 0.5 jam yang sifatnya sesuai SCRIPE (Continous, Rhymtical, Interval, Progressive, Endorance training). Latihan di lakukan terus menerus

tanpa berhenti otot-otot berkontraksi dan relaksasi secara teratur, selang saling antara gerak cepat dan lambat, berangsur-angsur dari sedikit keletihan yang lebih berat secaka bertahap dan bertahan dalam waktu tertentu. Latihan yang dapat di jadikan pilihan adalah jalan kaki, jogging/lari renang, bersepeda dan mendayung. 3. Obat hipoglikemik Oral (OHO) a. Sulfonil urea Obat ini bekerja dengan cara menstimulasi penglepasan insulin, meningkatkan sekresi insulin, meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa. b. Biguanid Obat ini dapat menurunkan kadar glukosa darah tapi tidak sampai di bawah normal. c. Inhibitor alfa glukosidasc Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim alfa glukosidase didalam, saluran cerna, sehingga menurunkan penyerapan glukosadan menurunkan hiperglikemia pascaprandial. d. Insulin sensitizing agent Obat ini dapat meningkatkan sensitivitas insulin sehingga bisa. mengatasi masalah resistensi insulin berbagai masalah akibat resistensi insulin dan berbagai masalah akibat resistensi insulin tanpa menyebabkan hipoglekirnia. (Mansjoer. Arif, 1999: 582-585) 4. Penyuluhan. G. PATOFISIOLOGI Pada diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemia puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Di samping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan

hiperglikemia postprandial (sesudah makan) jika konsentrasi glukosa. dalam darah tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar akibatnya glukosa muncul dalam murine (glukosaria), ketika glukosa berlebihan di ekskresikan kedalam urine, ekskresi ini akan di sertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan (diuresisasmotik) sebagai akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia) Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan, pasien dapat mengalami peningkatan selera makan (polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori. Pada diabetes tipe II terdapat masalah resistensi insulin dan gangguan insulin. Normalnya insulin akan terikat oleh reseptor khusus pada permukaan sel, sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut terjadi suatu reaksi metabolisme glukosa dalam sel : Resistensi ini di serta penurunan reaksi reaksi intrasel, sehingga insulin tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa terganggu terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan. Jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II. (Brunner and Suddarth, 2002: 1223). H. FOKUS PENGKAJIAN 1. Aktifitas/Istirahat Gejala Tanda 2. Sirkulasi Gejala Tanda : Adanya riwayat hipertensi, ulkus pada kaki, kesemutan : Takikardi perubahan tekanan darah, postuoral, disritmia : Lemah, latih, sulit bergerak/berjalan kram otot, tonus otot menurun, gangguan istirahat/tidur. : Takikardi, Tokipnea

3. Eliminasi Gejala Tanda : Perubahan pola beikemah (poliuria) no uturia (rasa nyeri), diare. : Urine encer, pucat, kuning, poliuria, abdomen keras, bising usus. 4. Integritas Ego Gejala Tanda Gejala Tanda : Stress, tergantung pada orang lain : Ansietas, peka rangsang

5. Makanan/cairan Gejala : Hilang nafsu makan, mual muntah tidak mengikuti diet, peningkatan masuka glukosa, penurunan BB lebih dari periode Kulit kering/bersisik, turgor jelek, kekakuan/ distensi, pembesaran tiroid bau buah Tanda : Kulit kering/bersisik, tugor jelek, kekakuan/ distensi, pembesaran tiroid bau buah. 6. Neuro Sensori Gejala Tanda 7. Nyeri Gejala Tanda : Abdomen, tegang, nyeri (sedang/berat) : Wajah meringis, tampak sangat berhati-hati. : Pusing, sakit kepala, kesemutan, gangguan penglihatan. : Disorientasi mengantuk gangguan memori, kacau mental.

8. Pernafasan Gejala Tanda : Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan/tanpa sputum purulen : Batuk dengan/tanpa sputum purulen (infeksi)

9. Keamanan Gejala Tanda : Kulit kering, gatal, ulkus kulit : demam, diaforesis, kulit rusak, lesi ulserasi

10. Sexsualitas Gejala : Rebas Vagina (cenderung infeksi) masalah impoten pada pria 11. Penyuluhan/pembelajaran Gejala : Faktor resiko keluarga DM. (Doenges, 2000: 728) I. FOKUS INTERVENSI 1. Kekurangan volume cairan b.d diuresis osmotik (dari hiperglekimia) kehilangan gastrik berlebihan : diare muntah. Kemungkinan dibuktikan oleh : - Peningkatan haluaran, urine, urine encer - Kelemahan, haus, penurunan, BB tiba-tiba, kulit membran. mukosa kering, turgor kulit buruk, hipotensi, takikardia KH : - Tanda vital stabil - Nadi periver dapat diraba - Kadar elektrolit dalam darah (N) - Haluaran urine tepat secara individu dan kadar elektolit dalam batas (N) Intervensi : 1. Dapatkan riwayat pasien/orang terdekat sehubungan dengan lamanya/ intensitas dan gejala. 2. Pantau TTV 3. Kaji suhu, warna kulit, dan kelembapannya 4. Pantau pemasukan pengeluaran dan catat jenis urine 5. Ukur BB setiap hari 6. Kaji antaranya perubahan mental/sensori

2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakcukupan insulin kemungkinan di buktikan oleh : - Masukkan makanan adekuat - Kurang Minum dan makan, penurunan BB kelemahan/kelelahan. KH : - Masukan, jumlah kalori/nutrien yang tepat - Menunjukkan tingkat energi Intervensi : 1. Timbang BB setiap hari 2. Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan dan elektrolit 3. Kolentifikasi makanan yang di sukai 4. Tentukan program diet dnn pola makan pasien. 5. Kolaborasi medis berikan larutan glukosa lakukan pemeriksaan gula darah 3. Resti Perubahan senson perseptial b.d perubahan kimia endogen, ketidak seimbangan glukosa/insulin/elektrolit KH : - Mempertahankan tingkat mental - Mengenali dan mengkompensasi adanya kerusakan sensori Intervensi : 1. Pantau TTV 2. Jadwalkan intervensi keperawatan agar tidak mengganggu waktu istirahat pasien. 3. Evaluasi lapang pandang, penglihatan sesuai dengan indikasi. 4. Selidiki adanya keluhan. parastesia, nyeri 5. Bantu pasien dalam ambulasi/perubahan posisi 6. Kolaborasi media 4. Resti infeksi b.d kadar glukosa tinggi, penurunan fungsi leukosit KH : - Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko infeksi. - Mendemonstrasikan tekhnik perubahan gaya hidup untuk mencegah terjadinya infeksi

Intervensi : 1. Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan 2. Tingkatkan upaya pencegahan dengan melakukan cuci tangan yang baik. 3. Observasi perawatan kulit. 4. Bantu perubahan posisi pasien. 5. Anjurkan pasien untuk makan dan minum adekuat 5. Potensial terhadap cidera b.d kekacauan mental, kejang. KH : - Pasien tidak memperlihatkan tanda cidera. - Tetap sadar dan berorientasi terhadap waktu, tempat dan orang. Intervensi : 1. Kaji adanya kekurangan status neurologis/sensoris 2. Pertahankan tempat tidur dalarn posisi rendah dengan pagar tempat tidur di beri bantalan. 3. Singkirkan semua benda-benda yang dapat membahayakan dari lingkungan pasien. 4. Waspadalah bahwa penglihatan pasien mungkin terganggu, bantu saat makan, personal hyegiene dan ambulasi sesuai kebutuhan. 5. Instruksikan pasien untuk memanggil bantuan sebelum turun dari tempat tidur. (Doenges, 2000 : 729)

DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC. Mansjoer, Arief. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I. Jakarta : FKUI. Marrylin. E. Doenges. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai