Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN INDIVIDU TUTORIAL BLOK XII RESPIRASI SKENARIO 1

PENATALAKSANAAN DAN PENCEGAHAN KOMPLIKASI PASIEN SESAK NAFAS

DISUSUN OLEH :

Nama Nim Kelompok Nama tutor

: Fenda Adita : G0007072 : 15 : Drs. Sarsono, M. Si

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET 2008

BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Penyakit dan gangguan saluran napas masih merupakan masalah terbesar di Indonesia pada saat ini. Infeksi merupakan penyebab tersering. Kemajuan dalam bidang diagnostik dan pengobatan menyebabkan turunnya insidens penyakit saluran napas akibat infeksi. Di lain pihak kemajuan dalam bidang industri dan transportasi menimbulkan masalah baru dalam bidang kesehatan yaitu polusi udara. Bertambahnya umur rata-rata penduduk, banyaknya jumlah penduduk yang merokok serta adanya polusi udara meningkatkan jumlah penderita batuk non infeksi. Batuk pada dasarnya merupakan salah satu upaya pertahanan tubuh yang alamiah untuk membuang sekret trakeobronkial yang berlebihan ataupun benda asing yang masuk ke saluran pernafasan. Batuk menjadi patologik bila berlanjut berkepanjangan dan sudah dirasakan sebagai suatu gangguan. Dalam hal ini batuk merupakan manifestasi utama dan kelainan saluran napas disamping lainnya seperti sesak nafas, pilek, dan lain-lain. Pada skenario 1 terdapat seorang perempuan 20 tahun merasakan batuk yang tidak berkurang sejak 3 hari yang lalu. Sejak tadi pagi, batuk mulai berdahak, sering mendadak sesak napas, dan mengalami demam. Sebelumnya penderita membersihkan rak buku yang penuh dengan debu. Dari riwayat keluarga didapatkan bahwa kakak penderita menderita penyakit paru kronik yang pada rontgen thoraxnya menunjukkan gambaran honeycomb appeareance dengan tidak ada gejala wheezing. Namun pada pemeriksaan auskultasi pada penderita didapatkan wheezing yang jelas. Dokter tersebut memberi 2 macam obat yang berbeda fungsinya pada penderita tersebut. Dari skenario diatas, banyak masalah yang dapat ditemukan dan dapat diklarifikasikan. Dalam mengetahui penyebab masalah dan penyelesaiannya harus diketahui terlebih dahulu fisiologi sistem respirasi dalam tubuh dan hubungannya dengan proses homeostasis sehingga mempermudah memecahkan berbagai pertanyaan yang mungin timbul dari kasus tersebut. B. PERUMUSAN MASALAH Masalah yang ditemui dengan adanya penyakit ini adalah 1. 2. 3. Bagaimana anatomi, fisiologi, histologi sistem pernapasan? Bagaimana patofisiologi gejala-gejala yang terjadi pada penderita? Bagaimana cara penegakan diagnosis pada kasus ini?

4. 5. 6. 7. 8. Medik pada kasus ini? C. TUJUAN

Bagaimana penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada kasus ini? Bagaimanakah prognosis pada kasus ini? Bagaimana interpretasi hasil laboratorium pasien? Bagaimana penatalaksanaan yang tepat untuk penyekit pasien? Bagaimana prognosis penyakit pasien? Apakah peran Rehabilitasi

Tujuan penulisan laporan ini agar mahasiswa mampu 1. 2. 3. 4. Mengetahui dan menjelaskan fisiologis dan anatomis sistem respirasi. Mengetahui penyakit, klasifikasi dan patofisiologi dari asma. Mengetahui penatalaksanaan dan komplikasi pada asma. Mengetahui penatalaksanaan terbaik dengan memperhatikan stadium

yang diderita pasien saat ini. D. HIPOTESIS Seorang perempuan 20 tahun didiagnosis menderita asma sesuai dengan gejalagejala yang dikeluhkan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. ANATOMI SISTEM PERNAPASAN Sistem pernafasan pada dasarnya dibentuk oleh jalan atau saluran nafas dan paruparu beserta pembungkusnya (pleura) dan rongga dada yang melindunginya. Di dalam rongga dada terdapat juga jantung di dalamnya. Rongga dada dipisahkan dengan rongga perut oleh diafragma. Saluran nafas yang dilalui udara adalah hidung, faring, laring, trakea, bronkus, bronkiolus dan alveoli. Di dalamnya terdapat suatu sistem yang sedemikian rupa dapat menghangatkan udara sebelum sampai ke alveoli. Terdapat juga suatu sistem pertahanan yang memungkinkan kotoran atau benda asing yang masuk dapat dikeluarkan baik melalui batuk ataupun bersin. Paru-paru dibungkus oleh pleura. Pleura ada yang menempel langsung ke paru, disebut sebagai pleura visceral. Sedangkan pleura parietal menempel pada dinding rongga dada dalam. Diantara pleura visceral dan pleura parietal terdapat cairan pleura yang berfungsi sebagai pelumas sehingga memungkinkan pergerakan dan pengembangan paru secara bebas

tanpa ada gesekan dengan dinding dada. Rongga dada diperkuat oleh tulang-tulang yang membentuk rangka dada. Rangka dada ini terdiri dari costae (iga-iga), sternum (tulang dada) tempat sebagian iga-iga menempel di depan, dan vertebra torakal (tulang belakang) tempat menempelnya iga-iga di bagian belakang. Terdapat otot-otot yang menempel pada rangka dada yang berfungsi penting sebagai otot pernafasan. Otot-otot yang berfungsi dalam bernafas adalah sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. 5. 6. interkostalis eksterrnus (antar iga luar) yang mengangkat masing-masing iga. sternokleidomastoid yang mengangkat sternum (tulang dada). skalenus yang mengangkat 2 iga teratas. interkostalis internus (antar iga dalam) yang menurunkan iga-iga. otot perut yang menarik iga ke bawah sekaligus membuat isi perut mendorong diafragma ke atas. otot dalam diafragma yang dapat menurunkan diafragma. Percabangan saluran nafas dimulai dari trakea yang bercabang menjadi bronkus kanan dan kiri. Masing-masing bronkus terus bercabang sampai dengan 20-25 kali sebelum sampai ke alveoli. Sampai dengan percabangan bronkus terakhir sebelum bronkiolus, bronkus dilapisi oleh cincin tulang rawan untuk menjaga agar saluran nafas tidak kolaps atau kempis sehingga aliran udara lancar. Bagian terakhir dari perjalanan udara adalah di alveoli. Di sini terjadi pertukaran oksigen dan karbondioksida dari pembuluh darah kapiler dengan udara. Terdapat sekitar 300 juta alveoli di kedua paru dengan diameter masing-masing rata-rata 0,2 milimeter. (hw) B. FISIOLOGI PARU Paru merupakan organ respirasi yang berfungsi menyediakan O2 dan mengeluarkan CO2. Selain itu paru juga membantu fungsi nonrespirasi, yaitu: Pembuangan air dan eliminasi panas Membantu venus return Keseimbangan asam basa Vokalisasi Penghidu 1. Respirasi Terdapat dua jenis respirasi, yaitu:

a. Respirasi internal (seluler), merupakan proses metabolisme intraseluler, menggunakan O2 dan memproduksi CO2 dalam rangka membentuk energi dari nutrien b. Respirasi eksternal, merupakan serangkaian proses yang melibatkan pertukaran O2 dan CO2 antara lingkungan luar dan sel tubuh. Tahap respirasi ekstrenal: Pertukaran udara atmosfir dan alveoli dengan mekanisme ventilasi Pertukaran O2 dan CO2 alveoli dan kapiler pulmonal melalui mekanisme difusi O2 dan CO2 ditranspor oleh darah dari paru ke jaringan Pertukaran O2 dan CO2 antara jaringan dan darah dengan proses difusi melintasi kapiler sistemik Tahap a & b oleh sistem respirasi, sedangkan tahap c & d oleh sistem sirkulasi 2. Ventilasi paru Gerakan nafas dengan 2 cara: a. Turun-naik diafragma yang merubah diameter superoinferior rongga toraks inspirasi: kontraksi diafragma ekspirasi: relaksasi diafragma

b. Depresi-elevasi iga, merubah diameter anteroposterior rongga toraks inspirasi: elevasi iga ekspirasi: depresi iga 3. Difusi paru Faktor yang mempengaruhi kecepatan difusi gas pada membran respirasi: a. b. c. d. Tebal membran Luas permukaan membran Koefisien difusi gas Perbedaan tekanan pada kedua sisi membran Pada radang jaringan paru dapat terjadi penurunan kapasitas difusi paru karena penebalan membran alveoli dan berkurangnya jumlah jaringan paru yang dapat berfungsi pada proses difusi gas 4. Transportasi gas a. Transpor O2 dalam darah. 97% O2 ditranspor dalam bentuk HbO2, 3% terlarut dalam cairan plasma dan sel. Rata-rata Hb dalam 100 ml darah dapat berikatan dengan 20 ml O2. 5 ml O2 dilepaskan ke jaringan oleh 100 ml darah.

b. CO2 ditranspor dalam bentuk terlarut dalam darah 7 %, ion bikarbonat 70%, gabungan CO2, Hb, dan protein plasma 20 %. 5. Hipoksia a. Oksigenasi paru tidak memadai karena keadaan ekstrinsik kurangnya O2 dalam udara atmosfer hipoventilasi (gangguan saraf otot) b. Penyakit paru Peningkatan tahanan saluran nafas atau penurunan compliance Rasio ventilasi perfusi abnormal Berkurangnya difusi membran pernafasan

c. Pintas jantung dari kanan ke kiri d. Transpor O2 ke jaringan tidak memadai Anemia Penurunan sirkulasi umum Penurunan sirkulasi lokal (perifer, cerebral, jantung) Edema jaringan Keracunan enzim sel Penurunan kapasitas metabolik sel

e. Rendahnya kemampuan jaringan menggunakan O2 6. Rasio ventilasi perfusi VA (ventilasi alveolus), Q (aliran darah) 1. 2. 3. 4. 5. Rasio ventilasi perfusi normal (VA dan Q normal) VA/Q nol => VA nol tapi masih ada perfusi (Q) VA/Q tak terhingga => VA adekuat tapi Q nol VA/Q di bawah normal =>ventilasi tidak cukup VA/Q di atas normal => ventilasi besar tapi aliran darah alveolus rendah

Abnormalitas rasio ventilasi perfusi pada paru normal a. Apeks paru pada posisi tegak => VA/Q 2,5 ideal, karena aliran darah lebih sedikit (ruang rugi fisiologik), tapi pada saat kerja aliran darah ke apeks paru meningkat sehingga ruang rugi fisiologik berkurang

b. Di dasar paru => VA/Q 0,6 ideal, karena ventilasi sangat kecil dibanding aliran darah sehingga sebagian darah tidak teroksigenasi Abnormalitas VA/Q pada penyakit paru obstruksi kronik pada perokok kronik terjadi abnormalitas VA/Q karena: a. Sebagian bronkiolus tersumbat sehingga alveoli tidak terventilasi b. Dinding alveolus rusak, aliran darah tidak adekuat sehingga ruang rugi fisiologik meningkat C. ASMA BRONKIAL 1. Definisi Asma merupakan penyakit saluran nafas yang ditandai oleh peningkatan daya responsif percabangan trakeobronkial terhadap pelbagai jenis stimulus. Penyakit asma mempunyai manifestasi fisiologis berbentuk penyempitan yang meluas pada saluran udara pernafasan yang dapat sembuh spontan atau sembuh dengan terapi dan secara klinis ditandai oleh serangan mendadak dispnea, batuk, serta mengi. Penyakit ini brsifat episodik dengan eksaserbasi akut yang diselingi oleh periode tanpa gejala. 2. Etiologi Asma alergik seringkali disertai dengan riwayat pribadi atau keluarga mengenai penyakit alergi (rinitis, urtikaria, dan ekzema), reaksi kulit wheal and flare yang positif terhadap penyuntikan intradermal ekstrak antigen yang terbawa udara, peningkatan kadar IgE dalam serum, dan respon yang positif terhadap tes provokasi yang meliputi inhalasi antigen spesifik.1 Idiosinkrasi adalah keadaan dimana satu bagian populasi pasien asma akan memperlihatkan riwayat alergi pribadi maupun keluarga yang negatif, uji kulit yang negatif dan kadar serum IgE yang normal yang oleh sebab itu tidak dapat diklasifikasikan berdasarkan imunologi yang sudah jelas. Pada kelompok ini banyak pasien akan menderita kompleks gejala yang khusus berdasarkan gangguan saluran napas bagian atas. 3. Manifestasi klinis Keluhan utama penderita asma adalah sesak napas mendadak disertai inspirasi yang lebih pendek dibandingkan dengan fase ekspirasi dan diikuti oleh bunyi mengi (wheezing), batuk yang disertai serangan sesak napas yang kumat-kumatan. Pada beberapa penderita asma keluhan tersebut dapat ringan, sedang atau berat dan sesak napas

penderita timbul mendadak, dirasakan makin lama makin meningkat atau tiba-tiba menjadi berat. Hal ini sering terjadi terutama pada penderita dengan rhinitis alergika aty radang saluran napas bagian atas. Sedangkan pada sebagian besar penderita keluhan utama ialah sukar bernapas disertai rasa tidak enak di daerah retrosternal. Gejala-gejala klinis pada asma yang gawat dapat dibagi atas; gejala traktus respiratorius, gejala kardiovaskular, gejala serebral, dan gejala gangguan keseimbangan asam basa.2 4. Faktor risiko ekseserbasi asma Alergen Infeksi saluran napas Exercise dan hiperventilasi Cuaca Sulfur dioksida Makanan, bumbu, obat-obatan 5. Diagnosis banding Diagnosis banding yang perlu dipikirkan adalah; asma kardial, bronchitis akut ataupun yang menahun, bronkiektasis, infeksi paru, penyakit granuloma, farmer's lung disease, alergi bahan inhalan industri, tumor trakeo-bronkial, aneurisma aorta, dan hernia diafragmatika atau esophagus.3 6. Diagnosis Anamnesis, seputar gejala-gejala yang mengarah ke asma. Pemeriksaan fisik Pada pemeriksaan fisik, mungkin sering dijumpai penyulit yang sering menyertai asma misalnya pneumonia, pneumotoraks, pleuritis, payah jantung dan emboli paru. Pemeriksaan penunjang - Darah rutin Eosinofilia - Sputum - Serum - Uji kulit - Pemeriksaan spirometri (VEP1 dan VEP1/KVP) - Uji bronkodilator eosinofil, spiral Curschmann dan kristal Charcot-leyden IgE spesifik

- Uji provokasi bronkus 7. Penatalaksanaan Prosedur yang dilakukan untuk mengatasi kegawatan dalam asma dibagi menjadi tindakan yang dilakukan dan monitoring. a. Tindakan yang dilakukan antara lain; pemberian oksigen, pemberian bronkodilator, nilai analisis gas yang meliputi PaO2, PaCO2, pH, standar bikarbonat, dan base excess (dengan astrup), kortikesteroid, bila pengeluaran cairan tinggi atau terjadi dehedrasi, maka dapat dikontrol dengan pemberian cairan. b. Monitoring meliputi; monitoring kardiovaskular yang meliputi nadi, tekanan darah, elektrokardiografi, dan monitoring jantung, monitoring respirasi yang meliputi tidal volume, derajat obstruksi, dan FEV1/FVC, nilai analisis gas yang meliputi PaO2, PaCO2, pH, standar bikarbonat, dan base excess. Bila mengarah kepada kegagalan pernafasan, maka analisis gas darah dilakukan setiap 30-60 menit. Bila PaO2 tetap rendah dan menunjukkan kegagalan pernafasan maka perlu dipertimbangkan untuk dilakukan pemasangan intubasi untuk pemakaian respirator. Biasanya memerlukan sedatif yang ringan yang ditunjukkan kepada 3 hal Sebagai muscle relaxan untuk pemasangan intubasi Untuk mengatasi perasaan cemas dari pasien Mengatasi efek perlawanan dari intubasi.), sirkulasi serebral, input dan

output cairan tubuh dan elektrolit digunakan untuk menilai dehedrasi. Terapi yang dilakukan ini ditujukan kepada; pada bagian jalan pernafasan/dead space yang meliputi mengatasi bronkospasmae, melakukan lung toilet, dan mencegah terjadinya edema paru sehingga memperbaiki respirasi. Untuk memperbaiki respirasi dapat digunakan IPPB. Beberapa laporan menunjukkan bahwa IPPB menyebabkan terjadinya komplikasi sebagai berikut; menyebabkan berkurangnya venous return dan turunnya cardiac output, terjadinya komplikasi berupa pneumotoraks atau pneumomediastinum, sehingga kedua keadaan di atas.

BAB III DISKUSI DAN PEMBAHASAN


Pada kasus ini, seorang wanita 20 tahun mengalami batuk yang tidak berkurang sejak 3 hari yang lalu. Mula-mula batuk tidak disertai dahak, kemudian berlanjut hingga berdahak san sesak napas. Penderita juga mengalami demam. Sebelumnya penderita membersihkan rak buku yang penuh dengan debu. Dari riwayat keluarga, didapatkan kakaknya menderita penyakit paru kronik dengan gambaran honeycomb pada foto rontgen thoraxnya, namun tidak ditemukan adanya wheezing. Sedangkan pada pemeriksaan auskultasi penderita didapatkan wheezing yang jelas. Dokter memberi 2 macam obat yang berbeda fungsinya. Refleks batuk merupakan refleks normal yang berfungsi untuk melindungi paru-paru dari aspirasi. Trakea, laring, karina dan bronkus yang merupakan bagian dari sistem pernapasan sensitif terhadap sentuhan halus, sedang bronkiolus terminalis dan alveolus sensitif terhadap bahan kimia yang korosif seperti sulfur oksida dan klorin. Oleh karena itu, benda asing dalam jumlah berapa pun atau penyebab iritasi lainnya akan menimbulkan refleks batuk. Refleks batuk terdiri dari 5 komponen utama; yaitu reseptor batuk, serabut saraf aferen, pusat batuk, susunan saraf eferen dan efektor. Reseptor batuk ini berupa serabut saraf non mielin halus yang terletak baik di dalam maupun di luar rongga toraks. Yang terletak di dalam rongga toraks antara lain terdapat di laring, trakea, bronkus dan di pleura. Jumlah reseptor akan semakin berkurang pada cabang-cabang bronkus yang kecil, dan sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, sejumlah besar reseptor didapat di laring, trakea, karina dan daerah percabangan bronkus. Reseptor bahkan juga ditemui di saluran telinga lambung, hilus, sinus paranasalis, perikardial dan diafragma. Serabut aferen terpenting ada pada cabang nervus Vagus, yang mengalirkan rangsang dari laring, trakea, bronkus, pleura, lambung dan juga rangsang dari telinga melalui cabang Arnold dari n. Vagus. Nervus trigeminus menyalurkan rangsang dari sinus paranasalis, nervus glosofaringeus menyalurkan rangsang dari faring dan nervus frenikus menyalurkan rangsang dari perikardium dan diafragma Oleh serabut aferen rangsang ini dibawa ke pusat batuk yang terletak di medula, di dekat pusat pemapasan dan pusat muntah. Kemudian dari sini oleh serabut-serabut eferen n. Vagus, n. Frenikus, n. Interkostal dan lumbal, n. Trigeminus, n. Fasialis, n. Hipoglosus dan lain-lain menuju

ke efektor. Efektor ini terdiri dari otot-otot laring, trakea, bronkus, diafragma, otot-otot interkostal dan lain-lain. Di daerah efektor inilah mekanisme batuk kemudian terjadi. Pada dasarnya mekanisme batuk dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu fase inspirasi, fase kompresi dan fase ekspirasi. Batuk biasanya bermula dari inhalasi sejumlah udara, kemudian glotis akan menutup dan tekanan di dalam paru akan meningkat yang akhirnya diikuti dengan pembukaan glotis secara tiba-tiba dan ekspirasi sejumlah udara dalam kecepatan tertentu Fase inspirasi dimulai dengan inspirasi singkat dan cepat dari sejumlah besar udara, pada saat ini glotis secara refleks sudah terbuka. Volume udara yang diinspirasi 200- 3500 ml di atas kapasitas residu fungsional. Ada dua manfaat utama dihisapnya sejumlah besar volume ini. Pertama, volume yang besar akan memperkuat fase ekspirasi nantinya dan dapat menghasilkan ekspirasi yang lebih cepat dan lebih kuat. Manfaat kedua, volume yang besar akan memperkecil rongga udara yang tertutup sehingga pengeluaran sekret akan lebih mudah Setelah udara di inspirasi, maka mulailah fase kompresi dimana glotis akan tertutup selama 0,2 detik. Pada masa ini, tekanan di paru dan abdomen akan meningkat sampai 50-100 mmHg. Tertutupnya glotis merupakan ciri khas batuk, yang membedakannya dengan manuver ekspirasi paksa lain karena akan menghasilkan tenaga yang berbeda. Tekanan yang didapatkan bila glotis tertutup adalah 10-100% lebih besar daripada cara ekspirasi paksa yang lain. Di pihak lain, batuk juga dapat terjadi tanpa penutupan glotis. Kemudian, secara aktif glotis akan terbuka dan berlangsunglah fase ekspirasi. Hal yang penting ialah adannya penekanan kuat paru yang menyebabkan bronkus dan trakea menjadi kolaps sehingga bagian yang tidak berkartilago ini berinvaginasi ke dalam, akibatnya udara yang meledak tersebut benar-benar mengalir melalui celah-celah bronkus dan trakea. Udara akan keluar membawa benda asing yang masuk dan menggetarkan jaringan saluran napas serta udara yang ada sehingga menimbulkan suara batuk yang kita kenal. Perubahan batuk menjadi batuk berdahak pada penderita mungkin disebabkan karena adanya debu yang merangsang membran mukosa. Secara normal membran mukosa ini melapisi seluruh permukaan saluran napas, dari bronkus sampai bronkiolus terminalis, yang menjaga kelembapan saluran pernapasan. Orang dewasa normal menghasilkan mukus 100 ml/hari yang disekresikan oleh sel goblet dalam epitel saluran pernapasan dan sebagian kecil oleh kelenjar submukosa yang kecil. Selain untuk menjaga kelembapan permukaan, mukus juga menangkap partikel-partikel kecil dari udara inspirasi dan menahannya agar tidak terus berlanjut ke alveoli. Pada skenario ini, kemungkinan partikel-partikel kecil masuk ke dalam saluran pernapasan saat penderita membersihkan rak buku yang penuh debu. Kemudian mukus yang telah menangkap partikel-partikel kecil tadi akan diangkut menuju faring dengan gerakan pembersihan normal silia yang melapisi saluran pernapasan. Mekanisme pengangkutan menuju faring dapat dijelaskan

sebagai berikut. Silia akan terus menerus memukul dan arah kekuatan memukulnya selalu mengarah ke faring. Dengan demikian, silia dalam paru memukul ke arah atas, sedangkan dalam hidung memukul ke arah bawah. Pukulan yang terus-menerus menyebabkan mukus ini mengalir dengan lambat ke arah faring. Namun jika mukus berlebihan, proses pembersihan menjadi tidak efektif, sehingga akhirnya mukus tertimbun. Bila hal ini terjadi, membran mukosa akan terangsang dan mukus dibatukkan keluar sebagai sputum. Salah satu masalah paling penting pada seluruh bagian saluran pernapasan adalah memelihara supaya saluran tetap terbuka agar dapat keluar atau masuk alveoli dengan mudah. Untuk mempertahankan trakea agar tidak kolaps, terdapat cincin katilagomultipel pada kira-kira lima perenam panjang trakea. Pada dinding bronkus, terdapat lebih sedikitkartilago yang juga mempertahankan rigiditas agar timbul gerakan paru untuk mengembang dan mengempis. Kartilago ini secara progesif semakin sedikit pada generasi akhir bronkus dan tidak dijumpai lagi dalam bronkiolus. Bronkiolus tidak dapat mencegah keadaan kolaps dengan rigiditas dindingnya. Dalam keadaan sakit, bronkiolus memainkan peranan yang besar dalam menentukan pertahanan aliran udara karena ukurannya yang kecil maka akan lebih mudah tersumbat dan karena dindingnya memiliki otot polos dengan persentase yang cukup besar maka akan lebih mudah berkontriksi. Sesak napas yang terjadi pada penderita mungkin disebabkan karena inhalasi debu dari rak buku sehingga menyebabkan iritasi pada membran epitel saluran pernapasan. Iritasi ini akan mengaktivasi serat saraf simpatis yang berasal dari nervus vagus. Serat-serat ini menyekresikan asetilkolin dan akan menyebabkan kontriksi ringan sampai sedang pada bronkiolus. Selain itu, debu yang terinhalasi tadi, pada beberapa orang dapat menimbulkan reaksi alergi. Selama reaksi alergi, sel mast akan akan melepaskan histamin dan substansi anafilaksis yang bereaksi lambat sehingga akan menyebabkan spasme bronkiolus. Dengan adanya kontriksi dan spasme pada bronkiolus ini maka akan terjadi obstruksi saluran pernapasan sehingga akan terjadi kesusahan saat ekspirasi. Sedangkan wheezing adalah gejala yang menyertai sesak napas. Wheezing terjadi akibat disfungsi ventilasi yaitu ketidakmampuan dalam mencapai angka aliran udara normal selama pernapasan. Hal tersebut dikarenakan saluran udara yang menyempit tidak dapat dialiri dan dikosongkan secara cepat (percabangan trakeobronchial melebar dan memanjang saat inspirasi, tetapi sulit untuk memaksakan udara keluar dari bronkiolus yang sempit tadi) sehingga udara terperangkap pada bagian distal tempat penyumbatan serta tidak terjadi aerasi paru dan hilangnya ruang penyesuaian normal antara ventilasi dan aliran darah paru. Arus udara akan mengalami turbulensi dan terjadi getaran mukus bronkus sehingga terjadi wheezing saat ekspirasi. Pada riwayat keluarga penderita didapatkan bahwa kakaknya menderita penyakit paru kronik yang pada rontgen thoraxnya menunjukkan gambaran honeycomb appereance tetapi tidak ditemukan wheezing. Gambaran honeycomb appereance merupakan tahap akhir yang terlihat pada

paru yang disebabkan kerusakan pembuluh darah paru dan alveoli. Mekanismenya dimulai ketika serangan bakteri virus, fungus, protozoa sel ganas, maupun inhalasi debu dan asap menyebabkan infeksi yang berlanjut pada peradangan hingga kerusakan endotel kapiler alveolus. Kerusakan endotel kapiler alveolus ini kemudian dapat menyebabkan edema pada interstisial, dinding alveolus, dan intraalveolar. Jika kerusakan tersebut ringan, maka akan terjadi pemulihan arsitektuk normal. Namun jika faktor penyebabnya tetap ada, terjadi interaksi sel yang melibatkan limfosit, makrofag, neutrofil, dan sel epitel alveolus yang menyebabkan proliferasi fibroblas dan fibrosis interstisium progresif. Jaringan fibrosis yang berlebihan akan terbentuk sebagai gejala sisa dan mngakibatkan berkurangnya keregangan paru dan terhambatnya difusi gas. Jika fibrosis semakin meluas maka elastisitas paru, kapasitas total paru, dan volume residu akan berkurang. Gambaran honeycomb menunjukkan adanya jaringan ikat paru dalam jumlah berlebihan yang merupakan kelanjutan suatu proses penyakit, yang dalam skenario ini kakak penderita menderita penyakit paru kronis, sehingga menimbulkan suatu peradangan atau nekrosis.

BAB IV SIMPULAN
SIMPULAN DAN SARAN 1. Refleks batuk merupakan refleks normal yang berfungsi untuk melindungi paru-paru dari aspirasi. 2. Perubahan batuk menjadi batuk berdahak pada penderita mungkin disebabkan karena adanya debu yang merangsang membran mukosa. 3. Pada skenario ini, kemungkinan partikel-partikel kecil masuk ke dalam saluran pernapasan saat penderita membersihkan rak buku yang penuh debu. Kemudian mukus yang telah menangkap partikel-partikel kecil tadi akan diangkut menuju faring dengan gerakan pembersihan normal silia yang melapisi saluran pernapasan. 4. Sesak napas yang terjadi pada penderita mungkin disebabkan karena inhalasi debu dari rak buku sehingga menyebabkan iritasi pada membran epitel saluran pernapasan. Iritasi ini akan mengaktivasi serat saraf simpatis yang berasal dari nervus vagus. 5. Wheezing terjadi akibat disfungsi ventilasi yaitu ketidakmampuan dalam mencapai angka aliran udara normal selama pernapasan.

6. Gambaran honeycomb menunjukkan adanya jaringan ikat paru dalam jumlah berlebihan yang merupakan kelanjutan suatu proses penyakit, yang dalam skenario ini kakak penderita menderita penyakit paru kronis, sehingga menimbulkan suatu peradangan atau nekrosis.

REFERENSI : Dennis L. Kasper, et al. 2005. Harissons principle of manual medicine. San fransisco : Mc Graw Hill F Hartanto, Huriawati dkk. 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta: EGC Graber, Mark. 2006. Buku Saku Dokter Keluarga University Of Iowa. Jakarta : EGC Guyton, Arthur C dan John E Hall; alih bahasa Setiawan. 1997. Buku ajar Fisiologi kedoketeran, edisi ke-9. Jakarta : EGC Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. Jakarta : Media Aesculapius Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6. Jakarta : EGC.

Putz, R dan R. Pabst.2007.Atlas Anatomi Manusia Sobotta Kepala, Leher, Ekstremitas Atas Jilid I Edisi 22. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Robbins, S.L., Kumar, V. 1995. Buku Ajar Patologi II. ed 4, Terjemahan staf pengajar Lab PA FK Unair. Jakarta: EGC Sherwood, Lauralee.1996. Fisiologi Manusia. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai