Anda di halaman 1dari 9

Penatalaksanaan Penatalaksanaan untuk ITP Akut dan Kronik adalah sama.

Agen-agen yang digunakan antara lain preparat steroid, infus imunoglobulin dan anti-D. Terapi ITP lebih ditujukan untuk menjaga jumlah trombosit dalam kisaran aman sehingga mencegah terjadinya pendarahan mayor. Selain itu, terapi ITP didasarkan pada berapa banyak dan seberapa sering pasien mengalami pendarahan dan jumlah platelet. Terapi untuk anak-anak dan dewasa hampir sama. Kortikosteroid (ex: prednison) sering digunakan untuk terapi ITP. kortikosteroid meningkatkan jumlah platelet dalam darah dengan cara menurunkan aktivitas sistem imun. Imunoglobulin dan anti-Rh imunoglobulin D. Pasien yang mengalami pendarahan parah membutuhkan transfusi platelet dan dirawat dirumah sakit . 1. Steroid Biasanya steroid oral yang digunakan adalah Prednisolon. Kadang dapat digunakan puyla steroid intravena, tetapi jarang. Penggunaannya selama beberapa minggu dan akan dikurangi dosisnya secara bertahap. ITP akut memberi respon setelah penggunaan steroid selama 3-4 minggu. Sedangkan pada ITP kronik akan terjadi perbaikan pada terapi awal tetapi apabila dosis diturunkan maka jumlah trombosit kembali berkurang. Jika hal ini terjadi, maka akan diperlukan terapi alternatif atau bisa juga terapi steroid tetap dilakukan tetapi dengan dosis yang rendah untuk jangka waktu yang panjang. Sambil dilakukan monitoring densitas tulang agar tidak terjadi osteoporosis. Efek samping dari steroid sendiri antara lain: a. Pengaruh pada psikis, seperti elasi maupun depresi. b. Meningkatkan nafsu makan c. Menaikkan berat badan d. Bengkak pada wajah e. Meningkatkan gula darah f. Memperburuk hipertensi g. Gangguan pencernaan h. Bersifat imunosupresif sehingga meningkatkan resiko infeksi Penggunaan steroid yang lama juga dapat menyebabkan osteoporosis. 2. Imunoglobulin Imunoglobulin yang digunakan di sini ialah IgG dan diberikan secara intravena. Ia bersifat mencegah perpindahan trombosit sehinggah jumlahnya tidak akan berkurang. Pennggunaan IgG hanya memberi respon yang bersifar sementara, sehingga hanya bermakna bila dilakukan pada kasus ITP akut.

3. Antibodi Anti- D Pendekatan alternatif lain ialah dengan menggunakan anti-D, yang mengandung antibodi-antibodi terhadap kelompok protein darah rhesus D. Cara kerjanya sama seperti IgG, namun pada anti D penggunaannya satu kali injeksi dan dapat diulangi. Kebanyakan pusat kesehatan sekara memberikan anti D daripada IgG karena memberi hasil yang sama dan cara pemberiannya lebih mudah. 4. Terapi alternatif yang lain untuk ITP Antara lain adalah: a. Bentuk lain dari obat-obat imunosupresan seperti cyclophospamide, azathioprine, vincristine, danazol, cyclosprine A, dan mycophenolate. b. Dexamethasone dosis tinggi. Biasanya dengan dosis 40 mg/hari selama 4 hari, diulang setiap 28 hari untuk 6 siklus. Namun dalam beberapa kasus, ada pasien yang tidak respon terhadap dexamethasone. 5. Splenektomi Terutama pada ITP kronik. Dianjurkan bila tidak diperoleh hasil dengan pemberian imunosupresan selama 2-3 bulan.

Prognosis Respon terapi dapat mencapai 50%-70% dengan kortikosteroid,. Pasien ITP dewasa hanya sedikit yang mengalami remisi spontan. Penyebab kematian pada ITP biasanya disebabkan oleh pendarahan intrakranial yang berakibat fatal, sekitar 2,2% untuk usia lebih dari 40 tahun dan sampai 47,8% untuk usia lebih dari 60 tahun. Daftar Pustaka Harrison, Claire. 2006. Idiopatic Thrombocytopenia http://www.netdoctor.co.uk/diseases/facts/itp.htm Purpura (ITP).

PENDAHULUAN Purpura Trombositopenik Idiopatik (PTI) adalah suatu kelainan yang mempunyai ciri khas bcrupa : trombositopenia, jumlah megakariosit normal atau meningkat, dan tidak ditemui keadaan-keadaan yang mungkin merupakan pcnycbab seperti reaksi obat, infeksi aktif, DIC, splenomegali dan penyakitpenyakit jaringan ikat (1,2) Sejak Paul Gottlieb Werlhof melukiskan gambaran penyakit PTI ini dan menamakannya Morbus Maculous, penelitian mengenai penyebab yang spesifik masih terus berlanjut. Dalam tiga dekade terakhir ini telah dapat diketahui bahwa penyebabnya berkaitan erat dengan proses imun dalam tubuh(3,4), dan sekarang ini Purpura Trombositopenik Idiopatik telah suing disebut sebagai Purpura Trombositopenik Immun (5,6) Penyakit PTI mempunyai 2 bentuk, yang akut dan kronik. Bentuk akut lebih sering terjadi pada anak, dan biasanya pada usia 26 tahun, atau rata-rata di bawah 10 tahun (7,8). Perbandingan anak laki-laki dan anak perempuan adalah 1:1 (1,2). Kira-kira 80% bentuk akut mengalami remisi spontan setclah 46 minggu perjalanan penyakit. Beberapa kasus remisi dalam 6 bulan, dan sisanya setelah 612 bulan, bahkan ada yang berulang atau tidak pemah mengalami remisi sama sekali, sehingga menjadi kronik(4,9) Bentuk kronik lebih sering terjadi pada orang dewasa, sedangkan pada anak bisa merupakan lanjutan dari bentuk akut; ditemukan secara kebetulan berupa purpura dan epistaksis, umumnya ditemui pada usia lebih dari 10 tahun (2,8) Insidens penyakit ini belum dikctahui dan di Indonesia laporan mengenai PTI masih jarang sekali. Splenektomi masih mcrupakan cara pengobatan terpilih PTI kronik anak meskipun prosedur pclaksanaannya memerlukan banyak pertimbangan seperti adanya indikasi-kontra dan penyulit yang mungkin terjadi. Ternyata 15-20% penderita pasca splenektomi masih tetap dalam keadaan trombositopenia(1,2) Penelitian mengenai penyebab yang spesifik serta mekanisme terjadinya trombositopenia pada PTI masih belum berakhir, dan sekarang ini telah diperoleh satu cara pengobatan PTI kronik anak dengan mcnggunakan Immunoglobulin dosis tinggi (9,10,11) Penggunaan Immunoglobulin dosis tinggi telah merupakan suatu altematif lain di samping splenektomi. Dalam tulisan ini akan diuraikan bcberapa hal sehubungan

dengan splcncktomi dan pcnggunaan Immunoglobulin dosis tinggi pada penanganan PTI kronik anak. PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI

Trombositopenia pada PTI disebabkan terjadinya kerusakan yang berlebihan dari trombosit sedangkan pembentukannya normal atau meningkat(5,8) Kerusakan ini mungkin disebabkan oleh faktor yang heterogen, sampai saat ini belum diperoleh kesepakatan mengenai mekanismenya. Harrington (1951) menyimpulkan bahwa kerusakan trombosit disebabkan adanya Humoral antiplatelet factor di dalam tubuh (8), yang saat ini dikenal sebagai PAIgG atau Platelet Associated IgG (12,13,14) Court dan kawan-kawan telah membuktikan bahwa PAIgG meningkat pada PTI, sedangkan Lightsey dan kawan-kawan menemukan PAIgG lebih tinggi pada PTI akut dibanding bentuk kronik. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan mekanisme kerusakan trombosit pada bentuk akut dan kronik (5,8) PAIgG diproduksi oleh limpa dan sumsum tulang. Kenaikan produksi PAIgG adalah akibat adanya antigen spesifik terhadap trombosit dan megakariosit dalam tubuh. Pada bentuk akut antigen spesifik diduga bersumber dari infeksi virus yang terjadi 1-6 minggu sebelumnya. Antigen ini bersama PAIgG membentuk kompleks antigen-antibodi, dan selanjutnya melekat di permukaan trombosit. Perlekatan ini menyebabkan trombosit akan mengalami kerusakan akibat lisis atau penghancuran oleh sel-sel makrofag di RES yang terdapat di hati, limpa, sumsum tulang dan getah bening (8). Kerusakan yang demikian cepat dan jumlah yang besar menyebabkan terjadinya trombositopenia yang berat diikuti manifestasi perdarahan. Bentuk PTI kronik bisa merupakan kelanjutan dari bentuk akut. Pada bentuk kronik ini ternyata PAIgG tetap tinggi walaupun kompleks antigen-antibodi dikeluarkan dari tubuh, meskipun tidak setinggi pada bentuk akut. Keadaan demikian diduga berhubungan erat dengan konstitusi genetik yang spesifik dari sistim immunologik penderita, dimana peninggian PAIgG disebabkan adanya autoantigen pada membran trombosit atau oleh antigen spesifik yang melekat pada permukaan trombosit(14,15,16) Selain oleh konstitusi genetik spesifik, peninggian PAIgG bisa juga disebabkan oleh kelainan pada mekanisme immunologik sehingga pembentukan PAIgG terus berlanjut (8) DIAGNOSIS Umumnya pasien dibawa berobat dengan keluhan bercak-bercak perdarahan

pada kulit anggota gerak berupa petekia, ekimosis atau memar. Kadangkadang berupa epistaksis, dan perdarahan gusi atau saluran pencernaan dan saluran kemih. Pada bentuk akut biasanya didahului oleh infeksi virus 1-6 minggu sebelumnya (2,9) sedangkan pada bentuk kronik bisa merupakan lanjutan bentuk akut, atau ditemukan secara kebetulan sewaktu datang berobat dengan keluhan lain Pada pemeriksaan fisik umumnya si anak tak tampak sakit, kecuali adanya petekia atau perdarahan gusi. Organomegali umumnya tidak dijumpai. Pada pemeriksaan laboratorik, test Rumpel Leede (+), hitung trombosit sangat rendah, waktu perdarahan memanjang dan retraksi bekuan abnormal. Sedangkan hasil pemeriksaan punksi sumsum tulang memberi gambaran megakariosit normal atau bertambah. Secara klinis dapat dibagi dalam 3 tingkat Ringan Sedang Berat : : : ekimosis, purpura hanya petekia. epistaksis dan gross hematuria. berat, atau perdarahan retina. DAN PENYULIT

DIAGNOSIS

BANDING

Pemeriksaan punksi sumsum tulang merupakan pemeriksaan yang panting untuk membedakan dengan penyebab trombositopenia lain, seperti Anemia Aplastik, Leukemia Limfositik Akut, dan Purpura Trombositopenik Trombotik (1) Penyulit yang mungkin terjadi pada PTI kronik antara lain adalah perdarahan saluran cema, perdarahan saluran kemih, sindrom disfungsi serebral minimal, dan perdarahan kapiler intrakranial (1) PENATALAKSANAAN PTI KRONIK ANAK

Selama ini splenektomi masih merupakan cara terpilih dalam pencananganan PTI kronik. Saat ini telah dilaporkan oleh beberapa peneliti tentang manfaat penggunaan Immunoglobulin dosis tinggi pada PTI kronik anak. Apakah penggunaan immunoglobulin dosis tinggi pada PTI kronik dapat menggantikan tindakan splenektomi, atau hanya sekedar melengkapi kekurangan yang terdapat pada splenektomi; untuk menilainya berikut inidiuraikan kedua cara pengobatan tersebut. Splenektomi 1) Mekanisme kerja: Seperti telah diketahui, limpa merupakan salah satu organ pembentuk PAIgG, dan sebaliknya juga merupakan tempat

penghancuran PAIgG tersebut. Dengan diangkatnya limpa diharapkan pembentukan PAIgG berkurang, dan penghancuran PAIgG atau trombosit di limpa tidak ada lagi; akibatnya trombosit meningkat, dan permeabilitas kapiler mengalami perbaikan(1,2,8) 2) Indikasi: a) PTI kronik yang sedang dan berat (1,17) b) PTI kronik yang diobati secara konservatif ternyata gagal mencapai remisi setelah 6-12 bulan, atau mengalami relaps 23 kali dalam setahun, atau tidak memberi respons terhadap pengobatan konservatif (1,2,8) 3) Indikasi-kontra(2,8) : a. Penderita PTI kronik yang juga menderita penyakit akut atau berat lainnya. b. Penderita PTI kronik disertai penyakit jantung atau hal lain yang merupakan indikasi-kontra bagi setiap tindakan bedah. c. Usia kurang dari 2 tahun, sebab kemungkinan terjadinya infeksi berat atau sepsis sangat besar. Pasca splenektomi: Penilaian terhadap basil splenektomi menurut perbaikan klinis dan hitung trombosit dilakukan 6-8 minggu kemudian. Dan hasil yang diperoleh ternyata 80% mengalami remisi sempurna (8,9,17) b) Penyulit pasca splenektomi: Pada masa kurang dari 2 minggu berupa sepsis dan perdarahan, sedangkan lebih dari 2 minggu berupa penyakit infeksi berat(2,9) 4. Biaya splenektomi: tergantung pada keadaan setempat.

Immunoglobulin Preparat Immunoglobulin yang digunakan mengandung lebih dari 95% gamma-globulin dalam bentuk monomerik. Meskipun kesimpulan akhir mekanisme kerjanya belum terungkap, tetapi ada beberapa pendapat yang telah dikemukakan yaitu : 1. Melindungi permukaan trombosit, membungkusnya dengan Immunoglobulin non spesifik, sehingga PAIgG, antigen spesifik, ataupun antigen-antibodi tidak dapat melekat pada permukaan trombosit (11,18) 2. Menurunkan produksi PAIgG (10,11) 3. Memblokade Fc reseptor di RES (10,18) 4. Dapat mengatasi penekanan trombopoetik yang disebabkan oleh kortikosteroid apabila pengobatan konservatif sebelumnya telah menggunakan preparat ini (19,20)

Indikasi: 1. PTI kronik atau berulang pada anak (10,11) 2. PTI kronik dengan indikasi-kontra splenektomi. 3. Penderita PTI yang telah menjalani splenektomi, ataupun pengobatan konservatif dimana remisi sempuma tidak tercapai (18,21,22) 4. Sebagai persiapan pra bedah terutama bila sebelumnya didapati perdarahan berat. Dalam hal ini diberikan 3 minggu sebelum splenektomi dilaksanakan (11) 5. Dapat diberikan pada penderita berobat jalan (19) Di samping indikasi di atas ternyata Immunoglobulin ini juga bermanfaat pada kasus PTI akut dan Isoitnmune Neonatal Thrombo cytopenia (21,23) Indikasi-kontra: sampai saat ini belum diperoleh laporan tentang indikasikontra penggunaan Immunoglobulin. Pengamatan dan penilaian: Berdasarkan perbaikan klinis dan hitung trombosit yang dinilai secara berkala setiap 2-4 minggu. Hasil yang diperoleh tergantung pada respons penderita, biasanya remisi lengkap dicapai dalam 6-12 minggu (10,11,22) Selama pemberian Immunoglobulin efek samping yang bisa terjadi antara lain sakit kepala, vertigo, mual dan muntah (18) Keterangan tentang adanya penyulit pada pemberian Immunoglobulin belum diperoleh. Cara dan dosis pemberian: Pemberian I : 11,5 gram/KgBB/hari intravena, selama 1-4 jam, diberikan dalam 3-5 han berturut-turut. Ulangan : 1-1,5 gram/KgBB intravena, diberikan dengan interval 1-2 minggu (10,11,12) Sediaan Immunoglobulin yang telah digunakan antara lain : Gammabulin Immuno dan Endobulin (Vienna, Austria), Sandoglobulin (Basel, Swiss), Gammagard dan Gamimune (California, USA) (10,11,22) Biaya pengobatan: Bussel (1985) telah menghitung biaya yang diperlukan menurut harga di New York yaitu $ 50 untuk setiap 1 gram Immunoglobulin. Menimbang biaya yang masih tinggi ini para ahli sependapat untuk belum menganjurkan Immunoglobulin sebagai protokol rutin dalam menangani kasus PTI kronik anak (10,19) KEPUSTAKAAN

1. Wintrobe MM. Quantitative variations of platelets in diseases : Thrombocytopenia and thrombocytosis. In: Clinical Hematology, 7th ed. Philadelphia, Tokyo: Lea & Febiger, Igaku Shoin Ltd. 1974. pp. 1075-88. 2. Wyngaarden JB, Smith CH. Quantitative platelet disorders. In: Cecil. vol I, 16th ed. Philadelphia: WB Saunders Co. Igaku Shoin. 1982. pp. 981-8. 3. Hutchinson JH. Idiopathic thrombocytopenic purpura. In: Practical Pediatric Problems. 5th ed. Lloyd-Luke PG. Asian Economy Edition, 1984. pp. 474-5. 4. Krupp MA, Chatton MJ. Idiopathic thrombocytopenic purpura. In: Current Medical Diagnosis & Treatment. Maruzen Asian Ed. Singapore: Lange. Maruzen. 1984. pp. 140-1. 5. Court WS, Bozeman JM et al. Platelet surface-bound IgG in patients with immune and nonimmune thrombocytopenia. Blood. 1987; 69: 278. 6. Lightsey AL, Koenig HM, Mc Milian R, Stone JR. Platelet-associated immunoglobulin G in childhood idiopathic thrombocytopenic purpura. J Pediatri 1979; 94: 201. 7. Petersdorf RG, Adams RD et al. Idiopathic thrombocytopenic purpura. In: Harrison's Principles of Internal Medicine. 10th Ed. New York: McGraw's Hill International Book Co. 1983; pp. 1895-6. 8. Stuart MJ, McKenna R. Diseases of coagulation : The platelet and vasculature. In: Nathan DE, Oski FA (Eds). Hematology of infancy and childhood, 2nd Ed. Philadelphia: WB. Saunders 1981. pp. 1234-59. 9. Pearson HA. Diseases of blood : Purpura. In: Behrman RE, Vaughan VC. Nelson Textbook of Pediatrics, 12th Ed. Philadelphia: WB. Saunders Co. 1983; 102: 366. 10. Bussel JB, Schulman I, Hilgartner MW, Barundun S. Intravenous use of gammaglobulin in treatment of chronic immune thrombocytopenic purpura as a means to defer splenectomy. J Pediatr 1983; 10: 103. 11. Carrot RR, Noyes WD, Kitchens CS. High-dose intravenous immunoglobulin therapy in patients with immune thrombocytopenic purpura. JAMA 1983; 249: 1748. 12. Blumberg N, Masel D, Stoler M. Disparities in estimates of IgG bound to normal platelets. Blood 1986; 67: 200. 13. Cheung N-KV, Hilgartner MW, Schulman I, McFall P, Glader BE. Platelet associated immunoglobulin G in childhood idiopathic thrombocytopenic purpura. J Pediatr 1983; 102: 366. 14. Nai Kong VC, Hilgartner MW et al. Platelet associated Immunoglobulin G in childhood idiopathic thrombocytopenic purpura. J Pediatr 1983; 102: 366. 15. McIntosh S, Johnson C et al. Immunoregulatory abnormalities in children with thrombocytopenic purpura. J Pediatr 1981; 99: 525. 16. Ware Russel, Kinney TR, Rosso W. Platelet antibody in prolonged remission of childhood idiopathic thrombocytopenic purpura. J Pediatr 1985;

17. 107: 908. 18. MacPherson AIS, Richmod J. Planned splenectomy in treatment of idiopathic thrombocytopenia purpura. Br Med J 1975; 1:64. 19. Imbach P, Berchtold W et al. Intravenous immunoglobulin versus oral corticosteroids in acute immune thrombocytopenic purpura in childhood. 20. Lancet 1985; 31: 464. 21. Buchanan GR. Childhood acute idiopathic thrombocytopenic purpura: How many test and how much treatment required. J Pediatr 1985; 106: 6. 22. Engelhard D, Waner JL, Kapoor N, Good RA. Effect of intravenous immunoglobulin on natural killer cell activity : Possible association with 23. autoimmuneneutropenia and idiopathic thrombocytopenia. JPediatr 1986; 108: 24. Bussel JB, Gioldman A, Imbach P, Schulman I, Hilgartner MW. Treatment of acute idiopathic thrombocytopenic of childhood with intravenous in25. fusions of gammaglobulin. J Pediatr 1985; 106: 886. 26. Fehr J, Hofman V, Kappeler U. Transient reversal of thrombocytopenia in idiopathic thrombocytopenic purpura by high-dose intravenous gammaglo27. bulin. N Engl J Med 1982; 306: 1254. 28. Chirico G, Duse M, Ugazio A, Rondin G. High-dose intravenous gammaglobulin therapy for passive immune thrombocytopenia in the neonate. http://astrosit.blogspot.com/2011/02/purpura-trombositopenia-idiopatik.html

Anda mungkin juga menyukai