Anda di halaman 1dari 23

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR BAB I LATAR BELAKANG MASALAH BAB II LANDASAN TEORI I. II. DUKUN BERANAK FAKTOR PENYEBAB MASYARAKAT MEMILIH DUKUN BERANAK III. IV. PERILAKU SEHAT MASALAH

2 3

8 10 14

BAB III ANALISIS DAN RANCANGAN INTERVENSI I. II. ANALISIS KASUS RANCANGAN INTERVENSI 16 19 22 14 23

BAB IV KESIMPULAN BAGAN THEORY OF PLANNED BEHAVIOR DAFTAR PUSTAKA

KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah yang telah dilimpakan kepada kita semua. Sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Psikologi Kesehatan dengan tema Pemilihan Penolong Persalinan, dengan tepat waktu. Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya dengan ketulusan hati kepada : Ibu Dewi Retno Suminar selaku dosen mata kuliah Psikologi Kesehatan, yang telah memberi bimbingan dan arahan selama perkuliahan dan dalam penyelesaian tugas ini. Semoga Allah SWT, membalas segala amal ibadah pada semua pihak yang telah memberi bantuan dan dukungannya. Dalam menyelesaikan tugas ini penulis berusaha seoptimal mungkin untuk menyusun yang terbaik. Namun demikian penulis menyadari penyusunan tugas ini masih banyak kekurangan. Penulis berharap tulisan ini memberikan manfaat bagi penulis sendiri dan teman-teman se angkatan.

Surabaya, 22 Juni 2011

Penulis

BAB I LATAR BELAKANG MASALAH

Permasalahan kesehatan di Indonesia masih sangat banyak yang harus dihadapi. Salah satu permasalahan yang masih menjadi perhatian utama bagi dunia kesehatan adalah kesehatan ibu. Terutama kasus persalinan ibu yang sampai saat ini masih menggunakan jasa dukun beranak. Pemanfaatan dukun beranak dipandang menjadi salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya kematian ibu di Indonesia. Sedangkan kita bersama ketahui bahwa tingkat kematian ibu melahirkan di Indonesia masih sangat tinggi. Pada tahun 2007, tercatat sebesar 247 per 100 ribu per kelahiran. Hal tersebut juga tak jauh berbeda juga dengan Angka Kematian Bayi (AKB) di tahun yang sama mencapai 26,9 per seribu kelahiran. Padahal dalam Miliennium Development Goals (MDGs) ditargetkan tahun 2015 AKI tidak lebih dari 104 per 100 ribu kelahiran. Tentu saja hal tersebut terjadi tanpa ada sebab. Pasti ada faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi angka kematian ibu. Keterlibatan akses terhadap makanan yang bergizi dan layanan kesehatan menjadi salah satu faktor rendahnya tingkat kesehatan masyarakat Indonesia. Keterbatasan ekonomi juga membuat masyarakat tak mampu memenuhi kebutuhan gizi keluarga dan ditambah dengan layanan kesehatan yang hingga kini dirasakan amat mahal oleh banyak masyarakat. Khususnya layanan kesehatan, masyarakat masih beranggapan bahwa layanan kesehatan yang diberikan kurang memuaskan. Selain itu biayanya mahal, sedangkan
3

tingkat ekonomi masyarakat masih rendah. Hal ini yang membuat masyarakat masih memilih dukun beranak daripada tenaga kesehatan untuk menolong persalinan. Meskipun permasalahan akses dan biaya telah mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah, namun pemilihan pertolongan persalinan dengan tenaga nonmedis masih cukup tinggi di Indonesia. Kepercayaan penduduk terhadap orang yang disepuhkan yang diyakini memiliki jampe-jampe tertentu memberikan pengaruh besar dalam pemilihan tempat persalinan. Hal ini yang membuat masyarakat merasa lebih sreg menggunakan jasa dukun. Permasalahan tersebut di atas sampai saat ini masih terjadi di Indonesia. Padahal pelayanan kesehatan yang disediakan di daerah sudah semakin ditingkatkan, dengan tujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia. Salah satunya adalah penurunan tingkat kematian ibu melahirkan. Sehingga perlu adanya tindakan yang dilakukan untuk merubah perilaku masyarakat yang tadinya lebih percaya pada dukun dalam menolong persalinan. Menjadi memilih layanan kesehatan yang kompeten dalam menolong persalinan.

BAB II LANDASAN TEORI

I. DUKUN BERANAK Sebelum melihat Menurut Kusnada Adimihardja, dukun bayi adalah seorang wanita atau pria yang menolong persalinan. Kemampuan ini diperoleh secara turun menurun dari ibu kepada anak atau dari keluarga dekat lainnya. Cara mendapatkan keterampilan ini adalah melalui magang dari pengalaman sendiri atau saat membantu melahirkan. Dukun beranak adalah seorang perempuan yang telah berpengalaman dan seorang perempuan tua yang memberikan pertolongan pada waktu kelahiran atau dengan hal yang berhubungan dengan pertolongan kelahiran, seperti memandikan bayi, upacara menginjak tanah, dan upacara serimonial lainya. Dukun bayi biasanya seorang wanita sudah berumur 40 tahun ke atas. Pekerjaan ini turun temurun dalam keluarga atau karena ia merasa mendapat panggilan tugas ini. Pengetahuan tentang fisiologis dan patologis dalam kehamilan, persalinan, serta nifas sangat terbatas oleh karena itu apabila timbul komplikasi ia tidak mampu untuk mengatasinya, bahkan tidak menyadari akibatnya, dukun tersebut menolong hanya berdasarkan pengalaman dan kurang professional. Berbagai kasus sering menimpa seoarang ibu atau bayinya seperti kecacatan bayi sampai pada kematian ibu dan anak.

Pada dasarnya dukun bersalin diangkat berdasarkan kepercayaan masyarakat setempat atau merupakan pekerjaan yang sudah turun temurun dari nenek moyang atau keluarganya dan biasanya sudah berumur 40 tahun ke atas ( Prawirohardjo, 2005). Dukun bayi adalah profesi seseorang yang dalam aktivitasnya, menolong proses persalinan seseorang, merawat bayi mulai dari memandikan, menggendong, belajar berkomunikasi dan lain sebagainya. Dukun bayi biasanya juga selain dilengkapi dengan keahlian atau skill, juga dibantu dengan berbagai mantra khusus yang dipelajarinya dari pendahulu mereka. Proses pendampingan tersebut berjalan sampai dengan bayi berumur 2 tahunan. Tetapi, pendampingan yang sifatnya rutin sekitar 7 10 hari pasca melahirkan Suparlan, mengatakan bahwa dukun mempunyai ciri-ciri, yaitu: 1) Pada umumnya terdiri dari orang biasa, 2) Pendidikan tidak melebihi pendidikan orang biasa, umumnya buta huruf, 3) Pekerjaan sebagai dukun umumnya bukan untuk tujuan mencari uang tetapi karena panggilan atau melalui mimpi-mimpi, dengan tujuan untuk menolong sesama, 4) Di samping menjadi dukun, mereka mempunyai pekerjaan lainnya yang tetap. Misalnya petani, atau buruh kecil sehingga dapat dikatakan bahwa pekerjaan dukun hanyalah pekerjaan sambilan,

5) Ongkos yang harus dibayar tidak ditentukan, tetapi menurut kemampuan dari masing-masing orang yang ditolong sehingga besar kecil uang yang diterima tidak sama setiap waktunya, 6) Umumnya dihormati dalam masyarakat atau umumnya merupakan tokoh yang berpengaruh, misalnya kedudukan dukun bayi dalam masyarakat. Selain ciri-ciri dukun, terdapat juga, terdapat juga bermacam-macam dukun sesuai dengan keahliannya masing-masing, yaitu: 1) Dukun pijat yang bekerja untuk menyembuhkan penyakit yang disebabkan karena kurang berfungsinya urat-urat dan aliran darah (salah urat), sehingga orang yang merasa kurang sehat atau sakipun perlu diurut supaya sembuh, 2) Dukun sangkal putung/dukun patah tulang, misalnya akibat jatuh dari pohon, tergelincir atau kecelakaan, 3) Dukun petungan, yaitu dukun yang dimintai nasihat tentang waktu yang sebaiknya dipilih melakukan sesuatu usaha yang penting seperti saat mulai menanam padi, mulai panen, atau mengawinkan anak. Nasihat yang diberikan berupa perhitungan hari mana yang baik, dan mana yang tidak baik menurut numerologi Jawa, 4) Dukun-dukun yang pandai mengobati orang-orang yang digigit ular berbisa, 5) Dukun bayi, yaitu mereka yang memberi pertolongan pada waktu kelahiran atau dalam hal-hal yang berhubungan dengan pertolongan persalinan,

6) Dukun perewangan, yaitu dukun yang dianggap mempunyaikepandaian magis sehingga dapat memberi pengobatan ataupun nasehat dengan menghubungi alam gaib (mahluk-mahluk halus), atau mereka yang melakukan white magic dan black magic untuk maksud baik dan maksud jahat.

II. FAKTOR PENYEBAB MASYARAKAT MEMILIH DUKUN BERANAK Ada berbagai macam faktor yang menyebabkan mengapa masyarakat lebih memilih dukun beranak daripada petugas kesehatan (bidan) dalam menolong persalinan, yaitu: 1. Kemiskinan Kemiskinan menjadi alasan utama mengapa masyarakat lebih memilih dukun beranak. Karena mereka beranggapan bahwa biaya yang dikeluarkan lebih sedikit. Jika dibandingkan dengan pelayanan kesehatan yang disediakan biaya yang harus dikeluarkan untuk persalinan relatif mahal dan harus tunai. Sedangkan penghasilan masyarakat sangat terbatas. 2. Kultur Budaya Adat istiadat yang berlaku di masyarakat Indonesia sangat kental. Hal ini yang menyebabkan masyarakat lebih mempercayai adat istiadat tersebut karena sudah berlangsung turun menurun. Salah satu yang menonjol adalah masyarakat sampai saat ini masih sangat percaya pada dukun beranak. Mereka menganggap bahwa dukun beranak tersebut memiliki skill dan mampu membantu persalinan. Juga masyarakat begitu percaya
8

bahwa jika persalinan ditolong oleh dukun beranak, maka akan memperoleh jampi-jampi atau doa yang akan membuat proses persalinan lancar. Selain itu masih banyak perempuan terutama muslimah yang tidak membenarkan pemeriksaan kandungan, apalagi persalinan oleh dokter atau para medis laki-laki. Sikap budaya dan agama seperti itu, kebanyakan kaum perempuan di pedesaan tetap memilih dukun beranak sebagai penolong persalinan meskipun dengan resiko sangat tinggi. 3. Tingkat pengetahuan Karena sebagian besar masyarakat di desa memiliki tingkat pendidikan yang masih rendah, menyebabkan masyarakat lebih memegang adat istiadat atau kebiasaan yang diturunkan oleh orang tua. 4. Langkanya tenaga kesehatan Penyebaran tenaga kesehatan sampai saat ini masih belum merata terutama di daerah pedalaman. Sehingga pengetahuan masyarakat tentang pentingnya kesehatan juga belum merata. Hal ini yang menyebabkan masyarakat masih sangat percaya terhadap dukun beranak. 5. Tenaga kesehatan (bidan) kurang proaktif Penempatan tenaga kesehatan dalam hal ini adalah bidan seharusnya memiliki dampak yang signifikan terhadap peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Namun karena bidan yang ditempatkan di suatu daerah kebanyakan kurang mampu untuk menjalin hubungan baik dengan masyarakat maupun dengan tokoh masyarakat. Keadaan ini menyebabkan
9

hubungan yang kurang sehat antara masyarakat, dukun dan bidan. Dimana bidan adalah pendatang, sedangkan dukun beranak merupakan bagian dari masyarakat tersebut.

III. PERILAKU SEHAT Membahas tentang kesehatan maka perlu kiranya mengkaji perilaku kesehatan. Kesehatan sendiri berarti keadaan (status) sehat secara fisik, mental dan sosial (Dewi Retno S). Menurut WHO, kesehatan adalah kondisi keseluruhan dari kondisi fisik, kondisi mental dan kondisi sosial yang baik. Sehingga kesehatan bukan merupakan urusan fisik saja namun juga secara psikis (mental) dan juga sosial. Untuk mempelajari perilaku kesehatan, sangat berkaitan dengan ilmu psikologi. Bahwa psikologi merupakan ilmu tentang perilaku. Sehingga psikologi kesehatan adalah ilmu yang mempelajari tentang perilaku sehat (Dewi Retno S). Perilaku sediri dibagi dua yaitu: a. Perilaku tampak (overt behaviour) Merupakan perilaku yang bisa diamati atau dilihat oleh orang lain. Misalnya seorang ibu yang akan melahirkan pergi ke rumah dukun untuk meminta bantuannya menolong persalinan. b. Perilaku tidak tampak (covert behaviour) Perilaku tak tampak ini merupakan perilaku yang ada dalam diri individu, namun tidak dapat dilihat oleh orang lain. Yang tahu dan merasakan adalah individu tersebut sendiri. Misalnya seorang ibu yang akan
10

melahirkan meminta pertolongan dukun beranak untuk menolong persalinanya. Tentu melalui pertimbangan yang didasari keyakinan, kepercayaan dan pengetahuan dari si ibu tersebut. Kesehatan sangat terkait erat dengan faktor sosial dan mental seseorang, bukan hanya dipengaruhi oleh faktor fisik saja. Menurut biopsychosocial model terdapat komponen psikologi, yaitu: a. Behaviour (adaption and maintanance) Merupakan perilaku seseorang dalam beradaptasi dan menghadapi keadaan yang dialami. b. Emotional (feelings) Berkaitan dengan perasaan seseorang yang akan mempengaruhi dalam menghadapi sebuah situasi yang berhubungan dengan kesehatan. c. Cognition (thought, beliefs and attitude) Setiap individu memiliki sebuah cara berpikir sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki. Serta memiliki keyakinan atau kepercayaan yang sangat mempengaruhi individu dalam berperilaku. Selain itu juga berkaitan dengan sikap individu dalam memandang kesehatan. d. Personality (characteristic way of thingking and feeling) Tipe kepribadian seseorang berpengaruh dengan bagaimana seseorang menyikapi masalah kesehatan yang dialaminya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa individu dalam memandang kesehatan ternyata sangat dipengaruhi faktor psikis. Untuk kasus perilaku seseorang dalam
11

memilih penolong persalinan, sangat dipengaruhi faktor psikologi. Karena perilaku yang muncul lebih banyak dipengaruhi perilaku yang tidak tampak. Termasuk di dalamnya adalah keyakinan, kepercayaan serta pengetahuan yang dimiliki masyarakat. Leventhal et.al (1985) memprediksi faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan, yaitu : 1. Faktor sosial, seperti pembelajaran, penguatan (reinforcement), modeling dan norma sosial 2. Genetik, ada beberapa penyakit yang muncul karena menurun. 3. Faktor emosional, seperti kecemasan, ketakutan, tertekan 4. Perceived symptoms, persepsi yang dimiliki seseorang akan sakit yang dideritanya 5. The beliefs of the patient, setiap orang memiliki keyakinan dan kepercayaan yang dianut atau diyakini 6. The beliefs of the health profesional, keyakinan yang dimiliki oleh seorang tenaga kesehatan yang akan mempengaruhi kinerjanya dalam melayani pasien. Theory of Reasoned Action dan Theory of Planned Behavior yang dikemukakan oleh Fishbein dan Ajzen (1975), teori ini menyediakan suatu kerangka untuk mempelajari sikap terhadap perilaku. Berdasarkan teori tersebut, penentu terpenting perilaku seseorang adalah intensi untuk berperilaku. Intensi individu untuk menampilkan suatu perilaku adalah kombinasi dari sikap untuk menampilkan
12

perilaku tersebut dan norma subjektif. Intensi bisa berubah karena waktu. Semakin lama jarak antara intensi dan perilaku, semakin besar kecenderungan terjadinya perubahan intensi. Sikap individu terhadap perilaku meliputi kepercayaan mengenai suatu perilaku, evaluasi terhadap hasil perilaku, norma subjektif, kepercayaan-kepercayaan normatif dan motivasi untuk patuh. Sikap dianggap sebagai anteseden pertama dari intensi perilaku. Sikap adalah kepercayaan positif atau negatif untuk menampilkan suatu perilaku tertentu. Kepercayaan-kepercayaan atau beliefs ini disebut dengan behavioral beliefs. Untuk menganalisis perilaku seseorang dalam memilih penolong persalinan maka dapat digunakan the theory of reasoned action and planned action. Dalam teori tersebut dinyatakan bahwa teori ini membahas tentang peramalan perilaku yang muncul dan hubungan antara sikap dan perilaku seseorang. Theory of Reasoned Action dan Theory of Planned Behavior yang dikemukakan oleh Fishbein dan Ajzen (1975) yang menurut penulis merupakan teori yang lebih komprehensif karena sudah memasukkan faktor-faktor, baik yang berasal dari dalam maupun dari luar diri individu. Di samping itu juga Ajzen & Fishbein (1980) tidak hanya mencantumkan elemen pembentuk sikap sebagaimana dengan pendekatan struktur, tetapi secara jelas mereka membuat model untuk menggambarkan proses dari keterkaitan antara belief, sikap, dan perilaku. Theory of Planned Behavior dapat digambarkan melalui bagan sebagai berikut:

13

Source: Ajzen, I. (1991). The theory of planned behavior. Organizational Behavior and Human Decision Processes, 50, p. 179-211.

IV. MASALAH Kepercayaan masyarakat terhadap dukun beranak dalam rangka menolong persalinan merupakan akar dari permasalahan. Dimana jika hal ini masih dibiarkan, maka tidak menutup kemungkinan peningkatan angka kemataian ibu terus berlanjut. Maka diperlukan sebuah pendekatan untuk merubah cara pandang masyarakat terhadap jasa penolong persalinan. Meski saat ini telah ada program kemitraan bidan dan dukun bayi, namun jika persepsi masyarakat terhadap pelayanan kesehatan masih ragu. Maka perilaku masyarakat tidak akan berubah. Masyarakat akan tetap memilih dukun beranak ketimbang memilih pelayanan kesehatan. Hal yang wajar terjadi, karena kepercayaan yang mereka anut sudah melekat atau telah mendarah daging secara turun temurun.

14

Perilaku yang muncul di masyarakat tentang pemilihan penolong persalinan, sangat erat kaitannya dengan sikap, keyakinan dan pengertahuan masyarakat. Masyarakat Indonesia dikenal dengan adat istiadat yang sangat kental dan melekat pada setiap individu. Ditunjang dengan tingkat pendidikan yang masih rendah terutama masyarakat di pedesaan. Sehingga pemakaian jasa dukun beranak masih dipakai sampai saat ini. Mengakibatkan tingkat kematian ibu bersalin sangat sulit untuk diturunkan.

15

BAB III ANALISIS DAN RANCANGAN INTERVENSI

I.

ANALISIS KASUS Menurut kasus yang dijelaskan di bab sebelumnya, hal tersebut terkait dengan

pola perilaku masyarakat. Seperti yang telah dipelajari di mata kuliah Psikologi Kesehatan, bahwa perilaku yang ada pada masyarakat terdiri dua yaitu perilaku tampak (overt behaviour) dan perlaku tertutup (covert behaviour). Dalam kasus di atas perilaku yang tampak pada masyarakat adalah dalam memilih penolong persalinan. Masyarakat lebih memilih dukun beranak daripada tenaga kesehatan terlatih seperti bidan. Sedangkan perilaku tertutup yang bisa diperkirakan adalah kepercayaan yang dianut oleh masyarakat secara turun temurun tentang keberadaan dukun beranak. Selain itu tingkat pengetahuan masyarakat yang masih minim tentang kesehatan. Pemilihan dukun beranak dalam menolong persalinan, tanpa mempertimbangkan resiko yang akan dialami jika terjadi ketidaknormalan. Dari faktor-faktor yang diungkapkan oleh Laventahal tersebut, maka dapat dianalisa bahwa perilaku masyarakat yang lebih memilih dukun beranak sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor sosial, yang bahwa masyarakat di Indonesia sangat kental dengan rasa kekeluargaan. Dalam keluarga akan terjadi sebuah pembelajaran yang diturunkan tentang kebiasaan, keyakinan dan kepercayaan.

16

Sehingga penggunaan jasa dukun memang sudah digunakan sejak lama dan diyakini sebagai orang yang mampu menolong persalinan dengan baik. Faktor emosional juga merupakan faktor yang sangat berpengaruh pada perilaku masyarakat dalam kasus ini. Karena sudah ada ikatan secara emosi bahwa jika yang menolong persalinan adalah dukun bayi maka baik dari ibu maupun keluarga akan merasa lebih tenang. Kemudian faktor selanjutnya yang juga mempengaruhi adalah keyakinan dan kepercayaan yang dipegang oleh masyarakat. Hal ini yang merupakan tantangan terberat untuk sedikit demi sedikit merubah keyakinan dan kepercayaan masyarakat. Dimana keyakinan tersebut justru akan merugikan bagi kesehatan ibu dan bayi. Namun untuk merubah perilaku masyarakat yang dilandasi dari keyakinan tidak mudah. Apalagi jika petugas kesehatan yang ditugaskan memiliki keyakinan dan kepercayaan yang berbeda dan memaksakan kehendak. Sehingga akan terjadi hubungan yang tidak harmonis antara masyarakat, dukun beranak dan bidan. Theory of Planned Behavior dikembangkan untuk memprediksi perilakuperilaku yang sepenuhnya tidak di bawah kendali individu. Artinya perilaku yang muncul pada masyarakat mengenai pemilihan dukun beranak sebagai penolong persalinan, menurut teori ini berdasarkan norma, kepercayaan dan motivasi untuk patuh. Dari bagan pada bab sebelumnya dapat dijelaskan berkaitan dengan permasalahan dari pemilihan dukun beranak untuk membantu persalinan. Bahwa perilaku yang muncul di masyarakat berasal dari kepercayaan. Kepercayaan yang
17

diyakini atau dianut oelh individu akan menimbulkan sebuah perilaku (behavioral beliefs). Selain itu, perilaku yang muncul juga dipengaruhi oleh normative belief, yang artinya kepercayaan-kepercayaan yang berlaku di masyarakat memberi pengaruh terhadap seseorang dalam berperilaku. Dalam hal ini pemilihan dukun beranak, karena keberadaan dukun beranak tersebut telah turun temurun. Sedangkan control beliefs, berkaitan dengan kemampuan seseorang mengendalikan kepercayaan yang dimiliki individu. Sehingga akan memunculkan perceived behavioral control, mengindikasikan bahwa motivasi seseorang dipengaruhi oleh bagaimana ia mempersepsi tingkat kesulitan atau kemudahan untuk menampilkan suatu perilaku tertentu. Jika seseorang memiliki control beliefs yang kuat mengenai faktor-faktor yang ada yang akan memfasilitasi suatu perilaku, maka seseorang tersebut memiliki persepsi yang tinggi untuk mampu mengendalikan suatu perilaku. Sebaliknya, seseorang tersebut akan memiliki persepsi yang rendah dalam mengendalikan suatu perilaku jika ia memiliki control beliefs yang kuat mengenai faktor-faktor yang menghambat perilaku. Persepsi ini dapat mencerminkan pengalaman masa lalu, antisipasi terhadap situasi yang akan datang, dan sikap terhadap norma-norma yang berpengaruh di sekitar individu. Dalam hal kasus ini sebenarnya dapat dilakukan dengan melalui pendekatan teori Planned behavior. Melalui pendekatan teori ini, dapat diterapkan untuk merubah perilaku masyarakat dalam memilih dukun beranak guna menolong persalinan. Hal yang bisa dilakukan adalah membuat peran aktif tenaga kesehatan terutama bidan dalam rangka perubahan perilaku masyarakat.
18

Menurut teori Planned Behavior, bahwa kepercayaan yang diyakini bisa dirubah jika sikap untuk berperilaku dan norma subyektif berubah. Untuk merubah sikap individu bisa melalui memberi pengetahuan, informasi, serta pemahaman tentang keberadaan pelayanan tenaga kesehatan yang kompeten. Pemberian pengetahuan tersebut harus berlangsung secara kontinyu atau berkesinambungan. Tidak lupa tetap melakukan hubungan yang baik dengan dukun beranak dengan program kemitraan. Sehingga diharapkan ada pemahaman baru tentang penolong persalinan yang lebih kompeten dan paham akan resiko yang mungkin terjadi selama proses persalinan. Pemahaman baru tentang peran tenaga kesehatan(bidan) yang memiliki kemampuan lebih dalam menolong persalinan, lambat laun akan mempengaruhi pola pikir masyarakat dalam memutuskan dan memilih penolong persalinan. Demi keselamatan ibu dan bayi.

II. RANCANGAN INTERVENSI : OPERANT CONDITIONING Setelah masyarakat memiliki pemahaman atau cara pandang baru tentang penolong persalinan, maka menurut teori di atas akan memunculkan sebuah kepercayaan baru. Kepercayaan tersebut akan mempengaruhi individu memiliki sikap untuk berperilaku. Jika kepercayaan yang baru tentang penolong persalinan yang lebih baik adalah bidan, maka perlu intervensi yang bisa dilakukan adalah dengan menggunakan pendekatan operant conditioning. Pendekatan Operant Conditioning pertama kali di kemukakan oleh B.F Skinner. Untuk kasus pemilihan penolong

19

persalinan, jika pemahaman baru sudah mulai diterima oleh masyarakat maka perlu diberikan penguatan. Sehingga perilaku baru yang ingin dimunculkan akan berhasil. Sebelum intervensi dilakukan perlu bagi bidan untuk melakukan pendekatan secara personal dengan tokoh masyarakat (key person) yang ada di daerah tersebut. Hal ini dimaksudkan agar antara bidan dan tokoh masyarakat memiliki persepsi yang sama tentang pentingnya merubah perilaku masyarakat dalam pemilihan penolong persalinan. Jika pemahaman sudah tercapai maka selanjutnya melakukan pendekatan kepada dukun beranak yang ada di daerah tersebut. Disampaikan bahwa antara dan bidan bisa terjalin kemitraan. Artinya mereka bisa melakukan kerjasama, saling menguntungkan. Selanjutnya bersama-sama memberikan intervensi penguatan kepada masyarakat. Bisa dalam bentuk pemberian hadiah jika ada ibu yang akan melahirkan dan yang menolong persalinan adalah bidan. Hadiah atau reward yang diberikan harus selalu diperbarui sampai perilaku yang dinginkan muncul. Sehingga diharapkan muncul sebuah kepercayaan baru bahwa penolong persalinan yang kompeten adalah bidan. Sedangkan dukun beranak memiliki peran yang berbeda, yaitu hanya membantu merawat ibu dan bayi yang baru lahir. Intervensi yang dilakukan harus secara berkelanjutan. Pemberian penguatan juga bisa berupa biaya persalinan yang tidak terlalu mahal. Apalagi pemerintah saat ini memberlakukan kebijakan baru yang disebut Jaminan persalinan (Jampersal). Sehingga pemahaman masyarakat tentang penolong persalinan diharapkan berubah. Kalau melahirkan di bidan sudah tidak mahal lagi, ditambah bonus diberi bingkisan sebagai sarana penguat perilaku masyarakat.
20

Jika kasus tersebut memakai pendekatan yang disampaikan di atas, maka kemungkinan akan terjadi penurunan angka kematian ibu saat melahirkan. Sehingga tujuan dari MDGs di Indonesia tentang penurunan angka kematian ibu bersalin akan terwujud.

21

BAB IV KESIMPULAN

Dari uraian di atas tentang pemilihan penolong persalinan, dapat diambil kesimpulan bahwa : 1. Proses pemilihan penolong persalinan pada masyarakat dipengaruhi oleh keyakinan atau keprcayaan yang dipegang oleh masyarakat tersebut. 2. Rendahnya pengetahuan masyarakat tentang kesehatan, terutama keselamatan saat proses persalinan. 3. Perlunya memberikan pemahaman baru kepada masyarakat melalui pemberian informasi secara kontinyu tentang penolong persalinan yang kompeten. Sehingga diharapkan memunculkan kepercayaan baru yang akan mempengaruhi sikap dalam menghasilkan perilaku yang baru. 4. Dengan memberikan intervensi melalui pendekatan operant conditioning, bekerjasama dengan tokoh masyarakat dan dukun beranak. Melalui pemberian hadiah jika mau bersalin di bidan. Pemberian hadiah harus kontinyu atau berkelanjutan.

22

DAFTAR PUSTAKA

Jurnal penelitian; Anggoridi, Rini; Dukun Bayi Dalam Persalinan Oleh Masyarakat Indonesia, Makara, Kesehatan, Vol 13 No 1, Juni 2009: 9-14 Jurnal penelitian; Setyawati, Gita; Alam,Meredian; Modal Sosial Dan Pemilihan Dukun Dalam Proses Persalinan: Apakah Relevan?, Makara, Kesehatan, Vol 14, No 1, Juni 2010: 11-16 http://www.vhrmedia.com/vhr-news/beritadetail.php?.e=87&.g=news&.s=berita, diakses pada tanggal 19 Juni 2011 http://eco-mreco.blogspot.com/2010/11/kemitraan-bdd-dan-dukun-bayi.html, diakses pada tanggal 19 Juni 2011 http://stumath.wordpress.com/2010/02/19/dukun-bayi-bidan-antara-rivalitasdan-kemitraan/, diakses pada tanggal 19 Juni 2011

23

Anda mungkin juga menyukai