Anda di halaman 1dari 26

BAB I PENDAHULUAN A.

Latar Belakang Dewasa ini Indonesia mengalami masalah kesehatan masyarakat yang kompleks dan menjadi beban ganda dalam pembiayaan pembangunan bidang kesehatan. Pola penyakit yang diderita oleh masyarakat sebagian besar adalah penyakit infeksi menular seperti tuberkulosis paru, infeksi saluran pernafasan akut (ISPA), malaria, diare dan penyakit kulit. Namun demikian, pada waktu yang bersamaan terjadi peningkatan penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah, serta diabetes mellitus dan kanker. Selain itu Indonesia juga menghadapi emergizing disease seperti demam berdarah dengue, HIV/AIDS, chikungunya dan Severe Acute Respiratory Syndrom (SARS). Dengan demikian telah terjadi transisi epidemiologi sehingga Indonesia menghadapi beban ganda pada waktu bersamaan (double burdens). Mengenai penyakit HIV/AIDS, penyakit ini telah menjadi pandemi yang mengkhawatirkan masyarakat dunia, karena disamping belum ditemukan obat dan vaksin untuk pencegahan, penyakit ini juga memiliki window periode dan fase asimtomatik (tanpa gejala) yang relatif panjang dalam perjalanan penyakitnya. Hal tersebut di atas menyebabkan pola perkembangannya seperti fenomena gunung es (iceberg phenomena). Di Indonesia, sampai tanggal 30 Juni 2010, secara kumulatif kasus AIDS yang dilaporkan sejak tahun 1978 berjumlah 21.770 dari 32 provinsi dan 300 kabupaten/kota. Rasio kasus AIDS antara laki-laki dan perempuan adalah 3:1.

Kasus terbanyak dilaporkan dari Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Papua, Bali, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, Riau dan Sumatera Barat. Rate kumulatif kasus AIDS nasional sampai 30 Juni 2010 adalah 9,44 kasus per 100.000 penduduk. Rate kumulatif kasus AIDS tertinggi dilaporkan dari Provinsi Papua (14,34 kali angka nasional), Bali (5,2 kali anka nasional), DKI Jakarta (4,4 kali angka nasional), Kep. Riau (2,4 kali angka nasional), Kalimantan Barat (1,8 kali angka nasional), Maluku (1,5 kali angka nasional), Bangka Belitung (1,2 kali angka nasional), Papua Barat, Jawa Timur DI Yogyakarta, Jawa Barat, Sumatera Barat, Riau (1,0 kali angka nasional). Proporsi kumulatif kasus AIDS tertinggi dilaporkan pada kelompok umur 20-29 tahun (48,1%), diikuti kelompok umur 30-39 tahun (30,9%), dan kelompok umur 40-49 (9,1%). Sementara cara penularan terbanyak adalah melalui hubungan heteroseksual (49,3%), Injection Drug Use/IDU (40,4%), Lelaki Seks Lelaki (3,3%), dan perinatal (2,7%). Proporsi kasus AIDS yang dilaporkan meninggal sebesar 19,0%. Infeksi oportunistik yang terbanyak dilaporkan adalah TBC (10.648 kasus), diare kronis (6.392 kasus), Kandidiasis oro-faringenal (6.412 kasus), Dermatitis generalisata (1.623 kasus), dan Limfadenopati generalisata persisten (770 kasus). Sementara untuk kasus HIV positif, sampai dengan 30 Juni 2010 secara kumulatif berjumlah 44.292 kasus dengan positive rate rata-rata 10,3%. Jumlah kasus baru pada triwulan kedua 2010 sebanyak 3.916 kasus. Daerah yang paling banyak terjadi kasus HIV positif adalah DKI Jakarta (9.804 kasus), Jawa Timur

(5.973 kasus), Jawa Barat (3.798 kasus), Sumatera Utara (3.391 kasus), Papua (2.947 kasus), dan Bali (2.505 kasus). Kasus penyebaran AIDS di Indonesia sampai Juni 2010 dipilih untuk dianalisa karena masalah HIV/AIDS di Indonesia merupakan masalah kesehatan masyarakat yang kompleks dan menimbulkan dampak buruk terhadap

pembangunan nasional secara keseluruhan. Tidak hanya berpengaruh terhadap bidang kesehatan tetapi juga mempengaruhi bidang sosial ekonomi. Apalagi penyakit ini paling banyak terjadi pada kelompok usia produktif. Hal ini berarti akan berdampak terhadap perkembangan negara Indonesia. Masalah AIDS ini tidak dapat dilepaskan dari berbagai bidang ilmu

seperti ilmu kesehatan yang mempelajari tentang penyakit AIDS itu sendiri, ilmu budaya, ilmu sosial dan ilmu ekonomi yang mempelajari dampak-danpak yang ditimbulkan dari penyakit AIDS dan hubungannya dengan masyarakat. Ilmu budaya dasar juga mempunyai peranan dalam kasus penyebaran AIDS di Indonesia. Oleh karena itu informasi mengenai perkembangan kasus HIV/AIDS perlu terus dilakukan agar didapatkan gambaran besaran masalah sebagai salah satu pendukung dalam upaya pencegahan maupun penanggulangannya. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka rumusan masalahnya adalah: 1. Bagaimana peranan ilmu budaya dasar terhadap kasus penyebaran HIV/ AIDS di Indonesia? 2. Bagaimanakah AIDS jika ditinjau berdasarkan ilmu kesehatan?

3. Bagaimana analisis kasus HIV/AIDS di Indonesia sampai Juni 2010 jika ditinjau dari berita di internet? 4. Bagaimana solusi dari permasalahan HIV/AIDS di Indonesia?

BAB II PEMBAHASAN

A. Ilmu Budaya Dasar dan Peranannya terhadap Kasus Penyebaran AIDS di Indonesia Ilmu Budaya Dasar sering diterjemahkan sebagai ilmu humanisme. Humanities berasal dari kata lain humanus yang artinya manusiawi, berbudaya dan halus (refined). Ada tiga konsep yang dimaksud sebagai ilmu humaniora dalam ilmu budaya dasar. 1. Ilmu Budaya Dasar yang diterjemahkan sebagai basic humanities, yaitu ilmu pengetahuan dasar yang membahas masalah-masalah kebudayaan dan kemanusiaan melalui kajian teori-teori kebudayaan. 2. Ilmu Budaya Dasar yang diterjemahkan sebagai the humanities, yaitu ilmu pengetahuan dasar yang membahas masalah-masalah kebudayaan dan

kemanusiaan melalui pengetahuan filsafat dan seni yang dapat dibagi-bagi lagi kedalam bidang keahlian seperti etika, moral, seni sastra, seni tari, seni rupa dan lain-lain. 3. Ilmu Budaya Dasar yang diterjemahkan sebagai humanities, yaitu bidangbidang studi yang berusaha menafsirkan makna, martabat dan eksistensi kehidupan manusia melalui pengetahuan sejarah, bahasa, agama, sastra, dan seni. Masalah-masalah budaya dalam Ilmu Budaya Dasar yang dibahas adalah segala sistem atau tata nilai, sikap mental, pola pikir, pola tingkah laku dalam berbagai aspek kehidupan yang tidak memuaskan dalam masyarakat secara

keseluruhan. Dengan kata lain, masalah budaya dalam Ilmu Budaya Dasar adalah masalah tata nilai yang dapat menimbulkan krisis-krisis kemasyarakatan seperti dehumanisasi atau pengurangan arti kemanusiaan seseorang. Dalam Ilmu Budaya Dasar manusia dan kebudayaan adalah dua hal yang saling mengandaikan. Manusia memiliki kebudayaan karena manusia selalu dihadapkan pada ketegangan-ketegangan dan tantangan-tantangan tertentu dalam kehidupan manusia. Dengan demikian manusia menciptakan kebudayaan sebagai proses pembebasan (liberalisasi) yang melepaskan kesulitan-kesulitan hidupnya, baik terhadap alam, sesama manusia maupun alam adikodrati. Kebudayaan merupakan keseluruhan pengetahuan manusia sebagai hasil interpretasi manusia terhadap lingkungannya, baik lingkungan sosial, alam fisik maupun alam gaib. Interpretasi ini merupakan hasil pengalamannya dalam mengalami kesulitan hidup manusia dan kemudian dijadikan kerangka landasan untuk mendorong terwujudnya kelakuan dan perbuatan manusia dalam menciptakan lingkungan yang baik. HIV/AIDS merupakan masalah kesehatan masyarakat yang secara tidak langsung merupakan dampak dari adanya pergeseran nilai-nilai budaya, sosial dan masyarakat. Penilaian benar atau tidak, berharga atau tidak, dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dianut oleh sekelompok manusia yang berbeda antara satu dengan yang lain. Nilai budaya, nilai sosial dan nilai kemanusiaan merupakan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat. Nilai budaya adalah suatu pandangan yang memberi pedoman seseorang dalam memandang hakikat masalah pokok kehidupan manusia. Nilai sosial adalah suatu pandangan yang memberi pedoman seseorang

dalam melakukan interaksi dengan orang lain. Nilai sosial ini biasa terwujud dalam bentuk adat istiadat atau kebiasaan. Adat atau kebiasaan memiliki bermacam-macam tingkatan: 1. Adat (perilaku) atau custom Adat perilaku merupakan tata perilaku yang diilhami oleh nilai budaya masyarakat. Sebagai contoh, masyarakat Timur biasa memandang bahwa perkawinan merupakan peristiwa yang sacral karena perkawinan melibatkan peristiwa makrokosmis (nilai budaya). Dengan demikian adat masyarakat itu akan mengatakan bahwa perceraian dan perselingkuhan adalah hal yang tabu. Sementara AIDS merupakan penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual . Hubungan seksual yang beresiko menularkan AIDS adalah seks bebas bukan dengan pasangan sendiri melainkan dengan pekerja seks komersial ataupun kelompok beresiko lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa telah adanya pelanggaran terhadap nilai kesetiaan terhadap pasangan dan juga pergeseran adat (perilaku) itu sendiri. Dengan adanya hubungan seks bebas menunjukkan bahwa ada sekelompok orang yang tidak lagi menganggap hal tersebut merupakan sesuatu yang tabu. 2. Tata kelakuan (mores) Tata kelakuan merupakan suatu kebiasaan yang dimaksudkan untuk menunjang tegaknya suatu kegiatan masyarakat yang mengikat warganya. 3. Kebiasaan (folkways) Kebiasaan adalah suatu cara berperilaku yang diakui oleh masyarakat. 4. Cara (usage)

Cara merupakan petunjuk untuk berbuat. Sedangkan nilai kemanusiaan adalah suatu pandangan yang menjunjung tinggi keberadaan makhluk yang disebut manusia dengan ciri khas tersendiri, yang perlakuan dan kelakuannya berbeda dengan makhluk lain. Analisis nilainilai kemanusiaan memerlukan pengetahuan dasar seperti etika, etos dan moral, tanggung jawab, kebebasan serta keadilan. 1. Etika, etos, dan moral Etika adalah ilmu yang mempelajari motif/alasan mengapa suatu perbuatan dilakukan. Etika mempertimbangkan sistem nilai dan prinsip-prinsip yang terpadu (berkaitan) secara teratur dan logis untuk mencapai hidup yang baik. Apabila etika tidak hanya menyangkut masalah bersifat pribadi melainkan juga merupakan sifat keseluruhan segenap masyarakat, maka orientasi pandangan ini disebut juga etos. Sedangkan penghayatan akan nilai-nilai manusiawi sebagai suatu standar perbuatan yang baik dan tidak baik disebut sebagai moral. Etos merupakan jiwa dari kehidupan suatu masyarakat. Tiap-tiap masyarakat memiliki nilai-nilai moral tertentu yang dapat dianggap sebagai hukum dasar karena hal itu merupakan syarat eksistensi suatu masyarakat. Nilai etos, moralitas dan etika memiliki sifatnya yang relatif. Kontak seksual merupakan sarana utama penularan HIV/AIDS. Kurangnya standar moral yang bersih pastilah mempercepat penyebaran penyakit ini. Namun menganjurkan remaja untuk berpantang seks tidaklah berhasil karena terbukanya akses terhadap gambar-gambar erotis dan porno yang menunjukkan kepada

mereka apa seharusnya penampilan mereka dan seperti apa seharusnya perilaku mereka. 2. Kebebasan, tanggung jawab dan keadilan Kebebasan dapat dibedakan menjadi kebebasan eksistensial dan kebebasan sosial. Kebebasan eksistensial yaitu situasi yang memungkinkan manusia bersikap dan bertindak dengan segala kemampuan dirinya. Sedangkan kebebasan sosial yaitu situasi pada manusia dalam bertindak dan bersikap yang disebabkan kondisi soaialnya memungkinkan atau menentukan. Didalam kebebasan eksistensial terkandung rasa tanggung jawab. Dalam menentukan tindakan, orang

melakukannya dengan kesadaran, dengan melihat realita yang ada sehingga diperoleh kebenaran. Kebebasan dan tanggung jawab nampaknya perlu juga memperhatikan masalah keadilan. Orang yang bebas, baik secara eksistensial maupun sosial, tetapi tidak memperhatikan masalah tanggung jawab, dapat dikatakan tidak adil. Jadi dalam kebebasan sebenarnya diandaikan telah ada tanggung jawab didalamnya. Karena itulah tidak ada kebebasan yang sebebasbebasnya. AIDS merupakan dampak dari kebebasan yang dimaknai tanpa batas. Penularan AIDS melalui seks bebas menunjukkan bahwa masyarakat telah menyalahgunakan arti kebebasan yang sebenarnya. Selain itu, AIDS juga merupakan dampak dari penyalahgunaan arti tanggung jawab. Setiap orang bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya dan atas dirinya sendiri. Dengan melakukan seks bebas dan menggunakan narkoba menunjukkan bahwa manusia

telah merusak dirinya sendiri dan itu berarti ia tidak bertanggung jawab pada dirinya sendiri. Penyakit AIDS menunjukkan mulai bergesernya fungsi dari norma agama dalam kehidupan masyarakat. Perilaku seks bebas dan penggunaan narkoba merupakan penyimpangan dari norma agama itu sendiri. Dalam norma agama diajarkan bahwa berzina dan memakan barang haram adalah dosa besar. Para pekerja seks bebas dan pengguna narkoba tidak lagi menerapkan norma agama yanmg seharusnya menjadi pedoman dalam hidupnya sehingga mereka menganggap bahwa apa yang dilakukan merupakan suatu hal yang wajar. Para pengidap AIDS mendapat hukuman social atau stigma oleh masyarakat yang berupa tindakan-tindakan pengasingan, penolakan, diskriminasi , dan penghindaran atas orang yang diduga terinfeksi HIV. Uji coba HIV tanpa mendapat persetujuan terlebih dahulu atau perlindungan kerahasiaannya dan penerapan karantina terhadap orang-orang yang terinfeksi HIV akan

memperburuk kondisi pasien. Kekerasan atau ketakutan atas kekerasan, telah mencegah banyak orang untuk melakukan tes HIV, memeriksa bagai ana hasil m tes mereka, atau berusaha untuk memperoleh perawatan sehingga mengubah suatu sakit kronis yang dapat dikendalikan menjadi "hukuman mati" dan menjadikan meluasnya penyebaran HIV. Stigma AIDS lebih jauh dapat dibagi menjadi tiga kategori:
y Stigma instrumental AIDS - yaitu refleksi ketakutan dan keprihatinan atas

hal-hal yang berhubungan dengan penyakit mematikan dan menular.

y Stigma

simbolis

AIDS

yaitu

penggunaan

HIV/AIDS

untuk

mengekspresikan sikap terhadap kelompok sosial atau gaya hidup tertentu yang dianggap berhubungan dengan penyakit tersebut.
y Stigma kesopanan AIDS - yaitu hukuman sosial atas orang yang

berhubungan dengan isu HIV/AIDS atau orang yang positif HIV. Dengan demikian, peranan Ilmu Budaya Dasar terhadap kasus AIDS di Indonesia adalah kebudayaan yang merupakan bagian dari Ilmu Budaya Dasar menjadi sumber sistem penilaian terhadap sesuatu, seperti berharga atau tidak, benar atau tidak, dan lain sebagainya. Sehingga kebudayaan bisa juga dipakai sebagai mekanisme kontrol bagi tindakan-tindakan manusia yang menyebabkan AIDS. B. HIV/AIDS dan Penyebarannya di Indonesia Acquired Immune Deficiency Syndrome, disingkat AIDS adalah sekumpulan gejala dan infeksi yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV (Ronald Hutapea, 2003). AIDS disebabkan oleh virus yang diberi nama HIV (Human Immunodeficiency Virus). HIV adalah virus yang merusak sistem kekebalan tubuh manusia dan merupakan retrovirus yang berarti virus yang menggunakan sel tubuhnya sendiri untuk memproduksi kembali dirinya. Saat ini terdapat dua jenis HIV yaitu HIV-1 dan HIV-2 yang semuanya berasal dari primata. HIV yang berhubungan dengan jumlah terbesar penyebab AIDS di berbagai negara termasuk Indonesia adalah HIV-1. HIV-2 teridentifikasi pada tahun 1986 dan semula merata di Afrika Barat, seperti Senegal dan Ivory Coast.

HIV menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. Sistem ini terdiri dari banyak jenis sel. Dari sel-sel tersebut sel T-helper sangat krusial karena ia mengkoordinasi semua sistem kekebalan sel lainnya. Sel T-helper memiliki protein pada permukaannya yang disebut CD4+. Ketika HIV masuk kedalam darah, ia akan mendekati sel T-helper dengan melekatkan dirinya pada protein CD4+. Sekali ia berada didalam, materi viral (jumlah virus dalam tubuh penderita) turunan yang disebut RNA (ribonucleic acid) berubah menjadi viral DNA (deoxyribonucleic acid) dengan suatu enzim yang disebut reverse transcriptase. Viral DNA tersebut menjadi bagian dari DNA manusia, yang mana menghasilkan lebih banyak sel jenisnya dan mulai menghasilkan virus-virus HI. Enzim lainnya, protease, megatur viral kimia untuk membentuk virus-virus yang baru. Virus-virus baru tersebut keluar dari sel tubuh dan bergerak bebas dalam aliran darah, dan berhasil menulari lebih banyak se Ini adalah sebuah l. proses yang sedikit demi sedikit dimana akhirnya merusak sistem kekebalan tubuh dan menjadikan tubuh menjadi mudah diserang oleh infeksi dan penyakitpenyakit yang lain. Jumlah normal dari sel-sel CD4+ pada seseorang yang sehat adalah 800-1200 sel/ml kubik darah. Ketika seorang pengidap HIV yang sel-sel CD4+T-nya terhitung dibawah 200, dia menjadi semakin mudah diserang oleh infeksi-infeksi oportunistik. Infeksi oportunistik adalah infeksi-infeksi yang timbul ketika sistem kekebalan tertekan. Infeksi oportunistik yang umum didapati pada penderita AIDS/HIV mempengaruhi hampir semua organ tubuh. Penderita AIDS juga berisiko lebih besar menderita kanker seperti sarkoma kaposi, kanker leher rahim, dan kanker sistem kekebalan yang disebut limfoma. Biasanya

penderita AIDS memiliki gejala infeksi sistemik seperti demam, berkeringat (terutama pada malam hari), pembengkakan kelenjar, kedinginan, merasa lemah, serta penurunan berat badan. HIV dapat menular melalui berbagai cara diantaranya penularan melalui hubungan seksual, kontaminasi patogen melalui darah & penularan masa perinatal. Penularan secara seksual terjadi ketika ada kontak antara sekresi cairan vagina/ cairan preseminal dengan rektum, alat kelamin atau membran mukosa mulut pasangannya. Di Indonesia sampai bulan Juni 2010, kasus AIDS yang disebabkan karena penularan seksual memiliki prosentase terbanyak yaitu 44,3% (hubungan heteroseksual) dan 3,3% (lelaki seks lelaki). Kontaminasi patogen melalui darah berhubungan dengan pengguna obat suntik, penderita hemofilia, resipien tranfusi darah dan produk darah. Berbagi dan menggunakan kembali jarum suntik yang mengandung darah yang terkontaminasi oleh organisme biologis penyebab penyakit, tidak hanya merupakan resiko utama atas infeksi HIV tetapi juga hepatitis B dan hepatitis C. Di Indonesia prosentase kasus AIDS yang disebabkan oleh kontaminasi patogen melalui darah utamanya Injection Drug User/IDU adalah 40,4% sampai Juni 2010. Jumlah ini merupakan jumlah terbanyak kedua setelah penularan melalui hubungan seksual. Penularan masa perinatal merupakan penularan HIV dari ibu ke anak terjadi melalui rahim selama masa perinatal yaitu minggu-minggu terakhir kehamilan dan saat persalinan. Bila tidak ditangani penularan dari ibu ke anak selana kehamilan dan persalinan adalah 25%. Jumlah infeksi AIDS melalui penularan masa perinatal ini memiliki prosentase terkecil dibandingkan penularan lain yaitu hanya 2,7 %.

Sampai saat ini tidak ada vaksin atau obat untuk HIV/AIDS. Obat yang ada adalah (ARV=Anti Retroviral Virus) yang berfungsi hanya untuk menekan perkembangan virus. Metode satu-satunya yang diketahui untuk pencegahan didasarkan pada penghindaran kontak dengan virus. Jika gagal dapat dilakukan perawatan antiretrovirus secara langsung setelah kontak dengan virus secara signifikan yang disebut PEP (post-exposure prophylaxis). PEP adalah sebuah program dari beberapa obat antiviral, yang dikonsumsi beberapa kali setiap harinya, paling kurang 30 hari, untuk mencegah seseorang terinfeksi dengan HIV sesudah terinfeksi, baik melalui serangan seksual maupun terinfeksi occupational. PEP juga memiliki efek samping yang tidak menyenangkan seperti diare, tidak enak badan, mual, dan lelah. Penanganan infeksi HIV terkini adalah terapi antiretrovirus yang sangat aktif disingkat HAART. Perawatan HIV di Indonesia sudah dimulai sejak tahun 2005 dengan jumlah yang masih dalam pengobatan ARV pada tahun 2005 sebanyak 2.381 (61% dari yang pernah menerima ARV). Kemudian sampai 30 Juni 2010 terdapat 16.982 ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) yang masih menerima ARV (60,3% dari yang pernah menerima ARV). Jumlah ODHA yang masih dalam pengobatan ARV tertinggi berasal dari DKI Jakarta (7.242), Jawa Barat (2.001), Jawa Timur (1.517), Bali (984), Papua (685), Jawa Tengah (575), Sumatera Utara (570), Kalimantan Barat (463), Kepulauan Riau (426), dan Sulawesi Selatan (343). Kematian ODHA menurun dari 46% pada tahun 2006 menjadi 18% pada tahun 2009.

C. Analisis Kasus Penyebaran HIV/AIDS di Indonesia sampai Juni 2010 berdasarkan Berita di Internet Berdasarkan kasus penyebaran AIDS di Indonesia sampai Juni 2010 yang terdapat di situs www.depkes.go.id (terlampir) menunjukkan bahwa kasus HIV/AIDS terbanyak terjadi di Papua. Hal ini dapat terjadi karena kurangnya akses layanan kesehatan dan sumber daya manusia. Di Papua penduduk tersebar di daerah yang amat luas dan medan geografis yang sulit. Keadaan ini tentu menyulitkan pemerintah maupun tenaga kesehatan untuk memberikan layanan kesehatan pada masyarakat. Kurangnya pengetahuan masyarakat akan HIV/AIDS juga mempengaruhi proses penularan penyakit ini. Masyarakat Papua rata-rata memiliki tingkat pendidikan yang rendah dan sejumlah orang yang tertular HIV tidak sadar akan hal itu. Sementara pendidikan tentang HIV/AIDS sangat diperlukan sebagai bekal bagi masyarakat untuk mencegah penyebaran AIDS yang makin meluas. Kurangnya akses layanan kesehatan menyebabkan AIDS di Papua memiliki rate kumulatif yang tinggi dibandingkan pulau lain meskipun angka rate kumulatif HIV positifnya lebih rendah. Hal ini dapat terjadi karena HIV positif yang tidak ditangani dengan perawatan yang baik akan cepat berubah menjadi AIDS sehingga angka rate kumulatif AIDS-nya lebih tinggi dibanding angka rate kumulatif HIV positifnya. Selain Papua, Bali dan DKI Jakarta merupakan daerah dengan rate kumulatif kasus AIDS tinggi. Berbeda dengan Papua, kedua wilayah tersebut memiliki prosentase kejadian AIDS tinggi bukan karena kurangnya akses layanan kesehatan dan sumber daya manusia melainkan karena gaya hidup, perilaku dan

kesadaran dari masyarakatnya. DKI Jakarta dan Bali merupakan dua kota besar di Indonesia yang menjadi tujuan dari turis-turis mancanegara ketika berkunjung ke Indonesia. Perilaku dan gaya hidup masyarakatnya pun berbeda dengan kota-kota lain. Di Bali dan DKI Jakarta seks bebas dan penggunaan narkoba menjadi gaya hidup bagi kelompok tertentu. Hal ini tentu saja mempermudah penyebaran penyakit AIDS. Adanya turis mancanegara juga turut mempengaruhi penyebaran AIDS di wilayah ini. Gaya hidup para turis yang kebarat-baratan dan identik dengan hiburan malam tentu saja menuntut masyarakat untuk memenuhi kebutuhan mereka. Alhasil industri hiburan malam dan tempat lokalisasi

menjamur di DKI Jakarta dan Bali. Sekarang ini bahkan banyak tempat lokalisasi yang berkedok dunia usaha. Meskipun DKI Jakarta dan Bali memiliki rate kumulatif kasus AIDS yang lebih rendah dibandingkan papua namun rate kumulatif kasus HIV positifnya lebih tinggi. Hal ini dikarenakan akses layanan kesehatan dan perawatan untuk pasien AIDS lebih baik di DKI Jakarta dan Bali sehingga penderita HIV positif dapat segera ditangani dan statusnya tidak berubah ke AIDS. Proporsi kumulatif kasus AIDS di Indonesia tertinggi terjadi pada kelompok umur 20-29 tahun yaitu sebesar 48,1%. Hal ini menunjukkan bahwa kasus AIDS terbanyak terjadi pada generasi muda. Perilaku generasi muda yang melakukan seks bebas dan menggunakan narkoba menjadi salah satu faktor tingginya proporsi kumulatif ini. Keadaan ini tentu saja tidak baik bagi perkembangan bangsa Indonesia karena masa depan bangsa ada di tangan generasi muda. Oleh karena itu pendidikan akan seks dan AIDS diperlukan bagi

generasi muda agar terhindar dari penyakit berbahaya seperti AIDS. Selain itu yang tak kalah penting adalah kesadaran generasi muda akan pentingnya mematuhi norma agama untuk membentengi diri dan pedoman dalam hidup. Cara penularan AIDS di Indonesia terbanyak melalui hubungan seksual (49,3%), Injection Drug User/IDU (40,4%), lelaki seks lelaki (3,3%) dan perinatal (2,7%). Data ini menunjukkan bahwa hubungan seks memiliki pengaruh besar terhadap penyebaran AIDS di Indonesia. Hal ini dapat terjadi seiring berkembangnya industri hiburan malam dan lokalisasi serta pengaruh dari budaya barat. IDU atau penggunaan alat suntik dan obat-obatan juga menjadi salah satu faktor penyebaran AIDS ini. Dengan tingginya tingkat penularan melalui IDU menunjukkan bahwa secara tidak langsung di Indonesia narkoba dan obat-obatan terlarang telah menyebar luas diberbagai wilayah. Sementara itu lelaki seks lelaki menunjukkan telah terjadinya pergeseran moral masyarakat. Lelaki seks lelaki merupakan hal yang tabu untuk dilakukan, tetapi nyatanya hal tersebut telah dilakukan oleh masyrakat dan menjadi salah satu faktor penularan AIDS. Penggunaan obat ARV dalam penanganan AIDS sebanyak 60,3% dari seluruh kasus AIDS dan penurunan tingkat kematian ODHA di Indonesia

menunjukkan adanya perhatian pemerintah terhadap penyakit ini. Bentuk perhatian pemerintah yang lain terhadap kasus AIDS adalah dengan dibentuknya KPA (Komisi Penanggulangan AIDS). D. Solusi Permasalahan AIDS merupakan masalah kesehatan masyarakat yang kompleks. AIDS dapat ditularkan melalui hubungan seksual, kontaminasi cairan tubuh terinfeksi

dan penularan dari ibu ke anak. Pencegahan penularan melalui hubungan seks dapat dimulai dari diri sendiri dengan menerapkan perilaku seks sehat. Pemerintah Amerika Serikat dan berbagai organisasi kesehatan menganjurkan Pendekatan ABC untuk menurunkan risiko terkena HIV melalui hubungan seksual. Pendekatan ABC yang dimaksud adalah Anda jauhi seks bebas, Bersikap saling setia dan Cegah dengan kondom. Selama hubungan seksual, hanya kondom pria atau kondom wanita yang dapat mengurangi kemungkinan terinfeksi HIV sampai kira-kira 80% dalam jangka panjang. Penularan melalui kontaminasi cairan tubuh dapat terjadi pada tenaga kesehatan maupun para pengguna narkoba. Tenaga kesehatan perlu meningkatkan kewaspadaan seperti mengenakan sarung tangan lateks ketika menyuntik dan selalu mencuci tangan agar dapat mencegah infeksi HIV. Semua organisasi pencegahan AIDS menyarankan pengguna narkoba untuk tidak berbagi jarum dan bahan lainnya yang diperlukan untuk mempersiapkan dan mengambil narkoba (termasuk alat suntik, kapas bola, sendok, air pengencer obat, sedotan, dan lainlain). Penularan dari ibu ke anak dapat dikurangi dengan pemberian obat antiretrovirus, bedah caesar, dan pemberian makanan formula. Jika pemberian makanan pengganti dapat diterima, dapat dikerjakan dengan mudah, terjangkau, berkelanjutan, dan aman, ibu yang terinfeksi HIV disarankan tidak menyusui anak mereka. Namun demikian, jika hal-hal tersebut tidak dapat terpenuhi, pemberian ASI eksklusif disarankan dilakukan selama bulan-bulan pertama dan selanjutnya dihentikan sesegera mungkin.

Upaya-upaya pencegahan tersebut tidak bermanfaat jika masyarakat sendiri tidak menyadari akan bahaya AIDS dan dampak dari perilaku seks bebas. Oleh karena itu, diperlukan kesadaran diri sendiri akan bahaya AIDS dan dampak yang ditimbulkan serta pendidikan tentang seks yang benar. Selain itu nilai-nilai agama dan norma-norma perilaku yang benar harus diterapkan pada kehidupan masyarakat untuk membentengi diri agar terhindar dari penyakit AIDS.

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian pada pembahasan, kesimpulan yang dapat diambil adalah: 1. AIDS merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang terjadi di Indonesia. Penyebaran AIDS di Indonesia sampai juni 2010 mengalami peningkatan sebesar 1206 kasus. 2. Acquired Immune Deficiency Syndrome, disingkat AIDS adalah sekumpulan gejala dan infeksi yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV. 3. Peranan Ilmu Budaya Dasar terhadap kasus AIDS di Indonesia adalah kebudayaan yang merupakan bagian dari Ilmu Budaya Dasar menjadi sumber sistem penilaian terhadap sesuatu, seperti berharga atau tidak, benar atau tidak, dan lain sebagainya. Sehingga kebudayaan bisa juga dipakai sebagai mekanisme kontrol bagi tindakan-tindakan manusia yang dapat menyebabkan AIDS. 4. Kasus AIDS terbanyak terjadi di Papua karena kurangnya akses ke layanan kesehatan dan sumber daya manusia yang kurang memadai. 5. DKI Jakarta menjadi daerah dengan HIV positif terbanyak karena gaya hidup dan perilaku masyarakatnya yang bebas.

6. Penyakit AIDS yang ditularkan melalui hubungan seksual dan IDU menunjukkan bahwa pergeseran adat (perilaku), moral, norma agama, nilai kesetiaan dan penyalahgunaan arti kebebasan serta tanggung jawab telah terjadi pada masyarakat Indonesia. 7. Solusi dari permasalahan AIDS di Indonesia adalah dengan melakukan upaya-upaya pencegahan penularan AIDS dan peningkatan kesadaran masyarakat akan bahaya AIDS serta pentingnya penerapan norma agama dalam hidup. B. Saran Beberapa hal yang dapat dilakukan agar terhindar dari AIDS adalah: 1. Hindari melakukan seks bebas, apabila melakukan seks hendaknya menggunakan alat kontrasepsi seperti kondom. 2. Tidak mengkonsumsi barang terlarang seperti narkoba dan melakukan aktifitas lainnya yang berhubungan dengan alat yang melakukan kontak langsung dengan darah. 3. Setialah pada satu pasangan saja, jangan suka berganti-ganti pasangan. 4. Segeralah berobat ke rumah sakit terdekat apabila mengalami gejala-gejala penyakit seperti yang telah disebutkan di atas. 5. Jadikan norma agama sebagai pegangan dalam hidup.

DAFTAR PUSTAKA Adler, M.W, 1996, Petunjuk Penting AIDS, AGC, Jakarta Hariyono, P dan P. Wiryono, 1996, Pemahaman Kontekstual tentang Ilmu Budaya Dasar, Kanisius, Yogyakarta Hutapea, Ronald, 2003, AIDS & PMS dan Pemerkosaan, Rineka cipta, Jakarta Pusuhuk. Willy F, 1996, AIDS, Indonesia Publishing House, Indonesia http://siteresources.worldbank.org/INTHIVAIDS/Resources/3757981103037153392/LegalAspectsOfHIVAIDS.pdf , Legal Aspect of Hiv Aids, diakses tanggal 13 september 2010 http://www.bentham.org/chivr/sample/chivr5-1/004AB.pdf, HIV Genetic Diversity: Biological and Public Health Consequence, diakses tanggal 10 september 2010 www.depkes.go.id, Perkembangan HIV/AIDS di Indonesia sampai juni 2010, diakses tanggal 10 september 2010

KLIPING KASUS Perkembangan HIV AIDS sampai juni 2010 (www.depkes.go.id)

Pada periode triwulan kedua tahun 2010 terdapat penambahan kasus AIDS sebanyak 1.206 kasus. Sebanyak 36 kabupaten/kota dari 16 provinsi melaporkan hal tersebut yaitu NAD, Sumatera Barat, Riau, Kepulauan Riau, Bengkulu, Kepulauan Bangka Belitung, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten, Bali, NTB, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Maluku Utara. Dengan demikian, sampai tanggal 30 Juni 2010, secara kumulatif kasus AIDS yang dilaporkan sejak tahun 1978 berjumlah 21.770 dari 32 provinsi dan 300 kabupaten/kota. Rasio kasus AIDS antara laki-laki dan perempuan adalah 3:1. Kasus terbanyak dilaporkan dari Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Papua, Bali, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, Riau dan Sumatera Barat. Rate kumulatif kasus AIDS nasional sampai 30 Juni 2010 adalah 9,44 kasus per 100.000 penduduk. Rate kumulatif kasus AIDS tertinggi dilaporkan dari Provinsi Papua (14,34 kali angka nasional), Bali (5,2 kali angka nasional), DKI Jakarta (4,4 kali angka nasional), Kep. Riau (2,4 kali angka nasional), Kalimantan Barat (1,8 kali angka nasional), Maluku (1,5 kali angka nasional), Bangka Belitung (1,2 kali angka nasional), Papua Barat, Jawa Timur, DI Yogyakarta, Jawa Barat, Sumatera Barat, Riau (1,0 kali angka nasional).

Proporsi kumulatif kasus AIDS tertinggi dilaporkan pada kelompok umur 20-29 tahun (48,1%), diikuti kelompok umur 30-39 tahun (30,9%), dan kelompok umur 40-49 (9,1%). Sementara cara penularan terbanyak adalah melalui hubungan heteroseksual (49,3%), Injection Drug Use/IDU (40,4%), Lelaki Seks Lelaki (3,3%), dan perinatal (2,7%).

Proporsi kasus AIDS yang dilaporkan meninggal sebesar 19,0%. Infeksi oportunistik yang terbanyak dilaporkan adalah TBC (10.648 kasus), diare kronis (6.392 kasus), Kandidiasis oro-faringenal (6.412 kasus), Dermatitis generalisata (1.623 kasus), dan Limfadenopati generalisata persisten (770 kasus).

Sementara untuk kasus HIV positif, sampai dengan 30 Juni 2010 secara kumulatif berjumlah 44.292 kasus dengan positive rate rata-rata 10,3%. Jumlah kasus baru pada triwulan kedua 2010 sebanyak 3.916 kasus. Daerah yang paling banyak terjadi kasus HIV positif adalah DKI Jakarta (9.804 kasus), Jawa Timur (5.973 kasus), Jawa Barat (3.798 kasus), Sumatera Utara (3.391 kasus), Papua (2.947 kasus), dan Bali (2.505 kasus).

Sampai saat ini HIV/AIDS belum ada vaksin maupun obatnya. Obat yang ada adalah (ARV=Anti Retroviral Virus) yang berfungsi hanya untuk menekan perkembangan virus. Perawatan HIV di Indonesia sudah dimulai sejak tahun 2005 dengan jumlah yang masih dalam pengobatan ARV pada tahun 2005 sebanyak 2.381 (61% dari yang pernah menerima ARV). Kemudian sampai 30 Juni 2010 terdapat 16.982 ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) yang masih menerima ARV (60,3% dari yang pernah menerima ARV). Jumlah ODHA yang masih dalam

pengobatan ARV tertinggi berasal dari DKI Jakarta (7.242), Jawa Barat (2.001), Jawa Timur (1.517), Bali (984), Papua (685), Jawa Tengah (575), Sumatera Utara (570), Kalimantan Barat (463), Kepulauan Riau (426), dan Sulawesi Selatan (343). Kematian ODHA menurun dari 46% pada tahun 2006 menjadi 18% pada tahun 2009.

Demikian laporan situasi perkembangan HIV/AIDS di Indonesia triwulan kedua tahun 2010 berdasarkan data dari Sub Direktorat AIDS dan Penyakit Menular Seksual Ditjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (PP &PL) Kemenkes. Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon: 021-52907416-9, faks: 52921669, Call Center: 021500567, 30413700, atau alamat e-mail puskom.publik@yahoo.co.idThis e-mail address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it , info@depkes.go.idThis e-mail address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it , kontak@depkes.go.idThis e-mail address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it

Anda mungkin juga menyukai