Anda di halaman 1dari 54

LAPORAN OBSERVASI INDIVIDU KULIAH KERJA LAPANGAN

Bidang Klinis Lokasi : Yayasan Pusat Rehabilitasi Mental. Madani Mental Health Care Metode Prof. Dr. dr. H. Dadang Hawari, Psikiater

Disusun Oleh : Taty Budhiarti

207070000074

Dosen Pembimbing KKL:

M. Avicena,M. Hsc, Psy


Pembimbing Lapangan:

Ustad Surinto

FAKULTAS PSIKOLOGI UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011

1.

Identitas Subyek Nama Jenis Kelamin Tempat/Tanggal Lahir Anak Agama Suku Status Pendidikan Alamat Lokasi observasi Program Madani Tanggal Masuk Diperiksa Atas Permintaan Hobby Pendidikan : Lutfan Pramuda : Laki-laki : Jakarta, 07 Agustus 1990 : 2 dari 2 Bersaudara : Islam : Jawa : Belum menikah : Sekolah Menengah Atas : : Madani Health Care (MHC) : Transit House : 04 Desember 2010 : Keluarga : Musik, menciptakan lagu dan novel, membaca : SMA

Riwayat Pengobatan Santri sebelumnya RS. Fatmawati lalu santri langsung di rujuk ke Madani mental Health Care

Riwayat Keberadaan Santri SS masuk pada tanggal 04 Desember 2010 ke Madani Mental Health Care, dirawat pertama kali di ruang stabilisasi dengan diagnosa Skizofrenia. Riwayat Keluarga Lutfan adalah anak 2 dari 2 bersaudara, dia mempunyai seorang saudara laki-laki.

Identitas mahasiswa KKL Nama Pekerjaan Agama Kebangsaan Suku Bangsa Status Pernikahan : Taty Budhiarti : Mahasiswi : Islam : Indonesia : Lampung : Belum pernah menikah

Identitas Pembimbing Lapangan Nama Pekerjaan Agama Kebangsaan : Surinto :: Islam : Indonesia : Belum pernah menikah

Suku Bangsa : Jawa Tengah Status Pernikahan

Identitas Dosen Pembimbing Nama Pekerjaan Agama Kebangsaan : M. Avicena,M. Hsc, Psy : Dosen : Islam : Indonesia : Menikah

Suku Bangsa : Status Pernikahan

2. Status Praesens (gambaran fisik dan kondisi psikis santri) Lutfan adalah pria berusia 20 tahun, memiiki tinggi badan sekitar 170 cm dan berat badan 65 kg. Kondisi fisik klien terlihat bersih dan rapi, memiliki kulit sawo matang, rambut lurus, wajah berbentuk oval, gigi yang trsusun dengan rapi dan berkacamata. Lutfan merupakan santri yang paling muda usianya dari santri-santri lainnya yang dirawat disana. Lutfan mempunyai kepribadian yang sedikit pemalu dan pendiam namun dibalik sifat pemalu dan pendiam yang ia miliki ternyata lutfan adalah anak yang supel, asyik dan

nyambung ketika diajak bicara. Kepribadiannya yang pintar dan terbuka akan wawasannya yang luas membuat ia mampu berkomunikasi dengan sangat baik dan mengasyikan terhadap saya.

3. Observasi Di madani mental health care, pasien terbagi menjadi dua golongan, schizofhrenia dan naza. Lutfan termasuk kedalam golongan Schizopherenia. Lutfan adalah anak yang cerdas, terbukti ia mampu brinteraksi sosial dengan baik, sekali waktu saya pernah mengajaknya berdiskusi tentang dunia politik dan pendidikan, terlihat wawasan terbuka yang ia miliki, selain itu ia mampu memainkan alat musik piano (aliran klasik), menciptakan novel dan lagu. Dari hasil obsrvasi itu semua terlihat bahwa Lutfan adalah anak yang pintar dan kreatif. Lutfan sangat bersahabat dengan santri-santri yang ada disana, ia terkenal sebagai anak yang dan tidak mempunyai musuh dan yang membencinya selama ia berada di Madani. Lutfan adalah santri yang paling muda dari yang lainnya, sehingga membuat Lutfan tidak begitu akrab, hanya sekedar menyapa, berkumpul dan sedikit bercengkama ketika ada jam program bagi para santri. Kebanyakan waktu yang Lutfan gunakan ketika tidak ada program adalah menulis novel, lagu atau bemain musik. Berbeda dengan santri yang lainnya, biasanya mereka seringkali menghabiskan waktu untuk duduk, minum teh atau kopi dan merokok. Karena perbedaan umur yang terpaut sangat jauh dan kebiasan santri lainnya yang bertolak belakang dengan Lutfan, hal tersebut itulah kesimpulan yang saya ambil kenapa intens komunikasi Lutfan terhadap mereka (santri yang lain) sedikit. Lutfan santri yang sangat rajin mengikuti program, semua program yang dilakukan di Madani selalu di ikuti, ia juga selalu berperan aktif dalam programprogram yang dilaksanakan. 4. Riwayat Gangguan Ketika Lutfan lulus SMA, Lutfan melanjutkan kuliah di ITB dengan jurusan industri. Kenapa orang tua Lutfan menganjurkan kuliah di ITB adalah dikarenakan Orang tuanya melihat dari hasil test minat dan bakat yang beberapa kali Lutfan laksanaan dan hasilnya

adalah Lutfan berpotensi dalam bidang teknik untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan selanjutnya. Dikarenakan Lutfan tidak mengetahui bagaimana proses itu seperti apa dan bagaimana, maka dari itu ia mengikuti apa yang disarankan oleh orang tuanya. Sebernarnay Lutfan menyukai hal yang berubungan dengan sosial misalnya ia pernah bercerita ada keinginan untuk mengambil Psikologi. Tapi karena pemikirannya belum terbuka tentang dunia kuliah dan belum begitu mengenalnya maka dari itu akhirnya ia mengikuti keputusan orang tuaya untu berkuliah di ITB. Ketika ia masuk ITB ternyata proses belajar yang dbayangkan tidak sesuai dengan apa yang ia bayangkan, persaingan yang kuat dan materi pembelajaran yang berat yang membuat ia memutuskan keluar dari ITB. Program belajar yang Lutfan lakukan selama di ITB hanya berjalan 2 tahun. Setelah dari ITB Lutfan memutuskan untuk kuliah kembali di MARANATA Bandung, dan memilih jurusan sesuai dengan yang selama ini inginkan, ia memilih jurusan Psikologi. Selama di MARANATA, mayoritas mahasiswa yang ada disana adalah non muslim. Lutfan sangat menikmati kuliahnya disana, ia merasa sangat senang dengan temantemanya yang baik walaupun mayoritas dari mereka berbeda agama dengannya. Dari situlah timbul pemikiran dalam dirinya dan pertanyaan kenapa orang muslim jahat tidak seperti orang non muslim yang baik. Lutfan memandang orang muslim jahat ketika ia melihat yang sangat sering terjadi saat ini adalah dimana orang muslim berkali-kali melakukan pemboman terhadap orang-orang disekitarnya bahkan erhadap mereka yang tidak berdosa. Hal tersebutkan yang membuat Lutfan terus-terusan berpikir tentang agama yang dianutnya dengan kenyataan yang sekarang terjadi disekitarnya. Perbedaan yang ia lihat terhadap orang muslim dan kenyataan yang ia alami terhadap apa yang ia alami terhadap kebaikan teman-temannya tersebut yang membuat hatinya berontak dan menggoyahkan keyakinan yang selama ini ia anut. Mulai dari kejadian saran orang tua Lutfan terhadap keinginan kuliahnya masuk ITB, dan ketika masuk ITB tekanan yang tidak sesuai dengan yang diharapkan dan persaingan yang ketat selama di ITB, ditambah ketika ia elah keluar dari ITB dan melanjutkan kuliah di MARANATA yang disini muncul konflik baru dalam segi agama kurang kuat yang

membuat ia merasa bertanya-tanya akan agama yang ia anut dan agama lain yang ia pandang baik, sehingga timbul berontak tentang keyakinan ia selama ini. Semenjak kejadian tersebutlah kemiskinan keyakinan yang di alami Lutfan, selain itu ia juga muncul halusinasi dalam dirinya. Sebagai contoh ia sering melihat darah di keset depan pintu rumah, dan darah mengalir di tangannya. Diduga karena tidak mendapat penanganan psikologis secara cepat saat mengalami depresi, kemudian muncul gejala yang lain, seperti terjadinya penurunan respons emosi, ekspresi emosi yang tidak sesuai sehingga subjek mengalami skizofrenia seperti saat ini.

5. Anamnesa Alloanamnesa Menurut santri yang ada di madani Lutfan adalah sosok pemuda yang pintar, supel, ramah, murah tersenyum, dan senang bermain music. Lutfan banyak di sukai santri yang berada disana. Karena sifatnya yang ramah dan berteman dengan siapa saja disana, sehingga pada saat di madani Lutfan tidak memiliki musuh. Menurut ustad Ade sebagai pembimbing Lutfan, Lutfan selalu rajin mengikuti program yang dilaksanakan di madani, selain itu Lutfan adalah anak yang pintar dalam mengikuti dan memahami program yang pihak madani lakukan terhadap Lutfan, sehingga tidak begitu sulit untuk memberikan masukan yang baik untuk Lutfan dan memberika dukungan terhadap Lutfan untuk menatap masa depan menjadi lebih baik lagi.

Autoanamnesa Berdasarkan hasil wawancara, Lutfan sangat mencintai keluarganya. Ia akan berusaha menjadi lebih baik lagi. Ia mulai menata kehidupannya lagi. Di madani ia berusaha untuk bias menjadi lebih baik lagi dari sebelumnya dan merencanakan masa depannya. Sebagai langkah awal ia mulai menyusun rencana untuk melanjutkan pendidikannya di Universitas yang ia inginkan untuk melanjutkan masa depan ia yang lebih baik.

6. Tinjauan Theoritis Skizofrenia merupakan penyakit otak yang timbul akibat ketidak seimbangan pada dopamine, yaitu salah satu sel kimia dalam otak, ini adalah gangguan jiwa psikotik yang paling lazim dengan ciri hilangnya perasaan afektif atau respons emosional dan menarik diri dari hubungan antarpribadi normal. Sering kali diikuti dengan delusi (keyakinan yang salah) dan halusinasi (persepsi tanpa ada rangsang pancaindra). Skizofrenia jenis penyakit jiwa yang tergolong parah dan melumpuhkan. Dengan gejala-gejala seperti delusi (kepercayaan yang salah yang tidak dapat diperbaiki dengan akal), halusinasi (umumnya dalam bentuk suara atau penglihatan yang tidak kedengaran atau tidak nampak), pembicaraan yang tidak teratur, dan kelakuan yang kacau atau katatonik. Tanda-tanda dan gejala-gejala ini diasosiasikan dengan meningkatnya disfungsi sosial dan pekerjaan. Fitur-fitur skizofrenia mencakup tanda-tanda dan gejala-gejala unik yang telah nampak secara sangat sering dalam jangka waktu satu bulan, dengan beberapa tanda gangguan yang bertahan paling sedikit enam bulan. Gangguan kejiwaan merupakan masalah besar dan sangat kompleks penyebabnya, Terutama pada Gangguan jiwa seperti skizofrenia namun jenis ini hanya bagian kecil dari gangguan jiwa. Sementara gangguan jiwa seperti depresi sampai 15 persen. Gangguan jiwa berat, seperti skizofrenia, bersifat kronis, jangka panjang, sebagian besar diderita seumur hidup dan kambuhan. Tak banyak diantara kita atau pun masyarakat luas yang mengerti apa yang dimaksud dengan skizofrenia ini. Hal inilah yang dialami oleh seorang pasien yang dirawat dipanti rehabilitasi MADANI, yang berinisial SS. Subjek mengalami tekanan jiwa kemudaian depresi, diduga hal ini juga dipicu oleh banyaknya alkohol, cannabis (ganja) dan putau yang dikonsumsi dalam kurun waktu yang cukup lama, ini juga menjadi salah satu faktor pendukungnya. Sehingga syaraf dalam mengantar sinyal ke otak terganggu sehingga terjadilah disfungsi pada kerja otak. Kemudian timbulah gejala skizofrenia. Penderita akan mengalami kemunduran dalam berbagai aspek kehidupan seperti pekerjaan, hubungan sosial, dan kemampuan merawat diri, yang bisa menyulitkan kehidupan pribadi, keluarga, maupun sosial. Buntutnya, mereka cenderung

menggantungkan sebagian besar aspek kehidupannya pada orang lain dan tidak mandiri. Selain itu, Gejala skizofrenia biasanya sering muncul pada usia remaja akhir atau pada saat dewasa awal. Artinya, skizofrenia menyerang pada manusia usia produktif. Jika tidak mendapatkan penanganan secara baik dan benar, penyakit ini akan menyerang dan cenderung kambuh. akibatnya mereka tidak bisa mengendalikan dan mengelola dirinya sendiri, Baik secara fisik maupun mental. Jika dipaparkan, jiwa dipisahkan menjadi beberapa bagian anatara lain pemikiran (mind), perasaan (emosi), keinginan (motivasi), penginderaan (sensation), persepsi (perception) dan perilaku (behavior). Pada orang normal, berbagai fungsi jiwa ini dapat bekerja sama dengan baik, sehingga menghasilkan perbuatan yang masuk akal. Percakapannya dapat dimengerti. Namun, pada penderita sakit jiwa jenis skizofrenia, berbagai fungsi jiwa ini menjadi kacau balau, hingga perbuatan dan percakapannya tidak masuk akal dan sukar dimengerti. Sampai percakapan yang sederhana saja menjadi sukar untuk dimengerti, terutama pada jenis skizofrenia ; hebefrenik, paranoid dan katatonik. Gejala lain yang mungkin muncul adalah terjadinya penurunan respons emosi yang tidak sesuai atau juga ekspresi emosi. Mereka umumnya mengalami keterbatasan emosi dan emosi yang tumpul. Bisa pula gejala gangguan proses pikir dimana mereka mempunyai keyakinan atau kepercayaan yang salah yang tidak sesuai dengan realita. Terkadang mereka juga menjadi penuh agresivitas jika dalam keadaan akut, seperti marah-marah, menyerang orang lain, dan merusak barang serta melukai diri sendiri.

Gangguan Yang Berkaiatn Dengan Penggunaan Zat Kriteria ketergantungan zat dalam DSM-IV-TR: Tiga atau lebih dari hal hal berikut ini: Toleransi, yang didifinisikan sebagai: (a) kebutuhan yang nyata untuk meningkatkan jumlah zat yang diperlukan guna memperoleh efek yang diharapkan dan (b) berkuraangnya efek secara nyata pada penggunaan zat secara berkelanjutan dengan jumlah yang sama.

Putus obat Zat digunakan dalam waktu lebih lama dan lebih banyak dari yang dimaksudkan Keinginan atau upaya untuk menguranggi atau mengendalikan penggunaannya. Sangat banyak waktu yang digunakan dalam berbagai aktivitas sosial, Terus-menerus menggunakannya meskipun menyadari bahwa berbaghai masalah

rekreasional, atau pekerjaan menjadi berhenti atau berkurang psikologis atau fisik menjadi semakin parah karenanya. Kriteria penyalahgunaan zat dalam DSM-IV-TR: Penggunaan suatu zat secara maladaptive yang ditunjukan oleh salah satu dari berikut ini: Gagal memenuhi tanggung jawab Penggunaannya berulang dalam berbagai situasi yang secara fisik berbahaya Berulang kali mengalami berbagai masalah hukum yang berkaitan dengan Terus menerus menggunakan terlepas dari berbagai masalah yang disebabkan

penggunaan zat oleh penggunaan zat tersebut. Selain kedua penggolongan diatasas, dalam DSM-IV dikenal juga diagnosis intoksikasi zat, keadaan dimana penggunaan zat memperoleh system syaraf pusat dan menghasilkan efek maladaptive pada kognisi dan perilaku. Sedangkan diagnosis putus zat akan dapat diberikan pada individu yang memunculkan gejala spesifik (tergantung pada zat yang dipakai) akibat penghentian atau pengurangan pamakaian zat dan mengakibatkan gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan atau fungsi penting lainnya (Davison. Dalam Fitri Fausiah, 2005). Barlow dan Durand (Fitri Fausiah. 2005) menggolongkan berbagai macam zat ke dalam 4 besar, yaitu: a. Depresan, yaitu zat-zat yang menyebabkan timbulnya efek perilaku tenang (sedative). Termasuk di dalamnya antara lain alkohol, obat-obatan sedative, hipnotik dan anxiolytics dari kelompok barbiturates dan benzodiazepines.

b.

Stimulant, adalah zat-zat yang membuat orang menjadi lebih aktif dan waspada, dan juga meningkatkan mood. Termasuk jenis ini antara lain amphetamine, kokain, nikotin, dan kafein.

c.

Opiate, merupakan zat yang memiliki efek utama menimbulkan analgesia (mengurangi rasa sakit) temporer dan euphoria. Dalam hal ini contohnya heroin, opium, kodein, dan morfin.

d.

Halusinogen, adalah zat-zat yang menghasilkan delusi, paranoid, halusinai dan pemicu persepsi sensoruis. Termasuk dalam kelompok ini antara lain mariyuana dan LSD.

Etiologi Penyalahgunaan Dan Ketergantungan Zat (Davison & Neale. Dalam Fitri Fausiah. 2005) 1. Sudut Pandang Sosiokultural Menekankan pentingnya peran kelompok, orang tua, serta media dalam menentukan perilaku yang dapat diterima dalam menentukan perilaku yang dapat diterima dan yang tidak. Antara lain bagaimana contoh yang diberikan keluarga berperan dalam pembentukan penyalahgunaan zat. Penting juga untuk diperhatikan adalah ketersediaan zat di lingkungan/. Jika banyak zat diperjualbelikan akan menimbulkan kecenderungan kearah penyalahgunaannya. 2. Sudut Pandang Psikologis Salah satu motif utama pengguanan zat adalah untuk meningkatkan mood. Sehingga zat bernilai positif karena meningkatkan mood positif dan mengurabngi mood nagatif dan mengkuranggi stress serta ketegangan. Faktor psikoligis lainnya juga yang berperan adalah tingkat kepercayaan seseorang bahwa zat berbahaya (berbanding terbalik dengan kemungkinan penyalahgunaan zat), dan persepsi prevalensi penggunaan zat oleh orang lain. Terdapat beberapa trait kepribadian yang meungkin berpengaruh pada penyalahgunaan zat, antara lain tingginya afek negatif, keingginan yang besar untuk mencari ketegangan dan meningkatkan mood positif, pemberontakan dan agresivitas yang tinggi. Sementara dari riwayat masa kecil, sejarah ADHD juga turut meningkatkan resiko penyalahgunaan obat.

3. Sudut Pandang Biologis Kebanyakan riset faktor biologis adalah dalam rangka menemukan kemungkinan diturunkannya secara genetic predisposisi untuk mengalami masalah yang berhubungan dengan zat. Penanganan (Treatmen) Menurut Davison & Neale (Fitri Fausiah. 2005) para ahli sependapat bahwa hal utama yang penting dalam menangani pasien yang menyalahgunakan obat adalah melakui detoktiofikasi dan penghentian penggunaan obat sama sekali. Beberapa metode pendekatan juga digunakan untuk menangani pasien semacam ini. Antara lain melakui terapi secara biologis berupa pemberian zat-zat pengganti yang dapat menghentikan zat yang dipakai sebelumnya. Misalnya pemberin methadone untuk menghentikan heroin. Sedangkan untuk penganan secara psikologis, antara lain adalah melalui kelompok dukungan (terapi kelompok) dan penanganan kognitif untuk mengajarkan bagaimana menghindari tempat yang berisiko tinggi menimbulkan kembali keinginan untuk mengugunakan zat, mengetahui efek buruk obat dan mencari alternatif lain selain menggunakan zat. Intervensi psikologis biasanya dikombinasikan dengan pengobatan secara biologis. Rangkuaman Jenis-Jenis Zat Dan Efeknya (Kaplan dkk. Dalam Fitri Fausiah, 2005) Zat Opiate dan oipoid: opium, morfin, heroin, mependine, metadhone, pentazocine Amfetamin dan simpatomimetik lain, termasuk Efek Pada Perilaku Euphoria, mengantuk, anoreksia, penurunan dorongan seksual, hipoaktifitas, perubahan kepribadian Terjaga,banayk bicara, euphoria, hiperaktifitas, agresivitas, agitasi, Efek Fisiologis Mual, konstipasi, jejak jarum di lengan, tungkai dan pantat, dll Tremor, halitosis, mulut kering, hipertensi, Temuan Laboratorium Ditemikan dalam darah sampai 24 jam terakhir setelah dosis terakhir Ditemulakn dalam darah dan urin

kokaindan shabu

kecenderungan paranoid, impotensi, perabaan Mengantuk, kebingungan, sulit memusatkan perhatian

penurunan berat badan, demam, hidung Ataksia, hopotensi, kejang, delirium,dll

halusinasipengalihatan dan kejang, pereforasi Depresan: barbiturate, methaqualone, meprobamate, benzodiazepine, glutethimide Inhalan Euphoria, mengantuk, Ataksia, analgesia, hipotensi Muka kemerahan, banyak bicara, ataksia, cadel, dll Tidak ada Kadar dalam darah antara 100-200mg/DI Ditemukan dalam darah

lain:nitrogen oksida kebingungan Alcohol Kemampuan mengambil keputusan buruk, banyak bicara, agresif, gangguan memusatkan perhatian, Halusigen : LCD, psilolocybin, MDA (methylene amnesia Lama 8-12 jam dengan flasback setelah abstinensi, halusinasi gangguan persepsi tentang kekuatan dan kemampuan, kecenderungan bunuh diri atau membunuh, depersonalisasi, Phencylide (PCP) derealitasasi Lama8-12 jam, halusinasi, ide paranoid, mood labil, asosiasi longgar, katatonik, melakukan tindakan kekerasan, kejang

Ataksia, hipertensi, dll

Tidak ada

dioxyampethameni) pengelihatan, ide paranoid,

Hipertensi

Ditemukan dalam urin sampai 5 hari setelah ingesti

Hidrokarbon volatile dan derivate minyak bumi:lem, benzene, minyak tanah, tiner, vernis, cairan pada korek gas, aerosil

Euphoria, bicara cadel, halusinasi pada 50%kasus, psikosis

Bau pada pernafasan, kemungkinan kerusakan pada otak, hati, ginjal, kerusakan otak permanent jika digunakan permanenn jika digunakan setiap harti selama lebih dari enam bulan Kulit panas, lemah, mudah haus, pandangan kabur, mulut dan tenggorokan kering, sensitive terhadap cahaya, hipertensi, pengutrangan urin

SGOT dari tes lain untuk menentukan kerusakan jaringan

Alkaloid belladonna, atropine

Kebingungan , kegembiraan berlebihan, delirium, strupor, koma

Tidak ada

Beberapa Gejala Penting Pada Gangguan Jiwa: A. Gejala-Gejala Dari Gangguan Afek Afek dan emosi saling terkait dalam alam pikiran/ dorongan untuk bertingkah laku. Afek yang normal adalah jika alam perasaan sesuai dengan keadaan lingkungan. Sedangkan afek yang sakit jika afek berbeda dengan alam perasaan yang dialami oleh orang normal/ lingkungannya. Afek terbagi menjadi: Hipertimi: Alam perasaan yang meninggi (contoh: Euphoria) Normotimi Hipotimi: Alam perasaan yang merendah

Distimi: dengan ciri-ciri iritabel, mudah tersinggung, pemarah sehingga tidak

mudah bergaul B. Gejala dari Gangguan Alam Pikiran (kognisi) 1. Kesadaran: Adalah Kemampuan individu untuk berhubungan dengan lingkungan/ mengadakan kontak dengan lingkungan sesuai dengan yang tertangkap oleh panca indera. Tingkat kesadaran: Kompos Mentis (Sadar) Cloudy (Berkabut) Somnolens Soporiusi (pre-coma) Comateus (Coma)

2. Orientasi Adalah Kemampuan individu untuk mengenal lingkungannya secara temporal, spatial, dan individual. Pada umumnya, jika kesadaran terganggu, orientasi juga terganggu (disorientasi). 3. Daya Konsentrasi Adalah Kemampuan individu untuk memusatkan perhatian/ pikirannya terhadap suatu hal yang meliputi waktu agak panjang. Jika daya konsentrasi Terganggu, perhatian mudah sekali beralih dari satu hal ke hal yang lain. 4. Daya Ingat (Memory) Adalah Kemampuan individu untuk me-recall hal-hal atau kejadian yang baru maupun yang lama dan disimpan dalam pusat ingatan di otak. Gangguan penurunan daya ingat (Amnesia) Amnesia Anterograde (tidak dapat mengingat hal yang Baru) Amnesia Retrograde (tidak dapat mengingat hal yang Lama) Paramnesia (mengingat hal-hal yang salah/ tidak sesuai dengan kenyataan)

5. Proses Berpikir

Adalah Proses yang meliputi pengolahanberbagai paham/ ide dengan jalan membayangkan, memahami, membandingkan, dan menarik satu kesimpulan. Gangguan pada proses ini: a) Gangguan pada bentuk pikiran Tidak sesuai dengan kenyataan/ logika (dereisme) Fantasi/ Lamunan (Autistic) Neologisme: membuat istilah yang sendiri yang dimengerti oleh dia sendiri Flight of Ideas: Pembicaraannya loncat-loncat Asosiasi Longgar: pembicaranya loncat dari satu ide ke ide lainnya Inkoherensi/ Wad salad: kata kata yang satu dengan kata yang lainnya tidak ada hubungannya Clang Association: mengulang suku kata terakhir menjadi suku kata pertama Circumstancial: suka menambah-nambahkan cerita Perseverasi:membicarakan suatu ide yang berulang-ulang Blocking:menyambung ide yang tidak ada kaitannya pada kata baru

b) Gangguan pada kecepatan berpikir: Terganggunya proses asosiasi

c) Gangguan isi pikiran

Delusi (Waham): adalah suatu keytakinan pada sesuatu yang tidak Ideas of Control / passivity feeling: yakin bahwa durunya di control oleh Waham sistematik:waham yang masuk terdengar masuk akal dengan Waham non sistematik:waham yang tidak masuk akal Waham kebesaran: merasa dirinya adalah orang hebat/orang

sesuai dengan kenyataan yang tidak dapat dikoreksi dengan alas an obhjektif/ logika orang lain membenarkan sesuatu dengan isi pikirannya

yang memuliki suatu kekuatan terbeang pikirannya

Waham kehinaan Waham Tuduhan Diri Waham Kejaran Waham Sindiran Ideas of Reference: merasa orang lain membicarakan dirinya Though Echo: merasa piikirannya bergema, dan pikirannya Though Insertion: merasa ada sesuatu yang masuk ke dalam Though Withdrawal: merasa orang lain mengambil idenya Though Broadcasting: merasa semua orangtauhu isi pikirannya Obsesi: berkaitan dengan kompulsif. Pikiran yang bersifat terpaku dan Phobia: ketakutan yang irasional terhadap suatu benda / keadaan yang Hipokhondria: suatu kekhawatiran terhadap kesehatan badannya

berulang ulang kembali dan tidak dapat dielakan oleh individu yang bersangkutan.

tidak dapat di tekan oleh meskipun diketahui bahwa itutidak masuk akal.

yang berlebihan sehingga ia tidak pernah merasa sembuh. 7. Persepsi Panca Indera Proses yang terjadi karena adanya rangsangan reseptor dari panca indera yang dilanjutkan ke otak diinterpretasi berdasarkan pengetahuan dan pengalaman individu. Gangguan:

Ilusi Halusinasi (False Perception), berupa: pendengaran, penglihatan, pembauan,

cita rasa, taktil, kinestetik. Contoh: Syndroma Fantom C. Gejala dari Aspek Konasi/ Psikomotor
1. Sikap terganggu jika individu tidak kooperatif, tidak bersahabat atau bahkan

menentang petunjuk atau memperlihatkan sikap bermusuhan, marah, dan ingin

menyerang. Selain itu, contoh gangguan pada sikap adalah sikap yang dependen dan apatis. 2. Tingkah laku: Hiperaktif Overaktif Hipoaktif/ Pasif Stereotipik: tingkah laku berulang seperti OCD Mannerism: tingkah laku berulang tetapi aneh Katalepsi/ fleksibilitas cerea : gerakan yang menetap dengan waktu yang lama, Verbigerasi: mengulang kata kata/ suku kata tertentu Echolalia:mengulang kata kata yang diucapkan orang lain Echopraxia : meniru gerakkan orang lain Obsesif Compulsif

digerakan jika ada orang lain yang menggerakan.

Jenis - Jenis Skizofrenia: 1. Tipe Paranoid. Untuk dapat digolongkan tipe ini pasien harus tampak adanya preokupasi dengan satu atau lebih waham, atau halusinasi auditoris yang sering. Syarat lain adalah hal-hal berikut tidak menonjol: disorganisasi pembicaraan, disorganisasi perilaku atau katatonik dan afek datar atau tidak sesuai. 2. Tipe Disorganized Pada masa lampau dikenal sebagai gangguan skizofrenia hebrefenik. Kriterianya adalah munculnya semua simtom, tidak terorganisir (disorganisasi pembicaraan, disorganisasi perilaku dan afek datar atau tidak sesuai). Syarat lain adalah kriteria yang muncul tidak tergolong tipe katatonik. 3. Tipe Katatonik.

Gangbaran klinis yang muncul secara dominan adalah setidaknya 2 perilaku berikut: imobilitas motorik karena katalepsi, aktifitas motorik yang berlebihan, negativisme berlebihan, keanehan gerakan atau ekolalia. 4. Tipe Tidak Tergolongkan. Dimana karakteristik simtom A muncul, namun kriteria tidak masuk untuk gangguan paranoid, disorganisasi atau katatonik. 5. Tipe Residural. Memilki karakteristi berikut: hilangnya delusi dan halusinasi atau disorganisasi pembicaraan, dan disorganisasi perilaku atau perilaku katatonik yang nyata, selain itu terdapat bukti yang berkelanjutan dari gangguan, sebagaimana diindikasikan oleh munculnya simtom negatif atau dua atau lebih simtom yang termasuk kategori A yang muncul dalam bentuk yang lemah.

Dukungan sosial
Saronson (1991) menerangkan bahwa dukungan sosial dapat dianggap sebagai sesuatu keadaan yang bermanfaat bagi individu yang diperoleh dari orang lain yang dapat dipercaya. Dari keadaan tersebut individu akan mengetahui bahwa orang lain memperhatikan, menghargai, dan mencintainya. Menurut Gonollen dan Bloney (Asari, 2005), dukungan sosial adalah derajat dukungan yang diberikan kepada individu khususnya sewaktu dibutuhkan oleh orang-orang yang memiliki hubungan emosional yang dekat dengan orang tersebut. Katc dan Kahn (2000) berpendapat, dukungan sosial adalah perasaan positif, menyukai, kepercayaan, dan perhatian dari orang lain yaitu orang yang berarti dalam kehidupan individu yang bersangkutan, pengakuan, kepercayaan seseorang dan bantuan langsung dalam bentuk tertentu. Dukungan sosial merupakan transaksi interpersonal yang mencakup afeksi positif, penegasan, dan bantuan berdasarkanSaronson (1991) menerangkan bahwa dukungan sosial dapat dianggap sebagai sesuatu keadaan yang bermanfaat bagi individu yang diperoleh dari orang lain yang dapat dipercaya. Dari keadaan tersebut individu akan mengetahui bahwa orang lain memperhatikan, menghargai, dan mencintainya. Menurut Gonollen dan Bloney (Asari, 2005), dukungan sosial adalah derajat dukungan yang diberikan kepada individu khususnya sewaktu dibutuhkan oleh

orang-orang yang memiliki hubungan emosional yang dekat dengan orang tersebut. Katc dan Kahn (2000) berpendapat, dukungan sosial adalah perasaan positif, menyukai, kepercayaan, dan perhatian dari orang lain yaitu orang yang berarti dalam kehidupan individu yang bersangkutan, pengakuan, kepercayaan seseorang dan bantuan langsung dalam bentuk tertentu. Dukungan sosial pada umumnya menggambarkan mengenai peranan atau pengaruh yang dapat ditimbulkan oleh orang lain yang berarti seperti anggota keluarga, teman, saudara, dan rekan kerja. Johnson and Johnson berpendapat bahwa dukungan sosial adalah pemberian bantuan seperti materi, emosi, dan informasi yang berpengaruh terhadap kesejahteraan manusia. Dukungan sosial jugs dimaksudkan sebagai keberadaan dan kesediaan orang-orang yang berarti, yang dapat dipercaya untuk membantu, mendorong, menerima, dan menjaga individu. Berdasarkan teori-teori diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa Dukungan Sosial adalah bentuk pertolongan yang dapat berupa materi, emosi, dan informasi yang diberikan oleh orang-orang yang memiliki arti seperti keluarga, sahabat, teman, saudara, rekan kerja atupun atasan atau orang yang dicintai oleh individu yang bersangkutan. Bantuan atau pertolongan ini diberikan dengan tujuan individu yang mengalami masalah merasa diperhatikan, mendapat dukungan, dihargai dan dicintai.

Pentingnya Dukungan Sosial Dukungan sosial pada umumnya menggambarkan mengenai peran atau pengaruh serta bantuan yang diberikan oleh orang yang berarti seperti anggota keluarga, teman, saudara, dan rekan kerja. Menurut Saronson dkk (Suhita, 2005) dukungan sosial memiliki peranan penting untuk mencegah dari ancaman kesehatan mental. Individu yang memiliki dukungan sosial yang lebih kecil, lebih memungkinkan mengalami konsekuensi psikis yang negatif. Keuntungan individu yang memperoleh dukungan sosial yang tinggi akan menjadi individu lebih optimis dalam menghadapi kehidupan saat ini maupun masa yang akan datang, lebih terampil dalam memenuhi kebutuhan psikologi dan memiliki sistem yang lebih tinggi, serta tingkat kecemasan yang lebih rendah, mempertinggi interpersonal skill (keterampilan interpersonal), memiliki kemampuan untuk mencapai apa yang diinginkan dan lebih dapat membimbing individu untuk beradaptasi dengan stress. Dari berbagai penelitian yang dikemukakan oleh Atkinson (Suhita, 2005) menunjukkan bahwa

orang yang memiliki banyak ikatan sosial cenderung untuk memiliki usia yang lebih panjang. Selain itu, juga relatif lebih tahan terhadap stress yang berhubungan dengan penyakit daripada orang yang memiliki sedikit ikatan sosial. Akan tetapi, selain berpengaruh positif bagi individu, dukungan sosial dapat juga memberikan pengaruh negatif terhadap kondisi psikologis. Faktor keintiman yang berlebihan dengan teman dan penerimaan dukungan sosial yang lebih tinggi akan menyebabkan individu mudah menerima informasi yang disampaikan oleh orang lain tanpa menyeleksi informasi-informasi yang bermanfaat dan informasi yang merugikan. Akibatnya ketika individu mendapatkan informasi yang kabur (gosip) akan mengalami kecemasan dan stress hal ini sesusai dengan pendapat Hofboll (Suhita, 2005). Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial dapat mencegah individu dari ancaman kesehatan mental dan adanya dukungan sosial yang tinggi akan membuat individu lebih optimis dalam menghadapi kehidupan saat ini dan akan datang selain itu, individu dengan ikatan sosial lebih banyak cenderung memiliki usia yang lebih panjang. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Dukungan Sosial Menurut Reis (Suhita, 2005) ada tiga faktor yang mempengaruhi penerimaan dukungan sosial pada individu yaitu: a. Keintiman Dukungan sosial lebih banyak diperoleh dari keintiman daripada aspek-aspek lain dalam interaksi sosial, semakin intim seseorang maka dukungan yang diperoleh akan semakin besar b. Harga Diri Individu dengan harga diri memandang bantuan dari orang lain merupakan suatu bentuk penurunan harga diri karena dengan menerima bantuan orang lain diartikan bahwa individu yang bersangkutan tidak mampu lagi dalam berusaha. c. Keterampilan Sosial

Individu dengan pergaulan yang luas akan memiliki keterampilan sosial yang tinggi, sehingga akan memiliki jaringan sosial yang luas pula. Sedangkan, individu yang memiliki jaringan individu yang kurang luas memiliki ketrampilan sosial rendah.

Aspek-Aspek Dukungan Sosial Hause (Suhita, 2005) berpendapat bahwa ada empat aspek dukungan sosial yaitu: a. Emosional Aspek ini melibatkan kekuatan jasmani dan keinginan untuk percaya pada orang lain sehingga individu yang bersangkutan menjadi yakin bahwa orang lain tersebut mampu memberikan cinta dan kasih sayang kepadanya. b. Instrumental Aspek ini meliputi penyediaan sarana untuk mempermudah atau menolong orang lain sebagai contohnya adalah peralatan, perlengkapan, dan sarana pendukung lain dan termasuk didalamnya memberikan peluang waktu. c. Informatif Aspek ini berupa pemberian informasi untuk mengatasi masalah pribadi. Aspek informatif ini terdiri dari pemberian nasehat, pengarahan, dan keterangan lain yang dibutuhkan oleh individu yang bersangkutan.

d. Penilaian Aspek ini terdiri atas dukungan peran sosial yang meliputi umpan balik, perbandingan sosial, dan afirmasi (persetujuan).

- Menurut Barrera (Suhita, 2005) terdapat lima macam dukungan sosial yaitu: - Bantuan Materi: dapat berupa pinjaman uang. - Bantuan Fisik: interaksi yang mendalam, mencakup pemberian kasih sayang dan kesediaan untuk mendengarkan permasalahan. - Bimbingan: termasuk pengajarandan pemberian nasehat. - Umpan Balik: pertolongan seseorang yang paham dengan masalahnya sekaligus memberikan pilihan respon yang tepat untuk menyelesaikan masalah. Partisipasi Sosial: bersenda gurau dan berkelakar untuk menghibur seseorang. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek dukungan sosial adalah aspek emosional, aspek instrumental, aspek informatif, dan aspek penilaian. Dukungan sosial dapat diwujudkan dengan bantuan materi, bantuan fisik, bimbingan, umpan balik, dan partisipasi sosial. Sumber-Sumber Dukungan Sosial Hause dan Kahn (Suhita, 2005) mengemukakan bahwa dukungan sosial dapat dipenuhi dari teman atau persahabatan, keluarga, dokter, psikolog, psikiater. Hal senada juga diungkapkan oleh Thorst (Sofia, 2003) bahwa dukungan sosial bersumber dari orang-orang yang memiliki hubungan berarti bagi individu seperti keluarga, teman dekat, pasangan hidup, rekan kerja, tetangga, dan saudara. Sedangkan Nicholson dan Antil (Suhita, 2005) dukungan sosial adalah dukungan yang berasal dari keluarga dan teman dekat atau sahabat.

Sumber-sumber dukungan sosial yaitu: a) Suami Menurut Wirawan (1991) hubungan perkawinan merupakan hubungan akrab yang diikuti oleh minat yang sama, kepentingan yang sama, saling membagi perasaan, saling mendukung, dan menyelesaikan permaslahan bersama. Sedangkan, Santi (1985) mengungkapkan hubungan dalam perkawinan akan menjadikan suatu keharmonisan keluarga, yaitu kebahagiaan dalam hidup

karena cinta kasih suami istri yang didasari kerelaan dan keserasian hidup bersama. b) Keluarga Menurut Heardman (1990) keluarga merupakan sumber dukungan sosial karena dalam hubungan keluarga tercipta hubungan yang saling mempercayai. Individu sebagai anggota keluarga akan menjadikan keluarga sebagai kumpulan harapan, tempat bercerita, tempat bertanya, dan tempat mengeluarkan keluhan-keluhan bilamana individu sedang mengalami permasalahan. c) Teman/sahabat Menurut Kail dan Neilsen (Suhita, 2005) teman dekat merupakan sumber dukungan sosial karena dapat memberikan rasa senang dan dukungan selama mengalami suatu permasalahan. Sedangkan menurut Ahmadi (1991) bahwa persahabatan adalah hubungan yang saling mendukung, saling memelihara, pemberian dalam persahabatan dapat terwujud barang atau perhatian tanpa unsur eksploitasi.

Bentuk Dukungan Sosial a) Instrumental Aid (Bantuan Instrumental) Menurut Hause, bantuan instrumental adalah merupakan tindakan atau materi yang diberikan oleh orang lain yang memungkinkan pemenuhan tanggung jawab yang dapat membantu untuk mengatur situasi yang menekan. b) Social Emotion Aid (Bantuan Sosial Emosional) Menurut Cabb (Nindra, 2003), bantuan sosial emosional merupakan pernyataan tentang cinta, perhatian, penghargaan, dan simpati dan menjadi bagian dari kelompok yang berfungsi untuk memperbaiki perasaan negatif yang khususnya disebabkan oleh stress. c) Information Aid (Bantuan Informasi) Menurut Hause (Newman, 1987), bantuan informasi adalah komunikasi tentang opini atau kenyataan yang relevan tentang kesulitan-kesulitan pada saat ini, misalnya nasehat dan informasi-

informasi yang dapat menjadikan individu lebih mampu untuk mengatasi sesuatu. d) Keintiman Menurut Saronson (Nindra 2003), dukungan sosial lebih banyak diperoleh dari keintiman daripada aspek-aspek lain dalam interaksi sosial, adanya keintiman dan perimaan dukungan sosial yang baik, selama menjalani kehidupan dapat membuat individu lebih berarti bagi lingkungan. e) Self Esteem Individu yang mempunyai self esteem tinggi memandang orang lain yang sama sehingga ancaman terhadap tindakan dengan individu yang self esteem-nya tidak menyenangkan dan tidak sesuai dengan harapannya. f) Keterampilan Sosial Individu yang bergaul akan memiliki keterampilan sosial tinggi sehingga mereka mempunyai jaringan sosial yang luas, oleh karena itu individu yang mempunyai kebiasaan yang mudah mendapat dukungan sosial tinggi daripada individu yang rendah keterampilan sosialnya. Dukungan sosial pada umumnya menggambarkan mengenai peranan atau pengaruh yang dapat ditimbulkan oleh orang lain yang berarti seperti anggota keluarga, teman, saudara, dan rekan kerja. Johnson and Johnson berpendapat bahwa dukungan sosial adalah pemberian bantuan seperti materi, emosi, dan informasi yang berpengaruh terhadap kesejahteraan manusia. Dukungan sosial jugs dimaksudkan sebagai keberadaan dan kesediaan orang-orang yang berarti, yang dapat dipercaya untuk membantu, mendorong, menerima, dan menjaga individu. Berdasarkan teori-teori diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa Dukungan Sosial adalah bentuk pertolongan yang dapat berupa materi, emosi, dan informasi yang diberikan oleh orang-orang yang memiliki arti seperti keluarga, sahabat, teman, saudara, rekan kerja atupun atasan atau orang yang dicintai oleh individu yang bersangkutan. Bantuan atau pertolongan ini diberikan dengan tujuan individu yang mengalami masalah merasa diperhatikan, mendapat dukungan, dihargai dan dicintai.

Pentingnya Dukungan Sosial

Dukungan sosial pada umumnya menggambarkan mengenai peran atau pengaruh serta bantuan yang diberikan oleh orang yang berarti seperti anggota keluarga, teman, saudara, dan rekan kerja. Menurut Saronson dkk (Suhita, 2005) dukungan sosial memiliki peranan penting untuk mencegah dari ancaman kesehatan mental. Individu yang memiliki dukungan sosial yang lebih kecil, lebih memungkinkan mengalami konsekuensi psikis yang negatif. Keuntungan individu yang memperoleh dukungan sosial yang tinggi akan menjadi individu lebih optimis dalam menghadapi kehidupan saat ini maupun masa yang akan datang, lebih terampil dalam memenuhi kebutuhan psikologi dan memiliki sistem yang lebih tinggi, serta tingkat kecemasan yang lebih rendah, mempertinggi interpersonal skill (keterampilan interpersonal), memiliki kemampuan untuk mencapai apa yang diinginkan dan lebih dapat membimbing individu untuk beradaptasi dengan stress. Dari berbagai penelitian yang dikemukakan oleh Atkinson (Suhita, 2005) menunjukkan bahwa orang yang memiliki banyak ikatan sosial cenderung untuk memiliki usia yang lebih panjang. Selain itu, juga relatif lebih tahan terhadap stress yang berhubungan dengan penyakit daripada orang yang memiliki sedikit ikatan sosial. Akan tetapi, selain berpengaruh positif bagi individu, dukungan sosial dapat juga memberikan pengaruh negatif terhadap kondisi psikologis. Faktor keintiman yang berlebihan dengan teman dan penerimaan dukungan sosial yang lebih tinggi akan menyebabkan individu mudah menerima informasi yang disampaikan oleh orang lain tanpa menyeleksi informasi-informasi yang bermanfaat dan informasi yang merugikan. Akibatnya ketika individu mendapatkan informasi yang kabur (gosip) akan mengalami kecemasan dan stress hal ini sesusai dengan pendapat Hofboll (Suhita, 2005). Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial dapat mencegah individu dari ancaman kesehatan mental dan adanya dukungan sosial yang tinggi akan membuat individu lebih optimis dalam menghadapi kehidupan saat ini dan akan datang selain itu, individu dengan ikatan sosial lebih banyak cenderung memiliki usia yang lebih panjang. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Dukungan Sosial

Menurut Reis (Suhita, 2005) ada tiga faktor yang mempengaruhi penerimaan dukungan sosial pada individu yaitu: a. Keintiman Dukungan sosial lebih banyak diperoleh dari keintiman daripada aspek-aspek lain dalam interaksi sosial, semakin intim seseorang maka dukungan yang diperoleh akan semakin besar b. Harga Diri Individu dengan harga diri memandang bantuan dari orang lain merupakan suatu bentuk penurunan harga diri karena dengan menerima bantuan orang lain diartikan bahwa individu yang bersangkutan tidak mampu lagi dalam berusaha. c. Keterampilan Sosial Individu dengan pergaulan yang luas akan memiliki keterampilan sosial yang tinggi, sehingga akan memiliki jaringan sosial yang luas pula. Sedangkan, individu yang memiliki jaringan individu yang kurang luas memiliki ketrampilan sosial rendah.

Aspek-Aspek Dukungan Sosial Hause (Suhita, 2005) berpendapat bahwa ada empat aspek dukungan sosial yaitu: a. Emosional Aspek ini melibatkan kekuatan jasmani dan keinginan untuk percaya pada orang lain sehingga individu yang bersangkutan menjadi yakin bahwa orang lain tersebut mampu memberikan cinta dan kasih sayang kepadanya. b. Instrumental Aspek ini meliputi penyediaan sarana untuk mempermudah atau menolong orang lain sebagai

contohnya adalah peralatan, perlengkapan, dan sarana pendukung lain dan termasuk didalamnya memberikan peluang waktu. c. Informatif Aspek ini berupa pemberian informasi untuk mengatasi masalah pribadi. Aspek informatif ini terdiri dari pemberian nasehat, pengarahan, dan keterangan lain yang dibutuhkan oleh individu yang bersangkutan. d. Penilaian Aspek ini terdiri atas dukungan peran sosial yang meliputi umpan balik, perbandingan sosial, dan afirmasi (persetujuan). - Menurut Barrera (Suhita, 2005) terdapat lima macam dukungan sosial yaitu: - Bantuan Materi: dapat berupa pinjaman uang. - Bantuan Fisik: interaksi yang mendalam, mencakup pemberian kasih sayang dan kesediaan untuk mendengarkan permasalahan. - Bimbingan: termasuk pengajarandan pemberian nasehat. - Umpan Balik: pertolongan seseorang yang paham dengan masalahnya sekaligus memberikan pilihan respon yang tepat untuk menyelesaikan masalah. Partisipasi Sosial: bersenda gurau dan berkelakar untuk menghibur seseorang. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek dukungan sosial adalah aspek emosional, aspek instrumental, aspek informatif, dan aspek penilaian. Dukungan sosial dapat diwujudkan dengan bantuan materi, bantuan fisik, bimbingan, umpan balik, dan partisipasi sosial.

Sumber-Sumber Dukungan Sosial

Hause dan Kahn (Suhita, 2005) mengemukakan bahwa dukungan sosial dapat dipenuhi dari teman atau persahabatan, keluarga, dokter, psikolog, psikiater. Hal senada juga diungkapkan oleh Thorst (Sofia, 2003) bahwa dukungan sosial bersumber dari orang-orang yang memiliki hubungan berarti bagi individu seperti keluarga, teman dekat, pasangan hidup, rekan kerja, tetangga, dan saudara. Sedangkan Nicholson dan Antil (Suhita, 2005) dukungan sosial adalah dukungan yang berasal dari keluarga dan teman dekat atau sahabat. Sumber-sumber dukungan sosial yaitu: a) Suami Menurut Wirawan (1991) hubungan perkawinan merupakan hubungan akrab yang diikuti oleh minat yang sama, kepentingan yang sama, saling membagi perasaan, saling mendukung, dan menyelesaikan permaslahan bersama. Sedangkan, Santi (1985) mengungkapkan hubungan dalam perkawinan akan menjadikan suatu keharmonisan keluarga, yaitu kebahagiaan dalam hidup karena cinta kasih suami istri yang didasari kerelaan dan keserasian hidup bersama. b) Keluarga Menurut Heardman (1990) keluarga merupakan sumber dukungan sosial karena dalam hubungan keluarga tercipta hubungan yang saling mempercayai. Individu sebagai anggota keluarga akan menjadikan keluarga sebagai kumpulan harapan, tempat bercerita, tempat bertanya, dan tempat mengeluarkan keluhan-keluhan bilamana individu sedang mengalami permasalahan. c) Teman/sahabat Menurut Kail dan Neilsen (Suhita, 2005) teman dekat merupakan sumber dukungan sosial karena dapat memberikan rasa senang dan dukungan selama mengalami suatu permasalahan. Sedangkan menurut Ahmadi (1991) bahwa persahabatan adalah hubungan yang saling mendukung, saling memelihara, pemberian dalam persahabatan dapat terwujud barang atau perhatian tanpa unsur eksploitasi.

Bentuk Dukungan Sosial

a) Instrumental Aid (Bantuan Instrumental) Menurut Hause, bantuan instrumental adalah merupakan tindakan atau materi yang diberikan oleh orang lain yang memungkinkan pemenuhan tanggung jawab yang dapat membantu untuk mengatur situasi yang menekan. b) Social Emotion Aid (Bantuan Sosial Emosional) Menurut Cabb (Nindra, 2003), bantuan sosial emosional merupakan pernyataan tentang cinta, perhatian, penghargaan, dan simpati dan menjadi bagian dari kelompok yang berfungsi untuk memperbaiki perasaan negatif yang khususnya disebabkan oleh stress. c) Information Aid (Bantuan Informasi) Menurut Hause (Newman, 1987), bantuan informasi adalah komunikasi tentang opini atau kenyataan yang relevan tentang kesulitan-kesulitan pada saat ini, misalnya nasehat dan informasiinformasi yang dapat menjadikan individu lebih mampu untuk mengatasi sesuatu. d) Keintiman Menurut Saronson (Nindra 2003), dukungan sosial lebih banyak diperoleh dari keintiman daripada aspek-aspek lain dalam interaksi sosial, adanya keintiman dan perimaan dukungan sosial yang baik, selama menjalani kehidupan dapat membuat individu lebih berarti bagi lingkungan. e) Self Esteem Individu yang mempunyai self esteem tinggi memandang orang lain yang sama sehingga ancaman terhadap tindakan dengan individu yang self esteem-nya tidak menyenangkan dan tidak sesuai dengan harapannya. f) Keterampilan Sosial Individu yang bergaul akan memiliki keterampilan sosial tinggi sehingga mereka mempunyai jaringan sosial yang luas, oleh karena itu individu yang mempunyai kebiasaan yang mudah mendapat dukungan sosial tinggi daripada individu yang rendah keterampilan sosialnya.

Konversi Agama Pengertian Konversi Agama Konversi agama secara etimologi yaitu konversi berasal dari kata latin conversio yang berarti tobat pindah, berubah (agama). Selanjutnya kata tersebut dipakai dalam kata Inggris conversion yang mengandung pengertian: berubah dari suatu keadaan, atau dari suatu agama ke agama lain (change from one state, or from one religion, to another). Berdasarkan arti kata-kata tersebut dapat disimpulkan bahwa konversi agama mengandung pengertian: bertobat, berubah agama, berbalik pendirian (berlawanan arah) terhadap ajaran agama atau masuk ke dalam agama. Ada beberapa pendapat tentang pengertian konversi agama antara lain: a. Heirich mengatakan bahwa konversi agama adalah merupakan suatu tindakan dimana seseorang atau sekelompok orang masuk atau berpindah kesuatu sistem kepercayaan atau perilaku yang berlawanan dengan kepercayaan sebelumnya. b. James mengatakan konversi agama adalah dengan kata kata: to be converted, to be regenerated, to recive grace, to experience religion, to gain an assurance, are so many phrases which denote to the process, gradual or sudden, by which a self hitherro divide, and consciously wrong inferior and unhappy, becomes unified and consciously right superior and happy, in consequence of its firmer hold upon religious realities. berubah, digenerasikan, untuk menerima kesukaan, untuk menjalani pengalaman beragama, untuk mendapatkan kepastian adalah banyaknya ungkapan pada proses baik itu berangsur angsur atau tiba-tiba, yang di lakukan secara sadar dan terpisah-pisah, kurang bahagia dalam konsekuensi penganutnya yang berlandaskan kenyataan beragama. c. Sedangkan Clark memberikan definisi konversi agama yaitu: konversi agama sebagai suatu macam pertumbuhan atau perkembangan spiritual yang mengandung perubahan arah yang cukup berarti, dalam sikap terhadap ajaran dan tindak agama. Lebih jelas dan lebih tegas lagi, konversi agama menunjukan bahwa suatu perubahan emosi yang tiba-tiba kearah mendapat hidayah Allah SWT secara mendadak, telah terjadi, yang mungkin saja

sangat mendalam atau dangkal, dan mungkin pula terjadi perubahan tersebut secara berangsur-angsur.

Dari uraian pengertian konversi agama diatas, sebagaimana dikatakan Ramayulis setidaknya ada beberapa ciri utama yang dapat diambil, diataranya: Adanya perubahan arah pandangan dan keyakinan seseorang terhadap agama dan kepercayaan yang dianutnya. Perubahan yang terjadi di pengaruhi kondisi kejiwaan sehingga perubahan dapat terjadi secara berperoses atau secara mendadak. Perubahan tersebut bukan hanya berlaku bagi perpindahan kepercayaan dari suatu agama ke agama lain tetapi juga termasuk perubahan pandangan terhadap agama yang di anutnya sendiri. Selain faktor kejiwaan dan kondisi lingkungan maka perubahan itupun disebabkan faktor petunjuk dari yang maha kuasa.

Proses Konversi Agama Konversi Agama menyangkut perubahan batin seseorang secara mendasar. Menurut Jalaluddin proses konversi agama dapat diumpamakan seperti pemugaran sebuah gedung, bangun lama dibongkar dan pada tempat yang sama didirikan bangunan baru yang lain sama sekali dari bangunan sebelumnya. Demikian pula seseorang atau suatu kelompok atau yang mengalami proses konversi agama ini. Segala bentuk kehidupan batinya yang semula mempunyai pola tersendiri berdasarkan pengalaman hidup yang dianutnya (agama), maka setelah konversi agama terjadi yang pada dirinya secara spontan pula ditinggalkan sama sekali. Selain itu perlu kita ketahui bahwa konversi agama mengandung dua unsur sebagaimana yang dinyatakan Penido yatu: a.) Unsur dari dalam diri (endogenos origin), yaitu proses perubahan yang terjadi dalam diri seseorang atau kelompok. Konversi yang terjadi dalam batin ini membentuk suatu kesadaran untuk mengadakan suatu transformasi disebabkan oleh krisis

yang terjadi dan keputusan yang di ambil seseorang berdasarkan pertimbangan pribadi. Proses ini terjadi menurut gejala psikologis yang bereaksi dalam bentuk hancurnya struktur psikologis yang lama dan seiring dengan proses tersebut muncul pula struktur psikologis baru yang dipilih.; b). Unsur dari luar (exogenous origin), yaitu proses perubahan yang berasal dari luar diri atau kelompok sehingga mampu menguasai kesadaran orang atau kelompok yang bersangkutan. Kekuatan yang berasal dari luar ini kemudian menekan pengaruhnya terhadap kesadaran mungkin berupa tekanan batin, sehingga memerlukan penyelesaian oleh yang bersangkutan. Sedangkan Carrier (dalam Ramayulis, 2002), membagi proses tersebut dalamtahapantahapan sebagai berikut: a). Terjadi desintegrasi sintesis kognitif (kegoncangan jiwa) dan motivasisebagai akibat dari krisis yang dialami. b). Reintegrasi (penyatuan kembali) kepribadian berdasarkan konsepsi agama yang baru. Dengan adanya reintegrasi ini maka terciptalah kepribadian baru yang berlawanan dengan struktur yang lama. c). Tumbuh sikap menerima konsepsi (pendapat) agama yang baru serta peranan yang di tuntut oleh ajarannya. d). Timbul kesadaran bahwa keadaan yang baru itu merupakan panggilan suci petunjuk Tuhan. Menurut Wasyim (dalam Sudarno, 2000) secara garis besar membagi proses konversi agama menjadi tiga, yaitu: Masa Gelisah (unsert), kegelisahan atau ketidaktenangan karena adanya gap antara seseorang yang beragama dengan Tuhan yang di sembah. Ditandai dengan adanya konflik dan perjuangan mental aktif. Adanya rasa pasrah Pertumbuhan secara perkembangan yang logis, yakni tampak adanya realisasi dan ekspresi konversi yang dialami dalam hidupnya.

Dari beberapa proses konversi agama diatas sebanarnya secara garis besar bahwa terjadnya perubahan arah tersebut tentunya tidak terlepas dari beberapa pengaruh, baik itu pengaruh luar maupun dalam

Faktor-Faktor Penyebab Konversi Agama Berbagai ahli berbeda pendapat dalam menentukan faktor yang menjadi pendorong konversi agama. William James dan Heirich mengemukakan pendapat dari berbagai ahli yang memiliki disiplin ilmu berbeda diantaranya para ahli agama menyatakan bahwa yang menjadi faktor pendorong terjadinya konversi agama adalah petunjuk ilahi. Pengaruh supernatural berperan secara dominan dalam proses terjadinya konversi agama pada diri seseorang atau kelompok. Sedangkan para ahli sosiolog berpendapat bahwa yang menyebabkan terjadinya konversi agama yaitu lebih disebabkan oleh pengaruh sosial. Pengaruh sosial yang mendorong terjadinya konversi itu terdiri dari adanya berbagai faktor antara lain: Pengaruh hubungan antara pribadi baik pergaulan yang bersifat keagamaan maupun non agama (kesenian, ilmu pengetahuan, ataupun bidang keagamaan yang lain). Pengaruh kebiasaan yang rutin. Pengaruh ini dapat mendorong seseorang atau kelompok untuk berubah kepercayaan jka dilakukan secara rutin hingga terbiasa. Misal, menghadiri upacara keagamaan. Pengaruh anjuran atau propaganda dari orang-orang yang dekat, misalnya: karib, keluarga, famili dan sebagainya. Pengaruh pemimpin keagamaan. Hubungan yang baik dengan pemimpinagama merupakan salah satu pendorong konversi agama. Pengaruh perkumpulan yang berdasarkan hobi. Perkumpulan yang dimaksud seseorang berdasarkan hobinya dapat pula menjadi pendorong terjadinya konversi agama.

Pengaruh kekuasaan pemimpin. Yang dimaksud disini adalah pengaruh kekuasaan pemimpin berdasarkan kekuatan hukum. Misal, kepala Negara, raja. Pengaruh-pengaruh tersebut secara garis besarnya dapat dibagi menjadi dua, yaitu pengaruh yang mendorong secara pesuasif (secara halus) dan pengaruh yang bersifat koersif (memaksa).

Para ahli ilmu jiwa berpendapat bahwa yang menjadi pendorong terjadinya konversi agama adalah faktor psikologis yang ditimbulkan oleh faktor intern maupun faktor ekstern. Faktor-faktor tersebut apabila mempengaruhi seseorang atau kelompok hingga menimbulkan semacam gejala tekanan batin, maka akan terdorong untuk mencari jalan keluar yaitu ketenangan batin. Dalam kondisi jiwa yang demikian itu secara psikologis kehidupan seseorang itu menjadi kosong dan tak berdaya sehingga ia mencari perlindungan kekuatan lain yang mampu memberinya kehidupan jiwa yang tenang dan tentram. Masalah-masalah yang menyangkut terjadinya konversi agama, berdasarkan tinjauan psikologi tersebut yaitu dikarenakan beberapa faktor antaralain: a. Faktor Intern meliputi, pertama, Kepribadian. Secara psikologis tipe kepribadian tertentu akan mempengaruhi kehiduan jiwa seseorang. Dalam penelitiannya, James (dalam Ramayulis, 2002) menemukan bahwa tipe melankolis (orang yang bertipe melankolis memiliki sifat mudah sedih, mudah putus asa, salah satu pendukung seseorang melakukan konversi agama adalah jika seseorang itu dalam keadaan putus asa) yang memiliki kerentanan perasaan lebih mendalam dapat menyebabkan terjadinya konversi agama dalam dirinya. Kedua, faktor pembawaan. Menurut Sawanson (dalam Ramayulis, 2002) ada semacam kecenderungan urutan kelahiran mempengaruhi konversi agama. Anak sulung dan anak bungsu biasanya tidak mengalami tekanan batin, sedangkan anakanak yang dilahirkan pada urutan antara keduanya sering mengalami stress jiwa, karena pada umumnya anak tengah kurang mendapatkan perhatian orangtua. Kondisi yang dibawa berdasarkan urutan kelahiran itu banyak mempengaruhi terjadinya konversi agama. b. Faktor Ekstern meliputi, pertama faktor keluarga. keretakan keluarga,ketidakserasian, berlainan agama, kesepian, kesulitan seksual, kurang mendapatkan pengakuan kaum

kerabat dan alinnya. Kondisi yang demikian menyebabkan seseorang akan mengalami tekanan batin sehingga sering terjadi konversi agama dalam usahanya untuk meredakan tekanan batin yang menimpa dirinya. Kedua, Lingkungan tempat tinggal. Orang yang merasa terlempar dari lingkungan tempat tinggal atau tersingkir dari kehidupan di suatu tempat merasa dirinya hidup sebatang kara. Keadaan yang demikian menyebabkan seseorang mendambakan ketenangan dan mencari tempat untuk bergantung hingga kegelisahan batinnya hilang. Ketiga, Perubahan status. Perubahan status terutama yang berlangsung secara mendadak akan banyak mempengaruhi terjadinya konversi agama, misalnya: perceraian, keluar dari sekolah atau perkumpulan, perubahan pekerjaan, menikah dengan orang yang berbeda agama dan sebagainya. Keempat, Kemiskinan. Kondisi sosial ekonomi yang sulit juga merupakan faktor yang mendorong dan mempengaruhi terjadinya konversi agama. Selanjutnya, Para ahli ilmu pendidikan berpendapat bahwa konversi agama dipengaruhi oleh kondisi pendidikan. Penelitian ilmu sosial menampilkan data dan argumentasi bahwa suasana pendidikan ikut mempengaruhi konversi agama. Walaupun belum dapat dikumpulkan data secara pasti tentang pengaruh lembaga pendidikan terhadap konversi agama namun berdirinya sekolah-sekolah yang bernaung di bawah yayasan agama tentunya mempunyai tujuan keagamaan pula. Menurut Daradjat (1986), faktor-faktor terjadinya konversi agama meliputi: 1. Pertentangan batin (konflik jiwa) dan ketegangan perasaan, orang-orang yang gelisah, di dalam dirinya bertarung berbagai persoalan, yang kadang-kadang dia merasa tidak berdaya menghadapi persoalan atau problema, itu mudah mengalami konversi agama. Di samping itu sering pula terasa ketegangan batin, yang memukul jiwa , merasa tidak tenteram, gelisah yang kadang-kadang terasa tidak ada sebabnya dan kadang-kadang tidak diketahui. Dalam semua konversi agama, boleh dikatakan, latar belakang yang terpokok adalah konflik jiwa (pertentangan batin) dan ketegangan perasaan, yang mungkin disebabkan oleh berbagai keadaan.

2. Pengaruh hubungan dengan tradisi agama, diantara faktor-faktor penting dalam riwayat konversi itu, adalah pengalaman-pengalaman yang mempengaruhinya sehingga terjadi konversi tersebut. Diantara pengaruh yangterpenting adalah pendidikan orang tua di waktu kecil mempunyai pengaruh yang besar terhadap diri orang-orang, yang kemudian terjadi padanya konflik konversi agama, adalah keadaan mengalami ketegangan yang konflik batin itu, sangat tidak bisa, tidak mau, pengalaman di waktu kecil, dekat dengan orang tua dalam suasana yang tenang dan aman damai akan teringat dan membayangbayang secara tidak sadar dalam dirinya. Keadaan inilah yang dlam peristiwaperistiwa tertentu menyebabkan konversi tiba-tiba terjadi. Faktor lain yang tidak sedikit pengaruhnya adalah lembaga-lembaga keagamaan, masjid-masjid atau gerejagereja. Melalui bimbingan lembaga-lembaga keagamaan itu, termasuk salah satu faktor penting yang memudahkan terjadinya konversi agama jika pada umur dewasanya ia kemudian menjadi acuh tak acuh pada agama dan mengalami konflik jiwa atau ketegangan batin yang tidak teratasi. 3.Ajakan/seruan dan sugesti, banyak pula terbukti, bahwa diantara peristiwa konversi agama terjadi karena pengaruh sugesti dan bujukan dari luar. Orangorang yang gelisah, yang sedang mengalami kegoncangan batin, akan sangat mudah menerima sugesti atau bujukan-bujukan itu. Karena orang-orang yang sedang gelisah atau goncangan jiwanya itu, ingin segera terlepas dari penderitaannya, baik penderitaan itu disebabkan oleh keadaan ekonomi, sosial, rumah tangga, pribadi atau moral. 4. Faktor-faktor emosi, orang-orang yang emosionil (lebih sensitif atau banyak dikuasai oleh emosinya), mudah kena sugesti, apabila ia sedang mengalami kegelisahan. Kendatipun faktor emosi, secara lahir tampaknya tidak terlalu banyak pengaruhnya, namun dapat dibuktikan bahwa, emosi adalah salah satu faktor yang ikut mendorong kepada terjadinya konversi agama, apabila ia sedang mengalami kekecewaan. e. Kemauan, kemauan yang dimaksudkan adalah kemauan seseorang itu sendiri untuk memeluk kepercayaan yang lain.

Selain faktor-faktor diatas, Sudarno menambahkan empat faktor pendukung, yaitu: (a. Cinta, cinta merupakan anugrah yang harus dipelihara, tanpa cinta hidup tidak akan menjadi indah dan bahagia, cinta juga merupakan salah satu fungsi sebagai psikologi dan merupakan fitrah yang diberikan kepada manusia ataupun binatang yang banyak mempengaruhi hidupnya, seseorang dapat melakukan konversi agama karena dilandaskan perasaan cinta kepada pasangannya. (b. Pernikahan, adalah salah suatu perwujudan dari perasaan saling mencintai dan menyayangi. (c. Hidayah Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang-orang yang dikendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk (QS. Al-Qasas:56)Barang siapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan barang siapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki kelangit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman. (QS. Al Anam: 125) Ayat-ayat Al-Quran diatas dapat diambil kesimpulan bahwa bagaimanapun usaha orang untuk mempengaruhi seseorang untuk mengikuti keyakinannya, tanpa ada kehendak dari Allah SWT tidak akan bisa. Manusia diperintah oleh Allah SWT untuk berusaha, namun jangan sampai melawan kehendak Allah SWT dengan segala pemaksaan. (d. Kebenaran agama, menurut Djarnawi (Sudarno, 2000) agama yang benar adalah yang tepat memilih Tuhannya, tidak keliru pilih yang bukan Tuhan dianggap Tuhan. Kebenaran agama yang dimaksud tidak karena paksaan, bujukan dari orang lain, akan tetapi lewat kesadaran dan keinsyafan antara lain melalui dialog-dialog, ceramah, mempelajari literatur, buku-buku dan media lain Macam- Macam Konversi Agama Starbuck sebagaimana diungkap kembali oleh Bernard Splika membagi konversi menjadi dua macam, yaitu:

a. Type volitional (perubahan secara bertahap) yaitu konversi yang terjadi secara berproses, sedikit demi sedikit hingga kemudian menjadi seperangkat aspek dan kebiasaan ruhaniah yang baru. b. Type self surrender (perubahan secara drastis) yaitu konversi yang terjadi secara mendadak. Seseorang tanpa mengalami proses tertentu tiba- tiba berubah pendiriannya terhadap suatu agama yang dianutnya. Perubahan tersebut dapat terjadi dari kondisi tidak taat menjadi taat, dari tidak kuat keimanannya menjadi kuat keimanannya, dari tidak percaya kepada suatu agama menjadi percaya dan sebagainya. Sedangkan jenis-jenis konversi agama dibedakan menjadi dua sebagaimana yang dikatakan Moqsith, yaitu: a. Konversi internal, terjadi saat seseorang pindah dari mazhab dan perspektif tertentu ke mazhab dan perspektif lain, tetapi masih dalam lingkungan agama yang sama. b. Konversi eksternal, terjadi jika seseorang pindah dari satu agama ke agama lain.

Perkembangan Jiwa Beragama Bagi Manusia Dalam rentang kehidupan terdapat beberapa tahap perkembangan. Menurut Kohnstamm, tahap perkembangan kehidupan manusia dibagi menjadi lima periode, yaitu: Umur 0 3 tahun, periode vital atau menyusuli. Umur 3 6 tahun, periode estetis atau masa mencoba dan masa bermain. 12 21 tahun, periode social atau masa pemuda. Umur 21 tahun keatas, periode dewasa atau masa kematangan fisik dan psikis seseorang.

Elizabeth B. Hurlock merumuskan tahap perkembangan manusia secara lebih lengkap sebagai berikut: 1). Masa Pranatal, saat terjadinya konsepsi sampai lahir; 2). Masa Neonatus, saat kelahiran sampai akhir minggu kedua; 3). Masa Bayi, akhir minggu kedua sampai akhir tahun kedua; 4). Masa Kanak- Kanak awal, umur 2 - 6 tahun; 5). Masa Kanak- Kanak akhir, umur 6 - 10 atau 11 tahun; 6). Masa Pubertas (pra adolesence), umur 11 - 13 tahun; 7). Masa Remaja Awal, umur 13 - 17 tahun. Masa remaja akhir 17 - 21 tahun; 8). Masa Dewasa Awal, umur 21 - 40 tahun; 9). Masa Setengah Baya, umur 40 60 tahun; 10). Masa Tua, umur 60 tahun keatas. Perkembangan Agama Pada Anak Sebagaimana dijelaskan diatas, yang dimaksud dengan masa anak- anak adalah sebelum berumur 12 tahun. Jika mengikuti periodesasi yang dirumuskan Elizabeth B. Hurlock, dalam masa ini terdiri dari tiga tahapan: 0 2 tahun (masa vital) 2 6 tahun (masa kanak- kanak) 6 12 tahun (masa sekolah)

Anak mengenal Tuhan pertama kali melalui bahasa dari kata- kata orang yang ada dalam lingkungannya, yang pada awalnya diterima secara acuh. Tuhan bagi anak pada permulaan merupakan nama sesuatu yang asing dan tidak dikenalnya serta diragukan kebaikan niatnya. Tidak adanya perhatian terhadap tuhan pada tahap pertama ini dikarenakan ia belum mempunyai pengalaman yang akan membawanya kesana, baik pengalaman yang menyenangkan maupun yang menyusahkan. Namun, setelah ia menyaksikan reaksi orang- orang disekelilingnya yang disertai oleh emosi atau perasaan tertentu yang makin lama makin meluas, maka mulailah perhatiannya terhadap kata tuhan itu tumbuh. Perasaan si anak terhadap orang tuanya sebenarnya sangat kompleks. Ia merupakan campuran dari bermacam- macam emosi dan dorongan yang saling bertentangan. Menjelang usia 3 tahun yaitu umur dimana hubungan dengan ibunya tidak lagi terbatas pada kebutuhan akan bantuan fisik, akan tetapi meningkat lagi pada

hubungan emosi dimana ibu menjadi objek yang dicintai dan butuh akan kasih sayangnya, bahkan mengandung rasa permusuhan bercampur bangga, butuh, takut dan cinta padanya sekaligus. Menurut Zakiah Daradjat, sebelum usia 7 tahun perasaan anak terhadap tuhan pada dasarnya negative. Ia berusaha menerima pemikiran tentang kebesaran dan kemuliaan Tuhan. Sedang gambaran mereka tentang Tuhan sesuai dengan emosinya. Kepercayaan yang terus menerus tentang Tuhan, tempat dan bentuknya bukanlah karena rasa ingin tahunya, tapi didorong oleh perasaan takut dan ingin rasa aman, kecuali jika orang tua anak mendidik anak supaya mengenal sifat Tuhan yang menyenangkan. Namun pada pada masa kedua (27 tahun keatas) perasaan si anak terhadap Tuhan berganti positif (cinta dan hormat) dan hubungannya dipenuhi oleh rasa percaya dan merasa aman. Tahap Perkembangan Beragama Pada Anak Menurut penelitian Earnest Harms perkembangan agama anak-anak itu melalui beberapa fase (tingkatan). Dalam bukunya The Development of Relogeus On Children, ia mengatakan bahwa perkembangan agama itu mealui tiga tingkatan, tiga: 1. The Fairly Tale Stage (Tingkat Dongeng) Pada tahap ini anak yang berumur 3 6 tahun, konsep mengeanai Tuhan banyak dipengaruhi oleh fantasi dan emosi, sehingga dalam menanggapi agama anak masih menggunakan konsep fantastis yang diliputi oelh dongeng- dongeng yang kurang ,masuk akal. Cerita akan Nabi akan dikhayalkan seperti yang ada dalam dongengdongeng. Pada usia ini, perhatian anak lebih tertuju pada para pemuka agama daripada isi ajarannya dan cerita akan lebih menarik jika berhubungan dengan masa anak-anak karena sesuai dengan jiwa kekanak- kanakannya. Dengan caranya sendiri anak mengungkapkan pandangan teologisnya, pernyataan dan ungkapannya tentang Tuhan lebih bernada individual, emosional dan spontan tapi penuh arti teologis.

2. The Realistic Stage (Tingkat Kepercayaan) Pada tingkat ini pemikiran anak tentang Tuhan sebagai bapak beralih pada Tuhan sebagai pencipta. Hubungan dengan Tuhan yang pada awalnya terbatas pada emosi berubah pada hubungan dengan menggunakan pikiran atau logika. Pada tahap ini teradapat satu hal yang perlu digaris bawahi bahwa anak pada usia 7 tahun dipandang sebagai permulaan pertumbuhan logis, sehingga wajarlah bila anak harus diberi pelajaran dan dibiasakan melakukan shalat pada usia dini dan dipukul bila melanggarnya. 3. The Individual Stage (Tingkat Individu) Pada tingkat ini anak telah memiliki kepekaan emosi yang tinggi, sejalan dengan perkembangan usia mereka. Konsep keagamaan yang diindividualistik ini terbagi menjadi tiga golongan: a. Konsep ketuhanan yang konvensional dan konservatif dengan dipengaruhi sebagian kecil fantasi. b. Konsep ketuhanan yang lebih murni, dinyatakan dengan pandangan yang bersifat personal (perorangan). c. Konsep ketuhanan yang bersifat humanistik, yaitu agama telah menjadi etos humanis dalam diri mereka dalam menghayati ajaran agama. Berkaitan dengan masalah ini, imam bawani membagi fase perkembangan agama pada masa anak menjadi empat bagian, yaitu: a. Fase dalam kandungan untuk memahami perkembangan agama pada masa ini sangatlah sulit, apalagi yang berhubungan dengan psikis ruhani. Meski demikian perlu dicatat bahwa perkembangan agama bermula sejak Allah meniupkan ruh pada bayi, tepatnya ketika terjadinya perjanjian manusia atas tuhannya. b. Fase bayi

Pada fase kedua ini juga belum banyak diketahui perkembangan agama pada seorang anak. Namun isyarat pengenalan ajaran agama banyak ditemukan dalam hadis, seperti memperdengarkan adzan dan iqamah saat kelahiran anak. c. Fase kanak- kanak Masa ketiga tersebut merupakan saat yang tepat untuk menanamkan nilai keagamaan. Pada fase ini anak sudah mulai bergaul dengan dunia luar. Banyak hal yang ia saksikan ketika berhubungan dengan orang-orang orang disekelilingnya. Dalam pergaulan inilah ia mengenal Tuhan melalui ucapanucapan orang disekelilingnya. Ia melihat perilaku orang yang mengungkapkan rasa kagumnya pada Tuhan. Anak pada usia kanak- kanak belum mempunyai pemahaman dalam melaksanakan ajaran Islam, akan tetapi disinilah peran orang tua dalam memperkenalkan dan membiasakan anak dalam melakukan tindakantindakan agama sekalipun sifatnya hanya meniru. d. Masa anak sekolah Seiring dengan perkembangan aspek- aspek jiwa lainnya, perkembangan agama juga menunjukkan perkembangan yang semakin realistis. Hal ini berkaitan dengan perkembangan intelektualitasnya yang semakin berkembang. Sedangkan sifat agama pada dapat dibagi menjadi enam bagian: Unreflective (kurang mendalam/ tanpa kritik), Egosentris, Anthromorphis Verbalis dan Ritualis, imitative.

Perkembangan Jiwa Beragama Pada Remaja Dalam peta psikologi remaja terdapat tiga bagian: 1. Fase Pueral Pada masa ini remaja tidak mau dikatakan anak- anak, tetapi juga tidak bersedia dikatakan dewasa. Pada fase pertama ini merasa tidak tenang.

2. Fase Negative Fase kedua ini hanya berlangsung beberapa bulan saja, yang ditandai oleh sikap raguragu, murung, suka melamun dan sebagainya. 3. Fase Pubertas Masa ini yang dinamakan dengan Masa Adolesen Dalam pembahasan ini , Luella Cole sebagaimana disitir kembali oleh Hanna Jumhanna Bastaman, membagi peta remaja menjadi empat bagian: 1. Preadolescence : 11-13 tahun (perempuan) dan 13-15 tahun (laki- laki) 2. Early Adolescence : 13-15 tahun (perempuan) dan 15-17 tahun (laki- laki) 3. Middle Adolescence : 15-18 tahun (perempuan) dan 17-19 tahun (laki- laki) 4. Late Adolescence : 18-21 tahun (perempuan) dan 19-21 tahun (laki- laki)

Perasaan Beragama Pada Remaja Gambaran remaja tentang Tuhan dengan sifat- sifatnya merupakan bagian dari gambarannya terhadap alam dan lingkungannya serta dipengaruhi oleh perasaan dan sifat dari remaja itu sendiri. Keyakinan agama pada remaja merupakan interaksi antara dia dengan lingkungannya. Misalnya, kepercayaan remaja akan kekuasaan tuhan menyebabkannya pelimpahan tanggung jawab atas segala persoalan kepada tuhan, termasuk persoalan masyarakat yang tidak menyenangkan, seperti kekacauan, ketidak adilan, penderitaan, kezaliman, persengkataan, penyelewengan dan sebagainya yang terdapat dalam masyarakat akan menyebabkan mereka kecewa pada Tuhan, bahkan kekecewaan tersebut dapat menyebabkan memungkiri kekuasaan tuhan sama sekali.

Perasaan remaja kepada Tuhan bukanlah tetap dan stabil, akan tetapi adalah perasaan yang yang tergantung pada perubahan- perubahan emosi yang sangat cepat, terutama pada masa remaja pertama. Kebutuhan akan Allah misalnya, kadang- kadang tidak terasa jika jiwa mereka dalam keadaan aman, tentram dan tenang. Sebaliknya, Allah sangat dibutuhkan apabila mereka dalam keadaan gelisah, karena menghadapi musibah atau bahaya yang mengancam ketika ia takut gagal atau merasa berdosa. Motivasi Beragama Pada Remaja Menurut Nico Syukur Dister Ofm, motifasi beragama dibagi menjadi empat motivasi, yaitu: 1. Motivasi yang didorong oleh rasa keinginan untuk mengatasi frustasi yang ada dalam kehidupan, baik frustasi karena kesukaran dalam menyesuaikan diri dengan alam, frustasi social, frustasi moral maupun frustasi karena kematian. 2. Motivasi beragama karena didorong oleh keinginan untuk menjaga kesusilaan dan tata tertib masyarakat. 3. Motivasi beragama karena didorong oleh keinginan untuk memuaskan rasa ingin tahu manusia atau intelek ingin tahu manusia. 4. Motivasi beragama karena ingin menjadikan agama sebagai sarana untuk mengatasi ketakutan.

Sikap Remaja Dalam Beragama Terdapat empat sikap remaja dalam beragama, yaitu: 1. Percaya ikut- ikutan Percaya ikut- ikutan ini biasanya dihasilkan oleh didikan agama secara sederhana yang didapat dari keluarga dan lingkungannya. Namun demikian ini biasanya hanya terjadi

pada masa remaja awal (usia 13-16 tahun). Setelah itu biasanya berkembang kepada cara yang lebih kritis dan sadar sesuai dengan perkembangan psikisnya. 2. Percaya dengan kesadaran Semangat keagamaan dimulai dengan melihat kembali tentang masalah- masalah keagamaan yang mereka miliki sejak kecil. Mereka ingin menjalankan agama sebagaio suatu lapangan yang baru untuk membuktikan pribadinya, karena ia tidak mau lagi beragama secara ikut- ikutan saja. Biasanya semangat agama tersebut terjadi pada usia 17 tahun atau 18 tahun. Semangat agama tersebut mempunyai dua bentuk: a. Dalam bentuk positif: semangat agama yang positif, yaitu berusaha melihat agama dengan pandangan kritis, tidak mau lagi menerima hal- hal yang tidak masuk akal. Mereka ingin memurnikan dan membebaskan agama dari bidah dan khurafat, dari kekakuan dan kekolotan. b. Dalam bentuk negatif: Semangat keagamaan dalam bentuk kedua ini akan menjadi bentuk kegiatan yang berbentuk khurafi, yaitu kecenderungan remaja untuk mengambil pengaruh dari luar kedalam masalah- masalah keagamaan, seperti bidah, khurafat dan kepercayaan- kepercayaan lainnya. 3. Percaya, tetapi agak ragu- ragu: Keraguan kepercayaan remaja terhadap agamanya dapat dibagi menjadi dua: a). Keraguan disebabkan kegoncangan jiwa dan terjadinya proses perubahan dalam pribadinya. Hal ini merupakan kewajaran. b). Keraguan disebabkan adanya kontradiksi atas kenyataan yang dilihatnya dengan apa yang diyakininya, atau dengan pengetahuan yang dimiliki. 4. Tidak percaya atau cenderung ateis Perkembangan kearah tidak percaya pada Tuhan sebenarnya mempunyai akar atau sumber dari masa kecil. Apabila seorang anak merasa tertekan oleh kekuasaan atau kezaliman orang tua, maka ia telah memendam sesuatu tantangan terhadap kekuasaan orang tua, selanjutnya terhadap kekuasaan apa pun, termasuk kekuasaan Tuhan.

Agama Pada Masa Dewasa Elizabeth B. Hurlock membagi masa dewasa menjadi tiga bagian: a. Masa dewasa awal (masa dewasa dini/ young adult) b. Masa dewasa madya (middle adulthood) c. Masa usia lanjut (masa tua/ older adult) Pembagian senada juga diungkap oleh beberapa ahli psikologi. Lewiss Sherril misalnya, membagi masa dewasa sebagai berikut : 1. Pada masa dewasa awal, masalah yang dihadapi adalah memilih arah hidupyang akan diambil dengan menghadapi godaan berbagai kemungkinan pilihan. 2. Masa dewasa tengah, sudah mulai menghadapi tantangan hidup sambil memantapkan tempat dan mengembangkan filsafat untuk mengolah kenyataan yang tidak disangkasangka. 3. Masa dewasa akhir, ciri utamanya adalah pasrah. Pada masa ini, minat dan kegiatan kurang beragama.

Ciri- Ciri Sikap Keberagamaan Pada Masa Dewasa Sejalan dengan tingkatperkembanagan usianya, sikap keberagamaan pada orang dewasa mempunyai ciri- ciri sebagai berikut: Menerima kebenaran agama berdasarkan pertimbangan pemikiran yang matang, bukan sekedar ikut- ikutan.

Cenderung bersifat realis, sehingga norma- norma agama lebih banyak diaplikasikan dalam sikap dan tingkah laku. Bersikap positif terhadap ajaran dan norma- norma agama dan berusaha untuk mempelajari dan memperdalam pemahaman keagamaan. Tingkat ketaatan beragama didasarkan atas pertimbangan dan tanggung jawab diri hingga sikap keberagamaan merupakan realisasi dari sikap hidup. Bersikap lebih terbuka dan wawasan yang lebih luas. Bersikap lebih kritis tehadap materi ajaran agama sehingga kemantapan beragama selain didasarkan atas pertimbangan pikiran dan hati nurani. Sikap keberagamaan cenderung mengarah kepada tipe- tipe kepribadian masingmasing. Terlihat adanya hubungan antara sikap dan keberagamaan dengan kehidupan social

Agama Pada Usia Lanjut Proses perkembangan manusia setelah dilahirkan secara fisiologis semakin lama menjadi lebih tua. Dengan bertambahnya usia, maka jaringan- jaringan dan sel- sel menjadi tua, sebagian regenerasi dan sebagian yang lain akan mati. Usia lanjut ini, biasanya dimulai pada usia 65 tahun. Pada usia lanjut ini, biasanya akan mengahadapi berbagai persoalan. Persoalan pertama adalah penurunan kemampuan fisik hingga kekuatan fisik berkurang, aktivitas menurun, sering mengalami gangguan kesehatan yang menyebebkan mereka kehilangan semangat. Pengaruh dari semua itu, mereka yang berada dalam usia lanjut merasa dirinya sudah tidak berharga lagi. Ciri- Ciri Keagamaan Pada Usia Lanjut Secara garis besar ciri- ciri keberagamaan di usia lanjut adalah: Kehidupan keagamaan pada usia lanjut sudah mencapai tingkat kemantapan. Meningkatnya kecenderungan untuk menerima pendapat keagamaan.

Mulai muncul pengakuan terhadap relitas tentang kehidupan akherat secara lebih sungguh- sungguh. Sikap keagamaan cenderung mengarah kepada kebutuhan saling cinta antara sesama manusia serta sifat- sifat luhur. Timbul rasa takut kepada kematian yang meningkat sejalan dengan pertambahan usia lanjutnya. Perasaan takut pada kematian ini berdampak pada peningkatan pembentukan sikap keagamaan dan kepercayaan terhadap adanya kehidupan abadi (akherat).

7. pembahasan
Setelah diobservasi secara mendalam SS termasuk kedalam golongan skizofrenia jenis Tipe

Paranoid. Klien sering mengalamai halusinasi yang menganggu kegiatan klien. Selain itu keinginan kuat yang ada dalam diri klien untuk sembuh, dukungan orang tua dan keluarga, serta pembimbing dan ustad yang ada di madani yang membuat Lutfan sedikit demi sedikit ada perubahan bahkan halusinasi yang ada di dalam dirinya tidak muncul. Persiapan Lutfan untuk menatap masa depannya semakin mudah, selain itu pemantapan tentang agama Islamnya semakin bertambah dan baik. 8. Kesimpulan, diskusi dan saran Konversi agama merupakan suatu tindakan dimana seseorang atau sekelompok orang masuk atau berpindah dari suatu sistem kepercayaan atau perilaku ke system kepercayaan yang lain. Secara garis besar yang menjadi penyebab utama konversi agama tersebut yaitu karena petunjuk (hidayah Ilahi), akibat penderitaan batin ataupun pilihan diri setelah melalui pertimbangan yang masak. Pada awal-awal terjadinya perubahan itu, setiap diri merasakan kegelisahan batin. Sulit untuk menentukan secara spontan mana yang harus diikuti. Kematangan atau kedewasaan seseorang dalam beragama biasanya ditunjukkan dengan kesadaran dan keyakinan yang teguh karena menganggap benar akan agama yang dianutnya dan ia memerlukan agama dalam hidupnya. Namun dalam kasus yang di alami Lutfan, Klien belum mengalami sampai dalam tahap pindah agama. Yang terjadi hanya kesulitan menentukan apa yang ia yakini dengan apa

yang menjadi keyakinan orang lain. Sehingga dari pihak Lutfan dan keluarga yang mengetahui ini dapat dengan segera di atasi. Kesulitan seperti itu wajar, karena agama sebagai keyakinan menyangkut sisi kehidupan batin seseorang yang berkaitan dengan nilai. Bagi manusia nilai merupakan sesuatu yang dianggap benar dan menyangkut pandangan hidup. Oleh karena itu selain peka, nilai juga merupakan sesuatu yang perlu dipertahankan oleh seseorang. Bahkan, pada tingkat yang paling tinggi pemeluk keyakinan itu rela mempertaruhkan nyawa demi mempertaruhkan nilai tersebut. Untuk itu pentingnya dukungan sosial dari keluarga, masyarakat dan teman diperlukan dalam menangani kasus ini terhadap klien. Dalam kasus Lutfan dukungan keluarga sangat telihat baik, sehingga dapat menuntun dan segera tanggap dalam mengatasi masalah yang ada dalam diri Lutfan.

SARAN

Perlu adanya dukungan sosial yang baik dari orang-orang sekitar terutama orangorang terdekat (keluarga) Di sekolahkan di Universitas yang memiliki nilai agama sesuai dengan keyakinan klien, sehingga dalam konteks belajar klien dapat lebih memahami tentang agamanya dan tidak mudah tergoyahkan.

INTERPRETASI TES Nama : SS Area Keluarga Sikap terhadap Ibu 14 Ibu Saya kusayangi 0 29 Ibu saya dan saya sangat dekat 0 44 Saya kira kebanyakan ibu-ibu suka arisan 0 59 Saya suka kepada ibu saya tetapi saya kurang suka bila dia marah 1 Kesimpulan: Nilai 0 Sikap terhadap Ayah

1 Saya merasa bahwa ayah saya jarang bagun pagi 1 16 Sekiranya ayah saya sudi bekerja sama 0 31 Saya berharap ayah saya mulai ikhlas dan beriman 0 46 Saya merasa bahwa ayah saya adalah arif dan bijaksana 0 Kesimpulan: Nilai 0 Sikap terhadap keluarga

12 Dibandingkan dengan kebanyakan keluarga, keluarga baik dan berbudi 0 27 Keluarga saya memperlakuakn saya sebagai orang baik 0 42 Kebanyakan keluarga yang saya kenal adalah orang-orang yang baik 0 57 Sewaktu saya masih seorang anak, keluarga saya mencintai saya 0 Kesimpulan: Nilai 0 Area Intrapersonal 8 Sikap terhadap teman dan kenalan Saya merasa bahwa teman sejati bersama sampai akhir 0

23 Saya tidak senang kepada orang yang tidak peduli 1 38 Orang-orang yang paling saya sukai dekat dengan saya 0 53 Bila saya tidak ada, teman-teman saya mencari saya 0 Kesimpulan: Nilai 0

Sikap terhadap orang yang superior (atasan) di tempat kerja atau sekolah

6 Guru-guru saya dihormati 0 21 Di sekolah guru-guru saya berkomunikasi dengan baik 0 36 Bila saya melihat boss saya datang saya termotivasi 0 51 Orang-orang yang saya anggap sebagai atasan saya giat bekerja 0 Kesimpulan: Nilai 0 Sikap terhadap bawahan

4 Bila saya bertugas hasilnya baik 0 19 Bila orang bekerja untuk saya saya bimbing dia 0

34 Orang-orang yang bekerja untuk saya saya hormati 0 48 Dalam memberikan perintah pada orang lain saya bersikap santun 0 Kesimpulan: Nilai 0 Sikap terhadap teman sejawat di tempat kerja atau sekolah 13 Di tempat kerja saya, saya paling cocok dengan alam 0 28 Teman-teman sekerja saya adalah orang baik 0 43 Saya senang bekerja dengan orang yang berkomitmen dan menjaga amanah 0 58 Orang yang bekerja dengan saya biasanya kurang cocok dengan saya 1 Kesimpulan: Nilai 0

Area Sex

Sikap terhadap wanita 10 Saya gambarkan sebagai seorang wanita yang sempurna, supel, luwes dalam bertutur kata, berjalan dan bertindak 0 25 Saya kira kebanyakan anak tidak sempurna 1 40 Saya percaya kebanyakan wanita sholeha 0 55 Yang paling tidak saya sukai mengenai wanita berdandan berlebihan 1 Kesimpulan: Nilai 1 Sikap terhadap hubungan heterosexual

11 Bila saya melihat wanita dan lelaki bersama-sama mereka pasti berkencan 1 26 Perasaan saya mengenai kehidupan perkawinan adalah harmonis dan rame 0 41 Bisa saya berpacaran saya hormati pasangan saya 0 56 Kehidupan seksual saya normal 0 Kesimpulan: Nilai 0 Area Self Concept Ketakutan 7 Saya sadar bahwa hal tersebut janggal tetapi saya takut akan kematian 1

22 Kebanyakan teman-teman tidak mengetahui bahwa saya takut terhadap ular 0 37 Saya akan menghilangkan ketakutan saya kepada setan 0 52 Rasa ketakutan kadang-kadang memaksa saya untuk bertindak gegabah 1 Kesimpulan: Nilai 1 Perasaan bersalah

15 Saya akan lakukan apapun untuk melupakan masa lalu 1 30 Kesalahan saya yang terbesar adalah tidak bersuara keras 1 45 Waktu saya masih muda, saya merasa berdosa mengenai kebohongan 1 60 Hal yang terburuk yang pernah saya lakukan suka bohong 1 Kesimpulan: Nilai 1 Sikap terhadap kemampuan diri

2 Bila keadaan tidak menguntungkan bagi saya saya panik 1 17 Saya percaya bahwa saya mampu untuk berhasil 0 32 Kelemahan saya yang terbesar adalah malu-malu 1 47 Bila mengalami nasip malang saya minta pertolongan Allah 0 Kesimpulan: Nilai 0 Subjek menghayati kemampuan dirinya dengan positif, ia yakin akan kemampuannya untuk berkreasi. Ia akan membatalkan jika keadaan tidak menguntungkan dan menyikapinya dengan menyebut nama tuhan. Dan ia merasa kelemahannya adalah malas bekerja Sikap terhadap masa depan 5 Bagi saya masa depan nampak suram 1 20 Saya berharap untuk berhasil mewujudkan angan-angan 0 35 Pada suatu hari saya akan menjadi lebih baik 0 50 Bila saya sudah lebih tua saya akan tetap belajar 0 Kesimpulan: Nilai 0 Sikap terhadap tujuan hidup

3 Saya selalu mempunyai keinginan untuk bermain 1 18 Saya akan merasa berbahagia bila saya bias membantu orang lain 0 33 Hasrat keinginan saya yang terpendam dalam hidup adalah menjadi orang berbudi, mengajar 0 49 Yang paling saya inginkan dari kehidupan mati bahagia 0 Kesimpulan: Nilai 0 Sikap terhadap masa lalu 9 Sewaktu saya kecil saya muntah 1 24 Dahulu saya nakal 0 39 Andaikan saya muda saya akan bersyukur dan lebih berusaha 0 54 Kenangan masa kanak-kanak yang paling jelas dimarahi 0 Kesimpulan: Nilai 0

DAFTAR PUSTAKA

Fitri Fausiah& Julianti Widuri. 2007. Psikologi Abnormal Klinis Dewasa. UI http://kangtian.students.uii.ac.id/

Press: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai