Anda di halaman 1dari 13

PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA ( HAM ) DI INDONESIA

OLEH :

MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI ( MTsN ) 1 JETIS PONOROGO 2011

PELANGGARAN HAM YANG PERNAH TERJADI DI INDONESIA 1. KASUS MUNIR

Jakarta - Sejak enam tahun lalu, kasus pembunuhan aktivis HAM Munir masih belum menemukan titik terang. Kasus tersebut bahkan kini cenderung meredup dan dilupakan oleh pemerintah. Setidaknya itulah yang dirasakan oleh pihak keluarga, khususnya istri Munir, Suciwati, dalam mengenang enam tahun kematian sang suami. "Dari pemerintahan, sepertinya sudah lupa (kasus Munir). Kasus besar seperti Century saja bisa berhenti, apalagi ini. Hari ini, ya sepertinya seperti itu juga," kata istri Munir, Suciwati saat berbincang dengan detikcom, Selasa (7/9/2010). Genderang keadilan pun seakan tidak bersuara untuk mengusut tuntas kasus Munir. Bahkan, Kejaksaan Agung dan Kepolisian seolah tutup mata dalam menuntaskan kasus tersebut. "(Terhadap) Tersangka Muchdi, Kejaksaan Agung seharusnya melakukan PK, tapi tidak dilakukan. Polisi juga saat ditanya apakah Tim Munir sudah dibubarkan, katanya belum. Tapi mereka dilihat juga tidak bekerja," paparnya. Guna membangunkan kembali ingatan pemerintah dan lembaga hukum yang menangani kasus Munir, Suciwati bersama dengan ribuan orang yang tergabung dalam Komite Aksi Solidaritas untuk Munir (Kasum) akan menggelar aksi demo. Demo akan digelar di depan Kejagung dan Mabes Polri, siang ini. "Paling siangan (demo). Sorenya kita lanjutkan buka puasa bersama di Tugu Proklamasi, Jakarta Pusat," imbuhnya. Setelah enam tahun berlalu, Suciwati tidak pernah berhenti mencari keadilan untuk mengungkap kematian suaminya itu. Dia berharap, dengan peringatan kematian Munir ini dapat menjadi preseden baik bagi pemerintah. "Ketika ada kejadian dengan dituntaskannya kasus, tidak akan lagi terjadi intimidasi terhadap para aktivis. Kita lihat bagaimana intimidasi yang terjadi pada aktivis (ICW) Tama S Langkun saja tidak berjalan. Kalau ini dituntaskan, ini akan menjadi preseden baik bagi pemerintah," tutupnya. Sekedar mengingatkan, Munir meninggal di pesawat Garuda dalam perjalanan menuju Belanda pada 7 September 2004. Selang 2 bulan kemudian, dugaan kuat Munir dibunuh dengan diracun baru mencuat pada 11 November 2004 setelah hasil otopsi yang dilakukan Pemerintah Belanda terkuak. Hasil otopsi menunjukkan adanya arsenicum di tubuh Munir dengan dosis mematikan. Penyelidikan pun mulai dilakukan Mabes Polri. Bahkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta polisi untuk segera mengungkap fakta di balik wafatnya Munir. Namun, hingga saat ini belum terungkap siapa dalang di balik pembunuhan tersebut.

2. KASUS TIMOR LESTE

Kamis, 25 Mei 2006, suasana Kota Dili semakin mencekam. Aktivitas pemerintahan lumpuh selama beberapa hari. Dili bak kota mati. Kontak senjata antara pasukan yang setia kepada pemerintah dan tentara desersi, polisi, dan warga sipil bersenjata terus berlangsung. Korban tewas berjatuhan. Selain anggota Polisi Nasional Timor Leste (PNTL), juga ada warga sipil dan warga negara asing yang menjadi korban. Tambahan pasukan keamanan asing di bumi Timor Leste tak berhasil meredam kerusuhan. Warga mengungsi ke Gereja, Kantor PBB, dan sejumlah kedutaan asing karena keamanan mereka tak terjamin. Dengan alasan keamanan, keluarga Presiden Timor Leste, Xanana Gusmao, pun diungsikan. Dari rumah orang tua Xanana di Villaverde, istri Xanana, Kirsty Sword-Gusmao, bersama anak-anaknya diungsikan ke Istana Kepresidenan di kawasan Lahane, sekitar 8 km sebelah selatan Dili. Krisis dalam negeri ini dipicu oleh pemecatan sekitar enam ratus dari 1.400 prajurit angkatan bersenjata Timor Leste, Forcas Defenza Timor-Leste (FDTL) atas tuduhan desersi. Pada Maret 2006, Perdana Menteri Mari Alkatiri memerintahkan Panglima FDTL Brigadir Jenderal Taur Matan Ruak untuk melakukan pemecatan massal. Saat itu, para prajurit memprotes perlakuan diskriminatif terhadap prajurit dari Timor Leste bagian timur. Akibat pemecatan, ratusan serdadu ini marah besar. Mayor Alfredo Reinado yang merupakan tentara didikan Australia dan rekannya, Mayor Augusto Araujo, memimpin pemberontakan bersenjata. Gastao Salsinha yang merupakan pimpinan para tentara yang dipecat itu turut beraksi memicu gelombang kerusuhan. Kerusuhan di Timor Leste kemudian meluas menjadi pertikaian antar etnis timur dan barat. Akibat kerusuhan ini puluhan orang tewas dan hilang. Ratusan bangunan dibakar dan dijarah. Media memberitakan puluhan ribu warga yang mengungsi. Dalam menjalankan aksinya, Reinado membangun basis di perbukitan Maubisse, 70 km di selatan Dili. Selain menuntut Alkatiri mundur, ia juga menuntut penempatan kembali rekanrekannya yang sama-sama dipecat oleh Alkatiri. Para mantan tentara yang marah itu melakukan berbagai aksi yang membuat kota Dili porak poranda dan berdarah-darah. Gejolak politik hebat membuat Xanana Gusmao mengambil alih kendali pemerintahan. Ia cukup berhasil menenangkan para pemberontak, meskipun terpaksa harus mengundang pasukan asing dari Australia, Selandia Baru dan Malaysia untuk membantu meredam pasukan pemberontak. Juni 2006, Xanana mendesak Alkatiri yang memerintahkan pemecatan supaya mengundurkan diri. Setelah bersikeras menolak, Alkatiri akhirnya menyerah dan mundur dari jabatannya pada 26 Juni pada tahun yang sama. Sehari sebelumnya Jose Ramos Horta menyatakan tidak mau ambil bagian dalam kabinet Alkatiri serta melepaskan kedudukannya sebagai menteri luar negeri dan menteri pertahanan. Selain Ramos Horta, tujuh anggota kabinet lainnya di bawah Alkatiri pun menyatakan siap mundur. Dari tempat persembunyiannya, Alfredo mengaku mereka hanya memperjuangkan ketidakadilan dalam tubuh FDTL. Mereka tidak bertujuan melakukan kudeta terhadap pemerintahan. Xanana Gusmao akhirnya berhasil mengimbau Alfredo yang bertahan di atas gunung untuk menyerahkan diri. Alfredo turun ke Dili dan menyerahkan sejumlah senjata kepada pasukan Australia. Tapi pada saat itu, dengan alasan masih menyembunyikan senjata, Alfredo ditangkap dan dimasukan ke penjara. Tak sampai dua bulan kemudian, Alfredo dan anak

buahnya melarikan diri. Setelah Gusmao dan Horta saling bertukar jabatan presiden dan perdana menteri pada 2007, keduanya secara terbuka meminta pasukan keamanan Australia menangkap Mayor Alfredo hidup atau mati. Markas Alfredo di daerah Same, 50 kilometer dari Dili diserbu pasukan Australia dengan menggunakan helikopter serbu dan kendaraan lapis baja. Empat anak buah Reinado tewas, sementara sang pemimpin yang nyaris tertangkap melarikan diri ke hutan. Alfredo sangat marah dan menyatakan telah dikhianati, khususnya oleh Xanana Gusmao yang sangat dihormatinya. Senin, 5 Maret 2007, situasi Kota Dili kembali mencekam. Ratusan pendukung Alfredo memblokir sejumlah ruas jalan di Dili dan mebakar ban-ban mobil. Penjagaan di Kedutaan Australia dan sejumlah instansi lain diperketat. Pendukung Alfredo memprotes keras langkah koalisi tentara internasional terhadap Alfredo dan meminta pasukan mereka ditarik dari Same. Mereka juga mengecam pimpinan Timor Leste dan menolak keras penangkapan Alfredo, hidup atau mati.

3. PERISTIWA TRISAKTI Tragedi Trisakti adalah peristiwa penembakan, pada 12 Mei 1998, terhadap mahasiswa pada saat demonstrasi menuntut Soeharto turun dari jabatannya. Kejadian ini menewaskan empat mahasiswa Universitas Trisakti di Jakarta, Indonesia serta puluhan lainnya luka. Mereka yang tewas adalah Elang Mulia Lesmana, Heri Hertanto, Hafidin Royan, dan Hendriawan Sie. Mereka tewas tertembak di dalam kampus, terkena peluru tajam di tempattempat vital seperti kepala, leher, dan dada. Latar belakang dan kejadian Ekonomi Indonesia mulai goyah pada awal 1998, yang terpengaruh oleh krisis finansial Asia. Mahasiswa pun melakukan aksi demonstrasi besar-besaran ke gedung DPR/MPR, termasuk mahasiswa Universitas Trisakti. Mereka melakukan aksi damai dari kampus Trisakti menuju gedung DPR/MPR pada pukul 12.30. Namun aksi mereka dihambat oleh blokade dari Polri--militer datang kemudian. Beberapa mahasiswa mencoba bernegosiasi dengan pihak Polri. Akhirnya, pada pukul 17.15 para mahasiswa bergerak mundur, diikuti bergerak majunya aparat keamanan. Aparat keamanan pun mulai menembakkan peluru ke arah mahasiswa. Para mahasiswa panik dan bercerai berai, sebagian besar berlindung di universitas Trisakti. Namun aparat keamanan terus melakukan penembakan. Korban pun berjatuhan, dan dilarikan ke RS Sumber Waras. Satuan pengamanan yang berada di lokasi pada saat itu adalah Brigade Mobil Kepolisian RI, Batalyon Kavaleri 9, Batalyon Infanteri 203, Artileri Pertahanan Udara Kostrad, Batalyon Infanteri 202, Pasukan Anti Huru Hara Kodam seta Pasukan Bermotor. Mereka dilengkapi dengan tameng, gas air mata, Styer, dan SS-1. Pada pukul 20.00 dipastikan empat orang mahasiswa tewas tertembak dan satu orang dalam keadaan kritis. Meskipun pihak aparat keamanan membantah telah menggunakan peluru tajam, hasil otopsi menunjukkan kematian disebabkan peluru tajam. RENTANG WAKTU

10.30 -10.45 Aksi damai civitas akademika Universitas Trisakti yang bertempat di pelataran parkir depan gedung M (Gedung Syarif Thayeb) dimulai dengan pengumpulan segenap civitas Trisakti yang terdiri dari mahasiswa, dosen, pejabat fakultas dan universitas serta karyawan. Berjumlah sekitar 6000 orang di depan mimbar. 10.45-11.00 Aksi mimbar bebas dimulai dengan diawali acara penurunan bendera setengah tiang yang diiringi lagu Indonesia Raya yang dikumandangkan bersama oleh peserta mimbar bebas, kemudian dilanjutkan mengheningkan cipta sejenak sebagai tanda keprihatinan terhadap kondisi bangsa dan rakyat Indonesia sekarang ini. 11.00-12.25 Aksi orasi serta mimbar bebas dilaksanakan dengan para pembicara baik dari dosen, karyawan maupun mahasiswa. Aksi/acara tersebut terus berjalan dengan baik dan lancar. 12.25-12.30 Massa mulai memanas yang dipicu oleh kehadiran beberapa anggota aparat keamanan tepat di atas lokasi mimbar bebas (jalan layang) dan menuntut untuk turun (long march) ke jalan dengan tujuan menyampaikan aspirasinya ke anggota MPR/DPR. Kemudian massa menuju ke pintu gerbang arah Jl. Jend. S. Parman. 12.30-12.40 Satgas mulai siaga penuh (berkonsentrasi dan melapis barisan depan pintu gerbang) dan mengatur massa untuk tertib dan berbaris serta memberikan himbauan untuk tetap tertib pada saat turun ke jalan. 12.40-12.50 Pintu gerbang dibuka dan massa mulai berjalan keluar secara perlahan menuju Gedung MPR/DPR melewati kampus Untar. 12.50-13.00 Long march mahasiswa terhadang tepat di depan pintu masuk kantor Walikota Jakarta Barat oleh barikade aparat dari kepolisian dengan tameng dan pentungan yang terdiri dua lapis barisan. 13.00-13.20 Barisan satgas terdepan menahan massa, sementara beberapa wakil mahasiswa (Senat Mahasiswa Universitas Trisakti) melakukan negoisasi dengan pimpinan komando aparat (Dandim Jakarta Barat, Letkol (Inf) A Amril, dan Wakapolres Jakarta Barat). Sementara negoisasi berlangsung, massa terus berkeinginan untuk terus maju. Di lain pihak massa yang terus tertahan tak dapat dihadang oleh barisan satgas samping bergerak maju dari jalur sebelah kanan. Selain itu pula masyarakat mulai bergabung di samping long march. 13.20-13.30 Tim negoisasi kembali dan menjelaskan hasil negoisasi di mana long march tidak diperbolehkan dengan alasan oleh kemungkinan terjadinya kemacetan lalu lintas dan dapat menimbulkan kerusakan. Mahasiswa kecewa karena mereka merasa aksinya tersebut merupakan aksi damai. Massa terus mendesak untuk maju. Dilain pihak pada saat yang hampir bersamaan datang tambahan aparat Pengendalian Massa (DalMas) sejumlah 4 truk. 13.30-14.00 Massa duduk. Lalu dilakukan aksi mimbar bebas spontan di jalan. Aksi damai mahasiswa berlangsung di depan bekas kantor Wali Kota Jakbar. Situasi tenang tanpa ketegangan antara aparat dan mahasiswa. Sementara rekan mahasiswi membagikan bunga mawar kepada barisan aparat. Sementara itu pula datang tambahan aparat dari Kodam Jaya dan satuan kepolisian lainnya. 14.00-16.45 Negoisasi terus dilanjutkan dengan komandan (Dandim dan Kapolres) dengan pula dicari terobosan untuk menghubungi MPR/DPR. Sementara mimbar terus berjalan dengan diselingi pula teriakan yel-yel maupun nyanyian-nyanyian. Walaupun hujan turun massa tetap tak bergeming. Yang terjadi akhirnya hanya saling diam dan saling tunggu. Sedikit demi sedikit massa mulai berkurang dan menuju ke kampus.Polisi memasang police line. Mahasiswa berjarak sekitar 15 meter dari garis tersebut.

16.45-16.55 Wakil mahasiswa mengumumkan hasil negoisasi di mana hasil kesepakatan adalah baik aparat dan mahasiswa sama-sama mundur. Awalnya massa menolak tapi setelah dibujuk oleh Bapak Dekan FE dan Dekan FH Usakti, Adi Andojo SH, serta ketua SMUT massa mau bergerak mundur. 16.55-17.00 Diadakan pembicaraan dengan aparat yang mengusulkan mahasiswa agar kembali ke dalam kampus. Mahasiswa bergerak masuk kampus dengan tenang. Mahasiswa menuntut agar pasukan yang berdiri berjajar mundur terlebih dahulu. Kapolres dan Dandim Jakbar memenuhi keinginan mahasiswa. Kapolres menyatakan rasa terima kasih karena mahasiswa sudah tertib. Mahasiswa kemudian membubarkan diri secara perlahan-lahan dan tertib ke kampus. Saat itu hujan turun dengan deras.Mahasiswa bergerak mundur secara perlahan demikian pula aparat. Namun tibatiba seorang oknum yang bernama Mashud yang mengaku sebagai alumni (sebenarnya tidak tamat) berteriak dengan mengeluarkan kata-kata kasar dan kotor ke arah massa. Hal ini memancing massa untuk bergerak karena oknum tersebut dikira salah seorang anggota aparat yang menyamar. 17.00-17.05 Oknum tersebut dikejar massa dan lari menuju barisan aparat sehingga massa mengejar ke barisan aparat tersebut. Hal ini menimbulkan ketegangan antara aparat dan massa mahasiswa. Pada saat petugas satgas, ketua SMUT serta Kepala kamtibpus Trisakti menahan massa dan meminta massa untuk mundur dan massa dapat dikendalikan untuk tenang. Kemudian Kepala Kamtibpus mengadakan negoisasi kembali dengan Dandim serta Kapolres agar masing-masing baik massa mahasiswa maupun aparat untuk sama-sama mundur. 17.05-18.30 Ketika massa bergerak untuk mundur kembali ke dalam kampus, di antara barisan aparat ada yang meledek dan mentertawakan serta mengucapkan kata-kata kotor pada mahasiswa sehingga sebagian massa mahasiswa kembali berbalik arah. Tiga orang mahasiswa sempat terpancing dan bermaksud menyerang aparat keamanan tetapi dapat diredam oleh satgas mahasiswa Usakti. Pada saat yang bersamaan barisan dari aparat langsung menyerang massa mahasiswa dengan tembakan dan pelemparan gas air mata sehingga massa mahasiswa panik dan berlarian menuju kampus. Pada saat kepanikan tersebut terjadi, aparat melakukan penembakan yang membabi buta, pelemparan gas air mata dihampir setiap sisi jalan, pemukulan dengan pentungan dan popor, penendangan dan penginjakkan, serta pelecehan seksual terhadap para mahasiswi. Termasuk Ketua SMUT yang berada diantara aparat dan massa mahasiswa tertembak oleh dua peluru karet dipinggang sebelah kanan. Kemudian datang pasukan bermotor dengan memakai perlengkapan rompi yang bertuliskan URC mengejar mahasiswa sampai ke pintu gerbang kampus dan sebagian naik ke jembatan layang Grogol. Sementara aparat yang lainnya sambil lari mengejar massa mahasiswa, juga menangkap dan menganiaya beberapa mahasiswa dan mahasiswi lalu membiarkan begitu saja mahasiswa dan mahasiswi tergeletak di tengah jalan. Aksi penyerbuan aparat terus dilakukan dengan melepaskan tembakkan yang terarah ke depan gerbang Trisakti. Sementara aparat yang berada di atas jembatan layang mengarahkan tembakannya ke arah mahasiswa yang berlarian di dalam kampus. Lalu sebagian aparat yang ada di bawah menyerbu dan merapat ke pintu gerbang dan membuat formasi siap menembak dua baris (jongkok dan berdiri) lalu menembak ke arah mahasiswa yang ada di dalam kampus. Dengan tembakan yang terarah tersebut mengakibatkan jatuhnya korban baik luka maupun meninggal dunia. Yang meninggal dunia seketika di dalam kampus tiga orang dan satu orang lainnya di rumah sakit beberapa orang dalam kondisi kritis. Sementara korban luka-luka dan jatuh akibat tembakan ada lima belas orang. Yang luka tersebut memerlukan perawatan intensif di rumah sakit. Aparat terus menembaki dari luar. Puluhan gas air mata juga dilemparkan ke dalam kampus. 18.30-19.00 Tembakan dari aparat mulai mereda, rekan-rekan mahasiswa mulai membantu mengevakuasi korban yang ditempatkan di beberapa tempat yang berbedabeda menuju RS.

19.00-19.30 Rekan mahasiswa kembali panik karena terlihat ada beberapa aparat berpakaian gelap di sekitar hutan (parkir utama) dan sniper (penembak jitu) di atas gedung yang masih dibangun. Mahasiswa berlarian kembali ke dalam ruang kuliah maupun ruang ormawa ataupun tempat-tempat yang dirasa aman seperti musholla dan dengan segera memadamkan lampu untuk sembunyi. 19.30-20.00 Setelah melihat keadaan sedikit aman, mahasiswa mulai berani untuk keluar adari ruangan. Lalu terjadi dialog dengan Dekan FE untuk diminta kepastian pemulangan mereka ke rumah masing- masing. Terjadi negoisasi antara Dekan FE dengan Kol.Pol.Arthur Damanik, yang hasilnya bahwa mahasiswa dapat pulang dengan syarat pulang dengan cara keluar secara sedikit demi sedikit (per 5 orang). Mahasiswa dijamin akan pulang dengan aman. 20.00-23.25 Walau masih dalam keadaan ketakutan dan trauma melihat rekannya yang jatuh korban, mahasiswa berangsur-angsur pulang. Yang luka-luka berat segera dilarikan ke RS Sumber Waras. Jumpa pers oleh pimpinan universitas. Anggota Komnas HAM datang ke lokasi

01.30 Jumpa pers Pangdam Jaya Mayjen TNI Sjafrie Sjamsoeddin di Mapolda Metro Jaya. Hadir dalam jumpa pers itu Pangdam Jaya Mayjen TNI Sjafrie Sjamsoeddin, Kapolda Mayjen (Pol) Hamami Nata, Rektor Usakti Prof Dr Moedanton Moertedjo, dan dua anggota Komnas HAM AA Baramuli dan Bambang W Soeharto. 4. PERISTIWA SEMANGGI

Tragedi Semanggi menunjuk kepada dua kejadian protes masyarakat terhadap pelaksanaan dan agenda Sidang Istimewa yang mengakibatkan tewasnya warga sipil. Kejadian pertama dikenal dengan Tragedi Semanggi I terjadi pada 11-13 November 1998, masa pemerintah transisi Indonesia, yang menyebabkan tewasnya 17 warga sipil. Kejadian kedua dikenal dengan Tragedi Semanggi II terjadi pada 24 September 1999 yang menyebabkan tewasnya seorang mahasiswa dan sebelas orang lainnya di seluruh jakarta serta menyebabkan 217 korban luka - luka. Awal Pada bulan November 1998 pemerintahan transisi Indonesia mengadakan Sidang Istimewa untuk menentukan Pemilu berikutnya dan membahas agenda-agenda pemerintahan yang akan dilakukan. Mahasiswa bergolak kembali karena mereka tidak mengakui pemerintahan B. J. Habibie dan tidak percaya dengan para anggota DPR/MPR Orde Baru. Mereka juga mendesak untuk menyingkirkan militer dari politik serta pembersihan pemerintahan dari orang-orang Orde Baru. Masyarakat dan mahasiswa menolak Sidang Istimewa 1998 dan juga menentang dwifungsi ABRI/TNI. Sepanjang diadakannya Sidang Istimewa itu masyarakat bergabung dengan mahasiswa setiap hari melakukan demonstrasi ke jalan-jalan di Jakarta dan kota-kota besar lainnya di Indonesia. Peristiwa ini mendapat perhatian sangat besar dari seluruh Indonesia dan dunia internasional. Hampir seluruh sekolah dan universitas di Jakarta, tempat diadakannya Sidang Istimewa tersebut, diliburkan untuk mencegah mahasiswa berkumpul. Apapun yang dilakukan oleh mahasiswa mendapat perhatian ekstra ketat dari pimpinan universitas masing-masing karena mereka di bawah tekanan aparat yang tidak menghendaki aksi mahasiswa. Garis waktu

Pada tanggal 11 November 1998, mahasiswa dan masyarakat yang bergerak dari Jalan Salemba, bentrok dengan Pamswakarsa di kompleks Tugu Proklamasi.

Pada tanggal 12 November 1998 ratusan ribu mahasiswa dan masyrakat bergerak menuju ke gedung DPR/MPR dari segala arah, Semanggi-Slipi-Kuningan, tetapi tidak ada yang berhasil menembus ke sana karena dikawal dengan sangat ketat oleh tentara, Brimob dan juga Pamswakarsa (pengamanan sipil yang bersenjata bambu runcing untuk diadu dengan mahasiswa). Pada malam harinya terjadi bentrok di daerah Slipi dan Jl. Sudirman, puluhan mahasiswa masuk rumah sakit. Ribuan mahasiswa dievekuasi ke Atma Jaya. Satu orang pelajar, yaitu Lukman Firdaus, terluka berat dan masuk rumah sakit. Beberapa hari kemudian ia meninggal dunia. Esok harinya Jumat tanggal 13 November 1998 mahasiswa dan masyarakat sudah bergabung dan mencapai daerah Semanggi dan sekitarnya, bergabung dengan mahasiswa yang sudah ada di kampus Universitas Atma Jaya Jakarta. Jalan Sudirman sudah dihadang oleh aparat sejak malam hari dan pagi hingga siang harinya jumlah aparat semakin banyak guna menghadang laju mahasiswa dan masyarakat. Kali ini mahasiswa bersama masyarakat dikepung dari dua arah sepanjang Jalan Jenderal Sudirman dengan menggunakan kendaraan lapis baja[1].

Deskripsi Jumlah masyarakat dan mahasiswa yang bergabung diperkirakan puluhan ribu orang dan sekitar jam 3 sore kendaraan lapis baja bergerak untuk membubarkan massa membuat masyarakat melarikan diri, sementara mahasiswa mencoba bertahan namun saat itu juga terjadilah penembakan membabibuta oleh aparat ketika ribuan mahasiswa sedang duduk di jalan. Saat itu juga beberapa mahasiswa tertembak dan meninggal seketika di jalan. Salah satunya adalah Teddy Wardhani Kusuma, mahasiswa Institut Teknologi Indonesia yang merupakan korban meninggal pertama di hari itu. Mahasiswa terpaksa lari ke kampus Universitas Atma Jaya untuk berlindung dan merawat kawan-kawan seklaligus masyarakat yang terluka. Korban kedua penembakan oleh aparat adalah Wawan, yang nama lengkapnya adalah Bernardus Realino Norma Irmawan, mahasiswa Fakultas Ekonomi Atma Jaya, Jakarta, tertembak di dadanya dari arah depan saat ingin menolong rekannya yang terluka di pelataran parkir kampus Universitas Atma Jaya, Jakarta[2]. Mulai dari jam 3 sore itu sampai pagi hari sekitar jam 2 pagi terus terjadi penembakan terhadap mahasiswa di kawasan Semanggi dan penembakan ke dalam kampus Atma Jaya. Semakin banyak korban berjatuhan baik yang meninggal tertembak maupun terluka. Gelombang mahasiswa dan masyarakat yang ingin bergabung terus berdatangan dan disambut dengan peluru dan gas airmata. Sangat dahsyatnya peristiwa itu sehingga jumlah korban yang meninggal mencapai 17 orang. Korban lain yang meninggal dunia adalah: Sigit Prasetyo (YAI), Heru Sudibyo (Universitas Terbuka), Engkus Kusnadi (Universitas Jakarta), Muzammil Joko (Universitas Indonesia), Uga Usmana, Abdullah/Donit, Agus Setiana, Budiono, Doni Effendi, Rinanto, Sidik, Kristian Nikijulong, Sidik, Hadi. Jumlah korban yang didata oleh Tim Relawan untuk Kemanusiaan berjumlah 17 orang korban, yang terdiri dari 6 orang mahasiswa dari berbagai Perguruan Tinggi di Jakarta, 2 orang pelajar SMA, 2 orang anggota aparat keamanan dari POLRI, seorang anggota Satpam Hero Swalayan, 4 orang anggota Pam Swakarsa dan 3 orang warga masyarakat. Sementara 456 korban mengalami luka-luka, sebagian besar akibat tembakan senjata api dan pukulan benda keras, tajam/tumpul. Mereka ini terdiri dari mahasiswa, pelajar, wartawan, aparat keamanan dan anggota masyarakat lainnya dari berbagai latar belakang dan usia, termasuk Ayu Ratna Sari, seorang anak kecil berusia 6 tahun, terkena peluru nyasar di kepala[3][4]. Tragedi Semanggi II Pada 24 September 1999, untuk yang kesekian kalinya tentara melakukan tindak kekerasan kepada aksi-aksi mahasiswa.

Kala itu adanya pendesakan oleh pemerintahan transisi untuk mengeluarkan UndangUndang Penanggulangan Keadaan Bahaya (UU PKB) yang materinya menurut banyak kalangan sangat memberikan keleluasaan kepada militer untuk melakukan keadaan negara sesuai kepentingan militer. Oleh karena itulah mahasiswa bergerak dalam jumlah besar untuk bersama-sama menentang diberlakukannya UU PKB. Mahasiswa dari Universitas Indonesia, Yun Hap meninggal dengan luka tembak di depan Universitas Atma Jaya.
5. TRAGEDI POSO

1. Pada hari jumat tanggal 25 Desember 1998 pkl. 02.00 Wita : Terjadi penganiayaan di mesjid Darusalam Kel. Sayo terhadap Korban yang bernama Ridwan Ramboni, umur 23 tahun, agana Islam, suku Bugis palopo, pekerjaan mahasisiwa, alamat Kel. Sayo, yang dilakukan oleh Roy Runtu Bisalemba, umur 18 tahun, agama Kristen protestan, suku pamona, pekerjaan, tidak ada, alamat jl. Tabatoki sayo. Akibat penganiayaan korban mengalami luka potong dibagian bahu kanan dan siku kanan,selanjutnya dirawat di RSU Poso. Pkl. 02.30 . Timbul reaksi dari pemuda/ pemuda Remaja mesjid terhadap kasus yang dimaksud dan beredar isu isu sbb. - Pelaku penganiayaan (Roy Bisalemba) terpengaruh minuman keras, sehabis minum di toko lima di jalan Samratulangi. - Anak kandung pemilik toko lima (Akok) WNI keturunan cina di isukan telah melontarkan kata-kata Umat Islam kalau buka puasa pake RW saja - Imam masjid di Sajo telah dibacok didalam masjid hingga di Opname I Rumah Sakit. Pkl.14.30 Wita. Sekelompok pemuda/remaja Islam Masjid Ke Kayamanya berjumlah 50 orang mengendarai truk turun di muka RSU Poso ,menengok Korban Lk.LUKMAN RAMBONI, selanjutnya berjalan menuju took LIMA dijalan Samratulangi melakukan pelemparan took tersebut dengan batu dan kayu. Pkl.14.45 Wita .Sasaran pengrusakan diarahkan kerumah tempat tinggal penduduk milik tersangka (ROY BISALEMBA) dijalan Yos Sudarso Kel. Kasintuwu dan beberapa rumah keluarga tersangka di jalan Tabatoki Kel.Sayo. Massa merusak bangunan dan isi perabot rumah tangga dengan batu,kayu, dan senjata tajam. Pkl. 15.15 Wita. Sekelompok pemuda /remaja berjumlah sekitar 300 orang merusak penginapan dan diskotik DOLIDI NDAWA diJln.P.Nias Kel.Kayamanya ,menggunakan batu dan kayu. Pkl. 18.45. Wita .Massa berjumlah 300 orang merusak tempat Billyard dijalan P.Sumatra Poso. Selanjutnya massa dari ummat Islam kel.Kayamanya bergabung dengan massa kelurahan Moenko berjumlah sekitar 1000 orang melakukan pengrusakan losmen/diskotik LASTI dijalan P.Seram Kel.Gebang Rejo,hingga bangunan rumah dan diskotik serta isi rumah dan beberapa ratus botol minuman keras dihancurkan. Pkl. 19.00 Wita. Pasukan PAM PHH memblokade massa dijembatan penyembrangan kuala Poso yang bermaksud untuk bergabung dengan massa remaja Islam Masjid kel. Bone Sompe dan Kel.Lawanga . Terjadi sedikit ketegangan antara aparat dengan massa yang tetap memaksakan kehendaknya menembus barisan PHH, namun massa dapat dikendalikan Pkl. 20.20 Wita. Sebagian massa yang terbendung pasukan PHH kembali menuju kompleks pertokoan dan tempat-tempat hiburan yang biasanya dijadikan tempat menjual miras dan membawa prostitusi, selanjutnya massa melakukan pengrusakan dengan cara melempar dengan batu dan merusak dengan pentungan kayu, pentungan besi dan senjata tajam

/parang: 1. Toserba intisari lantai II dilempar hingga etalas toko pecah. 2. Toko Hero diJln.P.Irian dilempar hingga kaca toko pecah. 3. Pabrik Minuman Keras merek SAR di Kel.Kayamanya dilempar mengenai atap Seng. 4. Toko Asia diJln.P.Irian dilempar hingga kaca toko pecah. 5. Hotel Kartika dirusak dan kasur busa hotel dibakar diJalan Raya. 6. Hotel Anugrah Inn di rusak meliputi kaca dan isi perabotan Hotel diruang Resepsionis dan ruang penerima tamu hotel. 7. Penginapan WatiLembah di jln.P.Batam dilempar hingga kaca bangunan tempat/hotel pecah. 8. Rumah makan Arisa diJln.P.Batam Kel. Moenko dibakar dan seluruh minuman keras dikeluarkan dan dipecahkan diJalan Raya dan sebagaian lagi dibakar. Sedangkan massa berjumlah 500 orang dari masyarakat Kel.Bonesompe dan Lawanga juga melakukan pengrusakan Hotel NELCON CYTY HOTEL dan Toko TIGA DARAH. Pkl. 23.00 Wita. Massa membubarkan diri, situasi dapat terkendalikan Sabtu, 26 Desember 1998. Pkl. 07.00 Wita. Massa dan Risma dari arah Gerbang Rejo, Kayamanya, Moenko bergerak mencari Toko dan Gudang yang diduga ada Miras . Demikian -bleep- massa dan Risma dari Arah kelurahan Lawanga , Bonemsompe dan Sayo masing-masing bergerak mencari miras yang ada diToko dan Gudang.Kemudian semua miras dikumpul pada tempat parkir lapangn MAROSO, sampai pada pukul 15.30 Wita miras yang terkumpul dari berbagai jenis sejumlah 15 truk yang diperkirakan puluhan ribu botol yang besar maupun kecil. 16.00 bupati bersama Kapolda Sul-teng Muspida Tingkat II Poso bersama tokoh Agama dan masyarakat menyaksikan pemberantasan miras dengan menggunakan alat berat sten wals maka lembah got lapangan Maroso mengalirlah cairan miras laksana bah air hujan dengan bau yang menusuk hidung sementara umat Islam sedang berpuasa. Demikianlah selanjutnya miras senentiasa terkumpul lalu dimusnakan. Kemudian sore itu juga Kapolda Sul-teng kempali kepalu. 17.00 Massa dari arah lawangga Bonesompe dan Gebangrejo bergerak menuju kel. Untuk menuntaskan miras yang ada di Toko lima yang diduga masih ada sekitar ribuan botol yang terdapat diruang bawah tanah. Pada waktu massa ingin mengambil miras tersebut maka toko Lima telah dibendung oleh massa pemuda Kristen dan masyarakatnya. Tidak diizinkan untuk diganggu termaksuk mengamankan kel. Lombogu dari. Demikianlah keadaan berlangsung sampai malam hari kerusuhan demi kerusuhan terjadi. 19.00 Massa dan Risma kembali berjalan ditambah lagi massa dari desa Tokorondo Kec. Poso Pesisir sehingga masssa besar ini terpaksa berhadapan dengan pasukan PPH dijembatan besar sungai Poso di tengah kota dengan massa yang diduga dipimpin Herman Parimo + 20 truk. 19.30 Rapat dan musyawarah Tokoh Agama Kristen dan Islam serta tokoh pemudanya yang dipimpin oleh bupati bersama Muspida dan ketua DPR Tingkat II Poso. Dalam musyawarah tersebut diputuskan bahwa semuanya sepakat dan menyatakan perdamaian. Keadaan itu di sosialisasikan dan dinyatakan aman. Namun suara massa sudah ribut dan hiruk pikuk karena sudah terjadi bentrok tawuran. 20.00 Toko agama ulama dan pendeta serta toko pemuda Islam dan Kristen dipimpin oleh Muspida Tingkat II Poso bergerak menuju tempat kerusuhan untuk mengendalikan massa yang sudah terjadi bentrok tawuran, dalam keadaan hujan batu tersebut massa tidak bisa diterobos terpaksa pasukan PPH Brimob dan Polisi melepaskan tembakan peluru hampa dan peluru karet kemudian massa kembali lalu tokoh memberi nasehat dan berdoa bersama kemudian bubar, namun dilain pihak massa masih terjadi tauran diarah kelurahan Lawanga dengan Lombogia masih terjadi tauran sporadis sampai pagi hari.

Minggu, 27 desember 1998 08.00 bupati bersama muspida dan tokoh agama dan tokoh pemuda dan tokoh masyarakat begerak menuju pasar sentral untuk mensosialisasikan kesepakan damai dan dinyatakan aman.demikianlah tiem bergerak dari pasar kemasing-masing kelurahan sampai tuntas kelurahan dan dinyatakan aman dan damai . 18.30 malam hari sesudah buka puasa bupati bergerak bersama tiemnya menuju desa Tagolu untuk mensosialisasikan perdamaian dengan massa yang dipimpin oleh Herman parimo (tokoh GPST semasa perang dengan PERMESTA). Massa tersebut diperkirakan dari 12 desa dari kecamatan Pamona utara dan lage + 40 truk, namun herman ternyata acuh karena sementara Bupati berpidato herman meninggalkan tempat sehingga bupati bersama tim pulang kekota Poso. 22.00 Pasukan herman parimo bergerak menuju kota Poso dan melakukan demonstrasi kekuatan sambil melempar rumah-rumah dan toko-toko disekitar Jl. P. Kalimantan dan Sumatra sehingga masyarakat gebangrejo kaget karena sudah damai dan aman mengapa masih ada kerusuhan dengan serangan tiba-tiba sementara masyarakat sudah tenang istirahat setelah sholat tarawih. 22.30 Pasukan PPH mengundurkan pasukan massa Herman Parimo dan diundurkan dari arah pasar sentral. Kantor Polres hingga jembatan sampai dibundaran ujung utara jembatan poso. Massa Gebangrejo yang minus mengadakan perlawanan hanya puluhan orang hingga pagi hari. Senin, 26 Desember 1998 05 45 Massa yang dipimpin oleh Herman Parimo yang berkumpul disekitar perempatan terminal Tentena (Lombagia) sampai desa Tagolu Kec. Lage bergerak menyatu kekota Poso dan mulai menyerang ke kelurahan lawangga kampong arah serta melempari dengan batu. Demikian -bleep- kelurahan Bonosompe telebih lagi kelurahan Gebangrejo massa tersebut yang berjumlah + 5000 personil karena di kelurahan Lawanga sudah mulai tejadi maka tokoh masyarakat Islam Yahya Magun diundang oleh Tokoh Masyarakat Lombogia untuk menenangkan keadaan namun Tokoh tersebut pada waktu tiba hanya mendapat serangan dan hampir kena bacok parang lalu menghindar dari kerusuhan tak bisa terelakan. 06.00 Massa herman Parimo yang seluruhnya beragama kristiani + 5000 personil itu mulai menyerang melempar dan membakar rumah penduduk Islam Jl. P. Kalimantan kemudian massa Islam datang satu demi satu mengadakan perlawanan dari anak-anak sampai orang tua pria dan wanita dan komando jihad fi sabilillah mulai dikumandangkan dikumandangkan dengan pekik Allahu akbar. Oleh tokoh masyarakat Islam yang punya karismatik maka terjadilah bentrokan dengan menggunakan lemparan batu. Tombak, parang, senapan angin dan lain-lain termasuk bom Molotov (rakitan dengan mengunakan botol) dari kedua bela pihak dan massa muslim bergerak dari arah gebangrejo, kayamanya, moengko,lawangga, dan bonosompe + 1000 personil melawan 5000 personil massa Kristen yang dipimpin oleh Herman Parimo. Demikanlah bentrokan terjadi tanpa seorang pun aparat keamanan yang mampu mengendalikan bentrokan berlangsung pada pukul 06.00 pagi sampai dengan jam 12 siang dan massa kristiani yang dipimpin Herman Parimo mengundurkan diri serta lari kearah gunung bukit pancaran TVRI yang lainnya menyerah minta ampun dan minta perlindungan dari massa umat Islam mereka pun semuanya dilindungi dan diamankan dalam ruang gereja tanpa ada ganguan sedikitpun. 12.00 Massa Islam bersama Risma menguasai kota secara keseluruhan. Kemudian massa dari desa Tokorondo kecamatan Poso pesisir, parigi dan ampana seluruhnya + 500 orang personil datang membantu mengamankan kota karma diperkirakan pasukan Herman parimo akan datang menyerang kembali namun pada sampai tanggal 29 Desember 1998 tidak ada

penyerangan dan Herman Parimo malah dikejar dan melarikan diri ke selawesi selatan daerah palopo. 15.30 Massa Islam mengamankan kota dan membuat pos-pos jaga (posko) dimasing-masing kelurahan, lingkungan RT, RW massa dari parigi jaga diposko ujung jembatan baru. Massa Ampana menjaga diposko perempatan terminal tentena, massa Islam dalam kota menjaga masing-masing lingkungan dengan dikoordinir masing-masing Risma setempat. Selasa , 29 desember 1998 09.00 kunjungan gubernur KDH Tingkat I Sulawesi Tengah memimpin rapat yang dihadiri MUSPIDA Tingkat I, Tokoh masyarakat,Tokoh Agama Tingkat I MUI, Pendeta Sinode, Bupati KDH Tingkat II dan muspida serta tokoh-tokoh Agama dan masyarakat di kota poso bersama kelompok yang menamakan diri Mujahid Fisabilillah melalui coordinator selaku juru bicara ,membicarakan keamanan Kota Poso setelah dikuasai oleh Anggota Mujahid Fisabilillah Umat Islam ( disingkat Mujahid ) Kota Poso .karena aparat keamanan tidak berfungsi secara maksimal selama kerusuhan berkecamuk. 13.00 Tercapai kesepakatan bahwa : 1. Keamanan kota Poso berangsur ditangani oleh aparat keamanan, yang pelaksanaannya secara bersama masyarakat kota Poso dan mujahid. 2. Menagani menurut hukum yang berlaku, oknum-oknum yang diduga sebagai provokator. 16.00 Pertemuan Pemda Tingat I dengan semua Tokoh agama serta koordinatir coordinator mujahid fisabilillah, membahas keadaan yang porakporanda akibat kerusuhan. Serta keberadaan Herman Parimo (oknum yang diduga salah satu provokator). Upaya mengembalikan penduduk yang mengungsi pemulihan kecamatan serta menormalkan kembali fungsi pasar. 17.00 Aparat keamanan bersama masyarakat kota Poso dan mujahid. Dalam pengamanan kota Poso dengan system ronda/ jaga malam. Rabu, 30 Desmber 1998 06.00 Para pesuru yang mengunsi berdatangan menyerahkan diri kepada petugas dan penduduk yang mengawasi mulai berdatangan kembali dalam keadaan lemah : 1. Ditampung dan dilayani (makan) diposko penampungan yang dipusatkan do GOR Poso. 2. Yang Luka-luka diawali dirumah sakit. 08.00 Pasar sentral sebagai pusat perekonimian masyarakat kota Poso mulai pulih kembali. Para penjual dan pembeli sudah berdatangan sehingga kegiatan sudah kembali seperti biasa. 09.00 Keadaan kota Poso sudah pulih dan netral. Jumat 8 Januari 1999 Pertemuan tokoh Agama. Ulama, pendeta dan tokoh agama Islam, tokoh pemuda Kristen dihadapan bupati kepala daerah tingkat II Poso dan Muspida Tingkat II Poso serta Tim Komnas HAM pusat menghasilkan kesepakatan perlu membentuk Forum Komunikasi antar umat beragama Kabupaten Poso. Selasa 12 Januari 1999 Terbentuk Forum Komunikasi Antar Umat Beragama Kabupaten Poso yang denganterbitnya Surat Keputusan BKDH Nomor 454.5/0207/ SOSIAL tentang pembentukan Forum Komunikasi Antar Umat Beragama (FKAUB) di Kabupaten Dati II Poso.

Selasa, 26 Januari 1999 FKAUB Mengadakan Rapat dan menghasilkan 1. Tata kerja FKAUB 2. Program Kerja FKAUB 3. Pembentukan pos Komunikasi FKAUB.

Anda mungkin juga menyukai