Anda di halaman 1dari 6

LETHAL MIDLINE GRANULOMA DEFINISI Lethal midline granuloma (LMG) adalah salah satu tipe dari limfoma non-Hodgkin

disebut juga nasal limfoma sel T/sel NK, polymorphic reticulosis, atau limfoma angiosentrik. LMG merupakan keganasan dari sel limfosit T atau sel natural killer (NK) yang menyebabkan lesi destruktif dengan predileksi di daerah kavum nasi dan sinus paranasal. Proliferasi limfosit yang angiosentrik dan angiodestruktif menyebabkan nekrosis jaringan yang luas. LMG ini bersifat agresif, destruktif lokal, dan menyebabkan lesi nekrosis di daerah midfasial. Insiden di Amerika sangat jarang, lebih sering ditemukan di Asia, Meksiko, Amerika Tengah dan Selatan. Frekuensi limfoma nasal di Hongkong dan Amerika Selatan yang pernah dilaporkan sebanyak 2,8-8% dari jenis limfoma non-hodgkin ekstranodal, dengan 45% berasal dari limfoma sel T/NK. Ratio laki-laki dan perempuan pada pasien dengan Limfoma sel T sekitar 2,5:1. Usia rata-rata dari penyakit ini pada dekade 40 dan 50. Secara keseluruhan, pasien dengan Limfoma sel T cenderung lebih muda daripada pasien dengan limfoma konvensional. KLASIFIKASI Klasifikasi limfoma terbaru menurut WHO dipublikasikan tahun 2001 dan diperbarui tahun 2008. Klasifikasi WHO berdasarkan klasifikasi sebelumnya dari "Revised EuropeanAmerican Lymphoma classification" (REAL). Klasifikasi ini membagi kelompok limfoma bedasarkan jenis sel dan karakteristik pada fenotipik, molekular, dan sitogenetik. Pembagian klasifikasi WHO: 1. Mature B cell neoplasm
o o o

Chronic lymphocytic leukemia/Small lymphocytic lymphoma B-cell prolymphocytic leukemia Lymphoplasmacytic lymphoma Splenic marginal zone lymphoma Plasma cell neoplasms: Plasma cell myeloma Plasmacytoma Monoclonal immunoglobulin deposition diseases

Heavy chain diseases Extranodal marginal zone B cell lymphoma, disebut juga MALT lymphoma Nodal marginal zone B cell lymphoma (NMZL) Follicular lymphoma Mantle cell lymphoma Diffuse large B cell lymphoma Mediastinal (thymic) large B cell lymphoma Intravascular large B cell lymphoma Primary effusion lymphoma Burkitt lymphoma/leukemia

Mature T cell and natural killer (NK) cell neoplasms


T cell prolymphocytic leukemia T cell large granular lymphocytic leukemia Aggressive NK cell leukemia Adult T cell leukemia/lymphoma Extranodal NK/T cell lymphoma, nasal type Lethal Midline Granuloma Enteropathy-type T cell lymphoma Hepatosplenic T cell lymphoma Blastic NK cell lymphoma Mycosis fungoides / Sezary syndrome Primary cutaneous CD30-positive T cell lymphoproliferative disorders
o o

Primary cutaneous anaplastic large cell lymphoma Lymphomatoid papulosis

Angioimmunoblastic T cell lymphoma Peripheral T cell lymphoma, unspecified Anaplastic large cell lymphoma Classical Hodgkin lymphomas:
o o o

Hodgkin lymphoma

Nodular sclerosis Mixed cellularity Lymphocyte-rich

Lymphocyte depleted or not depleted

Nodular lymphocyte-predominant Hodgkin lymphoma

Immunodeficiency-associated lymphoproliferative disorders Associated with a primary immune disorder Associated with the Human Immunodeficiency Virus (HIV) Post-transplant Associated with methotrexate therapy

Primary central nervous system lymphoma

DIAGNOSIS Anamnesis Gejala klinik yang mula-mula timbul dan paling sering dikeluhkan penderita adalah obstruksi nasi dan rinorea purulen. Gejala sistemik seperti demam, keringat malam hari, malaise, nyeri sendi dan penurunan berat badan hanya ditemukan pada beberapa kasus. Selain di kavum nasi, beberapa organ yang lain dapat terkena, yaitu paru-paru, sistem gastrointestinal, traktus genitourinari, dan kulit. Berbeda dengan granuloma Wagener, lesi pada LMG lebih sering mengenai hidung secara unilateral dengan perluasan sampai ke jaringan lunak pada hidung, bibir atas, kavum oris, dan sinus maksilaris, dengan atau tanpa keterlibatan rongga orbita. Lesinya bersifat eksplosif, progresif cepat, dan didapatkan kerusakan jaringan yang disertai dengan keterlibatan mikroorganisme gram negatif dan kuman anaerob. Gejala klinik yang dapat timbul di bagian kepala dan leher selain yang tersebut di atas adalah: Nyeri dan pembengkakan di wajah
Diplopia, penurunan ketajaman penglihatan

Pembengkakan di daerah orbita


Otalgia, penurunan kemampuan pendengaran

Epistaksis
Ulserasi pada palatum

Odinofagi, disfagi Trismus, halitosis Hoarseness, dispnea

Pemeriksaan fisik Pemeriksaan di bagian kepala dan leher dapat menemukan:


Neuropati kranial Penurunan visus Massa di rongga orbita Proptosis

Pembengkakan dan eritem di wajah (kebanyakan di daerah midline wajah)

Otitis media serousa Ulserasi di daerah palatum, tonsil, nasofaring, dan laring Massa di kavum nasi Massa di leher Pemeriksaan penunjang Untuk menegakkan diagnosis LMG diperlukan pemeriksaan berikut: 1. Pemeriksaan laboratorium darah Pemeriksaan darah untuk mengetahui kadar darah rutin (mungkin ditemukan anemia, limfositopenia), tes fungsi hati termasuk kadar laktat dehidrogenase (LDH) dimana bila ditemukan peningkatan LDH berhubungan dengan prognosis yang jelek, tes fungsi ginjal, kadar asam urat dan kalsium, dan titer EBV. 2. Endoskopi Endoskopi digunakan untuk melihat gambaran secara langsung lesi yang terjadi dan karakteristik lesi. 3. Biopsi di tempat lesi Biopsi harus dilakukan dengan hati-hati, diusahakan mengambil sedalam mungkin, untuk menghindari jaringan nekrotik dan lesi peradangan. Secara histologik akan nampak lesi campuran antara jaringan nekrosis, yang disebabkan invasi limfoid angiosentrik dan oklusi pembuluh darah, dan peradangan kronik disertai dengan infiltrat polimorfik, elemen limfoplamasitik, neutrofil dan histiosit yang tersebar. Jika pemeriksaan histologik tidak dapat memastikan, dilakukan pemeriksaan imunohistokimia untuk mencari petanda sel T/NK. 4. CT-Scan dan MRI

Pemeriksaan ini CT-Scan digunakan untuk mengetahui perluasan lesi dan menentukan staging dari LMG. Bila LMG dicurigai meluas ke intrakranial, MRI mungkin berguna untuk mendeteksi perluasan tersebut.
2. Pemeriksaan imunohistokimia dan flow-sitometri

Pemeriksaan imunohistokimia dan flow-sitometri akan didapatkan petanda/marker yang berhubungan dengan sel T, seperti CD2, CD3, CD7, CD45RO, dan CD43. Pada tumor ini juga sering didapatkan marker sel NK yaitu CD56. Pemeriksaan imunohistokimia ini juga menegaskan asal tumor dari sel T atau sel NK, dan tidak ditemukan marker dari sel B. Secara genotip, limfoma sel T/NK di traktus aerodigestivus atas kebanyakan berasal dari sel NK, dan hanya sedikit yang berasal dari sel T. Kira-kira 80% berasal dari sel NK, dan 10-30% berasal dari sel T. Diagnosis banding
1) Penyakit inflamasi: sarcoidosis, Wegener granulomatosis, lupus eritematosus sistemik,

poliarteritis nodosa. Namun yang paling mirip dengan LMG adalah Wegener granulomatosis. Perbedaan antara LMG dengan Wagener granulomatosis (WG) antara lain: (1) distribusi ulserasi pada LMG bersifat fokal, terlokalisasi, dan eksplosif, sedangkan pada WG ulserasi bersifat difus; (2) keterlibatan sistemik dan infiltrat paru dapat ditemukan pada keduanya, namun pada LMG jarang terjadi kelainan di telinga, trakea, dan ginjal; (3) perbedaan utama terlihat pada pemeriksaan morfologik dimana WG ditemukan gambaran khas vaskulitis, sedangkan pada LMG ditemukan infiltrat limfoid polimorfik dengan gambaran angiosentrik dan angioinvasif. 2) Penyakit infeksi: oleh karena bakteri, jamur, atau parasit. Infeksi yang memberikan lesi paling menyerupai LMG adalah karena jamur. PENATALAKSANAAN Jika diagnosis LMG telah ditegakkan, maka pengobatan kombinasi kemoradiasi dapat dipilih. Pengobatan kemoradiasi lebih efektif daripada pengobatan tunggal kemoterapi atau radioterapi. Radioterapi tunggal mungkin dapat diberikan jika stadium penyakit masih awal. Kemoterapi yang banyak digunakan adalah regimen CHOP (cyclofosfamid, doksorubisin, vinkristin, prednison). Sedangkan radioterapi diberikan berkisar antara 34 Gy sampai 60 Gy.

DAFTAR PUSTAKA

1. Tami TA, Shah A, Ryzenman JM. Nasal manifestations of systemic diseases. In: Lalwani

AK, editor. Current diagnosis and treatment otolaryngology head and neck surgery. 2nd ed. New York: Mc Graw Hill, 2006. 12
2. McDonald TJ. Nasal manifestations of systemic diseases. In: Cumming CW, et al,

editors. Cummings: otolaryngology: head & neck surgery. 4th ed. Philadelphia: Elsevier's, 2005. 39
3. Poetker DM, Cristobal R, Smith TL. Granulomatous and autoimmune diseases of the

nose and sinuses. In: Bailey BJ, Johnson JT, Newlands SD, editors. Head & neck surgery-otolaryngology. 4th ed. Baltimore: Lippincott, 2006. 27: 380
4. Skarin A. Lethal midline granuloma revisited: nasal T/Natural-Killer cell lymphoma.

Journal of Clinical Oncology. 1999. 17: 1322-5


5. Teli MA, Baba KM, Gupta M, Arshd S, Katoch SS, Nazir I. Lethal midline granuloma

presenting as facial cellulitis. JK Science. 2000. 11: 39-41


6. Kim GE, Cho JH, Yang WI, Chung EJ, Suh CO, Park KR, et al. Angiocentric lymphoma

of the head and neck: patterns of systemic failure after radiation treatment. J Clin Oncol. 2000. 18: 54-63
7. Kim K, Chie EK, Kim CW, Kim IH, Park CI. Treatment outcome of angiocentric T-cell

and NK/T-cell lymphoma nasal type: radiotherapy versus chemoradiotherapy. Jpn J Clin Oncol. 2005. 35: 15

Anda mungkin juga menyukai