Anda di halaman 1dari 37

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Air merupakan unsur vital untuk makhluk hidup. Kira-kira 55-60% dari berat badan orang dewasa terdiri atas air, dan pada bayi dan anak total air tubuh lebih tinggi lagi yakni 80% pada bayi baru lahir dan 70% pada anak. Dalam keadaan sehat, tubuh memiliki mekanisme keseimbangan atau homeostasis yang mengatur asupan dan pengeluaran air. Sebagai contoh, jika kita kurang minum air maka produksi air kemih akan berkurang untuk menjaga kadar air tubuh dalam batas-batas normal. Juga, jika tubuh kekurangan air setelah olah raga maka kita akan merasa haus dan minum. Ini adalah mekanisme kompensasi tubuh. Terapi cairan adalah suatu tindakan pemberian air dan elektrolit dengan atau tanpa zat gizi kepada pasien-pasien yang mengalami dehidrasi dan tidak bisa dipenuhi oleh asupan oral biasa melalui minum atau makanan. Pada pasien-pasien yang mengalami syok karena perdarahan juga membutuhkan terapi cairan untuk menyelamatkan jiwanya. Untuk dehidrasi ringan, umumnya digunakan terapi cairan oral. Sedangkan pada dehidrasi sedang sampai berat, atau asupan oral tidak memungkinkan, misal jika ada muntah-muntah atau pasien tidak sadar, biasanya diberikan cairan melaui infus. Terapi cairan melalui infus dikerjakan mulai dari Rumah Sakit yang paling canggih sampai kunjungan rumah (home visit) yang diberikan oleh Paramedis s/d Dokter ahli. Ini merupakan bagian manajemen pasien dan salah satu tindakan yang paling

banyak dilakukan untuk menolong pasien. Khusus untuk Indonesia, dimana insiden demam berdarah dan diare yang tinggi dan semakin banyak penduduk yang terancam dari tahun ke tahun, pemahaman tentang produk infus dan terapi cairan tentunya sangat penting.

B. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah: 1. Untuk mengetahui fisiologis keseimbangan cairan dalam tubuh 2. Untuk mengetahui patologis keseimbangan cairan dalam tubuh 3. Untuk mempelajari tentang terapi cairan dalam pembedahan dan perdarahan 4. Untuk mengetahui macam-macam cairan yang dapat digunakan dalam terapi cairan

BAB II ISI

A. Fisiologi Keseimbangan Cairan


Tubuh sebagian besar terdiri dari air. Air dan zat-zat yang terlarut di dalamnya berfungsi sebagai pengangkut zat makanan ke semua sel tubuh kemudian mengeluarkan bahan sisa dari dalam tubuh. Selain sebagai media pengangkut zat-zat tubuh, air juga berperan sebagai regulator suhu serta menjaga agar tubuh tetap dalam kondisi homeostatis. Jumlah air yang terdapat dalam tubuh berbeda-beda tergantung umur, jenis kelamin, dan derajat obesitas seseorang atau banyak atau sedikitnya lemak dalam tubuh.

Laki-laki Total (%) Dalam sel Luar sel Laki-laki Air Lemak Perempuan Air Lemak air tubuh 60 40 20 Kurus 70 4 Kurus 60 18

Perempuan 50 30 20 Normal 60 18 Normal 50 32

Bayi 75 40 35 Gemuk 50 32 Gemuk 42 42

Tabel Distribusi Cairan dalam Tubuh

Seluruh cairan tubuh didistribusikan ke dalam kompartemen intraseluler dan kompartemen ekstraseluler. Lebih jauh kompartemen ekstraseluler dibagi menjadi cairan intravaskuler, interstitial, dan cairan transeluler. Cairan intraseluler Adalah cairan yang terkandung di antara sel. Pada orang dewasa, sekitar duapertiga dari cairan dalam tubuhnya terdapat di dalam intraseluler, sedangkan pada bayi hanya setengah dari berat badannya merupakan cairan intraseluler. Cairan ekstraseluler Adalah cairan yang berada di luar sel. Jumlah relatif cairan ekstraselular berkurang seiring dengan bertambahnya usia. Pada bayi baru lahir, sekitar setengah dari cairan tubuhnya terdapat di cairan ekstraseluler. Setelah usia 1 tahun, jumlah cairan ekstraseluler menurun sampai sekitar sepertiga dari volume total. Ini sebanding dengan sekitar 15 liter pada dewasa dengan berat rata-rata 70 Kg. cairan ekstraselular dibagi menjadi: Cairan interstitial Merupakan cairan yang mengelilingi sel. Sekitar 11-12 liter pada orang dewasa, dan sekitar dua kali lipat pada bayi baru lahir. Cairan limfe termasuk dalam volume interstitial. Cairan intravaskular Merupakan cairan yang terkandung dalam pembuluh darah. Rata-rata volume darah orang dewasa sekitar 5-6 liter dimana 3 liternya merupakan plasma, sisanya terdiri dari eritrosit, leukosit, dan platelet.

Cairan transeluler Merupakan cairan yang terkandung diantara rongga tubuh tertentu seperti serebrospinal, perikordial, pleura, sendi synovial, intraokular, dan sekresi saluran pencernaan. Pada keadaan sewaktu, volume cairan transeluler adalah sekitar 1 liter. Tetapi cairan dalam jumlah banyak dapat masuk

dan keluar dari ruang transeluler.

Selain air, cairan tubuh mengandung dua jenis zat yaitu elektrolit dan non elektrolit yang sangat penting bagi tubuh.

- Elektrolit

Merupakan zat yang terdisosiasi dalam cairan dan menghantarkan arus listrik. Elektrolit dibedakan menjadi ion positif (kation) dan ion negatif (anion). Jumlah kation dan anion dalam larutan adalah selalu sama. Kation Kation utama dalam cairan ekstraselular adalah sodium (Na+), sedangkan kation utama dalam cairan intraselular adalah potassium (K+). Suatu sistem pompa terdapat di dinding sel tubuh yang memompa keluar sodium dan potassium ini. Anion Anion utama dalam cairan ekstraselular adalah klorida (Cl-) dan bikarbonat (HCO3-), sedangkan anion utama dalam cairan intraselular adalah ion fosfat (PO43-).

Karena kandungan elektrolit dalam plasma dan cairan interstitial pada intinya sama maka nilai elektrolit plasma mencerminkan komposisi dari cairan ekstraseluler tetapi tidak mencerminkan komposisi cairan intraseluler.

Natrium Natrium sebagai kation utama didalam cairan ekstraseluler dan paling berperan di dalam mengatur keseimbangan cairan. Kadar natrium plasma: 135-145mEq/liter. Kadar natrium dalam plasma diatur lewat beberapa mekanisme: Left atrial stretch reseptor Central baroreseptor Renal afferent baroreseptor Aldosterone (reabsorpsi di ginjal) Atrial natriuretic factor Sistem renin angiotensin Sekresi ADH Perubahan yang terjadi pada air tubuh total (TBW=Total Body Water)

Kadar natrium dalam tubuh 58,5mEq/kgBB. Ekresi natrium dalam urine 100180mEq/liter, faeces 35mEq/liter dan keringat 58mEq/liter. Kebutuhan setiap hari = 100mEq (6-15 gram NaCl). Natrium dapat bergerak cepat antara ruang intravaskuler dan interstitial maupun ke dalam dan keluar sel. Apabila tubuh banyak mengeluarkan natrium (muntah, diare) sedangkan pemasukkan terbatas maka akan terjadi keadaan dehidrasi disertai kekurangan natrium. Kekurangan air dan natrium dalam plasma akan diganti dengan air dan natrium dari cairan interstitial. Apabila kehilangan cairan terus berlangsung, air akan ditarik dari dalam sel dan apabila volume plasma tetap tidak dapat dipertahankan terjadilah kegagalan sirkulasi.

Kalium Kalium merupakan kation utama (99%) di dalam cairan ekstraseluler berperan penting di dalam terapi gangguan keseimbangan air dan elektrolit. Jumlah kalium dalam tubuh sekitar 53 mEq/kgBB dimana 99% dapat berubah-ubah sedangkan yang tidak dapat berpindah adalah kalium yang terikat dengan protein didalam sel. Kadar kalium plasma 3,5-5,0 mEq/liter, kebutuhan setiap hari 1-3 mEq/kgBB. Keseimbangan kalium sangat berhubungan dengan konsentrasi H+ ekstraseluler. Ekskresi kalium lewat urine 60-90 mEq/liter, faeces 72 mEq/liter dan keringat 10 mEq/liter.

Kalsium Kalsium dapat dalam makanan dan minuman, terutama susu, 80 -90% dikeluarkan lewat faeces dan sekitar 20% lewat urine. Jumlah pengeluaran ini tergantung pada intake, besarnya tulang, keadaan endokrin. Metabolisme kalsium sangat dipengaruhi oleh kelenjar-kelenjar paratiroid, tiroid, testis, ovarium, da hipofisis. Sebagian besar (99%) ditemukan didalam gigi dan + 1% dalam cairan ekstraseluler dan tidak terdapat dalam sel.

Magnesium Magnesium ditemukan di semua jenis makanan. Kebutuhan unruk pertumbuhan +10 mg/hari. Dikeluarkan lewat urine dan faeces.

Karbonat Asam karbonat dan karbohidrat terdapat dalam tubuh sebagai salah satu hasil akhir daripada metabolisme. Kadar bikarbonat dikontrol oleh ginjal. Sedikit sekali

bikarbonat yang akan dikeluarkan urine. Asam bikarbonat dikontrol oleh paru -paru dan sangat penting peranannya dalam keseimbangan asam basa.

- Non elektrolit

Merupakan zat seperti glukosa dan urea yang tidak terdisosiasi dalam cairan. Zat lainya termasuk penting adalah kreatinin dan bilirubin.

CIS

CES Plasma Interstitial 144 4 2,5 1,5 114 30 2 1 5

Natrium Kalium Calsium Magnesium Clorida HCO3 HPO4 SO4 Asam organik

15 150 2 27 1 10 100 20 -

142 4 5 3 103 27 2 1 5

Tabel komposisi cairan intra dan ekstraseluler

Mekanisme Regulasi Tubuh


Ada dua mekanisme utama yang mengatur air tubuh yaitu pengaturan osmoler dan pengaturan volume non osmoler.8 - Pengaturan Osmoler Sistem pengaturan osmoler dibagi lagi menjad: Sistem Osmoreseptor ADH Pada saat volume CES berkurang, osmolaritas meningkat, mengakibatkan pelepasan impuls dari osmoreseptor di hipotalamus anterior yang merangsang pituitari posterior untuk melepas ADH. Penurunan volume CES juga merangsang

pusat haus yang juga menstimulasi pelepasan ADH. ADH mengakibatkan reabsorbsi Na dan air pada tubulus distal dan tubulus kolektivus, sehingga menaikkan volume CES. Peningkatan volumen CES akan memberikan umpan balik ke hipotalamus dan pusat haus sehingga volume CES dipertahankan tetap.

Sistem Renin Aldosteron Saat volume CES berkurang, makula densa akan melepaskan renin yang berperan dalam pembentukan angiotensin I. Dengan converting enzim angiotensi I diubah menjadi angiotensin II yang merupakan vasokonstriktor kuat, menstimulasi kortek adrenal untuk mengeluarkan aldosteron, yang mengakibatkan reabsorbsi air dan Na sehingga sirkulasi meningkat. - Pengaturan Non Osmoler Semua respon hemodinamik akan mempengaruhi reflek kardiovaskuler, yang juga akan mengatur volume cairan dan pengeluaran urin. Jika terjadi hipovolemia, reflek intratorak, reflekreseptor presor ekstratorak dan respon iskemik pusat akan mengaktifkan mekanisme hipotalamik dan sistem nervus simpatis.

Kebutuhan Air Dan Elektrolit


Pada orang dewasa kebutuhan air dan elektrolit setiap hari adalah sebagai berikut :2
y

30-35 ml/kg. Kenaikan suhu 1C ditambah 10-15%

Pada anak sesuai berat badan : 0-10 kg : 100 ml/kgBB 10-20 kg : 1000 ml + 50 ml/kg diatas 10 kg < 20 kg : 1500 ml + 20 ml/kg diatas 20 kg (UI)
y

Elektrolit : Na+ : 1,5 2 mEq/kgBB (100 mEq/hari = 5,9 g)

K+ : 1 mEq/kb/BB (60 mEq/hari = 4,5 g) Menurut Collins kebutuhan cairan perhari, seperti yang ditunjukkan dalam tabel berikut :

Fluid Balance Daily Water Requitments (Based on Caloric Consumption After Darrow) Caloric Needs Cal/kg Infants Children Adolecents Adult Bed rest Non sweating Sweating Work 20-25 30 35 45 1600 2100 3500 3000-5000 90 90-125 144 125-150 25 30 40-5 60 125 100 80 Cal/Total 1000-1200 1500-2000 2200-3000 Water Needs MI/100cal 120 100-150 125 MI/kg 125 150 100

Asupan dan kehilangan cairan dan elektrolit dalam keadaan normal


Homeostasis cairan tubuh yang normalnya diatur oleh ginjal dapat berubah oleh stres akibat operasi, kontrol hormon yang abnormal, atau pun oleh adanya cedera pada paru-paru, kulit atau traktus gastrointestinal. Pada keadaan normal, seseorang mengkonsumsi air rata-rata sebanyak 2000-2500 ml per hari, dalam bentuk cairan maupun makanan padat dengan kehilangan cairan rata-rata 250 ml dari feses, 8001500 ml dari urin, dan hampir 600 ml kehilangan cairan yang tidak disadari (insensible water loss) dari kulit dan paru-paru. Kepustakaan lain menyebutkan bahwa asupan cairan didapat dari metabolisme oksidatif dari karbohidrat, protein dan lemak yaitu sekitar 250-300 ml per hari, cairan yang diminum setiap hari sekitar 1100-1400 ml tiap hari, cairan makanan padat sekitar 800-1000ml tiap hari. Sedangkan kehilangan cairan terjadi akibat ekskresi urin (rata-rata 1500 ml tiap hari, 40-80 ml per jam untuk orang dewasa dan 0,5 ml/kg untuk pediatrik), kulit (insensinle loss sebanyak rata-rata 6 ml/kg/24 jam pada ratarata orang dewasa yang mana volume kehilangan bertambah pada keadaan demam

yaitu 100-150 ml tiap kenaikan suhu tubuh 1 derajat celsius pada suhu di atas 37 derajat celcius dan sensible loss yang banyaknya tergantung dari tingkatan dan jenis aktivitas yang dilakukan), paru-paru (sekitar 400 ml tiap hari dari insensible loss), traktus gastrointestinal (100-200 ml tiap hari yang dapat meningkat sampai 3-6 L tiap harijika terdapat penyakit di traktus gastrointestinal), third-space loses.

Cairan yang Masuk Metabolisme oksidatif Konsumsi cairan oral Makanan padat 300 ml 1100-1400 ml 800-1000 ml

Cairan yang Keluar Ginjal Kulit Paru-paru GIT 1200-1500 ml 500-600 ml 400 ml 100-200 ml 2200-2700 ml

Total

2200-2700 ml

Total

Tabel rata-rata harian asupan dan kehilangan cairan pada orang dewasa

B. Patofisiologi Keseimbangan Cairan

Perubahan cairan tubuh dapat dikategorikan menjadi 3, yaitu : 1. Perubahan volume Defisit volume Defisit volume cairan ekstraselular merupakan perubahan cairan tubuh yang paling umum. Penyebab paling umum adalah kehilangan cairan di gastrointestinal akibat muntah, penyedot nasogastrik, diare dan drainase fistula. Penyebab lainnya dapat berupa kehilangan cairan pada cedera jaringan lunak, infeksi, inflamasi jaringan, peritonitis, obstruksi usus, dan luka bakar. Keadaan akut, kehilangan cairan yang cepat akan menimbulkan tanda gangguan pada susunan saraf pusat dan jantung. Pada kehilangan cairan yang lambat lebih dapat ditoleransi sampai defisi volume cairan ekstraselular yang berat terjadi.

Dehidrasi Dehidrasi sering dikategorikan sesuai dengan kadar konsentrasi serum dari natrium menjadi isonatremik (130-150 mEq/L), hiponatremik (<139 mEq/L) atau hipernatremik (>150 mEq/L). Dehidrasi isonatremik merupakan yang paling sering terjadi (80%), sedangkan dehidrasi hipernatremik atau hiponatremik sekitar 5-10% dari kasus. Dehidrasi Isotonis (isonatremik) terjadi ketika kehilangan cairan hampir sama dengan konsentrasi natrium terhadap darah. Kehilangan cairan dan natrium besarnya relatif sama dalam kompartemen intravaskular maupun kompartemen ekstravaskular. Dehidrasi hipotonis (hiponatremik) terjadi ketika kehilangan cairan dengan kandungan natrium lebih banyak dari darah (kehilangan cairan hipertonis). Secara garis besar terjadi kehilangan natrium yang lebih banyak dibandingkan air yang hilang. Karena kadar natrium serum rendah, air di kompartemen intravaskular berpindah ke kompartemen ekstravaskular, sehingga menyebabkan penurunan volume intravaskular. Dehidrasi hipertonis (hipernatremik) terjadi ketika kehilangan cairan dengan kandungan natrium lebih sedikit dari darah (kehilangan cairan hipotonis). Secara garis besar terjadi kehilangan air yang lebih banyak dibandingkan natrium yang hilang. Karena kadar natrium tinggi, air di kompartemen ekstraskular berpindah ke kompartemen intravaskular, sehingga meminimalkan penurunan volume intravaskular.

Kelebihan volume Kelebihan volume cairan ekstraselular merupakan suatu kondisi akibat iatrogenic (pemberian cairan intravena seperti NaCl yang menyebabkan kelebihan air dan NaCl ataupun pemberian cairan intravena glukosayang menyebabkan kelebihan air) ataupun dapat sekunder akibat insufisiensi renal (gangguan pada GFR), sirosis, ataupun gagal jantung kongestif.9,10 Kelebihan cairan intaseluler dapat terjadi jika terjadi kelebihan cairan tetapi jumlah NaCl tetap atau berkurang.

2.

Perubahan Konsentrasi Hiponatremia Jika < 120 mg/L maka akan timbul gejala disorientasi, gangguan mental, letargi, iritabilitas, lemah dan henti pernafasan, sedangkan jika kadar < 110 mg/L maka akan timbul gejala kejang, koma. Hiponatremia ini dapat disebabkan oleh euvolemia (SIADH, polidipsi psikogenik), hipovolemia (disfungsi tubuli ginjal, diare, muntah, third space losses, diuretika), hipervolemia (sirosis, nefrosis). Keadaan ini dapat diterapi dengan restriksi cairan (Na+ 125 mg/L) atau NaCl 3% ssebanyak (140-X)xBBx0,6 mg dan untuk pediatrik 1,5-2,5 mg/kg. Koreksi hiponatremia yang sudah berlangsung lama dilakukan secara perlahan-lahan, sedangkan untuk hiponatremia akut lebih agresif. Untuk menghitung Na serum yang dibutuhkan dapat menggunakan rumus :

Na= Na1

Na0 x TBW

Na = Jumlah Na yang diperlukan untuk koreksi (mEq) Na1 = 125 mEq/L atau Na serum yang diinginkan Na0 = Na serum yang actual TBW = total body water = 0,6 x BB (kg)

Hipernatremia Jika kadar natrium > 160 mg/L maka akan timbul gejala berupa perubahan mental, letargi, kejang, koma, lemah. Hipernatremi dapat disebabkan oleh

kehilangan cairan (diare, muntah, diuresis, diabetes insipidus, keringat berlebihan), asupan air kurang, asupan natrium berlebihan. Terapi keadaan ini adalah penggantian cairan dengan 5% dekstrose dalam air sebanyak {(X-140) x BB x 0,6}: 140.12

Hipokalemia Jika kadar kalium < 3 mEq/L. Dapat terjadi akibat dari redistribusi akut kalium dari cairan ekstraselular ke intraselular atau dari pengurangan kronis kadar total kalium tubuh. Tanda dan gejala hipokalemia dapat berupa disritmik jantung, perubahan EKG (QRS segmen melebar, ST segmen depresi, hipotensi postural,

kelemahan otot skeletal, poliuria, intoleransi glukosa. Terapi hipokalemia dapat berupa koreksi faktor presipitasi (alkalosis, hipomagnesemia, obat-obatan), infuse potasium klorida sampai 10 mEq/jam (untuk mild hipokalemia ;>2 mEq/L) atau infus potasium klorida sampai 40 mEq/jam dengan monitoring oleh EKG (untuk hipokalemia berat;<2mEq/L disertai perubahan EKG, kelemahan otot yang hebat). Rumus untuk menghitung defisit kalium:

K = K1
K = kalium yang dibutuhkan

K0 x 0,25 x BB

K1 = serum kalium yang diinginkan K0 = serum kalium yang terukur BB = berat badan (kg)

Hiperkalemia Terjadi jika kadar kalium > 5 mEq/L, sering terjadi karena insufisiensi renal atau obat yang membatasi ekskresi kalium (NSAIDs, ACE-inhibitor, siklosporin, diuretik). Tanda dan gejalanya terutama melibatkan susunan saraf pusat (parestesia, kelemahan otot) dan sistem kardiovaskular (disritmik, perubahan EKG). Terapi untuk hiperkalemia dapat berupa intravena kalsium klorida 10% dalam 10 menit, sodium bikarbonat 50-100 mEq dalam 5-10 menit, atau diuretik, hemodialisis.

3.

Perubahan Komposisi

Asidosis respiratorik (pH< 3,75 dan PaCO2> 45 mmHg) Kondisi ini berhubungan dengan retensi CO2 secara sekunder untuk menurunkan ventilasi alveolar. Kejadian akut merupakan akibat dari ventilasi yang tidak adekuat termasuk obstruksi jalan nafas, atelektasis, pneumonia, efusi pleura, nyeri dari insisi abdomen atas, distensi abdomen dan penggunaan narkose yang berlebihan.

Manajemennya melibatkan koreksi yang adekuat dari defek pulmonal, intubasi endotrakeal, dan ventilasi mekanis bila perlu. Perhatian yang ketat terhadap higiene trakeobronkial saat post operatif adalah sangat penting.

Alkalosis respiratorik (pH> 7,45 dan PaCO2 < 35 mmHg) Kondisi ini disebabkan ketakutan, nyeri, hipoksia, cedera SSP, dan ventilasi yang dibantu. Pada fase akut, konsentrasi bikarbonat serum normal, dan alkalosis terjadi sebagai hasil dari penurunan PaCO2 yang cepat. Terapi ditujukan untuk mengkoreksi masalah yang mendasari termasuk sedasi yang sesuai, analgesia, penggunaan yang tepat dari ventilator mekanik, dan koreksi defisit potasium yang terjadi.

Asidosis metabolik (pH<7,35 dan bikarbonat <21 mEq/L) Kondisi ini disebabkan oleh retensi atau penambahan asam atau kehilangan bikarbonat. Penyebab yang paling umum termasuk gagal ginjal, diare, fistula usus kecil, diabetik ketoasidosis, dan asidosis laktat. Kompensasi awal yang terjadi adalah peningkatan ventilasi dan depresi PaCO2. Penyebab paling umum adalah syok, diabetik ketoasidosis, kelaparan, aspirin yang berlebihan dan keracunan metanol. Terapi sebaiknya ditujukan terhadap koreksi kelainan yang mendasari. Terapi bikarbonat hanya diperuntukkan bagi penanganan asidosis berat dan hanya setelah kompensasi alkalosis respirasi digunakan.

Alkalosis metabolik (pH>7,45 dan bikarbonat >27 mEq/L) Kelainan ini merupakan akibat dari kehilangan asam atau penambahan bikarbonat dan diperburuk oleh hipokalemia. Masalah yang umum terjadi pada pasien bedah adalah hipokloremik, hipokalemik akibat defisit volume ekstraselular. Terapi yang digunakan adalah sodium klorida isotonik dan penggantian kekurangan potasium. Koreksi alkalosis harus gradual selama perode 24 jam dengan pengukuran pH, PaCO2 dan serum elektrolit yang sering.

C.

Terapi Cairan dalam Pembedahan


Terapi cairan dan elektrolit adalah tindakan untuk memelihara, mengganti milieu interior dalam batas-batas fisiologis dengan cairan kristaloid (elektrolit) atau koloid (plasma ekspander) secara intravena. Defisit cairan perioperatif timbul sebagai akibat puasa pra bedah yang kadang-kadang dapat memanjang, kehilangan cairan yang sering menyertai primernya, perdarahan, manipulasi bedah, dan lamanya pembedahan yang mengakibatkan terjadinya sequestrasi atau translokasi cairan. Tujuan utama terapi cairan perioperatif adalah untuk mengganti defisit pra, selama dan pasca bedah. Terapi dinilai apabila pada penderita tidak ditemukan tanda-tanda hipovulemik dan hipoperfusi atau tanda-tanda kelebihan cairan. Gangguan dalam keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan hal yang umum terjadi pada pasien bedah karena kombinasi dari faktor-faktor preoperatif, perioperatif dan postoperatif. Faktor-faktor preoperatif: - Kondisi yang telah ada Diabetes mellitus, penyakit hepar, atau insufisiensi renal dapat diperburuk oleh stres akibat operasi. - Prosedur diagnostic Arteriogram atau pyelogram intravena yang memerlukan marker intravena dapat menyebabkan ekskresi cairan dan elektrolit urin yang tidak normal karena efek diuresis osmotik. - Pemberian obat Pemberian obat seperti steroid dan diuretik dapat mempengaruhi eksresi air dan elektrolit. - Preparasi bedah Enema atau laksatif dapat menyebabkan peningkatan kehilangan air dan elekrolit dari traktus gastrointestinal. - Penanganan medis terhadap kondisi yang telah ada - Restriksi cairan preoperative

Selama periode 6 jam restriksi cairan, pasien dewasa yang sehat kehilangan cairan sekitar 300-500 mL. Kehilangan cairan dapat meningkat jika pasien menderita demam atau adanya kehilangan abnormal cairan. - Defisit cairan yang telah ada sebelumnya Harus dikoreksi sebelum operasi untuk meminimalkan efek dari anestesi.

Faktor Perioperatif: - Induksi anastesi Dapat menyebabkan terjadinya hipotensi pada pasien dengan hipovolemia preoperatif karena hilangnya mekanisme kompensasi seperti takikardia dan vasokonstriksi. - Kehilangan darah yang abnormal - Kehilangan abnormal cairan ekstraselular ke third space (contohn kehilangan ya cairan ekstraselular ke dinding dan lumen usus saat operasi). - Kehilangan cairan akibat evaporasi dari luka operasi (biasanya pada luka operasi yang besar dan prosedur operasi yang berkepanjangan.

Gangguan cairan, elektrolit dan asam basa yang potensial terjadi perioperatif adalah : - Hiperkalemia - Asidosis metabolik - Alkalosis metabolik - Asidosis respiratorik - Alkalosis repiratorik

Faktor postoperatif: - Stres akibat operasi dan nyeri pasca operasi - Peningkatan katabolisme jaringan - Penurunan volume sirkulasi yang efektif

- Risiko atau adanya ileus postoperatif

Ada beberapa faktor yang harus diperhatikan dan menjadi pegangan dalam pemberian cairan perioperatif, yaitu : a. Kebutuhan Normal Cairan Dan Elektrolit Harian Orang dewasa rata-rata membutuhkan cairan 30-35 ml/kgBB/hari dan elektrolit utama Na+=1-2 mmol/kgBB/haridan K+= 1mmol/kgBB/hari. Kebutuhan tersebut merupakan pengganti cairan yang hilang akibat pembentukan urine, sekresi gastrointestinal, keringat (lewat kulit) dan pengeluaran lewat paru atau dikenal dengan insensible water losses. Cairan yang hilang ini pada umumnya bersifat hipotonus (air lebih banyak dibandingkan elektrolit). b. Defisit Cairan Dan Elektrolit Pra Bedah Hal ini dapat timbul akibat dipuasakannya penderita terutama pada penderita bedah elektif (sektar 6-12 jam), kehilangan cairan abnormal yang seringkali menyertai penyakit bedahnya (perdarahan, muntah, diare, diuresis berlebihan, translokasi cairan pada penderita dengan trauma), kemungkinan meningkatnya insensible water loss akibat hiperventilasi, demam dan berkeringat banyak. Sebaiknya kehilangan cairan pra bedah ini harus segera diganti sebelum dilakukan pembedahan. c. Kehilangan Cairan Saat Pembedahan Perdarahan Secara teoritis perdarahan dapat diukur dari : Botol penampung darah yang disambung dengan pipa penghisap darah (suction pump). Dengan cara menimbang kasa yang digunakan sebelum dan setelah pembedahan. Kasa yang penuh darah (ukuran 4x4 cm) mengandung 10 ml darah, sedangkan tampon besar (laparatomy pads) dapat menyerap darah100-10 ml. Dalam praktek jumlah perdarahan selama pembedahan hanya bisa ditentukan berdasarkan kepada taksiran (perlu pengalaman banyak) dan keadaan klinis penderita yang kadang-kadang dibantu dengan pemeriksaan kadar hemoglobin dan

hematokrit berulang- ulang (serial). Pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit lebih menunjukkan rasio plasma terhadap eritrosit daripada jumlah perdarahan. Kesulitan penaksiran akan bertambah bila pada luka operasi digunakan cairan pembilas (irigasi) dan banyaknya darah yang mengenai kain penutup, meja operasi dan lantai kamar bedah. Kehilangan Cairan Lainnya Pada setiap pembedahan selalu terjadi kehilangan cairan yang lebih menonjol dibandingkan perdarahan sebagai akibat adanya evaporasi dan translokasi cairan internal. Kehilangan cairan akibat penguapan (evaporasi) akan lebih banyak pada pembedahan dengan luka pembedahan yang luas dan lama. Sedangkan perpindahan cairan atau lebih dikenal istilah perpindahan ke ruang ketiga atau sequestrasi secara masif dapat berakibat terjadi defisit cairan intravaskuler. Jaringan yang mengalami trauma, inflamasi atau infeksi dapat mengakibatkan sequestrasi sejumlah cairan interstitial dan perpindahan cairan ke ruangan serosa (ascites) atau ke lumen usus. Akibatnya jumlah cairan ion fungsional dalam ruang ekstraseluler meningkat. Pergeseran cairan yang terjadi tidak dapat dicegah dengan cara membatasi cairan dan dapat merugikan secara fungsional cairan dalam kompartemen ekstraseluler dan juga dapat merugikan fungsional cairan dalam ruang ekstraseluler.

d. Gangguan Fungsi Ginjal Trauma, pembedahan dan anestesia dapat mengakibatkan:


o o

Laju Filtrasi Glomerular (GFR = Glomerular Filtration Rate) menurun. Reabsorbsi Na+ di tubulus meningkat yang sebagian disebabkan oleh meningkatnya kadar aldosteron.

Meningkatnya kadar hormon anti diuretik (ADH) menyebabkan terjadinya retensi air dan reabsorpsi Na+ di duktus koligentes (collecting tubules) meningkat.

Ginjal tidak mampu mengekskresikan free water atau untuk menghasilkan urin Hipotonis

Penatalaksanaan Terapi
1. Cairan Pra Bedah Status cairan harus dinilai dan dikoreksi sebelum dilakukannya induksi anestesi untuk mengurangi perubahan kardiovaskuler dekompensasi akut. Penilaian status cairan ini didapat dari :7

Anamnesa : Apakah ada perdarahan, muntah, diare, rasa haus. Kencing terakhir, jumlah dan warnya.

Pemeriksaan fisik. Dari pemeriksaan fisik ini didapat tanda-tanda obyektif dari status cairan, seperti tekanan darah, nadi, berat badan, kulit, abdomen, mata dan mukosa.

Laboratorium meliputi pemeriksaan elektrolit, BUN, hematokrit, hemoglobin dan protein.

Defisit cairan dapat diperkirakan dari berat-ringannya dehidrasi yang terjadi.8


y

Pada fase awal pasien yang sadar akan mengeluh haus, nadi biasanya meningkat sedikit, belum ada gangguan cairan dan komposisinya secara serius. Dehidrasi pada fase ini terjadi jika kehilangan kira-kira 2% BB (1500 ml air).

Fase moderat, ditandai rasa haus. Mukosa kering otot lemah, nadi cepat dan lemah. Terjadi pada kehilangan cairan 6% BB.

Fase lanjut/dehidrasi berat, ditandai adanya tanda shock cardiosirkulasi, terjadi pada kehilangan cairan 7-15 % BB. Kegagalan penggantian cairan dan elektrolit biasanya menyebabkan kematian jika kehilangan cairan 15 % BB atau lebih.

Cairan preoperatif diberikan dalam bentuk cairan pemeliharaan, ada dewasa 2 ml/kgBB/jam. Atau 60 ml ditambah 1 ml/kgBB untuk berat badan lebih dari 20 kg.10 Pada anak-anak 4 ml/kg pada 10 kg BB I, ditambah 2 ml/kg untuk 10 kgBB II, dan ditambah 1 ml/kg untuk berat badan sisanya.2,3,7 Kecuali penilaian terhadap keadaan umum dan kardiovaskuler, tanda rehidrasi tercapai ialah dengan adanya produksi urine 0,5-1 ml/kgBB.2

2. Cairan Selama Pembedahan Terapi cairan selama operasi meliputi kebutuhan dasar cairan dan penggantian sisa defisit pra operasi ditambah cairan yang hilang selama operasi. Berdasarkan beratnya trauma pembedahan dikenal pemberian cairan pada trauma ringan, sedang dan berat. Pada pembedahan dengan trauma ringan diberikan cairan 2 ml/kg BB/jam untuk kebutuhan dasar ditambah 4 ml/kg BB/jam sebagai pengganti akibat trauma pembedahan. Cairan pengganti akibat trauma pembedahan sedang 6 ml/kg BB/jam dan pada trauma pembedahan berat 8 ml/kg BB/jam.2,3 Cairan pengganti akibat trauma pembedahan pada anak, untuk trauma pembedahan ringan 2 ml/kg BB/jam, sedang 4 ml/kgBB/jam dan berat 6 ml/kgBB/jam.2,3 Pemilihan jenis cairan intravena tergantung pada prosedur pembedahan dan perkiraan jumlah perdarahan. Perkiraan jumlah perdarahan yang terjadi selama pembedahan sering mengalami kesulitan., dikarenakan adanya perdarahan yang sulit diukur/tersembunyi yang terdapat di dalam luka operasi, kain kasa, kain operasi dan lain-lain. Dalam hal ini cara yang biasa digunakan untuk memperkirakan jumlah perdarahan dengan mengukur jumlah darah di dalam botol suction ditambah perkiraan jumlah darah di kain kasa dan kain operasi. Satu lembar duk dapat menampung 100 150 ml darah, sedangkan untuk kain kasa sebaiknya ditimbang sebelum dan setelah dipakai, dimana selisih 1 gram dianggap sama dengan 1 ml darah. Perkiraan jumlah perdarahan dapat juga diukur dengan pemeriksaan hematokrit dan hemoglobin secara serial.3 Pada perdarahan untuk mempertahankan volume intravena dapat diberikan kristaloid atau koloid sampai tahap timbulnya bahaya karena anemia. Pada keadaan ini perdarahan selanjutnya diganti dengan transfusi sel darah merah untuk mempertahankan konsentrasi hemoglobin ataupun hematokrit pada level aman, yaitu Hb 7 10 g/dl atau Hct 21 30%. 20 25% pada individu sehat atau anemia kronis.11 Kebutuhan transfusi dapat ditetapkan pada saat prabedah berdasarkan nilai hematokrit dan EBV. EBV pada neonatus prematur 95 ml/kgBB, fullterm 85 ml/kgBB, bayi 80 ml/kgBB dan pada dewasa laki-laki 75 ml/kgBB, perempuan 85 ml/kgBB.3 Untuk menentukan jumlah perdarahan yang diperlukan agar Hct menjadi 30% dapat dihitung sebagai berikut : 3

o EBV o Estimasi volume sel darah merah pada Hct prabedah (RBCV preop) o Estimasi volume sel darah merah pada Hct 30% prabedah (RBCV%) o Volume sel darah merah yang hilang, RBCV lost = RBCV preop RBVC

30%)
o Jumlah darah yang boleh hilang = RBCV lost x 3

Transfusi dilakukan jika perdarahan melebihi nilai RBCV lost x 3. Selain cara tersebut di atas, beberapa pendapat mengenai penggantian cairan akibat perdarahan adalah sebagai berikut : Berdasar berat-ringannya perdarahan : 3,13
o

Perdarahan ringan, perdarahan sampai 10% EBV, 10 15%, cukup diganti dengan cairan elektrolit.

Perdarahan sedang, perdarahan 10 20% EBV, 15 30%, dapat diganti dengan cairan kristaloid dan koloid.

Perdarahan berat, perdarahan 20 50% EBV, > 30%, harus diganti dengan transfusi darah.

Klasifikasi Shok Akibat Perdarahan : 11 Intravenous fluid replacement in haemorrhagic shock Class I (haemorrhage 750 ml (15%)) 2.5 l Ringer-lactate solution or 1.0 L polygelatin

Class II (haemorrhage 800-1500 ml (15-30%)) 1.0 l polygelatin plus 1.5 L Ringer-lactate solution Class III (haemorrhage 1500-2000 ml (30-40%)) 1.0. l Ringer-lactate solution plus 0.5 l whole blood or 0.1-1.5 l equal volumes of concentrated red cells and polygelatin Class IV (haemorrhage 2000 ml (48%)) 1.0 l Ringer-lactate solution plus 1.0 l polygelatin plus 2.0 l whole blood or 2.0 l equal volumes of concentrated red cells and polygelatin or hestastarch

Cairan Paska Bedah Terapi cairan paska bedah ditujukan untuk :


y Memenuhi kebutuhan air, elektrolit dan nutrisi. y Mengganti kehilangan cairan pada masa paska bedah (cairan lambung, febris). y Melanjutkan penggantian defisit prabedah dan selama pembedahan. y Koreksi gangguan keseimbangan karena terapi cairan.

Nutrisi parenteral bertujuan menyediakan nutrisi lengkap, yaitu kalori, protein dan lemak termasuk unsur penunjang nutrisi elektrolit, vitamin dan trace element. Pemberian kalori sampai 40 50 Kcal/kg dengan protein 0,2 0,24 N/kg. Nutrisi parenteral ini penting, karena pada penderita paska bedah yang tidak mendapat nutrisi sama sekali akan kehilangan protein 75 125 gr/hari. Hipoalbuminemia menyebabkan edema jaringan, infeksi dan dehisensi luka

operasi, terjadi penurunan enzym pencernaan yang menyulitkan proses realimentasi.6

D. Macam-macam Cairan yang Dapat Digunakan dalam Terapi Cairan


1. Cairan Kristaloid
Cairan ini mempunyai komposisi mirip cairan ekstraseluler (CES = CEF). Keuntungan dari cairan ini antara lain harga murah, tersedia dengan mudah di setiap pusat kesehatan, tidak perlu dilakukan cross match, tidak menimbulkan alergi atau syok anafilaktik, penyimpanan sederhana dan dapat disimpan lama. Cairan kristaloid bila diberikan dalam jumlah cukup (3-4 kali cairan koloid) ternyata sama efektifnya seperti pemberian cairan koloid untuk mengatasi defisit volume intravaskuler. Waktu paruh cairan kristaloid di ruang intravaskuler sekitar 20-30 menit. Beberapa penelitian mengemukakan bahwa walaupun dalam jumlah sedikit larutan kristaloid akan masuk ruang interstitiel sehingga timbul edema perifer dan paru serta berakibat terganggunya oksigenasi jaringan dan edema jaringan luka, apabila seseorang mendapat infus 1 liter NaCl 0,9%. Penelitian lain menunjukkan pemberian sejumlah cairan kristaloid dapat mengakibatkan timbulnya edema paru berat. Selain itu, pemberian cairan kristaloid berlebihan juga dapat menyebabkan edema otak dan meningkatnya tekanan intra kranial. Karena perbedaan sifat antara koloid dan kristaloid dimana kristaloid akan lebih banyak menyebar ke ruang interstitiel dibandingkan dengan koloid maka kristaloid sebaiknya dipilih untuk resusitasi defisit cairan di ruang interstitiel. Larutan Ringer Laktat merupakan cairan kristaloid yang paling banyak digunakan untuk resusitasi cairan walau agak hipotonis dengan susunan yang hampir menyerupai cairan intravaskuler. Laktat yang terkandung dalam cairan tersebut akan mengalami metabolisme di hati menjadi bikarbonat. Cairan kristaloid lainnya yang sering digunakan adalah NaCl 0,9%, tetapi bila diberikan berlebih dapat mengakibatkan asidosis hiperkloremik (delutional hyperchloremic acidosis) dan menurunnya kadar bikarbonat plasma akibat peningkatan klorida.

2. Cairan Koloid
Disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut plasma substitute atau plasma expander . Di dalam cairan koloid terdapat zat/bahan yang

mempunyai berat molekul tinggi dengan aktivitas osmotik yang menyebabkan cairan ini cenderung bertahan agak lama (waktu paruh 3-6 jam) dalam ruang intravaskuler. Oleh karena itu koloid sering digunakan untuk resusitasi cairan secara cepat terutama pada syok hipovolemik/hermorhagik atau pada penderita dengan hipoalbuminemia berat dan kehilangan protein yang banyak (misal luka bakar). Kerugian dari plasma expander yaitu mahal dan dapat menimbulkan reaksi anafilaktik (walau jarang) dan dapat menyebabkan gangguan pada cross match.

Berdasarkan pembuatannya, terdapat 2 jenis larutan koloid:

1. Koloid Alami yaitu fraksi protein plasma 5% dan albumin manusia ( 5 dan 2,5%). Dibuat dengan cara memanaskan plasma atau plasenta 60C selama 10 jam untuk membunuh virus hepatitis dan virus lainnya. Fraksi protein plasma selain mengandung albumin (83%) juga mengandung alfa globulin dan beta globulin.Prekallikrein activators (Hagemans factor fragments) seringkali terdapat dalam fraksi protein plasma dibandingkan dalam albumin. Oleh sebab itu pemberian infuse dengan fraksi protein plasma seringkali menimbulkan hipotensi dan kolaps kardiovaskuler.

2. Koloid Sintesis yaitu: Dextran Dextran 40 (Rheomacrodex) dengan berat molekul 40.000 dan Dextran 70(Macrodex) dengan berat molekul 60.000-70.000 diproduksi oleh bakteri Leuconostocmesenteroides B yang tumbuh dalam media sukrosa. Walaupun Dextran 70 merupakan volume expander yang lebih baik dibandingkan dengan Dextran 40, tetapi Dextran 40 mampu memperbaiki aliran darah lewat sirkulasi mikro karena dapat menurunkan kekentalan (viskositas) darah. Selain itu Dextran mempunyai efek anti trombotik yang dapat mengurangiplatelet

adhesiveness, menekan aktivitas faktor VIII, meningkatkan fibrinolisis dan melancarkan aliran darah. Pemberian Dextran melebihi 20 ml/kgBB/hari dapat mengganggucro match, waktu perdarahan memanjang (Dextran 40) dan gagal ginjal. Dextran dapat menimbulkan reaksi anafilaktik yang dapat dicegah yaitu dengan memberikan Dextran 1 (Promit) terlebih dahulu. Hydroxylethyl Starch (Heta starch) Tersedia dalam larutan 6% dengan berat molekul 10.000 1.000.000, rata-rata

71.000, osmolaritas 310 mOsm/L dan tekanan onkotik 30 30 mmHg. Pemberian 500 ml larutan ini pada orang normal akan dikeluarkan 46% lewat urin dalam waktu 2 hari dan sisanya 64% dalam waktu 8 hari. Larutan koloid ini juga dapat menimbulkan reaksi anafilaktik dan dapat meningkatkan kadar serum amilase ( walau jarang).Low molecullar weight Hydroxylethyl starch (Penta-Starch) mirip Heta starch, mampu mengembangkan volume plasma hingga 1,5 kali volume yang diberikan dan berlangsung selama 12 jam. Karena potensinya sebagai plasma volume expander yang besar dengan toksisitas yang rendah dan tidak mengganggu koagulasi maka Penta starch dipilih sebagai koloid untuk resusitasi cairan pada penderita gawat.

Gelatin Larutan koloid 3,5-4% dalam balanced electrolyte dengan berat molekul ratarata 35.000 dibuat dari hidrolisa kolagen binatang. Ada 3 macam gelatin, yaitu: - Modified fluid gelatin (Plasmion dan Hemacell) - Urea linked gelatin - Oxypoly gelatin ,merupakan plasma expanders dan banyak digunakan pada penderita gawat. Walaupun dapat menimbulkan reaksi anafilaktik (jarang) terutama dari golonganurea linked gelatin

Transfusi
Respon tubuh terhadap perdarahan tergantung pada volume, kecepatan, dan lama perdarahan. Keadaan pasien sebelum perdarahan akan berpengaruh pada respon yang diberikan. Pada orang dewasa sehat, perdarahan 10% jumlah volume darah tidak menyebabkan perubahan tanda-tanda fisiknya. Frekuensi nadi, tekanan darah, sirkulasi perifer dan tekanan vena sentral tidak berubah. Reseptor dalam jantung akan mendeteksi penurunan volume ini dan menyebabkan pusat vasomotor menstimulasi sistem saraf simpatik yang selanjutnya menyebabkan vasokonstriksi. Penurunan tekanan darah pada ujung arteri kapiler menyebabkan perpindahan cairan ke dalam ruang interstitial berkurang. Penurunan perfusi ginjal menyebabkan retensi air dan ion Na+. Hal ini menyebabkan volume darah kembali normal dalam 12 jam. Kadar protein plasma cepat menjadi normal dalam waktu 2 minggu, kemudan akan terjadi hemopoesis ekstra yang menghasilkan eritrosit. Proses kompensasi ini sangat efektif sampai perdarahan sebanyak 30%. Pada perdarahan yang terjadi di bawah 50% atau hematokrit masih di atas 20%, darah yang hilang masih dapat diganti dengan cairan koloid atau kombinasi koloid dengan kristaloid yang komposisinya sama dengan darah yaitu Ringer Laktat. Namun bila kehilangan darah > 50%, biasanya diperlukan transfusi.

Untuk mengganti darah yang hilang dapat digunakan rum dasar transfusi darah, us yaitu:

V = (Hb target Hb inisial) x 80% x BB


Kadar Hb donor

1. Transfusi sel darah merah

Indikasi transfusi sel darah merah


y

Kehilangan darah yang akut

Jika darah hilang karena trauma atau pembedahan, maka baik penggantian sel darah merah maupun volume darah dibutuhkan. Jika lebih dari separuh volume darah hlang, maka darah lengkap harus diberikan; jika kurang dari separuh, maka konsentrat sel darah merah atau plasma expander yang diberikan.
y y

Transfusi darah prabedah Anema defisiensi besi Penderita defisiensi besi tidak dapat ditransfusikan, kecuali memang dibutuhkan untuk pembedahan segera atau yang gagal berespon terhadap pengobatan pada dosis terapeutik penuh besi per oral.

y y

Anemia yang berkaitan dengan kelainan menahun Gagal ginjal Anemia berat yang berkaitan dengan gagal ginjal seharusnya diobati dengan transfusi sel darah merah maupun dengan eritropoetin manusia rekombinan.

Gagal sumsum tulang Penderita gagal sumsum tulang karena leukimia, pengobatan sitotoksik, atau infiltrasi keganasan akan membutuhkan bukan saja sel darah merah, namun juga komponen darah yang lain.

Penderita yang tergantung trasnfusi Penderita sindrom talasemia berat, anemia aplastik, dan anemia sideroblastik membutuhkan transfusi secara teratur setiap empat sampai enam minggu, sehingga mereka mampu menjalani kehidupan yang normal.

Penderita sel bulan sabit Beberapa penderita penyakit ini membutuhkan trasnfusi secara teratur, terutama setelah stoke, karena sindrom dada berulang yang mengancam jiwa, dan selama kehamilan.

Penyakit hemolitik neonatus Penyakit hemolitik neonatus juga dapat menjadi indikasi untuk transfusi pengganti, jika neonatus mengalami hiperbilirubinemia berat atau anemia.

Masalah yang berkaitan dengan transfusi sel darah merah

a. Masalah Mendesak

Beban sirkulasi teradi jika darah ditransfusikan terlalu cepat sehingga redistribusi cairan pengganti cepat terjadi, atau jika terjadi gangguan fungsi jantung. Tekanan vena sentral meningkat, dan pada kasus berat terjadi gagal ventrikel kiri

Kebocoran kalium ke luar sel darah merah selama penyimpanan. Hiperkalemia ini dieksaserbasikan karena penyimpanan darah terlalu lama pada suhu kamar

Transfusi masif dapat menyebabkan hipotermia, toksisitas sitrat, beban asam, dan penyusutan trombosit serta faktor koagulasi

Reaksi hemolitik dapat menyebabkan demam, takikardi, kesulitan tidur, nyeri selangkang, rigor, muntah, diare, nyeri kepala, hipotensi, syok, dan akhirnya gagal ginjal akut serta perdarahan akibat DIC

Raksi non-hemolitik dapat menyebabkan urtikaria, demam dan reaksi anafilaktik berat, walaupun jarang terjadi

b. Masalah Jangka Menengah


y

Flebitis lokal dapat terjadi jika kanula plastik ditinggalkan pada tempat yang sama terlalu lama. Kadang-kadang terjadi infeksi oleh stafilokokus atau corinebacterium

Hipertensi dan/atau

sindrom

kejang

kadang-kadang

ditemukan

pada

thalasemia mayor yang menerima transfusiF penderita sel sabit dan teratur
y

Infeksi dapat ditularkan melalui transfusi

c. Masalah jangka panjang

Beban besi. Setiap unit darah mengandung 250 mg besi yang tak dapat diekskresikan tubuh. tertimbunnya besi Transfusi teratur yang sering terjadi dapat menyebabkan hambatan

dalam tubuh

sehingga

pigmentasi,

pertumbuhan pada orang muda, sirosis hepatik, diabetes, hipoparatiroid, gagal jantung, aritmia, dan akhirnya kematian. Pengobatan dengan khelasi besi harus dipertimbangkan pada penderita ini sebelum terjadi kerusakan organ yang serius.

2. Transfusi Trombosit dan Granulosit

Transfusi trombosit dan granulosit diperlukan bagi penderita trombositopenia yang mengancam jiwa dan netropenia yang disebabkan karena kegagalan sumsum tulang. Keadaan ini mungkin akibat langsung dari penyakit penderita, misalnya leukimia akut, anemia aplastika, atau transplantasi sumsum tulang.

Indikasi transfusi trombosit


y

Gagal sumsum tulang yangdisebabkan oleh penyakit atau pengobatan mielotoksik

y y y y

Kelainan fungsi trombosit Trombositopenia akibat pengenceran Pintas kardiopulmoner Purpura trombositopenia autoimun

Efek merugikan pada transfusi trombosit Efek merugikan pada transfusi trombosit adalah timbulnya kerefrakteran trombosit, aloimunisasi, penularan penyakit dan kadang-kadang graft versus host disease.

Indikasi transfusi granulosit


y

Neutropenia persisten dan infeksi berat Jika dihitung neutrofil terus-menerus kurang dari 0,2 x 109/L dan terdapat bukti jelas infeksi bakteri atau jamur yang tidak dapat dikendalikan dengan pengobatan menggunakan antibotik yang tepat dalam 48-72 jam.

y y

Fungsi neutrofil abnormal dan infeksi persisten Sepsis neonatus

Efek merugikan transfusi granulosit Efek merugikan pada transfusi granulosit adalah timbulnya aloimunisasi, penularan infeksi, infiltrasi paru dan graft versus host disease.

Sifat-Sifat Plasma Substitute yang Ideal Sifat-sifat plasma substitute yang ideal adalah:
y y

pH, tekanan onkotik dan viskositas sebanding dengan plasma darah Efek volume yang cukup untuk periode waktu tertentu tanpa resiko overload pada sistem cardiovaskuler atau terjadinya edema

y y y y y y

Meningkatkan mikrosirkulasi dan memperbaiki diuresis Tidak mengganggu homeostasis Tidak mengganggu blood grouping dan cross matching Akumulasi minimal pada sistem retikuloendotelial Lama penyimpanan produk panjang Ekonomis

Karakteristik Berbagai Plasma Substitute

Kriteria

Whole blood

Larutan elektrolit

Albumin 20% 6,47 7,2 66.000

Dekstran 40+10 4,5 5,7 40.000

HES 6%

Haemaccel

pH BM rata-rata

7,3 7,4 -

5,5 6,5 -

5,0 7,0 200.000/ 450.000

7,0 7,6 35.000

Tekanan osmotik

Fisiologis

Nonosmotik Resiko edema

Isoosmotik

Hiperosmotik

Hiperosmotik Dehidrasi

Iso-osmotik

Keseimbangan Terpelihara cairan intravaskulerinterstitial

Perbaikan Dehidrasi

Perbaikan

Waktu paruh Beberapa hari- Beberapa efektif Gangguan pada typing Gangguan pada Ada kemungkinan Hanya blood minggu Biasanya tidak menit Tidak

Beberapa hari Tidak

6-8 jam

12 jam

4-6 jam

Pseudoaglu tinasi

Tidak

Tidak

Hanya

Menurunkan Menurunkan Hanya fungsi pengenceran

pengence- pengence- fungsi

homeostasis

(aktivasi faktor) ran

ran

trombosit dan koagulopati

trombosit dan koagulopati Tidak ditemukan data literatur Membaik

Fungsi ginjal

Membaik

Membaik

Mungkin terganggu

Overload cardiovaskuler

Mungkin

Tidak

Tidak mungkin

Mungkin

Mungkin

Tidak mungkin

Efek samping Anafilaksis/ yang mungkin

Edema

Reaksi kutis, demam, hipotensi sementara

Anafilaksis yang

Anafilaksis

Reaksi kulit

inkompatibilitas pulmonal

perlu atau

reaksi lokal, hipotensi sementara

premedikasi

anafilaksis

Transmisi penyakit

Resiko virus HIV, HCV

infeksi Tidak seperti HBV,

Tidak

Tidak

Tidak

Tidak

Waktu penyimpanan Suhu penyimpanan Akumulasi pada RES

21 hari 4-60C

3 tahun

3-5 tahun 2-250C

5 tahun
0

3 tahun

5 tahun

Suhu ruangan

Suhu ruangan

Suhu ruangan Tidak

Tidak

Tidak

Tidak

Beberapa minggu

Beberapa bulan

Kelebihan dan Kekurangan Berbagai Sediaan Plasma Substitute 1.Whole blood Kelebihan
 

Kapasitas angkut oksigen Kapasitas hemostatik

Kekurangan
 

Penyediaan lama Waktu penyimpanan pendek

       

Reaksi anafilaktik ringan sampai parah Alloimunisasi Reaksi hemolisis Reaksi infeksi Viskositas meningkat Overload volume Hiperkalium, hiperkalsium, asidosis Harga mahal

2.Larutan elektrolit

Kelebihan
y y y y y

Lebih mudah tersedia dan murah Komposisi serupa dengan plasma (Ringer Asetat / Ringer Laktat) Bisa disimpan pada suhu kamar Bebas dari reaksi anafilaktik Komplikasi minimal

Kekurangan
y y y

Edema bisa mengurangi ekspansibilitas dinding dada Oksigenasi jaringan terganggu karena bertambahnya jarak kapiler dan sel Memerlukan volume 4 kali lebih banyak

3.Larutan human albumin

Kelebihan
y y y y y y

Ekspansi volume plasma tanpa ekspansi volume interstitial Ekspansi volume lebih besar Durasi lebih lama Oksigenasi jaringan lebih baik Gradien O2 alveolar-arterial lebih sedikit Insiden edema paru dan atau edema sistemik lebih rendah

Kekurangan
y y y

Reaksi anafilaksis Koagulopati Albumin bisa memperberat depresi miokard pada pasien syok

4.Larutan dekstran

Kelebihan
 

Efek volume panjang atau lama Efek anti trombotik

Kekurangan
      

Ekspansi ekstravaskuler dan dehidrasi kompartemen interstitial Gangguan hemostasis Batasan dosis Reaksi anafilaksis fatal Gangguan fungsi renal Akumulasi pada sistem retikuloendotelial Gangguan pada blood grouping dan cross matching

5.HES

Kelebihan
 

Efek volume panjang atau lama Efek anti trombotik

Kekurangan
    

Ekspansi ekstravaskuler dan dehidrasi kompartemen interstitial Gangguan hemostasis Batasan dosis Reaksi anafilaksis fatal Akumulasi pada sistem retikuloendotelial

6.Haemaccel Kelebihan
       

Iso-osmotik Mempertahankan keseimbangan cairan Efek volume optimal Perbaikan fungsi renal Tidak mengganggu hemostasis Tidak mengganggu blood grouping Tidak terjadi akumulasi pada RES Ekonomis

Kekurangan


Reaksi anafilaktoid

BAB III PENUTUP

Kesimpulan

A. bab

DAFTAR PUSTAKA

1. Sunatrio, 1997, Terapi Cairan untuk Resusitasi Pasien Traumatik, dalam Symposium of Fluid and Nutrition Therapy in Traumatic Patients, Bagian Anestesiologi FK UI/RSCM, Jakarta. 2. Suntoro, A, Terapi Cairan Perioperatif, dalam Muhiman, M. dkk., Anestesiologi, CV. Infomedika, Jakarta. 3. Ngurah, N., 1999, Terapi Cairan Perioperatif, Workshop Cairan, FK UGM, RSUP Dr. Sardjito. 4. Mulyono, I., Jenis-jenis Cairan, dalam Symposium of Fluid and Nutrition Therapy in Traumatic Patients, Bagian Anestesiologi FK UI/RSCM, Jakarta. 5. Setiabudi, M., 1986, Fisiologi Cairan Tubuh, dalam Simposium Terapi cairan pada Penderita Gawat. 6. Sutjahjo, RA., Sulistyono, H, Sunartomo, T., 1986, Terapi Cairan Paska Bedah, dalam Simposium Terapi Cairan pada Penderita Gawat. 7. Tonessen AS., 1990, Crystalloids and Colloid, in Miller, RD., Anesthesia, Ed 3rd, Vol. 2. Churchill Livingstone, p : 1439-1465. 8. Collins, VI., 1996, Fluids and Electrolytes, in Physicologic and Pharmachologic Bases of Anesthesia, Williams & Wilkins, USA, p : 165-187. 9. Sunatrio, 1998, Terapi Cairan Resusitasi, dalam Simposium dan Diskusi Panel Aspek Klinis Pengguna Koloid, IDSAI & IDI Cab. Sleman, Yogyakarta. 10. Lennon, P., 1993, Administration of General Anesthesia, in Davison, MD., et all, Clinical Anesthesia Procedures of the Massachusetts General Hospital, Ed 4th, Dept. of Anesthesia, Massachusetts Hospital, USA, p : 188-197. 11. Hansel, AC., 1993, Transfusion Therapy, in Davison, MD., et all, Clinical Anesthesia, Massachusetts Hospital, USA, p : 511-526. 12. Baskett, PJF., 1990, Management of Hypovolenic Shock, British Medical Journal (BMJ), Vol. 300 : 1453-1457. 13. Wirjo Atmadja, K., Megwae, HH., Rahardjo, E., 1986, Patofisiologi Cairan Tubuh pada Trauma dan Perdarahan, dalam Simposium Terapi Cairan pada Penderita Gawat.
(http://joenurse.blog.friendster.com/2009/05/terapi-cairan-elektrolit-transfusi/)

http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/04/16/terapi-cairan-intravena/ http://majalah-farmacia.com/rubrik/one_news.asp?IDNews=446 http://perawattegal.wordpress.com/2009/08/30/terapi-cairan-elektrolit-transfusi/

Anda mungkin juga menyukai