Anda di halaman 1dari 30

1

ANALISIS PENDAPATAN USAHA SAPI PERAH RAKYAT DI KECAMATAN CEPOGO KABUPATEN BOYOLALI Zaiful Anwar H 0506092 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor produksi yang ada terhadap pendapatan usaha sapi perah rakyat di Kecamatan Cepogo Kabupaten Boyolali. Penelitian ini sudah dilaksanakan mulai bulan Agustus sampai Nopember 2010 di Kecamatan Cepogo Kabupaten Boyolali. Metode penelitian yang digunakan berdasar deskriptif dengan memperhatikan bahwa Kecamatan Cepogo Kabupaten Boyolali memiliki populasi ternak sapi perah tertinggi ketiga dibandingkan dengan kecamatan yang lain. Pelaksanaan penelitian menggunakan metode survai dan pengambilan sampel peternak secara sengaja (purposive sampling) adalah 60 responden dengan pengambilan secara proporsional. Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah sapi perah PFH (Peranakan Frisien Holstein) laktasi. Data primer yang diperoleh kemudian dihitung untuk mengetahui pendapatan usaha dan dianalisis regresi linier berganda dilanjutkan dengan uji F dan uji t. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata pendapatan peternak selama satu tahun sebesar Rp. 9.701.708,33 atau Rp. 808.475,694/bulan. Hasil analisis persamaan regresi berganda = 0,275 + 0,076X1 + 0,093X2 + 0,015X3 0,004X4 + 0,829X5. Analisis regresi diuji menggunakan uji F diperoleh hasil bahwa variabel faktor biaya konsentrat (X1), biaya pakan hijauan (X2), biaya obat (X3), biaya tenaga kerja (X4) dan harga sapi perah (X5) secara bersama-sama mempunyai pengaruh terhadap pendapatan usaha peternak sapi perah (Y). Demikian juga dengan analisis uji t diperolah hasil bahwa faktor-faktor produksi seperti biaya konsentrat, biaya pakan hijauan, biaya obat, biaya tenaga kerja tidak berpengaruh terhadap pendapatan usaha tetapi lebih banyak dipengaruhi oleh harga sapi perah. Kesimpulan dari penelitian ini bahwa penggunaan faktor-faktor produksi sebagai variabel secara bersama-sama mempengaruhi pendapatan kecuali variabel harga sapi perah berpengaruh dominan terhadap pendapatan usaha peternak sapi perah. Kata kunci : Pendapatan Usaha, Faktor Produksi, Regresi Linier Berganda.

I. A. Latar Belakang

PENDAHULUAN

Pembangunan peternakan bertujuan untuk meningkatkan produksi menuju swasembada, memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan pendapatan peternak serta mensejahterakan rakyat. Untuk mencapai tujuan tersebut, perlu pengembangan yaitu peternakan sapi perah. Bustanul Arifin (2004) cit. Putranto (2006) menyatakan bahwa usaha ternak sapi perah adalah suatu usaha yang secara selektif sudah menggunakan teknologi peternakan sehingga secara proporsional mampu meningkatkan produksi, tetapi peternak belum sepenuhnya memahami penggunaan teknologi tersebut. Tingkat konsumsi susu di Indonesia masih tergolong rendah dibandingkan dengan negara lain. Rata-rata tingkat konsumsi susu secara nasional sebanyak 6,5 liter/kapita/tahun, sedangkan tingkat konsumsi masyarakat Boyolali sangat rendah, yakni 3,4 liter per orang per tahun (Anonimous, 2010). Peternakan sapi perah yang diusahakan rakyat masih banyak menghadapi kendala antara lain kecilnya skala usaha karena lemahnya permodalan. Beberapa ciri umum usaha peternakan rakyat adalah rendahnnya tingkat keterampilan peternak, belum digunakannya bibit unggul, dan cara penggunaan ransum yang belum sempurna (Krisna et al., 2006). Peternakan sapi perah rakyat merupakan suatu kegiatan usaha tingkat keluarga yang bersifat statis, dengan skala usaha kecil dengan modal yang kecil tanpa sepenuhnya mengikuti prinsip-prinsip ekonomi. Jenis usaha peternakan rakyat sering disebut pula sebagai usaha ternak tradisional yang masih memerlukan pembinaan, pengembangan dan pengawasan dari pemerintah (Mukhtar, 2006). Priyono (2008) menyatakan usaha ternak sapi perah rakyat umumnya hanya dijadikan usaha sampingan selain bercocok tanam oleh para

petani/peternak dan jika sewaktu-waktu membutuhkan biaya yang cukup besar dengan cara menjual ternak. Soekartawi (1986) menyatakan bahwa untuk mengetahui pendapatan usaha peternak sapi perah diperlukan analisis pendapatan yang menyatakan bahwa pendapatan merupakan selisih antara penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi. Kabupaten Boyolali merupakan salah satu daerah di Jawa Tengah yang potensial dalam pengembangan ternak sapi perah. Kecamatan Cepogo merupakan salah satu Kecamatan yang memiliki populasi ternak sapi perah tertinggi ketiga dibandingkan dengan kecamatan lainnya. Tahun 2005 populasi ternak sapi perah sebanyak 58.792 ekor, jumlah ini terus mengalami peningkatan menjadi 62.038 ekor pada tahun 2009. Secara relatif peningkatan populasi tercatat sebesar 5,23% per tahun, dengan penyebaran populasi terbesar sebanyak 11.303 ekor pada tahun 2009 di Kecamatan Cepogo. Disisi lain produksi susu mengalami peningkatan sebesar 26,08%. Tercatat pada tahun 2005 mencapai 26.541.286 ltr/th dan meningkat menjadi 35.910.000 ltr/th pada tahun 2009 (Disnakkan, 2009). Identifikasi pengaruh faktor-faktor produksi oleh peternak dalam usaha pemeliharaan sapi perah diduga sebagai penyebab rendahnya pendapatan peternak di Boyolali. Untuk itu diperlukan analisis faktor-faktor produksi untuk mengetahui faktor produksi yang diutamakan sebagai prioritas oleh peternak agar mendapatkan keuntungan. Berdasarkan latar belakang tersebut maka penelitian usaha peternakan sapi perah rakyat khususnya pemeliharaan sapi perah laktasi di Kecamatan Cepogo Kabupaten Boyolali perlu dilakukan untuk mengetahui tingkat pendapatan peternak. B. Perumusan Masalah Usaha ternak sapi perah di Indonesia masih bersifat subsisten dan belum berorientasi ekonomi. Pendapatan yang rendah dalam mengusahakan sapi perah disebabkan kurangnya modal, pengetahuan/keterampilan peternak yang mencakup aspek reproduksi, pemberian pakan konsentrat dan hijauan,

dan jumlah sapi laktasi yang dipelihara. Penelitian ini bertujuan bahwa hasil produksi usaha sapi perah rakyat di Kecamatan Cepogo Kabupaten Boyolali ini dapat dijelaskan faktor-faktor produksinya yaitu pakan hijauan dan konsentrat, obat-obatan, tenaga kerja, serta sapi perah. Berdasarkan permasalahan tersebut diatas, maka dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Usaha sapi perah rakyat di Kecamatan Cepogo Kabupaten Boyolali menguntungkan berdasar tingkat pendapatan. 2. Mengetahui faktor-faktor produksi manakah yang paling berpengaruh terhadap pendapatan usaha sapi perah rakyat di Kecamatan Cepogo Kabupaten Boyolali. C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh faktorfaktor produksi dalam usaha peternakan sapi perah rakyat, yang meliputi faktor pakan konsentrat, faktor pakan hijauan, faktor obat-obatan, faktor tenaga kerja dan faktor sapi perah terhadap pendapatan usaha sapi perah di Kecamatan Cepogo Kabupaten Boyolali. D. Manfaat penelitian Penelitian ini dapat dimanfaatkan bagi peternak sebagai acuan dalam menentukan dan mengembangkan usaha ternak sapi perah guna meningkatkan pendapatan dengan menganalisis faktor-faktor produksi yang mempengaruhinya. Selain itu penelitian ini dapat memberikan informasi dimasa mendatang, terutama bagi para pengambil keputusan dan para pembuat kebijakan agar sesuai dengan kondisi daerah bersangkutan. Disamping itu juga dapat menjadi acuan dalam rangka pembangunan peternakan sapi perah di wilayah Boyolali.

HIPOTESIS

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Usaha sapi perah rakyat di Kecamatan Cepogo Boyolali tingkat Kabupaten diduga berdasar pendapatan. 2. Faktor produksi seperti biaya pakan konsentrat, pakan obatan, diduga terhadap Kecamatan hijauan, upah obattenaga

menguntungkan

kerja, dan sapi laktasi berpengaruh pendapatan Cepogo

usaha sapi perah rakyat di Kabupaten Boyolali.

II.

METODE PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian Penelitian ini sudah dilaksanakan mulai bulan Agustus - November 2010 di Kecamatan Cepogo Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Pengambilan sampel untuk penelitian ini ditentukan secara purposive dengan memperhatikan alasan bahwa daerah tersebut memiliki sentra produksi susu dan jumlah populasi ternak sapi perah yang ada. B. Desain Penelitian Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode survai (survey method) dimana usaha tani ternak sapi perah sebagai unit analisisnya. Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu tahap pra survai dan tahap survai. Tahap pra survai dilakukan untuk menentukan lokasi penelitian dan menentukan responden, sementara tahap survai bertujuan untuk mendapatkan data primer dan sekunder melalui wawancara langsung dengan responden. Penelitian survai merupakan penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok (Singarimbun dan Effendi, 1995). C. Teknik Penentuan Sampel Metode penentuan lokasi penelitian di Kecamatan Cepogo,

Kabupaten Boyolali ditentukan secara sengaja dengan lokasi penelitian di 5 tiga desa yaitu Jelok, Cepogo, dan Paras. Metode pengambilan sampel peternak secara sengaja (purposive sampling) yaitu dipilih peternak yang dikelompokkan sampel memiliki ternak sapi perah minimal satu ekor sapi laktasi. Jumlah sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah 60 responden dengan pengambilan secara proporsional. Mardikanto (2001) cit. Satyawan (2006), pengambilan sampel bagi masing-masing desa dilaksanakan secara proporsional dengan menggunakan rumus:

Ni =

Nk x60 N

Keterangan : Ni Nk N : Jumlah sampel peternak sapi perah pada desa ke-i. : Jumlah peternak sapi perah dari masing-masing desa. : Jumlah peternak sapi perah dari semua desa. Responden (Ni) 29 24 7 60

Tabel 1. Jumlah Responden Pemilik Ternak (Nk) Jelok 506 Cepogo 416 Paras 133 Jumlah (N) 1055 Sumber: data yang terolah tahun 2010. Nama Desa D. Jenis dan Sumber Data 1. Data primer, yaitu data yang diperoleh dari wawancara langsung dengan responden dan menggunakan kuesioner tentang identitas peternak, biaya faktor-faktor produksi, dan penerimaan usaha peternakan. 2. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari kantor, instansi dalam hal ini adalah Dinas Peternakan dan Perikanan Boyolali, Kecamatan Cepogo, Kantor Kepala Desa dan UPT Pertanian Dinas Peternakan Cepogo Kabupaten Boyolali seperti data peternak, profil peternak, gambaran umum daerah penelitian. E. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Observasi lapangan, yaitu melakukan pengamatan langsung terhadap lokasi atau daerah yang menjadi obyek lapangan. 2. Wawancara, yaitu mengadakan tatap muka langsung dengan responden untuk mengumpulkan data yang diperlukan dengan menggunakan kuesioner. 3. Pencatatan, yaitu metode pengumpulan data dengan mencatat

berbagai informasi yang dibutuhkan di kantor ataupun instansi yang terkait. F. Variabel Penelitian Variabel yang diamati dalam penelitian ini meliputi: 1. Tingkat pendapatan (), adalah merupakan selisih antara penerimaan dengan biaya total input tetap dan biaya tidak tetap. 2. Biaya pakan konsentrat (X1), adalah merupakan jumlah biaya yang dikeluarkan untuk membeli pakan konsentrat dalam satu masa usaha sapi perah rakyat yang di normalkan dengan harga output. 3. Biaya pakan hijauan (X2), adalah merupakan jumlah biaya yang dikeluarkan untuk membeli pakan hijauan dalam satu masa usaha sapi perah rakyat yang di normalkan dengan harga output. 4. Biaya obat (X3), adalah merupakan jumlah biaya yang dikeluarkan untuk membeli obat-obatan dalam satu masa usaha sapi perah rakyat yang di normalkan dengan harga output. 5. Biaya tenaga kerja (X4), adalah biaya rata-rata tenaga kerja yang dikeluarkan oleh peternak yang dinyatakan dalam rupiah per satu masa usaha sapi perah rakyat dibagi dengan harga output, diukur dalam satuan rupiah. 6. Harga sapi perah (X5), adalah merupakan jumlah biaya yang dikeluarkan untuk membeli sapi perah dalam satu masa usaha sapi perah rakyat yang di normalkan dengan harga output. G. Teknik Analisis Data 1. Analisis Data Hipotesis Pertama Analisis terhadap hipotesis pertama ini untuk mengetahui usaha peternakan sapi perah di Kecamatan Cepogo Kabupaten Boyolali menguntungkan berdasar tingkat pendapatan. Tujuan utama usaha secara umum adalah memperoleh laba maksimal. Soekartawi (2003) menyatakan bahwa kondisi usaha dapat diketahui dengan mendiskripsikan seberapa besar tingkat penerimaan total

P = Py.Y (Px1. X1+Px2. X2+Px3. X3+Px4. X4+Px5. X5)

dan biaya-biaya yang dikeluarkan dengan rumus sebagai berikut: P Keterangan : P Pr.T BT BTT = Pendapatan = Penerimaan Total = Biaya Tetap = Biaya Tidak Tetap Biaya produksi adalah banyaknya input dikalikan harganya, maka tingkat keuntungan dari usaha peternakan tersebut dapat dihitung sebagai berikut: Keterangan: P Py Y Px1 X1 Px2 X2 Px3 X3 Px4 X4 Px5 X5 = Pendapatan bersih = Harga jual sapi perah dan pedet jantan (Rp) = Produksi susu sapi perah (ltr/Rp) dan penjualan feses (Rp) = Harga pakan konsentrat (Rp) = Jumlah pakan konsentrat (Kg) = Harga pakan hijauan (Rp) = Jumlah pakan hijauan (Kg) = Harga obat-obatan (Rp) = Jumlah obat-obatan (Set) = Harga upah tenaga kerja ( Rp) = Jumlah tenaga kerja (JOK) = Harga sapi perah (Rp) = Jumlah sapi perah (ekor) = Pr.T B = Pr.T (BT + BTT)

Jika K < 0, maka usaha peternakan sapi perah tidak menguntungkan. Jika K > 0, maka usaha peternakan sapi perah menguntungkan. 2. Analisis Hipotesis Kedua Analisis hipotesis kedua diuji dengan menggunakan fungsi

11

keuntungan dengan teknik Unit Output Price (UOP) Cobb-Douglass Profit Function (OUP-CDPF) melalui analisis regresi berganda. Soekartawi (2003) menyatakan bahwa fungsi Cobb-Douglass adalah suatu fungsi atau persamaaan yang melibatkan dua atau lebih variabel, dimana variabel yang satu disebut dengan variabel terikat yang dijelaskan (Y), dan yang lain disebut variabel bebas yang menjelaskan (x). Secara matematis, fungsi Cobb-Douglass dapat dituliskan sebagai berikut: Log = log A + b1logX1 + b2logX2 + b3logX3 + b4logX4 + b5logX5 + e Keterangan : = Tingkat pendapatan (Rp/tahun) A = intersep X1 = Biaya pakan konsentrat X2 = Biaya pakan hijauan X3 = Biaya obat-obatan Setelah didapat koefisien dari masing-masing variabel, selanjutnya dilakukan uji asumsi klasik untuk menguji apakah model penelitian ini dapat digunakan atau tidak sehingga akan menghasilkan koefisien regresi yang tidak bias, dan uji statistik yang menentukan tingkat signifikan. Uji yang digunakan adalah: a. Uji Asumsi Klasik Penelitian ini menghitung koefisien regresi menggunakan metode kuadrat terkecil (OLS = Ordinary least Square), Gujarati (1999) menyatakan bahwa untuk melihat apakah regresi bermasalah atau tidak serta menghasilkan koefisien regresi yang tidak bias harus dipenuhi beberapa asumsi klasik yaitu multikolinieritas dan heterokedastisitas. X4 = Biaya tenaga kerja X5 = Harga sapi perah bi = Koefisien regresi (i = 1-5) e = kesalahan pengganggu

b. Uji statistik 1) Uji F (Fisher Test) Digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas secara bersama-sama terhadap variabel terikat secara signifikan atau tidak. Adapun prosedurnya menurut Gomes (1995) sebagai berikut. a) Menentukan F hitung

13

R 2 /K 2 F hitung = (1 - R ) / (N - K - 1) Keterangan : R2 N K : koefisien determinasi : jumlah data perlakuan : jumlah peubah R2 digunakan untuk menunjukkan seberapa besar variansi variabel bebas yang dapat dijelaskan oleh variansi dari variabel terikat. Nilai R2 dapat dihitung (Gomes, 1995) dengan rumus sebagai berikut :

2) R2 ( Koefisien Determinasi)

R2

JK Regresi = JKTotal Uji t digunakan untuk menguji signifikan pengaruh masing-

3) Uji t masing bebas. Langkah - langkahnya menurut Sudjana (1996) sebagai berbagai berikut: a) Rumus t hitung = Keterangan : bi : koefisien regresi i ( 1-5) Se (bi) : standar eror dari bi bi Se(bi)

b) Nilai t tabel t (N K) 2 Keterangan : : derajat signifikan N K : Jumlah data diobservasi : Jumlah peubah dalam model termasuk intersep

15

III. A. Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kabupaten Boyolali merupakan salah satu dari 35 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah yang terdiri dari 19 Kecamatan dan 267 Desa/Kelurahan. Kabupaten Boyolali memiliki luas wilayah lebih kurang 101.510.096,5 ha atau kurang dari 4,5% luas Propinsi Jawa Tengah. Wilayah Boyolali terletak antara 1100 22 BT - 110050 BT dan 7036 LS - 7071LS dengan ketinggian antara 100-1.500 m dpl. Wilayah Kabupaten Boyolali pada sebelah Timur dan Selatan merupakan daerah dataran rendah, sedangkan wilayah pada Sebelah Utara dan Barat merupakan daerah pegunungan. Kabupaten Boyolali berbatasan dengan: Sebelah Utara: berbatasan dengan wilayah Kabupaten Semarang dan Kabupaten Grobogan. Sebelah Timur: berbatasan dengan wilayah Kabupaten Sragen, Kabupaten Karanganyar, Kota Surakarta, dan Kabupaten Sukoharjo. Sebelah Selatan: berbatasan dengan wilayah Kabupaten Klaten dan

12

D.I.Yogyakarta. Sebelah Barat: berbatasan dengan wilayah Kabupaten Magelang dan Kabupaten Semarang. Daerah yang digunakan sebagai penelitian yaitu Kecamatan Cepogo berbatasan dengan : sebelah Utara Kecamatan Ampel, sebelah Timur Kabupaten Boyolali, sebelah Selatan Kecamatan Musuk dan sebelah Barat Kecamatan Selo (Dinas Peternakan Kabupaten Boyolali, 2008). Kecamatan Cepogo memiliki luas lahan 5.299.800 ha yang terdiri dari lahan pertanian/sawah seluas 55,8 ha; tanah tegal/ladang seluas 3.118,6 ha; padang rumput 55,5 ha lainnya 357 ha dan sisanya lahan kosong dan lahan perkebunan.

B. Karakteristik Peternak Sapi Perah Tabel 2. Karakteristik Peternak Sapi Perah Jumlah Responden Karakteristik (n= 60) Umur (tahun) 25-40 5 41-60 48 > 61 7 Pendidikan Formal Tamat SD 41 Tamat SMP 8 Tamat SMA 10 Perguruan Tinggi 1 Tidak sekolah 0 Pekerjaan utama Petani ternak 42 Buruh tani 8 Pedagang, lainnya 10 Pengalaman beternak 1-10 tahun 11 11-20 tahun 32 > 20 tahun 17 Sumber: data primer terolah tahun 2010. Persentase (%) 8,3 80 11,7 68,3 13,3 16,7 1,7 0 70 13,3 16,7 18,3 53,3 28,3

a.

b.

c.

d.

17

Karakteristik responden peternak bedasarkan umur, pendidikan, pengalaman beternak dan pekerjaan. Pada tabel 2 menunjukkan bahwa umur peternak sebagian besar masih produktif yaitu umur 41-60 tahun (80,0%). Siregar (2009) mengemukakan dalam penelitiannya, faktor umur tidak mendorong peternak dalam usaha mengembangkan ternak sapi perahnya. Chamdi (2003) menyatakan bahwa, faktor umur biasanya diidentikkan dengan produktivitas kerja, dan jika tergolong usia produktif ada kecenderungan produktivitasnya juga tinggi. Tingkat pendidikan SD adalah yang terbesar yaitu mencapai 68,3%, sedangkan tingkat pendidikan perguruan tinggi hanya mencapai 1,7%. Mata pencaharian sebagai petani ternak (70%), buruh tani (13,3%), dan pedagang/lainnya (16,7%). Sesuai dengan penelitian Siregar (2009) peternak yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi seharusnya dapat meningkatkan pendapatannya namun tidak demikian dilapangan yang pada umumnya peternak tergolong berpendidikan rendah. C. Sistem Pemeliharaan Sapi Perah Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa jarak kandang dari rumah peternak kira-kira 1 - 5 m. Sistem pemeliharaan sapi perah dilakukan dengan cara dikandangkan. Peternak sapi perah di lokasi penelitian belum memiliki standar yang jelas dalam mengatur pola pakan ternak, hanya berdasarkan kira-kira atau hanya kebiasaan dan tidak didasarkan kebutuhan ternak. Banyaknya pemberian pakan serta mutu pakan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dan berpengaruh terhadap jumlah produksi dan kualitas susu (Soetarno,2003). Hasil penelitian hanya menggunakan perhitungan dengan jumlah pemeliharaan rata-rata 3,4 ekor sapi perah laktasi atau produktif. Pakan hijauan yang diberikan berasal dari lahan milik sendiri berupa tegalan atau pekarangan. Jenis hijauan yang diberikan antara lain rumput Gajah (Penisetum hibrida), rumput Kolonjono (Panicum muticum), rumput lapangan, sedangkan pakan konsentrat berupa konsentrat tambahan, gandum/wheat bran, ubi kayu, bekatul, ampas tahu, dan sisa limbah hasil pertanian. Peternak akan membeli pakan hijauan seperti rumput jika pada saat

terjadi musim kering atau kekurangan persediaan pakan hijauan. Menurut Adi Sudono, et al (2004) cit. Putranto (2006) standar pemberian pakan hijauan untuk sapi perah per ekor 50 kg/hari, pakan tambahan/konsentrat 6 kg/hari, ampas tahu 3 kg/hari, tenaga kerja 8 jam/hari. Masa pemeliharaan yang umum di lakukan di lokasi penelitian hingga umur laktasi ke 3 - 5. Rata-rata per ekor sapi laktasi dapat memproduksi susu sekitar diatas 10 liter. Penjualan pedet di lokasi penelitian lebih diutamakan pada pedet jantan karena peternak tidak suka memelihara pedet jantan karena akan lebih banyak memakan biaya pemeliharaan. Harga satu ekor pedet sekitar Rp. 1.500.000,00 sampai Rp. 2.000.000,00 tergantung pada kondisi pedet, baik dilihat dari penampakan dan performa pedet itu sendiri. Rata-rata pedet yang dijual adalah pedet yang berumur 3 - 4 bulan atau pada saat pedet tidak lagi menyusu induknya. Penjualan induk juga merupakan salah satu penerimaan pada usaha ternak perah. Penerimaan penjualan induk tidak dapat secara teratur setiap tahunnya karena menunggu pedet menjadi besar dan beranak kembali. Berdasarkan perhitungan dari data penelitian, maka dapat diasumsikan bahwa seekor sapi betina dapat dijual setelah CI dan S/C sebesar rata-rata CI 13,03 bulan dan S/C adalah 1,57. Pudiarifinanto (2006) mengemukakan dalam penelitiannya bahwa penerimaan penjualan induk tidak langsung diterima oleh peternak menunggu anak/pedet lahir hingga lepas sapih. Penjualan feses sapi merupakan salah satu hasil produk samping dari usaha peternakan sapi perah. Feses sapi perah yang dapat dimanfaatkan dan diolah untuk dijadikan pupuk serta biogas. Peternak memanfaatkan feses dengan cara dijual per rit Rp. 200.000,00 dengan asumsi penjualan feses dihitung empat kali selama satu tahun dengan penerimaan rata-rata sebesar Rp. 800.000,00/tahun. Tenaga kerja yang digunakan oleh peternak biasanya dikelompokkan menjadi dua kelompok besar yaitu tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja non keluarga atau upahan. Dalam penelitian ini pekerja kandang tetap diasumsikan terbayar oleh peternak secara harian yang umumnya

19

mengeluarkan biaya sebesar Rp 15.000 per hari/orang. Penyakit yang dapat menyerang pada induk adalah mastitis jika dalam hal pada saat dilakukan pemerahan tidak dijaga kebersihan di sekitar ambing dan proses pemerahan yang salah, tetapi penyakit yang menyerang pada sapi perah di lokasi penelitian jarang terjadi. Biaya rata-rata obat-obatan dalam pemeliharaan diasumsikan selama satu tahun sebesar Rp. 102.000,00/tahun. D. Analisis Data 1. Analisis Pendapatan Usaha Peternak Sapi Perah Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor produksi berpengaruh terhadap pendapatan usaha peternakan sapi perah. Kondisi ini dapat diketahui dengan mendiskripsikan besarnya penerimaan total dan biaya yang dikeluarkan. Tabel 3. Analisis Usaha Sapi Perah Dengan Rata-Rata Skala Usaha 3,4 ekor laktasi/tahun Kriteria Biaya Harga Satuan Jumlah (Rp) rata-rata (Rp) a. Biaya tetap Tenaga kerja (X4) 15.000 1.260.000 b. Biaya variabel Pakan konsentrat (X1) 2424,167 9.909.600 Pakan hijauan (X2) 250 2.416.500 Obat (X3) 6.958,33 102.000 Pembelian sapi perah (X5) 9.708.333 33.0808.333 c. Penerimaan (Y) Produksi susu 2850 19.532.475 Penjualan pedet 2.651.666,67 9.015.666,67 Penjualan induk 7.891.666,7 27.050.000 Penjualan feses 200.000 800.000 Pendapatan kotor (c) 56.398.141,67 Total biaya (a+b) 46.696.433,33 Pendapatan bersih/tahun 9.701.708,33 Pendapatan bersih/bulan 808.475,694 c/(a+b) = 1,21 atau K > 0 Sumber : data primer terolah tahun 2010. Perhitungan pada tabel 3 menunjukkan total dari pengeluaran yang berasal dari biaya tetap yaitu biaya tenaga kerja sebesar Rp.15.000,00 per hari ditambah dengan biaya variabel yaitu biaya pakan konsentrat rata-rata

sebesar Rp. 9.909.600,00 per 3,4 skala rata-rata kepemilikan per peternak, pakan hijauan rata-rata sebesar Rp. 2.416.500,00 per 3,4 skala kepemilikan per peternak, obat-obatan rata-rata sebesar Rp. 102.000,00 dan pembelian sapi perah dengan harga rata-rata Rp. 9.708.333,00. Total biaya sebesar Rp. 46.696.433,33. Usaha ternak sapi perah dengan jumlah pemeliharaan rata-rata 3,4 ekor sapi perah laktasi dapat memperoleh pendapatan kotor rata-rata sebesar Rp. 56.398.141,67/tahun dari hasil penjualan susu, penjualan pedet, penjualan induk dan penjualan feses dan mendapatkan pendapatan bersih rata-rata selama satu tahun sebesar Rp. 9.701.708,33 atau Rp. 808.475,694/bulan dan K > 0 yang artinya usaha ternak sapi perah di lokasi penelitian menguntungkan dan bisa dipertahankan sebagai sumber pendapatan dalam kesejahteraan peternak. 2. Analisis Regresi Berganda Analisis kedua diuji dengan menggunakan fungsi keuntungan dengan teknik Unit Output Price (UOP) Cobb- Douglas Profit Function (OUP-CDPF) melalui analisis regresi linier berganda dengan menggunakan program analisis SPSS 16. Sehingga diperoleh hasil regresi linier ganda sebagai berikut: Tabel 4. Hasil Analisa Regresi Linier Berganda Variabel t hitung Biaya konsentrat (X1) 0,076 Biaya hijauan (X2) 0,093 Biaya obat (X3) 0,015 Biaya tenaga kerja (X4) - 0,004 Harga sapi perah (X5) 0,829 Konstanta 0,275 F hitung 39,309 2 Adjust R 0,765 R square (R2) 0,784 r 0,886 Variabel terikat = Y (pendapatan usaha) Sumber : data primer terolah tahun 2010. Persamaan regresi linier berganda : 1,372 1,030 0,278 - 0,614 8,976 Prob(=0, 05) 0,176 0,308 0,782 0,542 0,000

21

= 0,275 + 0,076X1 + 0,093X2 + 0,015X3 0,004X4 + 0,829X5 Persamaan regresi linier berganda, konstanta menunjukkan angka sebesar 0,275 yang berarti bahwa variabel biaya konsentrat (X1), biaya hijauan (X2), biaya obat (X3), biaya tenaga kerja (X4) dan harga sapi perah (X5) sama dengan nol, maka nilai pendapatan usaha peternak sapi perah (Y) akan terjadi peningkatan sebesar 0,275. Selanjutnya dilakukan uji asumsi klasik untuk menguji penelitian ini dapat digunakan atau tidak sehingga akan menghasilkan koefisien regresi yang tidak bias, dan uji statistik yang menentukan tingkat signifikan.

a. Uji Asumsi Klasik 1) Uji Asumsi Klasik Multikolinieritas Tabel 5. Multikolinieritas Pearson Correlation X1 X2 Y 0,224 0,140 X1 1,000 0,082 X2 0,140 0,082 1,000 X3 0,355 0,210 0,024 X4 0,620 0,025 0,126 X5 0,877 0,141 0,082 Sumber: data primer terolah tahun 2010. Y 1,000 0,224 X3 0,355 0,210 0,024 1.000 0,227 0,367 X4 0,620 0,025 0,126 0,227 1.000 0,742 X5 0,877 0,141 0,082 0,367 0,742 1.000

Hasil penelitian menunjukkan bahwa antar variabel tidak terjadi multikolinieritas karena koefisien korelasi antar variabel bebas lebih kecil dari 0,60 (r < 0,60). Gujarati (1999) menyatakan bahwa, tidak terjadi multikolinieritas jika koefisien korelasi antar variabel bebas lebih kecil atau sama dengan 0,60 (r < 0,60). 2) Uji Asumsi Klasik Heterokedastisitas Hasil analisis penelitian tidak terjadi heterokedastisitas karena

residualnya

mempunyai

varians

yang

sama

sehingga

terjadi

homokedastisitas.

Gambar 1. Scatterplot antara ZPRED dan SRESID Homoskedastisitas terjadi pada scatterplot titik titik hasil pengolahan data antara ZPRED diperoleh nilai minimum -1.423 dan nilai maksimum 3.725 sedangkan SRESID diperoleh nilai minimum -1.680 dan nilai maksimum 3.939 menyebar dibawah ataupun diatas titik origin (angka 0) pada sumbu Y tidak mempunyai pola yang teratur. b. Uji Statistik 1) Uji F (Fisher test) Uji F digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel faktor produksi terhadap pendapatan usaha peternak sapi perah. Hasil analisis data yang diolah menggunakan program analisis SPSS 16. Tabel 6. Anova Hasil Data. Sv df KT JkR 1,418 5 0,284 JkE 0,390 54 0,007 Total 1,708 59 Sumber : data primer terolah tahun 2010. F hitung 39,309 0,05 2,386 0,01 3,377

Berdasarkan tabel 6 dapat disimpulkan bahwa F hitung sebesar 39,309 > F tabel sebesar 2, 386 yang berarti bahwa pada taraf nyata = 0,05 variabel faktor biaya konsentrat (X1), biaya

23

pakan hijauan (X2), biaya obat (X3), biaya tenaga kerja (X4) dan harga sapi perah (X5) secara bersama-sama mempunyai pengaruh terhadap pendapatan usaha peternak sapi perah (Y) dapat diterima atau teruji pada taraf = 0,05. Diperlukan uji lanjut jika probabilitas < maka variabel bebas secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat, dengan demikian hipotesis pertama teruji secara statistik. 2) Uji R2 Hasil analisis penelitian dan perhitungan menggunakan program analisis SPSS 16 diperoleh R square (R2) = 0,784 berarti hanya 78,4% variabel terikat dapat diterangkan oleh fungsi linier variabel bebas yang ditentukan. Hal ini berarti variabel-variabel dalam penelitian dapat mempengaruhi secara dominan, sedangkan sisanya sebesar 31,6% dari variabel terikat tidak dapat dijelaskan oleh regresi. 3) Uji t Pengujian lanjut dari uji F menggunakan uji t dalam penelitian ini melihat besarnya masing-masing nilai t hitung dari variabel bebas seperti pada tabel sebagai berikut : Tabel 7. Hasil Uji t hitung dengan Taraf Signifikan ( = 5%) Variabel t hitung t tabel Keterangan Biaya konsentrat (X1) 1,372 2,0049 Tidak signifikan Biaya hijauan (X2) 1,030 2,0049 Tidak signifikan Biaya obat (X3) 0,278 2,0049 Tidak signifikan Biaya tenaga kerja (X4) -0,614 2,0049 Tidak signifikan Harga sapi perah (X5) 8,976 2,0049 Signifikan Sumber: data primer terolah 2010. Hasil uji t pada tabel 7 dapat diketahui hasil koefisien t hitung menunjukkan bahwa: 1. Variabel biaya pakan konsentrat (X1) mempunyai nilai t hitung 1,372 < t tabel 2,0049 atau dapat diartikan biaya pakan konsentrat (X1) tidak

berpengaruh terhadap pendapatan usaha peternak sapi perah (Y). Hasil analisis t hitung variabel biaya pakan konsentrat (X1) tidak signifikan artinya adanya variabel ini menunjukkan bahwa pembiayaan dalam pembelian pakan konsentrat kurang dominan disebabkan pakan konsentrat yang diberikan oleh peternak ke ternak sebagian besar berasal dari kebun sendiri seperti ubi kayu dan juga ampas sisa hasil limbah pertanian/produksi seperti ampas tahu, sesuai onggok. Selain itu, diberikan pakan konsentrat tambahan dari pabrik hanya sebagian kecil kecil peternak memberikan pakan dengan penelitian Siregar (2009) hanya ada sebagian konsentrat tambahan karena harganya yang relatif mahal sehingga peternak mengurangi biaya konsentrat dan dalam pemberian pakan hanya dikira-kira atau sesuai kebiasaan tidak sesuai dengan kebutuhan ternak yang dipelihara. 2. Variabel biaya pakan hijauan (X2) mempunyai t hitung 1,030 < t tabel 2,0049 atau dapat diartikan biaya pakan hijauan (X2) tidak berpengaruh terhadap pendapatan usaha peternak sapi perah (Y). Hasil analisis t hitung variabel biaya pakan hijauan (X2) tidak signifikan artinya adanya variabel ini menunjukkan bahwa pembiayaan dalam pembelian pakan hijauan kurang dominan disebabkan pembelian pakan hijauan hanya pada saat musim kering atau pakan hijauan berkurang. Sesuai dengan Siregar (2009) pakan hijauan yang diberikan untuk pakan ternak sapi perah berasal dari lahan sendiri baik dari

25

tegalan atau pekarangan. 3. Variabel biaya obat (X3) mempunyai t hitung 0,278 < t tabel 2,0049 atau dapat diartikan biaya obat (X3) tidak berpengaruh terhadap pendapatan usaha peternak sapi perah (Y). Hasil analisis t hitung variabel biaya obat (X3) tidak signifikan artinya adanya variabel ini menunjukkan bahwa pembiayaan dalam pembelian obat kurang dominan disebabkan dalam penelitian ini tidak didapatkan masalah penyakit yang serius yang menyerang ternak sapi perah yaitu mastitis pada saat pemerahan. Menurut Siregar (2009), apabila ternak sakit pertama kali yang dilakukan peternak memberikan pengobatan tradisional dengan ramuan alami. 4. Variabel biaya tenaga kerja (X4) mempunyai t hitung -0,614 < t tabel 2,0049 atau dapat diartikan biaya tenaga kerja (X4) tidak berpengaruh terhadap

pendapatan usaha peternak sapi perah (Y). Hasil analisis t hitung variabel biaya tenaga kerja (X4) tidak signifikan artinya adanya variabel ini menunjukkan bahwa pembiayaan tenaga kerja kurang dominan disebabkan sebagian besar peternak yang mengusahakan ternak < 3 ekor menggunakan tenaga kerja yang berasal dari kelurga sendiri. Sedangkan, peternak yang mengusahakan ternaknya > 3 ekor membutuhkan tenaga kerja sewa untuk mengurus ternak, memerah sapi dan juga mengambil rumput. Menurut Siregar (2009), penambahan jumlah tenaga kerja menyebabkan penurunan tingkat pendapatan namun tidak berpengaruh signifikan terhadap

pendapatan peternak. 5. Variabel harga sapi perah (X5) mempunyai t hitung 8,976 > t tabel 2,0049 atau dapat diartikan harga sapi perah (X5) berpengaruh terhadap pendapatan usaha peternak sapi perah (Y). Hasil analisis t hitung variabel harga sapi perah (X5) signifikan dan dominan, hal ini disebabkan pembiayaan untuk pembelian sapi perah yang baru untuk menggantikan sapi perah yang sudah tidak produktif atau afkir untuk menghasilkan susu.

27

IV. A. Kesimpulan Berdasarkan kesimpulan bahwa:

KESIMPULAN DAN SARAN

hasil

penelitian

dan

pembahasan

dapat

diambil

1. Usaha ternak sapi perah di lokasi penelitian menguntungkan dan bisa dipertahankan sebagai sumber pendapatan dalam kesejahteraan peternak. 2. Variabel faktor-faktor produksi yang diduga mempengaruhi pendapatan usaha peternak sapi perah ternyata hanya satu variabel faktor produksi yang bermakna yaitu harga sapi perah laktasi berpengaruh terhadap pendapatan usaha peternak sapi perah. Hal ini berarti pembelian sapi perah laktasi yang baru untuk menggantikan sapi perah yang tidak produkif lagi atau afkir. B. Saran Hasil analisis penelitian dan kesimpulan diatas saran yang dapat disampaikan adalah dalam penelitian ini variabel biaya biaya konsentrat (X1), biaya pakan hijauan (X2), biaya obat (X3), biaya tenaga kerja (X4) tidak berpengaruh terhadap pendapatan usaha peternak sapi perah. Meskipun begitu, usaha ternak sapi perah di lokasi penelitian bisa dipertahankan sebagai sumber pendapatan dalam kesejahteraan peternak.

23

DAFTAR PUSTAKA

29

24 Anonimous, 2010. Konsumsi Susu Nasional Sangat Rendah. www.kompas.com. Diakses pada tanggal 7 Juli 2010. Surakarta. Chamdi, A.N., 2003. Kajian Profil Sosial Ekonomi Usaha Kambing Di Kecamatan Kradenan Kabupaten Grobogan. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor 29-30 September 2003. Bogor. Puslitbang Peternakan Departemen Pertanian. Dinas Peternakan dan Perikanan. 2009. Data Statistik. Kabupaten Boyolali. Gomes, K.A. dan Arturo A.G. 1995. Prosedur Statistik untuk Pertanian. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Gujarati, D., 1999. Basic Econometrics.Penerbit PT Erlangga. Jakarta. Krisna, R. dan Endjang Manshur, 2006. Tingkat Pemilikan Sapi (Skala Usaha) Peternakan Dan Hubungannya Dengan Keuntungan Usaha Tani Ternak Pada Kelompok Tani Ternak Sapi Perah Di Desa Tajur Halang Bogor. Jurnal Penyuluhan Pertanian. Jurusan Penyuluhan Peternakan STPP Bogor. Mukhtar, A., 2006. Ilmu Produksi Ternak Perah. UNS Pers. Surakarta. Priyono, 2008. Studi Keterkaitan Antara Ikatan Sosial Dengan Pendapatan dan Efisiensi Ekonomi Usaha Ternak Sapi Potong di Kabupaten Banjarnegara. Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Soedirman. Purwokerto. Pudiarifinanto, M.R., 2006. Analisis Finansial Usaha Tani Ternak Sapi Perah Berdasarkan Pola Usaha di Desa Glagaharjo Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman. Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Putranto, E.H., 2006. Analisis Keuntungan Usaha Peternakan Sapi Perah Rakyat Di Jawa Tengah. Tesis. Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro. Semarang. Satyawan, H., 2006. Hubungan Faktor-faktor Intrinsik dan Ekstrinsik Petani dengan Motivasi Petani dalam Usaha Budidaya Ikan Bandeng (Chanoschanos Forsk) Di Kecamatan Juwana Kabupaten Pati. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Singarimbun, M dan Effendi, S., 1995. Metode Penelitian Survai. LP3EI. Jakarta. Siregar, S.A., 2009. Analisis Pendapatan Peternak Sapi Potong Di Kecamatan Stabat Kecamatan Langkat. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan. Soedjana, T., 2005. Prevelensi Usaha Ternak Tradisional Dalam Prespektif Peningkatan Produksi Ternak Nasional. Jurnal Litbang Pertanian. Balai Penelitian Ternak, Kotak Pos 221, Bogor 16002. Soekartawi, 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian Untuk Pengembangan Petani Kecil. K Press, Jakarta. , 1995. Analisis Usahatani. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

, 2003. Teori Ekonomi Produksi. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Soetarno,T., 2003. Manajemen Budidaya Sapi Perah. Edisi Khusus Kenangan Purna Tugas 03 September 2003 Laboratorium Ternak Sapi Perah Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Sudjana, 1996. Teknik Analisis Regresi dan Korelasi Bagi Para Peneliti. Penerbit Tarsito. Bandung. Sunyoto, D., 2009. Analisis Regresi dan Uji Hipotesis. Media Pressindo. Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai