Anda di halaman 1dari 3

Sejarah Demokrasi Pada awalnya sejarah demokrasi hanya dimengerti lewat model partisipasi politik langsung yang melibatkan

seluruh warga yang sudah dewasa dalam suatu proses politik. Proses politik penataan kehidupan bersama ini dikelola secara bersama, dan inilah yang dinamakan oleh Aristoteles sebagai bentuk negara ideal Politeia, atau yang secara modern disebut oleh Robert A. Dahl sebagai Polyarchy, sebagai ganti dari istilah yang kemudian lebih populer dengan sebutan demokrasi yang meluas. Jadi, ciri utama demokrasi purba itu adalah adanya pengelolaan bersama oleh seluruh warga polis (negara kota/city state) yang jumlah penduduknya relatif kecil. Sebagaimana disebutkan dalam sejarah bahwa demokrasi mulai dicetuskan sebagai bentuk politik partisipatoris yang melibatkan seluruh warga kota kecil di Yunani Kuno (Ancient Greek). Pelibatan hampir seluruh warga polis dalam proses penataan negara ini belum melahirkan suasana kebebasan dan kesamaan yang menyeluruh bagi seluruh warga negara Yunani purba pada waktu itu. Hal ini terbukti dengan masih adanya diskriminasi politik yang meminggirkan hak kaum perempuan dan kalangan budak, maupun anak-anak. Perempuan dan budak dianggap tidak memiliki hak dalam partisipasi politik pengelolaan negara. Mereka tidak memiliki kebebasan yang penuh dan tidak dipandang sama statusnya baik di hadapan hukum maupun pemerintahan bersama waktu itu. Namun demikian, nilai kebebasan dan kesamaan (persamaan) hak mengeluarkan pendapat itu dipraktikkan secara relatif baik pada seluruh warga polis yang dewasa, walaupun ada pengecualian bagi perempuan dan budak. Perempuan, budak, dan anak-anak serta orang asing tidak memiliki hak politik di dalam pengelolaan polis tersebut. Adanya gerakan pembela hak-hak politik kaum perempuan dan adanya gerakan anti-perbudakan yang terus bergulir sepanjang sejarah telah mengubah format politik. Format politik partisipatoris yang menjunjung tinggi kebebasan dan kesamaan yang menyeluruh, nondiskriminatif, telah lahir menjadi ciri dari system politik modern yang lebih egaliter dan beradab. Inilah yang dinamakan persemaian nilai demokrasi.

Persemaian nilai ini menumbangkan legitimasi tradisional yang menyandarkan diri pada klaim-klaim yang tidak rasional, yang sering kali berlaku tiran dan korup. Legitimasi religiuus dan legitimasi aristokratis di mana suatu golongan atau kelas (caste) dianggap lebih unggul dari masyarakat lain dalam kemampuan untuk memimpin atau untuk berperang, menjadi nilai yang berlawanan dengan demokrasi. Kebebasan dan persamaan derajat setiap orang menjadi cita-cita gerakan social politik yang mendasarkan diri pada demokrasi. Gerakan demokrasi ini menghantam eksistensi kekuasaan Monarch (raja) dan Teokrasi (dominasi gereja), sehingga format Republik. Sejarah demokrasi juga tidak dapat dilepaskan dari masalah politik kompromis lahir. Hal inilah yang kemudian meratakan jalan menuju demokrasi yang mewujudkan diri dalam bentuk

pembahasan mengenai bentuk pemerintahan negara (form of government). Peninjauan masalah bentuk negara merupakan pembahasan mengenai dalam bentuk apa negara itu menjelma dalam masyarakat. Berdasarkan teori kenegaraan pembahasannya merupakan batas antara peninjauan secara sosiologis dan yuridis. Dari segi sosiologis yang melihat bangunan negara sebagai suatu kebulatan (Ganzheit), maka pembahasannya adalah mengenai bentuk negara. Akan tetapi, ditinjau dari segi yuridis yang melihat bangunan negara dalam strukturnya/isinya, maka pembahasannya adalah mengenai bentuk atau system pemerintahan. Kondisi ini mengakibatkan tidak adanya kesepakatan antara para sarjana dalam memberi pengertian tentang bentuk negara dan bentuk pemerintahan. Misalnya beberapa sarjana menyatakan bahwa bentuk negara adalah Kerajaan dan Republik (sebagaimana teori Machiavelli), sedangkan pendapat lain menyatakan bahwa bentuk negara adalah negara kesatuan atau negara federal. Bahkan ada yang memberi arti sama antara bentuk negara dan bentuk pemerintahan. Persoalan bentuk negara ini tidak dapat dilepaskan dari sejarah demokrasi, karena demokrasi sendiri merupakan salah satu model atau bentuk negara yang lahir dalam sejarah perkembangan bentuk-bentuk negara dan pemerintahan. Oleh sebab itu ada baiknya untuk meninjau sejarah demokrasi ini dari sisi sejarah perkembangan bentuk negara tersebut.

Dalam teori ilmu negara, kita mengenal beberapa segi peninjauan yang membahas masalah bentuk negara. Pembahasan bentuk negara, pertama adalah peninjauan secara tradisional, kedua peninjauan dua bentuk negara berdasarkan teori Machiavelli, ketiga, teori yang berdasar pada bentuk negara melihat dari segi struktur isinya.

Anda mungkin juga menyukai