Anda di halaman 1dari 20

Bottom of Form Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi), by:Fortune Star Indonesia Pengobatan dengan obat-obatan (farmakologis) Pengobatan hipertensi

dilandasi oleh beberapa prinsip sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. 5. Pengobatan hipertensi sekunder lebih mendahulukan pengobatan penyebab hipertensi Pengobatan hipertensi esensial ditujukan untuk menurunkan tekanan darah dengan harapan memperpanjang umur dan mengurangi timbulnya komplikasi Upaya menurunkan tekanan darah dicapai dengan menggunakan obat anti hipertensi Pengobatan hipertensi adalah pengobatan jangka panjang, bahkan kemungkinan seumur hidup Jenis-jenis obat anti hipertensi

1. Diuretik. Obat-obatan jenis diuretik bekerja dengan cara mengeluarkan cairan tubuh (lewat kencing)
sehingga volume cairan ditubuh berkurang yang mengakibatkan daya pompa jantung menjadi lebih ringan. Contoh obat-obatan yang termasuk golongan diuretik adalah Hidroklorotiazid.

2. Penghambat Simpatetik. Golongan obat ini bekerja dengan menghambat aktivitas saraf simpatis (saraf
yang bekerja pada saat kita beraktivitas). Contoh obat yang termasuk dalam golongan penghambat simpatetik adalah : Metildopa, Klonidin dan Reserpin.

3. Betabloker. Mekanisme kerja anti-hipertensi obat ini adalah melalui penurunan daya pompa jantung. Jenis
betabloker tidak dianjurkan pada penderita yang telah diketahui mengidap gangguan pernapasan seperti asma bronkial. Contoh obat-obatan yang termasuk dalam golongan betabloker adalah : Metoprolol, Propranolol dan Atenolol.

4. Vasodilator. Obat golongan ini bekerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi otot polos (otot
pembuluh darah). Yang termasuk dalam golongan ini adalah : Prasosin, Hidralasin.

5. Penghambat Enzim Konversi Angiotensin. Cara kerja obat golongan ini adalah menghambat
pembentukan zat Angiotensin II (zat yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah). Contoh obat yang termasuk golongan ini adalah Captopril.

6. Antagonis kalsium. Golongan obat ini menurunkan daya pompa jantung dengan cara menghambat
kontraksi jantung (kontraktilitas). Yang termasuk golongan obat ini adalah : Nifedipin, Diltiasem dan Verapamil.

7. Penghambat Reseptor Angiotensin II. Cara kerja obat ini adalah dengan menghalangi penempelan zat
Angiotensin II pada reseptornya yang mengakibatkan ringannya daya pompa jantung. Obat-obatan yang termasuk dalam golongan ini adalah Valsartan (Diovan). Pencegahan Cara yang paling baik dalam menghindari tekanan darah tinggi adalah dengan mengubah ke arah gaya hidup sehat seperti aktif berolahraga, mengatur diet atau pola makan seperti rendah garam, rendah kolesterol dan lemak jenuh, meningkatkan konsumsi buah dan sayuran, tidak mengkonsumsi alkohol dan rokok Namun apabila anda telah didiagnosa terkena Hypertensi, langkah awal terpenting adalah agar menurunkan tekanan darah anda dengan mengikuti gaya hidup sehat seperti di atas dan mengkonsumsi obat sesuai dengan petunjuk dokter.Selain itu dianjurkan juga untuk melakukan pemeriksaan laboratorium dengan panel evaluasi awal hipertensi atau panel hidup sehat dengan hipertensi Tujuan pemeriksaan laboratorium pada pasien hipertensi : Untuk mencari kemungkinan penyebab Hipertensi sekunder Untuk menilai apakah ada penyulit dan kerusakan organ target Untuk memperkirakan prognosis Untuk menentukan adanya faktor-faktor lain yang mempertinggi risiko penyakit jantung koroner dan stroke Panel Evaluasi Awal Hipertensi : Pemeriksaan ini dilakukan segera setelah didiagnosis Hipertensi, dan sebelum memulai pengobatan Panel Hidup Sehat dengan Hipertensi : Untuk memantau keberhasilan terapi

Pemeriksaan laboratorium untuk hipertensi ada 2 macam yaitu :

Indeks Massa Tubuh sebagai Faktor Risiko Hipertensi pada Usia Muda , by:cermin dunia kedokteran Rizaldy Pinzon Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta ABSTRAK Obesitas atau kelebihan berat badan sampai saat ini masih merupakan masalah yang sulit diatasi, terutama apabila dimulai dan masa kanak-kanak. Berbagai penelitian terdahulu menghubungkan obesitas dengan kenaikan insidensi penyakit jantung dan metabolik lainnya, seperti diabetes melitus. Pada penelitian in! ingin ditunjukkan hubungan antara indeks massa tubuh dengan tekanan darah golongan usia muda. Sebagai ukuran indeks massa tubuh dipakai 2 ukuran obesitas yaitu %RBW (Relative Body Weight) dan Body Mass Index. Hasil yang didapatkan dan 73 sukarelawan sehat (n = 73) menunjukkan indeks massa tubuh berlebih mempunyai pengaruh terhadap lebih tingginya tekanan darah. Pada individu yang kurus tekanan darahnya rendah secara statistik dengan perbedaan yang bermakna (p<0,05) baik sistolik maupun diastolik dibanding individu dengan berat badan normal-normal tinggi.

PENDAHULUAN Kelebihan berat badan dan obesitas merupakan faktor risiko dan beberapa penyakit degenerasi dan metabolik; obesitas sebagai faktor risiko penyakit jantung koroner dianggap merupakan faktor yang independen, artinya tidak dipengaruhi oleh faktor risiko yang lain.(1) Seorang pria dapat dianggap telah menderita obesitas, apabila jumlah lemaknya telah melebihi 25% dari berat badan total; dan 30% bagi wanita. Atau suatu kriteria yang praktis dan paling sering digunakan adalah apabila berat badan telah melebihi 120% dari berat badan ideal.(2,3) Orang dewasa yang sudah menderita obesitas semenjak kecil, ternyata akan mengalami pembesaran sel lemak hanya sekitar 50%, tetapi mempunyai jumlah sd lemak tiga kali lebih banyak danipada orang normal. Sehingga bentuk dan isi lemak akan menjadi lebih besar.(3) Tekanan darah akan meningkat seiring dengan bertambahnya umur seseorang. Peningkatan tekanan darah tersebut akan lebih besar pada individu dengan riwayat keluarga hipertensi, kelebihan berat badan, dan mempunyai kecenderungan stress emosional yang tinggi(1,,4,6,7,9,10) . Penelitian dari National Heart, Lung, and Blood Institute Amerika menunjukkan hasil adanya hubungan yang sangat erat antara penyakit kardiovaskuler dengan obesitas (2) . Framingham study selama 18 tahun pengamatan menunjukkan bahwa obesitas merupakan salah satu faktor yang penting dalam kejadian penyakit kardiovaskuler, terutama kejadian hipertensi, hiperkolesterolemi, dan hipertrigliseridemia, apabila indeks Broca > 120%(3) . Banyak penelitian terdahulu menunjukkan adanya hubungan antara obesitas dengan meningkatnya insidensi penyakit jantung dan hipertensi. Penelitian pada anak-anak kulit putih di Amerika Serikat menunjukkan bahwa tekanan darah rata-rata menjadi lebih tinggi pada anak-anak dengan kelebihan berat badan dan toleransi glukosa darah tidak normal(4) . Diperkirakan faktor utama hubungan antara obesitas dan hipertensi adalah diet, aktivitas sistem saraf simpatetik, dan resistensi insulin atau hiperinsulinemia. Diet tinggi kalori secara langsung atau melalui hiperinsulinemia vasokonstriksi, peningkatan cardiac output dan reabsorbsi natrium di ginjal(2,5) Selain itu dapat diterangkan pula bahwa pada individu obese jumlah darah yang beredar akan meningkat, cardiac output akan naik, sehingga tekanan darah akan naik. banyak penelitian menunjukkan penurunan berat badan akan mengakibatkan menurunnya tekanan darah pada pasien-pasien hipertensi(4,6,7) . Ada banyak faktor risiko hipertensi, beberapa di antaranya dapat dikendalikan dan dikontrol. Umur, jenis kelamin dan genetis merupakan faktor resiko yang tidak dapat dikontrol. Sementara obesitas, kurang olahraga, merokok, dan stress emosional merupakan faktor resiko yang dapat dikontrol(1,4,6,8) . Tekanan darah pada usia anak-anak dan usia muda dapat digunakan untuk memprediksikan kemungkinan terjadinya hipertensi di kemudian hari(1) . Penelitian ini bertujuan untuk menunjukkan hubungan antara kelebihan berat badan/indeks massa tubuh dan besarnya tekanan darah pada golongan usia muda. Penelitian dilakukan di laboratorium Ilmu Faal di FK UGM Yogyakarta. BAHAN DAN CARA Penelitian dilakukan pada 73 orang sukarelawan sehat usia 18-22 tahun tanpa riwayat keluarga hipertensi untuk meminimalkan pengaruh faktor-faktor lain terutama faktor genetis terhadap tekanan darah. Sebelum dilakukan pengukuran tekanan darah dalam posisi duduk terlebih dulu ditanyakan Berat Badan (BB) dan Tinggi Badan (TB) serta riwayat keluarga hipertensi. Pengukuran indeks massa tubuh dan kelebihan berat badan dilakukan dengan 2 cara yaitu % Relative Body Weight dan Body Mass Index. Pada % RBW dinyatakan dengan rumus : %RBW = BB/ (TB-100), apabila didapatkan hasil> 110% : gemuk, 90-110%: normal-lebih berat badan, <90% kurus. Pada metode pengukuran Body Moss Index digunakan rumus BB (kg)/ TB (m) kuadrat apabila didapatkan hasil 20-25 dinyatakan normal, 25-30 :obesitas 1,30-40 : obesitas II, dan >40 dinyatakan sebagai obesitas III. Pengukuran tekanan darah dilakukan pada posisi duduk dan tenang, pengukuran dilakukan 2 kali untuk tiap sukarelawan(11) Hasil tekanan darah sistolik dan diastolik lalu dibandingkan antara kelompok yang kurus dan kelompok dengan berat badan normal-lebih dengan menggunakan metode analisa varian 1 jalur dan dilanjutkan dengan uji t post anva. HASIL DAN DISKUSI Penelitian atas 73 sukarelawan 18-22 tahun sehat baik pria dan wanita, menggunakan %RBW, mendapatkan 22 orang dengan RBW normal-lebih yaitu 90-110% dan 51 orang yang kurus dengan %RBW< 90%. (tabel 1) Dari tabel 1 dan grafik 1 terlihat bahwa pada individu dengan %RBW (Relative Body Weight) yang lebih tinggi (90%-110%) mempunyai tekanan darah sistolik dan diastolik yang lebih tinggi dibanding dengan individu dengan RBW <90%. Pada tekanan darah sistolik terdapat selisih sekitar 9 mmHg dengan perbedaan yang sangat bermakna (p=0,001) demikian pula pada tekanan darah diastolik terdapat seisih sekitar 7 mmHg dengan perbedaan yang bermakna (p=0,001). Apabila dilakukan pengukuran indeks massa tubuh dengan cara Bray, dengan membagi berat badan (dalam kg) dengan tinggi badan (dalam meter) akan didapatkan hasil 13 orang dengan kelebihan berat badan (indeks massa tubuh di atas 25), dan 60 orang dengan berat badan yang masih dalam bates normal (indeks massa tubuh di bawah 25). Dari kedua kelompok tersebut apabila dibandingkan rata-rata tekanan darahnya akan didapatkan hasil seperti terlihat pada tabel 2. Tabel 2. Perbandingan antara tekanan darah sistolik dan diastolik individu dengan kelebihan berat badan dan berat badan normal Tekanan darah (mmHg) Kelebihan berat badan Beret badan normal Sistolik 114,615 12,659 109,917 7,393 Diastolik 74,615 6,602 71,917 8,834 Tabel 1. Perbandingan rata-rata tekanan darah pada Individu dengan RBW 90-110% dan Individu dengan RBW<90%. Tekanan darah (mmHg) RBW=90-110% RBW<90%

Sistolik 117,273 9,847 108,225 7,926 Diastolik 77,727 6,853 70,784 7,961 Dari hasil di atas didapatkan pada individu dengan kelebihan berat badan terlihat mempunyai tekanan darah sistolik dan diastolik yang lebih tinggi. Tekanan darah sistolik pada individu yang kelebihan berat badan menunjukkan seisih sekitar 5 mmHg tanpa perbedaan yang bermakna secara statistik (p=0,072. Sementara tekanan darah diastolik pada individu dengan kelebihan berat badan menunjukkan selisih sekitar 3 mmHg tanpa perbedaan yang bermakna secara statistik (p=0,303). Obesitas atau kelebihan berat badan akan mengaktifkan kerja jantung, dan dapat menyebabkan hipertrofi jantung dalam jangka lama, curah jantung, isi sekuncup jantung, volume darah, dan tekanan darah akan cenderung naik. Selain itu fungsi endokrin juga terganggu; sel-sel beta pankreas akan membesar, insulin plasma meningkat, dan toleransi glukosa juga meningkat. Apabila hal ini berlangsung sejak usia muda akan memudahkan terjadinya penyakit hipertensi, penyakit kandung empedu, diabetes melitus, dan sebagainya di kemudian hari(12) Sebagai penyakit yang bersifat polifaktorial, ada banyak resiko yang berpengaruh terhadap insidensi hipertensi dimasa mendatang. Seperti dikemukakan di atas hasil pengukuran tekanan darah pada saat anak-anak dan usia muda dapat digunakan untuk memprediksikan kemungkinan terjadinya penyakit jantung dan hipertensi di masa mendatang(1) Pada penelitian terlihat bahwa individu dengan berat badan lebih cenderung mempunyai tekanan darah yang lebih tinggi, sehingga penlu dipikirkan adanya intervensi non farmakologik, misalnya: diet rendah garam dan olahraga lebih awal dan lebih intensif pada individu dengan kelebihan berat badan guna mencegah terjadinya penyakit kardiovaskuler di masa mendatang. KESIMPULAN Individu dengan berat badan normal-normal tinggi menurut % Relative Body Weight mempunyai tekanan darah yang lebih tinggi secara bermakna (p<0,05) dibanding individu yang kurus. Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi) Penyakit hipertensi sering disebut sebagai the silent disease. Umumnya penderita tidak mengetahui dirinya mengidap hipertensi sebelum memeriksakan tekanan darahnya. Definisi Tekanan Darah Tekanan darah adalah tekanan di dalam pembuluh arteri ketika darah dipompa oleh jantung ke seluruh anggota tubuh. Tekanan darah dapat dilihat dengan mengambil dua ukuran dan biasanya ditunjukkan dengan angka seperti berikut : 120 /80 mmHg. Angka 120 menunjukkan tekanan pada pembuluh arteri ketika jantung berkontraksi. Disebut dengan tekanan sistolik. Angka 80 menunjukkan tekanan ketika jantung sedang berelaksasi. Disebut dengan tekanan diastolik.

Apakah Hipertensi Itu? Tekanan Darah Tinggi (hipertensi) adalah suatu peningkatan tekanan darah di dalam arteri. Secara umum, hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa gejala, dimana tekanan yang abnormal tinggi di dalam arteri menyebabkan meningkatnya resiko terhadap stroke, aneurisma, gagal jantung, serangan jantung dan kerusakan ginjal. Pada pemeriksaan tekanan darah akan didapat dua angka. Dikatakan tekanan darah tinggi jika pada saat duduk tekanan sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih, atau tekanan diastolik mencapai 90 mmHg atau lebih, atau keduanya. Dikatakan hipertensi jika didapatkan ukuran yang tinggi (misalnya 160/90 mmHg) sebanyak dua kali dalam tiga kali pengukuran, selama paling sedikit dua bulan. Penyebab Hipertensi Hipertensi dapat diklasifikasikan menjadi 2 jenis yaitu hipertensi primer atau esensial (95 % kasus hipertensi) yang penyebabnya tidak diketahui dan hipertensi sekunder (5 % kasus hipertensi) yang dapat disebabkan oleh penyakit ginjal, penyakit endokrin, penyakit jantung, gangguan anak ginjal, dll.

Faktor-faktor yang mempertinggi resiko terjadinya hipertensi antara lain: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Keturunan Usia Berat Badan Konsumsi Garam Ras Pola makan dan gaya hidup Aktivitas olahraga

Gejala Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala; meskipun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan tekanan darah tinggi (padahal sesungguhnya tidak). Gejala yang dimaksud adalah sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan dan kelelahan; yang bisa saja terjadi baik pada penderita hipertensi, maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal. Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala berikut: sakit kepala kelelahan mual muntah sesak nafas gelisah pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata, jantung dan ginjal.

Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan bahkan koma karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut ensefalopati hipertensif, yang memerlukan penanganan segera. Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi) Dampak Jangka Panjang Hipertensi Tekanan darah tinggi (hipertensi) menyebabkan meningkatnya resiko terhadap stroke, aneurisma, gagal jantung, serangan jantung dan kerusakan ginjal.Tanpa melihat usia atau jenis kelamin ,semua orang bisa terkena penyakit jantung dan biasanya tanpa ada gejala-gejala sebelumnya. Secara ringkas, target kerusakan akibat Hipertensi antara lain: Otak : menyebabkan stroke Mata : menyebabkan retinopati hipertensi dan dapat menimbulkan kebutaan Jantung : menyebabkan penyakit jantung koroner (termasuk infark miokardial), gagal jantung dan gejala angina. Ginjal : menyebabkan penyakit ginjal kronik, gagal ginjal terminal Tekanan darah sistolik dibawah 130 mmHg 130-139 mmHg 140-159 mmHg 160-179 mmHg 180-209 mmHg 210 mmHg atau lebih Tekanan darah diastolik dibawah 85 mmHg 85-89 mmHg 90-99 mmHg 100-109 mmHg 110-119 mmHg 120 mmHg atau lebih

Klasifikasi Tekanan Darah Pada Orang Dewasa Kategori normal normal tinggi stadium 1 (hipertensi ringan) stadium 2 (hipertensi sedang) stadium 3 (hipertensi berat) stadium 4 (hipertensi maligna)

Hipertensi maligna adalah hipertensi yang sangat parah,yang apabila tidak diobati akan menimbulkan kematian dalam 3-6 bulan,Hipertensi ini jarang terjadi, hanya 1 dari 200 orang yang menderita hipertensi. Pengobatan Hipertensi Ada begitu banyak jenis obat-obatan untuk mengontrol tekanan darah tinggi. Jika anda memerlukannya, dokter anda akan menyarankan penggunaannya sesuai kondisi anda, dimulai dengan dosis rendah dan dipantau hasilnya. Jika dianggap perlu

akan ditambah dosisnya secara bertahap, sehingga tekanan darah anda dapat terkontrol. Jika dianggap perlu dokter akan menyarankan penggunaan lebih dari satu macam obat untuk mengurangi efek sampingan obat yang digunakan. Yang perlu diperhatikan adalah sekali anda memulai menggunakan obat, kemungkinan besar anda akan terus menggunakannya selama hidup anda. Obat tekanan darah tinggi tidak menghilangkan penyakit tetapi mengontrolnya. Obatobat itu tidak bertahan tinggal di dalam tubuh kita, lebih lama masa penggunaannya lebih baik obat itu bekerja. Anda harus selalu membawa obat dan cara penggunaannya bersama anda. Pengobatan hipertensi secara garis besar dibagi menjadi 2 jenis yaitu : 1. 2. Pengobatan non obat (non farmakologis) Pengobatan dengan obat-obatan (farmakologis)

Pengobatan non obat (non farmakologis) Dahulu orang kurang antusias melakukan penyelidikan pengobatan non farmakologis pada hipertensi esensial, karena cara ini kurang efektif dan sangat sulit dilaksanakan. Akan tetapi mengingat bahwa hipertensi ringan mencakup sebagian besar kasus dan adanya efek samping akibat pengobatan yang dilakukan dalam jangka panjang, mendorong para ahli untuk menyelidiki kelebihan pengobatan non farmakologis. Pengobatan non farmakologis kadang-kadang dapat mengontrol tekanan darah sehingga pengobatan farmakologis menjadi tidak diperlukan atau sekurang-kurangnya ditunda. Sedangkan pada keadaan dimana obat anti hipertensi diperlukan, pengobatan non farmakologis dapat dipakai sebagai pelengkap untuk mendapatkan efek pengobatan yang lebih baik. Pengobatan non farmakologis diantaranya adalah : 1. Mengatasi obesitas / menurunkan kelebihan berat badan Nasehat pengurangan garam, harus memperhatikan kebiasaan makan penderita. Garam menyebabkan menunpuknya cairan dalam tubuh, sehingga meningkatkan volume dan tekanan darah. Menurut WHO Expert Committee on Preevention of Cardiovascular Disease sebaiknya konsumsi garam tidak lebih dari 6 gr per hari.

2. Mengurangi asupan garam ke dalam tubuh.

3. Ciptakan keadaan rileks.


Berbagai cara relaksasi seperti meditasi, yoga atau hipnosis dapat mengontrol sistem saraf yang akhirnya dapat menurunkan tekanan darah. 4. 5. 6. 7. Melakukan olah raga seperti senam aerobik atau jalan cepat selama 30-45 menit sebanyak 3-4 kali seminggu. Berhenti merokok dan mengurangi konsumsi alkohol Ukurlah tekanan darah secara teratur Konsultasikan dengan dokter secara teratur

Anak-anak Pun Bisa Hipertensi! Hanya sebagian kecil anak yang membawa bakat hipertensi esensial (sudah hipertensi sejak usia dini). Namun, kalau benar dipunyai, hipertensi esensial atau ginjal keracunan timbel (lead nephropathy) bisa sangat berbahaya. Kendati sudah diobati, akan tetap mengantar anak mengidap darah tinggi sepanjang hidupnya. Pada anak yang tak menyimpan bakat hipertensi, darah tinggi bisa mendadak muncul, misalnya pascabedah saluran kemih, cangkok, dan pascabiopsi ginjal. Bisa juga bila ada kelainan darah hemolytic (sel darah merah gampang pecah), atau ketika terserang peradangan ginjal glomerulonephritis acuta (GNA) yang dapat berkembang menahun. Hipertensi biasanya memang berkunjung pada anak yang punya masalah dengan ginjal, pembuluh darah, atau kelenjar anak ginjalnya. Jadi, jika anak Anda pernah punya riwayat bergulat dengan penyakit ginjal, waspadalah. Termasuk kalau pernah punya tumor ginjal, selain ginjal yang terendam (hydronephrosis). Kelainan pembuluh darah juga dapat mendatangkan hipertensi. Misalnya, kelainan aorta atau arteri dalam ginjal sendiri. Pun bila ada kelainan pada bentuk pembuluh darah ginjal, atau pembuluhnya meradang. Kalau bukan di ginjal atau pembuluh darahnya, penyebab hipertensi mungkin juga datang dan kelenjar anak ginjal suprarenalis. Infeksi ginjal pyelonephritis, yang tak cepat diobati sehingga menjadi penyakit menahun, juga dapat memicu datangnya hipertensi. Demikian pula bila anak mengidap tumor otak, pendarahan otak, dan radang selaput otak (meningitis). Pascaradiasi ginjal, atau lama mengonsumsi obat golongan glucocorticoid, dipercaya pula membuat anak-anak terkena darah tinggi.Termasuk pemakaian obat-obatan tertentu, khususnya golongan corticosteroid (antiinflamasi), reserpin (antihipertensi), dan amphetamine. Bahaya hipertensi sesaat juga mengancam anak-anak yang mengalami luka bakar, kelumpuhan kedua tungkai akibat GullianBarre, atau terserang alergi obat berat Sindrom Stevens-Johnson. Hal senada terjadi pada anak leukemia, muntah, dan dehidrasi selain akibat kelebihan natrium (garam dapur), atau keracunan merkuri (Hg), serta pada saat terjangkit polio. Selama gangguan ginjal hanya sesisi, hipertensi biasanya pulih setelah penyebabnya disingkirkan. Untuk itu perlu terapi antibiotika, atau bedah tumor, perbaikan gangguan pembuluh darah kalau memungkinkan, serta menghentikan pemakaian obat yang berpengaruh buruk pada ginjal. Hipertensi pada anak bisa dilacak lewat lebih dari sepuluh jenis pemeriksaan laboratorium, di samping pemeriksaan urine. Dokter perlu memeriksa bola mata bagian dalam (funduscopy, selain meminta foto paru-paru, foto kontras ginjal (intravenouspyelography), foto aorta (aortagraphy), serta rekam jantung (electrocardiography). Sekarang, dengan USG (ultrasonography) dan MRI (magneticresonanceimaging) pelacakan itu jadi jauh lebih mudah. Seperti pada orang dewasa, hipertensi berat dan lama pada anak juga berkomplikasi pembengkakan jantung (decompesatio cordis), kerusakan otak (encephalopathy), dan pembengkakan bintik buta (papil oedem) pada mata. Hipertensi,by:theDoctor Hipertensi merupakan penyakit kardiovaskuler yang paling lazim. Pevalensinya bervariasi menurut umur, ras, pendidikan, dan banyak variabel lain. Hipertensi arteri yang berkepanjangan dapat merusak pembuluh-pembuluh darah di

dalam ginjal, jantung, dan otak, serta dapat mengakibatkan peningkatan insiden gagal ginjal, penyakit koroner, gagal jantung, dan stroke. Penurunan tekanan darah secara farmakologis yang efektif dapat mencegah kerusakan-kerusakan pembuluh darah dan terbukti menurunkan tingkat morbiditas dan mortalitas. Diagnosis Diagnosis hipertensi didasarkan pada peningkatan tekanan darah yang terjadi pada pengukuran berulang. Diagnosis digunakan sebagai prediksi terhadap konsekuensi yang dihadapi pasien, jarang meliputi pernyataan tentang sebab-akibat hipertensi. Penelitian-penelitian epidemologis mengindikasikan bahwa resiko kerusakan ginjal, jantung dan otak secara langsung berkaitan dengan peningkatan tekanan darah. Bahkan hipertensi ringan ( tekanan darah lebih dari atau sama dengan 140/ 90 mm Hg) pada orang dewasa muda dan setengah baya pada akhirnya dapat meningkatkan risiko kerusakan organ akhir/ sasaran. Risiko kerusakan organ akhir pada semua tingkat tekanan darah/ tingkat umur adalah lebih besar pada orangorang kulit hitam, dan relatif jarang pada wanita premenepous dibandingkan pada pria. Faktor-faktor risiko positif lainnya termasuk merokok, hiperlipidemia, diabetes, manifestasi kerusakan organ akhir yang terdeteksi pada saat diangnosis, dan riwayat keluarga dengan penyakit kardiovaskuler. Perlu dicatat bahwa diagnosis hipertensi bergantung pada pengukuran tekanan darah dan bukan pada gejalayang dilaporkan pasien. Pada kenyataanya hipertensi lazimnya tanpa gejala ( asimptomatis ) sampai segera terjadi kerusakan organ akhir secara jelas atau bahkan telah terjadi kerusakan tersebut. Etiologi hipertensi Penyebab hipertensi hanya dapat ditetapkan pada sekitar 10%-15% pasien. Penting untuk mempertimbangkan penyebab khusus pada setiap kasus karena beberapa di antara mereka perlu dilakukan pembedahan secara definitif : kontriksi arteri ginjal, koarktsi aorta, feokromositoma, penyakit Chushing, dan aldosteroneisme primer. Cegah Hipertensi dengan Pola Makan,by:Depkes RI Oleh Prof.DR.Ir.Made Astawan,MS. Perubahan pola makan menjurus ke sajian siap santap yang mengandung lemak, protein, dan garam tinggi tapi rendah serat pangan (dietary fiber), membawa konsekuensi terhadap berkembangnya penyakit degeneratif (jantung, diabetes mellitus, aneka kanker, osteoporosis, dan hipertensi. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 1995 menunjukkan prevalensi penyakit hipertensi atau tekanan darah tinggi di Indonesia cukup tinggi, yaitu 83 per 1.000 anggota rumah tangga. Pada umumnya perempuan lebih banyak menderita hipertensi dibandingkan dengan pria. Prevalensinya di daerah luar Jawa dan Bali lebih besar dibandingkan di kedua pulau itu. Hal tersebut terkait erat dengan pola makan, terutama konsumsi garam, yang umumnya lebih tinggi di luar Pulau Jawa dan Bali. Pengaturan menu bagi penderita hipertensi dapat dilakukan dengan empat cara. Cara pertama adalah diet rendah garam, yang terdiri dari diet ringan (konsumsi garam 3,75-7,5 gram per hari), menengah (1,25-3,75 gram per hari) dan berat (kurang dari 1,25 gram per hari). Cara kedua, diet rendah kolesterol dan lemak terbatas. Cara ketiga, diet tinggi serat. Dan keempat, diet rendah energi (bagi yang kegemukan). Jenis Hipertensi Penyakit hipertensi sering disebut sebagai the silent disease. Umumnya penderita tidak mengetahui dirinya mengidap hipertensi sebelum memeriksakan tekanan darahnya. Penyakit ini dikenal juga sebagai heterogeneous group of disease karena dapat menyerang siapa saja dari berbagai kelompok umur dan kelompok sosial-ekonomi. Hipertensi dapat dikelompokkan dalam dua kategori besar, yaitu primer dan sekunder. Hipertensi primer artinya hipertensi yang belum diketahui penyebabnya dengan jelas. Berbagai faktor diduga turut berperan sebagai penyebab hipertensi primer, seperti bertambahnya umur, stres psikologis, dan hereditas (keturunan). Sekitar 90 persen pasien hipertensi diperkirakan termasuk dalam kategori ini. Golongan kedua adalah hipertensi sekunder yang penyebabnya boleh dikatakan telah pasti, misalnya ginjal yang tidak berfungsi, pemakaian kontrasepsi oral, dan terganggunya keseimbangan hormon yang merupakan faktor pengatur tekanan darah. Faktor pemicu hipertensi dapat dibedakan atas yang tidak dapat dikontrol (seperti keturunan, jenis kelamin, dan umur) dan yang dapat dikontrol (seperti kegemukan, kurang olahraga, merokok, serta konsumsi alkohol dan garam). Hipertensi dapat dicegah dengan pengaturan pola makan yang baik dan aktivitas fisik yang cukup. Secara umum seseorang dikatakan menderita hipertensi jika tekanan darah sistolik/diastoliknya melebihi 140/90 mmHg (normalnya 120/80 mmHg). Sistolik adalah tekanan darah pada saat jantung memompa darah ke dalam pembuluh nadi (saat jantung mengkerut). Diastolik adalah tekanan darah pada saat jantung mengembang dan menyedot darah kembali (pembuluh nadi mengempis kosong).

Tekanan darah normal (normotensif) sangat dibutuhkan untuk mengalirkan darah ke seluruh tubuh, yaitu untuk mengangkut oksigen dan zat-zat gizi. Berdasarkan diastolik dan sistolik, penggolongan tekanan darah serta saran yang dianjurkan adalah seperti pada Tabel 1. Mekanisme Terjadinya Hipertensi Gejala-gejala hipertensi antara lain pusing, muka merah, sakit kepala, keluar darah dari hidung secara tiba-tiba, tengkuk terasa pegal, dan lain-lain. Dampak yang dapat ditimbulkan oleh hipertensi adalah kerusakan ginjal, pendarahan pada selaput bening (retina mata), pecahnya pembuluh darah di otak, serta kelumpuhan. Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I-converting enzyme (ACE). ACE memegang peran fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi di hati. Selanjutnya oleh hormon, renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat di paruparu, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama. Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat, yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah. Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah. Ambang Batas Rasa Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, natrium memegang peranan penting terhadap timbulnya hipertensi. Natrium dan klorida merupakan ion utama cairan ekstraseluler. Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium di dalam cairan ekstraseluler meningkat. Untuk menormalkannya, cairan intraseluler ditarik ke luar, sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume cairan ekstraseluler tersebut menyebabkan meningkatnya volume darah, sehingga berdampak kepada timbulnya hipertensi. Karena itu disarankan untuk mengurangi konsumsi natrium/sodium. Sumber natrium/sodium yang utama adalah natrium klorida (garam dapur), penyedap masakan (monosodium glutamat = MSG), dan sodium karbonat. Konsumsi garam dapur (mengandung iodium) yang dianjurkan tidak lebih dari 6 gram per hari, setara dengan satu sendok teh. Dalam kenyataannya, konsumsi berlebih karena budaya masak-memasak masyarakat kita yang umumnya boros menggunakan garam. Indra perasa kita sejak kanak-kanak telah dibiasakan untuk memiliki ambang batas yang tinggi terhadap rasa asin, sehingga sulit untuk dapat menerima makanan yang agak tawar. Konsumsi garam ini sulit dikontrol, terutama jika kita terbiasa mengonsumsi makanan di luar rumah (warung, restoran, hotel, dan lain-lain). Sumber natrium yang juga perlu diwaspadai adalah yang berasal dari penyedap masakan (MSG). Budaya penggunaan MSG sudah sampai pada taraf yang sangat mengkhawatirkan. Hampir semua ibu rumah tangga, penjual makanan, dan penyedia jasa katering selalu menggunakannya. Penggunaan MSG di Indonesia sudah begitu bebasnya, sehingga penjual bakso, bubur ayam, soto, dan lain-lain, dengan seenaknya menambahkannya ke dalam mangkok tanpa takaran yang jelas. Imbangi Kalium Berbeda halnya dengan natrium, kalium (potassium) merupakan ion utama di dalam cairan intraseluler. Cara kerja kalium adalah kebalikan dari natrium. Konsumsi kalium yang banyak akan meningkatkan konsentrasinya di dalam cairan intraseluler, sehingga cenderung menarik cairan dari bagian ekstraseluler dan menurunkan tekanan darah. Dengan demikian, konsumsi natrium perlu diimbangi dengan kalium. Rasio konsumsi natrium dan kalium yang dianjurkan adalah 1:1. Sumber kalium yang baik adalah buah-buahan, seperti pisang, jeruk, dan lain-lain. Secara alami, banyak bahan pangan yang memiliki kandungan kalium dengan rasio lebih tinggi dibandingkan dengan natrium. Rasio tersebut kemudian menjadi terbalik akibat proses pengolahan yang banyak menambahkan garam ke dalamnya. Sebagai contoh, rasio kalium terhadap natrium pada tomat segar adalah 100:1, menjadi 10:6 pada tomat kaleng dan 1:28 pada saus tomat. Contoh lain adalah rasio kalium terhadap natrium pada kentang bakar 100:1, menjadi 10:9 pada keripik, dan 1:1,7 salad kentang. Dari data tersebut tampak bahwa proses pengolahan menyebabkan tingginya kadar natrium di dalam bahan, sehingga cenderung menaikkan tekanan darah. (Prof. DR. Ir. Made Astawan, MS.Guru Besar Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi IPB) Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi),by:TheCardiacCenter Apakah tekanan darah itu? Dengan setiap denyut jantung, darah dipompa keluar dari jantung ke dalam pembuluh darah, yang membawa darah ke seluruh tubuh. Tekanan darah Anda merupakan ukuran tekanan atau gaya di dalam arteri Anda dengan setiap denyut jantung. Bagaimana tekanan darah diukur? Seorang dokter atau perawat dapat mendengar tekanan darah Anda dengan menempatkan stetoskop di arteri Anda dan memompa sabuk yang dilingkarkan di lengan Anda. Tekanan darah dibaca pada meter khusus. Tercatat sebagai dua angka:

Tekanan darah sistolik angka pertama; jumlah tekanan terhadap dinding arteri setiap waktu jantung berkontraksi atau menekan darah keluar dari jantung. Tekanan darah diastolik angka kedua; jumlah tekanan di dalam arteri sewaktu jantung beristirahat, dan di antara denyut jantung. Pencatatan tekanan darah Anda tidak selalu sama. Sewaktu Anda sedang berolahraga atau merasa gembira, tekanan darah Anda naik. Jika Anda beristirahat, tekanan darah Anda lebih rendah. Ini merupakan reaksi normal terhadap perubahan dalam aktivitas atau emosi. Usia, obat-obatan, dan perubahan posisi juga dapat mempengaruhi tekanan darah. Apakah pembacaan tekanan darah yang normal? Untuk mengurangi risiko penyakit kardiovaskuler(jantung dan pembuluh darah) , tekanan darah yang normal bagi mereka yang tidak minum obat tekanan darah seharusnya kurang dari 120/80. Apakah tekanan darah tinggi (Hipertensi) itu? Tekanan darah tinggi juga disebut hipertensi. Mengapa saya perlu mengobati tekanan darah tinggi? Tekanan darah tinggi adalah faktor risiko utama untuk penyakit jantung dan pembuluh darah. Jika tidak diobati, akan mengakibatkan: Stroke Serangan jantung Membesarnya jantung Gagal jantung Penyakit ginjal Apakah Anda mempunyai risiko bertekanan darah tinggi? Tekanan darah tinggi lebih umum pada: Mereka yang mempunyai anggota keluarga yang mempunyai sejarah tekanan darah tinggi, penyakit kardiovaskuler atau diabetes Mereka yang berusia 60 tahun dan lebih tua Wanita yang minum obat kontrasepsi oral Mereka yang mempunyai kelebihan berat badan Apakah yang harus dilakukan jika Anda mempunyai tekanan darah tinggi? Sasaran terapi adalah untuk menurunkan tekanan darah Anda sampai kurang dari 120/80. Jika Anda mempunyai penyakit diabetes atau penyakit ginjal kronis, sasarannya adalah 130/80. Jika anda mempunyai tekanan darah tinggi: Makan diet yang rendah sodium (garam)) dan lemak Pertahankan berat badan ideal Anda Berhenti merokok Ikuti program olahraga yang teratur Batasi konsumsi alkohol tak lebih dari 1 kali minum per hari Minum obat tekanan darah Anda sebagaimana yang ditunjuk Periksa tekanan darah secara teratur untuk melihat kemajuan Anda. Hipertensi,by:Wikipedia Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah kondisi medis di mana terjadi peningkatan tekanan darah secara kronis (dalam jangka waktu lama). Penderita yang mempunyai sekurang-

kurangnya tiga bacaan tekanan darah yang melebihi 140/90 mmHg saat istirahat diperkirakan mempunyai keadaan darah tinggi. Tekanan darah yang selalu tinggi adalah salah satu faktor resiko untuk stroke, serangan jantung, gagal jantung dan aneurisma arterial, dan merupakan penyebab utama gagal jantung kronis. Tekanan darah Pada pemeriksaan tekanan darah akan didapat dua angka. Angka yang lebih tinggi diperoleh pada saat jantung berkontraksi (sistolik), angka yang lebih rendah diperoleh pada saat jantung berelaksasi (diastolik). Tekanan darah kurang dari 120/80 mmHg didefinisikan sebagai "normal". Pada tekanan darah tinggi, biasanya terjadi kenaikan tekanan sistolik dan diastolik. Hipertensi biasanya terjadi pada tekanan darah 140/90 mmHg atau ke atas, diukur di kedua lengan tiga kali dalam jangka beberapa minggu. [sunting] Klasifikasi Klasifikasi Tekanan Darah Pada Dewasa Tekanan Darah Tekanan Darah Diastolik Sistolik 85 mmHg - 95 mmHg 120 mmHg - 130 Untuk para lansia tekanan diastolik 140 mmHg mmHg masih dianggap normal. 85-89 mmHg 90-99 mmHg 100-109 mmHg 110-119 mmHg 120 mmHg atau lebih

Kategori Normal

Normal tinggi 130-139 mmHg Stadium 1 (Hipertensi 140-159 mmHg ringan) Stadium 2 (Hipertensi 160-179 mmHg sedang) Stadium 3 180-209 mmHg (Hipertensi berat) Stadium 4 210 mmHg atau (Hipertensi lebih maligna)

Pada hipertensi sistolik terisolasi, tekanan sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih, tetapi tekanan diastolik kurang dari 90 mmHg dan tekanan diastolik masih dalam kisaran normal. Hipertensi ini sering ditemukan pada usia lanjut. Sejalan dengan bertambahnya usia, hampir setiap orang mengalami kenaikan tekanan darah; tekanan sistolik terus meningkat sampai usia 80 tahun dan tekanan diastolik terus meningkat sampai usia 55-60 tahun, kemudian berkurang secara perlahan atau bahkan menurun drastis. Dalam pasien dengan diabetes mellitus atau penyakit ginjal, penelitian telah menunjukkan bahwa tekanan darah di atas 130/80 mmHg harus dianggap sebagai faktor resiko dan sebaiknya diberikan perawatan. [sunting] Pengaturan tekanan darah Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi melalui beberapa cara: Jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap detiknya Arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga mereka tidak dapat mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut. Karena itu darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh yang sempit daripada biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan. Inilah yang terjadi pada usia lanjut, dimana dinding arterinya telah menebal dan kaku karena arteriosklerosis. Dengan cara yang sama, tekanan darah juga meningkat pada saat terjadi "vasokonstriksi", yaitu jika arteri kecil (arteriola) untuk sementara waktu mengkerut karena perangsangan saraf atau hormon di dalam darah. Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya tekanan darah. Hal ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu membuang sejumlah garam dan air dari dalam tubuh. Volume darah dalam tubuh meningkat, sehingga tekanan darah juga meningkat. Aktivitas memompa jantung berkurang Arteri mengalami pelebaran Banyak cairan keluar dari sirkulasi

Sebaliknya, jika:

Maka tekanan darah akan menurun atau menjadi lebih kecil.

Penyesuaian terhadap faktor-faktor tersebut dilaksanakan oleh perubahan di dalam fungsi ginjal dan sistem saraf otonom (bagian dari sistem saraf yang mengatur berbagai fungsi tubuh secara otomatis). Perubahan fungsi ginjal Ginjal mengendalikan tekanan darah melalui beberapa cara:

Jika tekanan darah meningkat, ginjal akan menambah pengeluaran garam dan air, yang akan menyebabkan berkurangnya volume darah dan mengembalikan tekanan darah ke normal. Jika tekanan darah menurun, ginjal akan mengurangi pembuangan garam dan air, sehingga volume darah bertambah dan tekanan darah kembali ke normal. Ginjal juga bisa meningkatkan tekanan darah dengan menghasilkan enzim yang disebut renin, yang memicu pembentukan hormon angiotensi, yang selanjutnya akan memicu pelepasan hormon aldosteron.

Ginjal merupakan organ penting dalam mengendalikan tekanan darah; karena itu berbagai penyakit dan kelainan pda ginjal bisa menyebabkan terjadinya tekanan darah tinggi. Misalnya penyempitan arteri yang menuju ke salah satu ginjal (stenosis arteri renalis) bisa menyebabkan hipertensi. Peradangan dan cedera pada salah satu atau kedua ginjal juga bisa menyebabkan naiknya tekanan darah. Sistem saraf otonom Sistem saraf simpatis merupakan bagian dari sistem saraf otonom, yang untuk sementara waktu akan:

meningkatkan tekanan darah selama respon fight-or-flight (reaksi fisik tubuh terhadap ancaman dari luar) meningkatkan kecepatan dan kekuatan denyut jantung; juga mempersempit sebagian besar arteriola, tetapi memperlebar arteriola di daerah tertentu (misalnya otot rangka, yang memerlukan pasokan darah yang lebih banyak) mengurangi pembuangan air dan garam oleh ginjal, sehingga akan meningkatkan volume darah dalam tubuh melepaskan hormon epinefrin (adrenalin) dan norepinefrin (noradrenalin), yang merangsang jantung dan pembuluh darah.

[sunting] Gejala Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala; meskipun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan tekanan darah tinggi (padahal sesungguhnya tidak). Gejala yang dimaksud adalah sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan dan kelelahan; yang bisa saja terjadi baik pada penderita hipertensi, maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal. Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala berikut: sakit kepala kelelahan mual muntah sesak nafas gelisah pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata, jantung dan ginjal.

Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan bahkan koma karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut ensefalopati hipertensif, yang memerlukan penanganan segera. [sunting] Penyebab hipertensi Hipertensi berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi 2 jenis :

1. Hipertensi primer atau esensial adalah hipertensi yang tidak / belum


diketahui penyebabnya (terdapat pada kurang lebih 90 % dari seluruh hipertensi).

2. Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan/ sebagai akibat dari


adanya penyakit lain. Hipertensi primer kemungkinan memiliki banyak penyebab; beberapa perubahan pada jantung dan pembuluh darah kemungkinan bersama-sama menyebabkan meningkatnya tekanan darah.

Jika penyebabnya diketahui, maka disebut hipertensi sekunder. Pada sekitar 5-10% penderita hipertensi, penyebabnya adalah penyakit ginjal. Pada sekitar 1-2%, penyebabnya adalah kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu (misalnya pil KB). Penyebab hipertensi lainnya yang jarang adalah feokromositoma, yaitu tumor pada kelenjar adrenal yang menghasilkan hormon epinefrin (adrenalin) atau norepinefrin (noradrenalin). Kegemukan (obesitas), gaya hidup yang tidak aktif (malas berolah raga), stres, alkohol atau garam dalam makanan; bisa memicu terjadinya hipertensi pada orang-orang memiliki kepekaan yang diturunkan. Stres cenderung menyebabkan kenaikan tekanan darah untuk sementara waktu, jika stres telah berlalu, maka tekanan darah biasanya akan kembali normal. Beberapa penyebab terjadinya hipertensi sekunder: 1. Penyakit Ginjal 2. Stenosis arteri renalis Pielonefritis Glomerulonefritis Tumor-tumor ginjal Penyakit ginjal polikista (biasanya diturunkan) Trauma pada ginjal (luka yang mengenai ginjal) Terapi penyinaran yang mengenai ginjal Hiperaldosteronisme Sindroma Cushing Feokromositoma Pil KB Kortikosteroid Siklosporin Eritropoietin Kokain Penyalahgunaan alkohol Kayu manis (dalam jumlah sangat besar) Koartasio aorta Preeklamsi pada kehamilan Porfiria intermiten akut Keracunan timbal akut.

Kelainan Hormonal

3.

Obat-obatan


4.

Penyebab Lainnya

Hipertensi, by:wikipedia Hypertension, commonly referred to as "high blood pressure" or HTN, is a medical condition in which the blood pressure is chronically elevated.[1] While it is formally called arterial hypertension, the word "hypertension" without a qualifier usually refers to arterial hypertension. Hypertension can be classified as either essential (primary) or secondary. Essential hypertension indicates that no specific medical cause can be found to explain a patient's condition. Secondary hypertension indicates that the high blood pressure is a result of (i.e. secondary to) another condition, such as kidney disease or certain tumors (especially of the adrenal gland). Persistent hypertension is one of the risk factors for strokes, heart attacks, heart failure and arterial aneurysm, and is a leading cause of chronic renal failure. Even moderate elevation of arterial blood pressure leads to shortened life expectancy. At severely high pressures, defined as mean arterial pressures 50% or more above average, a person can expect to live no more than a few years unless appropriately treated.[2] Hypertension is considered to be present when a person's systolic blood pressure is consistently 140 mmHg or greater, and/or their diastolic blood pressure is consistently 90 mmHg or greater.[3] Recently, as of 2003, the Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure[4] has defined blood pressure 120/80 mmHg to 139/89 mmHg as "prehypertension." Prehypertension is not a disease category; rather, it is a designation chosen to identify individuals at high risk of developing hypertension. The Mayo Clinic website specifies blood pressure is "normal if it's below 120/80" but that "some

data indicate that 115/75 mm Hg should be the gold standard." In patients with diabetes mellitus or kidney disease studies have shown that blood pressure over 130/80 mmHg should be considered high and warrants further treatment. Even higher numbers are considered diagnostic using home blood pressure monitoring devices. Salt sensitivity Sodium is an environmental factor that has received the greatest attention. Approximately 60% of the essential hypertension population is responsive to sodium intake[citation needed]. This is due to the fact that increasing amounts of salt in a person's bloodstream causes the body to draw more water, increasing the pressure on the blood vessel walls. The effects of excess amounts of salt--a compound containing 2 minerals, sodium and chloride--in the body depend on how much excess salt (or salty foods) is eaten in a specific time versus how well the kidneys functioned. When the salt content of the blood elevates, water is attracted from around the cells (in muscles and organs) and into the blood, in order to dilute blood salinity. There is salt as sodium outside every cell in your body. When the salt content of the fluid around your cells goes up, it attracts water from your blood and swelling occurs. Your kidneys are responsible for regulating salt and water levels in your body. When salt and water levels increase around cells, the excess is drawn into your blood, which is filtered by your kidneys. Your kidneys remove excess salt and water from your blood, both of which are excreted as urine. When your kidneys don't work well, fluid builds up around cells and in your blood. Your heart is the pump that pushes your blood around. If there is more fluid in your blood, your heart has to work harder and your blood pressure can go up because there is more pressure on the walls of your blood vessels. Your heart can get weaker or worn out from the extra work. Salt has been blamed in the past as causing high blood pressure. New research suggests that too little calcium or potassium also has an impact on blood pressure. [edit] Role of renin Renin is a hormone secreted by the juxtaglomerular cells of the kidney and linked with aldosterone in a negative feedback loop. The range of renin activity observed in hypertensive subjects tends to be broader than in normotensive individuals. In consequence, some hypertensive patients have been defined as having low-renin and others as having essential hypertension. Low-renin hypertension is more common in African Americans than Caucasians and may explain why they tend to respond better to diuretic therapy than drugs that interfere with the renin-angiotensin system. High Renin levels predispose to Hypertension: Increased Renin --> Increased Angiotensin II --> Increased Vasoconstriction, Thirst/ADH and Aldosterone --> Increased Sodium Reabsorption in the Kidneys (DCT and CD) --> Increased Blood Pressure. [edit] Insulin resistance Insulin is a polypeptide hormone secreted by the pancreas. Its main purpose is to regulate the levels of glucose in the body antagonistically with glucagon through negative feedback loops. Insulin also exhibits vasodilatory properties. In normotensive individuals, insulin may stimulate sympathetic activity without elevating mean arterial pressure. However, in more extreme conditions such as that of the metabolic syndrome, the increased sympathetic neural activity may over-ride the vasodilatory effects of insulin. Insulin resistance and/or hyperinsulinemia have been suggested as being responsible for the increased arterial pressure in some patients with hypertension. This feature is now widely recognized as part of syndrome X, or the metabolic syndrome. [edit] Sleep apnea Sleep apnea is a common, under-recognized cause of hypertension.[5] It is often best treated with nocturnal nasal continuous positive airway pressure, but other approaches include the Mandibular advancement splint (MAS), UPPP, tonsilectomy, adenoidectomy, sinus surgery, or weight loss. [edit] Spinal Misalignment Another under-recognized cause of hypertension is the misalignment of vertebrae within the spinal column, specifically the atlas vertebra. The Journal of Human Hypertension published the results of a clinically controlled trial in which patients with hypertension and a misaligned atlas vertebra were chosen to undergo chiropractic treatment. The study showed a significant lowering of blood pressure in hypertensive patients after only one chiropractic adjustment of the atlas vertebra. The study showed a decrease in blood pressure immediately following the adjustment as well as a full eight weeks following the adjustment. The decrease in blood pressure was equal to taking two blood-pressure drugs at once. [6] [edit] Genetics Hypertension is one of the most common complex disorders, with genetic heritability averaging 30%.[citation needed] Data supporting this view emerge from animal studies as well as in population studies in humans. Most of these studies support the concept that

the inheritance is probably multifactorial or that a number of different genetic defects each have an elevated blood pressure as one of their phenotypic expressions. More than 50 genes have been examined in association studies with hypertension, and the number is constantly growing. [edit] Other etiologies There are some anecdotal or transient causes of high blood pressure. These are not to be confused with the disease called hypertension in which there is an intrinsic physiopathological mechanism as described below. [edit] Etiology of secondary hypertension Only in a small minority of patients with elevated arterial pressure, can a specific cause be identified. These individuals will probably have an endocrine or renal defect that, if corrected, could bring blood pressure back to normal values. Renal hypertension Hypertension produced by diseases of the kidney. This includes diseases such as polycystic kidney disease or chronic glomerulonephritis. Hypertension can also be produced by diseases of the renal arteries supplying the kidney. This is known as renovascular hypertension; it is thought that decreased perfusion of renal tissue due to stenosis of a main or branch renal artery activates the renin-angiotensin system. Adrenal hypertension Hypertension is a feature of a variety of adrenal cortical abnormalities. In primary aldosteronism there is a clear relationship between the aldosteroneinduced sodium retention and the hypertension. In patients with pheochromocytoma increased secretion of catecholamines such as epinephrine and norepinephrine by a tumor (most often located in the adrenal medulla) causes excessive stimulation of [adrenergic receptors], which results in peripheral vasoconstriction and cardiac stimulation. This diagnosis is confirmed by demonstrating increased urinary excretion of epinephrine and norepinephrine and/or their metabolites (vanillylmandelic acid). Coarctation of the aorta Drugs Certain medications, especially NSAIDS (Motrin/ibuprofen) and steroids can cause hypertension. Imported licorice (Glycyrrhiza glabra) inhibits the 11hydroxysteroid hydrogenase enzyme (catalyzes the reaction of cortisol to cortison) which allows cortisol to stimulate the Mineralocorticoid Receptor (MR) which will lead to effects similar to hyperaldosteronism, which itself is a cause of hypertension. [Reference: Harrisons Internal Medicine, online edition (2007-04-14)] Age Over time, the number of collagen fibers in artery and arteriole walls increases, making blood vessels stiffer. With the reduced elasticity comes a smaller cross-sectional area in systole, and so a raised mean arterial blood pressure. Inverse housing law People resident in relatively cold areas who also live in worse quality housing are more likely to be prone to diastolic hypertension. Ref:-1)Elevated risk of high blood pressure: climate and the inverse housing law Richard Mitchell, David Blane and Mel Bartley,International Journal of Epidemiology 2002;31:831-838 Acromegaly [edit] Pathophysiology Most of the secondary mechanisms associated with hypertension are generally fully understood, and are outlined at secondary hypertension. However, those associated with essential (primary) hypertension are far less understood. What is known is that cardiac output is raised early in the disease course, with total peripheral resistance (TPR) normal; over time cardiac output drops to normal levels but TPR is increased. Three theories have been proposed to explain this:

Inability of the kidneys to excrete sodium, resulting in natriuretic factors such as Atrial Natriuretic Factor being secreted to promote salt excretion with the side-effect of raising total peripheral resistance. An overactive renin / angiotension system leads to vasoconstriction and retention of sodium and water. The increase in blood volume leads to hypertension. An overactive sympathetic nervous system, leading to increased stress responses.

It is also known that hypertension is highly heritable and polygenic (caused by more than one gene) and a few candidate genes have been postulated in the etiology of this condition.[7][8][9] [edit] Signs and symptoms

Hypertension is usually found incidentally - "case finding" - by healthcare professionals during a routine checkup. The only test for hypertension is a blood pressure measurement. Hypertension in isolation usually produces no symptoms although some people report headaches, fatigue, dizziness, blurred vision, facial flushing or tinnitus. [10] Malignant hypertension (or accelerated hypertension) is distinct as a late phase in the condition, and may present with headaches, blurred vision and end-organ damage. Hypertension is often confused with mental tension, stress and anxiety. While chronic anxiety and/or irritability is associated with poor outcomes in people with hypertension, it alone does not cause it. Accelerated hypertension is associated with somnolence, confusion, visual disturbances, and nausea and vomiting (hypertensive encephalopathy). [11] [edit] Hypertensive urgencies and emergencies Hypertension is rarely severe enough to cause symptoms. These typically only surface with a systolic blood pressure over 240 mmHg and/or a diastolic blood pressure over 120 mmHg. These pressures without signs of end-organ damage (such as renal failure) are termed "accelerated" hypertension. When end-organ damage is possible or already ongoing, but in absence of raised intracranial pressure, it is called hypertensive emergency. Hypertension under this circumstance needs to be controlled, but prolonged hospitalization is not necessarily required. When hypertension causes increased intracranial pressure, it is called malignant hypertension. Increased intracranial pressure causes papilledema, which is visible on ophthalmoscopic examination of the retina. [edit] Complications While elevated blood pressure alone is not an illness, it often requires treatment due to its short- and long-term effects on many organs. The risk is increased for:

Cerebrovascular accident (CVAs or strokes) Myocardial infarction (heart attack) Hypertensive cardiomyopathy (heart failure due to chronically high blood pressure) Hypertensive retinopathy - damage to the retina Hypertensive nephropathy - chronic renal failure due to chronically high blood pressure Main article: Hypertension of pregnancy

[edit] Pregnancy Although few women of childbearing age have high blood pressure, up to 10% develop hypertension of pregnancy. While generally benign, it may herald three complications of pregnancy: pre-eclampsia, HELLP syndrome and eclampsia. Followup and control with medication is therefore often necessary. [edit] Children and adolescents As with adults, blood pressure is a variable parameter in children. It varies between individuals and within individuals from day to day and at various times of the day. The epidemic of childhood obesity, the risk of developing left ventricular hypertrophy, and evidence of the early development of atherosclerosis in children would make the detection of and intervention in childhood hypertension important to reduce long-term health risks; however, supporting data are lacking. Most childhood hypertension, particularly in preadolescents, is secondary to an underlying disorder. Renal parenchymal disease is the most common (60 to 70 percent) cause of hypertension. Adolescents usually have primary or essential hypertension, making up 85 to 95 percent of cases. [12] [edit] Diagnosis [edit] Measuring blood pressure Diagnosis of hypertension is generally on the basis of a persistently high blood pressure. Usually this requires three separate measurements at least one week apart. Exceptionally, if the elevation is extreme, or end-organ damage is present then the diagnosis may be applied and treatment commenced immediately. Obtaining reliable blood pressure measurements relies on following several rules and understanding the many factors that influence blood pressure reading[13]. For instance, measurements in control of hypertension should be at least 1 hour after caffeine, 30 minutes after smoking and without any stress. Cuff size is also important. The bladder should encircle and cover two-thirds of the length of the arm. The patient should be sitting for a minimum of five minutes. The patient should not be on any adrenergic stimulants, such as those found in many cold medications. When taking manual measurements, the person taking the measurement should be careful to inflate the cuff suitably above anticipated systolic pressure. The person

should inflate the cuff to 200 mmHg and then slowly release the air while palpating the radial pulse. After one minute, the cuff should be reinflated to 30 mmHg higher than the pressure at which the radial pulse was no longer palpable. A stethoscope should be placed lightly over the brachial artery. The cuff should be at the level of the heart and the cuff should be deflated at a rate of 2 to 3 mmHg/s. Systolic pressure is the pressure reading at the onset of the sounds described by Korotkoff (Phase one). Diastolic pressure is then recorded as the pressure at which the sounds disappear (K5) or sometimes the K4 point, where the sound is abruptly muffled. Two measurements should be made at least 5 minutes apart, and, if there is a discrepancy of more than 5 mmHg, a third reading should be done. The readings should then be averaged. An initial measurement should include both arms. In elderly patients who particularly when treated may show orthostatic hypotension, measuring lying sitting and standing BP may be useful. The BP should at some time have been measured in each arm, and the higher pressure arm preferred for subsequent measurements. BP varies with time of day, as may the effectiveness of treatment, and archetypes used to record the data should include the time taken. Analysis of this is rare at present. Automated machines are commonly used and reduce the variability in manually collected readings [14]. Routine measurements done in medical offices of patients with known hypertension may incorrectly diagnose 20% of patients with uncontrolled hypertension [15] Home blood pressure monitoring can provide a measurement of a person's blood pressure at different times throughout the day and in different environments, such as at home and at work. Home monitoring may assist in the diagnosis of high or low blood pressure. It may also be used to monitor the effects of medication or lifestyle changes taken to lower or regulate blood pressure levels. Home monitoring of blood pressure can also assist in the diagnosis of white coat hypertension. The American Heart Association[16] states, "You may have what's called 'white coat hypertension'; that means your blood pressure goes up when you're at the doctor's office. Monitoring at home will help you measure your true blood pressure and can provide your doctor with a log of blood pressure measurements over time. This is helpful in diagnosing and preventing potential health problems." [edit] Distinguishing primary vs. secondary hypertension Once the diagnosis of hypertension has been made it is important to attempt to exclude or identify reversible (secondary) causes.

Over 90% of adult hypertension has no clear cause and is therefore called essential/primary hypertension. Often, it is part of the metabolic "syndrome X" in patients with insulin resistance: it occurs in combination with diabetes mellitus (type 2), combined hyperlipidemia and central obesity. Secondary hypertension is more common in preadolescent children, with most cases caused by renal disease. Primary or essential hypertension is more common in adolescents and has multiple risk factors, including obesity and a family history of hypertension. [17]

[edit] Investigations commonly performed in newly diagnosed hypertension Tests are undertaken to identify possible causes of secondary hypertension, and seek evidence for end-organ damage to the heart itself or the eyes (retina) and kidneys. Diabetes and raised cholesterol levels being additional risk factors for the development of cardiovascular disease are also tested for as they will also require management. Blood tests commonly performed include:

Creatinine (renal function) - to identify both underlying renal disease as a cause of hypertension and conversely hypertension causing onset of kidney damage. Also a baseline for later monitoring the possible side-effects of certain antihypertensive drugs. Electrolytes (sodium, potassium) Glucose - to identify diabetes mellitus Cholesterol Testing of urine samples for proteinuria - again to pick up underlying kidney disease or evidence of hypertensive renal damage. Electrocardiogram (EKG/ECG) - for evidence of the heart being under strain from working against a high blood pressure. Also may show resulting thickening of the heart muscle (left ventricular hypertrophy) or of the occurrence of previous silent cardiac disease (either subtle electrical conduction disruption or even a myocardial infarction). Chest X-ray - again for signs of cardiac enlargement or evidence of cardiac failure.

Additional tests often include:

[edit] Epidemiology

The level of blood pressure regarded as deleterious has been revised down during years of epidemiological studies. A widely quoted and important series of such studies is the Framingham Heart Study carried out in an American town: Framingham, Massachusetts. The results from Framingham and of similar work in Busselton, Western Australia have been widely applied. To the extent that people are similar this seems reasonable, but there are known to be genetic variations in the most effective drugs for particular sub-populations. Recently (2004), the Framingham figures have been found to overestimate risks for the UK population considerably. The reasons are unclear. Nevertheless the Framingham work has been an important element of UK health policy. [edit] Treatment [edit] Lifestyle modification (nonpharmacologic treatment)

Weight reduction and regular aerobic exercise (e.g. jogging) are recommended as the first steps in treating mild to moderate hypertension. Regular mild exercise improves blood flow and helps to reduce resting heart rate and blood pressure. These steps are highly effective in reducing blood pressure, although drug therapy is still necessary for many patients with moderate or severe hypertension to bring their blood pressure down to a safe level. Reducing sodium (salt) diet is proven very effective: it decreases blood pressure in about 60% of people (see above). Many people choose to use a salt substitute to reduce their salt intake. Additional dietary changes beneficial to reducing blood pressure includes the DASH diet (Dietary Approaches to Stop Hypertension), which is rich in fruits and vegetables and low fat or fat-free dairy foods. This diet is shown effective based on National Institutes of Health sponsored research. In addition, an increase in daily calcium intake has the benefit of increasing dietary potassium, which theoretically can offset the effect of sodium and act on the kidney to decrease blood pressure. This has also been shown to be highly effective in reducing blood pressure. Fruits, vegetables, and nuts have the added . . . Discontinuing tobacco smoking and alcohol drinking has been shown to lower blood pressure. The exact mechanisms are not fully understood, but blood pressure (especially systolic) always transiently increases following alcohol and/or nicotine consumption. Besides, abstention from cigarette smoking is important for people with hypertension because it reduces the risk of many dangerous outcomes of hypertension, such as stroke and heart attack. Note that coffee drinking (caffeine ingestion) also increases blood pressure transiently, but does not produce chronic hypertension. Relaxation therapy, such as meditation, that reduces environmental stress, high sound levels and over-illumination can be an additional method of ameliorating hypertension. Jacobson's Progressive Muscle Relaxation and biofeedback are also used [1] particularly device guided paced breathing [2] [3]. Obviously, the effectiveness of relaxation therapy relies on the patient's attitude and compliance. See also: Race and health

[edit] Impact of race In a summary of recent research Jules P. Harrell, Sadiki Hall, and James Taliaferro describe how a growing body of research has explored the impact of encounters with racism or discrimination on physiological activity. "Several of the studies suggest that higher blood pressure levels are associated with the tendency not to recall or report occurrences identified as racist and discriminatory."[18] In other words, failing to recognize instances of racism has a direct impact on the blood pressure of the person experiencing the racist event. Investigators have reported that physiological arousal is associated with laboratory analogues of ethnic discrimination and mistreatment. The interaction between high blood pressure and racism has also been documented in studies by Claude Steele, Joshua Aronson, and Steven Spencer on what they term "stereotype threat".[19] [edit] Chiropractic Chiropractic, which treats disorders by diagnosing and treating mechanical disorders of the spine, has shown positive results in the treatment of hypertension. The Journal of Human Hypertension published the results of a clinically controlled trial in which patients with hypertension and a misaligned atlas vertebra were chosen to undergo chiropractic treatment. The study showed a significant lowering of blood pressure in hypertensive patients after only one chiropractic adjustment of the atlas vertebra. The study showed a decrease in blood pressure immediately following the adjustment as well as a full eight weeks following the adjustment. Blood pressure in the group receiving chiropractic was lowered by an average of 17mmHg BP systolic and 10mmHg diastolic BP. The decrease in blood pressure was equal to taking two

antihypertensive drugs at once. [6] [edit] Medications Main article: Antihypertensive There are many classes of medications for treating hypertension, together called antihypertensives, which by varying means act by lowering blood pressure. Evidence suggests that reduction of the blood pressure by 5-6 mmHg can decrease the risk of stroke by 40%, of coronary heart disease by 15-20%, and reduces the likelihood of dementia, heart failure, and mortality from vascular disease. The aim of treatment should be blood pressure control to <140/90 mmHg for most patients, and lower in certain contexts such as diabetes or kidney disease (some medical professionals recommend keeping levels below 120/80 mmHg).[4] Each added drug may reduce the systolic blood pressure by 5-10 mmHg, so often multiple drugs are necessary to achieve blood pressure control. Commonly used drugs include:

ACE inhibitors such as captopril, enalapril, fosinopril (Monopril), lisinopril (Zestril), quinapril, ramipril (Altace) Angiotensin II receptor antagonists: eg, telmisartan (Micardis, Pritor), irbesartan (Avapro), losartan (Cozaar), valsartan (Diovan), candesartan (Atacand) Alpha blockers such as doxazosin, prazosin, or terazosin Beta blockers such as atenolol, labetalol, metoprolol (Lopressor, Toprol-XL), propranolol. Calcium channel blockers such as nifedipine (Adalat)[20] amlodipine (Norvasc), diltiazem, verapamil Direct renin inhibitors such as aliskiren (Tekturna) Diuretics: eg, bendroflumethiazide, chlortalidone, hydrochlorothiazide (also called HCTZ) Combination products (which usually contain HCTZ and one other drug)

[edit] Influence of age and race on medication efficacy A randomized controlled trial by the Veterans Affairs Cooperative Study Group on Antihypertensive Agents reported the influence of patient age and race on the proportion of patients whose blood pressure was controlled by different agents.[21][22] For example:

Less than 7% of young white patients responded to a diuretic (hydrochlorothiazide) Only 6% of older black patients responded to an ACE inhibitor (captopril)

The effect of age and race are in part due to differences in plasma renin activity.[23][24] [edit] Choice of initial medication Which type of many medications should be used initially for hypertension has been the subject of several large studies and various national guidelines. Regarding cardiovascular outcomes, the ALLHAT study showed a slightly better outcome and cost-effectiveness for the thiazide diuretic chlortalidone compared to other anti-hypertensives in an ethnically mixed population.[25] Whilst a subsequent smaller study (ANBP2) did not show this small difference in outcome and actually showed a slightly better outcome for ACE-inhibitors in older white male patients.[26] Whilst thiazides are cheap, effective, and recommended as the best first-line drug for hypertension by many experts, they are not prescribed as often as some newer drugs. Arguably, this is because they are off-patent and thus rarely promoted by the drug industry.[27] Due to their metabolic impact (hypercholesterinemia, impairment of glucose tolerance, increased risk of developing Diabetes mellitus type 2), the use of thiazides as first line treatment for essential hypertension has been repeatedly questioned and strongly disencouraged.[28] [29] [30] Physicians may start with non-thiazide antihypertensive medications if there is a compelling reason to do so. An example is the use of ACE-inhibitors in diabetic patients who have evidence of kidney disease, as they have been shown to both reduce blood pressure and slow the progression of diabetic nephropathy.[31] In patients with coronary artery disease or a history of a heart attack, beta blockers and ACE-inhibitors both lower blood pressure and protect heart muscle over a lifetime, leading to reduced mortality. [edit] Advice in the United Kingdom The risk of beta-blockers provoking type 2 diabetes led to their downgrading to fourthline therapy in the United Kingdom in June 2006[32], in the revised national guidelines.

[33]

[edit] Advice in the United States The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7) in the United States recommends starting with a thiazide diuretic if single therapy is being initiated and another medication is not indicated. High blood pressure; HBP; Blood pressure - high Definition ,by:medlinePlus Hypertension means high blood pressure. Blood pressure readings are measured in millimeters of mercury (mmHg) and usually given as 2 numbers. For example, 140 over 90 (written as 140/90). The top number is your systolic pressure, the pressure created when your heart beats. It is considered high if it is consistently over 140. The bottom number is your diastolic pressure, the pressure inside blood vessels when the heart is at rest. It is considered high if it is consistently over 90.

Either or both of these numbers may be too high. Pre-hypertension is when your systolic blood pressure is between 120 and 139 or your diastolic blood pressure is between 80 and 89 on multiple readings. If you have prehypertension, you are more likely to develop high blood pressure at some point. See also: Blood pressure Causes Return to top Blood pressure measurements are the result of the force of the blood produced by the heart and the size and condition of the arteries. Many factors can affect blood pressure, including how much water and salt you have in your body, the condition of your kidneys, nervous system, or blood vessels, and the levels of different body hormones. High blood pressure can affect all types of people. You have a higher risk of high blood pressure if you have a family history of the disease. High blood pressure is more common in African Americans than Caucasians. Most of the time, no cause is identified. This is called essential hypertension. High blood pressure that results from a specific condition, habit, or medication is called secondary hypertension. Too much salt in your diet can lead to high blood pressure. Secondary hypertension may also be due to: Adrenal gland tumor Alcohol poisoning Anxiety and stress Appetite suppressants Arteriosclerosis Birth control pills Certain cold medicines Coarctation of the aorta Cocaine use Cushing syndrome Diabetes Kidney disease, including:

Glomerulonephritis (inflammation of kidneys) Kidney failure Renal artery stenosis Renal vascular obstruction or narrowing

Migraine medicines Hemolytic-uremic syndrome Henoch-Schonlein purpura Obesity Pain Periarteritis nodosa

Pregnancy (called gestational hypertension) Radiation enteritis Renal artery stenosis Retroperitoneal fibrosis Wilms' tumor Return to top

Symptoms

Most of the time, there are no symptoms. Symptoms that may occur include: Confusion Chest pain Ear noise or buzzing Irregular heartbeat Nosebleed Tiredness Vision changes

If you have a severe headache or any of the symptoms above, see your doctor right away. This may be a signs of a complication or dangerously high blood pressure called malignant hypertension. Exams and Tests Return to top Your health care provider will perform a physical exam and check your blood pressure. If the measurement is high, your doctor may think you have hypertension. The measurements need to be repeated over time, so that the diagnosis can be confirmed. If you monitor your blood pressure at home, you may be asked the following questions: What was your most recent blood pressure reading? What was the previous blood pressure reading? What is the average systolic (top number) and diastolic (bottom number)? Has your blood pressure increased recently?

Other tests may be done to look for blood in urine or heart failure. Your doctor will look for signs of complications to your heart, kidneys, eyes, and other organs in your body. These tests may include:

Chem-20 Echocardiogram Urinalysis X-ray of the kidneys Return to top

Treatment

The goal of treatment is to reduce blood pressure so that you have a lower risk of complications. There are many different medicines that can be used to treat high blood pressure. Such medicines include: Alpha blockers Angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitors Angiotensin receptor blockers (ARBs) Beta-blockers Calcium channel blockers Central alpha agonists Diuretics Renin inhibitors, including aliskiren (Tekturna) Vasodilators Clonidine Diazoxide Furosemide Hydralazine

Medicines used if the blood pressure is very high may include:

Minoxidil Nitroprusside

Your doctor may also tell you to exercise, lose weight, and follow a healthier diet. If you have pre-hypertension, your doctor will recommend the same lifestyle changes to bring your blood pressure down to normal range. Outlook (Prognosis) Return to top Most of the time, hypertension can be controlled with medicine and lifestyle changes. Possible Complications Return to top

Aortic dissection Blood vessel damage (arteriosclerosis) Brain damage Congestive heart failure Kidney damage Kidney failure Heart attack Hypertensive heart disease Stroke Vision loss Return to top

When to Contact a Medical Professional

If you have high blood pressure, you will have regularly scheduled appointments with your doctor.Even if you have not been diagnosed with high blood pressure, it is important to have your blood pressure checked during your yearly check-up, especially if someone in your family has or had high blood pressure. Call your health care provider right away if home monitoring shows that your blood pressure remains high or you have any of the following symptoms:

Chest pain Confusion Excessive tiredness Nausea and vomiting Severe headache Shortness of breath Significant sweating Vision changes Lifestyle changes may help control your blood pressure:
Lose weight if you are overweight. Excess weight adds to strain on the heart. In some cases, weight loss may be the only treatment needed. Exercise regularly. Eat a healthy diet. Eat less fat and sodium. Salt, MSG, and baking soda all contain sodium. Eat more fruits, vegetables, and fiber. Avoid smoking. If you have diabetes, keep your blood sugar under control..Follow your health care provider's recommendations to modify, treat, or control possible causes of secondary hypertension.

Prevention

Anda mungkin juga menyukai