Anda di halaman 1dari 52

LAPORAN PEMANTAUAN HPI/HPIK

KARANTINA IKAN BATAM TAHUN 2007

SUBDIT KARANTINA OTORITA BATAM 2007


1

Laporan Hasil Pemantauan Hama dan Penyakit Ikan Karantina Karantina Ikan Otorita Batam Batam Tahun 2007

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Puji dan Syukur kami panjatkan ke hadirat Allah S.W.T atas rahmat dan karunia-Nya. Hanya karena Ridha-Nya, penulis dapat menyelesaikan Laporan Pemantauan Hama dan Penyakit Ikan Karantina Lingkup Karantina Ikan Otorita Batam Propinsi Kepulauan Riau Tahun Anggaran 2007 Laporan ini disusun berdasarkan hasil kegiatan Pemantauan Hama dan Penyakit Ikan Karantina Lingkup Karantina Ikan Otorita Batam tahun Anggaran 2007. Kegiatan ini bertujuan untuk menginventarisir daerah sebar Hama dan Penyakit Ikan Karantina serta diharapkan dapat mengantisipasi terjadinya wabah dan penyebarannya. Kami menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, sehingga kritik dan saran yang membangun dapat memberikan manfaat sesuai dengan tujuannya.

Batam,

Oktober 2007

Ka. Subdit Karantina Otorita Batam

drh. SUHARTINI, MM NIP. 080.072.786

Laporan Hasil Pemantauan Hama dan Penyakit Ikan Karantina Karantina Ikan Otorita Batam Batam Tahun 2007

LAPORAN PEMANTAUAN HAMA DAN PENYAKIT IKAN KARANTINA DI LINGKUP KARANTINA IKAN OTORITA BATAM Ringkasan

Pemantauan Hama dan Penyakit Ikan Karantina bertujuan untuk mengidentifikasi dan menginventarisir penyebaran Hama dan Penyakit Ikan Karantina. Sasaran dari pemantauan adalah hama dan penyakit ikan karantina sebagaimana yang ditetapkan oleh suatu Surat Keputusan Menteri. Pemantauan Hama dan Penyakit Ikan Karantina (HPIK) Tahun Anggaran 2006 dilaksanakan pada bulan Juni dan September 2007 meliputi 3 lokasi yaitu Pulau Setoko, Pulau Rempang dan Pulau Galang. Lokasi yang dipantau adalah area budidaya air laut. Untuk pemeriksaan hama dan penyakit ikan kategori parasit, bakteri dan virus dilakukan di Laboratorium Karantina Ikan Otorita Batam. Jenis-jenis hama dan penyakit ikan yang ditemukan adalah: golongan bakteri yaitu Vibrio sp, Aeromonas hydrophyla dan Pleisiomonas shigelloides Sedangkan golongan virus yang pernah ditemukan tahun 2005 adalah virus VNN (Viral Nervous Necrosis) yang merupakan Hama dan Penyakit Ikan Karantina golongan I dan untuk tahun 2006 dan 2007 tidak ditemukan adanya serangan VNN di Perairan Batam, Rempang dan Galang (Barelang).

Laporan Hasil Pemantauan Hama dan Penyakit Ikan Karantina Karantina Ikan Otorita Batam Batam Tahun 2007

DAFTAR ISI

Halaman KATA PENGANTAR ............................................................................................... RINGKASAN . ......................................................................................................... DAFTAR ISI... ......................................................................................................... DAFTAR TABEL ..................................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................. I. PENDAHULUAN ............................................................................................ 1.1. Latar Belakang........................................................................................ 1.2. Tujuan ..................................................................................................... 1.3. Sasaran .................................................................................................. II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 2.1. Hama dan Penyakit Ikan......................................................................... 2.1.1.Penyakit Infeksi.............................................................................. 2.1.1.1. Penyakit Akibat Infeksi Parasit. ........................................ 2.1.1.2. Penyakit Akibat Infeksi Jamur........................................... 2.1.1.3. Penyakit Akibat Infeksi Bakteri.......................................... 2.1.1.4. Penyakit Akibat Infeksi Virus............................................. i ii iii v vi 1 1 2 3 4 4 5 5 6 7 9

2.1.2.Penyakit Non Infeksi ..................................................................... 11 2.1.2.1. Nutrisi................................................................................ 12 2.1.2.2. Genetika............................................................................ 13 2.1.2.3. Kualitas Air........................................................................ 14 a. Derajat Keasaman (pH)................................................. 15 b. Temperatur.................................................................... 15 c. Oksigen dan Karbondioksida ........................................ 16 d. Ammonia ....................................................................... 17 e. Salinitas......................................................................... 18 f. Kedalaman Air............................................................... 18 g. Kesadahan .................................................................... 19 h. Bahan Cemaran ............................................................ 20 III. METODOLOGI ............................................................................................... 21 3.1.Waktu dan Tempat.................................................................................... .. 21

Laporan Hasil Pemantauan Hama dan Penyakit Ikan Karantina Karantina Ikan Otorita Batam Batam Tahun 2007

3.2. Alat dan Bahan ........................................................................................ 21 3.3. Pengambilan Sampel............................................................................... 22 3.4. Pemeriksaan Hama dan Penyakit Ikan.................................................... 22 3.4.1. Prosedur Pemeriksaan Parasit ...................................................... 22 3.4.2. Prosedur Pemeriksaan Bakteri ...................................................... 23 3.4.3. Prosedur Pemeriksaan Virus ......................................................... 25 3.5. Analisa Data ........................................................................................... 25 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................. 27 4.1. Hasil ......................................................................................................... 27 4.2. Pembahasan............................................................................................ 27 V. KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................................. 33 DAFTAR PUSTAKA................................................................................................ 35 LAMPIRAN.... ......................................................................................................... 38

Laporan Hasil Pemantauan Hama dan Penyakit Ikan Karantina Karantina Ikan Otorita Batam Batam Tahun 2007

DAFTAR LAMPIRAN

No

Teks

Halaman

1. Data Prevalensi Hama dan Penyakit Ikan Hasil Pemantauan Tahun Anggaran 2005...................... 38 2. Data Prevalensi Hama dan Penyakit Ikan Hasil Pemantauan Tahun Anggaran 2006...................... 39 3. Data Prevalensi Hama dan Penyakit Ikan Hasil Pemantauan Tahun Anggaran 2007...................... 40 4. Jadwal Kegiatan Pemantauan HPIK Tahun 2007 .................................. 41 5. Foto kegiatan pemantauan HPIK ........................................................... 42 6. Peta Sebar HPIK/HPI Tahun 2005......................................................... 44 7. Peta Sebar HPIK/HPI Tahun 2007......................................................... 45 8. Laporan Hasil Pemeriksaan Sampel...................................................... 46

Laporan Hasil Pemantauan Hama dan Penyakit Ikan Karantina Karantina Ikan Otorita Batam Batam Tahun 2007

I. PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang Perikanan dan Kelauatan adalah salah satu sektor ekonomi yang sangat

strategis bagi perkembangan pembangunan Indonesia melalui kegiatan ekspor produk perikanan. Saat ini pemerintah berusaha menjadikan sektor kelautan dan perikanan sebagai salah satu sektor andalan yang diharapkan mampu mengeluarkan bangsa Indonesia dari krisis ekonomi yang berkepanjangan. Pembangunan sektor kelautan dan perikanan bertujuan untuk menyediakan protein hewani pada makanan dan bahan mentah bagi industri perikanan, meningkatkan pendapatan petani ikan, menciptakan kesempatan kerja dan bisnis dan meningkatkan devisa negara melalui promosi ekspor produk perikanan budidaya, dan dukungan daerah sebagaimana pembangunan nasional

berkelanjutan. Seiring dengan peningkatan peran sektor ini dalam pembangunan nasional, ekses negatif yang ditimbulkannya terhadap lingkungan pun semakin meningkat akibat usaha intensifikasi tanpa mengindahkan daya dukung lingkungan dan rendahnya efektifitas upaya pencegahan dan pengendalian. Salah satunya berupa serangan hama dan penyakit ikan yang menjadi penyebab utama kegagalan dalam usaha budidaya. Terkait dengan hal tersebut, peranan karantina ikan khususnya Satuan Kerja Karantina Ikan Otorita Batam mencakup upaya perlindungan terhadap

sumberdaya alam hayati perikanan dan kelautan. Upaya perlindungan tersebut berupa menyelamatkan sumberdaya alam hayati perikanan dari ancaman hama

Laporan Hasil Pemantauan Hama dan Penyakit Ikan Karantina Karantina Ikan Otorita Batam Batam Tahun 2007

dan penyakit ikan berbahaya dengan melakukan serangkaian kegiatan tindakan karantina terhadap media pembawa berupa ikan dan produk ikan yang dikirim atau dibawa antar negara dan antar wilayah. Secara geografis, letak letak Pulau Batam sangat strategis di perbatasan dengan Negara Singapura dan Malaysia, memungkinkan tingginya frekuensi lalu lintas komoditas perikanan sebagai media pembawa Hama Penyakit Ikan (HPI) dan Hama Penyakit Ikan Karantina (HPIK). Disamping itu gugusan pulau-pulau disekitarnya mempunyai sifat ekosistem yang khas, dimana saat ini

perkembangan usaha budidaya laut di wilayah tersebut telah berkembang cukup signifikan. Salah satu tugas pokok dan fungsi karantina ikan dalam upaya menanggulangi dan menekan terjadinya serangan dan penyebaran hama dan penyakit ikan adalah dengan melakukan pemantauan hama dan penyakit ikan khususnya hama dan penyakit ikan karantina. Kegiatan periodik ini dilaksanakan setiap tahun pada musim yang berbeda yaitu musim panas dan musim hujan.

1.2.

Tujuan Adapun tujuan pelaksanaan Pemantauan Hama dan Penyakit Ikan

Karantina yang dilakukan di lingkup Satuan Kerja Karantina Ikan Otorita Batam adalah :

1.

Mengidentifikasi dan menginventarisir penyebaran Hama dan Penyakit Ikan Karantina

Laporan Hasil Pemantauan Hama dan Penyakit Ikan Karantina Karantina Ikan Otorita Batam Batam Tahun 2007

2.

Mengetahui jenis Hama dan Penyakit Ikan Karantina yang baru yang sebelumnya belum terdeteksi di lingkup Satuan Kerja Karantina Ikan Otorita Batam

3.

Mengantisipasi terjadinya wabah dan penyebaran Hama dan Penyakit Ikan Karantina di lingkup Satuan Kerja Karantina Ikan Otorita Batam

4.

Memberikan informasi bagi pihak yang berkepentingan guna penetapan peta sebar HPIK atau HPI di wilayah Indonesia khususnya di Satuan Kerja Karantina Otorita Batam dan Sekitarnya.

1.3.

Sasaran Sasaran kegiatan pemantauan Hama dan Penyakit Ikan Karantina adalah

Hama dan Penyakit Ikan terutama yang tertulis dalam Daftar Hama dan Penyakit Ikan Karantina menurut Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: KEP.17/MEN/2006. Serta media-media yang berpotensi dapat terjangkiti atau dapat menbawa hama penyakit karantina.

Laporan Hasil Pemantauan Hama dan Penyakit Ikan Karantina Karantina Ikan Otorita Batam Batam Tahun 2007

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Hama dan Penyakit Ikan Penyakit ikan merupakan salah satu masalah serius yang harus dihadapi

dalam budidaya ikan, dan akibat yang ditimbulkannya biasanya tidak sedikit. Oleh karena itu penyebaran penyakit ini harus dijaga supaya kerugian yang timbul bisa dikurangkan. Tidak seperti usaha perkebunan atau peternakan dimana hewan atau tumbuhan lebih mudah dikontrol, hewan akuatik lebih membutuhkan perhatian khususnya dalam hal penyakit ikan. Ikan hidup di lingkungan yang dinamis dan kompleks, dan tidak mudah terlihat kecuali jika dipelihara di suatu wadah. Konsumsi pakan dan mortalitasnya pun seakan tersembunyi dibawah permukaan air. Usaha akuakultur sendiri mempunyai keberagaman dalam hal spesies /yang dibudidayakan, keragaman lingkungan perairan, beragam factor pembatas, tingkat intensitas budidaya, dan sistem budidaya yang digunakan. Jenis jenis penyakit yang ditemukan dalam usaha akuaultur pun beragam. Beberapa diantaranya sedikit atau tidak diketahui karakteristik inangnya dan banyak yang tidak menunjukkan gejala-gejala tertentu. Dewasa ini penyakit ikan merupakan hambatan paling besar dalam usaha akuakultur. Kasus penyakit ikan tidak hanya disebabkan oleh satu penyebab saja, akan tetapi merupakan hasil akhir dari beragam sebab akibat interaksi antara inang (termasuk didalamnya kondisi fisiologis, reproduksi, dan tingkat

perkembangan individu), lingkungan perairan, dan pathogen (Snieszko, 1974

Laporan Hasil Pemantauan Hama dan Penyakit Ikan Karantina Karantina Ikan Otorita Batam Batam Tahun 2007

10

dalam FAO dan NACA, 2001). Dibawah kondisi akuakultur, ketiga faktor tersebut sangat berpengaruh terhadap kerentanan inang terhadap penyakit. Faktor lingkungan perairan tidak hanya mencakup air dan komponen-komponennya (misalnya oksigen, pH, temperatur, racun, dan limbah) akan tetapi juga mencakup manajemen akukultur yang lain (misalnya penanganan, perlakuan dengan obatobatan, prosedur transportasi ikan, dll). Sedangkan faktor pathogen mencakup virus, bakteri, parasit, dan jamur dimana timbulnya penyakit ikan disebabkan oleh spesies tunggal suatu patogen atau oleh saling interaksi antara pathogen yang berbeda. Penyakit ikan yang disebabkan oleh virus, bakteri, parasit, dan jamur disebut penyakit infeksi. Sedangkan penyakit non infeksi disebabkan oleh lingkungan, nutrisi, dan genetika. 2.1.1. Penyakit Infeksi 2.1.1.1. Penyakit Akibat Infeksi Parasit Parasit adalah organisme yang hidupnya dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang ditempatinya (inangnya) dan menyebabkan penyakit (Noble and Noble,1976). Parasit dapat merugikan inangnya karena mengambil makanan pada tubuh inangnya ( Schimidt and Robert,1977) selain itu, parasit adalah suatu organisme yang mengambil bahan untuk kebutuhan metabolismenya (makanan) dari tubuh inangnya dan merugikan bagi inang tersebut. Sehingga parasit tidak dapat hidup lama di luar tubuh inangnya (Alifuddin, 2004). Menurut Supriyadi (2004) berdasarkan sifat hidupnya parasit dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu obligat dan fakultatif. Obligat yaitu parasit yang hanya bisa hidup jika berada pada inang. Fakultatif yaitu parasit yang mampu hidup di lingkungan air jika tidak ada inang disekitarnya.

Laporan Hasil Pemantauan Hama dan Penyakit Ikan Karantina Karantina Ikan Otorita Batam Batam Tahun 2007

11

Berdasarkan letak dan posisi penyerangan parasit, dapat dibedakan menjadi ektoparasit dan endoparasit. Ektoparasit yaitu jika penyerangan terjadi di bagian luar tubuh ikan misalnya pada insang, sirip, dan kulit. Sedangkan endoparasit adalah parasit yang penyerangannya terjadi di bagian dalam tubuh ikan misalnya pada usus, ginjal dan hati. Berdasarkan kemampuan hidup dalam inang, parasit dibedakan menjadi inang spesifik dan non spesifik. Disebut inang spesifik jika parasit hanya dapat hidup di satu inang saja. Disebut inang non spesifik jika parasit dapat hidup di berbagai inang.

2.1.1.2. Penyakit Akibat Infeksi Jamur Jamur dulunya disebut tumbuhan tanpa klorofil, akan tetapi saat ini cenderung dimasukkan dalam kingdom yang terpisah. Organisme ini dapat berupa uni atau multi seluler dan beberapa diantaranya merupakan penyebab beberapa penyakit pada vertebrata. Sebagaimana organisme lainnya, jamur mendapatkan makanannya dari bahan-bahan organik baik dalam keadaan hidup ataupun mati (Pelczar dan Chan, 1986). Suatu jamur multiseluler tertentu menghasilkan filamen-filamen yang disebut hifa yang membentuk jaringan dan karpet yang disebut mycelia didalam atau diatas suplai makanan jamur. Kemudian menghasilkan spora dalam jumlah yang banyak dan dilepaskan ke kolom udara atau air. Spora yang dihasilkan mempunyai tingkat ketahanan yang tinggi terhadap lingkungan misal lingkungan yang kering, panas, dan bahkan tahan terhadap paparan desinfektan.

Laporan Hasil Pemantauan Hama dan Penyakit Ikan Karantina Karantina Ikan Otorita Batam Batam Tahun 2007

12

Jamur yang menyerang ikan pada prinsipnya disebabkan belum mendapatkan apa yang mereka butuhkan dalam hal ini makanan. Organisme jamur yang cukup berbahaya adalah Ichthyophonus yang menyerang ikan laut (Axelrod et. Al., 1995). Sedangkan Saprolegnia, Achlya, Aphanomyces, dll merupakan jenis-jenis jamur yang sering menyerang ikan air tawar. Menurut Roberts (1992) terhadap ikan dan kerang-kerangan, jamur pada umumnya merupakan agen penyakit oportunis. Biasanya jamur merupakan komponen akuatik atau komponen dari ekosistem terrestrial dan secara tidak sengaja menginfeksi ikan. Misalnya Saprolegniaceae yang berada dalam lingkungan perairan dan tidak berbahaya mengkontaminasi permukaan borok atau kerusakan lain pada tubuh ikan dan menyebar ke seluruh tubuh ikan. Pada umumnya spesies jamur saprolitik termasuk dalam genus Achiya, spesies Aphanomyces yang patogenik, penyebab EUS ( Epizootiic Ulcertative Syndrom: sindrom borok yang menyebar ) tetapi belum ditemukan di Indonesia ( Kei Yuasa, 2003).

2.1.1.3. Penyakit Akibat Infeksi Bakteri Menurut Amanu, S dan Indar Julianto, S, (2002). Bakteri adalah organisme tunggal yang reproduksinya melalui pembelahan sel atau mesosoma berfungsi membagi dua, tidak mempunyai membran inti atau inti sejati dan hidupnya tergantung pada Ribosomes (protein), bila tidak ada ribosomes bakteri akan mati, mempunyai membran Cytoplasma dan berfungsi sebagai respirasi enzim yang terdiri dari 40% lemak serta 60% protein dengan dinding sel yang memberi bentuk sel bakteri dan melindunginya terhadap pengaruh luar, dengan kadar 10-40%

Laporan Hasil Pemantauan Hama dan Penyakit Ikan Karantina Karantina Ikan Otorita Batam Batam Tahun 2007

13

berat kering sel dengan komposisi muca peptide kompleks yang terdiri dari Asam amino glukosamine dan asam amino nuramic acid. Bakteri juga merupakan organisme primitif akan tetapi mempunyai susunan sel yang telah berkembang dengan sempurna walaupun tidak memiliki nukleus sebagaimana mahluk-mahluk hidup yang lebih tinggi. Bakteri biasanya mempunyai tingkat reproduksi yang tinggi apabila ketersediaan makanan cukup. Jika makanan tersebut ditemukan pada organisme lain maka hal inilah yang dapat menyebabkan penyakit. Beberapa spesies diantaranya dapat hidup didalam atau diluar organisme multiseluler lain tanpa menyebabkan penyakit bahkan diantaranya sangat dibutuhkan oleh inangnya (Axelrod et al., 1995). Bakteri-bakteri yang termasuk dalam hama dan penyakit ikan karantina adalah Aeromonas salmonicida, Renibacterium salmoninarum, Mycobacterium marinum, M. chelonei, M. fortuitum, Nocardia seriolae, N. Campachi, N. Asteroides Edwardsiella tarda, Edwardsiella ictaluri, Streptococcus spp,

Pasteurella piscicida, Yersinia ruckeri, Aerococcus viridans var Homari, dan Pseudomonas enguillaseptica (SK. Menteri Kelautan dan Perikanan No. Kep. 17/MEN/2006). Suatu penyakit tertentu akibat bakteri biasanya dapat dikenali dari gejalagejala yang ditimbulkannya. Akan tetapi hanya dengan tes laboratoris-lah yang dapat menentukan spesies bakteri apa yang menyebabkan penyakit tersebut. Gejala umum akibat serangan bakteri antara lain gerakan ikan lemah, gerakan abnormal, produksi lendir berkurang setelah ikan yang terinfeksi mengeluarkan lendir yang berlebihan, perubahan warna tubuh menjadi lebih gelap, ikan menjadi kurus, pendarahan dan nekrosa pada tempat infeksi, luka (ulcer) pada tempat

Laporan Hasil Pemantauan Hama dan Penyakit Ikan Karantina Karantina Ikan Otorita Batam Batam Tahun 2007

14

infeksi, rontok pada insang dan kulit, bengkak pada perut dan mengeluarkan cairan kuning darah (dropsy), mata menonjol (exophthalmus), beberapa bakteri mampu menghasilkan tubercle atau granuloma pada bagian tubuh yang terinfeksi (Supriyadi, 2004). Beberapa contoh gejala klinis akibat serangan bakteri misalnya pada serangan bakteri Septicaemia. Pada saat bakteri tersebut berada dalam aliran darah dan tidak dapat dimusnahkan oleh sistem pertahanan tubuh ikan maka timbullah penyakit akibat serangan bakteri ini yang ditunjukkan dengan ulcer pada sirip dan permukaan tubuh. Kemudian bagian-bagian sirip dan ekor ada yang terlepas. Sedangkan organ-organ dalam ikan sendiri juga terserang. Kematian bisa disebabkan oleh kerusakan ginjal, hati, atau jantung. Biasanya penyakit bakteri septicaemia disebabkan oleh genera Vibrio, Aeromonas, Pseudomonas, dll. Sedangkan penyakit bakteri yang menyerang insang biasanya akibat racun ammonia. Insang akan terlihat memerah dan membengkak dan sering berada dipermukaan air serta terlihat stress. Bakteri yang menyerang biasanya terlihat sebagai bercak memutih atau abu-abu (koloni-koloni kecil) pada insang ikan. Sedangkan penyakit Tuberculosis disebabkan oleh bekteri yang spesifik yaitu Mycobacterium marinum (menyerang ikan laut) dan Mycobacterium piscium (menyerang ikan air tawar). Genera ini juga menyebabkan tuberculosis pada manusia. Gejala-gejala yang ditimbulkannya pun bermacam-macam yaitu lemas, warna tubuh memucat, ulcer pada kulit, bengkoknya tulang belakang, rusaknya sirip dan ekor. Pada jaringan tubuh terdapat nodul-nodul yang tersebar. 2.1.1.4. Penyakit Akibat Infeksi Virus

Laporan Hasil Pemantauan Hama dan Penyakit Ikan Karantina Karantina Ikan Otorita Batam Batam Tahun 2007

15

Virus tidak dapat melakukan proses reproduki sendiri. Virus merupakan seperangkat gen di dalam bungkus protein. Agar dapat hidup virus harus menempatkan dirinya dalam hal ini gen-gennya dalam tubuh inang untuk

kemudian memperbanyak dirinya. Hasil penggandaan inilah yang akan menginfeksi sel-sel inangnya. Ukuran virus sangat kecl sekitar 0,0003 mm (Burgess et al, 1997). Hanya sedikit yang diketahui tentang virus yang dapat menimbulkan penyakit pada ikan. Sebagian besar virus yang dapat menimbulkan penyakit ikan menyerang ikan air tawar dan salmon (Burgess et al, 1997) Penyakit akibat infeksi virus biasanya terjadi pada pembudidayaan dengan sumber air yang berasal dari perairan yang kaya akan bahan organik. Biasanya insidensi penyakit virus berkaitan erat dengan perubahan suhu air (Supriyadi, 2004). Biasanya infeksi virus menyebabkan mortalitas 100 % (Sunarto, 2004). Beberapa penyakit akibat virus antara lain Channel Catfish Virus Disease (CCVD), Spring Viraemia of Carp (SVC), Infectious Pancreatic Necrosis (IPN), Infectious Haematopoietic Necrosis (IHN), Lymphocystis , Sleepy grouper disease (SGD) = Iridovirus , Viral Nervous Necrosis (VNN) = Viral Encephalopathy and Retinopathy (VER), Herpesvirus cyprini / Koi herpesvirus (KHV). Sedangkan beberapa penyakit udang akibat infeksi virus antara lain Baculovirus Penaei Disease, Monodon Baculovirus Disease, Baculovirus Midgut-gland Necrosis Virus Disease, Yellowhead Disease, Hepatopancreatic Parvovirus, Taura Syndrome, Whitespot Disease, Lymphoid Parvovirus Disease, Type C Baculo Virus (Sunarto,2004). Virus yang termasuk dalam hama dan penyakit ikan karantina adalah Herpesvirus Ictaluri, Rhabdovirus Carpio, Infectious Pancreatic Necrosis Virus,

Laporan Hasil Pemantauan Hama dan Penyakit Ikan Karantina Karantina Ikan Otorita Batam Batam Tahun 2007

16

Infectious

Haemotopoelitic

Necrosis

Virus,

Infectious

Hypodemal

And

Haematopoitic Necrosis Virus, Baculovirus Penaei, Monodon Baculovirus, Yellow Head Virus, Taura Syndrome, White Spot Syndrom Virus, Red Sea Bream Indovirus, Viral Nervous Necrosis, Koi Herpesvirus, Macrobrachium Eosenbergii Nodavirus, Infectious Myonecrosis Virus (SK. Menteri Kelautan dan Perikanan No. Kep. 17/MEN/2006). Gejala-gejala yang ditimbulkan infeksi virus misalnya seperti yang ditunjukkan oleh penyakit Lymphocystis diantaranya adalah kerusakan pada jaringan ikat pada ikan membengkak dengan ukuran yang abnormal. Gejala klinis ini menyerang mulut dan sirip, akan tetapi dapat juga menyerang bagian mana saja pada ikan. Sel-sel yang mengalami kerusakan terlihat seperti kumpulan telur pada permukaan tubuh berwarna putih dan tersebar dan ukurannya dapat membesar seperti tumor. Dapat terlihat seperti jamur dan kadang bagi yang tidak teliti dapat mengalami kesalahan diagnosa dengan menganggapnya sebagai jamur. Virus penyebab penyakit ini sangat menular. Tidak ada perlakuan yang spesifik yang dapat mengatasi penyakit ini (Axelrod et al., 1995).

2.1.2. Penyakit Non Infeksi Selain karena infeksi, penyakit juga dapat timbul karena sebab non infeksi misalnya defisiensi malnutrisi, genetik, atau kondisi lingkungan budidaya yang tidak sesuai bagi ikan sehingga memicu stres. Selama ini cukup sulit membedakan penyakit yang diakibatkan oleh infeksi atau non infeksi. Karena gejala yang ditunjukkan hampir sama misalnya hilangnya nafsu makan, perubahan warna, dan abnormalitas tingkah laku dimana gejala-gejala tersebut

Laporan Hasil Pemantauan Hama dan Penyakit Ikan Karantina Karantina Ikan Otorita Batam Batam Tahun 2007

17

dapat juga disebabkan oleh perubahan lingkungan perairan baik secara fisik maupun kimia. Misalnya perubahan pH, pertukaran gas dalam air yang tidak seimbang, atau adanya racun.

2.1.2.1. Penyakit Nutrisi Pakan ikan harus mengandung cukup protein, karena protein yang dibutuhkan oleh ikan relatif tinggi. Kekurangan protein akan menurunkan daya tahan tubuh ikan terhadap penyakit. Selain itu pertumbuhannyapun akan terganggu. Kekurangan vitamin pada ikan juga mengakibatkan kelainan kelainan pada tubuh ikan baik kelainan bentuk tubuh maupun kelainan fungsi faal (fisiologi). Kekurangan vitamin A akan mengakibatkan pertumbuhan yang lambat pada ikan, kornea mata menjadi lunak, mata menonjol dan mengakibatkan kebutaan serta pendrahan pada kulit dan ginjal ikan. Kekurangan vitamin B1 ( thiamin) akan menyebabkan ikan menjadi lemah dan kehilangan nafsu makan, timbulnya pendarahan atau penyumbatan pembuluh darah, abnormalitas gerakan yaitu seperti kehilangan keseimbangan dan ikan akan berwarna pucat. Kekurangan vitamin B2 (riboflavin) pada ikan akan mengakibatkan mata menjadi keruh dan pendarahan pada okuler mata sehingga ikan lama kelamaan akan mengalami kebutaan, ikan berwarna gelap, nafsu makan ikan hilang dan pertumbuhan lambat serta terjadinya pendarahan pada kulit dan sirip ikan. Ikan yang mengalami kekurangan vitamin B6 (pyridoxine) akan mengalami frekuensi pernafasan yang meningkat, dan akan mengalami kekurangan darah lama-kelamaan. Selain itu vitamin C juga sangat berperan di dalam pembentukan

Laporan Hasil Pemantauan Hama dan Penyakit Ikan Karantina Karantina Ikan Otorita Batam Batam Tahun 2007

18

kekebalan tubuh oleh karena itu kekurangan vitamin C yang berlangsung dalam periode lama akan mengakkbatkan menurunnya daya tahan tuibuh ikan dan menunjukkan gejala seperti ikan berwarna lebih gelap, terjadi pendarahan pada kulit, hati, dan ginjal. Selain itu kekurangan vitamin C akan menyebabkan terjadinya kelainan pada tulang belakang yaitu bengkok arah samping (scoliosis) dan bengkok arah atas dan bawah ( lordosis), untuk menanggulangi kekurangan vitamin pada ikan maka kita harus melengkapi dan menambahkan beberapa vitamin pada pakan ikan. Disamping itu ikan juga memerlukan mineral tertentu, Mineral dibutuhkan ikan melalui pakan bukan melalui air. Karena mineral yang ditambahkan didalam air dapat berpengaruh sebagai racun. Disamping mineral, ikan juga

membutuhkan trace elemen misalnya iodine, tembaga, cobalt, mangan, aluminium, dan molybdenum. Elemen-elemen tersebut harus tersedia maksimum 1 ppm.

2.1.2.2. Penyakit Genetika Dewasa ini telah dikembangkan ikan yang resisten terhadap penyakit melalui penelitian-penelitian dalam hal selective breeding dan manipulasi genetik. Walaupun efek resisten tersebut muncul sebagai hasil sampingan penelitian

yang sebenarnya bertujuan untuk kepentingan lain misalnya untuk meningkatkan tingkat pertumbuhan dan fekunditas atau untuk memperbaiki konversi pakan. Saat ini induk yang resisten terhadap penyakit yang dikembangkan secara ilmiah hanya tersedia dalam jumlah terbatas. Hal ini dapat diatasi dengan seleksi terhadap ikan yang tidak terserang wabah penyakit (Plumb, 1994).

Laporan Hasil Pemantauan Hama dan Penyakit Ikan Karantina Karantina Ikan Otorita Batam Batam Tahun 2007

19

Penyakit akibat genetika sendiri salah satunya disebabkan karena perkawinan kekerabatan Hal ini menyebabkan minimnya variasi genetik dalam tubuh keturunannya. Sehingga daya tahan tubuh ikan menjadi menurun dan rentan terhadap suatu serangan penyakit (Supriyadi, 2004). Kelainan lain yang sering ditemukan pada ikan hasil perkawinan kekerabatan yaitu tutup insang tidak bisa tertutup dengan sempurna, sehingga hal ini akan mengganggu pada proses pernafasan ikan dan lama kelamaan ikan akan mengalami kekurangan darah akibat rusaknya sistem pembuat darah akibat minimnya oksigen yang dipasok pada jaringan pembuat darah.

2.1.2.3. Penyakit akibat Kualitas Air Salah satu faktor yang paling penting dalam keberhasilan akuakultur adalah kualitas air sebagai media hidup dan kuantitasnya atau ketersediaannya (Plumb, 1994). Kualitas air seperti yang diungkapkan oleh Boyd dalam Plumb (1994) bervariasi, akan tetapi pada umumnya sesuai untuk akuakultur kecuali air dibawah kondisi tertentu. Parameter kualitas air misalnya kesadahan, alkalinitas, pH, racun atau adanya gas-gas yang tidak dikehendaki dipengaruhi oleh kualitas air pada sumber air. Parameter kualitas air yang tidak sesuai akan menyebabkan stres pada ikan sehingga ikan akan mudah terserang penyakit karena metabolisme dalam tubuhnya terganggu (Irianto, 2003). Penyebab terjadinya stres karena lingkungan dapat berupa faktor kimiawi, fisik, dan biologis. Faktor kimiawi antara lain polutan yang masuk ke badan air. Faktor fisik dapat berupa perubahan temperatur yang

Laporan Hasil Pemantauan Hama dan Penyakit Ikan Karantina Karantina Ikan Otorita Batam Batam Tahun 2007

20

drastis. Dan faktor biologi dapat berupa terjadinya ledakan populasi algae, toksin algae, dan parasit (Riani, 2004).

a. pH Derajat keasaman (pH) adalah gambaran keasaman suatu perairan. Derajat keasaman dipengaruhi banyak faktor antara lain suhu, oksigen terlarut, dan alkalinitas. Fluktuasi pH juga sangat dipengaruhi respirasi karena karbondioksida yang dihasilkannya. Jika konsentrasi karbonat dalam perairan tinggi maka pH juga akan tinggi. Untuk ikan laut, ph 10-15 merupakan kisaran yang cocok walaupun kisaran tersebut tidak sesuai untuk beberapa coelenterata. pH yang lebih rendah dari yang dibutuhkan ikan akan menyebabkan rusaknya kulit dan insang dimana terjadi pucat insang dan haemorrhage kapiler. Selain itu dengan pH yang rendah menurunkan resistensi terhadap racun-racun yang ada dalam perairan. pH yang terlalu tinggi pun menimbulkan gejala-gejela klinis yang sama .

b. Temperatur Kisaran batas toleransi temperature yang sesuai untuk ikan adalah sekitar 20oC 32oC. Sedangkan untuk daerah tropis sebaiknya 27 oC dengan fluktuasi 3
o

C (Riani, 2004). Jika tiba-tiba ikan mendapati suhu rendah misalnya pada saat

transportasi maka tubuhnya akan mencapai suhu normal dalam satu atau dua jam setelah ditempatkan pada wadah dengan kondisi lingkungan yang normal. Sedangkan jika ikan mendapati suhu tinggi maka akan terlihat perubahan tingkah

Laporan Hasil Pemantauan Hama dan Penyakit Ikan Karantina Karantina Ikan Otorita Batam Batam Tahun 2007

21

laku yang abnormal dimana ikan berusaha keluar dari wadah atau berenang tidak tenang. Suhu air juga mempengaruhi kelarutan oksigen dimana kenaikan suhu dapat menyebabkan menurunnya kelarutan oksigen di perairan. Apabila ikan mengalami kekurangan oksigen maka sistem enzim dalam tubuh ikan tidak akan berfungsi dengan baik sehingga dapat menyebabkan stres (Afrianto dan Evi Liviawaty, 1992).

c. Oksigen dan Karbondioksida Oksigen terlarut adalah jumlah mg/l gas oksigen yang terlarut dalam air. DO berasal dari hasil fotosintesa dan difusi dari udara diperlukan untuk pernafasan mahluk hidup dan pembusukan bahan-bahan organik yang terdapat dalam perairan (Riani, 2004). Kekurangan oksigen atau karbondioksida yang berlebih di perairan

ditunjukkan dengan gejala-gejala yang sama yaitu respirasi yang tidak beraturan dan ikan banyak berenang di permukaan air. Kebutuhan setiap ikan akan oksigen terlarut berbeda tergantung spesies, stadia, dan aktifitasnya. Konsentrasi minimum yang masih dapat diterima oleh sebagian besar spesies ikan untuk dapat hidup dengan baik adalah 5 ppm dan tidak boleh kurang dari 4 ppm. Sedangkan untuk telur dan larva oksigen terlarut yang dibutuhkan minimum 6 ppm (Widiyono, 1999). Oksigen diperlukan ikan untuk metabolismenya sehingga menghasilkan berbagai aktifitas misalnya untuk pergerakan, pertumbuhan, reproduksi, dll.

Laporan Hasil Pemantauan Hama dan Penyakit Ikan Karantina Karantina Ikan Otorita Batam Batam Tahun 2007

22

Kekurangan oksigen dapat menyebabkan gangguan pernafasan dan selanjutnya ikan akan mati (hipoksia dan anoksia). Sedangkan karbondioksida berhubungan dengan pH. Akan tetapi

karbondioksida tidak berpengaruh pada lingkungan dengan kemampuan buffer yang tinggi seperti pada air laut karena kemampuan air laut menetralisir pengaruhnya.

d. Ammonia Riani (2004) menyebutkan bahwa dalam perairan terdapat berbagai bentuk nitrogen yaitu gas nitrogen (N2), NO2- (nitrit), NO3- (nitrat), NH3 (ammonia), NH4+ dan sejumlah besar nitrogen yang terikat dalam organik kompleks. Bentuk nitrogen yang berbahaya untuk kehidupan adalah nitrit dan ammonia yang terbentuk jika perairan dalam keadaan tidak ada oksigen (anaerob) yakni sejumlah mikroorganisme akan menggunakan oksigen yang terikat pada nitrat atau senyawa teroksidasi lainnya untuk keperluan pernafasannya atau melalui denitrifikasi atau respirasi nitrogen. Sedangkan ammonia berasal dari nitrat maupun dari nitrit. Pengaruh racun Ammonia dapat memicu penyakit pada insang karena infeksi bakteri. Akibat racun ini insang akan berwarna merah abnormal dan akan terlepas dari bawah penutup insang. Hal inilah yang memicu serangan bakteri terhadap insang yang luka. Pengaruh Ammonia pada air laut cukup berbahaya karena jika pH tinggi maka akan terlepas gas ammonia bebas. Kadar Ammonia bebas di perairan sebesar kurang dari 0,1 ppm dapat menyebabkan stress. Konsentrasi yang aman bagi ikan adalah sebesar 0,01 ppm.

Laporan Hasil Pemantauan Hama dan Penyakit Ikan Karantina Karantina Ikan Otorita Batam Batam Tahun 2007

23

e. Salinitas Air adalah zat pelarut yang bersifat sangat berdaya guna yang mampu melarutkan zat-zat lain dalam jumlah yang lebih besar daripada zat cair lainnya. Khusus pada air laut diperkirakan hampir sebesar 50 triliun metrik ton garam yang larut didalamnya. Konsentrasi rata-rata seluruh garam yang terdapat di dalam air laut dikenal dengan salinitas. Konsentrasi ini biasanya sebesar 3 % dari berat seluruhnya yang lebih sering disebut sebagai bagian perseribu atau ditulis dengan 35 %o. Untuk air tawar biasanya salinitas sebesar 0 %o Bagi akuakultur, salinitas juga merupakan parameter yang cukup penting. Karena selain berpengaruh terhadap kualitas air lainnya juga berpenagruh langsung terhadap proses fisiologis ikan. Nilai salinitas yang tinggi dapat menyebabkan kadar oksigen terlarut di perairan berkurang. Demikian pula sebaliknya. Disamping itu hampir semua organisme laut hanya dapat hidup pada daerah-daerah yang mempunyai perubahan salinitas yang sangat kecil. Hanya beberapa saja yang mampu hidup pada daerah dengan perubahan salinitas besar. Ikan yang toleransinya tinggi terhadap perubahan salinitas disebut euryhaline. Sedangkan yang tidak mampu menoleransi perubahan salinitas disebut stenohaline.

f. Kedalaman Air Kedalaman perairan khususnya untuk akuakultur berhubungan diantaranya dengan kecerahan, oksigen terlarut, dan tekanan. Pada kolom air di permukaan yang masih menerima sinar matahari merupakan area berkembangbiaknya

Laporan Hasil Pemantauan Hama dan Penyakit Ikan Karantina Karantina Ikan Otorita Batam Batam Tahun 2007

24

plankton sebagai penghasil oksigen dan makanan bagi ikan. Semakin ke dalam dimana pengaruh radiasi matahari semakin berkurang maka kadar oksigen pun turut berkurang karena semakin sedikitnya plankton. Disamping itu tekanan di dalam kolom air bertambah. Hal ini berpengaruh langsung terhadap fungsi fisiologis ikan dimana dapat menimbulkan stres pada ikan.

g. Kesadahan Kesadahan pada linkungan pembudidaya ikan hias dikenal dengan istilah air lunak dan air keras. Nilai kesadahan pada air biasanya ditentukan dengan kandungan kalsium karbonat atau magnesium. Tingkatan nilai kesadahan untuk air dapat dibedakan menjadi air yang lunak (kesadahan rendah), air yang sedang dan air yang keras atau kesadahan tinggi dan sangat keras ( tabel .1). Tiap jenis ikan terutama ikan hias memerlukan kesadahan air yang tidak sama, ikan neon tetra misalnya memerlukan kesadahan air rendah apaabila dibandingkan dengan ikan hias golongan siklid.

Tabel 1. Tingkat kesadahan air berdasarkan pada jumlah kandungan kalsium karbonat. Tingkat Kesadahan Lunak (rendah) Sedang Keras ( tinggi ) Sangat keras Kandungan Kalsium Karbonat 0-50 50-150 150-300 >300 Nilai Kesadahan ( dCHO) 0-3,5 3,5-10 10,5-21 >21

Laporan Hasil Pemantauan Hama dan Penyakit Ikan Karantina Karantina Ikan Otorita Batam Batam Tahun 2007

25

h. Bahan Cemaran Bahan cemaran biasanya berasal dari sumber air yang digunakan pada suatu usaha budidaya ikan, terutama yang menggunakan sumber air dari sungai atau perairan umum. Cemaran bisa berasal dari limbah domestik maupun limbah industri. Bahan cemaran dapat berupa bahan beracun dan logam berat. Bahan cemaran tersebut secara langsung dapat mematikan atau bisa juga melemahkan ikan. Pada cemaran konsentrasi rendah yang berlangsung dalam jangka waktu lama maka akan menimbulkan efek yang tidak mematikan ikan tetapi mengganggu proses kehidupan ikan (sublethal) hal ini akan mengganggu kesehatan ikan. Pada kondisi demikian ikan akan mudah terinfeksi oleh segala macam penyakit misalnya penyakit akibat infeksi jamur maupun bakteri.

Laporan Hasil Pemantauan Hama dan Penyakit Ikan Karantina Karantina Ikan Otorita Batam Batam Tahun 2007

26

III. METODOLOGI

3.1.

Waktu dan Tempat Pemantauan Hama dan Penyakit Ikan Karantina (HPIK) Tahun Anggaran

2007 dilaksanakan pada bulan April September 2007 meliputi Pulau Setoko, Pulau Rempang dan Pulau Galang . Lokasi yang dipantau antara lain: area

budidaya dan perairan umum. Sedangkan pemeriksaan hama dan penyakit ikan dilakukan di Laboratorium Karantina Ikan Satuan Kerja Karantina Ikan Otorita Batam.

3.2.

Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan dalam kegiatan ini adalah :
ALAT 1. Disecting Kit 2. Petridish 3. Tabung reaksi 4. Lampu Bunsen 5. Nampan Bedah 6. Jarum Inokulasi 7. Objek glass dan cover glass 8. Cool box 9. Beaker Glass 10. Pippet 11. Erlenmeyer 12. Mikroskop 13. Oven 14. Inkubator 15. Autoclave 16. Laminary air flow 17. Refrigerator 18. Water bath 19. Analitycal Balance 20. Tissue 21. Elektrophoresis 22. UV doc 23. Mesin PCR 24. Vortex 25. Microcentrifuge BAHAN 1. Media agar 2. Bahan uji lanjut bakteri 3. Alcohol 4. Aquadest 5. Spiritus 6. Tissue 7. Kapas 8. Kantong plastic 9. Karet Gelang 10. Parafin 11. Xylol 12. Formaldehid 13. Larutan hematoxylin 14. Ethanol 15. Phenol 16. Aluminium foil 17. Parafilm 18. Natrium Hypoclorid 19. Eosin 20. Agarose 21. Ethidium bromide 22. KIT IQ2000

Laporan Hasil Pemantauan Hama dan Penyakit Ikan Karantina Karantina Ikan Otorita Batam Batam Tahun 2007

27

Adapun sampel yang diperiksa adalah Kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) .

3.3.

Pengambilan Sampel Pengambilan ikan contoh diusahakan dapat mewakili populasi ikan yang

ada. Ikan contoh yang diambil adalah ikan yang dalam keadaan hidup atau ikan dalam keadaan hamper mati (Amos,1985). Sampel yang berasal dari ikan hidup, sekarat atau baru saja mati dapat digunakan untuk pemeriksaan parasit, bakteri, jamur dan virus. Sedangkan sampel ikan yang telah lama mati tidak dapat digunakan untuk pemeriksaan diatas apalagi histopatologi. Pemilihan sampel didasarkan pada perubahan makroskopis patologik yang terjadi. Ikan sampel yang diambil adalah ikan sakit, ikan yang diduga sakit, dan ikan sakit yang baru saja mati serta ikan hidup yang masih sehat. Menurut Juklak Puskara 1997, jumlah ikan sample yang diambil sesuai standard yang telah dibakukan yaitu tiap jenis ikan dan tiap lokasi diambil 5-10% dari populasi, apabila tidak memungkinkan disesuaikan dengan jumlah yang ada minimal 5-10 ekor, serta dengan data pendukung yaitu berdasar parameter kualitas air, pH, suhu, salinitas dan DO.

3.4.

Pemeriksaan Hama dan Penyakit Ikan

3.4.1. Prosedur Pemeriksaan Parasit Parasit berdasarkan letak dan posisi penyerangan terdiri atas endoparasit dan ekto parasit. Sumber pemeriksaan ektoparasit adalah seluruh permukaan

Laporan Hasil Pemantauan Hama dan Penyakit Ikan Karantina Karantina Ikan Otorita Batam Batam Tahun 2007

28

tubuh dan insang ikan. Pemeriksaan parasit dilakukan secara makroskopis dengan kasat mata dan secara mikroskopis dengan bantuan mikroskop. Pemeriksaan ektoparasit secara mikroskopis dilakukan dengan pembuatan sediaan ulas mukus tubuh kiri dan kanan ikan dengan menggunakan skalpel. Sedangkan untuk pemeriksaan insang dilakukan dengan mengambil sedikit mukus insang dengan spatula dan ditempatkan pada gelas objek dan diamati dibawah mikroskop. Pemeriksaan endoparasit dilakukan pada darah, otot daging, saluran pencernaan dan organ-organ dalam tubuh ikan. Pemeriksaan endoparasit dalam darah dilakukan dengan pembuatan sediaan ulas darah kemudian diamati dibawah mikroskop. Pemeriksaan endoparasit pada organ-organ internal dilakukan dengan pembukaan tubuh ikan, mengangkat otot daging, mengamati abnormalitas organ-organ internal, kemudian memisahkan dan menyimpannya dalam larutan fisiologis. Saluran pencernaan diperiksa dengan membuka usus dan diamati keadaan mukosa usus. Apabila ditemukan parasit maka parasit dipindahkan ke cawan petri berisi larutan fisiologis.

3.4.2. Prosedur Pemeriksaan Bakteri Isolasi bakteri dilakukan di laboratorium atau tempat yang tidak ada hembusan angin dan harus dilakukan secepat mungkin untuk mencegah kontaminasi. Bersihkan tubuh ikan dengan kapas ber-etanol 70 %. Bedah ikan dan buka rongga perut. Bakteri umumnya diisolasi dari limpa, ginjal, dan hati. Otak juga menjadi organ sasaran untuk infeksi Streptococcus. Inkubasi agar pada suhu kamar (25-28 oC) selama 1-2 (Yuasa, dkk., 2003).

Laporan Hasil Pemantauan Hama dan Penyakit Ikan Karantina Karantina Ikan Otorita Batam Batam Tahun 2007

29

Isolasi bakteri dari pembengkakan, pengelupasan atau borok pada permukaan tubuh dilakukan dengan memotong permukaan luka yang

sebelumnya telah dibersihkan dengan kapas beretanol 70 %. Pemotongan dilakukan dengan pisau bedah yang telah dibakar. Masukkan jarum ose dan sebarkan pada agar. Inkubasi agar pada suhu kamar selama 1-2 hari. Setelah agar diinkubasi dan tumbuh koloni bakteri maka harus dibuat kultur murni dari isolasi bakteri karena koloni bakteri yang tumbuh pada agar biasanya mengandung bakteri lingkungan. Bakteri ini harus dipisahkan dari bakteri patogen. Patogen pada luka biasanya tumbuh dominan sehingga koloni yang dominan pada agar adalah patogen. Ambil satu dari koloni yang dominan dan sebarkan pada agar yang baru dengan menggunakan jarum ose dan koloni yang seragam akan tumbuh setelah inkubasi selama 1-2 hari. Apabila koloni bakteri pada kultur murni telah tumbuh, dilakukan uji-uji untuk identifikasi bakteri. Uji-uji tersebut yaitu: Morfologi koloni pada Agar, Uji Gram, Uji Oksidase, Uji Katalase, Uji Motility, Uji Glukosa, Uji O/F, Uji TCBS (Tiosulfat Citrat Bile Salts Sucrose) Agar, Uji EMBA (Eosin Methylene Blue Agar), Uji SS (Salmonella Shigella) Agar, Uji Pseudomonas Agar, Uji TSIA (Triple Sugar Iron Agar), Uji Ornithin, Uji Indol, Uji Urea, Uji LIA, Uji Citrat, dan Uji Luminescens. Hasil uji-uji tersebut menjadi dasar identifikasi bakteri yang diantaranya mengacu pada Cowan dan Steels (1974), Bridson (1998) dan UNESCO/CIDA (1980).

Laporan Hasil Pemantauan Hama dan Penyakit Ikan Karantina Karantina Ikan Otorita Batam Batam Tahun 2007

30

3.4.3. Prosedur Pemeriksaan Virus Pemeriksaan virus dapat dilakukan dengan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction). Untuk virus RNA diperiksa dengan RT-PCR (Reverse Transcriptation Polymerase Chain Reaction). Sampel yang digunakan untuk pemeriksaan virus disimpan dalam alkohol 70 % (untuk virus DNA) atau Alkohol 80 % + Glicerin 20 % (untuk virus RNA) dan disimpan dalam refrigerator (Sunarto, 2004). Sampel yang digunakan untuk pemeriksaan dapat berasal dari seluruh organ. Akan tetapi akan lebih baik jika berasal dari bagian tubuh yang merupakan organ target (organ yang terserang penyakit). Untuk pemeriksaan Koi Herpes Virus (KHV) digunakan insang. Ada juga penyakit yang menyerang hampir semua organ tubuh, misalnya penyakit bercak putih (White spot syndrome virus) dan TSV (Taura syndrome virus). Oleh karena itu pemeriksaan PCR dapat dilakukan dari semua bagian tubuh (biasanya digunakan insang), untuk pemeriksaan Viral Nervous Necrosis(VNN) digunakan mata, otak dan otot tubuh. Teknik PCR untuk virus DNA terdiri dari 3 proses yaitu ekstraksi DNA virus, amplifikasi DNA, dan deteksi DNA dengan menggunakan elektroforesis. Sedangkan untuk virus RNA, ekstraksi RNA merupakan transkripsi ke DNA sebelum amplifikasi (Yuasa dkk., 2003).

3.5.

Analisa Data Data hasil pengamatan yang berupa penyakit ikan golongan parasit dan

bakteri dianalisa dengan menggunakan prevalensi/frekuensi kejadian yang rumusnya perhitungannya sebagai berikut :

Laporan Hasil Pemantauan Hama dan Penyakit Ikan Karantina Karantina Ikan Otorita Batam Batam Tahun 2007

31

Ikan sampel yang terinfeksi Prevalensi = Total ikan sampel yang diperiksa X 100 %

Laporan Hasil Pemantauan Hama dan Penyakit Ikan Karantina Karantina Ikan Otorita Batam Batam Tahun 2007

32

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.

Hasil Hasil dari Pemantauan Hama dan Penyakit Ikan Karantina dapat dilihat

pada Lampiran 3 yang menggambarkan jenis penyakit ikan yang menyerang komoditas perikanan dan hasil analisa nilai prevalensi/frekuensi kejadian komoditas ikan yang terinfeksi jenis organisme penyebab penyakit.

4.2.

Pembahasan Budidaya laut di Provinsi Kepulauan Riau khususnya di lingkup Satuan

Kerja Karantina Ikan Otorita Batam telah berkembang cukup lama. Gugusan pulau-pulau di sekitar P Batam memiliki karakteristik yang cocok untuk pengembangan kegiatan perikanan ini. Komoditas yang sering dibudidayakan terutama berbagai jenis ikan kerapu dan ikan laut lain yang memiliki nilai ekonomis tinggi . Benih ikan-ikan yang dibudidayakan biasanya didapat dari panti pembenihan di Bali, Batam dan dari tangkapan alam. Hasil budidaya tersebut kemudian diekspor ke beberapa negara misalnya Singapura, Malaysia, dan Hongkong. Dari penuturan pelaku usaha budidaya atau petani ikan, kasus penyakit ikan di Pulau Batam dan sekitarnya hampir setiap tahun merebak. Terutama pada pergantian musim hujan ke musim kemarau yaitu pada bulan Maret hingga Mei. Penyakit yang sering ditemukan adalah akibat infeksi parasit dan ditemukan gejala-gejala klinis lainnya yang diduga disebabkan oleh infeksi bakteri dan virus. Pada saat pergantian musim tersebut sering ditemukan kematian massal dan

Laporan Hasil Pemantauan Hama dan Penyakit Ikan Karantina Karantina Ikan Otorita Batam Batam Tahun 2007

33

mendadak. Sebagaimana disampaikan oleh petani ikan, pada kasus ini biasanya sekitar lima menit setelah kematian ikan daging telah membusuk.

Beberapa sampel yang ditemukan pada saat dilakukan pemantauan HPIK menunjukkan haemorrhage pada beberapa bagian permukaan tubuh dan sirip dari sampel-sampel yang sakit. Dari hasil pemeriksaan sampel pemantauan HPIK diketahui bahwa sampel terserang bakteri Vibrio sp, plesiomonas shigelloides dan Aeromonas hydrophyla.

Data sekunder berupa wawancara dengan pelaku budidaya ditemukan bahwa penyakit ikan yang merebak pada budidaya laut di wilayah Batam dan sekitarnya biasanya terjadi pada pergantian musim dari musim hujan ke musim kemarau. Pada saat tersebut parameter-parameter kualitas air pada lingkungan budidaya tidak stabil sehingga menyebabkan stres pada ikan dan meningkatkan kerentanan ikan terhadap penyakit. Penyakit ikan yang menunjukkan gejalagejala serangan bakteri atau virus biasanya diawali oleh serangan parasit. Serangan parasit dapat diatasi dengan mencuci ikan dengan air tawar. Sehingga kasus kejadian penyakit ikan jarang terjadi pada saat musim hujan atau area budidaya yang mendapat pengaruh air sungai. Sedangkan apabila ikan menunjukkan gejala-gejala klinis serangan bakteri biasanya pengobatan

dilakukan dengan antibiotika misalnya terramycin, penicillin, dan procaine penicillin sulphate.

Laporan Hasil Pemantauan Hama dan Penyakit Ikan Karantina Karantina Ikan Otorita Batam Batam Tahun 2007

34

Jenis jenis yang didapat pada hasil pemantauan daerah sebar HPI/HPIK adalah sebagai berikut :

4.2.1. Parasit Parasit yang yang ditemukan adalah dari golongan Zooparasit protozoa yang termasuk kelompok Ciliata yang bergerak dengan rambut getar yaitu Trichodina sp.

~ Trichodina sp Parasit ini termasuk phylum Ciliophora class Ciliata, family trichodinidae dan genus Trichodina. Memiliki ukuran tubuh 50m, berbentuk seperti topi/piring dengan tubuh lebar, pipih secara dorsal ventral: permukaan ventral menempel pada substrat, dikelilingi beberapa cilia, satu atau beberapa cilia atau bulu terdapat pada permukaan dorsal, parasit ini ditemukan menginfeksi kulit dan insang ikan. Menurut Kabata (1985), Trichodina sp akan berkembang biak dengan cepat pada kolam yang dangkal dan air relative tenang, Penularanya terjadi lebih cepat apabila kepadatan populasi ikan cukup tinggi. Patogenitas kelas Ciliata: ikan (inang) sebagai substrat dan alat transport, menyukai kulit inang yang lunak dan menghindari sisik yang besar, sering menyerang ikan yang muda, pada ikan dewasa menyerang bagian lunak seperti sirip, kulit, insang, rongga mulut, dan hidung. Intensitas serangan akan menurun dengan bertambahnya umur ikan, koloni parasit yang padat akan menyebabkan iritasi pada kulit inang, infeksi akan

Laporan Hasil Pemantauan Hama dan Penyakit Ikan Karantina Karantina Ikan Otorita Batam Batam Tahun 2007

35

menyebabkan lender ikan yang berlebihan, kulit inang yang terserang akan tampak kebiruan. Parasit ini menginfeksi insang dan kulit ikan Kerapu yang berasal dari Pulau Setokok, Pulau Rempang dan Pulau Galang.

4.2.2. Bakteri Bakteri yang ditemukan adalah Vibrio sp, Plesiomonas shigelloides dan Aeromonas hydrophyla ~ Vibrio sp

Bakteri ini termasuk bakteri gram negative dengan bentuk agak bengkok atau batang pendek, bergerak atau motil, oksidase positif, fermentative dan tidak menghasilkan gas, tidak berspora, tidak berkapsul, bersifat fakultatif anaerob yang sensitive terhadap (O/129), bakteri ini biasanya dijumpai di lingkungan akuatik, terutama pada lingkungan payau dan laut ( Inglish et al,1993) . Dari hasil pemantauan HPIK, golongan bakteri yang ditemukan adalah Vibrio sp, Menurut Zafran, dkk (1998) vibriosis adalah penyakit ikan akibat infeksi bakteri yang paling sering terjadi. Penyakit ini disebabkan oleh beberapa spesies Vibrio yang merupakan patogen ikan utama dan menyebabkan epizootic yang berbahaya pada banyak spesies ikan laut. Akan tetapi beberapa spesies Vibrio lainnya terkadang hanya berperan sebagai patogen opotunistik jika ikan berada dalam keadaan stres. Infeksi oleh bakteri ini terjadi biasanya jika ikan ditangkap dengan jaring secara tidak hati-hati dan melukai tubuh ikan atau akibat

Laporan Hasil Pemantauan Hama dan Penyakit Ikan Karantina Karantina Ikan Otorita Batam Batam Tahun 2007

36

transportasi. Bakteri dapat menimbulkan lesi di mata pada kerapu bebek/tikus (Cromileptis altivelis) setelah sebelumnya terinfeksi oleh serangan parasit misalnya Cryptocaryon irritans atau Benedenia. Gejala klinis yang ditunjukkan pada fase juvenil adalah serangan akut tanpa tanda-tanda klinis kecuali warna tubuh semakin gelap dan hilangnya nafsu makan. Sedangkan ikan yang lebih tua menunjukkan hemoragi septicaemia tertentu atau lesi ulceratif pada permukaan tubuh. Apabila infeksi menyerang mata maka gejala ditunjukkan oleh timbulnya exophthalmia.

~ Plesiomonas shigelloides Bakteri yang tergolong dalam genus Aeromonas berbentuk batang pendek, bersifat gram negative, bergerak atau motil, dan positif pada uji katalase dan oksidase, memfermentasi glukosa pada media Oksidase Fermentatif (OF), tetapi tidak memproduksi gas, koloni yang diamati pada agar cawan TSA berbentuk bulat, mengkilat dan cembung dengan pigmen agak kecoklatan. ~ Aeromonas hydrophyla Bakteri yang tergolong dalam genus Aeromonas berbentuk batang pendek, bersifat gram negative, bersifat motil dengan satu flagel pada ujungnya, fermentative dan fakultatif anaerob. Aeromonas hydrophylla merupakan bakteri penyebab haemorrhagic septicaemia. Gejala eksternal yang agak khas akibat serangan bakteri ini antara lain adalah ulcer yang berbentuk bulat atau tidak teratur dan berwarna merah keabu-abuan, inflamasi dan erosi di dalam rongga dan sekitar mulut seperti pada red mouth disease. Tanda lain adalah haemorrhagic pada sirip dan

Laporan Hasil Pemantauan Hama dan Penyakit Ikan Karantina Karantina Ikan Otorita Batam Batam Tahun 2007

37

exophthalmia atao popeye (mata membengkak dan menonjol). Sedangkan gejala internal antara lain penbengkakan ginjal, petikiae, usus berisi lender kuning dan terkumpulnya sejumlah cairan pada rongga perut ( Nitimulyo et al, 1993). Bakteri ini bersifat opotunistik sehingga berkembang akibat adanya penumpukan bahan-bahan organic di dasar perairan yang tida terurai sehingga menyebabkan kekurangan oksigen.

4.2.3. Virus Target virus yang diharapkan pada pelaksanaan pemantauan hama penyakit ikan karantina pada tahun 2007 ini adalah VNN ( Viral Nervous Necrosis) dengan ikan sample kerapu dengan menggunakan metoda Polymerase Chain reaction (PCR) yang dilaksanakan di Laboratorium Karantina Ikan Otorita Batam dengan target organ yang diperiksa otak dan mata dengan hasi uji Negatif VNN.

Laporan Hasil Pemantauan Hama dan Penyakit Ikan Karantina Karantina Ikan Otorita Batam Batam Tahun 2007

38

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1

Kesimpulan Dari keseluruhan kegiatan Pemantauan Hama dan Penyakit Ikan Karantina

(HPIK) tahun 2007 pada lingkup Satuan Kerja Karantina Ikan Otorita Batam, dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Tidak ditemukan Hama dan Penyakit Ikan Karantina golongan I pada area pemantauan HPIK lingkup Satuan Kerja Karantina Ikan Otorita Batam. 2. Jenis HPI/HPIK yang ditemukan dalam pemantauan HPIK lingkup Satuan Kerja Karantina Ikan Otorita Batam meliputi golongan bakteri yaitu Vibrio sp, Plesiomonas shigelloides dan Aeromonas hydrophila . Sedangkan jenis virus tidak ditemukan. 3. Tahun 2007 kegiatan budidaya ikan air laut di lingkup Satuan Kerja Karantina Ikan Otorita Batam kerapu dan kakap mengalami peningkatan keberhasilan produksi ikan

5.2.

Saran Berdasarkan kesimpulan tersebut maka disarankan antara lain:

1.

Mengingat pentingnya kegiatan Pemantauan Hama dan Penyakit Ikan Karantina maka hendaknya dilaksanakan secara berkelanjutan dan

berkesinambungan. 2. Perlu peningkatan sarana dan prasarana, sumber daya manusia dan pengadaan bahan pustaka yang memadai untuk mendukung kegiatan Pemantauan Hama dan Penyakit Ikan Karantina.

Laporan Hasil Pemantauan Hama dan Penyakit Ikan Karantina Karantina Ikan Otorita Batam Batam Tahun 2007

39

3.

Perlu petunjuk teknis dalam mengatasi penyakit ikan yang nantinya akan didiseminasikan kepada pembudidaya ikan.

Laporan Hasil Pemantauan Hama dan Penyakit Ikan Karantina Karantina Ikan Otorita Batam Batam Tahun 2007

40

DAFTAR PUSTAKA

Afrianto, E., Evi Liviawaty. 1992. Pengandalian Hama dan Penyakit Ikan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. 89 hal. Alifuddin, M. 2004. Diagnostik Pewarnaan Sediaan Parasit. Dalam: Pelatihan

Dasar Karantina Ikan Tingkat Ahli dan Terampil. Pusat Karantina Ikan. Agustus 2004. Bogor.15 hal. Axelrod, H.R., Warren, E.B., Cliff, W.E.1995. Dr Axelrods Mini Atlas of Freshwater Aquarium Fishes Mini Edition. 1995 edition. TFH Publications Inc. United States. Bridson, E.Y., 1998. The Oxoid Manual. Eight edition. Oxoid Limited. Basingstoke. Burgess, W.E, Herbert, R.A, Ray, H.1997. Dr Burgesss Mini Atlas of Marine Aquarium Fishes. Second edition. TFH Publications Inc. United States. Cowan and Steel. 1974. Manual for the Identification of Medical Bacteria. Second edition. Cambridge University Press. FAO dan NACA. 2001. Asia Diagnostic Guide to Aquatic Animal Diseases. Irianto A., 2003. Probiotik akuakultur. Gajahmada University Press. Yogyakarta. 125 hal. SK MEN DKP No. 17/MEN/2006. Penetapan Jenis-Jenis Hama dan Penyakit Ikan Karantina, Golongan, Media Pembawa dan Sebarannya. Jakarta Pelczar, M.J., dan E.C.S. Chan, 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.

Laporan Hasil Pemantauan Hama dan Penyakit Ikan Karantina Karantina Ikan Otorita Batam Batam Tahun 2007

41

Plumb, J.A, 1994. Health Maintenance of Cultured Fishes. Principal Microbial Disease. Department of Fisheries and Allied Aquacultures and Alabama Agricultural Experiment Station, College of Agriculture. Auburn University Alabama. USA. CRC Press. Boca Raton, Florida. 253 p. Riani, E. 2004. Manajemen Kualitas Air. Dalam: Pelatihan Dasar Karantina Ikan Tingkat Ahli dan Terampil. Pusat Karantina Ikan. Agustus 2004. Bogor.12 hal. Roberts, R.J. 1992. Fungal Disease of Fish. In Workshop on Mycological Aspects of Fish and Shellfish Disease. Aquatic Animal Health Research Institute. Departent of Fisheries. Kasetsart University Campus. Bangkok Thailand. p: 33-37 Sunarto, A. 2004.Prosedur Pemeriksaan Virus pada Ikan Karantina. Dalam: Pelatihan Dasar Karantina Ikan Tingkat Ahli dan Terampil. Pusat Karantina Ikan. Agustus 2004. Jakarta.28 hal. Supriyadi, H, 2004. Dasar-Dasar Bakteriologi. Dalam: Pelatihan Dasar Karantina Ikan Tingkat Ahli dan Terampil. Pusat Karantina Ikan. Agustus Jakarta.6 hal. Supriyadi, H, 2004. Pencegahan Penyakit Ikan Hias. Dalam: Pelatihan Dasar Karantina Ikan Tingkat Ahli dan Terampil. Pusat Karantina Ikan. Agustus 2004. Jakarta.Hal: 6 Supriyadi, H. 2004. Pemeriksaan dan Identifikasi Hama dan Penyakit Ikan/Hama dan Penyakit Ikan Karantina. Dalam: Pelatihan Dasar Karantina Ikan Tingkat Ahli dan Terampil. Pusat Karantina Ikan. Agustus 2004. Jakarta. 6 hal. 2004.

Laporan Hasil Pemantauan Hama dan Penyakit Ikan Karantina Karantina Ikan Otorita Batam Batam Tahun 2007

42

Supriyadi, H, 2004. Penyakit Infeksi dan Non Infeksi. Dalam: Pelatihan Dasar Karantina Ikan Tingkat Ahli dan Terampil. Pusat Karantina Ikan. Agustus 2004. Jakarta.5 hal. UNESCO/CIDA. 1980. A Diagnostic Manual of Veterinary Clinical Bacteriology and Mycology. Regional Training Course In Veterinary Diagnostic Microbiology. Feradeniya. Widiyono, I. 1999. Pemeriksaan Klinis Pada Ikan. Dalam Pelatihan Pemeriksaan Klinis dan Patologis Ikan. Fakultas Kedokteran Hewan UGM dan Pusat Karantina Pertanian. Juli 5-28. Yogyakarta. 17 hal. Yuasa, K., N. Panigoro, M. Bahnan, E.B. Kholidin. 2003. Panduan Diagnosa Penyakit Ikan. Tehnik Diagnosa Penyakit Ikan Budidaya air Tawar di Indonesia. Balai Budidaya Air Tawar Jambi dan Japan International Cooperation Agency. Jambi. 75 hal. Amos K. H., 1985. Procedur for the Detection and Identification of Certain. Fisheries Society-Corvalis-Oregon.114 pp. Nitimulyo, K. H,. A. Sarono, dan I. Y. Lelono. 1993. Deskripsi Hama dan Penyakit Ikan karantina Golongan Bakteri. Pusat Karantina Pertanian . Jakarta. Kabata, Z. 1985, Parasites and Disease of Fish Cultured in Tropics. Tailor and Francis. London and Philadelphia.

Laporan Hasil Pemantauan Hama dan Penyakit Ikan Karantina Karantina Ikan Otorita Batam Batam Tahun 2007

43

Lampiran 1: Data Prevalensi Hama dan Penyakit Ikan Hasil Pemantauan Tahun Anggaran 2005
Lokasi Pemantauan N o Propinsi Kec Pulau Kerapu Macan (E.fuscoguttatus) Kakap (Lates calcarifer) Kerapu Macan (E.fuscoguttatus) Kakap (Lates calcarifer) Kerapu Macan (E.fuscoguttatus) Kakap (Lates calcarifer) Jenis Komoditi Jumlah Sampel Yg Terinfeksi Jenis Organisme HPI/HPIK Parasit 3 Kepulauan Riau Bulang P.Rempang P.Kallo 10 (uk 2) 5 (uk 5) Vibrio sp. Bakteri Vibrio sp. Vibrio sp. Vibrio sp. Vibrio sp. a.Vibrio sp. b.Acinetobac ter sp Jamur positif VNN Negatif VNN Virus negatif VNN negatif VNN negatif VNN negatif VNN Jumlah Sampel Yg Terinfeksi 3 3 2 2 2 1 3 2 Pre valensi (%) Rata rata kualitas air : Suhu, Salinitas, pH Kecerahan 28oC, 30 o/oo, 8, 1.9 m 27oC, 30 o/oo, 7, 1.9 m

Kepulauan Riau Kepulauan Riau

Bulang

P.Setoko P.Tonton

8 (uk 5) 4 (uk 5) 8 (uk 5) 5 (uk 5)

37,5 75 25 40 20 10 30 40

Bulang

P. Akar

28oC, 31 o/oo, 8, 1.7 m

Laporan Hasil Pemantauan Hama dan Penyakit Ikan Karantina Karantina Ikan Otorita Batam Batam Tahun 2007

38

Lampiran 2: Data Prevalensi Hama dan Penyakit Ikan Hasil Pemantauan Tahun Anggaran 2006
Lokasi Pemantauan N o Jenis Komoditi Jumlah Sampel Yg Diperiksa Jenis Organisme HPI/HPIK Jumlah Sampel Yg Terinfek si Pre valensi (%) Rata rata kualitas air : Suhu, Salinitas, pH Kecerahan 29oC, 31 /oo, 7,9 m

Propinsi

Kec

Pulau

Parasit

Bakteri

Jamur

Virus

Kepulauan Riau

Sembul ang

P.Setoko

Kerapu Macan (E.fuscoguttatus) Kakap (Lates calcarifer

5 ( uk 30) 5 ( uk 9) 8 (uk 24) 5 ( uk 7) 5 ( uk 27) 5 ( uk 5)

Gyrodactylus elegans Dactylogyrus extensus Gyrodactylus elegans Dactylogyrus extensus Gyrodactylus elegans Dactylogyrus extensus

Aeromonas caviae Vibro ordali Aeromonas caviae Vibrio ordali Aeromonas caviae Vibrio ordali

negatif VNN negatif VNN

3 2 5 3 3 3

60% 40% 62,5% 60% 60% 60%

Kepulauan Riau

Rempa ng

P. Rempang

Kerapu Macan (E.fuscoguttatus) Kakap (Lates calcarifer) Kerapu Macan (E.fuscoguttatus) Kakap (Lates calcarifer)

negatif VNN negatif VNN negatif VNN negatif VNN

29oC, 30 /oo, 7, 8 m

Kepulauan Riau

Galang Baru

P. Galang

30oC, 32 /oo, 7, 5 m

Laporan Hasil Pemantauan Hama dan Penyakit Ikan Karantina Karantina Ikan Otorita Batam Batam Tahun 2007

39

Lampiran 3: Data Prevalensi Hama dan Penyakit Ikan Hasil Pemantauan Tahun Anggaran 2007
Lokasi Pemantauan N o Propinsi Kec Pulau Jenis Komoditi Kerapu Macan (E.fuscoguttatus) Kerapu Macan (E.fuscoguttatus) Kerapu Macan (E.fuscoguttatus) Kerapu Macan (E.fuscoguttatus) Kerapu Macan (E.fuscoguttatus) Kerapu Macan (E.fuscoguttatus) Jumlah Sampel Yg Diperiksa 4 ( uk 5.1) 5 ( uk 4,3) 5 (uk 5,4) 3 ( uk 3,4) Jenis Organisme HPI/HPIK Parasit Trichodina sp Trichodina sp Trichodina sp Bakteri Aeromonas hydrophyla Vibro sp Aeromonas hydrophyla Plesiomonas shigelloides Vibrio sp Vibrio sp Jamur Virus negatif VNN negatif VNN negatif VNN negatif VNN negatif VNN negatif VNN Jumlah Sampel Yg Terinfeksi 1 1 2 2 Pre valensi (%) Rata rata kualitas air : Suhu, Salinitas, pH Kecerahan 29oC, 31 o/oo, 7,0, 30-40 cm

Kepulauan Riau

Sembulang

P.Setoko

25% 20% 40% 67%

Kepulauan Riau

Rempang

P. Rempang

o o 29 C, 30 /oo, 7, 8, 1-1,5 cm

Kepulauan Riau

Galang Baru

P. Galang

4 ( uk 4,5) 5 ( uk 5,9)

Trichodina sp Trichodina sp

1 2

25% 40%

o o 30 C, 32 /oo, 7, 5, 1,5-2,5 cm

Laporan Hasil Pemantauan Hama dan Penyakit Ikan Karantina Karantina Ikan Otorita Batam Batam Tahun 2007

40

Lampiran 4. Jadwal Kegiatan Pemantauan HPIK Tahun 2007


No Uraian Kegiatan 1 Penyusunan Rencana Kegiatan 2 Persiapan Pelaksanaan Kegiatan Pemantauan 3 Pelaksanaan Kegiatan Pemantauan 4 Pengumpulan, Pengolahan Data Hasil Pemantauan dan Penyusunan Laboran 5 Penyampaian Laporan ke PUSKARI 6 Seminar Hasil Pemantauan HPIK Lokasi Pemantauan HPIK 1 2 3 Pulau Batam dan Sekitarnya Pulau Rempang dan Sekitarnya Pulau Galang dan Sekitarnya Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des

Laporan Hasil Pemantauan Hama dan Penyakit Ikan Karantina Karantina Ikan Otorita Batam Batam Tahun 2007

41

Lampiran 5. Foto Kegiatan Pemantauan HPIK

Perairan sekitar P. Setokok

Perairan sekitar P. Rempang


Laporan Hasil Pemantauan Hama dan Penyakit Ikan Karantina Karantina Ikan Otorita Batam Batam Tahun 2007

42

Perairan sekitar P. Galang

Laporan Hasil Pemantauan Hama dan Penyakit Ikan Karantina Karantina Ikan Otorita Batam Batam Tahun 2007

43

Lampiran 6. Peta Sebar HPIK/HPI tahun 2005

Viral Nerves Necrosis

Area Budidaya

Lampiran 7. Peta Sebar HPIK/HPI tahun 2007

Batas Kabupaten

Laporan Hasil Pemantauan Hama dan Penyakit Ikan Karantina Karantina Ikan Otorita Batam Batam Tahun 2007

44

Lampiran 7. Peta Sebar HPIK/HPI tahun 2007

Aeromonas hydrophyla Plesiomonas shigelloides Trichodina sp

Vibrio sp Tichodina sp

Aeromonas hydrophyla Vibrio sp Trichodina sp

Area Budidaya Batas Kabupaten

Laporan Hasil Pemantauan Hama dan Penyakit Ikan Karantina Karantina Ikan Otorita Batam Batam Tahun 2007

45

Laporan Hasil Pemantauan Hama dan Penyakit Ikan Karantina Karantina Ikan Otorita Batam Batam Tahun 2007

46

Anda mungkin juga menyukai