Anda di halaman 1dari 5

Transgenik Pada Tepung Maizena Abad ke XXI sering disebut abad bioteknologi dan biomolekuler, yang diharapkan dapat

memecahkan berbagai masalah berkaitan dengan kesejahteraan mia. Contoh produk olahan jagungpdf PDFQueen PDF Search engine Free unlimited pdf search and download. MOCCA PUDDING, Dessert Lembut Membelai Lidah Resep Disertai foto yang menawan hasil karya ZUL ARMAIN.

Transgenik Pada Tepung Maizena. Ketahanan pangan dan teknologi produktivitas menuju kemandirian pertanian indonesia oleh: dr jaegopal hutapea dan ali zum mashar, sp abstrak. You can burn up our mosques aTanaman Produk Rekayasa Genetika, Desember 21, 2007 oleh plantus

tempat kuliah paling fleksibel SARJANA NEGERI 3 TAHUN TANPA SKRIPSI ABSENSI HADIR BEBAS BERKUALITAS IJAZAH & GELAR DARI DEPDIKNAS MURAH DAPAT DIANGSUR TIAP BULAN -terima pindahan dari PTN/PTS lain MANAJEMEN AKUNTANSI ILMU KOMUNIKASI ILMU PEMERINTAHAN

utkampus : jl. terusan halimun 37 bandung- utkampus.net

Bahayakah Bagi Kesehatan?

Penelitian terbaru yang dilakukan para pakar bioteknologi di Inggris yang dimuat dalam Nature Journal , menyimpulkan bahwa tanaman hasil rekayasa genetika tidak perlu dikhawatirkan.Hal ini diungkapkan oleh Michael Crawley, ahli biologi Imperial College.Tim yang dibentuk pada awal tahun 1990, dipimpin oleh Crawley, melakukan penelitian pada tanaman transgenik. Selama 10 tahun, tim peneliti mengamati berbagai jenis tanaman transgenik di 12 lokasi di Inggris.

PENELITIAN jangka panjang ini pertama kalinya dilakukan dan ditujukan untuk mengamati dua kemungkinan risiko dari teknologi transgenik.Pertama, adalah pengaruh terhadap lingkungan dari makanan hasil rekayasa (GM food). Kedua, apakah tanaman ini akan menyebar tanpa bisa dikontrol dan apakah ada perkembangbiakan di antara mereka dengan spesies asli untuk membentuk tanaman invasif. Penelitian yang didukung oleh pemerintah Inggris dan melibatkan konsorsium perusahaan bioteknologi

ini membuktikan bahwa tanaman ini tidak berubah menjadi tanaman super ataupun berproduksi tanpa kendali sampai mengambil alih habitat tanaman asli.

Dari hasil penelitian pada tanaman jagung, kentang, kanola, tepung maizena, dan gula transgenik selama 10 tahun lebih yang dilakukan dalam skala besar, para ilmuwan menyimpulkan bahwa tanaman transgenik tidak akan memengaruhi tanaman lain. Hasil penelitian ini juga membuktikan bahwa tanaman transgenik tidak memengaruhi lingkungan.

Risiko lingkungan

Pelepasan tanaman produk rekayasa genetika ke alam dipandang memiliki risiko terhadap lingkungan dan kesehatan manusia seperti misalnya kemungkinan tanaman transgenik tersebut menjadi gulma, kemungkinan terjadinya perpindahan gen pada spesies lain yang berakibat buruk, dan risiko kesehatan karena tanaman transgenik tersebut digunakan sebagai makanan.

Proses perpindahan DNA dari satu spesies ke spesies lain secara alami terjadi di alam. Bahkan dipercaya proses ini merupakan bagian dari proses evolusi biosfer planet Bumi yaitu terjadinya perpindahan materi genetik ganggang hijau biru (merupakan nenek moyang sel tanaman) yang menyebabkan tanaman menjadi mampu melakukan proses fotosintesis yang secara drastis mengubah kondisi Bumi yang tadinya tidak beroksigen (anaerobik) menjadi beroksigen (aerobik).

Contoh lain misalnya ketahanan bakteri tanah Agrobacterium tumefasciens dengan mengintegrasikan sebagian genomnya pada tanaman, seperti pada pembuatan tanaman transgenik saat ini. Dengan demikian, proses perpindahan DNA pada tanaman transgenik tidak dengan sendirinya menimbulkan risiko, namun yang dihasilkan dari ekspresi gen intraduksilah yang harus dikaji risikonya.

Berikut ini adalah petikan-petikan analisis risiko yang berasal publikasi The Royal Society of New Zealand.

1. Apakah tanaman transgenik berbahaya bila dikonsumsi?

Tanaman transgenik dapat berbahaya atau bermanfaat bagi manusia dan lingkungan tergantung tujuan pengembangannya dan tidak terlepas juga dari sifat gen yang diintroduksi. Apabila gen introduksi menghasilkan racun, maka tanaman transgenik dengan sendirinya akan menjadi racun. Kelebihan dari proses rekayasa genetika tanaman transgenik dibandingkan dengan pemuliaan tanaman secara tradisional yaitu dalam tanaman transgenik, gen yang dipindahkan dapat diketahui dengan persis dan dapat diikuti perjalanannya . Analisis toksisitas pada tanaman transgenik biasa dilakukan dengan menggunakan metoda acute gavage dan feeding studies pada binatang-binatang percobaan untuk menentukan apakah protein baru bersifat toksik atau tidak

Sementara itu, telah didokumentasikan bahwa tanaman-tanaman hasil pemuliaan tradisional pun dapat membahayakan kesehatan seperti varietas kentang Lenape dari AS dan Kanada dan varietas Magnum bonum dari Swedia. Kedua varietas ini telah ditarik dari pasaran karena memiliki kadar racun glikoalkaloid yang tinggi. Selain itu, varietas seledri yang resist (tahan) terhadap serangga hasil pemuliaan tradisional yang dilepas di Amerika Serikat ternyata memiliki kadar psoralen (karsinogen) yang tinggi.

2. Apakah produk rekayasa genetik membunuh manusia ?

Penyakit EMS (Eosinophilia-Myalgia Syndrome) yang menyebabkan kematian pada manusia ternyata disebabkan oleh konsumsi makanan suplemen yang mengandung L-tryptophan (US FDA 1990).Ltryptophan dihasilkan dari hasil fermentasi bakteri Bacillus amyloliquefaciens.Untuk meningkatkan produksi asam amino ini, perusahaan pembuatnya yaitu Showa Denko merekayasa genetik bakteri Bacillus amyloliquefaciens. Pada saat bersamaan perusahaan itu juga mereduksi penggunaan karbon aktif yang diperlukan untuk menyaring kontaminan dan impuriti yang biasa terdapat pada setiap proses fermentasi sebanyak 50 persen. Penyakit EMS (tryptophan) yang terjadi diakibatkan oleh proses penyaringan yang tidak sempurna. Penyakit ini bukan disebabkan karena penggunaan transgenik bakteri.

3. Mungkinkah tanaman transgenik berubah menjadi gulma?

Tanaman budi daya memiliki tampilan agronomis yang jauh berbeda dibandingkan dengan tanaman nenek moyangnya yang mungkin lebih menyerupai gulma.Ciri-ciri gulma adalah biji memiliki masa dormansi (istirahat) yang panjang, mampu beradaptasi pada lingkungan yang beragam, pertumbuhan

yang terus menerus, serta penyebaran biji yang lebih luas. Ciri-ciri kegulmaan ini telah dihilangkan pada tanaman budidaya melalui proses pemulian tanaman selama ratusan bahkan ribuan tahun. Pemindahan satu gen saja (misalnya gen ketahanan terhadap serangga, atau herbisida) tidak akan bisa mengembalikan semua karakter kegulmaan pada tanaman budidaya.

Penanaman tanaman transgenik yang tahan terhadap herbisida mendatangkan kekhawatiran akan berpindahnya karakter tahan terhadap herbisida tersebut pada kerabat liarnya yang merupakan gulma sehingga tanaman tersebut dikhawatirkan menjadi tanaman gulma yang super. Kekhawatiran ini terutama mungkin terjadi jika tanaman tersebut ditempatkan di tempat keanekaragaman hayati (center of genetic diversity) tanaman transgenik tersebut. Tanaman-tanaman budidaya yang ditanam secara luas di Indonesia dan memiliki nilai tinggi berasal dari introduksi dari negara lain, seperti jagung yang berasal dari Meksiko, kedelai dari Cina, kapas dari India, kelapa sawit dari Papua Nugini, dan karet dari Brazil.

4. Apakah produk rekayasa genetika dapat menyebabkan alergi?

Alergi terhadap makanan diartikan sebagai reaksi imunologi (kekebalan) tubuh, yang mempunyai dampak merugikan kesehatan, terhadap antigen yang terdapat dalam makanan. Lebih dari 90 persen kasus alergi terhadap makanan disebabkan karena makanan-makanan yang termasuk dalam kelompok delapan yaitu telur, ikan, makanan laut, susu, kacang tanah, kacang kedelai, pohon penghasil kacang (tree nuts), dan gandum. Rekayasa genetika memungkinkan terjadinya introduksi protein yang berasal dari sumber yang beragam pada makanan.Alergy and Immunology Institute dan International Food Biotechnology Council bersama dengan para pakar di bidangnya telah merumuskan protokol pengujian kemungkinan makanan hasil rekayasa genetika yang bersifat sebagai alergen. Untuk menguji makanan hasil rekayasa genetika yang tidak mengandung alergen dilakukan serangkaian pengujian meliputi identifikasi sumber gen apakah berasal dari kelompok delapan di atas.

Dari contoh evaluasi alergenitas di atas dapat disimpulkan bahwa kemungkinan diintroduksinya alergen pada proses rekayasa genetika sudah dapat diprediksi dengan metoda deteksi yang memang sudah tersedia untuk mengevaluasi kemungkinan-kemungkinan introduksi ini. Penelitian-penelitian selama ini membuktikan bahwa penambahan protein pada makanan yang bukan berasal dari kelompok delapan di atas, yang tidak memiliki kesamaan susunan asam amino dengan protein alergen yang ada di database serta protein pada sumber makanan tersebut mudah terurai (tidak stabil) pada pemanasan maupun pada proses pencernaan, tidak membuat tanaman transgenik tersebut menjadi lebih bersifat alergen dibandingkan dengan tanaman bukan transgenik.

Selain itu, dibandingkan dengan proses pemuliaan biasa, gen yang diintroduksi pada tanaman hasil rekayasa genetika, sudah diketahui persis susunan DNA-nya maupun protein hasil ekspresinya, sehingga kemungkinan adanya alergen pada tanaman hasil rekayasa genetika sudah dapat diprediksi lebih dini. Misalnya, penelitian di Jepang menunjukkan dengan rekayasa genetika telah dimungkinkan adanya pengurangan kadar protein alergen tanaman padi.

Di negara-negara lain, metode-metode pengujian keamanan produk-produk pertanian hasil rekayasa genetika telah tersedia dan penelitian atas tanaman-tanaman transgenik yang kini dipasarkan telah diakui keamanan pangan (food safety) maupun keamanannya terhadap lingkungan, misalnya oleh badan-badan pengatur seperti Health and Welfare Canada (Kanada), Advisory Committee on Novel Foods and Process, Ministry of Agriculture, fisheries and Food (Inggris), National Food Agency (Denmark), Ministry of Agriculture, Fisheries, and Forestry (Jepang), Australia, Argentina, Malaysia, Afrika Selatan, dan negara-negara lain.*** PR-Kamis, 08 Juni 2006nd our homes and our schools.

Anda mungkin juga menyukai