Anda di halaman 1dari 12

Ahamiyah At Tarbiyah lil Marah Al Muslimah Urgensi Tarbiyah bagi Akhwat

Pada abad pertengahan, tepatnya tahun 1500 M, Eropa menyaksikan kebiadaban yang sangat tidak berperikemanusiaan terhadap perempuan. Sebanyak sembilan juta perempuan dibakar hidup-hidup oleh sebuah Dewan Khusus, yang sebelumnya mengadakan pertemuan di Roma, Italia dengan sebuah kesimpulan bahwa kaum perempuan tidak mempunyai jiwa. Di Yunani, Lembaga Filsafat dan Ilmu Pengetahuan telah memandang perempuan secara tiranis dan tidak memberinya kedudukan berarti di masyarakat. Mereka menganggap perempuan adalah makhluk yang lebih rendah dari laki-laki. Salah seorang tokoh zaman itu, Aristoteles, mengatakan, Alam tidaklah membekali
GPC 2011 - KEAKHWATAN

perempuan dengan persiapan ilmu pengetahuan (intelektual) yang patut dibanggakan. Karena itu pendidikan perempuan harus dibatasi dan diarahkan pada masalah yang berkaitan dengan rumah tangga, keibuan, kepengasuhan dan lainlain. Sampai beberapa abad kemudian perempuan tetap menjadi obyek penderita dan dianggap sebagai makhluk yang sering membawa bencana, seperti ungkapan Socrates, Perempuan adalah sumber besar dari kekacauan dan perpecahan di dunia. Bangsa Yunani dan Romawi berkeyakinan bahwa perempuan itu pikirannya lemah dan pendapatnya
Page 1

emosional. Karena itu mereka meremehkan dan tidak menerima pendapat mereka. Islamlah yang kemudian datang untuk mengubah berbagai persepsi dan perlakuan yang sangat tidak adil terhadap kaum wanita. Islam datang untuk melakukan pemberdayaan terhadap poitensi kebaikan manusia, laki-laki maupun wanita, agar mereka menjadi hamba yang mentaati Tuhannya. Kejahiliyahan telah dihapuskan dengan cahaya Islam, lewat sentuhan tarbiyah Islamiyah yang dilaksanakan oleh Nabi kepada umatnya. Di sisi Nabi, kaum wanita amat dimuliakan. Mereka mendapatkan tarbiyah dari Nabi saw, dengan diarahkan menuju kepada posisi dan peran yang adil anytara laki-l;aki dan wanita. Tidak ada diskriminasi status kemanusiaan dan poitensi keduanya. Tarbiyah telah mencerahkan kaum wanita, sehingga mereka mendapatkan kesetaraan dalam harkat kemanusiaan dan potensi kebaikan. Imam Baidhawi dalam kitab Anwarut Tanzil wa Asrarut Ta'wil, menyebutkan bahwa pada dasarnya kata Ar Rabb itu bermakna tarbiyah yang artinya menyampaikan sesuatu hingga mencapai kesempurnaannya setahap demi setahap. Demikian pula Ar Raghib Al Asfahani dalam kitab Al Mufradat berpendapat bahwa Ar Rabb berarti tarbiyah yang bermakna menumbuhkan sesuatu setahap demi setahap hingga mencapai batas kesempurnaannya. Ungkapan definisi dua ulama di atas menggambarkan bahwa tarbiyah adalah aktivitas yang berorientasi kepada perubahan, yaitu menuju perbaikan yang disertai dengan pentahapan dalam langkah.
GPC 2011 - KEAKHWATAN

Secara lebih kongkrit, Dr. Ali Abdul Halim Mahmud mengemukakan, pendidikan adalah cara ideal dalam berinteraksi dengan fitrah manusia, baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk memproses perubahan dalam diri manusia menuju kondisi yang lebih baik. Kegiatan tarbiyah merupakan sebuah proses yang bermaksud menghantarkan pelakunya menuju kepada sebuah kesempurnaan dalam batas kemanusiaan, yaitu usahausaha perbaikan diri dan umat untuk mencapai kondisi yang lebih baik. Para akhwat muslimah adalah bagian dari masyarakat, sebagaimana juga laki-laki, yang harus dipersiapkan segala peran kebaikannya dalam sebuah proses tarbiyah. Ada beberapa urgensi kegiatan tarbiyah bagi akhwat muslimah di era sekarang ini, di antaranya adalah: 1. Penanaman dan penjagaan iman memerlukan kesungguhan Dalam kehidupan keseharian kita saat ini, terlalu banyak faktor yang bisa menggerogoti keimanan. Berbagai tawaran kegiatan yang berorientasi kepada pemenuhan nafsu syahwat telah dengan terang-terangan dipromosikan lewat media massa cetak dan elektronik. Orientasi hidup serba materi yang ditonjolkan lewat media iklan, pada akhirnya tertlah menggiring manusia kepada sifat keinginan pemenuhan kebutuhan secara instan, tanpa mempertimbangkan moralitas. Derasnya arus informasi yang mengalir bak air bah, setiap hari, setiap jam, menit bahkan detik mampu menyeret masyarakat mengikuti pola hidup tertentu yang jauh dari nilai keimanan. Hedonisme dan
Page 2

konsumerisme sebagai anak kandung peradaban materi telah menjadi bagian dari gaya kehidupan, yang pada gilirannya melahirkan sejumlah patologi sosial. Keimanan akhirnya dipertaruhkan di ujung tanduk, setiap saat menemukan tawarantawaran sikap dan perilaku. Penanaman nilai-nilai keimanan yang dilakukan dengan cara-cara yang konvensional selama ini bisa terkalahkan pengaruhnya oleh derasnya arus informasi yang secara konsisten menyapa mereka. Kaum muslimin diperintahkan pergi ke masjid setiap hari Jumat untuk mendengarkan khutbah dari para khathib yang senantiasa mengajak mereka kepada keimanan dan ketaqwaan. Majelis Talim dan Tabligh Akbar senantiasa padat dihadiri kaum ibu di setiap tempat. Seminar-seminar dan diskusi keislaman mengupas berbagai tema juga marak dihadiri kaum muslimah. Seluruhnya itu tidak akan membawa dampak dan pengaruh yang kuat pada diri kaum muslimin dan muslimah apabila tidak dibarengi dengan proses penanaman nilai yang konsisten dan berkesinambungan. Banyak kita jumpai pengajian yang lebih sarat unsur seremonial dan formalitas, bahkan kadang lebih banyak nuansa hiburan atau entertainment dibandingkan dengan esensi pembinaan yang bertahap dan berkelanjutan. Contoh kegiatan seperti adalah acara pengajian umum yang dikolaborasikan dengan pagelaran seni musik atau seni tradisonal; atau kolaborasi kiyai dengan artis dan bintang film dalam sebiuah pagelaran nada dan dakwah. Berbagai kegiatan yang ditawarkan untuk penjagaan keimanan selama ini masih diwarnai oleh sejumlah kelemahan dalam
GPC 2011 - KEAKHWATAN

unsur taujih (pengarahan) yang ditampakkan antara lain dari silabus materi yang terprogram, terstruktur dan berkelanjutan. Sebagian yang lain masih berkesan daripada tidak sama sekali, sehingga dihadirkan pengajian umum dan terbuka di berbagai tempat hiburan dan rekreasi. Di taman, di pabtai, di hotel, restoran dan mall. Kegiatan tersebut bukan berarti salah atau tidak bermanfaat, sebab hal itu adalah sentiuhan awal untuk bisa berinteraksi dengan Islam. Yang sering menjadi permasalahan adalah tindak lanjut dari segala kegiatan dakwah yang banyak unsur seremonial dan bahlkan hiburan tersebut, untuk lebih membawa masyarakat berinteraksi secara mendalam dengan Islam. Masih banyak dijumpai kegiatan dakwah berhenti sampai di tingkat kegiatan itu sendiri. Kegiatan untuk sentuhan awal dengan Islam yang penuh nuansa entretaoinment tersebut bisa tetap dilangsungkan, akan btetapi segera diti9ndaklanjuti dengan penawaran kegiatan tarbiyah, yang akan membawa masyarakat menuju kepada penanaman dan penjagaan nilai keimanan secara terprogram dan berkelanjutan. Tarbiyah menawarkan silabus yang mebuat peserta didik berada dalam suasana kesungguhna, bukan semata hiburan. Tarbiyah membawa masyarakat berada dalam suasana kedisiplinan dalam melakukan penjagaan diri, bukan sematamata sebuah bentuk mengisi waktu luang. Dengan proses tarbiyah itulah, sentuhan pembinaan keislaman akan bersifat sangat personal, ada perhatian, ada pengarahan, ada optimalisasi potensi diri, ada evaluasi atas proses dan hasil. Keseluruhan perangkat dalam tarbiyah akan
Page 3

mengjantarkan seseorang berada dalam suasana keterjagaan, saling memberikan pengaruh positif dan menguatkan dalam berbagai potensi kebaikan. 2. Amal Islami memerlukan taawun alat taqwa Kaum muslimin dan muslimat dituntut oleh Allah menunaikan sejumlah amal, baik yang bersifat individual maupun kolektif. Kewajiban individual seperti shalat, puasa, zakat, haji dan lain sebagainya pada kenyataannya dituntut pula melibatkan sebuah sistem yang kondusif bagi terlaksananya berbagai amal tersebut. Apalagi kewajiban yang bersifat sistemik, seperti dakwah, amar makruf, nahi munkar, jihad dan lain sebagainya, mutlak memerlukan ketersediaan perangkat sistem yang memungkinkan terlaksananya sejumlah amal terserbut. Perhatikanlah shalat yang menjadi tiang agama, kewajibannya melekatkan secara individual kepada setiap muslim dan muslimat. Akan tetapi dituntunkan untuk berjamaah karena akan mendatangkan kebaikan yang berlipat ganda. Dengan shalat berjamaah akan membawa sebuah suasana yang kondusif untuk pendekatan diri kepada Allah. Demikian pula puasa Ramadhan yang kewajibannya diberikan secara individual, tatkala dilaksanakan secara bersama-sama oleh kaum muslimin, tampaklah menjadi ibadah yang lebih ringan dilaksanakan. Kaum muslimin ringan melaksanakan sunnah seperti tarawih di malam hari, ringan melaksanakan makan sahur menjelamng Subuh, juga merasa lebih ringan dalam menjaga diri dari makan dan minum tatkala siang hari Ramadhan. Hal
GPC 2011 - KEAKHWATAN

ini karena ada suasana kebersamaan dengan sebagian besar masyarakat, sehingga saling menguatkan satu dengan yang lainnya. Bisa dibandingkan dengan puasa sunnah atau puasa qadha Ramadhan yang dilaksanakan secara sendirian tanpa teman, akan terasa lebih berat dalam penunaian. Jika kewajiban individual saja menjadi lebih kondusif apabila disertai dengan kebersamaan, apalagi kewajiban dalam amal Islami yang jelas-jelas berbentuk kolektif. Kewajiban dakwah bisa dilakukan oleh orang per orang, akan tetapi single fighter dalam medan dakwah tidak akan mampu banyak melakukan perubahan. Sebaik apapun seorang muslim, tatkala mengelola dakwah sendirian akan cepat ,mengalami kelelahan dan kejenuhan. Belum lagi berbicara tentang hasil dan cakupan atau ruang lingkup kegiatan, apakah yang bisa dilakukan oelh satu orang dibandingkan dengan luasnya spektrum permasalahan dakwah itu sendiri? Betapa banyak dan luas medan kemungkaran, tidak mungkin dicegah dan diselesaikan secara individual. Al Mawardi dalam Ahkam Sulthaniyah membagi pelaku kemungkaran menjadi dua golongan. Pertama, pelaku individual, dimana mereka tidak memiliki kekuasaan untuk memaksa orang lain mengikuti dirinya. Mereka ini adalah rakyat biasa, orang lemah dari segi kekuasaan. Para ulama bersepakat wajibnya melakukan amar maruf dan nahi munkar kepada golongan pertama ini, bagi orang yang mampu melaksanakan, menyaksikan dan mendengar ucapannya. Golongan kedua, pelaku kemungkaran yang berkelompok dan memiliki kekuasaan untuk mengajak orang lain. Para ulama
Page 4

berbeda pendapat mengenai amar maruf dan nahi munkar kepada mereka, akan tetapi jumhur mewajibkan mencegah kemungkaran tersebut dengan sayarat memiliki kekuatan atau pendukung yang mencukupi. Dengan kata lain, Al Mawardi ingin mengungkapkan perlunya ada sebuah jamaah atau kelompok yang melakukan pencegahan kemungkaran mereka secara sistemik. Jamaah ini tidak mungkin bisa melaksanakan kewajiban nahi munkar apabila tidak memiliki kekuatan yang minimal sepadan dengan pelaku kemungkaran. Akan tetapi, masyarakat Islam di sekitar kita bukanlah masyarakat di zaman kenabian. Di zaman Nabi dan para sahabat, kebersamaan terjadi dengan demikian erat. Mereka adalah masyarakat yang sangat kuat mengamalkan ayat Allah: Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran (Al Maidah: 2). Amal Islami memerlukan taawun atau tolong menolong dalam aplikasinya. Untuk bisa membentuk kebersamaan yang memungkinkan adanya proses taawun dalam kebaikan, diperlukanlah tarbiyah. Di zaman kenabian, hasil tarbiyah Rasul kepada para sahabat telah membuat mereka bisa menjadi satu kekuatan yang solid untuk menunaikan ketaatan. Di zaman kita, tanpa adanya proses tarbiyah, kaum muslimin dan muslimat hanya berbentuk kumpulan individu yang tidak terstruktur dan tidak terkoordinasikan potensinya. Di sinilah pentingnya tarbiyah nbagi akhwat muslimah, agar terbentuk kebersamaan di antara mereka dalam
GPC 2011 - KEAKHWATAN

menunaiakan amal Islami di berbagai boidang. Tarbiyah telah menyatukan visi dan misi para pelaku dakwah, sehingga mereka bekerja dalam suatu tatanan dan struktur yang rapi dan solid untuk saling membabntu dan menguatkan dalam kebaikan dan taqwa.
3.

Idadul Marah Muslimah (Penyiapan Akhwat Muslimah ) adalah keharusan dan tuntutan zaman

Maraknya arus sekularisasi dalam berbagai bidang kehidupan saat ini, memerlukan antisipasi dari semua pihak. Lihat saja betapa kehidupan para wanita Islam yang diarahkan untuk semakin menjauh dari Islam. Atas nama kebebasan berekspresi dan berpendapat, muncullah aneka rupa pemikiran bebas dan liberal, sebagaimana muncul pula pornografi dan pornoaksi atas nama seni. Sedemikian gencar gugatan terhadap kemapanan pemikiran Islam selama ini, oleh berbagai kalangan yang menghendaki liberalisasi. Nash-nash tentang wanita yang dibongkarpaksa oleh ide pembebasan perempuan, telah menjadi salah kaparah dalam aplikasinya. Gerakan yang semula bertujuan memuliakan wanita, telah lancang menganulir wilayah agama, bukan pada pemahamannya, akan tetapi dari segi posisi dan esensi ajarannya. Pada sisi yang lain, banyak kaum wanita dijadikan korban eksploitasi kapitalistik, menjadi bahan iklan, promosi, bahkan ikon pariwaisata dan devisa negara. Pada akhirnya posisi kaum wanita terpinggirkan menjadi sekedar hiasan dan promosi, bukan menjadi pelaku pembangunan yang memiliki keasadaran aktif dalam kontribusi.
Page 5

Kondisi seperti ini amat mebahayakan., apabila dilihat dari kacamata syari yang menghendaki kaum muslimah menjadi pelaku perbaikan masyarakat. Pembelaan yang selama ini coba dilakukan oleh sekelompok kalangan aktivis dakwah, dikotakkan pada terminologi kelamin. Itu kan pendapat laki-laki, kata mereka yang merasa termarginalkan posisinya oleh faktor agama. Istilah bias gender menjadi absah untuk dilekatkan pada apa saja pendapat agama yang tidak bersesuaian dengan misi dan kehendak mereka. Tafsir laki-laki, demikian istilah yang diresmikan atas setiap penafsiran ayat Al Quran yang tidak mendukung keinginan gerakan mereka. Di sinilah pentingnya para akhwat muslimah melakukan pembelaan terhadap kemurnian ajaran syaroiat Islam. Para akhwat harus disipakan dengan kegiatan tarbiyah yang terprogram, untuk menjadikan mereka pelaku dakwah, pelaku pembangunan masyarakat dalam berbagai bidang kehidupan. Para akhwat muslimah dicetak menjadi anasir gerakan pembaaruan moralitas bangsa, yang dengan kesadaran aktif melakukan tindakan perbaikan di tengah masyarakat. Di sinilah pentingnya tarbiyah bagi upaya penyiapan akhwat sebagai pelaku islah (reformasi). 4. Mempersiapkan generasi masa depan shalih memerlukan ibu-ibu yang shalihah Proses pewarisan nilai kepada generasi baru, senantiasa memerlukan kesalihan pelakunya. Artinya, untuk melahirkan sebuah generasi yang unggul dan berkualitas, memerlukan sososk ibu yang aberkualitas pula. Para ibu inilah yang akan
GPC 2011 - KEAKHWATAN

sanggiup melakukan pewarisan nilai kebaikan secara generatif kepada anakanaknya. Hal ini tidak dimaksudkan untuk menafikan peran bapak bagi anak-anaknya. Tuntutatn dalam Islam, wanita shalihah adalah pasangan bagi laki-laki shalih. Artinya, pada saat Islam menghendaki wanita menjadi shalihah, adalah tuntutan yang sama terhadap laki-laki agar menjadi shalih. Ibu shalihah akan kesulitan melakukan peran pembinaan generasi, apabila tidak didukung oleh bapak yang shalih. Para ibu tidak akan menjadi shalihah secara tiba-tiba, kendati fitrah manusia lebih mengarahkan kepada kebaikan. Penggerusan nilai-nilai kebaikan bisa terjadi setiap waktu lewat berbagai media informasi. Untuk itulah diperlukan sebuah tarbiyah yang menghantarkan para ibu siap melahirkan dan mendidik generasi dengan baik, sehoingga bterbtuklah generasi masa depan yang diharapkan Islam. Marilah sejenak kita lihat kondisi masyarakat kita. Kenakalan bukan lagi diletakan dengan pemuda atau remaja. Kini anak-anak telah dilibatkan atau terlibat dalam sejumlah kejahatan. Sejak kejahatan seksual, yang dilakukan oleh para pemilik kapital, dengan jalan menjual gadis-gadis di bawah umur menjadi pelacur. Ada pula kejahatan seksual yang dilakukan oleh anak-anak dalam bentuk perkosaan atau pelecehan seksual, yang disebabkan oleh kebiasaan melihat film porno. Ada kejahatan kriminal, dimana anak-anak terlibat tindak penipuan dan pencurian. Ada kejahatan moral dalam bentuk kencaduan miras dan narkoba sejak anak-anak.

Page 6

Dimanakah peran para pendidik generasi dalam kejadian kejahatan oleh anakanak atau remaja tersebut? Adakah ibu-ibu yang shalihah dan bapak yang shalih mencetak anak-anak yang memenuhi jadual hidupnya dengan permasalahan dan kejahatan? Cukupkah kita menyalahkan sistem dan masyarakat sebagai biang keladi munculnya kenakalan dan kejahatan pada anak-anak? Ibu yang mengandung dan melahirkan, adalah pihak yang amat dekat secara emosional dengan anak-anak. Apabila kesadaran pewarisan nilai dimiliki oleh para ibu shalihah, ia akan memantau perkembangan anak sehingga mampu mendeteksi kecenderungan yang terjadi pada anak-anaknya. Kehangatan kasih sayang di dalam rumah tangga, tidak akan melahirkan pemberontakan yang diekspresikan lewat berbagai penyimpangan. Anak-anak akan cenderung memiliki sikap yang hangat dan bersahabat pula dengan keluarga. Peran tarbiyah menjadi sangat berarti dalam masalah ini, untuk mempersiapkan para ibu agar memahami kewajiban dan tanggung jawabnya terhadap masa depan bangsa, lewat pendidikan generasi. Tarbiyah menyiapkan kaum muslimah bersiap senantiasa menjadi ibu yang penuh kejhangatan dan kasih sayang terhadap anak-anak yang dilahirkannya. Mereka tidak cukup menjadi ibu yang baik hanya dari segi pengalaman belaka. Diperlukan sejumlah nilmu dan ketrampilan untuk bisa menjadi pendidik generasi yang berkualitas. 5. Marah Muslimah adalah unsur asasi dalam membangun masyarakat
GPC 2011 - KEAKHWATAN

Tatkala Allah Taala menyebutkan kewajiban amar maruf nahi mungkar, dieksplisitkan dua jenis kelamin sekaligus, laki-laki dan perempuan. Hal ini menunjukkan betapa keduanya, laki-laki dan perempuan adalah unsur asasi dalam melakukan pembangunan masyarakat. Allah Taala berfirman: Dan orang-orang yang beriman laki-laki dan perempuan, sebagian mereka adalah menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang maruf dan mencegah dari yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan RasulNya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (At Taubah: 71). Artinya, tidak cukup mentarbiyah kaum l;aki-laki untuk melakukan perbaikan masyarakat. Kaum muslimah harus dipersiapkan menjadi pelaku perbaikan masyarakat dengan proses tarbiyah Islamiyah. Jika kaum laki-laki disiapkan sehingga ,menjadi shalih, akan timpang apabila tidak dibarengi dengan kebaikan kaum wanita. Demikian pula berlaku sebaliknya. Perbaikan masyarakat tidak mungkin dilakukan separohnya saja, dengan meninggalkan separoh nyang lain. Para wanita muslimah bukanlah suplemen atau pelengkap dalam perbaikan masyarakat. Mereka adalah pelaku aktif sebagaimana kaum laki-laki bertindak sebagai subyek pembangunan. Justru karena keduanya merupakan unsur asasi dalam perbaikan, maka tarbiyah Islamiyah yang menghantarkan kepada kebaikan kepribadian juga harus dilakukan kepada keduanya. Tidak mungkin melakukan
Page 7

perbaikan masyarakat, dengan pelaku yang penuh cacat dan kejelekan. Jika para wanita muslimah tidak dipersiapkan melalui kegiatan tarbiyah, akan menyebabkan mereka senantiasa menjadi korban kemajuan zaman. Perempuan dari zaman ke zaman dihadapkan pada sejarah yang buram, kecuali dalam Islam mereka mendaptkan kejayaan. Islam menyediakan proses tarbiyah yang membuat mereka menjadi dimuliakan dengan peran yang signifikan untuk melakukan perbaikan.
6.

wanita, yang ternyata membawa pula konsekuensi perbedaan dalam beberapa karakteristik dan sifatnya. Walaupun perbedaan pokok susunan syaraf di antara laki-laki dan perempuan tidak berarti, tapi ada suatu kecenderungan dalam perangai yang sifatnya berlainan. Menurut Abbas Kararah (1995) bahwa kelembutan, kehalusan watak dan kelebihan perasaan lebih dominan terdapat pada perempuan, sedangkan kekerasan, pendirian teguh, kecerdikan menguasai hawa nafsu merupakan ciri-ciri watak lelaki. Di sisi lain intuisi perempuan lebih tajam, kemampuan ingatan perempuan amat kuat. Hal lain dibuktikan dengan melihat kenyataan bahwa para aktris film lebih cepat menghafal teks skenario dari pada para aktornya. Penelitian Hadiyono dan Kahn (1987) menemukan bahwa laki-laki secara signifikan menunjukkan nilai yang lebih tinggi pada stabilitas emosi, dominasi, keberanian dan kepuasan diri dari pada perempuan. Newcomb et.al (1986) juga melaporkan persepsi perempuan terhadap kejadian-kejadian hidup lebih ekstrim dari pada laki-laki. Kejadian-kejadian hidup lebih dipersepsikan sebagai hal yang tidak mengenakkan bagi perempuan. Diener et.al (1985) juga menemukan bahwa perempuan memang menunjukan intensitas emosi (positive-negative affect) yang lebih ekstrim dibanding laki-laki. Dengan memahami beberapa bentuk perbedaan yang biasa muncul pada diri laki-laki dan perempuan, tarbiyah bagi wanita mulsimah perlu mendapatkan perhatian yang spesifik, sebagaimana pula pentarbiyahan bagi kaum laki-laki yang membutuhkan sejumlah spesifikasi, justru
Page 8

Fitrah Muslimah memerlukan optimalisasi untuk menjadi pilar pilar kehidupan

Atas bentukan sosial (social construction), banyak wanita yang merasa lebih rendah dibandingkan dengan kaum laki-laki. Ada unsur pemalu, perasa, ditambah dengan sejumlah patokan nilai dan persepsi kultural masyarakat yang tidak menghendaki wanita menjadi pelaku aktif dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan, akhirnya para akhwat muslimah lebih cenderung mengalah. Sifatnya yang pemalu, banyak membuat para akhwat cenderung diam dan tidak mengekspresikan kehendak dan pendapat dirinya tatkala menghadapi perbedaan. Ada sesuatu yang menghambat dirinya untuk melakukan peran yang lebih signifikan dalam kehidupan. Sebagiannya karena takut salah, atau persepsi fikih yang tidak tepat, atau sekedar merasa tidak pantas saja, sehingga pilihannya lebih banyak diam dan tidak menonjolkan kapasitas dirinya. Memang terdapat sejumlah perbedaan anatomis dan fisiologis pada laki-laki dan
GPC 2011 - KEAKHWATAN

karena memang secara nyata ada bagian yang berbeda. Demikianlah beberapa urgensi tarbiyah bagi wanita muslimah. Tarbiyah telah mengangkat derajat wanita muslimah dalam kapasitas sebagai subyek yang mandiri, memiliki kesadaran aktif dan potensi yang penuh untuk melakukan pernbaikan diri, keluarga, masyarakat dan bangsa. Sangat berbeda dengan persepsi berbagai ajartan agama dan ideologi yang meletakkanj perempuan pada posisi sangat tidak manusiawi. Agama Yahudi menganggap perempuan selalu dalam kutukan Dewa, selalu berdosa sejak lahir maka harus dihukum, perempuan hanyalah hiasan rumah belaka. Perempuan hanyalah sebagai budak, orangtuanya berhak penuh untuk menjual kepada siapa saja, dan kehadiranya merupakan laknat bagi alam semesta. Sebagian tradisi Kristiani juga mempersepsikan perempuan sebagai penyebab kehancuran umat, sumber segala dosa dan kesalahan, serta tidak berhak untuk mendapat kesempatan dalam segala urusan karena ia mempunyai fikiran yang lemah. Menurut Filsafat Marxisme, perempuan adalah milik kaum laki-laki. Perempuan dibebani untuk bekerja membanting tulang seperti selayaknya laki-laki sehingga kaum perempuan tidak bisa melakukan tugas sebagai isteri, ibu bagi anak-anaknya, dan menjaga rumah tangga dari kehancuran. Filsafat Barat Amerika, menganggap perempuan harus melepaskan tugas keperempuanannya sehingga tidak ubahnya mereka sebagai barang dagangan seperti mobil, kulkas dan televisi. Gambar mereka terpajang di sampul-sampul majalah dan
GPC 2011 - KEAKHWATAN

tabloid bahkan foto-foto bugil mereka dengan sangat mudah dilihat lewat internet maupun media yang lain. Bettany, seorang pastur, dalam bukunya, Agama-agama Dunia menuturkan bahwa karakter perempuan tidak terukur dalamnya, bagai ikan yang berlatih dalam air, dan menurut tabiatnya mereka selalu menggoda siapa saja yang dijumpainya. Selalu berdusta dengan siapa saja serta selalu memutar balikkan kebenaran dan berkata kebohongan. Pastur St. John Chrysston, berpendapat, perempuan adalah makhluk yang paling jahat, patut mendapat kesengsaraan, dia benar-benar penggoda dan menambah penyakit. Sedangkan Pastur St. Clement dari Aleksandria, Tidak ada satupun yang dapat mendatangkan aib bagi laki-laki, walau dengan berbagai alasan, kecuali banyak dilakukan oleh perempuan. Bagaimana mungkin wanita muslimah tidak terlibat dalam tarbiyah Islamiyah, jika posisi mereka terlecehkan dalam berbagai sistem hidup masyarakat di luar Islam? TUJUAN-TUJUAN TARBIYAH BAGI AKHWAT MUSLIMAH 1. Individu Membentuk Kepribadian yang integral Muslim

Kepribadian yang memenuhi 10 Muwashowat Tarbiyah 1. Salimul Aqidah(bersih akidah)


2. 3.

Shahihul Ibadah (lurus ibadah) Matinul Khuluq(kukuh akhlak)


Page 9

4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.

Qadirun alal Kasbi (mampu mencari penghidupan) Mutsaqaful Fikri (luas wawasan berpikirnya) Qawiyyul Jismi (kuat fisiknya) Mujahidun Linafsihi(pejuang diri sendiri) Munazhamun fi Syuunihi (teratur urusannya) Haritsun ala Waqtihi (memperhatikan waktunya) Nafiun li Ghairihi(bermanfaat bagi orang lain)

Membentuk Kepribadian Daiyah Islam tidak menuntut seseorang shalih secara pribadi tetapi juga ia harus mampu membuat shalih lingkungannya. Apalagi, dalam sejarah Islam, jelas sekali para wanita muslimah generasi pertamazaman Rasulullahpun turut berdakwah. Memberikan Pelatihan Aktivitas dan Mendapatkan Pengalaman Tarbiyah bukan hanya forum kajian keilmuan, akan tetapi ia juga merupakan praktek lapangan. Akhwat dilatih untuk menunaikan tugas dakwah, sejak melakukan dakwah fardiyah, melakukan dakwah umum kepada masyarakat, dan dakwah khusus dengan membina akhwat lain. Caranya, dengan melibatkan akhwat muslimah ke dalam kepanitiaan atau organisasi. Mendapatkan Keterampilan Praktis
GPC 2011 - KEAKHWATAN

Para akhwat muslimah hendaknya dibekali dengan keterampilan teknis dan praktis. Keterampilan teknis seperti keterampilan rumah tangga: memasak, menjahit, menata rumah, pertolongan pertama pada kecelakaan, dll, penting diberikan kepada akhwat muslimah. Keterampilan praktis seperti komunikasi politik, berorasi, menyampaikan pendapat, mengkritik, menyusun argumen, bahkan membuat dan menyampaikan makalah pun penting diberikan kepada akhwat muslimah. Walaupun tidak semua akhwat muslimah terjun ke ranah politik tetapi semua akhwat harus memiliki kesadaran dan kepekaan politik. Penguasaan akhwat muslimah terhadap teknologi pun diharapkan mampu dipenuhi sebagai salah satu hal yang mempermudah gerak dakwah di lapangan. 2. Keluarga Mendapatkan Suami Muslim yang Mendukung Dakwah Tarbiyah bagi akhwat muslimah diharapkan mampu mengarahkan proses pernikahan yang sesuai kaidah syariat dan kemaslahatan dakwah. Akhwat muslimah bisa mendapatkan pria yang mendukung dakwah dan mengoptimalkan berbagai potensi positif setelah menjalani kehidupan berumah tangga. Membentuk Keluarga yang Dipenuhi Bimbingan Islam Keluarga menurut Hibbah Rauf Izzat adalah unit yang angat mendasar di
Page 10

antara unit-unit pembangunan semesta. Oleh karena itu, pembentukan keluarga yang didirikan di atas motivasi ibadah membutuhkan pengelola yang memahami bahwa mereka sedang membangun peradaban besar. Subhanallah. Dengan tarbiyah, diharapkan akhwat muslimah dapat menyadari posisi, peran, dan tanggung jawab dalam rumah tangga. Membentuk Keluarga yang Terlibat Amal Islami Sejak sebelum menikah, akhwat muslimah sudah diarahkan proses tarbiyah untuk aktif terlibat pada amal islami. Setelah menikah dan berkeluarga, tarbiyah tetap mengarahkan akhwat muslimah untuk mengambil peran signifikan dalam upaya perbaikan masyarakat. Tarbiyah bukan saja sebuah proses yang mendidik orientasi, namun juga mengembangkan ilmu dan keterampilan akhwat muslimah untuk mengambil peran dalam amal islami bersama dengan semua anggota keluarga. 3. Masyarakat Menumbuhkan Kepekaan Hati dan Jiwa Sosial Dengan tarbiyah, akhwat muslimah diharapkan tanggap pada problematik sosial kemasyarakatan sehingga mampu mengambil peran dlaam perbaikan masyarakat. Adapun cara yang bisa ditempuh adalah dengan
GPC 2011 - KEAKHWATAN

bersosialisasi dengan lingkungan, mengakses banyak media, dan membuka diri terhadap informasi. Mempersiapkan Akhwat untuk Peran Peradaban Menurut hadits riwayat Muslim, Zainab binti Jahsy bertanya: Wahai Rasulullah, apakah kami akan binasa juga sedang ada di antara kami ada orang-orang yang masih melakukan kebaikan? Rasulullah menjawab: Ya, apabila kejahatan telah merata. Akhwat muslimah bukan saja rahim tempat bersemayamnya para pemimpin tetapi juga sebagai pendidik para pelaku sejarah dari zaman ke zaman. Oleh karena itu, ia lebih dari sekedar pelaku sejarah itu sendiri. Peran peradaban yang harus ditunaikan akhwat muslimah adalah melahirkan dan mendidik generasi berkualitas, terlibat dalam urusan sosial, politik, ekonomi pemerintahan, menunaikan kewajiban dakwah, dan amar maruf nahi munkar. Mempersiapkan Akhwat untuk Peran Kepemimpinan Wanita boleh dijadikan pemimpin. Menurut Ibnu Hazm, salah satu ulama madzhab Hambali, dalam kitab Al-Muhala ia berpendapat bahwa jabatan yang tidak boleh diserahkan kepada wanita hanyalah riasah addaulah atau pemimipin negara.
Page 11

Tarbiyah islamiyah mencetak bukan saja kader tetapi pemimpin yang memiliki potensi dan keterampilan dalam memimpin. Dengan demikian, para akhwat harus disiapkan untuk mengemban amanah kepemimpinan dalam berbagai urusan, khususnya yang menyangkut permasalahan kewanitaan. 4. Dakwah Memenuhi Sumber Daya Akhwat Berkualitas di Berbagai Bidang Islam yang universal menuntut dakwah yang integraldakwah yang menyentuh semua lini kehidupan sehingga dibutuhkan kompetensi kritis di berbagai spesialisasi ilmu yang tidak mungkin terhimpun hanya pada satu orang. Dakwah tidak hanya memerlukan ustadz dan ustadzah yang memiliki kapasitas dan menguasai ilmu-ilmu syariat tetapi dakwah pun memerlukan kehadiran dokter, politisi, ekonom, teknolog, praktisi hukum, farmasis. ahli pertasnian, jurnalis, pekerja seni-sastra-budaya dan lainnya. Oleh karena itu, dengan tarbiyah diharapkan mampu memenuhi kebutuhan kualifikasi sumber daya manusia dari berbagai bidang yang diperlukan dakwah, tak terkecuali akhwat muslimah. Memperluas Medan Dakwah Akhwat Penyebaran dakwah islam ke seluruh pelosok negeri membutuhkan akhwat muslimah yang memiliki kepribadian
GPC 2011 - KEAKHWATAN

islam dan kepribadian aktivis. Oleh karena itu, tarbiyah diharapkan mampu memenuhi kebutuhan kader dakwah di berbagai wilayah, tidak hanya di perkotaan tetapi juga ke seluruh pelosok negeri. Mendorong Akhwat untuk Bekerjasama Dakwah dengan Berbagai Perkumpulan Perempuan Salah satu misi dakwah adalah sebagai pemersatu dari berbagai elemen masyarakat muslim. Dakwah memerlukan partisipasi dari seluruh elemen masyarakat sehingga perlu adanya sinergitas para pelaku dakwah dengan kalangan-kalangan yang telah bergerak lebih dahulu dalam pengabdian masyarakat. Tarbiyah mendorong para akhwat melakukan upaya perluasan dakwah dengan menjalin kerja sama dengan berbagai pihak dan mengajarkan untuk menebar kebajikan di setiap tempat di setiap waktu.

Page 12

Anda mungkin juga menyukai