Anda di halaman 1dari 9

PENDAHULUAN

Di dalam konsep (manhaj) Islam, pemimpin merupakan hal yang sangat final dan fundamental. Ia menempati posisi tertinggi dalam bangunan masyarakat Islam. Dalam kehidupan berjamaah, pemimpin ibarat kepala dari seluruh anggota tubuhnya. Ia memiliki peranan yang strategis dalam pengaturan pola (minhaj) dan gerakan (harakah). Kecakapannya dalam memimpin akan mengarahkan ummatnya kepada tujuan yang ingin dicapai, yaitu kejayaan dan kesejahteraan ummat dengan iringan ridho Allah (Qs. 2 : 207). Dalam bangunan masyarakat Islami, pemimpin berada pada posisi yang menentukan terhadap perjalanan ummatnya. Apabila sebuah jamaah memiliki seorang pemimpin yang prima, produktif dan cakap dalam pengembangan dan pembangkitan daya juang dan kreativitas amaliyah, maka dapat dipastikan perjalanan ummatnya akan mencapai titik keberhasilan. Dan sebaliknya, manakala suatu jamaah dipimpin oleh orang yang memiliki banyak kelemahan, baik dalam hal keilmuan, manajerial, maupun dalam hal pemahaman dan nilai tanggung jawab, serta lebih mengutamakan hawa nafsunya dalam pengambilan keputusan dan tindakan, maka dapat dipastikan, bangunan jamaah akan mengalami kemunduran, dan bahkan mengalami kehancuran (Qs. 17 : 16) Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah (kaum elit dan konglomerat) di negeri itu (untuk menaati Allah), akan tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnyalah berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur -hancurnya. (Qs. 17 : 16) Oleh karena itulah, Islam memandang bahwa kepemimpinan memiliki posisi yang sangat strategis dalam terwujudnya masyarakat yang berada dalam Baldatun Thoyyibatun Wa Robbun Ghofur (Qs. 34 : 15), yaitu masyarakat Islami yang dalam sistem kehidupannya menerapkan prinsip-prinsip Islam. Begitu pentingnya kepemimpinan atau imam dalam sebuah jamaah atau kelompok, sampai-sampai Rasulullah bersabda yang maksudnya: Apabila kamu mengadakan perjalanan secara berkelompok, maka tunjuklah salah satunya sebagai imam (pemimpin perjalanan). Demikian juga jika kita lihat dalam sejarah Islam (Tarikh Islam) mengenai pentingnya kedudukan pemimpin dalam kehidupan ummat muslim. Kita lihat dalam sejarah, ketika Rasulullah saw. wafat, maka para shahabat segera mengadakan musyawarah untuk menentukan seorang khalifah. Hingga jenazah Rasulullah pun harus tertunda penguburanya selama tiga hari. Para shahabat ketika itu lebih mementingkan terpilihnya pemimpin pengganti Rasulullah, karena kekhawatiran akan terjadinya ikhlilaf (perpecahan) di kalangan ummat muslim kala itu. Hingga akhirnya terpilihlah Abu Bakar sebagai khalifah yang pertama setelah Rasulullah saw. wafat.

Tugas Muamalah Kelompok 6 ( Konsep Pemimpin dalam Islam )

Page 1

Dalam perspektif Islam, ada beberapa komponen yang menjadi persyaratan terwujudnya masyarakat Islami, yaitu : 1. 2. 3. 4. Adanya wilayah teritorial yang kondusif (al-biah, al-quro) Adanya ummat (al-ummah) Adanya syariat atau aturan (asy-syariah) Adanya pemimpin (al-imamah, amirul ummah)

Pemimpin pun menjadi salah satu pilar penting dalam upaya kebangkitan ummat. Islam yang telah dikenal memiliki minhajul hayat (konsep hidup) paling teratur dan sempurna dibandingkan konsep-konsep buatan dan olahan hasil rekayasa dan imajinasi otak manusia, telah menunjukkan nilainya yang universal dan dinamis dalam penyatuan seluruh komponen ummat (Qs. 21 : 92).
y Pengertian Kepemimpinan dan Pemimpin

Dalam suatu organisasi kepemimpinan merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan oleh organisasi. Kepemimpinan merupakan titik sentral dan penentu kebijakan dari kegiatan yang akan dilaksanakan dalam organisasi. Kepemimpinan adalah aktivitas untuk mempengaruhi perilaku orang lain agar supaya mereka mau diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu (Thoha, 1983:123). Sedangkan menurut Robbins (2002:163) Kepemimpian adalah kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok untuk mencapai tujuan. Sedangkan menurut Ngalim Purwanto (1991:26) Kepemimpinan adalah sekumpulan dari serangkaian kemampuan dan sifat-sifat kepribadian, termasuk didalamnya kewibawaan untuk dijadikan sebagai sarana dalam rangka meyakinkan yang dipimpinnya agar mereka mau dan dapat melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya dengan rela, penuh semangat, ada kegembiraan batin, serta merasa tidak terpaksa. Dari pengertian diatas kepemimpinan mengandung beberapa unsur pokok antara lain: 1. kepemimpinan melibatkan orang lain dan adanya situasi kelompok atau organisasi tempat pemimpin dan anggotanya berinteraksi, 2. di dalam kepemimpinan terjadi pembagian kekuasaan dan proses mempengaruhi bawahan oleh pemimpin, dan 3. adanya tujuan bersama yang harus dicapai. Dalam bahasa Indonesia "pemimpin" sering disebut penghulu, pemuka, pelopor, pembina, panutan, pembimbing, pengurus, penggerak, ketua, kepala, penuntun, raja, tua-tua, dan sebagainya. Sedangkan istilah Memimpin digunakan dalam konteks hasil penggunaan peran seseorang berkaitan dengan kemampuannya mempengaruhi orang lain dengan berbagai cara. Istilah pemimpin, kemimpinan, dan memimpin pada mulanya berasal dari kata dasar yang sama "pimpin". Namun demikian ketiganya digunakan dalam konteks yang berbeda. Pemimpin adalah suatu lakon/peran dalam sistem tertentu; karenanya seseorang dalam peran formal belum tentu memiliki ketrampilan kepemimpinan dan belum tentu mampu memimpin.
Tugas Muamalah Kelompok 6 ( Konsep Pemimpin dalam Islam ) Page 2

Istilah Kepemimpinan pada dasarnya berhubungan dengan ketrampilan, kecakapan, dan tingkat pengaruh yang dimiliki seseorang; oleh sebab itu kepemimpinan bisa dimiliki oleh orang yang bukan "pemimpin". Arti pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan, khususnya kecakapan/ kelebihan di satu bidang sehingga dia mampu mempengaruhi orangorang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi pencapaian satu atau beberapa tujuan. Pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan - khususnya kecakapan-kelebihan di satu bidang , sehingga dia mampu mempengaruhi orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas tertentu untuk pencapaian satu beberapa tujuan. (Kartini Kartono, 1994 : 181). Pemimpin jika dialihbahasakan ke bahasa Inggris menjadi "LEADER", yang mempunyai tugas untuk me-LEAD anggota disekitarnya. Sedangkan makna LEAD adalah :
y

y y

Loyality, seorang pemimpin harus mampu membagnkitkan loyalitas rekan kerjanya dan memberikan loyalitasnya dalam kebaikan. Educate, seorang pemimpin mampu untuk mengedukasi rekan-rekannya dan mewariskan tacit knowledge pada rekan-rekannya. Advice, memberikan saran dan nasehat dari permasalahan yang ada. Discipline, memberikan keteladanan dalam berdisiplin dan menegakkan kedisiplinan dalam setiap aktivitasnya.

Kriteria dalam Menentukan Pemimpin

Jika kita menyimak terhadap perjalanan siroh nabawiyah (sejarah nabi-nabi) dan berdasarkan petunjuk Al-Quran (Qs. 39 : 23) dan Al-Hadits (Qs. 49 : 7), maka kita dapat menyimpulkan secara garis besar beberapa kriteria dalam menentukan pemimpin. Beberapa faktor yang menjadi kriteria yang bersifat general dan spesifik dalam menentukan pemimpin tersebut adalah antara lain : 1. Faktor Keulamaan
y

Dalam Qs. 35 : 28, Allah menerangkan bahwa diantara hamba-hamba Allah, yang paling takut adalah al-ulama. Hal ini menunjukkan bahwa apabila pemimpin tersebut memiliki kriteria keulamaan, maka dia akan selalu menyandarkan segala sikap dan keputusannya berdasarkan wahyu (Al-Quran). Dia takut untuk melakukan kesalahan dan berbuat maksiat kepada Allah. Berdasarkan Qs. 49 : 1, maka ia tidak akan gegabah dan membantah atau mendahului ketentuan yang telah ditetapkan Allah dan Rasul-Nya. Dalam pengambilan keputusan, ia selalu merujuk kepada petunjuk Al-Quran dan Al-Hadits.
Page 3

Tugas Muamalah Kelompok 6 ( Konsep Pemimpin dalam Islam )

Berdasarkan Qs. 29 : 49, maka seorang pemimpin yang berkriteria ulama, haruslah memiliki keilmuan yang dalam di dalam dadanya (fii shudur). Ia selalu menampilkan ucapan, perbuatan, dan perangainya berdasarkan sandaran ilmu. Berdasarkan Qs. 16 : 43, maka seorang pemimpin haruslah ahlu adz-dzikri (ahli dzikir) yaitu orang yang dapat dijadikan rujukan dalam menjawab berbagai macam problema ummat.

2. Faktor Intelektual (Kecerdasan)


y y

Seorang calon pemimpin haruslah memiliki kecerdasan, baik secara emosional (EQ), spiritual (SQ) maupun intelektual (IQ). Dalam hadits Rasulullah melalui jalan shahabat Ibnu Abbas r.a, bersabda : Orang yang pintar (al-kayyis) adalah orang yang mampu menguasai dirinya dan beramal untuk kepentingan sesudah mati, dan orang yang bodoh (al -ajiz) adalah orang yang memperturutkan hawa nafsunya dan pandai berangan-angan atas Allah dengan segala angan-angan. (HR. Bukhari, Muslim, Al-Baihaqy). Hadits ini mengandung isyarat bahwa seorang pemimpin haruslah orang yang mampu menguasai dirinya dan emosinya. Bersikap lembut, pemaaf, dan tidak mudah amarah. Dalam mengambil sikap dan keputusan, ia lebih mengutamakan hujjah Al-Quran dan Al-Hadits, daripada hanya sekedar nafsu dan keinginan-nya. Ia akan menganalisa semua aspek dan faktor yang mempengaruhi penilaian dan pengambilan keputusan. Berdasarkan Qs. 10 : 55, mengandung arti bahwa dalam mengambil dan mengajukan diri untuk memegang suatu amanah, haruslah disesuaikan dengan kapasitas dan kapabilitas (kafaah) yang dimiliki (Qs. 4 : 58). Rasulullah berpesan : Barangsiapa menyerahkan suatu urusan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya.

3. Faktor Kepeloporan
y

Berdasarkan Qs. 39 : 12, maka seorang pemimpin haruslah memiliki sifat kepeloporan. Selalu menjadi barisan terdepan (pioneer) dalam memerankan perintah Islam. Berdasarkan Qs. 35 : 32, maka seorang pemimpin haruslah berada pada posisi hambahamba Allah yang bersegera dalam berbuat kebajikan (sabiqun bil khoiroti bi idznillah) Berdasarkan Qs. 6 : 135, maka seorang pemimpin tidak hanya ahli di bidang penyusunan konsep dan strategi (konseptor), tetapi haruslah juga orang yang memiliki karakter sebagai pekerja (operator). Orang yang tidak hanya pandai bicara, tetapi juga pandai bekerja. Berdasarkan Qs. 6 : 162 - 163, maka seorang pemimpin haruslah orang yang tawajjuh kepada Allah. Menyadari bahwa semua yang berkaitan dengan dirinya, adalah milik dan untuk Allah. Sehingga ia tidak akan menyekutukan Allah, dan selalu berupaya untuk mencari ridho Allah (Qs. 2 : 207)

Tugas Muamalah Kelompok 6 ( Konsep Pemimpin dalam Islam )

Page 4

Berdasarkan Qs. 3 : 110, sebagai khoiru ummah (manusia subjek) maka seorang pemimpin haruslah orang yang selalu menyeru kepada yang maruf, mencegah dari perbuatan yang mungkar, dan senantiasa beriman kepada Allah.

4. Faktor Keteladanan
y y

Seorang calon pemimpin haruslah orang yang memiliki figur keteladanan dalam dirinya, baik dalam hal ibadah, akhlaq, dsb. Berdasarkan Qs. 33 : 21, maka seorang pemimpin haruslah menjadikan Rasulullah sebagai teladan bagi dirinya. Sehingga, meskipun tidak akan mencapai titik kesempurnaan, paling tidak ia mampu menampilkan akhlaq yang baik layaknya Rasulullah. Berdasarkan Qs. 68 : 4, maka seorang pemimpin haruslah memiliki akhlaq yang mulia (akhlaqul karimah), sehingga dengannya mampu membawa perubahan dan perbaikan dalam kehidupan sosial masyarakat. Faktor akhlaq adalah masalah paling mendasar dalam kepemimpinan. Walaupun seorang pemimpin memiliki kecerdasan intelektual yang luar biasa, tetapi apabila tidak dikontrol melalui akhlaq yang baik, maka ia justru akan membawa kerusakan (fasada) dan kehancuran.

5. Faktor Manajerial (Management)


y

Berdasarkan Qs. 61 : 4, maka seorang pemimpin haruslah memahami ilmu manajerial (meskipun pada standar yang minim). Memahami manajemen kepemimpinan, perencanaan, administrasi, distribusi keanggotaan, dsb. Seorang pemimpin harus mampu menciptakan keserasian, keselarasan, dan kerapian manajerial lembaganya (tandhim), baik aturan-aturan yang bersifat mengikat, kemampuan anggota, pencapaian hasil, serta parameter-parameter lainnya. Dengan kemampuan ini, maka akan tercipta tanasuq (keteraturan), tawazun (keseimbangan), yang kesemuanya bermuara pada takamul (komprehensif) secara keseluruhan.

Oleh karena itu, mari kita lebih berhati-hati dalam menentukan imam atau pemimpin kita. Karena apapun akibat yang dilakukannya, maka kita pun akan turut bertanggung jawab terhadapnya. Jika kepemimpinannya baik, maka kita akan merasakan nikmatnya. Sebaliknya, apabila kepemimpinannya buruk, maka kita pun akan merasakan kerusakan dan kehancurannya.

Tugas Muamalah Kelompok 6 ( Konsep Pemimpin dalam Islam )

Page 5

Pemimpin Wanita dalam Islam

Allah SWT. berfirman:


y

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengatahui"(QS Al Hujuraat 1). "Hai orang-orang yang beriman, ta'atilah Allah dan ta'atilah Rasul(Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benarbenar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya (QS An-Nisaa' 59) "Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu; tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudharat kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk. Hanya kepada Allah kamu kembali semuanya, maka Dia akan menerangkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan". (QS: Al Maa'idah 105).

Dengan mengikuti landasan-landasan diatas maka kita harus merujuk pada Alquran dan Sunnah dalam setiap pembahasan termasuk pembahasan tentang kepemimpinan wanita. Kita tidak boleh mendahului Allah dan Rasul-Nya hanya karena mengikuti pendapat ulama atau hanya untuk menyenangkan orang lain. Pemilihan kepala negara sama artinya dengan memilih Khalifah pada masa awal kematian Nabi dahulu, semuanya harus tetap mengacu pada aturan main yang ditetapkan oleh Islam. Didalam Islam, tidak ada pemisahan antara agama dan negara, agama dan politik atau agama dan kepemimpinan, semuanya satu kesatuan. Karena hidup kita ini diatur oleh agama dari hal yang paling kecil sampai pada hal yang terbesar. Hidup adalah tingkah laku, dan tingkah laku dibatasi oleh norma agama termasuk tingkah laku dalam berpolitik. Para ulama dan fuqaha dari semua madzhab Islam baik salaf (klasik) maupun khalaf (kontemporer) telah menyepakati bahwa; TIDAK SAH DAN HARAM WANITA MENJADI KEPALA NEGARA Apabila hukum ini dilanggar, maka akan menjadi salah satu sebab kehancuran bangsa dan negara. Ijma' (konsensus) para ulama tersebut di atas, di dasarkan pada beberapa dalil dan alasan berikut ini: 1. Hadits Rasulullah saw: "Tidak akan berjaya selama-lamanya suatu kaum yang mengangkat wanita / perempuan menjadi kepala negara". (Hadits Riwayat Al-Bukhari dalam shahihnya, Fathul Baari; kitab al-Fitan 13/ 53, kitab al-Maghazi 8/126, AtTirmidzi dalam Sunahnya, Tuhfatul Ahwadzi; bab al-Fitan 6/541-542, An-Nasa'i dalam
Tugas Muamalah Kelompok 6 ( Konsep Pemimpin dalam Islam ) Page 6

Sunahnya, bab larangan menempatkan wanita dalam pemerintahan, 8/227 dan Ahmad dalam musnadnya, Fathur Rabbani 19/206-207 dan 23/35). Sebab disabdakan hadits ini; ketika Rasulullah saw mendengar tentang pengangkatan putri raja Persia (Kisra) yang bernama Buran sebagai pengganti ayahandanya yang telah mangkat. Istimbath (pengambilan hukum) dari hadits ini berdasarkan kaidah ushul : "Kesimpulan hukum diambil dari keumuman lafadz, bukan dari kekhususan sebab". Para ulama dan fuqaha semua madzhab, baik salaf maupun khalaf sepakat memahami hadits tersebut sebagai larangan keras mengangkat wanita menjadi kepala negara. Mereka semua sepakat bahwa salah satu syarat kepala negara adalah laki-laki. 2. Ijma' (Kesepakatan) tersebut di atas dapat dirujuk kepada berbagai referensi (Tafsir, Hadits, Fiqh, Usul Fiqh dan Siasah Syar'iyah) diantaranya:
y y y

y y y

Madzhab Hanafi: - Syarh Fathul Qadiir oleh Ibnu Hammam, 7/297-298. Madzhab Maliki: - Bulghatus Salik liaqrabil Masaalik oleh Ahmad bin Muhammad As-Shaawi, 3/261. - Tafsir al-Qhurthubi, 7/ 171 Madzhab SSyafi'i: -Takmilah Al-Majmu' syarhul Muhadzaab Imam Syairaazi oleh Muhammad Najiib al-Muthi'i, 19/114 -Nihayatul Muhtaaj ilaa Syarhil Minhaaj oleh Imam ar-Ramli, 7/ 389 -Al- Ahkaam as-Sulthaniyah oleh Al-Mawardi hal 27. Fadha'ih al- Bathiniyah oleh Imam al-Ghazali hal, 180. -Al-Mawaqif wa Syyarhuha oleh al-Iji dan al-Jurjani, 8/350. -Al-Irsyaad oleh al-Juwaini , hal. 246-247 -Tafsir Ibnu Kastsir, 1/76. Madzhab Hambali: -Al-Mughni oleh Ibnu Qudamah, 11/180. Madzhab Dhahiri: -Al- Fashlu fi al-Milal wa al- Ahwa' wa an-Nihal oleh Ibnu Hazm, 4/166. Fiqh Kontemporer: - Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, oleh Dr. Wahbah az-Zuhaili , 6/ 693. - Min Fiqhi ad-Daulah, oleh Yusuf al-Qardhawi, hal 165.

3. Jabatan kepala negara dalam wacana hukum Islam termasuk walayah kamilah (kepemimpinan penuh), atau walayah 'aamah (kepemimpinan umum) yang meliputi walayah diniyah ( kepemimpinan agama) dan walayah harbiyah (kepemimpinan militer). Di Indonesia kepala negara otomatis menjadi Pangti ABRI. Maka kedua walayah (kepemimpinan) ini tidak dapat sepenuhnya diemban oleh wanita, sesuai dengan kodrat dan fitrahnya. 4. Allah swt tidak pernah mengangkat wanita menjadi Nabi atau Rasul, ini tidak lain diantaranya karena kenabian dan kerasulan itu meliputi walayah diniyah dan walayah harbiyah sehingga tidak dapat sepenuhnya diamanatkan kepada wanita. 5. Praktek dan aplikasi sejarah semenjak Khilafah Islamiyah di masa Abu Bakar ashShiddiq hingga Khilafah Islamiyah di Turki. Tak seorangpun diantara para pemegang kepemimpinan umum tersebut dari kalangan wanita sekalipun pada masa tersebut banyak tokoh wanita yang memiliki keahlian dalam berbagai bidang kehidupan. Fenomena
Tugas Muamalah Kelompok 6 ( Konsep Pemimpin dalam Islam ) Page 7

historis ini membuktikan adanya ijma' amali (konsensus implementatif) yang membenarkan pendapat para ulama dan fuqaha tersebut di atas. Masalah ini bukanlah masalah khilafiyah tetapi sudah disepakati oleh ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah. Memang ada pendapat lain yang nyeleneh dari satu firqoh Al-Khawarij tapi pendapat ini tidak dianggap sebagai suatu pendapat yang membatalkan ijma diatas. Begitu juga yang menentang ijma ini adalah kelompok Feminisme yang muncul dari dunia Barat yang sengaja akan menghancurkan Islam dan umat Islam terutama dari kalangan muslimah.

Kesimpulan

Di dalam konsep (manhaj) Islam, pemimpin merupakan hal yang sangat final dan fundamental. Ia menempati posisi tertinggi dalam bangunan masyarakat Islam. Dalam kehidupan berjamaah, pemimpin ibarat kepala dari seluruh anggota tubuhnya. Ia memiliki peranan yang strategis dalam pengaturan pola (minhaj) dan gerakan (harakah). Kecakapannya dalam memimpin akan mengarahkan ummatnya kepada tujuan yang ingin dicapai, yaitu kejayaan dan kesejahteraan ummat dengan iringan ridho Allah (Qs. 2 : 207). Kepemimpinan merupakan titik sentral dan penentu kebijakan dari kegiatan yang akan dilaksanakan dalam organisasi. Kepemimpinan adalah aktivitas untuk mempengaruhi perilaku orang lain agar supaya mereka mau diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu (Thoha, 1983:123). Sedangkan menurut Robbins (2002:163) Kepemimpian adalah kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok untuk mencapai tujuan. Sedangkan menurut Ngalim Purwanto (1991:26) Kepemimpinan adalah sekumpulan dari serangkaian kemampuan dan sifat-sifat kepribadian, termasuk didalamnya kewibawaan untuk dijadikan sebagai sarana dalam rangka meyakinkan yang dipimpinnya agar mereka mau dan dapat melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya dengan rela, penuh semangat, ada kegembiraan batin, serta merasa tidak terpaksa. Pemimpin adalah suatu lakon/peran dalam sistem tertentu; karenanya seseorang dalam peran formal belum tentu memiliki ketrampilan kepemimpinan dan belum tentu mampu memimpin. Istilah Kepemimpinan pada dasarnya berhubungan dengan ketrampilan, kecakapan, dan tingkat pengaruh yang dimiliki seseorang; oleh sebab itu kepemimpinan bisa dimiliki oleh orang yang bukan "pemimpin".

Beberapa faktor yang menjadi kriteria yang bersifat general dan spesifik dalam menentukan pemimpin tersebut adalah antara lain : 1. 2. 3. 4. 5. Faktor Keulamaan Faktor Intelektual (Kecerdasan) Faktor Kepeloporan Faktor Keteladanan Faktor Manajerial (Management)
Page 8

Tugas Muamalah Kelompok 6 ( Konsep Pemimpin dalam Islam )

Para ulama dan fuqaha dari semua madzhab Islam baik salaf (klasik) maupun khalaf (kontemporer) telah menyepakati bahwa; TIDAK SAH DAN HARAM WANITA MENJADI KEPALA NEGARA Apabila hukum ini dilanggar, maka akan menjadi salah satu sebab kehancuran bangsa dan negara.

Daftar Pustaka

1. http://pengertian-pemimpin-dalam-bahasa.html 2. http://41.htm 3. http://232-perspektif-kepemimpinan-dalam-islam.html

Tugas Muamalah Kelompok 6 ( Konsep Pemimpin dalam Islam )

Page 9

Anda mungkin juga menyukai