Anda di halaman 1dari 10

Sinusitis Maksilaris Sinistra

STATUS PASIEN ANESTESI I. Resume Seorang laki-laki, umur 50 tahun dengan riwayat nyeri pada wajah sebelah kiri, hidung terasa buntu, batuk (+), pilek (+), nyeri kepala, pandangan mata terasa kabur. II. Data Umum Nama Umur Berat badan Pekerjaan Agama Alamat : Bp. Romeli : 50 tahun : 70 kg : swasta : islam : kalimanggis kaloran, Temanggung

Tanggal masuk: 14-12-2010 Diagnosis pra-bedah : Sinusitis Maksilaris Kronis (Sinistra) Jenis pembedahan : CWL (Caldwell-Luc) III. Anamnesis Pasien a. Keluhan Utama Pasien merasa sedikit nyeri pada wajah sebelah kiri, hidung terasa buntu, batuk (+), Pilek (+), wajah sebelah kiri terasa tebal, sering kaku pada wajah sebelah kiri, pusing kepala, pandangan mata terasa kabur. b. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke RSUD Djojonegoro Temanggung dengan keluhan sedikit nyeri pada wajah sebelah kiri, batuk (+), pilek (+), kepala pusing, pandangan terasa kabur, wajah sebelah kiri terasa tebal dan sering kaku. Riwayat Penyakit Dahulu Pasien pernah mengalami sakit serupa sebelumnya, namun setelah diobati sembuh dan kambuh lagi. Sejak 3 tahun yang lalu pasien pernah mengalami stroke dengan hemiparese sinistra.

c. Riwayat Penyakit Keluarga Tidak didapatkan riwayat serupa dalam keluarga pasien. IV. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Fisik Kesadaran : kompos mentis Keadaan umum : Baik Tekanan darah : 160/ 90 mmHg Nadi : 64 x/ menit Respirasi Rate : 24 x/ menit Suhu : 36,7 oC Status Generalis Kepala : Toraks : konjuntiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, JVP tidak meningkat inspeksi: bentuk dan gerak simetris Palpasi : tidak ada ketinggalan gerak dada Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru Auskultasi : wheezing -/-, ronki -/Abdomen : dinding abdomen datar simetris dan lembut, hepar dan lien tidak teraba, timpani pada 4 regio abdomen, bising usus + tidak ada edema dan kelainan

Ekstremitas : Status lokalis Telinga :

- MAE Hiperemi (-), Edem (-), sekret (-), Membran Timpani intak, pemeriksaan telinga dalam batas normal - Rinore (+), Konka hipertrofi sinistra (+), Deviasi Septum nasi (-)

Hidung :

Tenggorokan : - Faring hiperemis (+), Edem (-), Tonsil Hiperemis (-), edem (-), T1-T1,

V. Pemeriksaan Penunjang Laboratorium Darah Lengkap : Hb : 13,7 gr/ dl ( ) Hematokrit : 37% leukosit : 5,4 x103/l eritrosit : 4,25 x 106 /l trombosit : 200 x 103 /l MCV : 87,5 fl MCH : 28,5 pg MCHC : 32,5 gr/dL Hitung Jenis Limfosit : 16,8 % MxD :13,0 % Netrofil : 70,2 % Laju endap darah LED 1 jam : 15 mm LED 2 jam : 30 mm ( ) CT BT CT BT
GDS 0 15 mm 7 20 mm 50 70 % 20 60 %

Nilai Rujukan:
12 - 16 gr/dl 35 - 30 % 5 - 13 x 10 3/l 4 - 5,3 x 103/l 150 - 400 x 10 3/l 80 -97 fl 26 31 36 pg 37 gr/dl

: 530 menit : 130 menit


: 121 mg/dL

5 8 menit 1 3 menit

Ureum Ureum Kreatinin

kreatinin : 20,1 mg/dl : 0,33 ( )

10 50 mg/dl 0,6 1,20

Pemeriksaan Rontgen 1. Pemeriksaan Rontgen Thorax Cor dan pulmo dalam batas normal 2. Rontgen Cranium (Waters) Suspect sinusitis maksilaris sinistra, tanda-tanda rinitis 3. EKG Tidak ada kelainan

Diagnosis banding : - sinusitis maksilaris kronis (sinistra) Rinitis kronis Sinusitis etmoid anterior Hipertensi

Pembahasan Pasien datang ke poli THT dengan keluhan nyeri pada wajah sebelah kiri, hidung terasa buntu, batuk (+), Pilek (+), pusing, wajah sebelah kiri terasa tebal, sering kaku, pandangan mata terasa kabur. Gejala ini sudah pernah dialami 1 tahun yang lalu. Dari pemeriksaan fisik hidung didapatkan rinore, konka hipertrofi sinistra. Pemeriksaan tenggorok tampak faring hiperemis. Pemeriksaan palpasi didapatkan adanya sedikit nyeri pada wajah sebelah kiri dibawah mata. Pada pemeriksaan radiologi didapatkan hasil adanya tanda-tanda rinitis, hal ini bisa menjadi faktor predisposisi terjadinya sinusitis. Berdasarkan tanda dan gejala hasil dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan penunjang, diagnosis mengarah pada sinusitis maksilaris kronis. Karena pasien ini sudah pernah mengalami gejala yang serupa sejak 1 tahun yang lalu, diikuti dengan gejala subyektif dari sedang sampai berat. penatalaksanaan yang dilakukan adalah operasi bedah Caldwell-Luc.

Terapi yang diberikan pada pasien sinusitis maksilaris ini berupa medikamentosa dan pembedahan. Terapi medikamentosa bertujuan untuk menstabilkan keadaan pasien sebelum dilakukan pembedahan. Terapi medikamentosa sebelum pembedahan yang diberikan adalah : 1. Infus Ringer Laktat 28 tpm Untuk rehidrasi pasien 2. Cefim 1 gr/12 jam 3. Kalmethason 1 gr /8 jam Antiinflamasi diberikan untuk mengurangi proses inflamasi/peradangan yang terjadi 4. Scelto 30 mg/12 jam Kandungan obat ini adalah ketorolac obat ini digunakan untuk mengurangi rasa nyeri pada pasien 5. Kalnex 500 mg/ 8 jam Untuk mengurangi perdarahan

Perawatan dan Terapi medikamentosa setelah pembedahan yang diberikan adalah: 1. Infus RL 20 tpm Rehidrasi dan resusitasi post OP 2. Cefim 1 gr/12 jam 3. Kalmethason 1 gr /8 jam Antiinflamasi diberikan untuk mengurangi proses inflamasi/peradangan yang terjadi 4. Ronex 500 mg / 8 jam Untuk mengurai perdarahan post op 5. Scelto 30 mg/8 jam

Kandungan obat ini adalah ketorolac obat ini digunakan untuk mengurangi rasa nyeri post op 6. Metronidazol 500 mg /8 jam Untuk mencegah dan mengobati Infeksi bakteri anaerobik

Tinjauan pustaka Sinusitis adalah radang sinus paranasal, sesuai anatomi sinus yang terkena, dapat dibagi menjadi sinusistis maksila, sinusitis etmoid, sinusitis frontal dan sinusitis sfenoid. Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinus, sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal disebut pansinusitis. Yang paling sering ditemukan adalah sinusitis maksila kemudian etmoid, frontal, dan sfenoid. Etiologi Penyebabnya dapat virus, bakteri, atau jamur. Menurut Gluckman, kuman penyebab sinusitis yang tersering adalah streptococcus pneumoniae dan haemophilus influenzae yang ditemukan pada 70 % kasus. Dapat juga disebabkan rinitis akut, infeksi faring, seperti faringitis, adenoiditis, tonsilitis akut, infeksi gigi molar M1, M2, M3 atas. Faktor predisposisi obstruksi mekanik seperti deviasi septum nasi, benda asing di hidung, tumor atau polip, juga rinitis alergi, rinitis kronik, polusi lingkungan, udara dingin.

Sinus maksila disebut juga antrum High more, merupakan sinus yang sering terinfeksi, oleh karena: 1. Merupakan sinus paranasal yang terbesar 2. Letak ostiumnya lebih tinggi dari dasar 3. Dasar sinus maksila adalah dasar gigi (prosesus alveolaris), sehingga infeksi gigi dapat menyebabkan sinusitis maksila 4. Ostium sinus maksila terletak di meatus media, disekitar hiatus semilunaris yang sempit sehingga mudah tersumbat. Menurut Adams berdasarkan perjalanan penyakitnya terbagi atas:
y

Sinusitis akut, bila infeksi beberapa hari sampai 4 minggu

y y

Sinusitis subakut, bila infeksi berlangsung dari 4 minggu 3 bulan Sinusitis kronik, bila infeksi berlangsung lebih dari 3 bulan sinusitis akut, perubahan patologik membrana mukosa berupa infiltrat

Pada

polimorfonuklear, kongesti vaskular dan deskuamasi epitel permukaan, yang semuanya reversibel. Gambaran patologik sinusitis kronik adalah kompleks dan irreversibel. Mukosa umumnya menebal, membentuk lipatan-lipatan atau pseudopolip. Epitel permukaan tampak mengalami deskuamasi, regenerasi, metaplasia. Pembentukan mikroabses, dan jaringan granulasi bersama-sama dengan pembentukan jaringan parut. Etiologi dan faktor predisposisi sinusitis kronik cukup beragam. Pada era pra-antibiotik sinusitis hiperplastik kronik timbul akibat sinusitis akut yang berulang dengan penyembuhan yang tidak lengkap. Polusi, zat kima

Hilangnya silia

Sumbatan mekanis

Drainase tidak memadai

Perubahan mukosa

Alergi, defisiensi imun

infeksi

Sepsis Residual

Pengobatan yang tidak memadai Gambar. Siklus dari peristiwa yang berulang yang mengarah pada sinusitis kronik Kegagalan mengobati sinusitis akut atau berulang secara adekuat akan menyebabkan regenerasi epitel permukaan bersilia yang tidak lengkap, akibatnya terjadi kegagalan

mengeluarkan sekret sinus, dan oleh karena itu menciptakan predisposisi infeksi. Sumbatan drainase dapat pula ditimbulkan oleh perubahan struktur ostium sinus, atau oleh lesi dalam rongga hidung misalnya, hipertrofi adenoid, tumor hidung dan nasofaring, dan suatu deviasi septum nasi. Akan tetapi faktor predisposisi yang paling lazim adalah poliposis nasal yang timbul pada rinitis alergika, polip dapat memenuhi rongga hidung dan menyumbat total ostium nasi. Alergi juga dapat merupakan predisposisi infeksi karena terjadi edema mukosa dan hipersekresi. Mukosa sinus yang membengkak dapat menyumbat ostium sinus dan mengganggu drainase, menyebabkan infeksi lebih lanjut, yang selanjutnya menghancurkan epitel permukaan, dan siklusnya berulang. Gejala subyektif Gejala subyektif sangat bervariasi dari ringan sampai berat, terdiri dari: Gejala hidung dan nasofaring, berupa sekret di hidung dan sekret pasca nasal (post nasal drip) Gejala faring, yaitu rasa tidak nyaman dan gatal ditenggorok Gejala telinga, berupa pendengaran terganggu oleh karena tersumbatnya tuba eustachius Adanya rasa nyeri

Gejala obyektif Pada sinusitis kronis, temuan pemeriksaan klinis tidak seberat sinusitis akut. Pada rinoskopi anterior dapat ditemukan sekret kental purulen dari meatus media atau meatus superior. Pada rinoskopi posterior tampak sekret purulen di nasofaring atau turun ke tenggorok. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan mikrobiologik biasanya menunjukan infeksi campuran bermacam macam bakteri, kuman anaerob atau lebih sering ditemukan campuran dengan aerob. Untuk membantu menegakkan diagnosis dapat dilakukan pemeriksaan transiluminasi untuk sinus maksila dan frontal, pemeriksaan radiologi, pungsi sinus maksila, sinoskopi sinus maksila,

pemeriksaan histopatologi, naso-endoskopi meatus media dan meatus superior, dan pemeriksaan CT-Scan. Penatalaksanaan Pengobatan harus berupa terapi infeksi dan faktor-faktor penyebab infeksi secara bersamaan. Disamping terapi obat-obatan yang memadai dengan antibiotik dan dekongestan, juga perlu diperhatikan predisposisi kelainan obstruktif ddan tiap alergi yang mungkin ada. Tindakan bedah sederhana pada sinusitis maksilaris kronik adalah membuat suatu lubang draenase yang memadai. Suatu prosedur yang radikal dinamakan menurut dua ahli bedah yang mempopulerkannya yaitu operasi Caldwell-Luc. Prosedur bedah ini, epitel rongga sinus maksilaris diangkat seluruhnya dan pada akhir prosedur dilakukan antrostomi untuk drainase. Komplikasi Dengan penemuan antibiotik, komplikasi sinusitsis menurun dengan nyata. Biasanya terjadi pada sinusitis akut atau kronik dengan eksaserbasi akut. Osteomielitis dan abses periostal paling sering terjadi pada sinusitis frontal dan sering pada anak-anak. Pada sinusitis maksila dapat timbul fistula oroantral. Kelainan orbita terjadi akibat sinusitis paranasal yang berdekatan dengan orbita.yang paling sering sinusitis etmoid. Penyebaran melalui tromboflebitis atau perkontinuitatum. Kelainan yang dapat timbul adalah edema palpebra, sellulitis orbaita, abses orbita, dan trombosis sinus cavernosus. Daftar Pustaka 1. Soetjipto & Mangunkusumo. 2001. Sinus paranasal dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. Ed. ke-5. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2. Adams, G.L. 1997. Penyakit sinus paranasalis. Dalam: Boies, Buku Ajar Penyakit THT, hal.240. EGC, Jakarta. 3. Adrianto, Petrus. 1986. Penyakit Telinga, Hidung dan Tenggorokan, 296, 308-09. EGC, Jakarta.

4. Mansjoer, A. Triyanti, K. Savitri, R. Wardhani, W.I. Setiowulan, W. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, hal. 102. Media Aesculapius Fakultas kedokteran Universitas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai