Anda di halaman 1dari 8

Vol. 15 No.

2 Tahun 2007

Kecernaan, Retensi Nitrogen

Kecernaan, Retensi Nitrogen dan Hubungannya dengan Produksi Susu Pada Sapi Peranakan Friesian Holstein (PFH) yang diberi Pakan Pollard dan Bekatul
Sri Susanti dan Eko Marhaeniyanto Fakultas Peternakan Universitas Tribhuwana Tunggadewi
Email: marhaeniyanto@yahoo.co.id

Abstrak Latar Belakang: Bagi ternak perah, produksi susu yang tinggi terkait erat dengan kualitas pakan yang dikonsumsi terutama protein. Pemanfaatan protein pada ternak dapat didekati melalui retensi Nitrogen (N). Namun demikian, retensi N pada masing-masing bahan pakan selain dipengaruhi oleh kandungan N pakan juga dipengaruhi oleh kandungan energinya. Retensi N dalam jaringan ditentukan oleh besarnya pasokan energi dan N dalam jaringan. Tujuan penelitian adalah untuk mempelajari penggunaan pollard dan bekatul terhadap nilai kecernaan pakan, dan hubungan retensi N dengan produksi susu pada sapi perah laktasi. Metode: Materi yang digunakan dalam penelitian adalah delapan ekor sapi PFH masa laktasi 2-3 bulan dengan bobot badan berkisar antara 310504 kg. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Cross over design. Periode pendahuluan selama 15 hari untuk adaptasi pakan percobaan. Periode pengumpulan data selama 15 hari yaitu 10 hari koleksi feses dan 5 hari koleksi urin. Parameter yang diukur meliputi kecernaan nutrient (bahan kering, bahan organik, dan protein kasar), dan produksi susu. Hasil: Penelitian menunjukkan adanya perbedaan pengaruh yang tidak nyata (P>0,05) terhadap nilai kecernaan bahan kering dan bahan organik, namun terdapat perbedaan pengaruh yang nyata (P<0,05) pada kecernaan protein kasar. Penggunaan pollard memberikan nilai kecernaan yang lebih baik daripada bekatul, terutama pada nilai konsumsi tercerna dari protein kasar. Rata-rata sekitar 40% produksi susu dipengaruhi oleh nilai retensi nitrogen. Kata kunci : pollard bekatul kecernaan retensi nitrogen Abstract Background: For dairy cattle, high milk production relate closely with feed quality intake especially protein content. Protein usage could be seen from nitrogen retention point of view. Furthermore N retention for each feedstuff is inflenced by its energy content. N retention in tissue is determined by energy supply and N. Research was conducted to study pollard and bran into feed digetibility, and correlation between N retention with milk production. Method: Eight dairy cattle in 2-3 lactation period with 310-504 kg body weight were used as research material. Cross Over Design used for this reseach, 15 days as preliminary for feed adaptation and 15 days for collected data (10 days for feces collection and 5 days for urine) for each

141

Susanti,

Jurnal PROTEIN

periode. Measured parameter included feed digestibility (dry matter, organic matter, and crude protein), and milk production. Result: Research showed that treatment have non significant (P>0,05) into dry matter and organic matter digestibility, but gave significant (P<0,05) effect into crude protein digestibility. The usage wheat pollard gave betterdigestibility than rice bran, especially at digestible crude protein. Fourty percent in average of milk production was influenced by nitrogen retention. Key word: wheat pollard rice bran digestibility nitrogen retention

PENDAHULUAN Sebagian besar pakan ruminansia adalah bahan pakan yang berserat tinggi dengan kecernaan rendah, oleh karena itu harus diusahakan agar ternak sebanyak mungkin mengkonsumsi makanan untuk mencukupi kebutuhannya akan zat-zat makanan (Mc Donald, Edwards dan Greenhalgh, 1973). Faktor bahan pakan selain menentukan kecernaan juga menentukan kecepatan aliran pakan meninggalkan rumen. Bahan pakan yang mengandung serat kasar tinggi sukar dicerna sehingga kecepatan alirannya rendah (Tillman, Hartadi, Reksohadiprodjo, Prawirokusumo dan Lebdosukojo, 1983). Kecepatan pengeluaran makan dari saluran pencernaan dipengaruhi oleh absorbsi bahan-bahan yang dapat dicerna. Adapun faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kecernaan pakan antara lain : faktor ternak, komposisi ransum, bentuk fisik dari ransum, jumlah ransum yang diberikan dan nilai nutrisi pakan. Pada ternak ruminansia kecernaan pakan akan berpengaruh pada pasokan nutrisi baik untuk mikroba rumen maupun untuk ternak itu sendiri. Pollard dan bekatul merupakan bahan pakan konsentrat untuk sapi perah yang banyak digunakan oleh peternak sebagai sumber energi dan protein. Selain itu bahan pakan ternak ini banyak tersedia karena tidak bersaing dengan kebutuhan manusia. Pollard adalah hasil sisa penggilingan dari gandum yang dapat digunakan sebagai pakan ternak, kaya akan protein, lemak, zat-zat mineral dan vitaminvitamin dibandingkan dengan biji keseluruhan, akan tetapi banyak mengandung polikasarida

struktural dalam jumlah yang banyak. Polisakarida struktural tersebut terdiri dari selulosa, hemiselulosa, selebiosa, lignin dan silica oleh karena itu bahan ini sangat sesuai untuk dimanfaatkan sebagai pakan ternak ruminansia (Maynard dan Loosli, 1973). Church (1980) menyatakan bahwa pollard memiliki sifat bulky, laxantive dan palatable bagi sapi, tetapi jika diberikan dalam jumlah besar (lebih dari 40-50%) dalam ransum dapat menurunkan konsumsi pakan. Sementara itu bekatul mempunyai nilai nutrisi yang berbeda beda tergantung dari asal biji padinya, varietas, cara penanaman padi dan cara pengolahan/mesin yang digunakan. Hasil penelitian Chuzaemi, Hermanto, Soebarinoto dan Sudarwati (1997) mendapatkan kandungan bahan kering (BK) dan bahan organik (BO) pada pollard dan bekatul berturut-turut adalah : 90,10% dan 92,49%; serta 95,73 %BK dan 84,49 %BK. Sementara nilai kecernaan BK dan BO adalah sebesar 78.84% dan 78,65% pada pollard; serta 39,42 % dan 41,46% pada bekatul. Bagi ternak perah, produksi susu yang tinggi terkait erat dengan kualitas pakan yang dikonsumsi terutama protein. Pemanfaatan protein pada ternak dapat didekati melalui retensi Nitrogen (N). Namun demikian, retensi N pada masing-masing bahan pakan selain dipengaruhi oleh kandungan N pakan juga dipengaruhi oleh kandungan energinya. Percobaan pengukuran retensi N dapat dilakukan bersama-sama dengan percobaan kecernaan secara in-vivo ditambah dengan pengukuran urin yang diekskresikan ternak

142

Vol. 15 No. 2 Tahun 2007

Kecernaan, Retensi Nitrogen

percobaan (Harris, 1970). Nitrogen dalam keadaan seimbang apabila jumlah N dikonsumsi sama dengan jumlah N yang diekskresikan. Retensi N negatif menunjukkan bahwa N yang diekskresikan lebih banyak daripada N yang dikonsumsi, sedangkan apabila jumlah N yang dikonsumsi lebih banyak daripada jumlah N yang diekskresikan maka akan terjadi Retensi N yang positif (Mc. Donald, Edwards dan Greenhalgh, 1988). Bines dan Balch (1973) menyatakan bahwa retensi N dalam jaringan ditentukan oleh besarnya pasokan energi dan N dalam jaringan. Besarnya pasokan energi untuk ternak Ruminansia yang dimaksud adalah produksi Volatile Fatty Acid (VFA) dari rumen (rskov, 1992), edangkan pasokan N berasal dari sintesa N mikroba rumen (Strom dan rskov, 1982). Kedua material ini merupakan hasil aktivitas dari mikroba rumen yang merupakan fungsi

dari pasokan N dan konsumsi bahan organik tercerna (Hermanto, 1996). Tujuan penelitian adalah untuk mempelajari : (1) penggunaan pollard dan bekatul terhadap nilai kecernaan pakan pada sapi PFH ; (2) hubungan retensi N dengan produksi susu pada sapi PFH. Bahan Dan Metoda Materi yang digunakan dalam penelitian adalah delapan ekor sapi peranakan FH masa laktasi 2-3 bulan dengan bobot badan berkisar antara 310-504 kg. Pakan yang diberikan terdiri dari hijauan dan konsentrat. Hijauan berupa daun jagung muda (tebon), dan konsentrat terdiri dari Pollard dan Bekatul. Kandungan bahan kering (BK), bahan organik (BO), dan protein kasar (PK) bahan pakan yang digunakan disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan BK, BO dan PK dari bahan pakan yang digunakan dalam penelitian. Bahan Pakan BK (%) BO (%BK) PK (%BK) Pollard 90,10 95,73 17,98 Bekatul 92,49 84,49 9,92 Tebon 92,18 91,76 8,45 Keterangan : Hasil analisis di Laboratorium Nutrisi Makanan Ternak, Fakultas Peternakan Unibraw. Metode penelitian yang digunakan adalah percobaan kecernaan dan retensi N dengan menggunakan metode koleksi total sesuai petunjuk Harris (1970), terdiri dari : Periode pendahuluan selama 15 hari untuk adaptasi pakan percobaan; Periode pengumpulan data selama 15 hari yaitu 10 hari koleksi feses dan 5 hari koleksi urin. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Cross over design dengan model sebagai berikut : Yijk = + j + k + ijk i =1,2. j = 1.2.3. k = 1.2.3. Dimana : Y ijk = Pengamatan pada periode waktu kej, ulangan kek yang mendapat perlakuan ke-i = Nilai tengah umum j = Pengaruh dari periode waktu kej k = Pengaruh dari ulangan kek Sesuai dengan rancangan yang digunakan maka selama penelitian delapan ekor sapi dibagi menjadi 2 kelompok sehingga masingmasing kelompok terdiri dari empat ekor sapi yaitu : Periode I : - Perlakuan A : sapi nomor satu sampai dengan empat mendapat pakan pollard dan hijauan dengan imbangan 38,32 % dan 61,68 % dalam BK. - Perlakuan B : sapi nomor lima sampai dengan delapan mendapat pakan bekatul dan hijauan dengan imbangan 40,59 % dan 59,41 % dalam BK. Periode II :

143

Susanti,

Jurnal PROTEIN

- Perlakuan A : sapi nomor lima sampai

Urin yang sudah diencerkan tersebut

dengan delapan mendapat pakan Pollard dan hijauan dengan imbangan 38,32 % dan 61,68 % dalam BK. - Perlakuan B : sapi nomor satu sampai dengan empat mendapat pakan bekatul dan hijauan dengan imbangan 40.59 % dan 59,41 % dalam BK. Pada setiap periode I & II, periode koleksi data dilakukan selama 15 hari terdiri dari 10 hari untuk koleksi feses dilanjutkan dengan koleksi urin selam 5 hari terakhir. Pola pemberian pakan selama penelitian yaitu pakan konsentrat diberikan 15 menit sebelum dilakukan pemerahan sapi, dilanjutkan dengan pemberian hijauan. Koleksi Sampel Feses Koleksi sampel feses sesuai dengan petunjuk Harris (1970) yaitu dengan menggunakan koleksi total feses dalam satu hari (24 jam). Cara mengoleksi feses tersebut adalah : Feses diambil setiap kali ternak membuang feses dan dikumpulkan pada bak penampung. Feses segar tersebut disemprot dengan formalin 10%. Pada akhir koleksi selama 24 jam, feses ditimbang untuk mengetahui berat totalnya. Feses diaduk sampai merata, kemudian diambil sampel sebesar 300 gram untuk kemudian dimasukkan oven 60 0C untuk analisis BK udara kemudian dikomposit sampai periode koleksi selesai. Selanjutnya diambil sampel untuk dianalisis kandungan BK, BO, dan PK. Koleksi Sampel Urin Pengambilan sampel urin dilakukan yaitu dengan menggunakan total koleksi urin dalam satu hari (24 jam) dan terpisah dengan feses. Cara mengoleksi urin tersebut adalah sebagai berikut : Tempat penampungan urin sebelumnya disi dengan H2SO4 10% sebanyak kurang lebih 100 ml. Pada setiap akhir koleksi harian urin sebelumnya disi dengan H2SO4 10% sedikit demi sedikit sampai pH urin di bawah 3.

diaduk dan diukur total volume urin harian, kemudian disaring dengan Glass wool untuk diambil sampel kira-kira 10 ml. Sub sampel yang diperoleh diberi label kode sapi, periode, hari, tanggal, dan bulan koleksi kemudian disimpan dalam lemari pendingin untuk dianalisis kandungan N-nya. Koleksi Sampel Susu Pengukuran produksi susu dilakukan di kandang ternak dengan timba ukuran berskala 1 -10 liter. Pengambilan sampel susu untuk diuji kadar lemak dilakukan secara proporsi sampling dengan interval 10 hari. Metode analisa kadar lemak yang dipakai adalah metode Garben. Untuk mengetahui bentuk hubungan antara retensi N dengan produksi susu di gunakan persamaan regresi linier sederhana : Y = a + bX Dimana : Y = Nilai produksi susu X = Nilai retensi nitrogen a = bilangan konstanta b = Koefisien regresi r = Koefisien korelasi

n n n n XiYi Xi Yi b = i =1 n i =1 n i =1 n X 2 X i =1 i =1
a=

Yi b Xi
i =1 i =1

r=
n

n n n n n XiYi Xi Yi i =1 i =1 i =1

n n Xi n. Xi i =1 i =1
2

n n. Yi Yi i =1 i =1
n 2

tI ijk

= Pengaruh dari perlakuan ke i = Galat percobaan pada periode waktu kej ulangan kek yang mendapat perlakuan ke-i

144

Vol. 15 No. 2 Tahun 2007

Kecernaan, Retensi Nitrogen

HASIL DAN PEMBAHASAN Kecernaan Nutrisi Pakan Dari hasil penelitian terdapat perbedaan yang tidak nyata (P>0,05) pada kecernaan BK (KcBK) dan kecernaan BO (KcBO). Kedua bahan pollard dan bekatul mempunyai kandungan BK dan BO yang hampir sama sehingga meskipun jumlah pakan yang dikonsumsi ternak semakin tinggi namun kandungan BK dan BO dari kedua bahan pakan tidak jauh berbeda sehingga mengakibatkan banyaknya BK dan BO yang dapat dicerna tidak berbeda pula. Sementara itu nilai kecernaan PK (KcPK) menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) karena kandungan PK pollard lebih tinggi daripada PK bekatul. Seperti tampak pada Tabel 2 secara keseluruhan perlakuan A dengan bahan pakan pollard menghasilkan KcBK, KcBO dan KcPK yang cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan bekatul.

Menurut Maynard dan Loosli (1973) kuantitas pakan merupakan hal yang berpengaruh terhadap kecernaan. Kecernaan tertinggi dicapai pada saat pemberian pakan sebesar 80-90 persen dari kemampuan ternak mengkonsumsi pakan.

Tabel 2. Rataan KcBK, KcBO dan KcPK pada masing-masing perlakuan Kecernaan (%) Perlakuan A (pollard) Perlakuan B (bekatul) a BK 58,123 4,307 56,021 4,380a a BO 60,539 4,126 59,352 4,535a b PK 63,076 3,929 56,938 4,744a Keterangan : a-b Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) Karakteristik pakan sebaiknya disesuaikan dengan fungsi rumen sebagai tempat pencernaan bahan pakan berserat kasar tinggi, artinya bahan pakan tersebut harus merangsang pertumbuhan mikroba karena besarnya kecernaan pakan pada ternak ruminansia sekitar 65 persen tergantung dari mikroba rumen (ARC, 1984). Kecernaan juga sangat tergantung pada komposisi zat makanan yang terkandung dalam pakan dan laju aliran pakan meninggalkan rumen (rskov dan Ryle, 1990). Hungate (1996) mengemukakan bahwa aktifitas fermentasi mikroba rumen sangat ditentukan oleh komposisi jenis mikroba dalam rumen, karena masing-masing mikroba tersebut mempunyai peran yang sangat spesifik dalam mendegradasi pakan.

145

Susanti,

Jurnal PROTEIN

Hasil perhitungan konsumsi tercerna BK (KBKT), BO (KBOT) dan PK (KPKT)

selama penelitian disajikan pada Tabel 3 berikut :

Tabel 3. Rataan KBKT, KBOT dan KPKT pada masing-masing perlakuan Kecernaan Tercerna Perlakuan A (pollard) Perlakuan B (bekatul) (g/kgBB 0,75) BK 67,264 0,088a 67,264 0,110a BO 67,449 0,098a 64,946 0,139a b PK 8,792 0,100 6,511 0,133a Keterangan : a-b Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) Berdasarkan data pada Tabel 3 tersebut tampak bahwa adanya perbedaan pengaruh yang nyata (P<0,05) pada nilai KPKT, hal ini memberikan implikasi bahwa bahan pakan pada perlakuan A yaitu pollard mengindikasikan dapat meningkatkan sintesis protein mikroorganisme, mengingat bahwa dari pollard tersebut pasokan N lebih tinggi dibandingkan dengan bekatul. Oleh karena itu hasil penelitian ini masih perlu dilengkapi dengan data sintesis protein mikroorganisme yang dapat terhadap produksi ternak. berpengaruh

Retensi N Hasil analisis retensi N dan produksi susu pada sapi perah laktasi yang diberi pakan pollard dan bekatul menunjukkan bahwa konsumsi total N pada perlakuan A lebih tinggi daripada perlakuan B.

Tabel 4. Rataan Retensi N dan Produksi susu pada sapi perah pada masing-masing perlakuan Konsumsi N Perlakuan A (pollard) Perlakuan B (bekatul) (g N/ekor/hari) Hijauan 90,89 80,47 Konsentrat 86,91 88,21 Total 177,80 169,17 Retensi N 66,02 67,54 Produksi susu 6,26 7,50 (l/ekor/hari) Pada dasarnya penelitian ini merupakan penelitian Rumen Degradable Nitrogen (RDN) yaitu jumlah pakan diatur agar RDN yang merupakan N yang dapat didegradasi dalam rumen sama besrnya antar perlakuan, namun ternyata konsumsi N total pada pollard lebih tinggi dari bekatul. Hal ini disebabkan pollard mengandung N yang tidak mudah terdegradasi dalam rumen lebih tinggi dibandingkan bekatul. Hubungan Retensi N dengan Produksi Susu pada Sapi Peranakan FH Laktasi Berdasarkan hasil analisis regresi dan korelasi antara retensi N dengan produksi susu pada sapi perah laktasi yang diberi pakan pollard dan bekatul (seperti yang tersaji pada Tabel 5.) menunjukkan bahwa rata-rata 40 persen produksi susu dipengaruhi oleh pakan yang dikonsumsi.

Tabel 5. Hasil analisis regresi dan korelasi retensi N dengan produksi susu sapi perah pada masingmasing perlakuan Variabel diukur Perlakuan A Perlakuan B Pollard dan bekatul (pollard) (bekatul) r 0,545 0,726 0,638

146

Vol. 15 No. 2 Tahun 2007

Kecernaan, Retensi Nitrogen

R2 0,297 0,553 0,407 b 0,041 0,045 0,044 a 3,601 4,474 3,921 Persamaan regresi Y = 3,601+ 0,041 X Y = 4,474+ 0,045 X Y = 3,921+ 0,044 X Keterangan : Y = produksi susu (l/ekor/hari); X = retensi N (g/ekor/hari) Pada perlakuan B (bekatul) 55 persen produksi susu dipengaruhi oleh retensi N sedangkan pada perlakuan A (pollard) hanya sebesar 30 persen, padahal kandungan PK dan besarnya retensi N pada pollard lebih besar dibandingkan bekatul. Kondisi ini menggambarkan bahwa produksi susu bukan hanya dipengaruhi oleh besarnya retensi N tetapi banyak faktor sepert besarnya energi. Menurut Schmidt dan Van Vlack (1974) produksi susu lebih banyak dipengaruhi oleh energi dibandingkan protein. Selanjutnya dikemukakan bahwa pada ternak masa laktasi masih dapat memproduksi susu meskipun terdapat kekurangan N pada pakannya, tetapi ternak berhenti memproduksi susu bila terjadi defisiensi energi. Pemanfaatan energi lebih diprioritaskan untuk produksi susu sedangkan protein digunakan untuk meningkatkan kualitas susu. Melihat besarnya retensi N pada sapi yang mengkonsumsi pollard yang tidak diikuti dengan produksi susu, menunjukkan bahwa N yang berhasil diretensi dalam tubuh ternak tersimpan di dalam jaringan. Dari hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa dengan retensi N yang rendah ternyata pemanfaatan N lebih efisien dibandingkan dengan retensi N yang tinggi. Melihat fenomena ini maka dimungkinkan retensi N yang besar dapat digunakan untuk produksi susu bila disertai dengan konsumsi energi yang tinggi. Namun demikian dari hasil penelitian ini tergambarkan bahwa setiap kenaikan retensi N pada sapi perah masih terus diikuti peningkatan produksi susu, sebagaimana yang dijelaskan dari nilai koefisien regresi yang rata-ratanya sebesar 0,044. Penggunaan pollard memberikan nilai kecernaan yang cenderung lebih baik daripada bekatul, terutama pada nilai kecernaan dan konsumsi tercerna PK sehingga pollard dapat digunakan sebagai bahan pakan sumber protein bagi sapi perah. 2. Sekitar 40 persen besarnya produksi susu dipengaruhi oleh retensi N. Dengan adanya keterbatasan pasokan energi, maka retensi N yang rendah ternyata menghasilkan pemanfaatan N yang lebih efisien untuk produksi susu dibandingkan dengan retensi N yang tinggi
1.

Ucapan Terima Kasih Ucapan terima kasih disampaikan kepada Saudara Elizabeth Ema dan I Made Paryoko Adi yang telah banyak membantu dalam pelaksanaan penelitian di lapangan. DAFTAR PUSTAKA ARC, 1984. The Nutrient Requirement Of Ruminant Livestock. Commonwealth Agricultural Bureaux, Slough. England. Bines, J.A. and C.C. Balch, 1973. Relatives Retention of The N of Urea and Groundnut in Diets for Growing Heifers. Brit. J. Nut. Chuzaemi, S., Hermanto, Soebarinoto dan Sudarwati, H., 1997. Evaluasi Protein Pakan Ruminan melalui Pendekatan Sintesis Protein Mikrobal : Evaluasi Kandungan RDP dan UDP pada beberapa Jenis Hijauan Segar, Limbah Pertanian dan Konsentrat. Jurnal Penelitian Ilmu-ilmu Hayati 9:7790. Haris, L.E., 1970. Chemical And Biological Methods For Feed Analiysis. University Of Florida. Gansville. USA.

KESIMPULAN Dari hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut :

147

Susanti,

Jurnal PROTEIN

Hartadi, H; S. Reksohadiprojo, S. Lebedosukojo, A.D. Tillman, L.C. Kearl And L.E. Harris. 1980. Tabel-tabel Dari Komposisi Bahan Makanan Ternak Untuk Indonesia. Published By IFI Utah Agric.EXP. Sta. Utah Sate University. Hermanto, 1993. Ekskresi Derivat Purin Dalam Urin Sebagai Estimator Mikroba Rumen. Laporan Studi Liberatur dan Hasil Training di Rowwet Research Institute Aberdeen. SCOLAND. Fakultas Peternakan. Unibraw. Malang. Hungate, I.D., 1996. The Rumen And Its Microbes. Academic Press. London. Maynard L., A. and J. K. Loosli. 1973. Animal Nutrition. Sixth Edition. Tata Mc. Graw Hill Publishing Company Ltd., New Delhi. Mc.Donald, P.,R.A. Edwards And J.D.F. Greenhalgh, 1973. Animal Nutrition. Fourth Edition. Longman, London and New York.

Mc.Donald, P.,R.A. Edwards And J.D.F. Greenhalgh, 1988. Animal Nutrition. Fourth Edition. Longman Group Limited. Longman House, Burn Mill. Harlow. Essex. England. rskov, E.R., 1988. Protein Nutrition In Ruminants. Academic Press. Inc. London. rskov, E.R., And Ryle., 1990. Energi Nutrition In Ruminats. Elsevier Applied Science. London And New York. Schmidt and L. D. Van Vlack. 1974. Principle of Dairy Science. Freeman, W.H. and Company, San Francisco. Strom, E. and E. R. rskov, 1982. Biological Value and Digestibility of Rumen Microbial Protein in Lamb Small Intestine. Proc. Nutr. Soc. 41 : 78 Tillman, A.D., Hartadi, H., Reksohadiprodjo,S.,Prawirokusumo, S., dan Lebdoseokojo, S., 1983. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

148

Anda mungkin juga menyukai