Anda di halaman 1dari 7

Histamin adalah racun yang terdapat pada seafood yang dapat terjadinya keracunan Histamin Fish Poisoning (HFP).

Tuna memiliki tingkat asam amino histidin yang tinggi pada dagingnya yang secara alami mengalami perubahan dari histidin menjadi histamine akibat adanya aktivitas bakteri (Mahendra, 2005). Histamin di dalam daging diproduksi oleh enzim yang menyebabkan dan meningkatkan pemecahan histidin melalui proses dekarboksilaksi (pemotongan gugus karbon) (Chetfel et.al dalam Mahendra, 2005). Setelah ikan mati, sistem pertahan tubuhnya tidak bias lagi melindungi dari serangan bakteri, bakteri pembentuk histamine mulai tumbuh dan memproduksi enzim dekarboksilase yang akan menyerang histidin dan asam amino bebas lainnya pada daging ikan. Enzim ini mengubah histidin dan asam amino bebas lainnya menjadi histamine yang memiliki karakter yang lebih bersifat alkali. Histamin terbentuk pada suhu >20oC. Segera setelah ikan mati, pembekuan merupakan cara mencegah Scombrotoxin. Menurut Taylor (2002), Histamin tidak akan terbentuk bila ikan selalu disimpan dibawah suhu 5oC. Histamin dapat dihambat dengan cara menurunkan suhu pada daging ikan sehingga suhu optimal yang dibutuhkan untuk terjadinya perubahan histidin menjadi histamine tidak tercapai, hal ini harus dilakukan sebelum histamine itu sendiri terbentuk karena histamine bersifat stabil pada suhu >20oC (Bremmer et.al.,2003). Sehingga untuk mencegah kadar histamine terbentuk, pada saat bekerja untuk memindahkan tuna, saya melakukannya secepat mungkin kedalam TPT menggunakan slider untuk mencegah paparan sinar matahari dan udara bebas terlalu lama. Tuna yang sudah masuk diuji secara organoleptik untuk memperkirakan mutu bahan baku, ukuran dan jenis bahan baku yang sesuai. Tujuan dari uji organoleptik adalah mendapatkan bahan baku yang memenuhi persyaratan mutu dan terhindar dari kontaminasi bakteri patogen serta bebas dari mata pancing. Tuna segar yang diterima pada unit pengolahan ditangani secara cepat, cermat dan bersih serta suhu pusat ikan dipertahankan maksimal 4,4C. Pemeriksaan terhadap mata pancing dilakukan terhadap setiap ikan dengan membuka insang dan mulut. Pemerikasaan organoleptik dilakukan oleh orang yang berpengalaman karena membutuhkan keterampilan khusus dan pengalaman bertahun-tahun untuk membedakan kualitas tuna untuk ekspor. Pendinginan ikan tuna harus cepat dengan suhu di bawah 40rF (4rC) setelah penangkapan, hal ini untuk mencegah terbentuknya histamin pada ikan. Berdasarkan hasil wawancara dengan QC, kriteria penentuan kualitas daging tuna umumnya meliputi komponen dibawah ini: 1. Tekstur daging, tuna yang baik memiliki daging yang berserat dan tidak lembek saat dipegang. 2. Warna, tuna yang baik memiliki daging berwarna merah dan mata yang bening. 3. Kandungan minyak, tuna yang baik memiliki kandungan minyak.

Grade pada tuna diinisialkan dari yang kualitasnya bagus hingga yang buruk berturutturut yaitu AAF, AA, AF, F, A , dan B+ untuk tujuan ekspor dan B untuk pasar lokal. Inisial dalam penentuan grade berbeda untuk beberapa perusahaan. Pembekuan yang baik biasanya dilakukan pada suhu antara - 12 oC sampai 24 oC. Dengan pembekuan, bahan akan tahan sampai bebarapa bulan, bahkan kadang-kadang beberapa tahun. Perbedaan antara pendinginan dan pembekuan juga ada hubungannya dengan aktivitas mikroba. a. Sebagian besar organisme perusak tumbuh cepat pada suhu di atas 10 oC. b.Beberapa jenis organisme pembentuk racun masih dapat hidup pada suhu kira-kira 3,3oC. c. Organisme psikrofilik tumbuh lambat pada suhu 4,4 oC sampai 9,4 oC. Organisme ini tidak menyebabkan keracunan atau menimbulkan penyakit pada suhu tersebut, tetapi pada suhu lebih rendah dari 4,0 oC akan menyebabkan kerusakan pada makanan. Uji salmonella
Tuna yang akan di uji ditumbuhkan pada media pengkayaan kemudian dideteksi dengan menumbuhkan pada media agar selektif. Koloni-koloni yang diduga Salmonella pada media selektif diisolasi dan dilanjtkan dengan konfirmasi melalui uji biokimia dan uji serologi untuk meyakinkan ada tidaknya bakteri salmonella. Agar yang dipakai adalah RV (Rappaport-vassiliadis) broth atau SCB. Uji ALT Metode kuantitatif digunakan untuk mengetahui jumlah mikroba yang ada pada suatu sampel, umumnya dikenal dengan Angka Lempeng Total (ALT). Uji Angka Lempeng Total (ALT) dan lebih tepatnya ALT aerob mesofil atau anaerob mesofil menggunakan media padat dengan hasil akhir berupa koloni yang dapat diamati secara visual berupa angka dalam koloni (cfu) per ml atau per gram atau koloni/100ml. Cara yang digunakan antara lain dengan cara tuang, cara tetes dan cara sebar (BPOM, 2007). Uji E.coli Berbagai cara pengujian E. coli telah dikembangkan, tetapi analisis konvensional yang masih banyak dipraktikkan adalah dengan 4 tahap analisis yang memerlukan waktu 5-7 hari. Empat tahap analisis tersebut adalah uji pendugaan dengan metode MPN (most probable number), uji penguat pada medium selektif, uji pelengkap dengan medium lactose broth, serta uji identifikasi dengan melakukan reaksi IMViC (indol, methyl red, Voges-Proskauer, dan citrate). Jadi untuk dapat menyimpulkan E. coli berada dalam air atau makanan diperlukan seluruh tahapan pengujian di atas. Apabila dikehendaki untuk mengetahui serotipe dari E. coli yang diperoleh untuk memastikan apakah E.coli tersebut patogen atau bukan maka dapat dilakukan uji serologi. Meskipun demikian, beberapa serotipe patogen tertentu seperti O157:H7 yang ganas tidak dapat diuji langsung dengan pengujian 4 tahap ini dan memerlukan pendekatan analisis khusus sejak awal (Dwiari et al, 2008).

Uji yang dilakukan untuk mengetahui E. coli yang terdapat di dalam contoh adalah uji IMViC, yang merupakan singkatan dari uji Indol, Methyl Red, Voges-Proskaeur, dan Sitrat. Dari suspensi bakteri yang dibuat pada uji konfirmasi, masing-masing diinokulasikan menggunakan jarum Ose ke dalam tiga tabung yang masing-masing berisi medium yang berbeda, yaitu : a. Tryptone Broth untuk Uji Indol b. MR-VP Broth (Proteose Broth) untuk uji merah metil dan Voges Proskauer. c. Koser Citrate Medium untuk uji penggunaan sitrat sebagai satu-satunya sumber karbon. Uji Vibrio cholera Bakteri gram negative, berbentuk batang pendek atau koma, dpt memfermentasi sukrosa pada media TCBS dan dpt brgerak krn flagella polar. Agar yg dipakai TCBS (Thiosulfate-citrate-bilesaltssucrose).

Uji Logam Timbal


Unsure logam timbale dilepaskan dari jaringan daging dg cara digesti kering (pengabuan) pada suhu 450oC. Logam dalam abu diikat dlm asam klorida (HCl) 6M dan asam nitrat (HNO3) 0,1M secara berturutan. Larutan yang dihasilkan diatominasi dg graphite furnace-argon. Atom2 unsur timbale berinteraksi dg sinar dari lampu katoda timbale. Interaksi berupa serapan sinar yg bsrnya dpt dilihat pada tampilan spektofotometer serapan atom (ATOMIC ABSORPTION SPECTOPHOTOMETER). Jml serapan sinar sebanding dg kadar PB tsb. Uji logam Kadmium Unsure logam kadmium dilepaskan dari jaringan daging dg cara digesti kering (pengabuan) pada suhu 450oC. Logam dalam abu diikat dlm asam klorida (HCl) 6M dan asam nitrat (HNO3) 0,1M secara berturutan. Larutan yang dihasilkan diatominasi dg graphite furnace-argon. Atom2 unsur Cd berinteraksi dg sinar dari lampu katoda Cd. Interaksi berupa serapan sinar yg bsrnya dpt dilihat pada tampilan spektofotometer serapan atom (ATOMIC ABSORPTION SPECTOPHOTOMETER). Jml serapan sinar sebanding dg kadar Cd tsb. Uji logam mercury Unsure logam merkury dilepaskan dari jaringan daging dg cara digesti dengan asam sulfat pekat dan nitrat pekat dg bantuan pemanas listrik untuk mndptkn unsure mercury bermuatan positif. Pnetapan jml mercury dilakukan dg spektofotometer serapan atom tanpa nyala dmn unsure mercury positif direduksi dg Natrium borohidrid mnj Hg netral dlm bntuk kabut uap mercury. Kabut uap didorong oleh gas mulia argon mnuju sel penyerapan AAS dan berinteraksi dg sinar yg berasal dr lampu katoda mercury. Interaksi berupa serapan sinar yg bsrnya dpt dilihat pada layar monitor AAS. Jml serapan sinar sebanding dg kadar merkury dlm contoh.

Uji histamine

Tahap ekstraksi Sampel ditimbang sebanyak 10 gram lalu ditambahkan dengan methanol sebanyak 50 ml dan dihomogenkan dengan homogenizer (blender). Setelah homogen maka sampel tersebut dipanaskan dalam water bath pada suhu 60oC selama 15 menit, kemudian didinginkan pada suhu ruang. Sampel yang sudah dalam keadaan suhu ruang dimasukkan dalam labu ukur 100 ml dan ditambahkan methanol sampai tanda tera dan dihomogenkan. Larutan sampel kemudian disaring dengan kertas saring dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Tahap clean up  Pertama-tama disiapkan kolom, kemudian ke dalam kolom tersebut dimasukkan glass woll secukupnya (tingginya 1 cm), setelah itu dimasukkan resin penukar ion ke dalam kolom sampai tingginya kurang lebih 8 cm (diusahakan resin tidak kering dengan cara dibilas menggunakan aquades karena akan mempengaruhi daya kerja ion pada resin). Langkah terakhir adalah melewatkan sampel ke dalam kolom sebanyak 1 ml dan ditampung hasilnya dalam labu ukur 50 ml yang telah diberi 5 ml HCL 1 N. Tahap pembentukan Masing-masing tabung reaksi dimasukkan sebanyak 10 ml HCL 0.1 N kemudian ditambahkan 5 ml sampel, 5 ml standar histamin (untuk larutan sekunder) dan 5 ml HCL 0.1 (untuk blanko). Ditambahkan 3 ml NaOH, setelah itu dihomogenkan dan dibiarkan selama 5 menit, kemudian ditambahkan sebanyak 1 ml orto-ftalatdikarboksilaldehid (OPT), lalu dihomogenkan dan didiamkan selama 4 menit. Sampel kemudian ditambahkan 3 ml H3PO43 5,7 N dan dihomogenkan, setelah selesai sampel siap untuk dibaca dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 450 nm.

Satuan kadar histamin dalam daging tuna dapat dinyatakan dalam mg/100 g ; mg % atau ppm (mg/1000 g)
Penilaian kelayakan dasar dari perusahaan pengolahan ikan dilakukan berdasarkan daftar penilaian unit pengolahan ikan (UPI). Daftar penilaian unit pengolahan ikan (UPI) ini berdasarkan pada peraturan Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan nomor: PER.011/DJ-P2HP/2007 tentang pedoman penerapan sistem jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan. Dasar hukum penilaian kelayakan dasar perusahaan adalah peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor: PER.01/MEN/2007 tentang pengendalian sistem jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan dan keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor: KEP.01/MEN/2007 tentang persyaratan jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan dan proses produksi, pengolahan, dan distribusi. Berdasarkan penilaian dari Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), PT. X memperoleh sertifikat kelayakan pengolahan (SKP) kategori B. Berdasarkan

penilaian di lapangan PT. X mendapatkan SKP kategori C. Hasil penilaian penyimpangan yang terjadi pada unit pengolahan ikan (UPI) di PT. X adalah sebagai berikut: a. Penyimpangan minor Penyimpanagan minor yang ditemukan pada unit pengolahan ikan (UPI) pada PT. X sebanyak 11 penyimpangan. Penyimpangan tersebut antara lain adalah: 1 Lay out bangunan sudah baik namun penempatan ruang penyimpanan sementara (chilling room) yang agak terletak di dalam. Ikan yang diterima di bagian penerimaan bahan baku akan melewati bagian produksi atau pengolahan, begitu juga sebaliknya ikan yang dikeluarkan dari tempat penyimpanan sementara akan melewati bagian pengolahan untuk dilakukan proses penyimpanan dalam bak (untuk segera dilakukan proses pengolahan). Hal tersebut dapat menimbulkan adanya kontaminasi dari ikan segar kepada produk. 2 Penyimpanan dan penanganan sampah limbah sedikit kurang sesuai dengan persyaratan. Sampah padat yang dihasilkan langsung dibuang keluar dari unit pengolahan, tetapi tempat pembuangan sampah tersebut masih dekat dengan unit pengolahan. Hal tersebut dapat mengakibatkan terkontaminasinya ruang pengolahan. 3 Terdapat penonjolan pipa pada dinding ruang pengolahan. Penonjolan pipa tersebut dapat menyebabkan akumulasi kotoran, sehingga dapat menyebabkan kemungkinan kontaminasi pada produk. Permukaan dinding ruang pengolahan harus halus dan datar (Henrik et al. 2004). 4 Pintu terbuat dari bahan yang tahan lama dan tahan korosi, tetapi tidak dapat menutup secara otomatis. Pintu yang tidak tertutup secara otomatis dapat menimbulkan bahaya kontaminasi silang dari tiap bagian. Pintu ruang pengolahan harus dapat ditutup secara otomatis dan tahan lama serta tahan karat yang terbuat dari logam dan permukaannya halus agar terhindar dari kontaminasi silang (Henrik et al 2004). 5 Tempat pencucian mempunyai satu pintu masuk dan keluar. Hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya kontaminasi silang dari karyawan. Terjadinya kontaminasi silang dapat menimbulkan kemungkinan kontaminasi pada peralatan dan akhirnya akan mengkontaminasi produk. 6 Peralatan tidak diberi tanda yang jelas untuk setiap area kerja yang berbeda. Peralatan yang tidak diberi tanda memungkinkan untuk digunakan pada area produksi lainnya. Penggunaan peralatan yang tidak spesifik digunakan dapat menyebabkan kontaminasi silang dari bagian/area lain. 7 Tempat untuk ikan segar pada PT. X dapat memungkinkan terjadinya kontaminasi pada produk. Ikan yang diletakan di lantai dapat menyebabkan terjadinya kontaminasi. Waktu penanganan ikan segar yang cepat membantu menekan kontaminasi pada produk. 8 Tempat ikan segar kurang dapat mampu mempertahankan ikan dalam kondisi yang higiene. Tempat ikan segar sering di lewati oleh pekerja sehingga kondisi pada tempat itu kurang terjaga secara higiene. 9 Penyimpanan produk dalam fasilitas pembeku kadang tidak dilakukan dengan metode first in first out (FIFO). Hal ini dikarenakan proses pengerjaan dilakukan secara cepat oleh pekerja, sehingga metode FIFO terkadang tidak dilakukan.

10 Tersedia ruang ganti bagi karyawan, tetapi ukuran dan jumlah ruang ganti tidak mencukupi. Ruang ganti yang tersedia sebanyak 4 ruangan, sedangkan dengan jumlah karyawan sebanyak 70 orang. 11 Tersedia tempat cuci tangan dengan jumlah yang cukup dan dilengkapi dengan sabun dan disinfektan, tetapi pengering yang digunakan bukanlah pengering sekali pakai. Pengering yang digunakan dapat menyebabkan terjadinya kontaminasi silang antar pekerja. b. Penyimpangan mayor Penyimpanagan mayor yang ditemukan pada unit pengolahan ikan (UPI) pada PT. X sebanyak 6 penyimpangan. Penyimpangan tersebut antara lain adalah: 1 Kemiringan lantai dapat menyebabkan air tergenang di beberapa bagian. Air yang tergenang pada area pengolahan produk dapat menjadi tempat akumulasi kotoran dan mejadi tempat pertumbuhan bakteri. Keberadaan air yang tergenang dapat menyebabkan kontaminasi pada produk. 2 Pasokan air pada unit pengolahan ikan disalurkan melalui pipa-pipa. Pipa-pipa air minum dan bukan air minum tidak diberi tanda. Penandaan yang jelas pada pipa-pipa air minum dan bukan air minum dapat mencegah kesalahan dalam pemakaian air dalam unit pengolahan. 3 Pengambilan sampel air yang digunakan pada unit pengolahan tidak dilakukan berdasarkan ketentuan. Pengambilan sampel air yang tidak tepat dapat menyebabkan kesalahan pada hasil pengujian sampel air. 4 Kandungan klorin dalam air dan metodologi untuk pemeriksaan kandungan klorin terkadang tidak dilakukan sesuai dengan yang dipersyaratkan. Metode pemeriksaan kandungan klorin yang tidak tepat dapat menimbulkan kesalahan dalam hasil pengujian. 5 Tempat penyimpanan limbah tahan dari karat, tetapi tidak dilengkapi dengan tutup yang memadai. Penyimpanan limbah yang tidak dilakukan dengan benar akan dapat menyebabkan kontaminasi pada produk. Selain itu, limbah yang ditangani dengan tidak tepat dapat menyebabkan pencemaran ke lingkungan sekitar. 6 Tempat penyimpanan limbah tidak dibersihkan secara benar. Pembersihan yang dilakukan secara tidak tepat dapat menimbulkan akumulasi kotoran pada tempat penyimpanan. Akumulasi kotoran yang terdapat dalam tempat penyimpanan limbah dapat menimbulkan kontaminasi pada produk. c. Penyimpangan serius Penyimpangan serius yang ditemukan pada unit pengolahan ikan (UPI) pada PT. X sebanyak 4 penyimpangan. Penyimpangan tersebut antara lain adalah: 1 Pasokan air pada unit pengolahan tidak tersedia air dengan kualitas air minum. Air yang digunakan untuk melakukan pencucian ikan harus air dengan kualitas air minum. Proses pencucian dan penggunaan air yang berulang kali selama proses pengolahan dapat menimbulkan akumulasi kotoran dalam produk. Hal tersebut dikarenakan air yang bukan kualitas air minum dikhawatirkan masih banyak terdapat kotoran, sehingga dapat mengakibatkan terkontaminasinya produk. 2 PT. X tidak menyediakan sarana untuk analisis kimia dan mikrobiologi air termasuk polutan (logam berat, organochlorin). Analisis untuk adanya bahan kimia berbahaya dan mikrobiologi air, termasuk polutan tidak dilakukan oleh PT. X karena sarana analisis yang tidak tersedia. Hal itu menyebabkan kemungkinan produk dapat terkontaminasi dari air yang digunakan. Air yang

digunakan pada PT. X adalah air yang disediakan dari pengelola kawasan industri Muara Baru, Jakarta. 3 Es dibuat dari air bukan dengan kualitas air minum. Air yang bukan merupakan kualitas air minum kemungkinan masih terdapat banyak kotoran. Es yang terbuat dari air bukan kualitas air minum akan mengakumulasi kotoran dari air, dan akhirnya kotoran dari es tersebut akan dapat mengkontaminasi produk. 4 Sarana untuk analisis kimia dan mikrobiologi yang tidak tersedia di PT. X, menyebabkan tidak dilakukan analisis kimia dan mikrobiologi es yang digunakan. Penggunaan air dan es yang bersih diharuskan, untuk menghindari terjadinya kontaminasi. d. Penyimpangan kritis Penyimpangan kritis tidak ditemukan pada unit pengolahan ikan (UPI) pada PT. X.

Anda mungkin juga menyukai