Anda di halaman 1dari 32

TUGAS KASUS

STATUS PASIEN
I. IDENTITAS A. Identitas Pasien Nama Umur Jenis Kelamin Agama Tempat tanggal lahir Alamat No.Rekam Medik Tanggal masuk RS B. Identitas Orang Tua Ayah Nama Agama Pekerjaan Penghasilan : : : : Tn. R Katolik Guru 1.000.000 Ibu Ny. S Katolik Ibu Rumah Tangga : An. F : 5 tahun : Perempuan : Katolik : Jakarta, 8 September 2004 : Tiban Lama 7B : 08 62 29 : 28 Januari 2009

II.

RIWAYAT HIDUP A. Susunan Keluarga Pasien adalah anak tunggal B. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
KEHAMILAN Morbiditas kehamilan Perawatan antenatal Tempat kelahiran Ibu pasien ketika hamil tidak mengalami sakit yang berat Ibu pasien rajin kontrol ke bidan. Tempat praktek bidan

KELAHIRAN

Penolong persalinan Cara persalinan Masa gestasi Keadaan bayi

Bidan Spontan 37-38 minggu - berat lahir : 3500 gram - panjang : 49 cm

- lingkar kepala: - langsung menangis - pucat (-) - biru (-) - kuning (-) - kejang (-) - nilai apgar: -

- kelainan bawaan (-)


Kesan : Riwayat kelahiran dan kehamilan baik

C. Riwayat Tumbuh Kembang Mengangkat kepala : 3 bln Tengkurap Duduk Berdiri Berbicara Berjalan : 4 bln : 7 bln : 9 bln : 9 bln : 11 bln

Kesan : Riwayat pertumbuhan dan perkembangan baik D. Riwayat Imunisasi


Vaksin BCG DPT/DT POLIO CAMPAK HepatitisB MMR Kesan: Riwayat Dasar (umur) Ulangan (umur) imunisasi lengkap, hanya saja ibu pasien lupa usia dan berapa kali pasien

mendapatkan imunisasi.

E. Riwayat Makan & Minum Pasien hanya mendapatkan ASI sampai usia 10 bln karena saat itu ibu menderita demam berdarah dan dirawat di rumah sakit sehingga sejak saat itu pasien diberi susu formula. Umur (bulan) 02 24 46 68 8 10 10 12 >12 ASI / PASI ASI ASI ASI ASI ASI PASI PASI Bubur Susu Nasi Tim Makanan Dewasa

F. Riwayat Perumahan & Sanitasi Pasien tinggal di rumah sendiri, di wilayah pemukiman padat penduduk. III. RIWAYAT PENYAKIT Anamnesis : Autoanamnesis dan Alloanamnesis dengan ibu pasien tanggal 30 Januari 2009. A. Keluhan Utama Demam sejak 5 hr SMRS B. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang dengan keluhan demam sejak 5 hr SMRS. Pasien telah minum obat penurun panas, demam turun & pasien berkeringat, namun demam lagi beberapa saat kemudian. Pasien mengeluh pusing, mual, namun tidak muntah. Pasien juga mengeluh sakit perut, namun masih bisa BAB dan BAK seperti biasanya. Selain itu, bibir dan gusi pasien merah dan berdarah. C. Riwayat Penyakit Dahulu

Menurut ibu pasien, sejak lahir sampai umur sekarang pasien jarang sakit hanya batuk dan pilek. Pasien tidak pernah dirawat di RS sebelumnya. Riwayat alergi (-). Riwayat asma (-) D. Riwayat Penyakit Keluarga Asma (-) Alergi (-) IV. PEMERIKSAAN FISIK A. STATUS GENERALIS Pemeriksaan dilaksanakan tanggal 30 Januari 2009 Keadaan Umun Kesadaran Tanda vital : Tampak sakit sedang : Compos Mentis : Tekanan Darah Nadi Suhu Saturasi B. PEMERIKSAAN SISTEMATIS Kepala Wajah Mata Telinga Hidung Mulut Leher Kulit Thorax : Normocephali, rambut hitam, distribusi merata, tak mudah dicabut. : Ekspresi baik, bentuk simetris : Pupil bulat isokor, RCL +/+, RCTL +/+ conjunctiva anemis -/sklera ikterik -/: Normotia, serumen +/+, sekret -/: Deviasi septum -/-, mucosa hiperemis -/: Lidah kotor (-), tonsil dan faring tidak hiperemis, mukosa bibir kering : KGB tidak teraba membesar, kelenjar thyroid tak teraba membesar. : Sianosis (-), oedem (-), turgor baik : Cor : Inspeksi Palpasi : Ictus cordis tidak terlihat : Ictus cordis teraba : 110/ 80 mmHg : 120 x/mnt : 38,2 oC : 100

Perkusi Pulmo : Inspeksi Palpasi Perkusi

: Tidak dilakukan : Simetris dalam keadaan statis & dinamis : Vocal fremitus sama di kedua hemithorax : Sonor di kedua hemithorax napas vesikuler, Rhonki -/-, wheezing -/-

Auskultasi : S1 S2 reguler, murmur (-) gallop (-)

Auskultasi : Suara Abdomen : Inspeksi Palpasi Perkusi Extremitas V.

: Datar, penonjolan massa (-) : Supel, nyeri tekan epigastrium (+), turgor kulit cukup, hepar teraba membesar, lien teraba membesar : Timpani, shifting dullness (-)

Auskultasi : Bising usus (+) normal : Akral dingin, petechiae (-)

PEMERIKSAAN PENUNJANG Tanggal 28/1 29/1 Jam 12.00 00.10 06.50 14.07 23.00 06.16 22.27 06.08 TD 110/80 110/80 Nadi 120 Suhu 38,2 37,5 Hb 13,5 13,5 14,3 13,6 14,1 13,6 14,3 Ht 39,4 35,7 39,5 39,3 41,7 39,8 35,2 Tro 31.000 34.000 32.000 54.000 93.000 123.000 168.000 Leu 4.100 3.100 3.800 5.200 8.000 7.400 4.300

30/1 31/1 LED ICT Malaria

: 20/ 37 :IgG (-)

Dengue Blood : IgM (+)

Urinalisis BJ/SG Ph : 1.015 :6

Protein Leukosit Epitel Eritrosit Silinder gra

: ++ : 4-8/ LPB :+ : 0-1/ LPB :+

VI. RESUME Pasien adalah seorang perempuan berumur 5 tahun, dengan BB 19 kg. Dari anamnesa didapat keluhan demam sejak 5 hr SMRS yang terus menerus, sakit kepala, mual (+), muntah (-), sakit perut, nyeri tekan epigastrium (+), BAB (+), BAK (+), batuk (-), pilek (-), gusi berdarah (+). Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sakit sedang, compos mentis, TD 110/80 mmHg, frekwensi nadi 120x/mnt, SpO2 100, suhu 38,2 oC, bibir kering dan berdarah. Pada abdomen teraba pembesaran hepar dan ada nyeri tekan di daerah epigastrium. Pemeriksaan Lab tgl 29/01/09 : Hb Leukosit Ht Trombosit LED VII. DIAGNOSA KERJA Dengue Hemorrhagic Fever derajat III VIII. DIAGNOSA BANDING Demam typhoid Morbili VIII. PENATALAKSANAAN Bed rest Diet makanan lunak 1450 kal/ hr IVFD RAs 20 tetes/mnt :13,5 g /dl : 4.100 /l : 39,4 % : 31.000/l : 20/37 mm

Inj Ceftazidime 2 x 1 gr i.v. Inj Novalgin 3 x 250 mg i.v. Inj Ranitidin 2 x 1 amp i.v. Observasi tanda vital tiap 3 jam

IX. PEMERIKSAAN ANJURAN Cek Hb, Ht tiap 6 jam X. PROGNOSIS Ad vitam : Bonam Ad fungtionam : Bonam Ad sanationam : Bonam XI. FOLLOW UP Tanggal 28/01/09 S Demam +, Pusing +, Sakit perut +, Mual +, BAB +, BAK +, Gusi berdarah +, Makan -, Minum + O A KU: sakit sedang, CM DHF III Kpl: Ca -/-, SI -/-, PCH -, Sianosis -, Mukosa bibir hiperemis Lhr: Retraksi suprasternal Thorax: S1, S2 reg, M -, G -, SN ves, Rh -/-, Wh -/-, Ret ICS Abd: lembut, BU +, NTE + Ext: akral dingin, sianosis -, petechiae KU: sakit sedang, CM DHF III, Kpl: Ca -/-, SI -/-, PCH -, perbaikan Sianosis -, Mukosa bibir hiperemis Lhr: Retraksi suprasternal Thorax: S1, S2 reg, M -, G -, SN ves, Rh -/-, Wh -/-, Ret ICS Abd: lembut, BU +, NTE +, hepatomegali + Ext: akral hangat, sianosis P -Bed rest -Diet ML 1450 kal -IVFD RAs 20 tts/min -Inj Ceftazidime 2 x 1 gr i.v. -Inj Novalgin 3 x 250 mg i.v. -Inj Ranitidin 2 x 1 amp i.v. Obsv TV/ 3 jam -Bed rest -Diet ML 1450 kal -IVFD RAs 20 tts/min -Inj Ceftazidime 2 x 1 gr i.v. -Inj Novalgin 3 x 250 mg i.v. -Inj Ranitidin 2 x 1 amp i.v.

29/01/09

Demam -, Pusing -, Sakit perut +, Mual -, BAB +, BAK +, Gusi berdarah +, Makan -, Minum +

-, petechiae -

- Inj Kalnex 3 x 75 mg i.v. - Obsv TV/ 3 jam -Bed rest -Diet ML 1450 kal -IVFD RAs 20 tts/min -Inj Ceftazidime 2 x 1 gr i.v. -Inj Novalgin 3 x 250 mg i.v. -Inj Ranitidin 2 x 1 amp i.v. -Inj Kalnex 3 x 75 mg i.v. -Obsv TV/ 3 jam -Bed rest -Diet ML 1450 kal -IVFD RAs 20 tts/min -Inj Ceftazidime 2 x 1 gr i.v. -Inj Novalgin 3 x 250 mg i.v. -Inj Ranitidin 2 x 1 amp i.v. - Inj Kalnex 3 x 75 mg i.v. - Obsv TV/ 3 jam

30/01/09

Demam -, Pusing -, Sakit perut +, Mual -, BAB -, BAK +, Gusi berdarah +, Makan +, Minum +

KU: sakit sedang, CM DHF III, Kpl: Ca -/-, SI -/-, PCH -, perbaikan Sianosis -, Mukosa bibir hiperemis Lhr: Retraksi suprasternal Thorax: S1, S2 reg, M -, G -, SN ves, Rh -/-, Wh -/-, Ret ICS Abd: lembut, BU +, NTE +, hepatomegali + Ext: akral hangat, sianosis -, petechiae -

31/01/09

Demam -, Pusing -, Sakit perut -, Mual -, BAB -, BAK +, Gusi berdarah -, Makan +, Minum +

KU: sakit sedang, CM DHF III, Kpl: Ca -/-, SI -/-, PCH -, perbaikan Sianosis -, Mukosa bibir hiperemis Lhr: Retraksi suprasternal Thorax: S1, S2 reg, M -, G -, SN ves, Rh -/-, Wh -/-, Ret ICS Abd: lembut, BU +, NTE +, hepatomegali + Ext: akral hangat, sianosis -, Rash convalescent +

ANALISA KASUS Pasien ini didiagnosa Dengue Hemorraghic Fever derajat II berdasarkan : 1. Anamnesa Demam 5 hr SMRS Sakit perut Nyeri kepala Gusi dan bibir berdarah Nyeri tekan epigastrium (+) Hepatomegali (+) Akral dingin

2. Pemeriksaan Fisik

3. Pemeriksaan Penunjang Tanggal 29 Januari 2009 Trombosit Ht LED Bed rest Diet makanan lunak 1450 kal/ hr IVFD RAs 20 tetes/mnt Inj Ceftazidime 2 x 1 gr i.v. Inj Novalgin 3 x 250 mg i.v. Inj Ranitidin 2 x 1 amp i.v. Observasi tanda vital tiap 3 jam Cek Hb, Ht tiap 6 jam : 31.000/l : 39,4 % : 20 mm

4. Penatalaksanaan

5. Pemeriksaan Anjuran 6. Pencegahan Melakukan tindakan 3M :

1. Menguras tempat-tempat penampungan air secara teratur seminggu sekali atau menaburkan bubuk larvasida (abate). 2. Menutup rapat-rapat tempat penampungan air. 3. Mengubur/ menyingkirkan barang bekas yang dapat menampung air

Tinjauan Pustaka

DEMAM BERDARAH DENGUE


DEFINISI Demam dengue adalah demam virus akut yang disertai sakit kepala, nyeri otot, sendi dan tulang, penurunan jumlah sel darah putih, dan ruam-ruam. Demam berdarah dengue/dengue hemorrhagic fever (DHF) adalah demam dengue yang disertai pembesaran hati dan manifestasi perdarahan. Pada keadaan yang parah bisa terjadi kegagalan sirkulasi darah dan pasien jatuh dalam syok hipovolemik akibat kebocoran plasma. Keadaan ini disebut dengue shock syndrome (DSS). ETIOLOGI Demam berdarah dengue (DBD) merupakan suatu penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus genus Flavivirus, mempunyai 4 jenis serotype yaitu den-1, den-2, den-3 dan den-4, melalui perantara nyamuk Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Keempat serotype dengue terdapat di Indonesia, den-3 merupakan serotype dominan dan banyak berhubungan dengan kasus berat, diikuti serotype den-2. Pada saat ini jumlah kasus masih tetap tinggi rata-rata 10-25 per 100.000 penduduk, namun angka kematian telah menurun bermakna <2%. Umur terbanyak terkena infeksi dengue kelompok umur 4-10 tahun, walaupun makin banyak kelompok umur lebih tua menderita DBD. Infeksi oleh salah satu jenis serotipe ini akan memberikan kekebalan seumur hidup tetapi tidak menimbulkan kekebalan terhadap serotipe yang lain. Sehingga seseorang yang hidup di daerah endemis DHF dapat mengalami infeksi sebanyak 4 kali seumur hidupnya. EPIDEMIOLOGI Di Indonesia, penyakit Demam berdarah dicurigai pertama kali di Surabaya dan Jakarta tahun 1969, konfirmasi virologis baru diperoleh tahun 1970. tahun 1972, DBD dilaporkan juga di Bandung dan Yogyakarta, lalu epidemi terjadi diluar Jawa, dimulai di Sumatera Barat, Lampung, Riau, Sulawesi dan Bali. Saat ini DBD sudah menjadi penyakit yang endemis dibanyak kota besar, bahkan juga di pedesaan.

Penyakit Demam Berdarah atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) ialah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Kedua jenis nyamuk ini terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempat ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan air laut. Penyakit DBD pertama kali di Indonesia ditemukan di Surabaya pada tahun 1968, akan tetapi konfirmasi virologis baru didapat pada tahun 1972. Sejak itu penyakit tersebut menyebar ke berbagai daerah, sehingga sampai tahun 1980 seluruh propinsi di Indonesia kecuali TimorTimur telah terjangkit penyakit. Sejak pertama kali ditemukan, jumlah kasus menunjukkan kecenderungan meningkat baik dalam jumlah maupun luas wilayah yang terjangkit dan secara sporadis selalu terjadi KLB setiap tahun. KLB DBD terbesar terjadi pada tahun 1998, dengan Incidence Rate (IR) = 35,19 per 100.000 penduduk dan CFR = 2%. Pada tahun 1999 IR menurun tajam sebesar 10,17%, namun tahun-tahun berikutnya IR cenderung meningkat yaitu 15,99 (tahun 2000); 21,66 (tahun 2001); 19,24 (tahun 2002); dan 23,87 (tahun 2003). Meningkatnya jumlah kasus serta bertambahnya wilayah yang terjangkit, disebabkan karena semakin baiknya sarana transportasi penduduk, adanya pemukiman baru, kurangnya perilaku masyarakat terhadap pembersihan sarang nyamuk, terdapatnya vektor nyamuk hampir di seluruh pelosok tanah air serta adanya empat sel tipe virus yang bersirkulasi sepanjang tahun. Departemen kesehatan telah mengupayakan berbagai strategi dalam mengatasi kasus ini. Pada awalnya strategi yang digunakan adalah memberantas nyamuk dewasa melalui pengasapan, kemudian strategi diperluas dengan menggunakan larvasida yang ditaburkan ke tempat penampungan air yang sulit dibersihkan. Akan tetapi kedua metode tersebut sampai sekarang belum memperlihatkan hasil yang memuaskan.

PATOGENESA Virus merupakan mikroorganisme yang hanya dapat hidup di dalam sel hidup, maka demi kelangsungan hidupnya, virus harus bersaing dengan sel manusia sebagai pejamu (host) terutama dalam kebutuhan protein. Persaingan tersebut sangat bergantung pada daya tahan pejamu, penyakit akan sembuh sempurna dan timbul antibody atau perjalanan penyakit menjadi makin berat dan bahkan dapat menyebabkan kematian.

Infeksi virus dengue dimulai dengan kontak erat antara manusia sebagai host dengan vektor yang membawa virus. Manusia menjadi terinfeksi virus setelah nyamuk aedes aegypti menghisap darah manusia yang sudah terinfeksi virus. Jarang dilaporkan adanya menularan antar manusia misalkan melalui transmisi jarum suntik. Patofisiologi pasti belum diketahui, tetapi ada 2 teori yang secara umum dipakai dalam menjelaskan perubahan patogenesa yang terjadi pada DHF yaitu teori virulensi virus dan teori imunopatologi. Teori pertama mengatakan bahwa seseorang akan terkena infeksi virus dengue dan menjadi sakit bila jumlah dan virulensi virus cukup kuat untuk mengalahkan pertahanan tubuh. Fakta ini diperkuat dengan uji coba dimana beberapa orang sukarelawan digigit nyamuk infeksius, hasilnya ada yang sakit dan ada yang tidak. Mereka yang sakit umumnya memiliki pertahanan tubuh lebih lemah. Teori kedua menjelaskan bahwa pasien yang mendapat infeksi untuk kedua kalinya dengan virus dengue serotype heterolog mendapatkan resiko lebih besar untuk menderita DHF. Antibody didalam tubuh akan mengenali virus yang menginfeksi, kemudian akan membentuk komplek antigen antibody. Oleh karena antibody yang heterolog maka virus tidak dapat dinetralisir dan terjadilah replikasi virus. Sebagai tanggapan terhadap infeksi tersebut, maka terjadilah sekresi mediator vasoaktif yang menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah dan mengakibatkan hipovolemi dan shock. Teori ini diperkuat dengan percobaan pada manusia dan mencit dapat disimpulkan bahwa setelah mendapat infeksi virus dengue satu serotype maka ia akan kebal dengan virus ini dalam jangka yang lama dan tidak mampu memberikan proteksi terhadap jenis virus yang lain. Teori ini didukung dengan data epidemiologi, klinis dan laboratorium di Thailand tahun 1954 1964. kemudian teori ini dikenal dengan teori infeksi sekunder. Selain kedua teori tersebut masih terdapat teori lain yang menjelaskan patogenesa DBD yaitu teori antigen antibody dan teori infection enhancing antibody. Teori antigen antibody : Virus dengue dianggap sebagai sebagai antigen yang bereaksi dengan antibody, kemudian mengaktifasi komplemen, aktivasi ini akan menghasilkan anafilatoksin C3a dan C5a,

Yang merupakan mediator kuat untuk meningkatkan permeabilitas kapiler kemudian disusul dengan kebocoran plasma. Teori infection enhancing antibody : Teori ini mengungkapkan bahwa manusia yang telah terinfeksi virus dan membentuk antibody, dimana anti body ini bersifat non neutralisir dan bila terjadi infeksi berulang memiliki resiko terjangkit DBD lebih besar dibanding dengan manusia yang tak memiliki antibody. Hal ini terjadi karena antigen dengue lebih banyak terdapat pada makrofag yang beredar dibanding dengan yang tinggal dijaringan, kemungkinan antibody non neutralizer tersebut lebih banyak melingkupi sel magrofag yang beredar dan tidak melingkupi sel magrofag yang menetap dijaringan. Pada makrofag yang dilindungi dengan antibody memiliki sifat opsonisasi,internalisasi, sehingga mudah terinfeksi, lebih banyak sel magrofag yang terinfeksi lebih berat penyakitnya. Di duga makrofag yang terinfeksi akan menjadi aktif dan mengeluarkan pelbagai substansi inflamasi, sitokin, dan tromboplastin yang mempengaruhi permeabilitas kapiler dan akan mengaktivasi factor koagulasi. Teori Mediator Pada kasus DBD virus menginfeksi makrofag terutama makrofag mononuclear. Makrofag ini menghasilkan sitokin yang disebut sebagai monokin. Dimana normalnya sitokin tak terbentuk. Mekanisme dan kerja sitokin adalah sebagai mediator pada imunitas alami yang disebabkan oleh rangsangan zat yang infeksius, sebagai regulator yang mengatur aktivasi, proliferasi, dan diferensiasi limfosit, sebagai activator inflamasi non spesifik, dan sebagai stimulator pertumbuhan dan diferensiasi leukosit matur. Teori mediator ini sejalan dan berkembang bersama dengan peran endotoksin dan teori peran sel limfosit. Peran Endotoksin Syok pada BDB akan menyebabkan iskemia pada usus, disamping iskemia juga pada jaringan lain. Pada waktu iskemia usus, terjadi translokasi bakteri dari lumen usus ke dalam sirkulasi. Endotoksin sebagai komponen kapsul luar dari bacteri gram negative akan mudah masuk kedalam sirkulasi pada kejadian syok yang diikuti iskemia berat. Endotoksin akan mengaktivasi kaskade sitokin terutama TNF alfa dan interleukin 1. dimana hal tersebut

meningkatkan permeabilitas pembuluh darah yang memudahkan kembali terjadinya syok hipovolemic. Peran Limfosit Virus yang masuk ke makrofag akan mendapat tanggapan, dimana peptide virus akan dibawa oleh MHC kelas I lalu dipajang dipermukaan virus. Pajanan peptide virus menyebabkan sel limfosit T CD8 mengenal bahwa didalam makrofag tersebut ada virus. Kemudian sel makrofag virus tersebut teraktivasi, mengeluarkan limfokin, termasuk limfokin yang mengaktifkan makrofag dan mengaktifkan sel B. Teori Trombosit Endotel Pada kasus DBD terjadi trombositopenia dan peningkatan permeabilitas kapiler dimana haltersebut ada pengaruhnya terhadap sel endotel. Dimana endotel yang terganggu dapat mengeluarkan bahan-bahan vasoaktif kuat seperti prostasiklin, platelet activating factor(PAF), factor plasminogen dan interleukin 1 yang bermanifestasi pada terjadinya syok. Disamping itu gangguan pada endotel akan menimbulkan agregasi trombosit serta aktivasi koagulasi. Teori Apoptosis Apoptosis adalah kematian sel secara fisiologik yang merupakan reaksi terhadap pelbagai stimuli. Proses tersebut dibagi dua tahap yaitu kerusakan inti sel, kemudian perubahan bentuk sel dan perubahan permeabilitas membrane sel. Konsekuensi dari apoptosis adalah fragmentasi DNA inti sel, vakuolisasi sitoplasma, blebbing dan peningkatan granulasi membrane plasma menjadi DNA subseluler yang berisi badan-badan apoptotik. Pada paham teori ini, kasus DBD berat terdapat kerusakan hepar, terdapat councilman bodies yang pertanda adanya apoptosis sel hepar. Perubahan Hematologi Infeksi virus dengue menyebabkan terjadinya perubahan yang komplek dan unik pada berbagai mekanisme homeostatic dalam tubuh penderita. Komplek virus antibody yang terbektuk akan mengaktifkan system koagulasi yang dimulai dari aktivasi system koagulasi yang dimulai dari aktivasi factor XII (Hageman Factor ) menjadi bentuk aktif ( XIIa). Selanjutnya factor XIIa ini akan mengaktifkan factor koagulasi lainnya secara berurutan mengikuti suatu kaskade

sehingga akhirnya terbentuk fibrin. Di samping itu, selain terdapat system koagulasi, factor XIIa juga mengaktifkan system fibrinolisis, system kinin dan system complement yang kesemuannya memberikan gambaran betapa kompleknya akibat yang ditimbulkan oleh infeksi virus DBD. Secara klinis dapat dijumpai gejala perdarahan sebagai akibat trombositopenia berat, masa perdarahan dan masa protrombin yang memanjang, penurunan kadar factor pembekuan II,V,VII,VIII,IX dan X bersama hipofibrinogenemia dan peningkatan produk pemecahan fibrin ( FDP ). Sedangkan aktivasi system kinin, akan menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah dengan akibat kebocoran plasma yang ditandai dengan peningkatan hematokrit dan efusi cairan serosa. Terbentuknya bradikinin mengakibatkan pelebaran pembuluh darah yang dapat berlanjut dengan turunya tekanan darah. Berbagai kelainan hematologist telah terbukti menyertai perjalanan penyakit DBD, keadaan ini dipakai sebagai penunjang diagnosis dan untuk penatalaksaan yang tepat serta untuk penelitian lebih jauh mengenai patofisiologi DBD. Hematok
Komplek virus - antibody

XII

XIIa

koagulasi

Fibrinolisis

Kinin

komplemen

plasmin

System kardiovaskuler

DIC Fibrin

FDP

perdarahan

syok

rit dan Hemoglobin Nilai hematokrit biasanya meningkat pada hari ketiga dari perjalanan penyakit dan makin meningkat sesuai dengan proses perjalanan penyakit DBD. Seperti telah disebutkan bahwa peningkatan nilai hematokrit merupakan manifestasi hemokonsentrasi yang terjadi akibat

kebocoran plasma ke ruang ekstravaskuler disertai efusi cairan serosa, melalui kapiler yang rusak. Akibat kebocoran volume plasma menjadi berkurang yang dapat mengakibatkan terjadinya syok hipovolemic dan kegagalan sirkulasi. Pada kasus-kasus berat yang telah disertai perdarahan, umumnya nilai hematokrit tidak meningkat, bahkan malahan menurun. Kadar hemoglobin pada hari-hari pertama biasanya normal atau sedikit menurun. Tetapi kemudian kadarnya akan naik mengikuti peningkatan hemokonsentrasi dan merupakan kelainan hematology paling awal yang dapat ditemukan pada DBD. Jumlah Leukosit dan Hitung jenis Pada penderita DBD dapat terjadi leucopenia ringan sampai leukositosis sedang. Leucopenia dapat dijumpai antara hari pertama dan ketiga dengan hitung jenis yang masih dalam batas normal. Jumlah granulosit menurun pada hari ke tiga sampai kedelapan. Pada syok berat, dapat dijumpai leukositosis dengan neutropenia absolute. Hal lain yang menarik adalah ditemukannya cukup banyak limfosit bertransformasi atau atipik dalam sediaan apus darah tepi pada penderita DBD, terutama pada infeksi sekunder. Limfosit atipik ini merupakan sel berinti satu ( mononuclear ) dengan struktur kromatin inti halus dan agak padat, serta sitoplasma yang relative lebar dan berwarna biru tua. Oleh karenanya sel ini juga dikenal sebagai limfosit plasma biru. Limfosit plasma biru ini sudah dapat ditemukan sejak hari ketiga terjadinya panas, dan merupakan penunjang diagnosis DBD. Trombosit Penyabab terjadinya trombositopenia pada DBD masih controversial. Sebagian peneliti mengatakan kemungkinan penyebabnya adalah trombopoesis yang menurun dan destruksi trombosit dalam darah yang meningkat. Peneliti lain menemukan adanya gangguan fungsi trombosit. Mekanisme yang menyebabkan peningkatan destruksi dan gangguan fungsi trombosit belum diketahui dengan jelas. Ditemukan kompleks imun pada permukaan trombosit diduga sebagai penyebab agregasi trombosit yang kemudian akan dimusnahkan oleh system retikuloendotelial khususnya dalam limpa dan hati. Tiga keadaan utama patofisiologi yang terjadi :

1. Aktivasi sistem komplemen sehingga dikeluarkan zat anafilaktik yang menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah ekstravasasi plasma darah ke extra vaskuler kekurangan volume plasma darah hipovolemia bisa menjadi shock 2. Agregasi trombosit yang menyebabkan trombositopenia 3. Keadaan homeostatic yang tidak normal akibat dari gangguan vaskuler karena kerusakan endotel pembuluh darah ( vaskulopati ) yang menyebabkan aktivasi system pembekuan darah kelainan koagulasi MANIFESTASI KLINIS Dengue fever Anak < 15 tahun biasanya memiliki gejala demam nonspesifik mungkin juga disertai makulopapular rash. Juga disertai gejala sebagai berikut: nyeri seluruh badan demam tinggi > 39 derajat celcius sakit kepala nyeri daerah belakang mata limfadenopati ( castelanis sign ) maculopapular rash yang terjadi pada awal demam sampai akhir demam gejala gejala lain yang melibatkan saluran nafas atas dan bawah faringitis, muntah dan diare tidak nafsu makan Masa inkubasi antara 3-14 hari,Umumnya 4-6 hari. Puncak masa demam dan nyeri berlangsung 2-7hari dan diikuti periode membaik perlahan. Masa penyembuhan berlangsung selama 2 minggu Test tourniquet (+) , petechiae, epistaxis, gusi berdarah, hematuria, hypermenorrhea mungkin timbul. DF dengan komplikasi perdarahan harus dibedakan dgn DHF. Lab : CBC normal /leucopenia, trombosit - biasanya normal, protrombin time- normal, serologi - normal, liver enzyme normal /meningkat.

DD/ : berbagai infeksi virus/bakteri/parasit/rickettsia.

Dengue haemorrhagic fever Gejala hampir sama dengan demam dengue dan demam karena infeksi virus yang lain. Ketika demam terjadi pada 2-7 hari tanda ekstravasasi plasma mulai tampak, kesan mendiagnosa DHF biasanya dalam 24 jam sebelum dan sesudah demam. Menurut WHO mendiagnosa DHF memiliki 4 kriteria : 1. 2. Demam tinggi mendadak, Manifestasi perdarahan seperti hemoconsentrasi, trombositopenia, uji torniket positif 3. Kegagalan sirkulasi sebagai tanda dari gangguan permeabilitas pembuluh darah, seperti hipoproteinemia, efusi 4. Hepatomegali Jadi DHF memiliki ciri klinis berikut ini : - lebih sering terjadi pada anak yang lebih besar - gejala hampir sama dengan demam dengue - flashing pada daerah muka - nyeri epigastrium, anoreksia dan muntah - hepatomegali - kemungkinan perdarahan petechiae, hematuria, hematemesis, epistaksis, melena, perdarahan gusi - uji rumple leed (+) - komplikasi merupakan fase kritis yang terjadi setelah demam turun yang bila tidak mendapat penanganan dan pengawasan ketat akan menyebabkan gangguan sirkulasi DSS -

S E C O N D A R Y H E T E R O LO G O U S D E N G U E IN F E C T IO N
V iru s re p lic atio n A n n am n es tic an tibo d y re s po n se

V iru s an tib o d y c o m ple x

P la te le t ag g re ga tion
Im pa ire d plate le t fun ctio n P la telet rem o val by re s T hro m bo cytope nia P latelet factor III release

C o ag u la tion a ctivatio n
plasm in

C o m p le m en t a ctiva tio n

A ctivate d hag em a n factor

C onsu m ptive co agu lo pathy

K inin syste m K inin

A na phylato xin

C lo ttin g factors

FD P

V a scular p erm e ability

E X C E S S IV E H E M O R R H A G E

SHO CK

G a m ba r P ato g en e sis P e rda ra h an P ad a D H F

Dengue Shock Syndrome DSS timbul sebagai komplikasi dari DHF yang tidak ditangani dengan baik. Gejala umum akan terjadinya shock yaitu nyeri perut, muntah dan lemas. Pasien juga memiliki gejala yang berhubungan dengan kegagalan sirkulasi Tanda hari demam ke 4-5 suhu turun nadi cepat tanpa demam hipotensi leucopenia < 5000/mm3 Patogenesis terjadinya shock Secondary Heterologous Dengue Infection Virus Replication AnnamnesticAntibodyResponse

Virus Anti body Complex

Complement Activation Complement Anaphylatoxin ( C3a C5a) Histamin Level in 24hr - Urine Vascular Permeability

>30% In Shock Cases 24-48 hr Leakage of Plasma Na+ Fluid in the Serous Cavity Hypovolemia Ht

Shock Anoxia DIAGNOSIS Dasar diagnosis demam berdarah dengue menurut WHO (1975) : Gejala klinik : 1. Demam tinggi dengan mendadak dan terus-menerus selama 2-7 hari + Acidosi

2. 3. 4.

Manifestasi perdarahan, termasuk uji torniquet positif, petekia, purpura, ekimosis, epistaksis, Pembesaran hati Renjatan : nadi lemah, cepat, tekanan nadi menurun <20 mmHg, tekanan darah menurun

perdarahan gusi, hematemesis dan atau melena.

sampai tekanan sistolik <80 mmHg. Kulit teraba dingin dan lembab, sianosis di sekitar mulut dan penderita menjadi gelisah. Derajat penyakit demam berdarah dengue : Derajat I Derajat II Derajat III Derajat IV : Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan adalah uji torniquet positif. : Derajat I disertai perdarahan spontan di kulit dan atau perdarahan lain (gusi berdarah, perdarahan gastrointestinal, epistaksis). : Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lembut, tekanan nadi menurun (<20 mmHg) atau hipotensi disertai kulit yang dingin, lembab dan penderita menjadi gelisah. : Renjatan berat dengan nadi yang tidak dapat diraba dan tekanan darah yang tidak dapat diukur.

Tersangka DBD
Demam tinggi mendadak terus menerus kurang dari 7 hari tidak disertai infeksi salauran nafas bagian atas, badan lemah dan lesu.

Ada Kedaruratan Tanda syok Muntah terus menerus Kejang Muntah darah Batuk darah Jumlah trombosit < 100.000/uL

Tidak ada kedaruratan

Uji torkinet (+)

Uji torkinet (-)

Jumlah trombosit >100.000/uL

- Rawat jalan - Parasetamol - Kontrol tiap hari sampai

demam hilang Rawat inap Rawat jalan - Minum banyak 1.5-2 l/hari - Parasetamol - Kontrol tiap hari sampai demam turun - Periksa HB, HT, trombosit Tiap kali

Nilai tanda klinis, periksa trombosit & HT bila demam menetap setelah hari sakit ke 3

Perhatian untuk orang tua Pesan bila timbul tanda syok yaitu gelisah, lemah, kaki/tangan dingin, sakit perut, faeces hitam, BAK kurang Lab: Hb & Ht naik , Trombosit turun

Segera bawa ke rumah sakit

DBD derajat I atau derajat II tanpa peningkatan hematokrit

Pasien masih dapat minum


- Beri minum banyak 1-2 liter/hari atau 1 sdm tiap 5 menit - Jenis minuman: air putih, teh manis, sirup, jus buah, susu, buah - Bila suhu > 38,50 C beri parasetamol - Bila kejang beri antikonvulsif

Pasien tidak dapat minum


Pasien muntah terus menerus - Pasang infus NaCl 0,9%: Dekstrosa 5% (1 : 3), teteskan rumatan sesuai berat badan - Periksa Hb, Ht, trombosit tiap 6-12 jam

- Monitor gejala klinis dan laboratorium - Perhatikan tanda syok - Palpasi hati setiap hari - Ukur diuresis setiap hari - Awasi perdarahan - Periksa Hb, Ht, trombosit tiap 6-12 jam

Ht naik atau trombosit turun Infus ganti ringer laktat tetesan disesuaikan

Perbaikan klinis dan laboratoris Pulang (lihat kriteria memulangkan pasien)

Gambar Penatalaksanaan DBD derajat I atau derajat II tanpa peningkatan hematokrit

DBD derajat I dengan peningkatan Ht


Cairan Awal

> 20%

RL/NaCl 0,9 % atau RLD 5/ NaCl 0.9%+D5,6-7 ml/kg/ BB/jam


6 jam

Monitor tanda vital /nilai Ht dan trombosit tiap ada perbaikan Tidak gelisah Nadi kuat Tekanan darah stabil Diuresis cukup (12 ml/kgBB /jam) Ht turun (2 kali pemeriksaan ) tidak ada perbaikan

Gelisah Distres pernapasan Frekuensi nadi meningkat Hematokrit tetap tinggi / meningkat Tekanan nadi < 20 mmHg Diuresis kurang /tidak ada

Tetesan dikurangi

Tanda vital memburuk


Ht meningkat

Tetesan dinaikkan
10-15 ml/kgBB /jam tetesan dinaikkan bertahap
Evaluasi 12-24 jam

5 ml/kgBB /jam

Perbaikan

Perbaikan
sesuaikan tetesan

Tanda vital tidak stabil Distres pernapasan Ht naik Koloid


20-30 ml/kgBB

3 ml/kgBB /jam

Ht menurun Transfusi darah segar


10 ml/kgBB

IVFD stop pada 24-48 jam


Bila tanda vital /Ht stabil , diuresis cukup

Perbaikan

Gambar

Penatalaksanaan DBD derajat I dengan peningkatan Ht

> 20%

DIAGNOSIS BANDING Pada awal penyakit, diagnosis banding mencakup infeksi bakteri, virus atau protozoa seperti demam tifoid, campak, influenza, hepatitis, demam chikungunya, leptospirosis, dan malaria. Adanya trombositopenia yang jelas disertai hemokonsentrasi membedakan demam berdarah dengue dengan penyakit lain. Diagnosis banding lain adalah sepsis, meningitis meningokok, idiophatic thrombocytopenic purpura (ITP), leukemia dan anemia aplastik. Diagnosis banding yang paling penting ialah Chikungunya haemorrhagic fever (CHF) yaitu demam berdarah yang disebabkan virus Chikungunya yang termasuk Arbovirus kelompok A. Demam Chikungunya sangat menular dan biasanya seluruh keluarga terkena dengan gejala demam mendadak, masa demam lebih pendek,tapi suhu diatas 40C. Ruam makulopapular, injeksi conjungtiva dan rasa

nyeri pada sendi. Proporsi uji bendung positif, petekia, dan epistaksis hampir sama dengan demam berdarah dengue. Pada demam Chikungunya tidak ditemukan perdarahan gastrointestinal dan syok. Tabel Perbandingan Kriteria Diagnosis Dengue Hemorrhagic Fever dan Chikungunya Fever Manifestasi Durasi demam 2-4 hari 5-7 hari >7 hari Manifestasi perdarahan Uji torniquet Petekia Rash konvalesen Epistaksis Gusi berdarah Melena/hematemesis Hepatomegali Syok Indikator fase syok : Hari sakit ke 4-5 Suhu turun, kulit dingin dan lembab Nadi cepat, lemah Tekanan nadi turun/hipotensi Leukopenia <5000/mm Anak tampak gelisah Dengue (%) 23,6 59,0 17,4 83,9 46,5 10,1 18,9 1,5 11,8 90,0 35,2 Chikungunya (%) 62,5 31,2 6,2 77,4 31,3 0,0 12,5 0,0 0,0 75,0 0,0

KOMPLIKASI 1. 2. 3. 4. 5. shock encephalopathy convulsi encephalitis kerusakan hepar

6.

acute renal failure

PEMERIKSAAN LABORATORIUM Pada pemeriksaan darah ditemukan : Leukopenia pada akhir fase demam Limfositosis biasanya terlihat sebelum fase syok Hematokrit meningkat >20% (hemokonsentrasi), harus dimonitor setiap 3-4 jam pada kasus Trombosit <100000 (trombositopenia) Hiponatremia paling sering terjadi pada pasien DHF atau DSS Asidosis metabolik ditemukan pada pasien dalam keadaan syok, dan harus dikoreksi Kadar urea nitrogen darah meninggi Masa protrombin memanjang Masa tromboplastin parsial memanjang Kadar fibrinogen turun dan peningkatan penghancuran fibrinogen merupakan petanda DIC

DHF atau DSS Perubahan metabolik :

secepatnya Kelainan koagulasi :

(Disseminated Intravascular Coagulation) Pemeriksaan fungsi hati : Kadar transaminase sedikit meningkat Kadar albumin rendah, dapat menjadi tanda adanya hemokonsentrasi

PEMERIKSAAN RADIOLOGIS Foto rontgen thorax : posisi right lateral decubitus (RLD) Ditemukan adanya efusi pleura kanan yang tipikal. Efusi pleura bilateral biasa terjadi pada pasien DSS. PEMERIKSAAN SEROLOGIS Uji hambatan hemaglutinasi

Uji netralisasi Uju fiksasi komplemen Teknik hemadsorpsi immunosorben Uji ELISA anti-dengue IgM

PENATALAKSANAAN Pada dasarnya bersifat supportif yaitu mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai akibat perdarahan. Pasien demam dengue dapat berobat jalan, sedangkan pasien demam berdarah dengue dirawat di ruang perawatan biasa, tetapi pada kasus demam berdarah dengue dengan komplikasi diperlukan perawatan intensif. Fase kritis umumnya terjadi pada hari sakit ke-3. Rasa haus dan dehidrasi timbul akibat demam tinggi, anoreksia dan muntah. Pasien perlu diberi minum banyak, 50 mL/kgBB dalam 4-6 jam pertama berupa teh manis, sirup, susu, sari buah atau oralit. Setelah keadaan dehidrasi dapat diatasi, berikan cairan rumatan 80-100 mL/kgBB dalam 24 jam berikutnya. Hiperpireksi diatasi dengan antipiretik dan bila perlu surface cooling dengan kompres es dan alkohol 70%. Parasetamol direkomendasikan untuk mengatasi demam dengan dosis 10-15 mg/kgBB/kali. Pemberian cairan intravena pada pasien DBD tanpa renjatan dilakukan bila pasien terusmenerus muntah sehingga tidak mungkin diberi makanan per-oral atau didapatkan nilai hematokrit yang bertendensi terus meningkat (>20 vol%). Jenis cairan yang digunakan adalah ringer laktat yang mengandung Na 130 mEq/L, K 4 mEq/L, korektor basa 28 mEq/L, Cl 109 mEq/L dan Ca 3 mEq/L. Volume dan komposisi cairan yang diperlukan seperti cairan untuk dehidrasi pada diare ringan sampai sedang,yaitu cairan rumatan ditambah defisit 6% (kebutuhan cairan pada dehidrasi sedang). Cairan yang diperlukan untuk dehidrasi sedang menurut kgBB/24 jam adalah : Water Loss/kgBB PWL NWL CWL Jumlah 3 10 kg 80 mL 100 mL 25 mL 205 mL 10 15 kg 70 mL 80 mL 25 mL 175 mL 15 25 kg 50 mL 65 mL 25 mL 140 mL

Untuk tiap kenaikan suhu badan 1C diatas 37C, NWL harus dinaikkan 12%.

Kebutuhan cairan rumatan : BB : 10 kg , 10-20 kg > 20 kg Jumlah cairan : 100 per kg BB 1000 + (BB-10)x 50 ml/hr 1500 + (BB- 20)x 20 ml/hr

Jenis cairan (rekomendasi WHO) : o o o (D5/GF) o o Koloid Dekstran 40 Plasma Kristaloid Larutan ringer laktat (RL) atau dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat (D5/RL) Larutan ringer asetat (RA) atau dekstrosa 5% dalam larutan ringer asetat (D5/RA) Larutan NaCl 0,9% (garam faali=GF) atau dekstrosa 5% dalam larutan garam faali

Penanganan syok Dalam keadaan renjatan berat dberikan cairan ringer laktat secara cepat (diguyur) selama 30 menit. Apabila syok tidak teratasi dan/atau keadaan klinis memburuk, ganti cairan dengan koloid 1020 mL/kgBB/jam, dengan jumlah maksimal 30 mL/kgBB. Setelah perbaikan, segera cairan ditukar dengan kristaloid (tetesan 20 mL/kg BB). Bila dengan cairan koloid dan kristaloid syok belum teratasi sedangkan kadar hematokrit turun, diduga telah terjadi perdarahan, maka dianjurkan pemberian transfuse darah segar. Apabila kadar hematokrit tetap >40 vol%, berikan darah sebanyak 10 mL/kgBB/jam, tetapi bila perdarahan massif berikan 20 mL/kgBB/jam. Apabila renjatan tidak berat diberikan cairan dengan kecepatan 20 mL/kgBB/jam. Bila renjatan sudah diatasi, nadi sudah jelas teraba, amplitude nadi cukup besar, tekanan sistolik 80 mmHg atau lebih, maka kecepatan tetesan dikurangi menjadi 10 mL/kgBB/jam. Kecepatan pemberian cairan selanjutnya disesuaikan dengan gejala klinik dan nilai hematokrit yang diperiksa periodic.

Cairan intravena dapat dihentikan bila hematokrit telah turun sekitar 40 vol%. Jumlah urin 12 mL/kgBB/jam atau lebih menandakan sirkulasi membaik. Pada umumnya cairan tidak perlu diberikan lagi setelah 48 jam sejak syok teratasi. Kriteria memulangkan pasien Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik Nafsu makan membaik Tampak perbaikan secara klinis Hematokrit stabil 3 hari setelah syok teratasi Trombosit >50000/mL Tidak dijumpai distres pernapasan

PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN 1. 2. 3. 4. Environmental changes : perbaiki dan menutup tempat penampungan air, membuang secara Personal protection : pakaian2 yang melindungi, kassa penolak nyamuk, mosquito repellent, Biological control : dengan ikan yang dipelihara dalam kolam, bakteri yang dikembangbiakkan Chemical control : butir2 abate/temephos 1% pada tempat penyimpanan air, fogging dgn baik sampah2 yang dapat menjadi sarang nyamuk. dan insectiside dlm bentuk spray. pada air ( Bacillus thuringiensis H-14, Bacillus sphaericus). malathion/fenitrothion.

DAFTAR PUSTAKA

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.

Sutaryo, Masalah Demam Berdarah di Indonesia, Indonesia, 2002, Jakarta, Hal 32 42 Djajadiman Gatot, Perubahan Hematologi pada infeksi Dengue, Indonesia, 1999, Jakarta, Hal 44 53 Wuryadi, Suharyono, Diagnosa Laboratorium infeksi virus dengue, Indonesia, Jakarta, Hal 54 71 Tumbelaka, R Alan, Diagnosa Demam dengue, Indonesia, 1999, Jakarta Mansjoer, Arif, Kapita Selekta Kedokteran, edisi ke 3, Indonesia, 2000, Jakarta Behrman, Kliengman, Arvin, Ilmu kesehatan anak NELSON, edisi ke 15 A.V. Hoffbrand, Kapita selekta hematology, edisi ke 2 www.wikipedia.com, Dengue fever www.emedicine.com www.mayoclinic.com Patric Davey, At a glance medicine

Anda mungkin juga menyukai