Anda di halaman 1dari 2

Kisah Antara Jayapura dan Medan

Desember 24, 2008 oleh gurupembaharu Jayapura, 6 Desember 2008 Hari itu saya mendapat kesempatan pertama menikmati pemandangan Papua. Pada pagi hari ketika sejenak terlelap, tiba-tiba di ujung pulas tidur matahari telah bersinar benderang. Salah hitung dikira masih jam 3 pagi karena di tangan masih melekat waktu Jakarta, jadi solat subuh menggunakan waktu Jakarta juga, maludengan matahari. Memasuki Biak di pagi hari, Papua menyajikan keindahannya yang khas. Pantai pasir putih dan laut yang jernih. Pantai yang indah itu meningkat ke daratan yang berbatasan dengan tebih yang curam, dan daratan yang bergelombang. Pemandangan daratan bergelombang itu makin jelas wujudnya sampai Jayapura. Menjelang Danau Sentani yang tenang membelah celah gunung yang bergunduk-gunduk dengan jumlah puncaknya sulit terhitung. Indahnya kecuraman gunung yang mengujam laut mengingatkan eloknya pemandangan sekitar Hongkong. Cuma kesempitan lahan orang Hongkong telah membuat betah orang-orang bermata sipit. Sedangkan kegelapan hutan Papua melahirkan orang-orang keriting, dan hitam manis.. SMA Negeri 3 Papua ada di atas danau Sentani, sekitar setengah jam perjalanan dari Bandara Sentani atau sekitar 20Km dari Jayapura. Sebuah sekolah berasrama. Siswanya berbaur antara siswa keturunan papua dan pendatang, berbaur pula yang sholat dan yang ke Gereja. Sekolah rintisan SMA bertaraf internasional berindikator menara dan piring parabola visat dengan aliran listrik katanya sering putus. Jadi bintek di sini digetarkan dengan bisingnya suara mesin disel di samping aula tempat kami berkumpul. Internet dapat dinikmati siswa sebagai sumber belajar. Lima guru MIPA pada tahun pelajaran lalu mengikuti pelatihan di Australia selama tiga bulan. Dan, ..dengan keberangkatan rombongan itu sekolah menjadi kelimpungan karena guru utama pergi semua. Jadi karena itu, denyut pembaharuan pembelajaran belum dimulai tahun lalu. Penggunaan bahasa Inggris kalau di Pemalang dan di Pekalongan saya dengar pada sesi tanya jawab dilontarkan oleh para siswa, maka di sini di Papua pertunjukan yang baik itu tidak saya dengar. Belum banyak kemajuan yang sekolah pamerkan dalam kunjungan singkat ini. Kata guru-guru, kalau di Australia mereka bisa bahasa Inggris, pulang ke sini sedikit demi sedikit kemampun itu berkurang karena bahasa Inggris tidak biasa dipakai. Sayang sekali. Pembahasan masalah dalam bimtek adalah sikap pandang sebagian teman-teman guru yang menggunakan logika seharusnya kami menikmati kesejahteraan keuangan yang lebih banyak dari pemerintah jika pemerintah ingin mutu pendidikan meningkat, apalagi sekolah bertaraf internasional, maka gajinya juga harus bertaraf internasional. Lalu ketika saya bergurau tentang sertifikasi guru, lalu saya tanya apakah di sini ada yang sudah

menerima, sontak teman guru yang lain menunjuk yang bicara itu yang sudah terima dana sertifikasi guru. Gurauan saya lanjutkan, apakah dana itu telah meningkatkan kinerja Bapak? Beliau jawab, belum Pak , sebelum mutu kompetensi meningkat uangnya sudah habis lagi. Jadi tak adalah peningkatan. Dalam pertemuan semua guru hadir, mereka sangat antusias ingin meningkatkan mutu pendidikan melalui penerapan delapan standar. Contohnya melalui penyediaan buku bacaan berbahasa Inggris. Ada usul menarik dari wakil ketua Komite Sekolah yang pada saat itu hadir. Menurut penjelasannya, India menyepakati kerja sama dengan penerbit dari Amerika untuk menerbitkan buku mata pelajaran. Pencetakannya tidak dilakukan di Amerika namun di India sehingga pelajar India menikmati buku-buku Amerika dengan harga India. Sebuah usul yang bagus agar Depdiknas juga berinisiatif untuk melakukan hal yang sama. Namun yang tidak saya ungkapkan bahwa pada tahun 2006 lalu, 100% sarjana India fasih berbahasa Inggris sehingga buku berbahasa Inggis laku untuk anak SMA. Apa anak SMA di Papua membutuhkan buku seperti itu? Oleh karena itu, saya katakan, sebelum kerja sama seperti itu dapat diwujudkan, ada baiknya menyusun program dulu di sini untuk meningkatkan intensifikasi membaca informasi yang dibutuhkan dari internet. Dalam pertemuan singkat di awal sebelum pelaksanaan bimtek, kepala sekolah menunjukan sebuah buku Kimia terbitan Cambrigde dar lemarinya. Katanya hal seperti ini yang sesungguhnya kita butuhkan. Jadi perpustakaannya masih terlalu banyak mengoleksi bahasa Indonesia daripada bahasa Inggris bagi sebuh sekolah yang dicanangkan untuk menjadi sekolah R-SMA-BI. Sebelum pulang saya berkeliling sekolah yang letaknya jauh dari perumahan masyarakat. Di tempat yang tinggi ini belum banyak indikator bertaraf internasional saya dapatkan. Sempat saya ingatkan, jika tidak ada indikator yang secara nyata memamerkan mutu bertaraf internasioal, bisa memeroleh predikat tambahan, yaitu BR-SMA-BI. Yaitu bekas rintisan SMA bertaraf internasional. Semoga sekolah yang baik itu dapat mewujudkan cita-citanya yang luhur, jangan sampai luruh. Menjadi sekolah negeri berasrama terbaik di Jayapura. Be diffrent, more better. They can translate best purpose to the small activity at daily life. Bravo Papua.

Anda mungkin juga menyukai