Anda di halaman 1dari 7

Bermain adalah dunia anak, demikian ungkapan yang sering kita dengar dari para pakar pendidikan anak.

Ungkapan tersebut benar adanya, karena anak-anak pada usia dini memahami dunia sekitarnya secara alami melalui bermain. Bagi anak, bermain bukan sekedar kesenangan, melainkan juga merupakan sarana belajar untuk mendapatkan pengetahuan, pembentukan watak dan sosialisasi. Untuk mengoptimalkan waktu bermain anak diperlukan adanya program bermain yang terencana, yang dikembangkan berdasarkan tahap-tahap tumbuh-kembang dan minat, bakat serta kondisi lingkungan di mana anak tinggal.

Menurut pakar pendidikan, usia dini (0 6) tahun adalah usia emas yang sangat berpengaruh pada kepribadian anak selanjutnya karena perkembangan IQ, EQ, dan SQ berkembang sampai 80%. Memperhatikan hal tersebut, pendidikan anak usia dini merupakan suatu keharusan bagi terbinanya anak yang seutuhnya bahagia dan sejahtera lahir batin. Pendidikan anak dini usia bukan sekedar mengetahui tingkat kemampuan atau tingkat perkembangan anak pada setiap tingkat usia tertentu seperti menangis jika merasa terganggu, berteman, bercerita dan lainnya, tetapi harus mengetahui proses perkembangan anak pada semua aspek perkembangan untuk dapat dioptimalkan.

Mendidik anak usia dini yang dilakukan dengan cara menanamkan nilai-nilai keingintahuan, akan menumbuhkan kecerdasan secara kognitif, Menanamkan nilai-nilai moral dan keagamaan seperti kejujuran, kesetiaan, ketaatan dan nilai-nilai luhir lainnya akan menumbuhkan kecerdasan berperilaku. Dengan membiarkan anak bermain sesuai kemampuan dan bakatnya akan menumbuhkan keterampilan psikomotorik anak, baik psikomotorik kasar maupun psikomotorik halus. Cara yang efektif dalam mendidik anak usia dini adalah melalui pendekatan saat anak bermain sendiri atau berkelompok, orangtua maupun tenaga pendidik bisa menjadi teman bermain, mengarahkan serta mengajak anak berfikir menggunakan logika dan membedakan mana yang baik dan yang tidak baik. Namun itu tidak dengan serta merta tetapi dapat dihasilkan dalam proses yang berulang-ulang.

Pengaruh Pengasuhan Terhadap Pendidikan Anak Usia Dini Mendidik dan mengasuh anak usia dini adalah salah satu tugas utama orang tua dan tenaga pendidik. Namun demikian dengan berbagai kendala, orang tua tidak bisa mendidik dan mengasuh anaknya secara langsung. Dengan makin meningkatnya pemberdayaan wanita di berbagai bidang, makin banyak yang bekerja di luar rumah, sehingga pembagian kerja di dalam rumah khususnya terkait dengan pengasuhan dan pendidikan anak mengalami perubahan. Tanggung jawab pengasuhan dan pendidikan anak tidak hanya menjadi tanggung jawab orangtua tetapi sudah berbagi peran dengan pengasuh, penitipan dan lembaga lainnya. Oleh karena itu dibutuhkan pengganti peran orang tua sebagai pengasuh/pembimbing/ pendidik yang professional dan mampu melaksanakan tugas tersebut yaitu tenaga pendidik.

Tenaga pendidik pada pendidikan anak usia dini (PAUD) merupakan peran yang dilakukan dengan kemampuan untuk memberikan pelayanan pendidikan kepada anak untuk menggantikan peran orang tua. Tenaga pengasuh dan pendidik perlu memiliki pengetahuan tentang tahap tumbuh kembang anak dan kecerdasan memahami situasi anak didik maupun dalam menerapkan kegiatan bagi anak yang berada di bawah asuhannya. Untuk itu tenaga pendidik harus dapat merancang kegiatan yang mampu merangsang kemampuan anak berkreasi dan berimajinasi.

Melibatkan anak dalam menentukan kegiatan sangat berpengaruh untuk menjadikan anak berperan aktif, menaruh minat, mencoba ide, bercerita tentang apa yang dilakukannya. Meskipun telah dirancang sedemikian rupa, anak tetap berkesempatan untuk mengambil keputusan memilih bahan dan kegiatan. Pendidik dan orangtua bertindak

sebagai partner yang menaruh minat pada apa yang dilakukan anak. Mengamati, mendengarkan, berinteraksi, membesarkan hati anak, membantu memecahkan masalah dan selalu menghargai tindakan anak.

Kebutuhan utama seorang anak adalah mendapatkan perhatian dari orang-orang yang paling dekat dengannya. Karena inilah yang akan mempengaruhi kehidupan pribadi anak. Peran yang dimainkan juga menjadi akar untuk pertumbuhan selanjutnya. Pengasuhan yang utama adalah orangtua.

Orangtua adalah pendidik utama, dan pertama, dan terbaik untuk anak. Sebaik apapun tenaga pendidik, program kegiatan, dan fasilitas yang tersedia di tempat penitipan dan pendidikan anak usia dini, tidak akan dapat menggantikan sepenuhnya peran orangtua sebagai pengasuh sekaligus pendidik bagi anak. Jika anak diberi gizi seimbang, diperhatikan kesehatannya, dan diberi rangsangan psikososial oleh orangtua dengan kasih sayang dan memberi kesempatan belajar sambil bermain, maka kecerdasan anak akan optimal. Untuk itu peran orangtua adalah kembali menjadi aktor utama untuk menjadi model yang dapat menjadi teladan bagi anak. Karena rumah dan keluarga adalah yang paling bertanggung jawab dalam membentuk anak menjadi sesuai yang diharapkan.

Daftar Pustaka: 1. Hurlock, E.B, Perkembangan Anak, edisi 6, erlangga, Jakarta: 1993 2. Ditjend PLS, Depdiknas, PAUD Investasi Masa Depan Bangsa, Jakarta: 2006 3. Kuffner Trish, Play and Learn, PT Elex Media Komputindo, Jakarta: 2003 4. Semiawan, Paradigma Baru Pendidikan Anak Dini Usia, Buletin PADU Direktorat PAUD, Jakarta: 2003 5. Sularyo, T.S., Pengaruh Pengasuhan pada perkembangan psikomotor anak, Bogor: 1989. Bermain adalah segala aktivitas untuk memperoleh rasa senang tanpa memikirkan hasil akhir yang dilakukan secara spontan tanpa paksaan orang lain. Yang harus diperhatikan oleh orang tua, bermain haruslah suatu aktivitas yang menyenangkan bagi anak. Tidak boleh ada paksaan pada anak untuk melakukan kegiatan bermain, walaupun kegiatan tersebut dapat menunjang perkembangan aspek tertentu. Kegiatan bermain yang dilakukan harus berdasarkan inisiatif anak. Seorang anak harus diberi kesempatan untuk memilih kegiatan bermainnya sendiri dan menentukan bagaimana melakukannya. Beberapa ciri bermain yang perlu diperhatikan oleh orang tua: 1. Menyenangkan 2. Tidak memiliki tujuan. Tidak boleh ada intervensi tujuan dari luar si anak yang memotivasi dilakukannya kegiatan bermain 3. Bersifat spontan dan volunter 4. Bermain berarti anak aktif melakukan kegiatan. 5. Memiliki hubungan yang sistematis dengan sesuatu yang bukan bermain, seperti kreativitas, pemecahan masalah, belajar bahasa, perkembangan peran sosial, perkembangan kognitif, dan sebagainya (Garvey, 1990). Jenis Bermain Jenis bermain berdasarkan aktivitas fisik dan sumber kesenangan adalah sebagai berikut: 1. Bermain aktif. Seorang anak aktif melakukan sendiri dan sumber rasa senang yang diperoleh anak berasal dari apa yang dilakukan oleh anak itu sendiri. Jenis bermain aktif meliputi bermain bebas spontan, bermain khayal (bermain peran-peran tertentu, sesuai khayalan atau imajinasi anak), bermain

konstruktif (menyusun balok-balok, puzzle, dsb), musik dan permainan. 2. Bermain pasif, yaitu anak melakukan kegiatan dengan sedikit menggunakan aktifitas fisik dan sumber rasa senangnya diperoleh dari aktivitas yang dilakukan oleh orang lain, contohnya menonton film, pertunjukan, dan lain-lain. Manfaat Bermain 1. Perkembangan fisik-motorik Perkembangan fisik motorik seorang anak berkembang pesat pada tahun pertama dan kedua dan terus berlanjut sampai perkembangan fisik motorik yang lebih rumit. Permainan yang sesuai dengan usia anak dapat mendukung perkembangan fisik dan motorik berlangsung secara optimal. Misalnya kalau pada usia 2-3 tahun seorang anak sudah dapat berlari, maka pada usia 3-4 tahun anak dapat diarahkan untuk bermain dengan berlari menghindari rintangan. Pada usia berikutnya sudah dapat naik dan turun tangga. Begitu pula dalam kemampuan motorik halus. Jika pada usia 2-3 tahun seorang anak sudah dapat memegang alat tulis, tahun berikutnya sudah dapat menyusun balok secara baik. Pada usia 5 tahun anak dapat menggunting kertas. Sambil bermain dengan peran serta orang tua anak dapat mengoptimalisasikan perkembangan fisik-motorik meliputi belajar mengontrol dan mengenal tubuh, serta menolong diri sendiri. 2. Perkembangan kognitif dan bahasa Saat bermain, seorang anak akan mengandalkan kemampuan bereksplorasi terhadap lingkungan melalui panca inderanya. Anak belajar dan mengenal konsep dasar warna, bentuk, ukuran dan sebagainya. Dalam hal ini permainan yang dilakukan akan meningkatkan daya nalar, daya ingat, kreativitas dan kemampuan berbahasa. 3. Perkembangan sosio-emosional Dengan bermain anak dapat mengembangkan kemampuan berinteraksi dengan orang lain, peka, mau memantau dan dapat bekerja sama. Bermain juga merupakan sarana untuk menyalurkan emosi anak. Membentuk kelompok bermain sangat penting untuk perkembangan sosio emosional anak. Seorang anak yang biasa berinteraksi dengan teman-teman sebayanya di play group, TK atau sejenisnya mempunyai tingkat kemantangan dan kesiapan yang baik dalam menerima pendidikan yang lebih rumit. Berikut ini tips bagi orang tua agar kegiatan bermain menyenangkan dan bermanfaat bagi anak: Sediakan alat permainan yang sesuai dengan taraf kematangan anak. -Perhatikan faktor keamanan, derajat kesulitan permainan, kegunaan, daya tahan alat, disain alat permainan, dll. -Tempat bermain harus aman, cukup luas/lapang dan bersih. -Waktu bermain sesuai dengan anak. Seorang anak sering menghabiskan waktunya untuk bermain sampai melupakan kegiatan lain seperti makan dan istirahat. -Teman bermain. Anak membutuhkan teman bermain agar perkembangan sosio emosionalnya optimal. -Memperkenalkan anak dengan alat permainan yang dapat merangsang perkembangan anak. Hindari terlalu membatasi kegiatan bermain karena pertimbangan jenis kelamin. -Pendekatan terhadap anak memerlukan kesabaran, dan tidak lupa memberikan pujian. -Berikan petunjuk sesuai dengan kebutuhan anak, tidak terlalu banyak atau

sedikit. Beberapa hal yang perlu diperhatikan orang tua dalam memupuk dan mengembangkan potensi anak balita, yaitu: -Memberikan rangsangan pada seluruh indera. -Memberi kebebasan pada anak untuk bergerak dengan aman -Memberi kesempatan untuk berbicara, bertanya, dan bercerita. -Memberi contoh model untuk ditiru -memberikan kesempatan bermain dengan memperhatikan unsur benda, alat, teman, dan ruangan untuk bermain -Memberi keleluasaan bagi anak untuk mengenali -------obyek nyata misalnya pada usia tertentu orang tua dapat mengajarkan anak membedakan hewan yang bertelur dan beranak dengan mengajak mereka menyaksikan secara langsung. -Memberi kesempatan untuk mengamati, mengerti, menerapkan disiplin, nilai-nilai agama dan moral.

Peran bermain bagi perkembangan emosi Kebutuhan emosi meliputi segala bentuk hubungan yang erat, hangat dan menimbulkan rasa aman serta percaya diri sebagai dasar bagi perkembangan selanjutnya. Sedangkan kebutuhan stimulasi atau pendidikan meliputi segala aktivitas yang dilakukan yang mempengaruhi proses berpikir, berbahasa, sosialisasi, dan kemandirian seorang anak. Bermain bagi anak merupakan upaya memenuhi tiga kebutuhan sekaligus yaitu kebutuhan fisik, emosi dan stimulasi/pendidikan. Bahkan bermain bagi anak usia balita merupakan salah satu intervensi penting untuk mengurangi dampak menurunnya IQ pada balita yang mengalami gangguan gizi ketika bayi, khususnya apabila intervensi pemberian makanan bergizi terlambat dilakukan. Apa Pengertian bermain? Bermain adalah segala aktivitas untuk memperoleh rasa senang tanpa memikirkan hasil akhir yang dilakukan secara spontan tanpa paksaan orang lain. Yang harus diperhatikan oleh orang tua, bermain haruslah suatu aktivitas yang menyenangkan bagi anak. Tidak boleh ada paksaan pada anak untuk melakukan kegiatan bermain, walaupun kegiatan tersebut dapat menunjang perkembangan aspek tertentu. Kegiatan bermain yang dilakukan harus berdasarkan inisiatif anak. Seorang anak harus diberi kesempatan untuk memilih kegiatan bermainnya sendiri dan menentukan bagaimana melakukannya. Beberapa ciri bermain yang perlu diperhatikan oleh orang tua: 1. Menyenangkan 2. Tidak memiliki tujuan. Tidak boleh ada intervensi tujuan dari luar si anak yang memotivasi dilakukannya kegiatan bermain 3. Bersifat spontan dan volunter 4. Bermain berarti anak aktif melakukan kegiatan. 5. Memiliki hubungan yang sistematis dengan sesuatu yang bukan bermain, seperti kreativitas, pemecahan masalah, belajar bahasa, perkembangan peran sosial, perkembangan kognitif, dan sebagainya (Garvey, 1990).

Jenis Bermain Jenis bermain berdasarkan aktivitas fisik dan sumber kesenangan adalah sebagai berikut: 1. Bermain aktif. Seorang anak aktif melakukan sendiri dan sumber rasa senang yang diperoleh anak berasal dari apa yang dilakukan oleh anak itu sendiri. Jenis bermain aktif meliputi bermain bebas spontan, bermain khayal (bermain peran-peran tertentu, sesuai khayalan atau imajinasi anak), bermain konstruktif (menyusun balok-balok, puzzle, dsb), musik dan permainan. 2. Bermain pasif, yaitu anak melakukan kegiatan dengan sedikit menggunakan aktifitas fisik dan sumber rasa senangnya diperoleh dari aktivitas yang dilakukan oleh orang lain, contohnya menonton film, pertunjukan, dan lain-lain. Manfaat Bermain 1. Perkembangan fisik-motorik Perkembangan fisik motorik seorang anak berkembang pesat pada tahun pertama dan kedua dan terus berlanjut sampai perkembangan fisik motorik yang lebih rumit. Permainan yang sesuai dengan usia anak dapat mendukung perkembangan fisik dan motorik berlangsung secara optimal. Misalnya kalau pada usia 2-3 tahun seorang anak sudah dapat berlari, maka pada usia 3-4 tahun anak dapat diarahkan untuk bermain dengan berlari menghindari rintangan. Pada usia berikutnya sudah dapat naik dan turun tangga. Begitu pula dalam kemampuan motorik halus. Jika pada usia 2-3 tahun seorang anak sudah dapat memegang alat tulis, tahun berikutnya sudah dapat menyusun balok secara baik. Pada usia 5 tahun anak dapat menggunting kertas. Sambil bermain dengan peran serta orang tua anak dapat mengoptimalisasikan perkembangan fisik-motorik meliputi belajar mengontrol dan mengenal tubuh, serta menolong diri sendiri. 2. Perkembangan kognitif dan bahasa Saat bermain, seorang anak akan mengandalkan kemampuan bereksplorasi terhadap lingkungan melalui panca inderanya. Anak belajar dan mengenal konsep dasar warna, bentuk, ukuran dan sebagainya. Dalam hal ini permainan yang dilakukan akan meningkatkan daya nalar, daya ingat, kreativitas dan kemampuan berbahasa. 3. Perkembangan sosio-emosional Dengan bermain anak dapat mengembangkan kemampuan berinteraksi dengan orang lain, peka, mau memantau dan dapat bekerja sama. Bermain juga merupakan sarana untuk menyalurkan emosi anak. Membentuk kelompok bermain sangat penting untuk perkembangan sosio emosional anak. Seorang anak yang biasa berinteraksi dengan teman-teman sebayanya di play group, TK atau sejenisnya mempunyai tingkat kemantangan dan kesiapan yang baik dalam menerima pendidikan yang lebih rumit. Berikut ini tips bagi orang tua agar kegiatan bermain menyenangkan dan bermanfaat bagi anak: Sediakan alat permainan yang sesuai dengan taraf kematangan anak. -Perhatikan faktor keamanan, derajat kesulitan permainan, kegunaan, daya tahan alat, disain alat permainan, dll. -Tempat bermain harus aman, cukup luas/lapang dan bersih. -Waktu bermain sesuai dengan anak. Seorang anak sering menghabiskan waktunya untuk bermain sampai melupakan kegiatan lain seperti makan dan istirahat. -Teman bermain. Anak membutuhkan teman bermain agar perkembangan sosio

emosionalnya optimal. -Memperkenalkan anak dengan alat permainan yang dapat merangsang perkembangan anak. Hindari terlalu membatasi kegiatan bermain karena pertimbangan jenis kelamin. -Pendekatan terhadap anak memerlukan kesabaran, dan tidak lupa memberikan pujian. -Berikan petunjuk sesuai dengan kebutuhan anak, tidak terlalu banyak atau sedikit. Beberapa hal yang perlu diperhatikan orang tua dalam memupuk dan mengembangkan potensi anak balita, yaitu: -Memberikan rangsangan pada seluruh indera. -Memberi kebebasan pada anak untuk bergerak dengan aman -Memberi kesempatan untuk berbicara, bertanya, dan bercerita. -Memberi contoh model untuk ditiru -memberikan kesempatan bermain dengan memperhatikan unsur benda, alat, teman, dan ruangan untuk bermain -Memberi keleluasaan bagi anak untuk mengenali -------obyek nyata misalnya pada usia tertentu orang tua dapat mengajarkan anak membedakan hewan yang bertelur dan beranak dengan mengajak mereka menyaksikan secara langsung. -Memberi kesempatan untuk mengamati, mengerti, menerapkan disiplin, nilai-nilai agama dan moral.

BERMAIN DAN PERKEMBANGAN SOSIAL Meningkatkan sikap sosial Ketika bermain, anak-anak harus memperhatikan cara pandang lawan bermainnya, dengan demikian akan mengurangi egosentrisnya. Dalam permainan itu pula anak-anak dapat mengetahui bagaimana bersaing dengan jujur, sportif, tahu akan hak dan peduli akan hak orang lain. Anak juga dapat belajar bagaimana sebuah tim dan semangat tim b. Belajar berkomunikasi Agar dapat melakukan permainan, seorang anak harus mengerti dan dimengerti oleh teman-temannya, karena permainan, anak-anak dapat belajar bagaimana mengungkapkan pendapatnya, juga mendengarkan pendapat orang lain c. Belajar Berorganisasi Permainan seringkali menghendaki adanya peran yang berbeda, olah karena itu dalam permainan, anak-anak dapat belajar berorganisasi sehubungan dengan penentuan siapa yang akan menjadi apa. Dengan permainan, anak-anak dapat belajar bagaimana membuat peran yang harmonis dan melakukan kompromi 4. BERMAIN DAN PERKEMBANGAN EMOSI Bermain merupakan pelampiasan emosi dan juga relaksasi. Fungsi bermain untuk perkembangan emosi : Kestabilan emosi

Ada tawa, senyum dan ekspresi kegembiraan lain dalam bermain. Kegembiraan yang dirasakan bersama mengarah pada kestabilan emosi anak b. Rasa kompetensi dan percaya diri Bermain menyediakan kesempatan pada anak-anak mengatasi situasi.Kemampuan ini akan membentuk rasa kompeten dan berhasil. Perasaan mampu ini pula dapat mengembangkan percaya diri anak-anak. Selain itu, anakanak dapat membandingkan kemampuan pribadinya dengan temannya sehingga dia dapat memandang dirinya lebih wajar (mengembangkan konsep diri yang realistis) c. Menyalurkan keinginan Didalam bermain, anak-anak dapat menentukan pilihan, ingin menjadi apa dia. Bisa saja ia ingin menjadi ikan, bisa juga menjadi komandan atau menjadi pasukan perangnya atau menjadi seorang putri. d. Menetralisir emosi negatif Bermain menjadi katup pelepasan emosi negatif, misalnya rasa takut, marah, cemas dan memberi kesempatan untuk menguasai pengalaman traumatik. e. Mengatasi konflik Di dalam bermain, sangat mungkin akan timbul konflik antar anak dengan lainnya, karena itu anak-anak bisa belajar alternatif untuk menyikapi atau menangani konflik yang ada. f. Menyalurkan agresivitas secara aman Bermain memberikan kesemapatan bagi anak-anak untuk menyalurkan agresivitasnya secara aman. Dengan menjadi raja misalnya, anak dapat merasa mempunyai kekuasaan dengan demikian anak-anak dapat mengekspresikan emosinya secara intens yang mungkin ada tanpa merugikan siapapun

Sumber: http://id.shvoong.com/social-sciences/psychology/2154293-bermain-untuk-meningkatkan-perkembangansosial/#ixzz1OwOW82K0

Anda mungkin juga menyukai