Anda di halaman 1dari 6

JENIS JENIS PEMBANGKIT ENERGI LISTRIK

Sejarah Ketenagalistrikan di Indonesia dimulai pada akhir abad ke-19, ketika beberapa perusahaan Belanda mendirikan pembangkit tenaga listrik untuk keperluan sendiri. Pengusahaan tenaga listrik tersebut berkembang menjadi untuk kepentingan umum, diawali dengan perusahaan swasta Belanda yaitu NV. NIGM yang memperluas usahanya dari hanya di bidang gas ke bidang tenaga listrik. Konsumsi listrik Indonesia secara rata rata adalah 473 kWh/kapita pada 2003. Angka ini masih tergolong rendah dibandingkan rata rata konsumsi listrik dunia yang mencapai 2215 kWh/kapita (perkiraan 2005). Dalam daftar yang dikeluarkan oleh The World Fact Book, Indonesia menempati urutan 154 dari 216 negara. Karena terus meningkatnya konsumsi listrik disetiap daerah, hal ini merupakan suatu motivasi penting untuk bisa mengembangkan pembangkit listrik diindonesia. Menyoroti masalah ketergantungan suatu negara pada hanya satu jenis energi yang diimpor yaitu minyak. Hal ini menyebabkan terjadinya permintaan untuk pusat-pusat pembangkit tenaga listrik yang dapat mempergunakan jenis bahan bakar lain. Pada saat ini terdapat lima jenis bahan bakar untuk pembangkitan tenaga listrik, yaitu batubara, gas, hidro, nuklir dan minyak. Kemudian berkembang tuntutan-tuntutan lain, yaitu keperluan peningkatan efisiensi pembangkitan dan perlunya teknologi yang lebih bersahabat lingkungan. Setelah pulih dari krisis moneter pada tahun 1998, Indonesia mengalami lonjakan hebat dalam konsumsi energi. Dari tahun 2000 hingga tahun 2004 konsumsi energi primer Indonesia meningkat sebesar 5.2 % per tahunnya. Peningkatan ini cukup signifikan apabila dibandingkan dengan peningkatan kebutuhan energi pada tahun 1995 hingga tahun 2000, yakni sebesar 2.9 % pertahun. Dengan keadaan yang seperti ini, diperkirakan kebutuhan listrik indonesia akan terus bertambah sebesar 4.6 % setiap tahunnya, hingga diperkirakan mencapai tiga kali lipat pada tahun 2030. Seperti terlihat pada gambar berikut. Tentunya pemerintah pun tidak tinggal diam dalam menghadapi lonjakan kebutuhan energi, terutama energi listrik. Salah satu langkah awal yang pemerintah lakukan adalah dengan membuat blueprint Pengelolaan Energi Nasional 2006 2025 (Keputusan Presiden RI nomer 5 tahun 2006). Secara garis besar, dalam blueprint tersebut ada dua macam solusi yang dilakukan secara bertahap hingga tahun 2025, yaitu peningkatan efisiensi penggunaan energi (penghematan) dan pemanfaatan sumber-sumber energi baru (diversifikasi energi). Mengingat rasio elektrifikasi yang masih relatif rendah, yaitu 63 % pada tahun 2005, sedangkan Indonesia menargetkan rasio elektrifikasi 95 % pada tahun 2025. Berikut adalah skematis Prinsip Penyediaan Tenaga Listrik

Pusat pembangkit berfungsi untuk mengkonversikan sumber daya energi primer menjadi energi listrik. Pusat pembangkit listrik konvensional mencangkup: 1.Pusat Listrik Tenaga Uap (PLTU); minyak, gas alam, dan batubara. 2. Pusat Listrik Tenaga Air (PLTA). 3. Pusat Listrik Tenaga Gas (PLTG). 4. Pusat Listrik Tenaga Diesel (PLTD). 5. Pusat Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP). 6. Pusat Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Di samping pembangkit listrik konvensional tersebut, saat ini tengah dikembangkan beberapa teknologi konversi untuk sumberdaya energi baru seperti: biomassa, solar, limbah kayu, angin, gelombang laut, dan sebagainya. Pembangkit listrik melalui cara megnetohidrodinamik (MHD) pada saat ini juga sedang memasuki tahap penelitian dan pengembangan yang intensif.

Pusat Listrik Tenaga Uap (PLTU). Pada pembangkit listrik ini, bahan baker minyak, gas alam, atau batubara dipakai untuk membangkitakan panas dan uap pada boiler. Uap tersebut kemudian dipakai untuk memutar turbin yang dikopelkan langsung dengan sebuah generator sinkron. Setelah melewai turbin, uap yang bertekanan dan bertemperatur tinggi tadi muncul menjadi uap bertekanan dan bertempratur rendah. Panas yang disadap oleh kondensor menyebabkan uap berubah menjadi air yang kemudian dipompakan kembali menuju boiler. Siklus lengkap proses ini terlihat pada gambar berikut:

Sisa panas yang dibuang oleh kondensor mencapai setengah jumlah panas semula yang masuk. Hal ini mengakibatkan efisien termodinamika suatu turbin uap bernilai kecil dari 50%. Turbin uap yang modern mempunyai temperatur boiler sekitar 500 sampai 600 derajat celcius dan temperatur kondensor antara 20 sampai 30 derajat celcius.

Pusat Listrik Tenaga Gas (PLTG) Seperti juga pada PLTD, PLTG atau turbin gas merupakan mesin dengan proses pembakaran dalam (internal combustion). Bahan bakar berupa minyak atau gas alam dibakar di dalam ruang pembakar (combustor). Udara yang memasuki kompresor setelah mengalami tekanan bersama-sama dengan bahan baker disemprotkan ke ruang pembakar untuk melakukan proses pembakaran. Gas panas hasil pembakaran ini berfungsi sebagai fluida kerja yang memutar roda turbin bersudu yang terkopel dengan generator sinkron. Generator sinkron kemudian mengubah energi mekanis menjadi energi listrik. Lihat gambar berikut:

Berbeda dengan pada PLTD, pada PLTG tidak terdapat bagian mesin yang bergerak Translasi (bolak-balik) karena itu ia merupakan mesin yang bebas dari getaran. meskipun temperatur turbin gas (1000 derajat celcius) jauh lebih tinggi daripada temperatur turbin uap (530 derajat celcius), namun efisien konversi termalnya hanya mencapai 20% - 30%. karena biaya modal yang rendah, serta biaya bahan bakar yang tinggi, maka PLTG berfungsi memikul beban puncak.

Pusat Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Pada reactor air tekan (pressurized water reactor) terdapat dua rangkaian yang seolah olah terpisah. Pada rangkaian pertama bahan baker uranium-235 yang diperkaya dan tersusun dalam pipa-pipa berkelompok, tersudut untuk menghasilkan panas dalam reactor. Karena air dalam bejana penuh, maka tidak terjadi pembentukan uap, melainkan air menjadi panas dan bertekanan. Air panas yang bertekanan tersebut kemudian mengalir ke rangkaian kedua melalui suatu generator uap yang terbuat dari baja. Generator uap menghasilkan uap yang memutar turbin dan proses selanjutnya mengikuti siklus tertutup sebagaimana berlangsung pada turbin uap PLTU.

Keuntungan reactor air tekan yang mempunyai dua rangkaian ini terletak pada pemisahan rangkaian pertama yang merupakan reactor radioaktif dari proses konversi turbin uap yang berlangsung pada rangkaian kedua. Dengan demikian, uap yang masuk ke dalam turbin dan kondensor merupakan uap bersih yang tidak tercemar radioaktif. PLTN yang mempunyai biaya modal tinggi dan biaya bahan baker rendah itu seyogyanya beroprasi untuk beban dasar (7000-8000 jam pertahun).

Pusat Tenaga Listrik Air (PLTA) Penggunaan tenaga air mungkin merupakan konversi energi tertua yang pernah dikenal manusia. perbedaan veritikal antara batas asa dengan batas bawah bendungan di mana terletak turbin air, dikenal sebagai tinggi terjun. Tinggi terjun ini mengakibatkan air yang mengalir akan memperoleh energi kinetik yang kemudian mendesak sudu-sudu turbin. Bergantung pada tinggi terjun dan debit air, dikenal tiga macam turbin yaitu: - Pelton - Francis - Kalpan Karena tidak menggunakan bahan bakar, biaya operasi PLTA sangat rendah, namun hal ini dibarengi dengan biaya investasi yang sangat tinggi untuk kontruksi pekerjaan sipilnya. Bergantung pada ketersediaan sumber energi air, PLTA dapat berfungsi untuk memikul beban puncak ataupun beban dasar. Sebagai sumberdaya energi yang dapat pulih, sumber potensi tenaga air sangat menarik untuk dikembangkan. Tetapi pemanfaatanya secara luas sangat dibatasi oleh kondisi geografis setempat dan permasalahan lokasi yang biasanya jauh dari opusat beban. Dari 77 863 MW potensi tenaga air terbesar diseluruh Indonesia, sampai dengan periode pelita IV ini baru sekitar 2000 MW saja yang telah dimanfaatkan. Dengan memperhatikan bahwa setiap pusat pembangkit mempunyai perbedaan yang cukup berarti dilihat dari aspek biaya modal, biaya operasi, maupun efisiensinya, maka seorang insinyur listrik harus mampu memilih alternatif susunan gabungan pembangkit (generationmix) yang paling ekonomis untuk dioperasikan. Mengingat beban bervariasi secara ekstrem dari saat ke saat dan brsamaan dengan itu penyediaan (supply) sistem pembangkit diharapkan selalu mencukupi kebutuhan beban yang berfluktuasi tadi, maka terdapat interelasi antara arameter ekonomis pusat-pusat pembangkit dengan dinamika beban.

Pembangkit Listrik Tenaga Surya Perlu dipahami, kebutuhan energi global dalam 30 tahun ke depan akan meningkat dua kali lipat per tahunnya. Pada 40 tahun mendatang, kebutuhan meningkat lagi menjadi tiga kali lipat atau setara dengan energi 20 miliar ton minyak bumi. Memang selama ini menurut Energy Information Administration (EIA) memperkirakan pemakaian energi hingga tahun 2025 masih didominasi bahan bakar fosil, yakni minyak bumi, gas alam, dan batubara. Permasalahannya yaitu menurut data Departemen ESDM juga menyebutkan, cadangan minyak bumi di Indonesia hanya cukup untuk 18 tahun kedepan, sedangkan gas bumi masih bisa mencukupi hingga 61 tahun lagi. Kemudian cadangan batubara diperkirakan habis dalam waktu 147 tahun lagi. Salah satu langkah konkrit PLN yang akan diwujudkan hingga tahun 2009 adalah dengan membangun proyek PLTU 10.000 MW. Mungkin beberapa alasan memilih solusi ini karena selama ini kebutuhan listrik Negara 30 % disumbang oleh PLTU Suralaya yang berbahan baku batubara dan seperti yang dikemukakan diatas bahwa cadangan batubara nasional cukup tinggi. Permasalahannya adalah sumber utama penghasil emisi karbondioksida secara global, yaitu pembangkit listrik bertenaga batubara. Pembangkit listrik ini membuang energi dua kali lipat dari energi yang dihasilkan. Semisal, energi yang digunakan 100 unit, sementara energi yang dihasilkan 35 unit. Maka, energi yang terbuang adalah 65 unit! Setiap 1000 megawatt yang dihasilkan dari pembangkit listrik bertenaga batubara akan mengemisikan 5,6 juta ton karbondioksida per tahun yang merupakan salah satu gas rumah kaca penyebab global warming. Sebagai salah satu solusi masalah energi diatas yaitu energi matahari atau tenaga surya. Energi matahari yang dipancarkan ke planet bumi adalah 15.000 kali lebih besar dibandingkan dengan penggunaan energi global dan 100 kali lebih besar dibandingkan dengan cadangan batubara, gas, dan minyak bumi. Permasalahan energi matahari ini mungkin sedikit banyak mirip dengan energi nuklir. Sebenarnya secara teknologi bangsa Indonesia sudah mampu mengelolanya. Bahkan teknologi mutakhir telah mampu mengubah 10-20 % pancaran sinar matahari menjadi tenaga surya. Secara teoritis untuk mencukupi kebutuhan energi global, penempatan peralatan tersebut hanya memerlukan kurang dari satu persen permukaan bumi, bukankah suatu hal yang efisien. Pemanfaatan energi matahari selama ini baru digunakan sebagai pemanas air di rumah -rumah mewah maupun hotel, itupun masih produk impor. Padahal, di negara-negara Eropa utara yang relatif miskin sinar matahari, justru banyak memanfaatkan energi matahari sebagai energi terbaharukan, ramah lingkungan, dan murah. Pembangkit Listrik Tenaga Angin Angin adalah salah satu bentuk energi yang tersedia di alam, Pembangkit Listrik Tenaga Angin mengkonversikan energi angin menjadi energi listrik dengan menggunakan turbin angin atau kincir angin. Cara kerjanya cukup sederhana, energi angin yang memutar turbin angin, diteruskan untuk memutar rotor pada generator dibagian belakang turbin angin, sehingga akan menghasilkan energi listrik. Energi Listrik ini biasanya akan disimpan kedalam baterai sebelum dapat dimanfaatkan. Indonesia, negara kepulauan yang 2/3 wilayahnya adalah lautan dan mempunyai garis pantai terpanjang di dunia yaitu 80.791,42 Km merupakan wilayah potensial untuk pengembangan pembanglit listrik tenaga angin, namun sayang potensi ini nampaknya belum dilirik oleh pemerintah. Sungguh ironis, disaat Indonesia menjadi tuan rumah konfrensi dunia

mengenai pemanasan global di Nusa Dua, Bali pada akhir tahun 2007, pemerintah justru akan membangun pembangkit listrik berbahan bakar batubara yang merupakan penyebab nomor 1 pemanasan global. Pemanfaatan energi angin merupakan pemanfaatan energi terbarukan yang paling berkembang saat ini. Berdasarkan data dari WWEA (World Wind Energy Association), sampai dengan tahun 2007 perkiraan energi listrik yang dihasilkan oleh turbin angin mencapai 93.85 GigaWatts, menghasilkan lebih dari 1% dari total kelistrikan secara global. Amerika, Spanyol dan China merupakan negara terdepan dalam pemanfaatan energi angin. Di tengah potensi angin melimpah di kawasan pesisir Indonesia, total kapasitas terpasang dalam sistem konversi energi angin saat ini kurang dari 800 kilowatt. Di seluruh Indonesia, lima unit kincir angin pembangkit berkapasitas masing-masing 80 kilowatt (kW) sudah dibangun. Tahun 2007, tujuh unit dengan kapasitas sama menyusul dibangun di empat lokasi, masingmasing di Pulau Selayar tiga unit, Sulawesi Utara dua unit, dan Nusa Penida, Bali, serta Bangka Belitung, masing-masing satu unit. Mengacu pada kebijakan energi nasional, maka pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB) ditargetkan mencapai 250 megawatt (MW) pada tahun 2025.

Anda mungkin juga menyukai