Anda di halaman 1dari 5

vinaya

vinaya itu diditerapkan oleh Sang Buddha D. Manfaat Dapat mengetahi sejarah vinaya dan kenapa vinaya itu di buat dan di terapkan dalam kehidupan para bhikkhu atau

berkeinginan sedikit mencemooh, mencela dan memperbincanngkannya: Bagaimana ini mengapa kelompok enam bhikkhu menguraikan Dhamma kepada orang yang mengunakan bakiak? kepada Sang Bhagavan masalah ini dilaporkan. kemudian Sang Bhagavan atas timbulnya perkara ini (setelah memberikan wejangan dhamma) mengnumpulkan para bhikkhu sangha, bertanya kepada enam kelompok bhikkhu ini: apakah benar konon kalian para bhikkhu menguraikan Dhamma kepada orang yang mengunakan bakiak? para bhikkhu menjawa:benar Bhagava.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berkenaan dari peraturan bagi para bhikkhu (vinaya) yang merupakan pegangan bagi para anggota sangha untuk menjalani kehidupan luhurnya supaya sesuai dengan kaidah kehidupan para samana dan sebagai pelindung sangha itu sendir sehingga vinaya sangat perlu bagi para bhikkhu untuk pedoman hidup sepenghidupan luhur. Vinaya ini ada karena ada sikap dari samana yang tidak pantas sehingga disahkan sebagai peraturan (vinaya). Vinaya ini mumcul atau ada ketika Sang Buddha masih hidup yaitu pada saat ke-20 tahun pencapaian penerangan sempurna. B. Pokok Permasalahan Bagaimana sejarah munculnya peraturan bagi para bhikkhu (vinaya) C. Tujuan Mengetahui sejarah kenapa

samana. BAB II PEMBAHASAN A. Sejarah Munculnya Vinaya (Bagian ketujuh) Mengenai Peguraian Dhamma 1. Tidak akan menguraikan Dhamma kepada orang sehat yang mengenangkan bakiak Ketika itu, Sang Buddha yang maha mulia (Bhagava) sedang berdiam di arama Anathapindika di hutan jeta di Savatthi. kala itu kelompok enam bhikkhu menguraikan Dhamma kepada orang yang mengunakan bakiak (paduka). Orang-orang mencemooh, mencela dan memperbincangkannya: Bagaimana ini, mengapa para pertapa (samana) putra sakya menguraikan Dhamma kepada orang yang mengunakan bakiak seperti para perumah tangga yanng hanyut dalam nafsu indrawi? Para bhikkhu mendengar orang-orang itu mencemooh, mencela memperbincangkan para bhikkhu yang

Sang Buddha yang mulia menegur mereka :bagaimana kalian, orang dungu mengapa menguraikan Dhamma kepada orang yang mengunakan bakiak? Wahai sang dungu, ini tidak baik untuk menumbuhkan keimanan orang-orang yang tidak yakin, tidak baik untuk tegaknya dhamma sejati (saddhamma),

tidak baik untuk menegakkan tatakrama (vinaya) oleh karenaitu, peraturan latihan ini perlu di umumkan: saya tidak akan menguraikan Dhamma kepada orang sehat yang mengenangkan bakiak, ini adalah latihan untuk dilaksanakan. Seyogianyalah tidak menguraikan Dhamma kepada orang yang mengunakan bakiak. Siapa saja yang secara tidak terhormat menguraikan Dhamma kepada orang sehat yang menjejakan kaki pada bakiak atau yang dengan bakiak terpasang atau dengan bakiak tidak terikat, terjadi pelanggaran dukkata (tindakan salah) bukan suatu pelanggaran jika tidak di sengaja, bila tidak di sadari bila tidak tahu, bila sedang sakit, bila terjadi musibah, bila sedang tidak waras bila ia sebagai pelaku pertama (pelanggaran ini). 2. Tidak Akan Menguraikan Dhamma Kepada Orang Sehat Yang Mengenangkan Sepatu Ketika itu, Sang Buddha yang maha mulia (Bhagava) sedang berdiam di arama Anathapindika di hutan jeta di Savatthi. kala itu kelompok enam bhikkhu menguraikan Dhamma kepada orang yang

mengunakan sepatu (upahana). Orang-orang mencemooh, mencela dan memperbincangkannya: Bagaimana ini, mengapa para pertapa (samana) putra sakya menguraikan Dhamma kepada orang yang mengunakan sepatu seperti para perumah tangga yanng hanyut dalam nafsu indrawi? Para bhikkhu mendengar orang-orang itu mencemooh, mencela memperbincangkan para bhikkhu yang berkeinginan sedikit mencemooh, mencela dan memperbincanngkannya: Bagaimana ini mengapa kelompok enam bhikkhu menguraikan Dhamma kepada orang yang mengunakan sepatu? kepada Sang Bhagavan masalah ini dilaporkan. kemudian Sang Bhagavan atas timbulnya perkara ini (setelah memberikan wejangan dhamma) mengnumpulkan para bhikkhu sangha, bertanya kepada enam kelompok bhikkhu ini: apakah benar konon kalian para bhikkhu menguraikan Dhamma kepada orang yang mengunakan sepatu? para bhikkhu menjawa:benar Bhagava.

Sang Buddha yang mulia menegur mereka :bagaimana kalian, orang dungu mengapa menguraikan Dhamma kepada orang yang mengunakan sepatu? Wahai sang dungu, ini tidak baik untuk menumbuhkan keimanan orang-orang yang tidak yakin, tidak baik untuk tegaknya dhamma sejati (saddhamma), tidak baik untuk menegakkan tatakrama (vinaya) oleh karenaitu, peraturan latihan ini perlu di umumkan: saya tidak akan menguraikan Dhamma kepada orang sehat yang mengenangkan sepatu, ini adalah latihan untuk dilaksanakan. Seyogianyalah tidak menguraikan Dhamma kepada orang yang mengunakan sepatu. Siapa saja yang secara tidak terhormat menguraikan Dhamma kepada orang sehat yang menjejakan kaki pada sepatu atau yang dengan sepatu terpasang atau dengan sepatu tidak terikat. terjadi pelanggaran dukkata (tindakan salah) bukan suatu pelanggaran jika tidak di sengaja, bila tidak di sadari bila tidak tahu, bila sedang sakit, bila terjadi musibah, bila sedang tidak waras bila ia

sebagai pelaku pertama (pelanggaran ini). 3. Tidak Akan Menguraikan Dhamma Kepada Orang Sehat Yang Sedang Berada diatas Kendaraan Ketika itu, Sang Buddha yang maha mulia (Bhagava) sedang berdiam di arama Anathapindika di hutan jeta di Savatthi kala itu kelompok enam bhikkhu menguraikan Dhamma kepada orang yang sedang berada diatas kendaraan (yanagata). Orangorang mencemooh, mencela dan memperbincangkannya: Bagaimana ini, mengapa para pertapa (samana) putra sakya menguraikan Dhamma kepada orang yang sedang berada diatas kendaraan seperti para perumah tangga yanng hanyut dalam nafsu indrawi? Para bhikkhu mendengar orang-orang itu mencemooh, mencela memperbincangkan para bhikkhu yang berkeinginan sedikit mencemooh, mencela dan memperbincanngkannya: Bagaimana ini mengapa kelompok enam bhikkhu menguraikan Dhamma kepada orang yang sedang berada diatas kendaraan? kepada Sang Bhagavan masalah ini

dilaporkan.

Seyogianyalah tidak menguraikan Dhamma kepada orang yang sedang berada diatas kendaraan. Siapa saja yang secara tidak terhormat

kemudian Sang Bhagavan atas timbulnya perkara ini (setelah memberikan wejangan dhamma) mengnumpulkan para bhikkhu sangha, bertanya kepada enam kelompok bhikkhu ini: apakah benar konon kalian para bhikkhu menguraikan Dhamma kepada orang yang sedang berada diatas kendaraan? para bhikkhu menjawa:benar Bhagava. Sang Buddha yang mulia menegur mereka :bagaimana kalian, orang dungu mengapa menguraikan Dhamma kepada orang yang sedang berada diatas kendaraan? Wahai sang dungu, ini tidak baik untuk menumbuhkan keimanan orang-orang yang tidak yakin, tidak baik untuk tegaknya dhamma sejati (saddhamma), tidak baik untuk menegakkan tatakrama (vinaya) oleh karenaitu, peraturan latihan ini perlu di umumkan: saya tidak akan menguraikan Dhamma kepada orang sehat yang sedang berada diatas kendaraan, ini adalah latihan untuk dilaksanakan.

menguraikan Dhamma kepada orang sehat yang sedang berada diatas kendaraan, terjadi pelanggaran dukkata (tindakan salah) bukan suatu pelanggaran jika tidak di sengaja, bila tidak di sadari bila tidak tahu, bila sedang sakit, bila terjadi musibah, bila sedang tidak waras bila ia sebagai pelaku pertama (pelanggaran ini). 4. Tidak Akan Menguraikan Dhamma Kepada Orang Sehat yang Sedang Berbaring Ketika itu, Sang Buddha yang maha mulia (Bhagava) sedang berdiam di arama Anathapindika di hutan jeta di Savatthi. kala itu kelompok enam bhikkhu menguraikan Dhamma kepada orang yang sedang berbaring (sayanagata). Orang-orang mencemooh, mencela dan memperbincangkannya: Bagaimana ini, mengapa para pertapa (samana) putra sakya menguraikan Dhamma kepada orang yang sedang berbaring seperti para perumah tangga yanng hanyut dalam nafsu indrawi?

Para bhikkhu mendengar orang-orang itu mencemooh, mencela memperbincangkan para bhikkhu yang berkeinginan sedikit mencemooh, mencela dan memperbincanngkannya: Bagaimana ini mengapa kelompok enam bhikkhu menguraikan Dhamma kepada orang yang sedang berbaring? kepada Sang Bhagavan masalah ini dilaporkan. kemudian Sang Bhagavan atas timbulnya perkara ini (setelah memberikan wejangan dhamma) mengumpulkan para bhikkhu sangha, bertanya kepada enam kelompok bhikkhu ini: apakah benar konon kalian para bhikkhu menguraikan Dhamma kepada orang yang sedang berbaring? para bhikkhu menjawa:benar Bhagava. Sang Buddha yang mulia menegur mereka :bagaimana kalian, orang dungu mengapa menguraikan Dhamma kepada orang yang sedang berbaring? Wahai sang dungu, ini tidak baik untuk menumbuhkan keimanan orang-orang yang tidak yakin, tidak baik untuk tegaknya dhamma sejati (saddhamma), tidak baik

untuk menegakkan tatakrama (vinaya) oleh karenaitu, peraturan latihan ini perlu di umumkan: saya tidak akan menguraikan Dhamma kepada orang sehat yang sedang berbaring, ini adalah latihan untuk dilaksanakan. Seyogianyalah tidak menguraikan Dhamma kepada orang yang sedang berbaring. Siapa saja yang secara tidak terhormat menguraikan Dhamma kepada sedang berbaring bahkan sekalippun berbaring diatas lantai, terjadi pelanggaran dukkata (tindakan salah) bukan suatu pelanggaran jika tidak di sengaja, bila tidak di sadari bila tidak tahu, bila sedang sakit, bila terjadi musibah, bila sedang tidak waras bila ia sebagai pelaku pertama (pelanggaran ini). 5. Tidak Akan Menguraikan Dhamma Kepada Orang Sehat yang Sedang Duduk Memeluk Lutut Ketika itu, Sang Buddha yang maha mulia (Bhagava) sedang berdiam di arama Anathapindika di hutan jeta di Savatthi. kala itu kelompok enam bhikkhu menguraikan Dhamma kepada orang yang sedang duduk memeluk lutut. Orang-orang mencemooh,

mencela dan memperbincangkannya: Bagaimana ini, mengapa para pertapa (samana) putra sakya menguraikan Dhamma kepada orang yang sedang duduk memeluk lutut seperti para perumah tangga yanng hanyut dalam nafsu indrawi? Para bhikkhu mendengar orang-orang itu mencemooh, mencela memperbincangkan para bhikkhu yang berkeinginan sedikit mencemooh, mencela dan memperbincanngkannya: Bagaimana ini mengapa kelompok enam bhikkhu menguraikan Dhamma kepada orang yang sedang duduk memeluk lutut? kepada Sang Bhagavan masalah ini dilaporkan. kemudian Sang Bhagavan atas timbulnya perkara ini (setelah memberikan wejangan dhamma) mengumpulkan para bhikkhu sangha, bertanya kepada enam kelompok bhikkhu ini: apakah benar konon kalian para bhikkhu menguraikan Dhamma kepada orang yang sedang duduk memeluk lutut? para bhikkhu menjawa:benar Bhagava. Sang Buddha yang mulia menegur mereka :bagaimana

kalian, orang dungu mengapa menguraikan Dhamma kepada orang yang sedang duduk memeluk lutut? Wahai sang dungu, ini tidak baik untuk menumbuhkan keimanan orang-orang yang tidak yakin, tidak baik untuk tegaknya dhamma sejati (saddhamma), tidak baik untuk menegakkan tatakrama (vinaya) oleh karenaitu, peraturan latihan ini perlu di umumkan: saya tidak akan menguraikan Dhamma kepada orang sehat yang sedang duduk memeluk lutut, ini adalah latihan untuk dilaksanakan. Seyogianyalah tidak menguraikan Dhamma kepada orang yang sedang duduk memeluk lutut. Siapa saja yang secara tidak terhormat menguraikan Dhamma kepada orang sehat yang sedang duduk memeluk lutut dengan tangan atau melilitkan badan dan lutut dengan kaki, terjadi pelanggaran dukkata (tindakan salah) bukan suatu pelanggaran jika tidak di sengaja, bila tidak di sadari bila tidak tahu, bila sedang sakit, bila terjadi musibah, bila sedang tidak waras bila ia sebagai pelaku pertama (pelanggaran ini). BAB III PENUTUP A. SIMPULAN Peraturan-peraturan vinaya terjadi karena adanya para bhikkhu yang melkukan tindakan yang tidak sesuai dengan tingkah laku sebagai seorang samana (pabajita) dan tindakan itu dicela oleh banyak orang dan para bijaksana sehingga Sang Buddha menetapkan peraturan-peraturan yang di anggaf perlu dan yang akan membawa pada kemajuan batin sehingga kehidupan para bhikkhhu sesuai dengan kaidah seorang samana dan sebagai pegangan hidup untuk mencapai kedamaiyan serta membawa pada tingkat kesician atau pembebasan (nibanna) B. SARAN Berdasarkan makalah sejarah munculnya peraturan (vinaya), tentunya masih terdapat kekurangan dalam penulisan makalah ini, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran kepada pembaca yang bersifat membangun guna

penyempurnaan penulisan karya ilmiah untuk yang akan datang. DAFTAR PUSTAKA

http://www sila com akses 24 november 2008

Tim penyusun, 1999, latihan samanera. panitia bersama peringatan 30 vassa Bhikkhu Jinadhamo Mahatera, Medan

Anda mungkin juga menyukai