Anda di halaman 1dari 6

Perbedaan Pengaruh Pola Asuh antara Ibu Rumah Tangga dan Pengasuh Anak, Berkaitan dengan Asupan Zat

Gizi dan Tumbuh Kembang Anak.

Disusun oleh; Nama : Kholishah Thahriana Sutriani NIM : G2C009021

PROGRAM STUDI ILMU GIZI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2011

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pertumbuhan dan Perkembangan anak merupakan hasil interaksi antara faktor genetika dan lingkungan, baik sebelum anak dilahirkan (prenatal) maupun setelah anak itu lahir (post natal). Faktor post natal yang salah satunya mempengaruhi kualitas tumbuh kembang anak adalah faktor gizi, dimana pada usia bayi yang berperan adalah ASI.(Soetjiningsih, 1998:2). GBHN 1994-2004 dan Program Pembangunan Nasional (PROPENAS)

mengamanatkan bahwa pembangunan diarahkan pada meningkatnya sumber daya manusia. Modal dasar pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas dimulai sejak bayi dalam kandungan, disertai pemberian ASI secara eksklusif terhadap bayi sejak usia 0 6 bulan (WHO 1999). Bahkan WHO menghimbau para ibu diseluruh dunia agar menyempurnakan pemberian ASI sampai anak usia 2 tahun. Oleh karena kebijakan pemerintah tersebut di atas maka peran orang tua khususnya ibu sangat penting bagi status gizi, pertumbuhan dan perkembangan anak. Jika kewajiban mengasuh anak telah dilimpahkan ke pengasuh anak yang tidak mempunyai pengetahuan gizi, kemungkinan asupan zat gizi harian anak tidak akan terpenuhi dan makanan yang diberikan tidak aman bagi kesehatan anak. Pengasuh anak yang tidak terdidik sering melakukan hal-hal ekstrim seperti memberikan obat tidur pada anak, agar anak tersebut tidak rewel dan juga memberikan makanan yang berbahaya bagi anak. Salah satu tujuan dari pembangunan nasional adalah pembangunan sumber daya manusia, baik laki-laki maupun perempuan (Kementerian Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia 2005). Indonesia telah mencanangkan dan mengimplementasikan konsep dasar gender dalam Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004-2009. Sasarannya adalah mewujudkan Indonesia yang adil dan demokratis dengan terjaminnya keadilan gender bagi peningkatan peran perempuan, yang salah satunya tercermin dengan membaiknya angka GDI (Genderrelated Development Index) dan angka GEM (Gender Empowerment Measure). Oleh karena

kebijaksanaan tersebut, banyak ibu-ibu Indonesia bahkan Dunia yang meninggalkan rumah untuk bekerja sehingga andil ibu dalam mengasuh anaknya semakin berkurang. Padahal kewajiban seorang ibu adalah mendidik anak-anaknya dan melayani suaminya. Sehingga, kewajiban mengasuh anak dilimpahkan ke pengasuh anak atau babysitter yang dewasa ini pengguna jasanya semakin bertambah. Menggunakan jasa babysitter bukan lantas menyelesaikan masalah, dari segi psikis anak-anak yang diasuh akan timbul perasaan kurang mendapat perhatian dan kasih sayang orang tuanya. Jika hal tersebut berlangsung lama, boleh jadi anak tersebut akan depresi dan menimbulkan dampak yang buruk, misalnya perilaku yang menyimpang. Dari segi babysitter sendiri, dengan bertambahnya kebutuhan jasa babysitter tidak diikuti dengan semakin meningkatnya kualitas babysitter. Banyak kasus tentang babysitter yang mempunyai kinerja buruk, sehingga berimbas pada anak yang diasuh. Hal ini menjadi tanggung jawab yayasan yang menyalurkan jasa babysitter untuk mendidik calon babysitter sebelum disalurkan ke masyarakat luas.

Seorang anak akan mengabadikan apa yang terjadi saat ini ke masa depan yang dia miliki (Berns 1997). Usia anak-anak merupakan usia yang produktif dalam perkembangan manusia. Faktor genetis (nature) dan faktor lingkungan (nurture) sangat berperan dalam mempengaruhi tumbuh kembang anak. Salah satu faktor lingkungan yang berperan sangat penting adalah kualitas pengasuhan yang diterapkan oleh orang tua. Pengasuhan erat kaitannya dengan kemampuan suatu keluarga/rumah tangga dan komunitas dalam hal memberikan perhatian, waktu, dan dukungan untuk memenuhi kebutuhan fisik, mental, dan sosial anak-anak yang sedang dalam masa pertumbuhan serta bagi anggota keluarga lainnya (ICN 1992 dalam Engle et al. 1997). Pengaruh sosial ekonomi orang tua anak khususnya ibu, sangat menentukan pertumbuhan dan perkembangan anak sebagai sumber daya manusia yang potensial di masa depan. Menurut UNICEF, anak-anak dari keluarga miskin merupakan anak yang relatif kurang mendapatkan stimulasi edukatif disebabkan keterbatasan sumberdaya dari orang tua. Dalam kerangka The Extended Model of Care yang dibuat oleh UNICEF misalnya keterbatasan ini disebut resources for care (Engle et al. 1997). Kenyataan bahwa cukup banyak ibu dari anak keluarga tak mampu yang turut bekerja di sektor publik untuk mendapatkan tambahan pendapatan keluarga bukanlah hal yang baru. Dari hasil action

research yang dilakukan di Kota Bogor pada tahun 2002 misalnya, diketahui bahwa terdapat sekitar 15,7% ibu yang bekerja di luar rumah. Sementara itu, kegiatan Posyandu dan program kelompok bermain bagi anak usia prasekolah diserahkan kepada pengasuh pengganti, baik itu nenek ataupun anaknya yang lain (Hartoyo et al. 2002). Permasalahan mulai muncul jika selama ditinggalkan di rumah anak dari keluarga miskin ini tidak mendapatkan stimulasi dan pendidikan yang layak, bahkan seringkali diabaikan dengan dititipkan pada kakak, saudara, atau tetangga, yang relatif tidak memiliki cukup bekal pendidikan untuk pengasuhan yang memadai. Hasil uji pengaruh menunjukkan bahwa perkembangan motorik anak dipengaruhi secara positif oleh kualitas stimulasi psikososial di rumah (yang diukur dengan HOME), serta kelengkapan sarana dan prasarana sekolah, dan faktor umur anak (Dwi Hastuti, 2009). Sehingga proses pola asuh di rumah sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang nyata dan positif dengan pengetahuan ibu mengenai gizi dan tumbuh kembang anak serta pemberian stimulasi psikososial pada anak sehingga dengan semakin tinggi pendapatan perkapita dan pendidikan orangtua maka pengetahuan ibu mengenai gizi dan tumbuh kembang anak serta pemberian stimulasi psikososial semakin baik. Pengetahuan ibu mengenai gizi dan tumbuh kembang anak serta stimulasi psikososial juga menunjukkan hubungan yang positif dan signifikan dengan perkembangan kognitif anak. Semakin tinggi pengetahuan ibu mengenai gizi dan tumbuh kembang anak, serta pemberian stimulasi psikososial pada anak maka perkembangan kognitif anak semakin baik pula (Novera Dwi, 2009).

1.2 Identifikasi Masalah

Dari latar belakang di atas, peneliti mengidentifikasi masalah sebagai berikut : a. Oleh karena kebijakan Kementerian Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia 2005 maka andil ibu-ibu rumah tangga dalam mengasuh anaknya berkurang. b. Pertumbuhan dan perkembangan anak dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan, sehingga faktor-faktor tersebut memerlukan perhatian lebih untuk menciptakan generasi yang berkualitas.

c. Pengetahuan gizi ibu berpengaruh terhadap asupan zat gizi anak. Hubungan pengetahuan ibu berbanding lurus dengan asupan zat gizi anak. d. Jasa babysitter tidak selalu memberikan dampak yang baik, karena latar belakang pengetahuan pengasuh yang rendah.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas maka dapat dirumuskan masalah yaitu bagaimana perbedaan pengaruh pola asuh antara ibu rumah tangga dan pengasuh anak, berkaitan dengan asupan zati gizi dan tumbuh kembang anak ?

1.4 Kerangka Teori

Tingkat pengetahuan Ibu Penyakit (infeksi dan non-infeksi)

Tingkat pengetahuan pengasuh

Ibu pekerja

Lingkungan sekitar

Ketersediaan bahan pangan

Asupan zat gizi : zat gizi makro dan mikro

Tumbuh kembang anak

Tingkat pendapatan orang tua

Pola asuh ibu

Polas asuh pengasuh

Budaya

Anda mungkin juga menyukai