Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Disusun oleh :
SYAHRIDJAR 41155020080005
I.
saat PH. Jackson dari California, Amerika Serikat membuat konstruksi pelat atap. Kemudian pada tahun 1888, CEW Doehring mendapatkan hak paten untuk penegangan pelat beton dengan kawat baja. Tetapi gaya prategang yang diterapkan dalam waktu yang singkat menjadi hilang, karena rendahnya mutu dan kekuatan baja.
Untuk mengatasi hal ini oleh G.R. Steiner pada tahun 1908, diusulkan dilakukannya penegangan kembali (USA). Sedangkan J. Mandl dan M. Koenen dari Jerman, menyelidiki identitas dan besar kehilangan gaya prategang. Pada tahun 1928, Eugene Freyssinet seorang Insinyur dari Perancis berhasil menemukan pentingnya kehilangan gaya prategang dan usaha untuk mengatasinya. Dan ia berhasil memberikan pratekan terhadap struktur beton sehingga
dimungkinkan untuk membuat desain dengan penampang yang lebih kecil untuk bentang yang relatif panjang. Kesulitan kemudian timbul dalam perhitungan struktur statis tak tentu, karena pemberian pratekan menimbulkan gaya tambahan yang sulit diperhitungkan. Pada 1951 Yves Guyon berhasil memberikan solusi atas masalah tersebut. Perkembangan beton pratekan berlanjut dengan dikemukakannya Load Balancing Theory oleh Tung
Yen Lin pada 1963. Teori tersebut telah mendorong perkembangan penggunaan beton pratekan yang sangat pesat. P.W. Abeles dari Inggris kemudian memperkenalkan penggunaan partial prestressing yang mengijinkan tegangan tarik terbatas pada beton. Bangunan pertama yang dibangun dengan sistem beton prategang adalah jembatan Walnut Lane Bridge di Philadelphia dengan bentang 47 m, pada tahun 1940/1950. Sekarang telah banyak dikembangkan sistem dan teknik prategang. Dan beton prategang sekarang telah diterima dan banyak dipakai, setelah melalui banyak penyempurnaan hampir pada setiap elemen struktur ataupun sistem bangunan. Dengan beton prategang dapat dibuat bentang yang besar tetapi langsing.
Kekurangan struktur beton prategang relatif lebih sedikit dibanding berbagai kelebihannya, diantaranya : a. b. Memerlukan peralatan khusus seperti tendon, angkur, mesi penarik kabel, dll. Memerlukan keahlian khusus, baik dalam perencanaan maupun
pelaksanaannya.
Untuk memberikan tegangan pada beton prategang terdapat dua prinsip yang berbeda, yaitu : 1. Pre-tensioned Prestressed Concrete (pratarik), ialah konstruksi dimana tendon ditegangkan dengan pertolongan alat pembantu sebelum beton mengeras dan gaya prategang dipertahankan sampai beton cukup keras. 2. Post-tensioned Prestressed Concrete (pasca tarik), adalah konstruksi dimana setelah betonnya cukup keras, barulah bajanya yang tidak melekat pada beton diberi tegangan.
4.1. PRE-TENSIONING Pada cara ini, pertama-tama tendon ditarik dan diangkur pada abutmen tetap. Beton dicor pada cetakan yang sudah disediakan dengan melingkupi tendon yang sudah ditarik tersebut. Jika kekuatan beton sudah mencapai yang disyaratkan, maka tendon dipotong atau angkurnya dilepas. Pada saat baja yang ditarik berusaha untuk berkontraksi, beton akan tertekan. Pada cara ini tidak digunakan selongsong tendon.
Keuntungan pre-tensioning terhadap metoda prestressing yang lain adalah sebagai berikut : Daya lekat yang bagus dan kuat terjadi antara baja tegangan dan beton pada seluruh panjangnya. Supervisi yang memuaskan dapat dikerjakan, sebab biasanya pre-tensioning dikerjakan di pabrik. Juga curing dari beton lebih mudah ditentukan. Namun demikian bukanlah berarti bahwa pre-tensioning tidak dapat dilaksanakan di lapangan. Pada pre-tensioning diperlukan konstruksi pembantu untuk menahan baja tetap dalam keadaan tegang yang direncanakan selama menunggu beton mengeras. Konstruksi pembantu itu dapat berupa : a. b. c. Sebuah mal, dimana beton dicor di dalamnya. Sebuah kerangka yang memuat sebuah mal atau lebih. Titik tetap, yang misalnya terdiri dari blok beton yang berat, dimana kabel ditegangkan diantaranya. Kemudian mal tadi ditempatkan berderet. Metode ini disebut sistem bangku panjang atau long-line production.
4.2. POST-TENSIONING Pada post-tensioning, beton dicor di sekeliling selongsong (ducts) dan dibiarkan mengeras sebelum diberi gaya prategangan. Posisi selongsong diatur sesuai dengan bidang momen dari struktur. Biasanya baja tendon tetap berada di dalam selongsong selama pengecoran.
(c) Tendon Diangkur dan Digrouting Proses Pembuatan Beton Prategang Pasca Tarik
Bila kekuatan beton yang diperlukan telah tercapai, maka tendon ditegangkan ujung-ujungnya dan dijangkar. Tendon bisa ditarik di satu sisi dan di sisi yang lain diangkur. Atau tendon ditarik di dua sisi dan diangkur secara bersamaan. Gaya prategang ditransfer ke beton melalui jangkar pada saat baja ditegangkan. Beton menjadi tertekan setelah pengangkuran. Pada saat penegangan, kontak antara baja dan beton harus dikurangi sebanyakbanyaknya. Baja tegangan dapat berupa kawat (wire) atau strengan (=strand), yaitu kabel yang terdiri dari kawat terpisah atau streng, atau batang campuran yang ditempatkan dalam pipa, saluran, alur terbuka atau tertanam dalam beton, atau sama sekali diluar beton. Tendon dalam tiap-tiap duct dapat ditegangkan satu persatu secara bergantian, atau semua tendon ditegangkan dalam waktu yang bersamaan. Pada post-tensioning adalah sangat penting untuk memeriksa baik beban/gaya prategangnya maupun extension dari tendonnya. Pergerakan tendon dalam duct tidak dapat dilihat, hanya extension dari jarak yang dapat dicatat. Gaya yang diterapkan serta extension yang diakibatkan harus diikuti sehingga gaya dan extension yang tidak sebanding atau irregular dapat segera terlihat. Bila tendon macet di satu tempat dalam duct, maka besarnya extension akan berkurang, itu berarti ada kesalahan. Tindakan pembetulan harus segera dilakukan. Bila gaya prategang yang diinginkan sudah tercapai maka tendon dijangkar.
Bila tendon ditegangkan bergantian, maka tendon yang ditegangkan mulamula tidak boleh mengganggu pergerakan dari tendon yang ditegangkan belakangan.
V. TAHAP PEMBEBANAN
Tidak seperti beton bertulang, beton prategang mengalami beberapa tahap pembebanan. Pada setiap tahap pembebanan harus dilakukan pengecekan atas kondisi serat tertekan dan serat tertarik dari setiap penampang. Pada tahap tersebut berlaku tegangan ijin yang berbeda-beda sesuai kondisi beton dan tendon. Ada dua tahap pembebanan pada beton prategang, yaitu transfer dan service.
5.1. TRANSFER Tahap transfer adalah tahap pada saat beton sudah mulai mengering dan dilakukan penarikan kabel prategang. Pada saat ini biasanya yang bekerja hanya beban mati struktur, yaitu berat sendiri struktur ditambah beban pekerja dan alat. Pada saat ini beban hidup belum bekerja sehingga momen yang bekerja adalah minimum; sementara gaya yang bekerja adalah maksimum karena belum ada kehilangan gaya prategang.
5.2. SERVIS Kondisi service (servis) adalah kondisi pada saat beton prategang digunakan sebagai komponen struktur. Kondisi ini dicapai setelah semua kehilangan gaya prategang dipertimbangkan. Pada saat ini beban luar pada kondisi yang maksimum sedangkan gaya pratekan mendekati harga minimum.
Kelas 2
: konstruksi monolit yang memperkenankan adanya tegangan tarik yang terbatas, tapi tidak boleh terlihat retak pada beban kerja.
Kelas 3
: boleh terjadi retak rambut pada beban kerja, tapi besarnya lendutan dibatasi.
Kelas 2A : adalah sub kelas yang merupakan kombinasi dari dua kelas, yaitu kelas 1 pada beban kerja yang terdiri dari beban tetap dan beban hidup, tetapi juga seperti kelas 3 pada beban ekstrim. Karena sifat dari beton prategang, retak rambut akan menutup kembali pada beban kerja yang biasa. Sistem desain ini sesuai dengan anggapan faktor keamanan itu adalah terhadap beban yang ekstrim. Maka desain untuk beban kerja biasa disesuaikan dengan persyaratan beton kelas 1, dan untuk beban ekstrim pada beton kelas 3. Dalam hal ini kelas 1 juga disebut : fully prestressed. Kondisi beban batas yang diminta untuk ketiga kelas adalah sama, tapi syarat gaya prategang efektif tergantung pada pembebanan. CEB/FIP Recommendations membagi dalam 4 kelas. Kelas 1 dan 2 : tidak boleh ada retakan, tetapi pada kelas 2 diperbolehkan retak yang halus sekali; kelas 1 dalam keadaan tertekan pada beban kerja. Kelas 3 dan 4 terjadi retakan pada beban kerja. Kelas 3 disebut : Prestressed Reinforced Concrete. Kelas 4 adalah beton bertulang. Kelas 2A seperti pada skema adalah yang paling ideal, sebab merupakan kondisi kelas 1 pada beban kerja selama berdirinya bangunan, retak sementara terjadi karena beban kelebihan selama masa yang pendek. Freyssinet yang berpegang pada beton kelas 1, belakangan memperkenankan adanya tegangan tarik sebesar 50 kg/cm2 (4,9 N/mm2) pada jembatan yang jarangjarang mengalami pembebanan ini.
7.2. BAJA Baja yang dipakai untuk beton prategang dalam praktiknya ada empat macam, yaitu : 1. Kawat tunggal (wires), biasanya digunakan untuk baja prategang pada beton prategang dengan sistem pratarik. 2. Untaian kawat (strand), biasanya digunakan untuk baja prategang untuk beton prategang dengan sistem pratarik. 3. Kawat batangan (bars), biasanya digunakan untuk baja prategang pada beton prategang dengan sistem pratarik.
4.
Tulangan biasa, sering digunakan untuk tulangan non-prategang (tidak ditarik), seperti tulangan memanjang, sengkang, tulangan untuk pengangkuran dan lain-lain. Kawat tunggal yang dipakai untuk beton prategang adalah yang sesuai dengan
spesifikasi seperti ASTM A 421 di Amerika Serikat. Ukuran dari kawat tunggal bervariasi dengan diameter antara 3 8 mm, dengan tegangan tarik (fp) antara 1500 1700 MPa, dengan modulus elastisitas Ep = 200 x 103 MPa. Untuk tujuan desain, tegangan leleh dapat diambil sebesar 0,85 dari tegangan tariknya (0,85 fp). Untaian kawat (strand) banyak digunakan untuk beton prategang dengan sistem pascatarik. Untaian kawat yang dipakai harus memenuhi syarat seperti yang terdapat pada ASTM A 416. Untaian kawat yang banyak dipakai adalah untaian tujuh kawat dengan dua kualitas : Grade 250 dan Grade 270 (seperti di Amerika Serikat). Diameter untaian kawat bervariasi antara 7,9 15,2 mm. Tegangan tarik (fp) untaian kawat adalah antara 1750 1860 Mpa. Nilai modulus elastisitasnya, Ep = 195 x 103 Mpa. Untuk tujuan desain, nilai tegangan leleh dapat diambil 0,85 kali tegangan tariknya (0,85 fp). Tabel : Tipikal Baja Prategang Jenis Material Kawat Tunggal (Wire) Untaian Kawat (Strand) Kawat Batangan (Bar) Diameter (mm) 3 4 5 7 8 9,3 12,7 15,2 23 26 29 32 38 Luas (mm2) 7,1 12,6 19,6 38,5 50,3 54,7 100 143 415 530 660 804 1140 Beban Putus (kN) 13,5 22,1 31,4 57,8 70,4 102 184 250 450 570 710 870 1230 Tegangan Tarik MPa 1900 1750 1600 1500 1400 1860 1840 1750 1080 1080 1080 1080 1080
Selain baja yang ditarik, beton prategang juga menggunakan baja tulangan biasa dalam bentuk batangan (bars), kawat atau kawat yang dilas (wire mesh). Tulangan biasa yang dipakai harus sesuai dengan persyaratan ASTM A 615, A 616, A 617, A 706. Diameter yang tersedia di pasaran adalah antara 6 32 mm dengan tegangan tarik antara 320 MPa dan 400 MPa dengan modulus elastisitas Es = 200 x 103 MPa. Untuk perhitungan desain, tegangan leleh fy digunakan sebagai kekuatan material. Tabel : Luas Penampang Tulangan Biasa
Diameter (mm) 6 8 10 12 14 16 19 20 22 25 28 32 1 28 50 79 113 154 201 284 314 380 491 616 804 2 57 101 157 226 308 402 567 628 760 982 1232 1608 3 85 151 236 339 462 603 851 942 1140 1473 1847 2413 4 113 201 314 452 616 804 1134 1257 1521 1963 2463 3217 Jumlah Batang Tulangan 5 141 251 393 565 770 1005 1481 1571 1901 2454 3079 4021 6 170 302 471 679 924 1206 1701 1885 2281 2945 3695 4825 7 198 352 550 792 1078 1407 1985 2199 2661 3436 4310 5630 8 226 402 628 905 1232 1608 2268 2513 3041 3927 4926 6434 9 254 453 707 1018 1385 1810 2552 2827 3421 4418 5542 7238 10 283 503 785 1131 1539 2011 2835 3142 3801 4909 6518 8042
Baja jenis kawat tunggal, untaian kawat dan kawat batangan adalah baja dengan kuat tarik yang tinggi dengan daktilitas yang mencukupi. Pengelasan terhadap semua tipe baja di atas tidak diperkenankan karena bahan baja itu sangat peka terjadap suhu tinggi. Di samping itu baja-baja tersebut juga peka terhadap zatzat yang korosif.
7.3. TULANGAN NON PRATEGANG Tulangan non prategang secara praktis tetap diperlukan untuk suatu penampang beton pratekan. Jika tendon berfungsi untuk menahan bagian utama beban, mengurangi defleksi, maka tulangan non prategang berfungsi untuk menahan terjadinya retak, menambah kekuatan ultimate serta menambah kekuatan terhadap beban yang tidak diharapkan.
Desain tulangan non prategang hampir tidak mungkin dilakukan dengan menggunakan pendekatan teoritis, seperti teori elastisitas. Pada saat terjadi tegangan elastis pada penampang, tegangan tarik sangat kecil sehingga tulangan nonprategang tidak efektif menahan beban. Hampir seluruh beban diterima langsung oleh tendon. Tata cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung (SNI 2002) memberikan petunjuk tentang rasio tulangan non prategang terhadap tulangan prategang pada pasal 20.8 dan tulangan lekatan minimum untuk struktur tanpa lekatan (non-bonded structure) pada pasal 20.9. Untuk tulangan non prategang, perencanaannya lebih banyak ditetukan oleh kondisi lokasi serta fungsinya.
DAFTAR PUSTAKA
1. 2.
Hadipratomo, Winarni. Struktur Beton Prategang. Bandung : N O V A Budiadi, Andri. Desain Praktis Beton Prategang. 2008. Yogyakarta : A N D I