Anda di halaman 1dari 10

BAB II PROSES PERUBAHAN SOSIAL

A. Gerak Perubahan Sosial 1. Difusi Perubahan sosial yang terjadi di dalam masyarakat, dapat terjadi karena proses penyebaran (difusi) dari individu yang satu ke individu yang lain. Hal ini dikarenakan, proses perubahan sosial tidak saja berasal melalui proses evolusi, namun juga dapat terjadi melalui proses penyebaran unsur-unsur kebudayaan antarmasyarakat. Melalui proses difusi tersebut, suatu penemuan baru (inovasi) yang telah diterima oleh suatu masyarakat nantinya dapat disebarluaskan ke masyarakat yang lain. Penemuan baru tersebut pada akhirnya dapat diterima dan diterapkan pada kondisi masyarakat yang berbeda-beda. Gerak difusi tidak selalu mengikuti garis lurus atau berpola linier, dari tempat asalnya ke tempat yang baru yang menjadi penerima. Perpindahan tersebut melalui bisa proses berantai atau tidak langsung. Kedua proses tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :
A B A B

Gerak berantai (lurus/linier)

Gerak tidak langsung

Menurut Lauer (2001), difusi merupakan pola perubahan yang penting. Masalahnya adalah, kadangkala aspek kebudayaan dapat merupakan hasil inovasi maupun hasil difusi, atau dapat pula merupakan hasil modifikasi maupun hasil pemindahan. Teknik modifikasi tersebut tidak hanya menyangkut unsur kebudayaan materiil, melainkan juga menyangkut unsur kebudayaan nonmateriil. Permasalahan lainnya adalah mengenai faktor yang mempermudah serta faktor yang memperlambat difusi. Roger (dalam Ruswanto, 2003) mengemukakan ada empat unsur penting dalam proses difusi : a. Inovasi itu sendiri. b. Komunikasi inovasi. c. Sistem sosial tempat terjadinya proses difusi. d. Aspek waktu. Inovasi berkaitan dengan unsur apa saja, baik berupa mode pakaian, bentuk tarian baru, perkembangan teknologi, bahkan gerakan sosial. Aspek komunikasi merupakan proses penyebaran inovasi melalui manusia yang

[2]

mengkomunikasikan ide baru kepada orang lain. Tanpa komunikasi, ide-ide baru tidak akan menyebar ke orang lain. Sistem sosial menurut Roger merupakan sekumpulan individu-individu yang berbeda fungsinya dan terlibat dalam kegiatan menyelesaikan masalah kolektif. Aspek penting sistem sosial di antaranya adalah norma, status dan pimpinan yang akan mempengaruhi jalannya proses penyebaran dan penerimaan suatu inovasi. Penyebaran dan penerimaan inovasi ini secara pasti terjadi sepanjang waktu, bahwa suatu masyarakat senantiasa menerima informasi tentang inovasi baru melalui proses komunikasi dan respons masyarakat dapat bersifat menerima ataupun menolak inovasi. Menurut Harper, keberhasilan proses difusi dipengaruhi oleh gejala berikut : a. Bilamana unsur baru dianggap mempunyai relevansi dengan struktur dan nilai-nilai kebudayaan penerima. b. Bilamana unsur kebudayaan tersebut bersifat materil. c. Bilamana ada sejumlah besar warga masyarakat melakukan kontak lintas budaya. d. Bilamana kualitas kontak budaya tersebut bersifat pertemuan, bukan permusuhan. e. Bilamana kontak antara dua masyarakat menghubungkan para elit dan berkaitan dengan unsur-unsur utama daripada unsur-unsur marginal atau periperi dari kedua masyarakat tersebut. Difusi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu difusi intramasyarakat dan difusi antarmasyarakat. Difusi intramasyarakat dipengaruhi oleh beberapa faktor (Soekanto, 1999) : a. Adanya pengakuan bahwa suatu unsur baru mempunyai kegunaan. b. Ada tidaknya unsurunsur kebudayaan yang memengaruhi diterima atau ditolaknya unsur baru tersebut. c. Unsur baru yang berlawanan dengan fungsi unsur lama, kemungkinan tidak akan diterima. d. Kedudukan dan peran sosial individu yang menemukan sesuatu yang baru itu akan mempengaruhi apakah hasil penemuannya itu dengan mudah dapat diterima atau tidak. e. Pemerintah dapat membatasi proses difusi ini. Difusi antarmasyarakat dapat dipengaruhi oleh faktor : a. Terjadinya kontak antara satu masyarakat dengan masyarakat lainnya. b. Kemampuan dalam mendemonstrasikan manfaat dari unsur yang baru tersebut. c. Adanya pengakuan atas penemuan baru tersebut.

[3]

d. Ada tidaknya unsur-unsur kebudayaan yang menyaingi unsur-unsur penemuan baru tersebut. e. Peranan masyarakat yang menyebarkan penemuan baru di dunia ini. f. Paksaan dapat juga dipergunakan untuk menerima suatu penemuan baru. 2. Akulturasi Akulturasi merupakan suatu proses yang menyebabkan perubahan sosial karena adanya pengaruh dari kebudayaan lain, atau saling mempengaruhi antara dua kebudayaan (Lauer, 2001). Koentjoroningrat mendefinisikan akulturasi sebagai proses di mana para individu warga suatu masyarakat dihadapkan dengan pengaruh kebudayaan lain dan asing. Dalam proses itu, sebagian mengambil alih secara selektif sedikit atau banyak unsur kebudayaan asing tersebut, dan sebagian berusaha menolak pengaruh itu. Akulturasi juga dapat didefinisikan sebagai proses pertemuan unsur-unsur dari dua kebudayaan yang berbeda dan menghasilkan unsur kebudayaan yang baru, namun tidak sampai mengakibatkan hilangnya identitas dari masing-masing unsur kebudayaan tersebut. Antara difusi dan akulturasi mempunyai persamaan, yaitu kedua proses tersebut memerlukan adanya kontak antara masyarakat pengirim kebudayaan baru dengan masyarakat penerima kebudayaan baru tersebut. Perbedaan keduanya adalah, jika pada difusi, kontak tidak perlu terjadi secara langsung dan kontinu, namun pada akulturasi, kontak harus merupakan hubungan yang dekat, langsung dan kontinu. Kontak tersebut dapat terjadi melalui perdagangan, kolonisasi, misi penyebaran agama, migrasi dll. Dohrendwend dan Smith (dalam Ruswanto, 2003) mengemukakan adanya empat arah kemungkinan perubahan yang dapat dihasilkan dari kontak antara dua kebudayaan : a. Pengasingan, menyangkut cara-cara tradisional oleh anggota pendukung suatu kebudayaan tanpa menerima cara-cara kebudayaan yang lain. b. Reorientasi, menyangkut perubahan ke arah penerimaan struktur normatif kebudayaan yang lain. c. Reafirmasi, menyangkut penguatan kembali kebudayaan lama/tradisional. d. Penataan kembali, menyangkut kemunculan bentuk-bentuk baru seperti yang ditemukan dalam gerakan utopis. Proses akulturasi dalam perkembangannya bisa berubah menjadi proses asimilasi. Asimilasi merupakan suatu proses penyesuaian sekelompok manusia dengan latar belakang kebudayaan tertentu ke dalam sekelompok yang lain dengan kebudayaan yang berbeda sedemikian rupa sehingga sifat khas dan identitas kebudayaan kelompok pertama lambat laun berkurang (bahkan menghilang).

[4]

3. Revolusi Revolusi merupakan wujud perubahan sosial yang paling spektakuler; sebagai tanda perpecahan mendasar dalam proses historis; pembentukan ulang masyarakat dari dalam dan pembentukan ulang manusia (Sztompka, 2004: 357). Menurut Sztompka (2004: 357), revolusi mempunyai lima perbedaan dengan bentuk perubahan sosial yang lain. Perbedaan tersebut adalah : a. Revolusi menimbulkan perubahan dalam cakupan terluas; menyentuh semua tingkat dan dimensi masyarakat : ekonomi, politik, budaya organisasi sosial, kehidupan sehari-hari, dan kepribadian manusia. b. Dalam semua bidang tersebut, perubahannya radikal, fundamental, menyentuh inti bangunan dan fungsi sosial. c. Perubahan yang terjadi sangat cepat, tiba-tiba seperti ledakan dinamit di tengah aliran lambat proses historis. d. Revolusi merupakan pertunjukan paling menonjol; waktunya luar biasa cepat dan oleh karena itu, sangat mudah diingat. e. Revolusi membangkitkan emosional khusus dan reaksi intelektual pelakunya dan mengalami ledakan mobilisasi massa, antusiasme, kegemparan, kegirangan, kegembiraan, optimisme dan harapan; perasaan hebat dan perkasa; keriangan aktivisme dan menanggapi kembali makna kehidupan; melambungkan aspirasi dan pandangan utopia ke masa depan. Konsep modern mengenai revolusi berasal dari dua tradisi intelektual, yaitu pandangan sejarah dan pandangan sosiologis. Berdasarkan konsepsi sejarah, revolusi mempunyai ciri sebagai suatu penyimpangan yang radikal dari suatu kesinambungan, penghancuran hal yang fundamental (mendasar) serta kejadian yang menggemparkan dalam periode sejarah. Konsep revolusi secara sosiologis menunjuk pada gerakan massa yang menggunakan paksaan dan kekerasan melawan penguasa dan melakukan perubahan dalam masyarakat (Sztompka, 2004: 360). Dari dua pandangan di atas, definisi revolusi dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu (Sztompka, 2004: 360-361) : a. Kelompok pertama mencakup definisi yang menekankan pada aspek fundamental dan tingkat transformasi masyarakat. Definisi ini memfokuskan pada lingkup dan kedalaman dari suatu perubahan. Dalam hal ini, revolusi bertindak sebagai antonim dari reformasi. Oleh karena itu, menurut Sztompka, revolusi didefinisikan sebagai perubahan yang radikal, yang mencakup perubahan bidang politik, sosial, ekonomi dan struktur masyarakat. Perubahan ini berarti juga menyangkut aspek teknologi, moral, ilmu pengetahuan, mode pakaian dan sebagainya. b. Kelompok kedua, mencakup definisi yang menekankan pada kekerasan dan perjuangan, serta kecepatan perubahan. Kelompok ini memfokuskan pada

[5]

teknik perubahan. Dalam hal ini, revolusi merupakan antonim dari evolusi. Beberapa definisi yang tercakup dalam kelompok ini antara lain 1) Menurut Johnson, revolusi dimaknai sebagai upaya-upaya untuk merealisasikan perubahan dalam konstitusi masyarakat dengan kekuatan. 2) Menurut Gurr, revolusi merupakan perubahan yang fundamental (dalam aspek) sosio-politk melalui kekerasan. 3) Menurut Brinton, revolusi merupakan pergantian yang drastis dan tibatiba satu kelompok oleh kelompok lain dalam pelaksanaan pemerintahan. c. Kelompok ketiga, mendefinisikan revolusi dari kombinasi kedua aspek revolusi di atas sehingga menjadi formula baru. Definisi revolusi menurut kelompok ini antara lain : 1) Menurut Hutington, revolusi merupakan perubahan yang cepat, fundamental dan kekerasan domestik dalam nilai-nilai dan tradisi masyarakat, institusi politik, struktur sosial, kepemimpinan dan aktifitas serta kebijaksanaan pemerintah. 2) Menurut Skockpol, revolusi merupakan transformasi kehidupan masyarakat secara cepat dan mendasar dan struktur kelas yang dilakukan oleh kelas bawah. 3) Menurut Giddens, revolusi didefinisikan sebagai perampasan kekuasaan negara melalui kekerasan oleh para pemimpin, gerakan massa. di mana kekerasan kemudian digunakan untuk memulai proses reformasi sosial. Dari beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa revolusi hanya digunakan untuk menunjuk suatu peristiwa perubahan yang menyentuh (dan menyeluruh). B. Sumber Perubahan Sosial 1. Teknologi Perkembangan IPTEK membawa dampak yang luar biasa terhadap perkembangan masyarakat. Ada kalanya IPTEK menjadi satu tolok ukur bagi kemajuan suatu masyarakat. Pengaruh teknologi dapat membawa perubahan dalam pola pikir manusia. Ada empat perubahan kecenderungan berpikir yang diakibatkan oleh perkembangan teknologi, yaitu (Soelaiman, 1998: 76-79) : a. Tumbuhnya reifikasi, yaitu anggapan bahwa yang semakin luas dalam kenyataan harus diwujudkan dalam bentuk-bentuk lahiriah dan diukur secara kuantitatif. b. Manipulasi, yaitu kemampuan manipulasi yang tinggi bagi kerangka berpikir manusia yang disebabkan kemampuan teknologi dalam merubah

[6]

dan mengolah benda-benda alamiah menjadi sesuatu yang bersifat artifisial demi memenuhi kepentingan manusia. c. Fragmentasi, yaitu adanya spesialisasi dalam pembagian kerja yang akhirnya menuntut profesionalisme dalam dunia kerja. d. Individualisasi, yang dicirikan dengan semakin renggangnya ikatan seseorang dengan masyarakatnya dan semakin besarnya peranan individu dalam tingkah laku kehidupan sehari-hari. Ginting (dalam Ruswanto, 2003) mengungkapkan beberapa pengaruh teknologi terhadap perkembangan suatu masyarakat : a. Suatu penemuan baru di bidang teknologi dapat menghancurkan basis ekonomi masyarakat melalui penggantian beberapa tenaga kerja manusia dengan tenaga mesin (melalui mekanisasi). b. Teknologi mampu menghasilkan suatu produk dalam kategori massal, sehingga sebuah produk dapat menjadi lebih mudah diperoleh dengan harga murah. 2. Gagasan atau Ideologi Ideologi pada dasarnya merupakan sistem ide atau gagasan yang dimiliki sekelompok orang yang dijadikan landasan bagi tindakannya. Mannheim (dalam Lauer, 2001) mendefinisikan ideologi sebagai sistem ide yang menghasilkan perilaku dalam mempertahankan tatanan yang ada. Ideologi sebagai sebuah sumber perubahan sangat nampak pada analisis Weber mengenai etika Protestan dan semangat kapitalisme. Menurut Weber, perkembangan industri kapitalis tidak dapat dimengerti hanya melalui peran faktor material saja seperti teknologi. Pada masyarakat India dan Cina, Weber melihat teknologi sebagai syarat industri telah ada di sana, namun tidak menghasilkan perkembangan industri yang besar. Di lain pihak, dalam masyarakat barat mengalami perkembangan yang sangat pesat yang disebabkan oleh sistem nilai masyarakat yang kemudian dikenal dengan istilah etik protestan. Etika inilah yang mampu mengubah kegiatan ekonomi masyarakat barat. Weber berpendapat bahwa perkembangan kapitalisme dipermudah oleh lahirnya pemikiran protestan. Pemikiran tersebut membentuk kepribadian pengusaha yang aktifitasnya berpengaruh terhadap perkembangan kapitalisme. Semangat kapitalisme yang dimaksudkan Weber adalah sikap mencari keuntungan secara rasional dan sistematis (Ruswanto, 2003). 3. Ekonomi dan Politik Perkembangan ekonomi yang sangat cepat, sangat memengaruhi kehidupan sosial masyarakat. Peningkatan kondisi ekonomi keluarga akan memberikan peluang kepada masyarakat untuk segera memenuhi kebutuhannya. Apabila aktifitas ini tidak dikontrol atau dibatasi, sangat

[7]

dimungkinkan masyarakat akan menuju pada pola hidup konsumtif. Masyarakat mulai mengkonsumsi berbagai kebutuhan yang sebenarnya bagi mereka tidak penting, atau hanya sekedar memenuhi gengsi atau prestise. Perkembangan kondisi ekonomi yang terpusat pada satu titik atau wilayah, berdampak pada munculnya ketimpangan sosial atau gap antara masyarakat yang satu dengan yang lain. Dalam hal ini adalah ketimpangan antara masyarakat kota dengan masyarakat desa. Masyarakat desa mengalami kesulitan dalam mengakses informasi atau fasilitas umum lainnya. Akibatnya adalah terjadinya urbanisasi. Urbanisasi yang banyak dilakukan masyarakat dari pedesaan, cukup membawa masalah baru di perkotaan. Gabraith (dalam Ruswanto, 2003) menyatakan bahwa permasalahan ekonomi kontemporer adalah bersifat bimodal, atau terdapat dua sektor besar, yaitu sektor pasar (market sector) dan sektor perencana (planning sector). Sektor pasar merupakan sektor subordinat yang terdiri atas ribuan perusahaan kecil yang merupakan setengah dari aset ekonomi nasional. Perusahaan di sektor ini, bersifat padat karya dan cenderung mempekerjakan tenaga kerja dengan upah rendah. Secara organisatoris, perusahaan ini bersifat tidak stabil dan fluktuasi keuntungan dari tahun ke tahun cukup tinggi karena tergantung pada kondisi pasar. Sektor perencana, terdiri atas perusahaan yang terorganisasi dengan baik, birokratis dan berskala besar. Perusahaan ini cenderung berbasis teknologi daripada tenaga kerja. Tenaga kerja di sektor ini memperoleh imbalan yang sangat tinggi. Selain itu, perusahaan di sektor ini mendapat perhatian dari pemerintah, berupa subsidi atau berbagai kemudahan yang lain. Kondisi politik pada suatu negara merupakan faktor penting dalam memicu perubahan sosial. Kebijakan-kebijakan politik yang melekat pada kekuasaan merupakan sumber perubahan sosial. Perbedaan sistem politik yang duanut oleh suatu negara, mempunyai berbagai konsekuensi bagi penyelenggaraan pemerintahan. 4. Inovasi Kebudayaan Seperti telah dijelaskan di atas, bahwa teknologi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya perubahan sosial. Suatu penemuan baru atau inovasi dapat diterima dan digunakan manusia dalam kehidupan sehariharinya bilamana inovasi tersebut mempunyai kegunaan atau fungsi tertentu bagi masyarakat. Sebuah inovasi juga akan sulit diterima bilamana inovasi tersebut bertentangan dengan nilai yang dianut masyarakat. Barnet (dalam Ruswanto, 2003) mengilustrasikan adanya tiga tahap dalam proses inovasi : a. Identifikasi, menyangkut pencarian mengenai wilayah-wilayah yang mempunyai kesamaan dan perbedaan-perbedaan.

[8]

b. Tindakan penggantian dalam mana elemen-elemen baru ditempatkan dalam konfigurasi (kebudayaan). c. Diskriminasi dalam mana produk-produk baru dievaluasi dan dibandingkan dengan produk lama. Selanjutnya, Barnet (dalam Ruswanto, 2003) mengemukakan pendekatan dalam proses inovasi : a. Persepsi, yaitu persepsi tentang suatu masalah yang ditunjukkan dengan tidak terpenuhinya kebutuhan dan keinginan. b. Setting the stage, yaitu penghimpunan semua elemen (data atau materi) untuk menyelesaikan suatu masalah. c. Tindakan mencermati persoalan lebih dalam, sehingga memunculkan konfigurasi makna baru. Pada praktiknya, inovasi tidak selalu muncul karena suatu kebutuhan. Karena pada beberapa kasus, dengan berkembangnya suatu teknologi, justru dapat memicu munculnya kebutuhan-kebutuhan baru. 5. Kompetisi dan Konflik Suatu perubahan dapat muncul karena suatu konflik atau kompetisi di antara individu atau kelompok dalam masyarakat. Kerja sama lebih alamiah daripada kompetisi, karena kompetisi sering kali dapat mempermudah produktifitas dan mengurangi arti kepuasan akan keterlibatannya dalam kelompok. Semakin masyarakat mampu mengembangkan mekanisme kompetisi yang benar bagi para warganya dengan memberikan reward, maka akan muncul suatu kreativitas dan inovasi di antara anggota masyarakat. Dari hal tersebut nantinya akan memunculkan penemuan-penemuan baru di berbagai bidang. 6. Event dan Penduduk Event atau peristiwa merupakan suatu kejadian dalam masyarakat yang mampu menyebabkan terjadinya perubahan. Peristiwa tersebut dapat merupakan peristiwa yang kecil maupun besar. Aspek demografis atau kependudukan meliputi kelahiran, kematian maupun perpindahan penduduk. Selain itu, perubahan komposisi penduduk juga menjadi faktor yang menyebabkan perubahan sosial. 7. Lingkungan Fisik Pembangunan sarana fisik sangat mempengaruhi perubahan aktifitas masyarakat. Salah satunya adalah terbukanya kesempatan bagi masyarakat yang tinggal di daerah terisolir untuk membuka diri dan menikmati berbagai fasilitas yang berada di luar daerahnya. Dari hal tersebut, nantinya akan memicu difusi kebudayaan.

[9]

C. Lima Motor Penggerak Perubahan Sosial Terdapat lima komponen sosial yang berfungsi sebagai motor penggerak perubahan sosial, yaitu : 1. Komunikasi dan industri pers. 2. Birokrasi. 3. Modal. 4. Teknologi. 5. Ideologi dan Agama. (pembahasan selanjutnya, lihat Perubahan Sosial : Sketsa Teori dan Refleksi Metodologi Kasus di Indonesia, karangan Agus Salim, Tiara Wacana Yogyakarta, [Bab III Konsep Empirik dalam Perubahan Sosial : Five Contemporary Prime Mover]) D. Bentuk-bentuk Perubahan Sosial (Soekanto, 1999) Bentuk perubahan sosial (dan perubahan kebudayaan) dapat dibedakan menjadi : 1. Perubahan yang lambat dan perubahan yang cepat Perubahan yang lambat merupakan perubahan yang memerlukan waktu yang cukup lama. Perubahan ini ditandai dengan serentetan perubahan-perubahan yang kecil yang saling mengikuti. Perubahan ini juga dinamakan evolusi. Pada evolusi, perubahan terjadi dengan sendirinya tanpa direncanakan, dikarenakan adanya upaya dari manusia (masyarakat) untuk beradaptasi dengan kondisi di sekitarnya. Perubahan sosial yang cepat berlangsung dengan cepat dan menyangkut komponen dasar-dasar kehidupan masyarakat. Perubahan ini sering dikenal dengan revolusi. Revolusi dapat terjadi dengan sendirinya (tanpa direncanakan) atau melalui proses perencanaan terlebih dahulu. 2. Perubahan yang kecil dan perubahan yang besar. Perubahan yang kecil pada dasarnya merupakan perubahan yang terjadi pada unsur-unsur struktur sosial yang tidak membawa pengaruh langsung yang berarti bagi masyarakat. Sebaliknya, perubahan yang besar merupakan perubahan yang cukup membawa pengaruh yang besar bagi masyarakat. 3. Perubahan yang dikehendaki (direncanakan) dan perubahan yang tidak dikehendaki (tidak direncanakan). Perubahan yang direncanakan merupakan perubahan yang direncanakan terlebih dahulu oleh pihak-pihak yang hendak mengadakan perubahan, yang dinamakan agent of change. Agent of change merupakan seseorang atau kelompok masyarakat yang mendapat kepercayaan sebagai pemimpin pada satu atau lebih lembaga-lembaga kemasyarakatan. Suatu perubahan yang direncanakan selalu berada di bawah kendali agent of change tersebut.

[10]

Perubahan sosial yang tidak dikehendaki merupakan perubahan yang terjadi tanpa direncanakan, berlangsung di luar jangkauan atau pengawasan masyarakat serta dapat menyebabkan timbulnya akibat-akibat sosial yang tidak dikehendaki. E. Dampak Perubahan Sosial Perubahan senantiasa mengandung dampak negatif maupun positif. Untuk itu, dalam merespon perubahan di perlukan kearifan dan pemahaman yang mendalam tentang nilai, arah program dan strategi yang sesuai dengan sifat dasar perubahan itu sendiri. Teknologi pada hakikatnya diciptakan untuk mempermudah aktifitas manusia dalam memenuhi kebutuhannya. Namun dalam kenyataanya, teknologi banyak disalahgunakan oleh manusia itu sendiri. Di lain pihak dengan semakin canggihnya teknologi, manusia menjadi tidak bebas dan menjadi tergantung dengan teknologi. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa teknologi (atau inovasi) banyak membawa dampak bagi manusia sebagai pembuatnya. Dampak perubahan sering dihadapkan pada sistem nilai, norma dan sejumlah gagasan yang didukung oleh media-media komunikasi yang bisa mengubah sistem sosial, politik, ekonomi, pendidikan maupun sistem budaya.

Anda mungkin juga menyukai