Anda di halaman 1dari 2

Kejutan di Pagi Hari- Ibu Rumah Tangga, Uang, dan Konstruksi Media

Beberapa hari yang lalu, saya sempat kaget menyaksikan sebuah acara musik (mungkin musik atau infotainment) pagi hari di salah satu channel TV swasta yang disetting dengan konsep lomba ibu rumah tangga di sebuah perkampungan di Jakarta. Pertama kali melihat acara ini saya tidak merasa aneh, tetapi yang membuat saya kaget iyalah game yang dimainkan saat itu yaitu panjat pinang dengan hadiah uang yang digantungkan di sekitar lingkaran bamboo paling atas. Uang yang digunakan mulai dari lima ribu sampai seratus ribu rupiah. Peserta yang mengikuti game ini adalah ibu-ibu tengah baya dari kampung tersebut. Dalam game ini, ibu-ibu diminta untuk mengeluarkan seluruh tenaga mereka supaya bisa meraih uang yang digantung di lingkaran teratas tersebut sebanyak-banyaknya, karena uang tersebut akan menjadi milik mereka. Sambil ibu-ibu tersebut melonjaklonjak meraih uang-uang yang digantung, musik dangdut mewarnai pertunjukan tersebut. Di satu sisi, seorang host laki-laki bule dan seorang host cewek dengan semangat mendukung dan memprovokasi para penonton untuk ikut bersorak-sorak. Sebagai wanita saya sangat terkejut melihat pemandangan ini, apa yang salah kalau begitu? Penggambaran wanita yang dibawakan oleh acara ini sangat negative. Industri hiburan mencoba menggunakan ibu rumah tangga untuk dijadikan alat hiburan melalui penggambaran konyol tentang usaha para wanita ini untuk mendapatkan uang. Disini, para wanita digambarkan sebagai makhluk yang gila akan uang. Ibuibu diikutsertakan dalam sebuah permainan panjat pinang yang hadiahnya adalah uang, mereka melonjak-lonjak untuk mengambil uang yang menggantung. Apakah semenyedihkan itu keadaan wanita Indonesia? Melonjak-lonjak mendapatkan uang? Inilah yang mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap ibu rumah tangga. Media seringkali masih mengkonstruksi mereka secara negative, seperti wanita yang kurang berpendidikan, lemah, dan kegiatan mereka yang hanya berada di sekitar dapur-kasur-sumur. Dalam sinetron, reality show, dan bahkan berita banyak sekali kita jumpai tentang penggambaran ini. Lalu apa bedanya dengan panjat pinang yang sering diadakan saat acara tujuh belasan? Menurut saya, panjat pinang saat tujuh belasan merupakan bagian dari tradisi di Indonesia untuk menyemarakkan hari kemerdekaan kita, dan hadiah yang digantungkan bukan nerupa uang melainkan barang. Pesertanya diharapkan menggunakan kerjasama serta kekuatan untuk bisa meraih hadia-hadiah tersebut. Bagi masyarakat Indonesia hal ini mencerminkan usaha yang keras serta gigih dalam mencapai sebuah tujuan yang direpresentasikan melalui games panjat pinang. Sedangkan panjat pinang uang menurut saya penggambarannya kurang mendidik karena menggunakan uang, dan para ibu rumah tangga di minta untuk melonjak-lonjak seolah-olah sangat ingin mendapatkannya. Komen dari MC juga

membuat penggambaran ibu-ibu ini tambah menyedihkan, ditambah dengan lagu dangdut yang dimainkan serta para penonton yang bersorak-sorak sambil tertawa terbahak-bahak. Jam penayangannya di pagi hari tentu saja menargetkan ibu rumah tangga dan orang-orang yang sibuk di pagi hari yang membutuhkan hiburan instan untuk memulai hari mereka Wanita disini dijadikan objek hiburan yang sangat efektif oleh media. Ironisnya, para wanita seperti tidak menyadari tentang penggambaran ini. Inilah potret betapa masyarakat kita masih mudah untuk di tata oleh media. Keadaan ekonomi masyarakat yang masih sulit terutama dari kalangan menengah kebawah membawa dampak yang beruntun bagi mereka. Di satu sisi masih sulit mencari sumber penghidupan yang layak di sisi lain keadaan mereka ini mudah untuk dipengaruhi oleh orang-orang yang ingin mengambil keuntungan belaka. Sementara itu, kurangnya kesadaran masyarakat tentang hal ini membuat media dengan mudah menciptakan bias dan konstruksi social yang bisa merugikan kaum wanita. Untuk beberapa orang yang apatis, hal ini mungkin tidak menjadi masalah karena game tersebut merupakan hiburan semata, tetapi penggambaran yang sama tentang ibu rumah tangga akan membentuk mind set masyarakat sehingga tercipta stereotype negative tentang ibu rumah tangga. Saya harap, masyarakat kita terutama kaum wanita mulai menyadari betapa media tidak selalu berada di pihak kita teteapi secara tidak sadar merupakan ideological state apparatus yang membentuk ideologi masyarakat yang bahkan lebih kuat dari pengaruh pemerintah karena budaya dan apa yang disepakati masyarakat merupakan sebuah konstruksi sosial oleh pemegang power sekaligus ideologi terkuat.

Anda mungkin juga menyukai